Metode Baru Terapi Plunging Ranula (2)
-
Upload
sakasetiononugroho -
Category
Documents
-
view
300 -
download
1
Transcript of Metode Baru Terapi Plunging Ranula (2)
METODE BARU TERAPI PLUNGING RANULA
1. Pendahuluan
Istilah ranula berasal dari bahasa latin rana yang berarti katak (Graaff,
2004). Ranula merupakan istilah untuk menggambarkan suatu mukokel yang
terjadi pada dasar mulut. Biasanya tampak unilateral dan berupa benjolan
berwarna kebiruan seperti perut katak. Ranula diklasifikasikan menjadi dua tipe
yaitu ranula superfisial/ ranula simpel/ ranula rongga mulut dan deep ranula/
ranula servikal/ plunging ranula. Plunging ranula merupakan suatu pseudocyst
yang berasal dari ekstravasasi mukus dan saliva yang besar pada dasar mulut yang
berkembang lebih dalam dan meluas hingga keluar dari struktur dasar mulut
kemudian masuk ke spasia submental sehingga nampak adanya benjolan di
midline leher bagian atas (Quinn, 1997; Reichart & Philipsen, 2000; Vicente,
2000; Langdon, 2001; Flaitz dan Hicks, 2004)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya plunging ranula dikelompokkan menjadi 2 kategori
yaitu (Reichart & Philipsen, 2000; Greenberg, 2003; Peterson, 2003) paling sering
merupakan suatu ekstravasasi (tidak ada lapisan epitel), yang mana saliva masuk
ke dalam jaringan sekitar oleh karena adanya trauma pada duktus kelenjar ludah
dan jarang merupakan suatu kista retensi, yang dilapisi oleh epitel dari epitel
duktus.
Disamping itu terjadinya plunging ranula sangat berhubungan erat dengan
diskontinuitas otot milohioid (Flaitz dan Hicks, 2004). Otot milohioid dianggap
sebagai diafragma dasar mulut, tetapi secara anatomis tidak secara total
membatasi dengan regio leher, oleh karena ternyata ditemukan suatu dehisensi
atau hiatus dalam otot milohioid sepanjang aspek lateral 2/3 anterior otot pada 36
– 45 % individu.
Walapun kebanyakan ranula berasal dari kelenjar sublingual, tidak
menutup kemungkinan berasal dari sekresi duktus kelenjar ludah submandibula
atau kelenjar ludah minor pada dasar mulut (Flaitz dan Hicks, 2004).
1
3. Insidensi
Plunging ranula merupakan lesi kelenjar ludah yang jarang terjadi dan
prevalensinya tidak diketahui pasti. Jumlah lesi yang dijumpai hanya 1% - 10%
(Flaitz dan Hicks, 2004). Perbandingan laki dan perempuan sebesar 1 : 1,3 dan
muncul pada usia 2 sampai 3 dekade (Graaff, 2004) sekitar usia 8 – 21,5 tahun
(Flaitz dan Hicks, 2004). Plunging ranula yang berukuran besar dapat
menyebabkan terjadinya gangguan menelan, bicara, pengunyahan, jalan nafas
(Flaitz dan Hicks, 2004) dan kadang-kadang mengalami infeksi sekunder (Boles,
1990).
4. Patofisiologi
Menurut Flaitz dan Hicks (2004) terjadinya plunging ranula disebabkan
oleh beberapa mekanisme yaitu :
1. Obstruksi duktus eksretorius sebagian atau total oleh adanya sialolit,
malformasi kongenital, stenosis, periduktal fibrosis, skar disekitar duktus
karena trauma, agenesis duktus ekretoris atau tumor sehingga terjadi
hambatan aliran saliva dari kelenjar saliva. Mukus keluar melalui daerah
yang terbuka atau dehisensi otot milohioid. Ekstravasasi kelenjar
sublingual menyebabkan terjadinya ranula servikal atau plunging ranula
(Flaitz dan Hicks, 2004).
2. Kelenjar sublingual yang ektopik diduga sangat berhubungan erat dengan
terjadinya ranula. Apabila sekret mukus masuk ke dalam daerah leher
melalui otot milohioid, meluas masuk kedalam jaringan lunak wajah akan
menyebabkan pembengkakan difus regio lateral dan submental leher.
3. Produksi terus menerus kelenjar sublingual akan mempercepat akumulasi
mukus pada leher dan perluasan masa servikal secara konstan (Flaitz dan
Hicks, 2004).
4. Ruptur pada acini kelenjar yang disebabkan oleh hipertensi dari duktus
yang tersumbat merupakan mekanisme lain yang berhubungan dengan
perkembangan lesi.
2
5. Trauma juga merusak sel parenkim kelenjar pada lobus kelenjar saliva
(Flaitz dan Hicks, 2004).
6. Pada penelitian terakhir tampak peningkatan matriks metalloproteins,
TNF-alfa, type IV kolagenase dan plasminogen aktivator dari saliva.
Faktor-faktor ini lebih jauh diduga menguatkan akumulasi enzim
proteolitik yang berhubungan dengan ekstravasasi mukus yang invasif
(Flaitz dan Hicks, 2004).
7. Duktus kelenjar ludah sublingual bergabung dengan kelenjar
submandibula, sehingga ranula terbentuk pada leher melalui bagian
belakang dari otot milohioid (Graaff, 2004).
5. Gambaran klinis
Gambaran klinis plunging ranula (gambar 3) antara lain (Wenig, 1993 ;
Reichart, 2000 ; Greenberg, 2003 ; Flaitz dan Hicks, 2004 ; Graaff, 2004) :
- Benjolan warna kebiruan yang menyerupai perut katak.
- Tanpa disertai gejala dan rasa sakit
- Tumbuhnya lambat
- Lunak
- Massa dapat digerakkan
- Fluktuatif
- Berlokasi di dasar mulut terutama di daerah spasia mandibular yang
kadang meluas hingga spasia submental, kontralateral leher, ke daerah
nasofaring, retrofaring, sampai dengan mediastinum bagian atas.
- Unilateral atau satu sisi lingual frenum dan apabila terletak lebih dalam ke
jaringan lunak ranula dapat melewati midline.
- Ukuran bervariasi sekitar 4 – 10 cm, pada ukuran besar menyebabkan
deviasi lidah dan pada lesi yang besar dan meluas turun menembus otot
milohioid. Plunging ranula akan terus membesar dan meluas hingga ke
regio leher.
- Terdapat riwayat trauma pada salah satu lubang saluran kelenjar ludah
sublingual (Reichart dan Philipsen, 2000).
3
- Terdapat riwayat perawatan ranula intraoral, pengangkatan sialolit atau
transposisi duktus submandibular. Pada ranula servikal yang besar akan
menyebabkan tekanan pada pernafasan (Flaitz dan Hicks, 2004).
6. Pemeriksaan Penunjang
- Evaluasi radiografi dapat dipertimbangkan jika sialolit dianggap
merupakan faktor yang berperan dalam pembentukan ranula oral dan
plunging ranula/ ranula servikal. Pemeriksaan radiografi hendaknya
dilakukan untuk memastikan penyebabnya (Greenberg, 2003).
- Pemeriksaan radiologi kepala dan leher dan mediastinum dengan
menggunakan CT scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk
menentukan perluasan ranula servikal dan sekaligus mengetahui kelainan
lain yang berhubungan dengan rencana tindakan bedah yang akan
dilakukan.
- Ultrasonografi juga dapat dipergunakan untuk evaluasi lesi ini.
- Aspirasi kandungan ranula servikal atau oral dengan menggunakan
jarum halus membantu diagnosis sebagai acuan tindakan eksisi atau
pembedahan. Cairan mengandung mukus dengan muciphages (makrofag
dan mucin), ditunjukkan oleh pengecatan mucicarmine dan sel radang
lainnya.
- Ranula servikal dan oral membutuhkan suatu eksisi yang komplit
pada oral dan kelenjar yang terlibat, biasanya kelenjar ludah sublingual
dan kadang kelenjar submandibular.
- Kadang-kadang dekompresi bagian oral dari plunging ranula juga
diperlukan.
- Beberapa penulis menyatakan marsupialisasi dengan packing
pseudocyst dengan kassa.
- Pemeriksaan histologi menunjukkan gambaran mirip dengan fenomena
ekstravasasi mukus.
4
Gambar 1. Gambaran Histologi : fotomikrograf dengan kekuatan sedang lobus kelenjar ludah minor dengan atropi acini, ektasia duktus, dan fibrosis (pembesaran 100 x) (Flaitz dan Hicks, 2004).
Dari hasil biopsi bagian lateral leher menunjukkan bahan amorfous
dengan sel-sel radang yang jarang dan menunjukkan pengecatan positif terhadap
musin (gambar 1) (Flaitz dan Hicks, 2004).
8. Diagnosis banding
1. Diagnosis banding pembengkakan di dasar mulut : plunging ranula,
kista limfoepitelial, kista epidermoid dan kista dermoid (Quinn,
1997), tumor kelenjar liur (karsinoma mukoepidermoid), tumor
mesenkim (lipoma, neurofibroma, hemangioma).
2. Diagnosis banding pada midline leher : pembesaran tiroid, kista
duktus tiroglosus, kista dermoid, plunging ranula.
3. Diagnosis banding massa pada lateral leher : plunging ranula,
limfadenopati, kista epidermoid, lipoma, sialadenitis, limfoma, kista
limfoepitelial.
9. Prognosis
Tindakan bedah terhadap ranula oral yang tidak adekuat akan
menghasilkan suatu plunging ranula. Lebih dari separuh kasus servikal ranula
timbul setelah dilakukan suatu pengangkatan ranula, biasanya timbul 6 – 8
minggu setelah pembedahan. Apabila lesi diterapi dengan marsupialisasi saja,
angka rekurensinya tinggi. Angka rekurensi menurun hingga 2 % apabila diikuti
dengan eksisi kelenjar yang terlibat (Flaitz dan Hicks, 2004).
5
10. Terapi
Keberhasilan suatu penatalaksanaan plunging ranula tergantung pada
eksisi bedah secara keseluruhan terhadap lesi dan sekaligus kelenjar ludah yang
terlibat yaitu kelenjar ludah sublingual atau jarang pada kelenjar submandibula,
sehingga mempunyai resiko rekurensi rendah (Wenig, 1993; Quinn, 1997;
Langdon, 2001; Greenberg, 2003; Flaitz dan Hicks, 2004). Tetapi kelenjar dan
saluran asalnya biasanya sangat sulit atau tidak mungkin untuk dipastikan (Boles,
1990).
Terapi bedah terhadap plunging ranula (Graaff, 2004) :
1. Pendekatan trans oral : merupakan akses yang baik untuk mengangkat
secara keseluruhan kelenjar sublingual. Jika kelenjar sublingual ektopik
dan tampak pada permukaan servikal otot milohioid beberapa penulis
memilih untuk melakukan pemasangan drain pada daerah servikal dan
melakukan tindakan eksisi kelenjar yang terlibat melalui oral. Eksisi lesi
keseluruhan tidak perlu dilakukan apabila kelenjarnya sendiri telah
diangkat.
2. Pendekatan trans servikal : pengangkatan secara keseluruhan kelenjar
sublingual dengan pendekatan ini. Membutuhkan pemisahan otot
milohioid dan diseksi dasar mulut. Para penulis menganjurkan untuk
melakukan drainage terlebih dahulu sebelum melakukan eksisi trans oral.
Bila hal ini tidak berhasil maka di indikasikan untuk melakukan
pendekatan trans servikal. Pendekatan ini di indikasikan pada ranula yang
benar-benar berada pada leher.
Terapi dengan fenestrasi dan penekanan
Terapi plunging ranula menggunakan incisi dan drainase kemudian diikuti
dengan fenestrasi dan eksisi pseudocyst masih menghasilkan suatu rekurensi.
Disamping itu penanganan plunging ranula dengan metode pengangkatan kelenjar
ludah merupakan terapi yang radikal terutama pada pasien usia muda. Metode
penanganan plunging ranula dengan menggunakan fenestrasi dan penekanan
secara kontinyu pada regio submandibula mencapai hasil memuaskan dan
6
merupakan prosedur yang bersifat noninvasif dan relatif lebih mudah (Takagi,
et.al, 2003).
11. Komplikasi
Plunging ranula berpotensi meluas ke daerah leher dan menggangu jalan
nafas sehingga menghasilkan suatu keadaan darurat (Peterson, 2003). Komplikasi
yang sering terjadi pada tindakan bedah terhadap ranula servikal (Reichart &
Philipsen, 2000; Flaitz dan Hicks, 2004; Graaff, 2004) :
- Injuri pada duktus Wharton sehingga menyebabkan stenosis, sialadenitis
obstruktif, dan kebocoran saliva.
- Injuri pada saraf lingualis, sehingga terjadi paraestesia.
- Injuri saraf fasialis cabang mandibular, sehingga terjadi paresis dan
paralise.
- Pengambilan ranula oral yang tidak sempurna dapat meningkatkan resiko
terjadinya ranula servikal, dan memungkinkan berkembang kearah
mediastinum dari penelitian didapatkan bahwa 45 % plunging ranula
berawal dari pengangkatan ranula oral.
- Rekurensi setelah dilakukan tindakan pembedahan.
12. Laporan kasus
Digambarkan suatu prosedur yang mudah dan kurang invasif meliputi
fenestrasi intra oral dengan penekanan pada regio submandibula sebagai terapi
yang efektif untuk plunging ranula.
Empat (4) kasus seperti pada (table 1). Digunakan metode yang sama
pada semua kasus, hanya satu kasus yang digambarkan secara rinci.
Tabel 1. Penderita yang telah dilakukan terapi
7
Gadis 14 tahun dengan pembengkakan tanpa nyeri pada regio
sublingual/submandibula kiri. Pembengkakan pada dasar mulut kurang lebih 10
bulan lamanya, disertai pembengkakan regio submandibula sebulan yang lalu.
Penderita telah memeriksakan pada Spesialis THT, dan dilakukan aspirasi pada
daerah pembengkakan. Pembengkakan tersebut muncul kembali. Penderita
dirujuk ke Department of Oral and Maxillofacial Reconstructive Surgery
Okayama University, 2 bulan yang lalu.
Ditemukan jaringan lunak dengan pembengkakan yang elastis ukuran 51 x
31 mm pada regio submandibula kiri, yang menyebabkan bentuk wajah asimetris
(gambar 2). Pembengkakan berwarna kebiruan berukuran 35 x 18 mm pada regio
sublingual kiri (gambar 3).
Gambar 2. Ekstra oral pembengkakan pada regio submandibula kiri
Gambar 3. Intra oral pembengkakan pada regio sublingual kiri
Pemeriksaan
8
Hasil pemeriksaan MRI ditemukan gambaran T2-weighted axial
homogeneous dengan tanda peninggian daerah dari dalam kelenjar submandibula
sampai pada spase pterygomandibula termasuk kelenjar sublingual (gambar 4A).
A BGambar 4. MRI pada pemeriksaan awal
MRI potongan koronal memperlihatkan perluasan dari daerah kelenjar sublingual
ke dalam kelenjar submandibula dan spase, serta menekan kelenjar sublingual
kearah bawah (gambar 4B) yang kemudian didiagnosa sebagai plunging ranula
kiri.
Terapi
Anestesi lokal untuk membuat insisi 1 cm sampai daerah pembengkakan
pada dasar mulut dan dibuat drainase cairan kista dan pemasangan drain Penrose
karet dengan garis opak dibagi sama panjang dimasukkan melalui muskulus
milohioid sampai regio submandibula dan dijahit (gambar 5). Pembagian drain
tersebut bertujuan supaya drain lebih lunak sehingga tidak menimbulkan trauma
local. Pemasangan kassa gulung yang diplester dengan plester bedah elastic untuk
mendapatkan penekanan yang kontinyu pada daerah submandibula. Penekanan ini
bertujuan membantu pengeluaran saliva, menghilangkan ruangan, serta mencegah
penumpukan saliva (gambar 6).
9
Gambar 5. Penggunaan drain Penrose
Gambar 6. Penekanan secara kontinyu dengan plester elastic surgical
Pada saat itu, diberikan penjelasan kepada penderita dan kedua orang tuanya
tentang mamfaat pemberian penekanan secara kontinyu. Pemberian antibiotik dan
analgesik selama 3 hari. Setelah 3 minggu drain Penrose dan kassa gulung
diangkat.
Evaluasi
Pembengkakan menghilang baik pada regio submandibula dan regio
sublingual serta hasil penilaian MRI menunjukkan tidak tampak penumpukan
saliva (gambar 7). Penyembuhan luka hingga 17 bulan setelah terapi, tidak ada
tanda-tanda rekuren.
10
Gambar 7. MRI setelah 3 minggu perawatan
Diskusi
Telah digambarkan prosedur baru untuk terapi plunging ranula dengan
cara pembuatan insisi pada daerah pembengkakan dengan lokal anestesi,
penempatan drain Penrose selama kurang lebih 3 minggu. Pembagian drain
Penrose sesuai panjang yang lebih lunak, sehingga mengurangi kemungkinan
trauma lokal ketika penempatan drain kedalam regio submandibula untuk
membantu drainase. Penggunaan penekanan secara kontinyu pada regio
mandibula dianjurkan untuk membantu pemberhentian saliva dan mengurangi
spase serta mencegah penumpukan saliva.
Penggunaan fenestrasi dengan penekanan secara kontinyu memberikan
hasil hilangnya secara sempurna plunging ranula selama 3 minggu terapi pada
keempat penderita. Hal yang dipertimbangkan adalah insisi submandibula dan
anastesi umum (biaya rumah sakit), menghindari eksisi pada kelenjar
submandibula atau sublingual dan mengurangi gerakan yang berlebihan pada saat
makan dan bicara. Bagaimanapun, kelemahannya diperlukan waktu 3 minggu
menjaga drain Penrose tetap pada tempatnya dan dibutuhkan penekanan secara
kontinyu.
13. Daftar Pustaka
11
Boles, R. 1990. Management Of The Primary Site : Salivary Glands. In Pillbury,
H.C. III dan Goldsmith, M.M. III. Operative Challenges In
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Chicago. Year book Medical
Publisher, Inc.
Flaitz, C. dan Hicks, J. 2004. Mucocele and Ranula. eMedecine.com. Inc.
Graaff, V.D.R. 2004. Ranulas and Plunging Ranulas. eMedecine.com.Inc.
Greenberg, M.S. dan Glick, M. Burket’s. 2003. Oral Medicine. Diagnosis and
Treatment. 10th ed. Philadelphia : BC Decker Inc.
Langdon, JD. 2001. Salivary Gland Disease. In Pedlar, J. dan Frame, J.W. Oral
and Maxillofacial Surgery. An Objective-Based Textbook. London :
Churchill Livingstone.
Peterson, JL. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed.
Philadelphia : Mosby.
Quinn, BF. 1997. Congenital Neck Masses and Anomalies. UTMB Dept. of
Otolaryngology Grand Rounds.
Reichart, AP. and Philipsen, PH. 2000. Color Atlas Of Dental Medicine. Oral
Pathology. New York : Thieme.
Shear, M. 1992. Cyst Of The Oral Region. 3rd. ed. London : Wright. Butterworth-
Heinemann Ltd.
Takagi, et.al. 2003. Treatment of a plunging ranula with fenestration and
continuous pressure. British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery
(2003) 41, 410-413. The British Association of Oral and Maxillofacial
Surgeons. Elsevier Ltd.
Vicente, LH. 2000. Ranula. Pediatric Surgery update. Vol 15. no. 04 October
2000. Puerto Rico.
Wenig, BM. 1993. Atlas Of Head and Neck Pathology. Philadelphia : W.B.
Saunders.
12