Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM...
Transcript of Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM...
aMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Menghadapi Fenomena
-
NEETMemutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia
PUSAT DATA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAANBADAN PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I.
b MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
MENGHADAPI FENOMENA NEETMemutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia
ISBN : 978-602-53118-8-8
Naskah :Bidang Pengolahan dan Analisis Data
Desain Sampul dan Layout :Bidang Pengolahan dan Analisis Data
Penerbit:Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan
Redaksi :Jl. Jenderal Gatot SubrotoKav. 51 Jakarta Selatan 12950Telp : 021 – 5273609Fax. : 021 – 5273609 Website : https://pusdatinaker.kemnaker.go.idEmail : [email protected]
Hak cipta dilindungi undang – undangDilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan
iMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
NEET (Not in Employment, Education or Training) muncul pertama kali di jepang pada tahun 1990 yang menggambarkan seseorang yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan, serta bukan merupakan seorang yang tengah menempuh pendidikan ataupun mengurus rumah tangga.
Dari berbagai definisi yang muncul, mereka yang terkategori sebagai NEET, cenderung disamakan dengan pemuda yang putus asa, tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran, dan merasa dikucilkan oleh lingkungannya, walaupun sebenarnya tidak selalu berarti demikian. Indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika memenuhi dua kondisi yaitu (i). tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif ) dan (ii). tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menginformasikan bahwa NEET secara global pada tahun 2019 berada pada tingkat yang tinggi. Dan menurut ILO, remaja perempuan lebih berpotensi menjadi NEET dibandingkan dengan remaja laki-laki, dimana perempuan memiliki resiko relatif 3,4 kali lebih besar dibandingkan laki-laki untuk menjadi NEET.
NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena melihat kondisi tenaga kerja muda Indonesia dari Sakernas periode Agustus 2019, menunjukkan bahwa pemuda di Indonesia masih sangat rentan dan beresiko terkategorikan sebagai NEET. Jumlah penganggur muda di Indonesia masih tinggi, dimana dari 7,05 juta penganggur terbuka di Indonesia, 56,44 persen diantaranya merupakan penganggur usia muda. Bahkan TPT muda ini berada jauh lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT yang hanya 5,28 persen. Dipihak lain juga masih banyak pemuda Indonesia yang terpaksa keluar dari dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja baik karena alasan ekonomi, budaya maupun kelangkaan fasilitas dan akses pendidikan dan pelatihan di daerah-daerah tertentu.
RINGKASAN EKSEKUTIF
ii MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Awal kemunculan NEET memang belum dianggap sebagai masalah, namun seiring dengan berjalannya waktu, jumlah anak muda yang tergolong NEET ini terus meningkat sehingga perlu diantisipasi oleh semua pihak karena akan berdampak negatif baik bagi pemuda itu sendiri, keluarga karena akan menanggung beban ekonomi dan sosial, masyarakat dan pemerintah atau negara karena keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akan terpengaruh akibat semakin meningkatnya pemuda produktif yang enggan untuk berada di pasar kerja, dan semakin sedikitnya stok pemuda kompeten karena mereka enggan berada di dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja.
Fenomena NEET seyogyanya tidak perlu terjadi. Generasi muda seyogyanya harus terus menerus meningkatkan kompetensi dan daya saingnya agar mampu berkiprah aktif di pasar kerja. Generasi muda adalah the leader of tomorrow, penerus yang menentukan nasib bangsa dan negaranya di masa datang. Generasi muda dipandang sebagai pribadi yang memiliki kekuatan fisik dan pola pikir yang sangat produktif dan diharapkan dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya demi peningkatan daya saing bangsa.
iiiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanNya, data dan informasi mengenai kondisi anak muda Indonesia yang tidak berada di pasar kerja, dan juga tidak sedang berada di dunia pendidikan dan pelatihan ini dapat diterbitkan dalam suatu Buku yang berjudul Menghadapi Fenomena NEET – Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia. Dalam buku ini dideskripsikan dengan jelas dan rinci apa, bagaimana dan seperti apa itu fenomena NEET, Not in Employment, Education or Training – suatu kondisi dimana anak muda yang tidak bekerja, juga tidak sedang berada di dunia pendidikan atau pelatihan kerja. Konsepsi NEET, kondisi NEET di beberapa belahan dunia termasuk di Indonesia dan solusi penanganannya yang dirangkum dari berbagai sumber juga dibahas dengan rinci dalam buku ini. Bahkan kondisi ketenagakerjaan pemuda Indonesia, khususnya Tenaga Kerja Muda berusia 15 sampai dengan 24 tahun yang bersumber dari hasil Survei Angkatan kerja Nasional (Sakernas) 2019 sebagai ilustrasi untuk memahami kondisi NEET di Indonesia juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Buku ini.
Diketahui bersama bahwa pemuda merupakan sumber daya yang berperan aktif sebagai agen perubahan (agent of Change), baik dalam bidang perekonomian maupun ketenagakerjaan. Motivasi yang tinggi, serta dibarengi dengan pengetahuan yang luas dan adaptif terhadap berbagai perubahan yang terjadi menjadikan pemuda sebagai sumber daya yang sangat berharga dalam upaya mempercepat roda perekonomian sekaligus meningkatkan produktivitas bangsa. Penyiapan kualitas pemuda dan pendayagunaan pemuda dengan cara yang tepat, tentu akan menjadikan pemuda sebagai tenaga kerja yang unggul dan berdaya saing tinggi. Sehingga sudah sewajarnya jika seluruh negara di dunia, menjadikan pemuda sebagai salah satu prioritas utama mereka dalam mengembangkan sektor perekonomian dan ketenagakerjaan yang dimilikinya.
KATA PENGANTAR
iv MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dunia menyadari bahwa telah terjadi suatu fenomena yang agak berbeda dalam dunia ketenagakerjaan pemuda, dimana terdapat kelompok pemuda yang tidak berada di pasar kerja atau tidak memiliki pekerjaan, dan juga tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan yang dikenal dengan istilah “NEET”. Pada awalnya fenomena ini hanya dianggap sebagai masalah ekonomi dan sosial biasa yang berimbas pada sulitnya mencari kerja bagi anak muda yang berada dalam fase transisi pendidikan menuju kerja. Namun eksistensi NEET dalam masyarakat kemudian berkembang cukup pesat dan pada akhirnya di beberapa negara fenomena ini ditetapkan sebagai masalah nasional yang dapat mengancam perekonomian negara. Bahkan data dan informasi mengenai pemuda yang tidak bekerja, tidak bersekolah, atau tidak mengikuti pelatihan ini telah ditetapkan menjadi indikator yang dilaporkan secara rutin oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). NEET juga dijadikan sebagai salah satu indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan mengurangi proporsi usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan.
Fenomena NEET menjadi perhatian khusus bagi pihak-pihak yang terkait karena sangat berpotensi dalam memberikan dampak buruk terhadap tatanan sosial dan ekonomi suatu negara. NEET dapat diibaratkan sebagai “bom waktu” yang jika tidak ditangani sesegera mungkin akan berdampak pada rusaknya eksistensi dan keberlangsungan suatu negara akibat tidak adanya pemuda yang mampu meneruskan tonggak estafet kepemimpinan.
Agar fenomena NEET di Indonesia dapat diantisipasi dengan efektif dan efisien sehingga bonus demografi tidak menjadi bencana dan dunia ketenagakerjaan Indonesia selalu dan terus akan diwarnai oleh pemuda yang kompeten dan produktif, Buku ini membahas tuntas kondisi dan potensi pemuda dalam menghadapi tantangan pasar kerja di Indonesia, seperti apa kondisi NEET di Indonesia dan di beberapa negara di dunia, serta topik lainnya terkait dengan kondisi Angkatan Kerja Muda dan Bukan Angkatan Kerja Muda. Diharapkan informasi dan fakta-fakta yang tersedia dalam Buku ini dapat menjadi referensi bagi para pihak dalam penyusunan kebijakan, strategi, program dan kegiatan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan dan pemberdayaan potensi serta kompetensi Pekerja Muda dan pengentasan permasalahan terkait NEET Muda yang tengah terjadi saat ini.
vMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka kelahiran dan angka kematian. Penurunan angka kelahiran menyebabkan penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang diikuti dengan penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai akibat banyaknya kelahiran di masa lalu. jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun meningkat sekitar 73 persen dan penduduk usia produktif (15-64 tahun) meningkat dengan pesat yaitu sebesar 220 persen.
Untuk menentukan solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi anak muda NEET, perlu untuk mengetahui NEET di Indonesia sebagian besar berasal dari kelompok yang mana. Selain itu perlu juga dilakukan antisipasi timbulnya calon NEET baru dengan deteksi dini dan melakukan konseling di lembaga pendidikan.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan Buku ini disampaikan terima kasih, semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan keberkahan kepada kita semua.
Salam Satu Data.
Kepala PusatData dan Informasi Ketenagakerjaan
Drs. Muhammad Zuhri, M.SiNIP 19660512 199403 1 003
vi MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Penanggung Jawab : Drs. Muhammad Zuhri, M.SiRedaktur : Isnarti Hasan, S.E, M.SiEditor : Zulfiyandi, S.E Gitmawati Rahmadewi, S.SPenulis : Karisma Ayu Rahmawati, S.Kom Ervina Samosir, S.Kom Roselina Yolanda, S.Si Ainul Fatwa Khoiruroh, S.Si M. Zaini, S.Stat Devi Andrian, S.Stat
TIM PENYUSUN
viiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii
TIM PENYUSUN ............................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. ix
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan ........................................................................................................................ 3
C. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 3
D. Glosarium ................................................................................................................. 4
BAB II MEMBEDAH KONSEP NEET....................................................................................... 7
A. Terminologi NEET .................................................................................................. 7
B. Faktor Pembentuk NEET ..................................................................................... 11
C. Formula Perhitungan NEET ................................................................................ 14
D. Dampak NEET ......................................................................................................... 15
BAB III NEET DI BEBERAPA BELAHAN DUNIA ................................................................... 17
A. Sejarah Perkembangan NEET ............................................................................ 17
B. Kasus NEET di Beberapa Negara ...................................................................... 19
C. Belajar Pada Beberapa Negara ......................................................................... 24
BAB IV KAUM MUDA DI INDONESIA .................................................................................... 29
A. Bonus Demografi .................................................................................................. 29
B. Tenaga Kerja Muda ............................................................................................... 42
a. Angkatan Kerja Muda ................................................................................. 44
b. Bukan Angkatan Kerja Muda .................................................................... 61
C. Perkembangan NEET Di Indonesia ................................................................. 74
D. Solusi Penanganan NEET di Indonesia .......................................................... 80
DAFTAR ISI
viii MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................................ 83
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 83
B. Rekomendasi .......................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 86
LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 89
ixMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Tabel 1. Berbagai Konsep Pendefinisian NEET yang Digunakan .............................. 7
Tabel 2. Persentase & Jumlah Penduduk Usia di Bawah 15 tahun, Penduduk
Usia Kerja 15-34 Tahun, & Lansia di Atas 65 Tahun 1961-2015 ................. 29
Tabel 3. Tren Rasio Ketergantungan menurut Kelompok Umur, Indonesia,
1961 – 2045 ................................................................................................................. 33
DAFTAR TABEL
x MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 1. Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja Muda Tahun 2017 – 2019 ............. 44
Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019 ....................................... 45
Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 45
Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019 .................................................... 46
Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan
Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ...................... 47
Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan
Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................. 47
Grafik 7. Penduduk Yang Bekerja dan Penduduk Muda Yang Bekerja Tahun
2017 – 2019 ............................................................................................................... 48
Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun
2019 ............................................................................................................................. 49
Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 49
Grafik 10. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 50
Grafik 11. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan
Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 51
Grafik 12. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan
Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 51
Grafik 13. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan
dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 52
Grafik 14. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama
dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 53
DAFTAR GRAFIK
xiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 15. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/
Informal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ................................................... 54
Grafik 16. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok
Umur Tahun 2019 .................................................................................................... 54
Grafik 17. Penganggur Terbuka dan Pengangguran Muda Tahun 2017 – 2019... 55
Grafik 18. Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan
Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 56
Grafik 19. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Muda Tahun 2017 – 2019 .......................... 57
Grafik 20. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Kelompok
Umur Tahun 2019 .................................................................................................... 58
Grafik 21. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin
dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 59
Grafik 22. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah
Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................... 59
Grafik 23. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah
Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................... 60
Grafik 24. Perbandingan BAK dan BAK Muda Tahun 2017 - 2019 ............................. 61
Grafik 25. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah tahun 2017-2019 ...... 62
Grafik 26. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019
Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ............................................................... 62
Grafik 27. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019
Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................................. 63
Grafik 28. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019
Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi ....................................................................... 64
Grafik 29. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah
Tangga Tahun 2017-2019 ..................................................................................... 65
Grafik 30. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah
Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ............ 65
Grafik 31. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah
Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 66
Grafik 32. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah
Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir
yang Ditamatkan ..................................................................................................... 67
xii MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 33. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus
Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi ..... 68
Grafik 34. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan
Lainnya Tahun 2017-2019 .................................................................................... 69
Grafik 35. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan
Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ........... 69
Grafik 36. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan
Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 70
Grafik 37. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan
Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir
yang Ditamatkan ..................................................................................................... 71
Grafik 38. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan
Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi ................... 72
Grafik 39. Persentase NEET di Indonesia Tahun 2017 - 2019 ....................................... 75
Grafik 40. Persentase NEET berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun
2017 - 2019 ................................................................................................................ 75
Grafik 41. Persentase NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Indonesia
Tahun 2017 - 2019................................................................................................... 76
Grafik 42. Persentase NEET berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun
2017 - 2019 ................................................................................................................ 77
Grafik 43. Persentase NEET berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun
2017 - 2019 ................................................................................................................ 78
xiiiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 1. Skema Pengklasifikasian NEET Dalam Populasi Pemuda
(15-24 Tahun) ........................................................................................................ 11
Gambar 2. Dampak NEET Bagi Diri Dan Lingkungan ................................................... 16
Gambar 3. Alur Perkembangan Istilah NEET ................................................................... 18
Gambar 4. Ilustrasi Seorang NEET Muda........................................................................... 19
Gambar 5. Diagram Perkembangan SDGs Tujuan 8 – NEET Secara Global
Tahun 2019 ............................................................................................................ 20
Gambar 6. Proporsi Penduduk Muda (15 – 24 tahun) yang Terkategorikan
sebagai NEET Muda ............................................................................................ 21
Gambar 7. Sebaran NEET Muda Menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal
di Beberapa Negara ............................................................................................ 22
Gambar 8. Data Sebaran Neet di Wilayah ASEAN Tahun 2016 - 2018 .................... 23
Gambar 9. Program Pencegahan Dan Penanganan NEET di Jepang ..................... 27
Gambar 10. Program Pencegahan NEET di Norwegia ................................................... 28
Gambar 11. Perubahan Struktur Usia dan Ledakan Penduduk Usia Kerja,
Indonesia, 1961 - 2045 ....................................................................................... 30
Gambar 12. Penurunan Rasio Ketergantungan yang Disebabkan Bonus
Demografi & Jendela Peluang......................................................................... 35
Gambar 13. Kerangka Konsep Hubungan antara Bonus Demografi dan
Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................................... 39
Gambar 14. Tantangan Tenaga Kerja Muda di Negara – negara G20 ....................... 42
DAFTAR GAMBAR
xiv MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
1MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
A. Latar Belakang
Seiring perubahan waktu, masalah ketenagakerjaan menjadi relatif lebih topikal. Memasuki 2020, pertanyaan tentang tenaga kerja muda muncul secara bertahap di antara masalah – masalah ketenagakerjaan lainnya. Anak muda sering di anggap sebagai fase transisi dari kanak – kanak menuju dewasa dimana terjadi perubahan dari bergantung pada orang lain menjadi mandiri. Kemandirian ini biasanya ditandai dengan status anak muda tersebut pada dunia kerja, apakah mereka bekerja atau tidak.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk tertinggi ke empat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Indonesia tergolong negara dengan populasi penduduk muda yaitu rata – rata umur penduduknya sekitar 29,7 tahun (sumber : worldometers.info). Ada sekitar 64,19 juta jiwa pemuda yang tersebar di wilayah NKRI atau sekitar 24,01 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia (sumber: BPS, Susenas 2019). Dengan jumlah pemuda yang sangat besar ini, maka tidaklah mengherankan jika Indonesia diprediksi sedang dan akan menikmati bonus demografinya, dimana populasi usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan populasi non – produktif (belum produktif dan sudah tidak produktif lagi).
Bonus demografi dapat menjadi bonus jika generasi muda bisa mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang layak untuk meningkatkan kualitas diri mereka. Jika generasi muda dihadapkan pada banyak hambatan seperti sulitnya menemukan pekerjaan karena tidak kompeten, atau tidak mampu menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, tidak tahu bagaimana dan dimana mencari pekerjaan, merasa terlalu muda untuk mencari pekerjaan, dan sebagainya, tentu saja bonus demografi yang terjadi bisa menjadi bencana. Hambatan-hambatan tersebut dapat memicu anak muda menjadi malas untuk terus berupaya mendapatkan pekerjaan, yang pada akhirnya mereka menjadi
BAB I PENDAHULUAN
2 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
sangat rentan terhadap pengaruh sosial, ekonomi, fisik dan psikologis. Dipihak lain, kondisi perekonomian suatu bangsa juga akan terancam apabila jumlah pemuda-pemuda produktif harapan bangsa yang enggan untuk bekerja juga enggan untuk meningkatkan kualitas diri melalui dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja yang digolongkan dalam NEET, Not in Employment, Education or Training ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
NEET adalah suatu fenomena baru yang menggambarkan kondisi anak muda yang tidak bekerja, juga tidak sedang berada di dunia pendidikan atau pelatihan kerja. Awalnya NEET bukanlah suatu masalah, namun dengan semakin meningkatnya persentase NEET, bahkan secara global NEET sudah berada pada tingkat yang tinggi, semua negara, beberapa peneliti, organisasi internasional dan media kemudian mulai memperbincangkannya, dan menganggap bahwa NEET adalah masalah. Dengan jumlah yang terus meningkat dikhawatirkan NEET akan menimbulkan dampak negatif terhadap diri pemuda itu sendiri dan masyarakat, bahkan kondisi ketenagakerjaan suatu bangsa akan terancam karena kekurangan pemuda kompeten yang siap masuk pasar kerja, juga kekurangan tenaga kerja muda produktif di pasar kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi perputaran roda perekonomian dan pembangunan,
Oleh karenanya fenomena baru yang terjadi dikalangan anak muda ini perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh semua pihak. Mengurangi jumlah pemuda yang tergolong NEET adalah tantangan besar bagi pemerintah di negara manapun. Semua negara termasuk Indonesia berupaya untuk mengembangkan kualitas generasi muda-nya agar memiliki masa depan yang cemerlang dengan memastikan semua anak muda memiliki kompetensi untuk mempermudah mereka memasuki dan berkiprah aktif di pasar kerja. Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia adalah dengan berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan SDGs yang salah satu tujuannya adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua (SDGs 8) dengan target secara substansial mengurangi proporsi pemuda yang tidak bekerja, tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan. Mekanisme koordinasi, penganggaran biaya, evaluasi dan pelaporan terkait komitmen tersebut secara jelas diatur dalam Peraturan Presiden No.59 Tahun 2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
3MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dengan menyelamatkan generasi muda untuk tidak tergolong atau berada pada kondisi NEET artinya kita telah melakukan investasi dalam mutu modal manusia. Dengan ketersediaan generasi muda yang kompeten dan produktif, suatu negara akan terus tumbuh dan maju, pertumbuhan ekonominya akan bergerak naik dan jumlah kemiskinan akan bergerak turun. Menghadapi dan mampu berkiprah aktif di era industri 4,0 juga menjadi lebih mudah.
B. Tujuan
Buku “Menghadapi Fenomena NEET – Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia“ ini disusun untuk:
1. Memberikan informasi dan gambaran secara rinci dan menyeluruh kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai kondisi Angkatan Kerja Muda, Bukan Angkatan Kerja dan Anak Muda yang tidak dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan (NEET) di Indonesia.
2. Mendorong ketersediaan strategi yang tepat untuk mengimplementasikan SDGs 8 dengan mengurangi proporsi pemuda yang tidak dalam posisi bekerja, berpendidikan atau pelatihan.
3. Sebagai referensi dalam melakukan perencanaan, monitoring dan evaluasi kebijakan maupun program pembangunan di bidang ketenagakerjaan khususnya bagi tenaga kerja muda Indonesia.
C. Ruang Lingkup
Buku “Menghadapi Fenomena NEET – Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia“ ini mengupas tuntas fenomena NEET yang terjadi termasuk bagaimana penanganannya oleh beberapa negara dan di Indonesia. Selain bab mengenai pendahuluan dan penutup, ruang lingkup buku ini secara sistematis disajikan dalam 3 (tiga) bagian utama dimulai dengan bedah NEET, yang terdiri terminologi NEET, faktor pembentuk NEET, formula perhitungan NEET dan dampak NEET. Topik utama selanjutnya mengulas kondisi NEET di beberapa belahan dunia dan solusi penanganannya. Sedangkan yang terakhir adalah hal yang terkait dengan kaum muda di Indonesia, baik kondisi yang melatarbelakangi terjadinya bonus demografi, kondisi ketenagakerjaan kaum muda Indonesia, dan perkembangan NEET di Indonesia.
4 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
D. Glosarium
Istilah Pengertian
Pemuda, Youth
- Warga Negara Indonesia berumur 16 hingga 30 tahun yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan. (UU 40 Tahun 2009) ;
- Orang yang berusia 15 – 24 tahun. (ILO)
Angkatan Kerja
Penduduk usia 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi seperti mereka yang bekerja, atau yang punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran
Bukan Angkatan KerjaPenduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi
Bekerja
Kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan, paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut turut dan tidak terputus
Tenaga Kerja
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat
Penganggur Terbuka / Pengangguran
Penduduk yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha baru, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja.
Pendidikan
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU 20 Tahun 2003)
5MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Istilah Pengertian
Pelatihan
Proses terencana yang digunakan untuk mengubah sikap, pengetahuan, keterampilan dan perilaku melalui pengalaman belajar untuk mencapai kinerja yang efektif dalam kegiatan tertentu yang tujuan nya adalah untuk mengembangkan kemampuan individu dan untuk memenuhi kebutuhan organisasi saat ini dan dimasa depan. (Human resources Management, Beardwell and Holden 2001)
NEETAkronim dari Not in Education, Employement or Training yang merujuk kepada anak muda tidak dalam pendidikan, pekerjaan atau pelatihan.
SDGs
Akronim dari Sustainable Development Goals yang merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan, berisi 17 Tujuan dan 169 Target
TPAK(Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja)
Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja
TPT(Tingkat Pengangguran Terbuka)
Persentase jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja
6 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
7MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
A. Terminologi NEET
NEET, atau Not in Employment, Education or Training merupakan istilah yang merujuk pada suatu fenomena dimana terdapat populasi tertentu yang tidak aktif di pasar kerja. Mereka tidak bekerja, juga tidak melanjutkan pendidikan, dan atau tidak sedang mengikuti pelatihan.
NEET adalah suatu indikator yang relatif baru, dan baru menjadi pembicaraan ataupun diskusi dalam berbagai organisasi dan media internasional. Popularitas pengggunaan konsep NEET ini bermula pada saat adanya anggapan bahwa hal ini berasosiasi dengan pengentasan beragam permasalahan yang rentan terjadi di kaum muda yaitu pengangguran, ketidakaktifan atau drop-out dari dunia pendidikan, dan keputusasaan untuk aktif dalam pasar kerja pasca pendidikan, sehingga perlu ada sudut pandang baru yang lebih luas mengenai permasalahan yang mungkin terjadi pada kaum muda.
Berikut beberapa sumber dan definisi NEET yang pernah dan/atau saat ini masih digunakan.
Tabel 1. Berbagai Konsep Pendefinisian NEET yang Digunakan
Kutipan/Definisi SumberBeberapa individu yang tidak bekerja, tidak berada dalam pendidikan atau pelatihan merupakan pertanda transisi yang wajar dari dunia pendidikan menuju dunia kerja.
OECD (2013)
BAB II MEMBEDAH KONSEP NEET
8 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Kutipan/Definisi SumberAnak muda yang tidak terlibat dalam pendidikan, pekerjaan atau pelatihan, ditunjukan sebagai “NEET” yang digunakan sebagai ukuran kaum muda yang termajinalkan dan terabaikan. … Fokus dari pengangguran menuju konsep NEET yang lebih luas, merespon untuk mempertimbangkan remaja yang putus asa dalam mencari pekerjaan atau pun yang tidak mau bergabung dengan pasar kerja.
UCW (2013)
NEET menarik bagi para pembuat kebijakan karena sebagian dari mereka dianggap memiliki kesulitan dalam mencari pekerjaan.
Eurostat (2014)
Perbandingan Tingkat NEET yang tinggi dengan tingkat pengangguran kaum muda menyatakan besar jumlah anak muda yang merupakan pekerja yang putus asa, atau tidak memiliki akses ke pendidikan atau pelatihan
ILO (2013a)
Kategori NEET terdiri dari tiga status pekerjaan yang berbeda : Pengangguran, Keputusasaan, dan tidak aktif atau telah meninggalkan Angkatan Kerja.
AfDB, et al (2012)
Diantara ukuran performa standar kerja pemuda, tingkat NEET merupakan salah satu yang lebih baik dalam merefleksikan realitas perekonomian dengan menangkap resiko pengangguran dan ketidakaktifan. … Bagi banyak pemuda, ketidakaktifan merupakan hasil dari keputusasaan dan marjinalisasi yang mencerminkan akumulasi dari berbagai hal yang tidak menguntungkan seperti kurangnya kualifikasi, masalah kesehatan, kemiskinan, dan bentuk lain dari pengucilan sosial.
Quintini and Martin (2014)
Berdasarkan pada beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa NEET diasosiasikan dengan isu keputusasaan, pengangguran, dan marjinalisasi pemuda. Namun NEET tidak selamanya berasosiasi demikian.
Sebagai contoh adalah isu terkait keputusasaan. Pemuda yang putus asa didefinisikan sebagai mereka yang menyerah dalam mencari pekerjaan karena merasa putus asa dalam pasar kerja. Pemuda yang putus asa ini adalah pemuda tanpa pekerjaan, atau pemuda yang sebenarnya mampu bekerja namun tidak ingin mencari pekerjaan karena alasan berikut (i). tidak mengetahui bagaimana dan dimana mencari pekerjaan; (ii). tidak mampu menemukan pekerjaan yang cocok dengan kompetensi yang dimiliki; (iii). pernah mencari pekerjaan, namun tidak
9MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
menghasilkan apapun; (iv). merasa terlalu muda untuk memperoleh pekerjaan; dan (v). perasaan bahwa tidak ada pekerjaan yang tersedia di lingkungannya. Tidak semua NEET adalah pemuda yang putus asa. Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak ikut terlibat dalam pendidikan maupun pelatihan dapat dikategorikan sebagai NEET, akan tetapi apabila orang tersebut tidak memiliki keinginan untuk mencari pekerjaan kembali karena alasan diatas maka orang tersebut dapat terkategorikan juga sebagai pemuda putus asa (discouraged youth). Sehingga menyamakan NEET sebagai pemuda yang putus asa adalah suatu hal yang sedikit keliru.
Selanjutnya terkait isu pengangguran dimana sering timbul pertanyaan apakah NEET dan pengangguran adalah hal yang sama? Secara teknis bisa diartikan sama karena baik penganggur maupun pemuda yang berada dalam katagori NEET sama-sama tidak bekerja. Mereka yang tidak bekerja ini dapat diartikan sebagai menganggur atau tidak aktif di pasar kerja. Mereka yang tidak aktif dalam pasar kerja tidak dapat serta-merta dikategorikan sebagai penganggur meskipun keduanya tidak memiliki pekerjaan. Melansir dari publikasi ILO (2015), salah satu faktor yang mendorong ketidakaktifan seseorang dalam pasar kerja adalah “Tujuan Hidup”. Dalam kebanyakan kasus, mayoritas kelompok tidak aktif merupakan perempuan yang lebih cenderung untuk memilih mengurus rumah tangga. Mereka yang tidak aktif di pasar kerja karena memilih mengurus rumah tangga, atau karena budaya tertentu sehingga mengharuskan wanita tidak perlu bekerja digolongkan sebagai NEET. Selain itu, terdapat indikator kedua NEET yang mensyaratkan bahwa seseorang tersebut tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir ketika survei dilakukan. Oleh karenanya menyamakan NEET dengan pengangguran adalah hal yang juga keliru.
Terkait dengan isu Termarjinalkan – Secara teknis kelompok termajinalkan dan NEET dapat dianggap sebagai hal yang sama. Dalam beberapa kasus, terdapat sekelompok orang yang tidak dilibatkan bahkan tidak diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam hal pendidikan, pelatihan, maupun memperoleh pekerjaan, semisal karena terikat oleh hukum adat atau budaya yang tidak memperbolehkan wanita atau kasta tertentu untuk berpartisipasi di pasar kerja maupun pendidikan atau pelatihan. Dalam kondisi ini, kelompok termajinalkan dan NEET secara teknis memiliki kemiripan satu sama lain.
10 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dalam penerapannya, memang terkadang ditemukan beberapa kekeliruan dalam menginterpretasikan konsep NEET Muda. Sehingga timbul kesalahan dalam perhitungan dan penarikan kesimpulan, bahkan dalam kasus yang lebih besar akan timbul kesalahan dalam pengambilan kebijakan terkait fenomena NEET yang tengah terjadi.
Berbeda dengan masalah pengangguran maupun pekerja, NEET muda memang belum memiliki standar yang pasti dalam konteks pendefinisiannya. Eurostat, International Labour Organization (ILO), dan beberapa organisasi tertentu mendefinisikan NEET sebagai: persentase populasi dalam kelompok usia dan jenis kelamin tertentu yang tidak bekerja dan tidak terlibat dalam pendidikan atau pelatihan lebih lanjut.
Jika dilihat lebih rinci dalam klasifikasi penduduk muda berusia 15 – 24 tahun sebagaimana Gambar 1, NEET merupakan penganggur terbuka yang tidak sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau tidak mengikuti pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir; dan pemuda yang tergolong bukan angkatan kerja yang tidak sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau tidak mengikuti pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir. Sehingga indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika memenuhi dua kondisi berikut:
i. Mereka tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif );
ii. Mereka tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.
NEET’s the percentage of the population of a given age group and sex who is not employed and not involved in further education or
training -- ILO 2015
11MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 1. Skema Pengklasifikasian NEET Dalam Populasi Pemuda (15-24 Tahun)
12
Jika dilihat lebih rinci dalam klasifikasi penduduk muda berusia 15
– 24 tahun sebagaimana Gambar 1, NEET merupakan penganggur
terbuka yang tidak sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau
tidak mengikuti pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu
terakhir; dan pemuda yang tergolong bukan angkatan kerja yang tidak
sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau tidak mengikuti
pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir. Sehingga
indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika
memenuhi dua kondisi berikut:
i. Mereka tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif);
ii. Mereka tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4
(empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.
Gambar 1. Skema Pengklasifikasian NEET Dalam Populasi Pemuda (15-24 Tahun)
B. Faktor Pembentuk NEET
Fenomena NEET yang kini tengah terjadi di berbagai belahan dunia tentu mendorong berbagai pihak untuk mulai berpartisipasi secara aktif menangani fenomena ini. Setiap upaya penanganan masalah yang dibuat tentu memerlukan suatu kajian yang kuat untuk dijadikan sebagai acuan dalam penetapan kebijakan yang diambil, agar dapat diaplikasikan secara cepat dan akurat dalam menangani suatu masalah. Begitupun pada kasus NEET, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemunculan NEET di suatu wilayah pun perlu untuk dipelajari dan dipahami dengan seksama agar menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah kebijakan penyelesaian secara cepat dan akurat.
Dalam jurnal penelitian Youth Labor in Transition: Inequalities, Mobility, and Policies in Europe yang dipublikasikan oleh Oxford Scholarship (2019), dengan menyelidiki karakteristik NEET di Eropa menggunakan metode pemodelan Logit, diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi NEET, antara lain:
1. Gender, wanita muda lebih cenderung NEET daripada pria. Interpretasi dari odds ratio menunjukkan bahwa karena tanggung jawab keluarga, wanita muda Eropa 62 persen lebih berpeluang menjadi NEET daripada pria;
12 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
2. Kondisi kesehatan, mereka yang menganggap status kesehatannya buruk atau sangat buruk dan yang menderita semacam kecacatan, 38 persen lebih berpeluang menjadi NEET dibanding mereka yang memiliki status kesehatan yang baik;
3. Orang muda berlatar belakang imigrasi 68 persen lebih berpeluang menjadi NEET dibanding dengan bukan imigran;
4. Orang muda yang hidup dalam suatu hubungan kemitraan (partnership) 67 persen lebih berpeluang menjadi NEET dibandingkan dengan mereka yang hidup sendiri atau dengan orang tua;
5. Pendidikan adalah faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan NEET: Orang muda dengan pendidikan rendah dua kali lebih berpeluang menjadi NEET dibanding mereka yang berpendidikan menengah, dan berpeluang tiga kali lebih besar dibanding mereka yang berpendidikan tinggi;
6. Efek marginal pendapatan muncul sebagai kurva berbentuk-U. Peluang menjadi NEET lebih tinggi bagi mereka yang berpenghasilan lebih rendah, kemudian menurun untuk pendapatan tingkat menengah, dan meningkat lagi untuk pendapatan yang lebih tinggi;
Selain karakteristik individu, pengaruh lintas generasi dan latar belakang keluarga menjadi faktor penting yang mempengaruhi seseorang menjadi NEET:
7. Tingkat Pendidikan Orang tua, mereka yang orang tuanya berpendidikan rendah berpeluang hingga 50 persen lebih besar menjadi NEET dibanding mereka yang orang tuanya berpendidikan menengah dan berpeluang hingga dua kali lebih besar dibanding mereka yang orang tuanya berpendidikan tinggi; dan
8. Perceraian Orang Tua, pemuda yang mengalami perceraian orang tua berpeluang hampir 30 persen lebih besar menjadi NEET dibanding mereka yang tidak.
Penelitian serupa pun dilakukan oleh Pattinasarany (2019) dengan judul Not in Employment, Education or Training (NEET) Among the Youth in Indonesia: The Effects of Social Activities, Access to Information, and Language Skills on NEET Youth, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemuda tergolong NEET dengan menggunakan data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) dan Modul Sosial, Budaya, dan Pendidikan (MSBP) tahun 2015. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa faktor-faktor yang ikut mempengaruhi cenderung tidaknya pemuda untuk tergolong NEET, antara lain:
13MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
1. Keterlibatan dalam kegiatan di lingkungan sekitar;2. Keterlibatan dalam kegiatan keagamaan dan/atau komunitas dan pelayanan
sosial;3. Akses terhadap internet; dan4. Kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lain selain huruf
arab.
Jadi berdasarkan penelitian tersebut bahwa pemuda yang aktif melibatkan dirinya dalam kegiatan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, aktif dalam kegiatan keagamaan dan/atau komunitas dan pelayanan sosial, mampu mengakses internet, dan mampu membaca dan menulis huruf latin dan huruf lain selain huruf arab, memiliki peluang lebih kecil untuk menjadi NEET.
Pengidentifikasian pun dilakukan pada faktor-faktor lain yang merupakan ciri atau karakteristik pribadi seseorang, seperti:
1. Gender, perempuan memiliki peluang 15,4 persen lebih besar untuk menjadi NEET dibanding laki-laki;
2. Umur, pada kelompok umur yang terkategorikan sebagai NEET muda (15-24 tahun), dilakukan perbandingan setiap umur terhadap pemuda berumur 15 tahun. Pemuda berumur 16-24 tahun berpeluang lebih besar menjadi NEET dibanding pemuda yang berumur 15 tahun. Pada kurva peluang menjadi NEET, pemuda berumur 16-24 tahun memiliki bentuk kurva U terbalik dengan puncaknya berada pada umur 18 tahun. Sehingga pada pemuda berusia 16-18 tahun terjadi peningkatan peluang menjadi NEET seiring bertambahnya usia dengan peluang tertinggi terjadi pada umur 18 tahun sebesar 17,5 persen lebih tinggi menjadi NEET dibanding pemuda berumur 15 tahun. Kemudian peluang untuk menjadi NEET setelah umur 18 tahun mengalami penurunan seiring bertambahnya usia;
3. Tingkat Pendidikan, secara umum semakin tinggi tingkat pencapaian seseorang dalam pendidikan maka akan semakin memperkecil peluang seseorang tersebut menjadi NEET. Secara berurutan, pemuda yang menamatkan pendidikan SMP, SMA/SMK, dan Universitas masing-masing memiliki peluang 0,3 persen; 3,5 persen; dan 8,2 persen lebih kecil untuk menjadi NEET. Saat dilakukan analisis lanjutan dengan peubah gender, diperoleh infomasi bahwa penurunan kemungkinan menjadi NEET seiring semakin tingginya pendidikan seseorang lebih tinggi terjadi pada perempuan dibanding laki-laki;
14 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
4. Status Pernikahan, laki-laki yang terikat status pernikahan memiliki peluang 17,1 persen lebih kecil untuk menjadi NEET dibanding laki-laki yang tidak terikat status pernikahan. Namun hal sebaliknya terjadi pada perempuan, dimana mereka yang terikat status pernikahan justru memiliki peluang 17,7 persen lebih besar menjadi NEET dibanding perempuan yang tidak terikat status pernikahan. Hal tersebut didorong oleh faktor kewajiban laki-laki untuk memenuhi kebutuhan keluarga saat menjalin hubungan pernikahan, dan keharusan perempuan untuk mengurusi kegiatan rumah tangga saat setelah menikah;
Beberapa faktor yang telah diidentifikasi tersebut berpengaruh secara nyata dalam meningkatkan/menurunkan peluang pemuda untuk menjadi NEET. Oleh karenanya, faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan oleh pemerintah ataupun pihak-pihak yang terkait agar perumusan ataupun penentuan kebijakan pengentasan NEET dapat efektif dan efisien, sehingga segala upaya yang dilakukan mampu meminimalisir bahkan mengentaskan permasalahan terkait fenomena NEET yang mengancam masa depan generasi muda di dunia.
C. Formula Perhitungan NEET
NEET kini menjadi salah satu agenda penting dalam program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu dengan ditetapkannya target untuk mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, juga tidak melanjutkan pendidikan, dan atau tidak sedang mengikuti pelatihan. Dalam SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan telah dirumuskan 169 indikator yang dibagi ke dalam 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Salah satu indikator dari 169 indikator tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2020 secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang sedang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan. Indikator yang digunakan untuk mengukur indikator tersebut adalah dengan menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.
Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1) berikut:
18
menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak
sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.
Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1)
berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽−(𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽+
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai
berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐵𝐵𝑎𝑎𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga
merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET.
Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu
terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang
peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam
mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur.
Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula
(3) berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =
(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽)−(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
15MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai berikut:
18
menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak
sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.
Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1)
berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽−(𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽+
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai
berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐵𝐵𝑎𝑎𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga
merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET.
Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu
terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang
peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam
mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur.
Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula
(3) berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =
(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽)−(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET. Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur. Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula (3) berikut:
18
menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak
sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.
Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1)
berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽−(𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽+
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai
berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐵𝐵𝑎𝑎𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga
merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET.
Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu
terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang
peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam
mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur.
Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula
(3) berikut:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =
(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽)−(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+
𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%
D. Dampak NEET
NEET yang pada awalnya hanya dianggap sebagai suatu masalah sosial yang sederhana, kini mulai diwaspadai menjadi masalah yang menimbulkan dampak negatif pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun negara. Seperti halnya di Jepang, NEET pada awalnya bukanlah orang yang hanya menggantungkan hidupnya terus menerus kepada orang lain, meskipun mereka termasuk dalam kelompok yang tidak bekerja. Beberapa dari mereka masih tetap berusaha untuk mencari pekerjaan dan tetap melakukan hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya. Namun lambat laun mereka pun cenderung menarik diri dari pasar kerja, dan kemudian menarik diri dari kehidupan sosial karena rasa percaya diri yang semakin menurun akibat tidak memiliki pekerjaan, sehingga kemudian mengurung diri dan enggan bersosialisasi dengan masyarakat, serta mulai menggantungkan hidupnya pada orang lain, baik keluarga maupun pemerintah. Fenomena ini dikenal dengan istilah “Hikkikomori”.
Dari ilustrasi Hikkikomori diatas, menyiratkan bahwa jika tidak dilakukan langkah penanganan yang serius, kehadiran NEET berpotensi memberikan dampak negatif yang lebih besar bagi diri dan lingkungan dimana mereka berada. Dampak negatif yang mungkin terjadi pada diri sendiri adalah tersisihkannya NEET dari lingkungan sosial karena tidak adanya keterbukaan terhadap lingkungan.
16 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Pada lingkup keluarga, NEET akan mengalami ketergantungan secara permanen pada orang tuanya dan menjadi beban ekonomi keluarga. Lalu pada ruang lingkup yang lebih luas yaitu kehidupan bermasyarakat, NEET dianggap sebagai sekelompok orang yang tidak hanya membahayakan stabilitas negara, tetapi juga merusak tatanan masyarakat. Selain itu dampak terburuk yang mungkin terjadi adalah terhambatnya roda perekonomian suatu negara terlebih pada negara yang memiliki penduduk usia muda yang tinggi dan negara harus mengimpor Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk membantu proses pelaksanaan industri, pembangunan, dan perekonomian di negaranya.
Gambar 2. Dampak NEET Bagi Diri Dan Lingkungan
Diri SendiriNEET akan tersisihkan dari lingkungan sosial karena mereka tidak mau terbuka terhadap lingkungan;
KeluargaNEET yang tinggal bersama orang tua akan ketergantungan secara permanen dan menjadi beban ekonomi keluarga;
MasyarakatNEET dianggap sebagai sekelompok orang yang tidak hanya membahayakan stabilitas negara, tetapi juga merusak tatanan masyarakat;
Pemerintah atau NegaraTerhambatnya roda perekonomian suatu negara terlebih negara yang memiliki penduduk usia muda yang tinggi dan negara harus mengimpor Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk membantu terlibat dalam industri, pembangunan, dan perekonomian.
NEE
TBerkaca pada hal tersebut, NEET semestinya menjadi perhatian khusus karena
seyogyanya fenomena ini tidak seharusnya terjadi. Generasi muda harus terus menerus meningkatkan kompetensi dan daya saingnya agar mampu berkiprah aktif di pasar kerja. Generasi muda adalah the leader of tomorrow, penerus yang menentukan nasib bangsa dan negaranya di masa datang. Generasi muda dipandang sebagai pribadi yang memiliki kekuatan fisik dan pola pikir yang sangat produktif dan diharapkan dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya demi peningkatan daya saing bangsa.
17MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
A. Sejarah Perkembangan NEET
NEET, atau Not in Employment, Education or Training adalah suatu fenomena baru yang terjadi di kalangan anak muda, dimana mereka ini tidak bekerja juga tidak sedang berada di dunia pendidikan atau pelatihan kerja. Fenomena NEET ini kemudian menjadi hal yang perlu diantisipasi oleh semua pihak karena jumlah pemuda yang tergolong NEET semakin meningkat sehingga dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi pemuda itu sendiri, juga bagi keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akibat semakin meningkatnya pemuda produktif yang enggan untuk berada di pasar kerja, juga semakin sedikitnya stok pemuda kompeten karena mereka enggan berada di dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja.
Hertesa (2007), menyatakan bahwa fenomena NEET pertama kali muncul di Jepang sekitar tahun 1990 dengan istilah “Hiroudouryoku” yang menggambarkan seseorang yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan, serta bukan merupakan pelajar atau mahasiswa maupun ibu rumah tangga. Pada awalnya fenomena ini dianggap sebagai masalah sosial biasa di lingkungan keluarga dan pribadi, karena pada saat itu terjadi bubble economy yang menjadikan kondisi perekonomian Jepang cukup buruk sehingga berimbas pada sulitnya mencari kerja khususnya bagi anak muda yang berada dalam fase transisi pendidikan menuju kerja. Namun, karena eksistensi NEET dalam masyarakat Jepang berkembang cukup pesat, pemerintah Jepang kemudian menyadari bahwa jika eksistensi NEET ini terus berkembang, maka hal ini bisa saja berdampak negatif, dimana pemuda menjadi enggan untuk berkiprah aktif di pasar kerja. Oleh karenanya, pada tahun 2003 pemerintah Jepang menetapkan fenomena ini sebagai masalah nasional yang dapat mengancam perekonomian negara.
Berbeda halnya dengan Jepang, sejak awal kemunculannya pada akhir tahun 1980an di Inggris, pemerintah setempat langsung menanggapinya sebagai
BAB III NEET DI BEBERAPA BELAHAN DUNIA
18 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
masalah negara yang perlu segera diantisipasi. Pembahasan serius mengenai fenomena munculnya kelompok baru ini dimulai ketika terjadi perubahan dalam rezim Inggris, dimana pada waktu itu Undang-Undang Jaminan Sosial tahun 1986 dan implementasinya pada tahun 1988 menarik hak dukungan pendapatan/manfaat tambahan bagi orang muda berusia 16-17 tahun untuk dijadikan sebagai “jaminan pelatihan pemuda” (Williamson 2010).
Williamson (1985) adalah orang pertama yang menyoroti urgensi yang terjadi pada kelompok dewasa muda ini. Dalam penelitiannya mengenai pemuda di South Glamorgan di Wales menghasilkan estimasi kuantitatif jumlah anak muda berusia 16-17 tahun yang tidak dalam pendidikan, pelatihan, atau pekerjaan. Istance et al (1994) menggunakan istilah Status 0/status zero yang merujuk pada kondisi tersebut, lalu Status 1 merujuk pada kaum muda dalam pendidikan setelah umur 16 tahun, Status 2 bagi mereka yang sedang dalam pelatihan, dan Status 3 bagi mereka yang bekerja. Studi ini memberikan kesimpulan yang mengejutkan, dimana 16% -23% pemuda usia 16-17 tahun di Inggris berada dalam Status 0 pada tahun 1980-an. Kemudian istilah Status 0 diubah menjadi Status “A” yang merujuk pada istilah “Abandoned” (ditinggalkan), dengan kata lain dianggap sebagai “generasi yang ditinggalkan”. Pada tahun 1996 kedua istilah sebelumnya resmi berganti menjadi “NEET”. Penggantian istilah ini diperkenalkan secara resmi di tingkat politik Inggris pada tahun 1999 dalam publikasi laporan Bridging the Gap dari the Social Exclusion Unit of the New Labour Government (SEU 1999 ).
Gambar 3. Alur Perkembangan Istilah NEET
24
1980-an. Kemudian istilah Status 0 diubah menjadi Status “A” yang
merujuk pada istilah “Abandoned” (ditinggalkan), dengan kata lain
dianggap sebagai "generasi yang ditinggalkan". Pada tahun 1996
kedua istilah sebelumnya resmi berganti menjadi “NEET”. Penggantian
istilah ini diperkenalkan secara resmi di tingkat politik Inggris pada
tahun 1999 dalam publikasi laporan Bridging the Gap dari the Social
Exclusion Unit of the New Labour Government (SEU 1999 ).
Gambar 3. Alur Perkembangan Istilah NEET
Terdapat perbedaan konsep pendefinisian NEET antara Jepang
dan Inggris. Di Inggris, NEET lebih terfokus pada fenomena yang
terjadi pada penduduk muda atau penduduk yang berusia 16 - 17 tahun
yang tidak bekerja, tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, tidak
terdaftar pada sekolah maupun pelatihan, dan tidak mencari
pekerjaan. Sedangkan di Jepang istilah NEET digunakan pada rentang
usia yang lebih luas yaitu 15-34 tahun, yaitu NEET pada penduduk
muda dan produktif. Namun demikian, keduanya sama-sama
berpendapat bahwa NEET adalah suatu fenomena yang rentan terjadi
pada anak muda dan perlu diantisipasi.
Terdapat perbedaan konsep pendefinisian NEET antara Jepang dan Inggris. Di Inggris, NEET lebih terfokus pada fenomena yang terjadi pada penduduk muda atau penduduk yang berusia 16 - 17 tahun yang tidak bekerja, tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, tidak terdaftar pada sekolah maupun pelatihan, dan tidak mencari pekerjaan. Sedangkan di Jepang istilah NEET digunakan pada rentang usia yang lebih luas yaitu 15-34 tahun, yaitu NEET pada penduduk muda dan produktif. Namun demikian, keduanya sama-sama berpendapat bahwa NEET adalah suatu fenomena yang rentan terjadi pada anak muda dan perlu diantisipasi.
19MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 4. Ilustrasi Seorang NEET Muda
Seiring berjalannya waktu, kini NEET telah menjadi fenomena yang menarik
perhatian dunia. Beberapa organisasi internasional seperti OECD, Eurostat,
International Labour Organization (ILO) beserta para peneliti, dan negara-negara di
berbagai belahan dunia telah mulai memberikan fokus mereka terhadap fenomena
NEET yang berpotensi akan maupun tengah terjadi. Mereka mulai menyadari
bahwa NEET dapat berpotensi menjadi masalah sosial di kalangan masyarakat dan
bahkan perekonomian secara nasional. Dalam konteks yang lebih luas, keberadaan
NEET di suatu negara dapat diibaratkan sebagai “Bom Waktu” yang berpotensi
merusak stabilitas dan keberlangsungan suatu negara. Pemuda yang semestinya
menjadi penerus bangsa justru menjadi kelompok-kelompok yang tidak aktif dan
bahkan menjadi beban bagi perekonomian negara.
B. Kasus NEET di Beberapa Negara
Salah satu tujuan dan capaian dari SDGs tujuan ke-8 Promote Sustained,
Inclusive, and Sustainable Economy Growth, Full and Productive Employment and
Decent Work for All adalah pengurangan proporsi pemuda yang tidak bekerja,
bersekolah, atau mengikuti pelatihan secara substansial. Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) melalui publikasinya dalam “Sustainable Development Goals Progress
20 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Chart 2019“, sebagaimana Gambar 5, menginformasikan bahwa NEET secara global berada pada tingkat yang tinggi. Sama halnya dengan wilayah Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin-Karibia yang juga dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET yang tinggi. Selanjutnya wilayah Afrika Utara-Asia Barat, Asia Tengah-Selatan, dan Oceania ternyata dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET yang Sangat Tinggi dan berada diatas rataan tingkat NEET secara global. Sementara itu, wilayah Asia Timur-Tenggara, Eropa-Amerika Utara, dan Australia-Selandia Baru dikategorikan sebagai wilayah-wilayah yang memiliki tingkat NEET menengah hingga sangat rendah.
Gambar 5. Diagram Perkembangan SDGs Tujuan 8 – NEET Secara Global Tahun 2019
26
B. Kasus NEET di Beberapa Negara Salah satu tujuan dan capaian dari SDGs tujuan ke-8 Promote
Sustained, Inclusive, and Sustainable Economy Growth, Full and
Productive Employment and Decent Work for All adalah pengurangan
proporsi pemuda yang tidak bekerja, bersekolah, atau mengikuti
pelatihan secara substansial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
melalui publikasinya dalam “Sustainable Development Goals Progress
Chart 2019“, sebagaimana Gambar 5, menginformasikan bahwa NEET
secara global berada pada tingkat yang tinggi. Sama halnya dengan
wilayah Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin-Karibia yang juga
dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET yang tinggi.
Selanjutnya wilayah Afrika Utara-Asia Barat, Asia Tengah-Selatan, dan
Oceania ternyata dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET
yang Sangat Tinggi dan berada diatas rataan tingkat NEET secara
global. Sementara itu, wilayah Asia Timur-Tenggara, Eropa-Amerika
Utara, dan Australia-Selandia Baru dikategorikan sebagai wilayah-
wilayah yang memiliki tingkat NEET menengah hingga sangat rendah.
Gambar 5. Diagram Perkembangan SDGs Tujuan 8 – NEET Secara Global Tahun 2019
Melansir pada kondisi NEET secara global yang dipublikasikan oleh ILO dalam
Global Employment Trends fo Youth 2017 sebagaimana Gambar 6, diketahui bahwa remaja perempuan lebih berpotensi menjadi NEET dibandingkan dengan remaja laki-laki. Secara perhitungan statistik, perempuan memiliki resiko relatif 3,4 kali lebih besar dibandingkan laki-laki untuk menjadi NEET. Selain itu, perempuan memiliki nilai Odds sebesar yang menyatakan bahwa peluang perempuan untuk tidak menjadi NEET sebesar 1,94 kali lebih besar dibanding menjadi NEET. Sedangkan pada laki-laki, nilai Odds yang diperoleh sebesar yang menyatakan bahwa peluang laki-laki untuk tidak menjadi NEET sebesar 9 kali lebih besar dibanding menjadi NEET.
21MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 6. Proporsi Penduduk Muda (15 – 24 tahun) yang Terkategorikan sebagai NEET Muda
28
Gambar 6. Proporsi Penduduk Muda (15 – 24 tahun) yang Terkategorikan sebagai NEET Muda
Dominasi proporsi perempuan untuk menjadi NEET muda terlihat
di beberapa wilayah di dunia, antara lain Asia Selatan, Asia Tengah-
Barat, Arab, Afrika Subsahara, Eropa Timur, Asia Timur, Afrika Utara,
Amerika Latin-Karibia, Asia Tenggara-Pasifik, dan Amerika Utara.
Bahkan lebih dari separuh atau sekitar 53 persen perempuan muda di
wilayah Asia Selatan terkategorikan sebagai NEET.
Dari penjelasan diatas, tersirat bahwa perempuan merupakan
kelompok yang sangat rentan untuk menjadi NEET saat usia muda
dibanding laki-laki. Marjinalisasi yang terjadi akibat dari adanya suatu
hukum adat dan/atau status sosial mereka dalam lingkungan sosial
Dominasi proporsi perempuan untuk menjadi NEET muda terlihat di beberapa wilayah di dunia, antara lain Asia Selatan, Asia Tengah-Barat, Arab, Afrika Subsahara, Eropa Timur, Asia Timur, Afrika Utara, Amerika Latin-Karibia, Asia Tenggara-Pasifik, dan Amerika Utara. Bahkan lebih dari separuh atau sekitar 53 persen perempuan muda di wilayah Asia Selatan terkategorikan sebagai NEET.
Dari penjelasan diatas, tersirat bahwa perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan untuk menjadi NEET saat usia muda dibanding laki-laki. Marjinalisasi yang terjadi akibat dari adanya suatu hukum adat dan/atau status sosial mereka dalam lingkungan sosial dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka untuk secara “terpaksa” menjadi NEET. Faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap peluang perempuan muda untuk menjadi NEET adalah tujuan hidup yang lebih memilih untuk membangun pernikahan dan/atau mengurus rumah tangga dibanding berpartisipasi dalam pasar kerja maupun melanjutkan pendidikannya.
22 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 7. Sebaran NEET Muda Menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal di Beberapa Negara
29
dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka untuk secara
“terpaksa” menjadi NEET. Faktor lain yang cukup berpengaruh
terhadap peluang perempuan muda untuk menjadi NEET adalah
tujuan hidup yang lebih memilih untuk membangun pernikahan
dan/atau mengurus rumah tangga dibanding berpartisipasi dalam
pasar kerja maupun melanjutkan pendidikannya.
Gambar 7. Sebaran NEET Muda Menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal di Beberapa Negara
Sebagaimana gambar 7, ILO memberikan gambaran fenomena
tersebut dalam publikasi yang dilakukannya (2019) bahwa terdapat
fenomena gap yang cukup besar antara proporsi NEET perempuan
dan laki-laki di wilayah perkotaan dan perdesaan di beberapa negara.
Sebagai contoh di Pakistan (2017), bahwa jumlah NEET perempuan di
Sebagaimana gambar 7, ILO memberikan gambaran fenomena tersebut dalam publikasi yang dilakukannya (2019) bahwa terdapat fenomena gap yang cukup besar antara proporsi NEET perempuan dan laki-laki di wilayah perkotaan dan perdesaan di beberapa negara. Sebagai contoh di Pakistan (2017), bahwa jumlah NEET perempuan di perdesaan mendekati nilai 70 persen sedangkan laki-laki dibawah 20 persen. Sama halnya dengan di perkotaan, NEET perempuan mencapai nilai mendekati 60 persen sedangkan laki-laki dibawah 20 persen. Fenomena gap yang sangat timpang ini pun terjadi di beberapa negara lainnya, seperti Guatemala, Honduras, Nepal, El Salvador, Belize, Bangladesh, Mali, Mexico, dan Colombia, dimana proporsi NEET perempuan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibanding laki-laki, khususnya di wilayah perdesaan dengan gap diatas 30 persen.
Dilihat berdasarkan tempat tinggal, proporsi NEET di perdesaan cenderung bernilai lebih besar dibanding perkotaan, terutama pada NEET perempuan. ILO dalam publikasinya menjelaskan bahwa terdapat ketimpangan dalam proporsi
23MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
pembagian tugas rumah tangga yang dilakukan perempuan dan laki-laki yang menjadikan perempuan lebih tidak aktif dalam pasar kerja, seperti merawat anak, merawat orang sakit dan lanjut usia, memasak, mengambil air, dan mengumpulkan kayu bakar. Dampak pembagian tugas tersebut menjadi lebih besar terjadi pada perempuan yang tinggal di perdesaan.
Gambar 8. Data Sebaran Neet di Wilayah ASEAN Tahun 2016 - 2018
30
perdesaan mendekati nilai 70 persen sedangkan laki-laki dibawah 20
persen. Sama halnya dengan di perkotaan, NEET perempuan
mencapai nilai mendekati 60 persen sedangkan laki-laki dibawah 20
persen. Fenomena gap yang sangat timpang ini pun terjadi di
beberapa negara lainnya, seperti Guatemala, Honduras, Nepal, El
Salvador, Belize, Bangladesh, Mali, Mexico, dan Colombia, dimana
proporsi NEET perempuan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi
dibanding laki-laki, khususnya di wilayah perdesaan dengan gap diatas
30 persen.
Dilihat berdasarkan tempat tinggal, proporsi NEET di perdesaan
cenderung bernilai lebih besar dibanding perkotaan, terutama pada
NEET perempuan. ILO dalam publikasinya menjelaskan bahwa
terdapat ketimpangan dalam proporsi pembagian tugas rumah tangga
yang dilakukan perempuan dan laki-laki yang menjadikan perempuan
lebih tidak aktif dalam pasar kerja, seperti merawat anak, merawat
orang sakit dan lanjut usia, memasak, mengambil air, dan
mengumpulkan kayu bakar. Dampak pembagian tugas tersebut
menjadi lebih besar terjadi pada perempuan yang tinggal di perdesaan.
Gambar 8. Data Sebaran Neet di Wilayah ASEAN Tahun 2016 - 2018
Sumber : The World Bank (Update 18/03/2020), diolah oleh Pusdatinaker
Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa di wilayah ASEAN, hampir semua negara memiliki kasus NEET muda di atas 8 persen dari total penduduk muda di negaranya di sepanjang tahun 2016 - 2018. Pada tahun 2017, Laos teridentifikasi sebagai negara dengan tingkat NEET tertinggi di wilayah ASEAN dengan nilai 42,08 persen dari total penduduk mudanya. Kemudian disusul oleh Indonesia yang berada pada posisi kedua sebagai negara dengan tingkat NEET tertinggi di ASEAN dengan nilai 22,48 persen pada tahun 2016 dan mengalami penurunan sebesar 0,77 poin pada tahun 2018 menjadi 21,71 persen. Begitupun dengan Filipina yang memiliki tingkat NEET yang cukup tinggi dengan nilai 22,20 persen pada tahun 2016 dan mengalami penurunan sebesar 2,31 poin pada tahun 2018 menjadi 19,89 persen.
Berbeda dengan kebanyakan negara ASEAN lainnya, Singapura justru menjadi satu-satunya negara di ASEAN dengan proporsi NEET muda dibawah 8 persen pada tahun 2016 – 2018. Proporsi NEET terendah di Singapura berada pada nilai 3,95 persen pada tahun 2016 dan meningkat sebanyak 0,19 poin pada tahun 2018 menjadi 4,14 persen.
Tingginya persentase NEET di wilayah ASEAN menyiratkan bahwa masih terdapat sistem sosial, ekonomi, dan ketenagakerjaan yang belum cukup mumpuni
24 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
dalam memaksimalkan potensi diri penduduk mudanya. Pada aspek sosial, semestinya pemuda menjadi kelompok yang lebih mampu membangun hubungan dengan lingkungannya dan mengembangkan kapasitas diri dengan baik terutama pada era digital seperti saat ini. Dari sisi ketenagakerjaan dan perekonomian, anak muda semestinya mampu menyalurkan kapasitas dan kompetensi dirinya dalam bekerja dan mendorong percepatan pergerakan roda perekonomian ke arah yang lebih maju. Kemampuan yang lebih baik serta adaptif terhadap kemajuan teknologi semestinya menjadi bekal mereka dalam meningkatkan daya saing di dunia kerja. Namun segala kelebihan tersebut pada akhirnya akan sia-sia jika banyak pemuda yang justru menjadi NEET. Pada skenario terburuk yang mungkin terjadi, NEET akan berpotensi menjadi penyakit yang menjamur di masyarakat dan menjadikan suatu negara kehilangan penerus bangsa dan tonggak kepemimpinannya.
C. Belajar Pada Beberapa Negara
Menghadapi urgensi dari maraknya fenomena NEET pada kalangan anak muda saat ini, beberapa negara telah memulai inisiatif untuk merumuskan dan menerapkan berbagai upaya penanganan fenomena tersebut di negaranya masing-masing. Penanganan tersebut ditujukan untuk meminimalisir dampak berkepanjangan serta dampak lain yang mungkin terjadi akibat adanya fenomena NEET di kalangan pemuda.
Selain sektor pemerintahan, beberapa organisasi internasional pun ikut mengambil peran dalam penanganan NEET dengan melakukan riset mengenai NEET serta menghasilkan solusi ataupun rekomendasi bagaimana melakukan pencegahan dan/atau penanganan atas fenomena tersebut.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh berbagai negara/organisasi dalam menanggulangi fenomena NEET antara lain sebagai berikut:
1. International Labour Organization/ILO (2015):
Perumusan kebijakan NEET muda dapat dilakukan dengan berbasis pada dua komponen berikut:
• Pemuda yang tidak memiliki pekerjaan (menganggur atau tidak aktif dalam pasar kerja) dan bukan siswa pendidikan/pelatihan; dan
• Perbandingan komposisi NEET muda menurut kelompok umur dan jenis kelamin.
25MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Pertama, melakukan pengumpulan data tingkat NEET dan indikator pembangunnya (penganggur yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan dan Bukan Angkatan Kerja yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan) berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur (15-19, 20-24, 25-29);
Kedua, perlu dilakukannya analisis perbandingan jumlah penganggur yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan (kategori A) dengan Bukan Angkatan Kerja yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan (kategori B).
- Apabila jumlah kategori A lebih besar dari kategori B:
o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada seluruh kategori jenis kelamin?
Jika Ya, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang meliputi peningkatan perekrutan pemuda; Peningkatan lapangan kerja; Perlindungan sosial bagi penganggur; Program pelatihan bagi penganggur; Menyelaraskan sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja; Pelatihan dan inkubasi kewirausahaan; dan Pelayanan Ketenagakerjaan;
Jika Tidak, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang serupa, akan tetapi lebih dikhususkan bagi salah satu kelompok gender.
o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada kelompok muda (15-24 tahun) atau kelompok lebih tua (25-29 tahun)?
Jika terjadi pada kelompok muda, maka pelu disediakannya suatu Program Pelatihan; Peningkatan sistem pendidikan, termasuk pendidikan inklusif dan teknis; Program pemagangan dan pendampingan; dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kelompok dengan tingkat pendidikan rendah lebih rentan menjadi pengangguran.
Jika terjadi pada kelompok lebih tua, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang serupa dengan penjelasan diatas yang terkonsentrasi penuh pada promosi pertumbuhan pekerjaan.
26 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
- Apabila jumlah kategori A lebih kecil dari kategori B:
o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada seluruh kategori jenis kelamin?
Jika Ya, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang serupa dengan penjelasan di atas yang terkonsentrasi penuh dalam mempromosikan pertumbuhan pekerjaan dan perlindungan sosial untuk memastikan terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar mereka;
Jika Tidak, maka perlu diperhatikan bahwa dalam hal ini faktor kebudayaan dan diskriminasi biasanya lebih mempengaruhi salah satu kelompok gender (khususnya perempuan) untuk aktif dalam pasar kerja. Sehingga, perlu ditetapkannya kebijakan yang mengarah pada promosi kesetaraan kesempatan, kampanye kesadaran publik, promosi kewirausahaan, penyediaan solusi pengasuhan anak, memperluas spektrum pekerjaan untuk kedua jenis kelamin dan jika memungkinkan memberikan subsidi kepada seluruh perusahaan perempuan.
o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada kelompok dengan rentang muda (15-19 tahun) atau kelompok lebih tua (20-29 tahun)?
Jika terjadi pada Kelompok Muda, maka pelu ditetapkan suatu kebijakan yang berorientasi pada penanganan anak yang terlalu dini meninggalkan bangku pendidikan dan peningkatkan investasi dalam sistem pendidikan yang dapat diakses oleh semua pihak;
Jika terjadi pada kelompok lebih tua, maka perlu dilakukan pengidentifikasian lebih lanjut terhadap berbagai hambatan dalam pasar kerja dan hambatan budaya.
2. Jepang
Dalam rangka mencegah lebih banyaknya penduduk muda yang menjadi NEET di Jepang, pemerintah setempat telah menerapkan beberapa upaya pencegahan dan penanganan NEET yang ikut melibatkan sektor pendidikan dan ketenagakerjaan di negaranya.
Pemerintah melalui Layanan Ketenagakerjaan Publik (LKP) menyediakan program bagi anak muda, “Hello Work for New Graduates”. Program ini memberikan pelayanan konseling, bantuan mencari kerja (pelatihan persiapan dan wawancara, seminar, dan bursa kerja siswa), dan penempatan bagi siswa
27MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
pada tingkat pendidikan menengah atas dan universitas. Program ini pun menyediakan informasi berbagai lowongan kerja, konseling reguler di sekolah, dan membantu konselor karir di sekolah. Program ini terbukti “sangat sukses” karena banyak siswa yang memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan ingin bekerja memperoleh tawaran pekerjaan saat lulus dari sekolah menengah atas.
Selain itu, sejak tahun 2004 pemerintah Jepang mulai mencanangkan program “Pendidikan Kerja” untuk diajarkan di sekolah agar para siswa lebih memahami dan memiliki pandangan yang lebih baik mengenai dunia kerja pasca pendidikan, serta tidak memilih untuk menjadi NEET. Pada tingkat universitas, pemerintah membangun hubungan antara universitas dan perusahaan agar mahasiswa dapat melakukan kegiatan magang untuk memperoleh pengalaman kerja sebelum mereka terjun pada dunia kerja yang sebenarnya.
Bagi mereka yang telah terlanjur menjadi NEET, pemerintah setempat menyediakan program yang disebut “Youth Camp” yang didirikan untuk membantu NEET memperoleh kempuan sosial yang lebih baik. Sehingga pada akhirnya mereka akan memiliki keberanian dan keinginan untuk bersosialiasi dengan lingkungannya dan mencari pekerjaan kembali.
Gambar 9. Program Pencegahan Dan Penanganan NEET di Jepang
37
keberanian dan keinginan untuk bersosialiasi dengan
lingkungannya dan mencari pekerjaan kembali.
Gambar 9. Program Pencegahan Dan Penanganan NEET di Jepang
3. Norwegia
Sama halnya dengan Jepang, penanganan yang dilakukan oleh
Norwegia lebih berfokus pada upaya pencegahan terjadinya NEET
pada kalangan muda. Pemerintah setempat melalui Administrasi
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Norwegia, NAV, melakukan
“Pilot Project” dengan cara menempatkan spesialis pemuda dalam
waktu 4 (empat) hari/minggu di lingkungan SMA/SMK/sederajat.
Program penempatan spesialis muda ini ditujukan untuk
mencegah dan mengurangi potensi terjadinya siswa yang putus
sekolah melalui pemberian bimbingan karir, membantu siswa
dalam memperoleh kesempatan pengalaman kerja, dan
mendukung masa transisi sekolah menuju kerja. Manfaat lain
28 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
3. Norwegia
Sama halnya dengan Jepang, penanganan yang dilakukan oleh Norwegia lebih berfokus pada upaya pencegahan terjadinya NEET pada kalangan muda. Pemerintah setempat melalui Administrasi Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Norwegia, NAV, melakukan “Pilot Project” dengan cara menempatkan spesialis pemuda dalam waktu 4 (empat) hari/minggu di lingkungan SMA/SMK/sederajat.
Program penempatan spesialis muda ini ditujukan untuk mencegah dan mengurangi potensi terjadinya siswa yang putus sekolah melalui pemberian bimbingan karir, membantu siswa dalam memperoleh kesempatan pengalaman kerja, dan mendukung masa transisi sekolah menuju kerja. Manfaat lain adanya program ini adalah sebagai upaya untuk mendeteksi dini dan mendukung pemuda yang dirasa akan mengalami kesulitan karir di kemudian hari.
Gambar 10. Program Pencegahan NEET di Norwegia
29MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
A. Bonus Demografi
Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka kelahiran dan angka kematian. Penurunan angka kelahiran menyebabkan penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang diikuti dengan penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai akibat banyaknya kelahiran di masa lalu. Sementara karena perbaikan status kesehatan, umur harapan hidup semakin panjang, sehingga lansia akan semakin meningkat.
Tabel 2. Persentase & Jumlah Penduduk Usia di Bawah 15 tahun, Penduduk Usia Kerja 15-34 Tahun, & Lansia di Atas 65 Tahun 1961-2015
1961 1971 1980 1990 2000 2010 2015
Jumlah Penduduk (x1000) 97.019 118.353 146.756 179.243 205.843 237.641 255.182
Jumlah Penduduk Usia di bawah 15 thn (x1000)
41.039 52.075 60.023 65.603 63.194 68.678 70.941
Jumlah Penduduk Usia Kerja 15-64 thn (x1000)
53.360 63.319 81.890 106.829 132.975 157.081 170.972
Jumlah Penduduk Usia 65 tahun ke atas (x1000)
2.620 2.959 4.696 6.811 9.675 11.882 13.269
% Penduduk di bawah 15 thn 42.3 44.0 40.9 36.6 30.7 28.9 27.8
% Penduduk Usia Kerja 15-64 thn 55.0 53.5 55.8 59.6 64.6 66.1 67.0
% Penduduk Lansia 65+ thn 2.7 2.5 3.2 3.8 4.7 5.0 5.2
Sumber: Buku Merayakan Bonus Demografi (Hasil Perhitungan Sensus Penduduk tahun 1961-2010 & SUPAS 2015)
BAB IV KAUM MUDA DI INDONESIA
30 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dari Tabel 2 terlihat jumlah penduduk meningkat tajam dari hanya 97 juta tahun 1961 menjadi 255 juta tahun 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa selama 44 tahun penduduk Indonesia bertambah sebanyak 158 juta. Jika dilihat menurut kelompok umur, jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun meningkat dari 41 juta pada tahun 1961 menjadi 70,9 juta pada tahun 2015 atau terjadi kenaikan sekitar 73 persen. Jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) meningkat dengan pesat, dimana dari 53,4 juta pada tahun 1961 menjadi 170,9 juta pada tahun 2015 atau meningkat sebanyak 220 persen. Penduduk lansia juga meningkat dari 2,26 juta pada tahun 1961 menjadi 13,3 juta pada tahun 2015 atau meningkat sebesar 407 persen. Dilihat dari persentasenya, Tabel 2 memperlihatkan pola yang menarik bahwa penduduk usia 15 tahun ke bawah turun dari 42,3 persen pada tahun 1961 menjadi 27,8 persen pada tahun 2015. Sebaliknya penduduk usia kerja mendominasi dari 55 persen menjadi 67 persen pada kurun waktu yang sama.
Gambar 11. Perubahan Struktur Usia dan Ledakan Penduduk Usia Kerja, Indonesia, 1961 - 2045
Sumber: Buku Merayakan Bonus Demografi (Hasil Penghitungan dari berbagai Sensus Penduduk 1961-2010 & Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 (BPS, UNFPA, 2018))
Sumber: Buku Merayakan Bonus Demografi (Hasil Penghitungan dari berbagai Sensus Penduduk 1961-2010 & Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 (BPS, UNFPA, 2018))
31MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 11 memperlihatkan struktur umur penduduk dari tahun 1961 hingga tahun 2015 dan proyeksinya hingga tahun 2045, dimana terlihat bahwa jumlah penduduk usia 15 tahun kebawah masih akan meningkat dari 41 juta anak di tahun 1961, menjadi sekitar 65,7 anak di tahun 1990, turun menjadi sekitar 63,2 anak di tahun 2000 dan kembali naik pada tahun 2015 mencapai sekitar 70,8 juta anak.
Dari Gambar 11 juga terlihat bahwa jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) terus bertambah sebagai dampak meningkatnya angka harapan hidup. Pada tahun 2015 terdapat 171,0 juta penduduk usia kerja, dan akan terus bertambah pada tahun-tahun selanjutnya dan diperkirakan mencapai 207,9 juta penduduk usia kerja usia 15-64 di tahun 2045.
Jika diperhatikan penduduk usia kerja kelompok muda usia 15-29 tahun, jumlahnya juga meningkat pesat dari 24,1 juta pemuda di tahun 1961 menjadi 50,7 juta pada tahun 1990, 62,1 juta di tahun 2010, 63,2 juta tahun 2015 dan akan terus bertambah menjadi 64,9 juta pemuda di tahun 2045.
Perubahan struktur umur penduduk mempunyai pengaruh yang besar terhadap aspek sosial, ekonomi, dan politik. Ledakan jumlah penduduk usia kerja ini akan merupakan aset yang sangat berpotensi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan per kapita asalkan disertai dengan kebijakan makro ekonomi yang tepat untuk penyerapan jumlah tenaga kerja yang meningkat pesat ini dan menyediakan iklim investasi yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja.
Adioetomo (2005) mengatakan bahwa bonus demografi ini hanya akan terjadi satu kali saja bagi semua penduduk suatu negara yaitu yang disebut sebagai window of opportunity (jendela kesempatan). Kesempatan yang diberikan oleh bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal pada perbandingan jumlah penduduk yang produktif dengan penduduk yang tidak produktif. Pada saat itu rasio ketergantungan berada di bawah 50 persen, artinya 100 penduduk usia produktif menanggung 50 usia tidak produktif yaitu penduduk usia kurang dari 15 tahun dan penduduk di atas 65 tahun. Dengan kata lain perbandingan penduduk usia produktif dengan penduduk non usia produktif sekitar dua kalinya.
Dalam Tabel 3 terlihat pola bahwa rasio ketergantungan (RK) anak-anak cenderung turun sedangkan RK lansia cenderung meningkat. RK total cenderung turun hingga mencapai RK total terendah pada tahun tertentu dan setelah itu
32 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
RK meningkat lagi. Penurunan RK total dimulai pada tahun 1971 yang mencapai 86,8 artinya terdapat 86,8 anak-anak dan lansia menjadi tanggungan tiap 100 penduduk usia produktif. Sebagai dampak dari penurunan penduduk usia di bawah 15 tahun, RK total menurun menjadi 67,8 per 100 penduduk usia produktif tahun 1990, dan terus turun menjadi 54,7 tahun 2000. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, RK total mencapai 51,3 per 100 penduduk usia produktif. Pada tahun ini, tiap dua orang penduduk usia produktif hanya akan menanggung satu anak atau lansia. Data SUPAS 2015 menunjukkan rasio RK total turun menjadi 49,2 per 100 penduduk usia produktif. Jika dipakai acuan RK total kurang dari 50 sebagai kondisi ideal karena jumlah penduduk usia kerja jumlah optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka sebenarnya tahun 2015 Indonesia sudah memasuki jendela kesempatan.
Kondisi RK yang ideal ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk berinvestasi pada sumber daya manusia, mulai dari sekarang, agar bisa memanfaatkan kondisi yang menguntungkan ini secara penuh untuk pertumbuhan ekonomi. Investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan keterampilan dan produktifvitas yang tinggi harus ditingkatkan sehingga pada akhirnya bisa diserap pasar kerja. Investasi peningkatan sumber daya manusia ini harus sesuai (match) dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga calon pekerja tersebut lebih cepat bekerja di bidang yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya. Kondisi ini akan meringankan beban perusahaan untuk melakukan pelatihan pekerja sehingga perusahaan lebih efisien dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan proyeksi, RK lansia terus meningkat menjadi 11,8 per 100 tahun 2025, 16,7 per 100 tahun 2035 dan 21,6 tahun 2045. Dengan kata lain, ada perubahan beban tanggungan penduduk usia produktif dari proporsi menanggung anak-anak lebih banyak menjadi menanggung proporsi lansia lebih banyak.
33MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Tabe
l 3. T
ren
Rasi
o Ke
terg
antu
ngan
men
urut
Kel
ompo
k U
mur
, Ind
ones
ia, 1
961
– 20
45
1961
1971
1980
1990
2000
2010
2015
2020
2025
2030
2035
2040
2045
Rasi
o Ke
terg
antu
ngan
A
nak-
Ana
k (<
15 ta
hun)
76.9
82.2
73.3
61.5
47.5
43.7
41.4
35.7
33.9
32.3
32.3
3231
.7
Rasi
o Ke
terg
antu
ngan
La
nsia
(65+
tahu
n)4.
94.
75.
86.
37.
27.
67.
89.
811
.814
.216
.719
.321
.6
Rasi
o Ke
terg
antu
ngan
To
tal (
<15
dan
65+
tahu
n)81
.886
.879
.167
.854
.751
.349
.245
.545
.746
.549
51.3
53.3
Sum
ber:
Buku
Mer
ayak
an B
onus
Dem
ogra
fi (H
asil
Peng
hitu
ngan
dar
i ber
baga
i sen
sus
1961
-201
0 &
Pro
yeks
i Pen
dudu
k 20
15-2
045
(BPS
, UN
FPA
, Bap
pena
s, 20
18))
34 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Beban tanggung penduduk usia produktif tidak berat jika penduduk lansia
memiliki tabungan dan dalam kondisi yang sehat. Tabungan yang merupakan
akumulasi penghasilan yang disisihkan sewaktu masih produktif dapat digunakan
untuk membiayai pembangunan. Jika sebagian besar lansia memiliki tabungan,
maka tabungan tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai pembangunan.
Para ahli menyebut ini sebagai bonus demografi kedua.
Penurunan RK total rasio ketergantungan merupakan bonus demografi atau
demographic dividend jika penduduk usia produktif dioptimalkan sebagai sumber
daya pembangunan ekonomi. Sejak sekitar tahun 1990, ketika jumlah penduduk
usia produktif mencapai 107 juta, Indonesia memiliki jumlah penduduk produktif
yang besar, namun sayang jumlah penduduk produktif tadi memiliki tingkat
pendidikan yang rendah (SMP ke bawah). Dengan tingkat pendidikan yang rendah,
tenaga kerja bekerja pada pekerjaan low skilled seperti pekerja kasar, buruh atau
bekerja di sektor informal, sehingga memperoleh upah rendah.
RK total akan terus turun hingga mencapai RK terendah pada tahun 2020 yang
mencapai 45 per 100 penduduk usia produktif yang akan bertahan hingga tahun
2025. Setelah itu, pada tahun 2030 RK total meningkat lagi 47 per 100 penduduk
usia produktif. Dengan demikian, Bonus Demografi akan berakhir pada tahun
2025, ketika penduduk usia produktif lebih banyak menanggung penduduk lansia.
Tahapan terendah dari RK total pada angka 45 per 100 antara tahun 2020-2025
disebut Jendela Peluang dan hanya akan terjadi sekali pada penduduk Indonesia.
Karena itu, pemerintah harus memperhatikan kondisi kependudukan ini sebagai
kesempatan untuk mempersiapkan para calon pekerja dan anak-anak yang akan
masuk pasar kerja agar mereka menjadi sumber daya yang berkualitas tinggi,
memiliki keterampilan dan kompetensi untuk menghadapi persaingan global
tenaga kerja baik di tingkat ASEAN (MEA) atau di dunia. Jendela kesempatan ini
hanya akan berlangsung dalam waktu yang singkat yaitu sekitar tahun 2020-2025 (Gambar 12).
35MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Gambar 12. Penurunan Rasio Ketergantungan yang Disebabkan Bonus Demografi & Jendela Peluang
46
mempersiapkan para calon pekerja dan anak-anak yang akan masuk
pasar kerja agar mereka menjadi sumber daya yang berkualitas tinggi,
memiliki keterampilan dan kompetensi untuk menghadapi persaingan
global tenaga kerja baik di tingkat ASEAN (MEA) atau di dunia. Jendela
kesempatan ini hanya akan berlangsung dalam waktu yang singkat
yaitu sekitar tahun 2020-2025 (Gambar 12).
Gambar 12. Penurunan Rasio Ketergantungan yang Disebabkan Bonus Demografi & Jendela Peluang
Sumber: Penghitungan penulis dari berbagai sensus 1961-2010 & Proyeksi Penduduk 2015-2045 (BPS, UNFPA, Bappenas, 2018)
Jika diperhatikan di tingkat daerah, kondisi bonus demografi
berbeda-beda karena proses transisi demografi tidak terjadi
bersamaan. Introduksi program pengendalian penduduk dilakukan di
Jawa dan Bali terlebih dulu, sehingga secara umum Jawa dan Bali
lebih dulu memasuki era bonus demografi.
Selama 30 tahun (1985-2015), RK total di tingkat nasional dan
provinsi mengalami penurunan yang tajam. Tahun 1985 tidak ada satu
Sumber: Penghitungan penulis dari berbagai sensus 1961-2010 & Proyeksi Penduduk 2015-2045 (BPS, UNFPA, Bappenas, 2018)
Jika diperhatikan di tingkat daerah, kondisi bonus demografi berbeda-beda karena proses transisi demografi tidak terjadi bersamaan. Introduksi program pengendalian penduduk dilakukan di Jawa dan Bali terlebih dulu, sehingga secara umum Jawa dan Bali lebih dulu memasuki era bonus demografi.
Selama 30 tahun (1985-2015), RK total di tingkat nasional dan provinsi mengalami penurunan yang tajam. Tahun 1985 tidak ada satu pun provinsi yang RK totalnya di bawah 50 per 100 penduduk usia produktif. Pada tahun 1985, RK total di tingkat nasional masih tinggi yaitu 74,7 per 100 penduduk usia produktif. Namun pada tahun 2015, setengah provinsi sudah memasuki bonus demografi. Di tingkat provinsi yang memiliki RK paling rendah adalah DKI Jakarta yaitu 58,5 per 100 penduduk usia produktif, sedangkan provinsi yang paling tinggi RK-nya adalah Sulawesi Tenggara yang mencapai 96,9 per 100 penduduk usia produktif. Dari 34 provinsi terdapat 17 provinsi yang RK-nya di bawah 50 per 100 penduduk usia produktif yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Kalimantan
1985 1990 1995 2000 2005 20102015202020252030203520402045RK
<
15 15-64 RK
<
15 +
>
65+
36 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Tengah, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Lampung. Dengan kata lain, provinsi tersebut sudah masuk dalam jendela kesempatan. Pemerintah provinsi harus bekerja keras meningkatkan sumber daya manusia, mengingat saat ini sebagian besar pekerja masih berpendidikan rendah (SMP ke bawah).
Ross (2004) menyebutkan bonus demografi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu:
i. Penawaran tenaga kerja (labor supply)
• Generasi anak-anak yang lahir pada waktu angka kelahiran yang tinggi memasuki usia kerja. Dengan menyediakan pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan pasar kerja, penduduk usia kerja dapat terserap di pasar kerja dan tidak menjadi pengangguran.
• Perempuan yang memiliki jumlah anak lebih sediki memiliki kesempatan yang lebih besar untuk masuk pasar kerja. Dengan memiliki pendidikan yang lebih baik, perempuan akan lebih Membaca Potensi Manusia Indonesia di Era Terbarukan produktif di pasar kerja.
• Besarnya penduduk usia kerja harus diiringi oleh kebijakan penciptaan lapangan di berbagai sektor, tanpa kebijakan yang mendukung penciptaaan lapangan pekerja yang inklusif, negara akan menghadapi kerusuhan sosial karena masalah pengangguran dan ketiadaan lapangan pekerjaan.
ii. Tabungan (saving)
• Penduduk kerja (15-64) cenderung memiliki penghasilan lebih banyak dan dapat menabung lebih banyak daripada penduduk usia muda (0-14 tahun). Pergeseran dari jumlah penduduk muda menjadi penduduk usia kerja ini akan meningkatkan tabungan prib adi dan tabungan nasional.
• Kemampuan untuk menabung akan lebih besar jika individu-individu memiliki anak yang lebih sedikit yang memerlukan biaya perawatan dan pendidikan yang lebih sedikit.
• Tabungan pribadi yang terus tumbuh dapat dioptimalkan untuk membiayai investasi industri yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi.
37MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
iii. Sumber daya manusia (human capital)
• Memiliki lebih sedikit anak meningkatkan kesehatan perempuan. Masuknya perempuan dalam angkatan kerja, pada gilirannya, meningkatkan status sosial dan kemandirian pribadi mereka. Mereka akan memiliki lebih banyak energi untuk berkontribusi baik bagi keluarga maupun masyarakat.
• Dengan jumlah anak lebih sedikit, penghasilan keluarga dapat lebih difokuskan pada makanan yang bergizi untuk bayi, termasuk anak perempuan, yang sering diberi makan lebih sedikit. Penghasilan dapat digunakan untuk pendidikan jangka panjang bagi anak perempuan, dan bagi remaja laki-laki dan perempuan untuk meningkatkan tingkat kehidupan mereka.
Hal sama juga disebutkan Bloom (2002) bahwa terdapat empat faktor yang menjelaskan hubungan bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu penawaran tenaga kerja (labor supply), peran perempuan, tabungan dan modal manusia. Penawaran tenaga kerja yang cukup besar harus ditunjang oleh kesempatan kerja yang memadai, karena jika tidak maka pengangguran terbuka akan semakin meningkat. Faktor kedua, menyatakan bahwa perempuan mempunyai peran yang besar dalam pengendalian kelahiran melalui keikutsertaan mereka dalam ber-KB. Mengikuti KB merupakan jalan untuk mewujudkan harapan hidup sejahtera menjadi kenyataan. Perempuan lebih memilih memiliki anak yang berkualitas dibandingkan jumlah yang besar, sehingga mereka kemudian mampu ikut terjun ke pasar kerja. Di sisi yang lain sumber daya manusia menjadi salah satu kunci untuk pemanfaatan bonus demografi yang terjadi. Tanpa sumber daya manusia yang baik, maka kesempatan kerja tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Hayes dan Setyonaluri (2015) menyatakan implikasi bonus demografi ada tiga yaitu pasokan tenaga kerja, tabungan dan modal manusia. Transisi demografi berp engaruh pada pasokan tenaga kerja produktif yang mencari pekerjaan di pasar kerja atau berusaha sendiri untuk menciptakan kerja. Apabila pasar kerja mampu menyerap banyak tenaga kerja, maka produksi per kapita akan naik, begitu pula pendapatan masyarakat. Namun sebaliknya, tenaga kerja yang tidak terserap dalam pasar kerja atau tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan maka akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik, yang pada gilirannya akan terjadi kerusuhan sosial. Pada perempuan yang memiliki anak sedikit akan memiliki
38 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
waktu untuk memasuki pasar kerja, sehingga hal ini juga akan menambah pasokan tenaga kerja. Sekali lagi, kalau hal ini terserap pasar kerja maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan meningkatkan tabungan. Jika tidak maka akan menambah pengangguran. Anggota keluarga yang bekerja akan menghasilkan pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari dan jika berlebih akan ditabung. Tabungan akan meningkatkan prospek investasi dan pertumbuhan suatu negara.
Orang tua yang memiliki anak yang sedikit dapat lebih banyak menginvestasikan uang untuk pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya. Investasi pendidikan (modal manusia) akan menghasilkan tenaga kerja yang lebih produktif dan mempromosikan upah yang lebih tinggi dan kehidupan yang lebih layak. Mereka yang menempuh pendidikan di sekolah atau training akan lambat memasuki pasar kerja, namun akan lebih produktif setelah masuk pasar kerja. Karena itu, investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan merupakan kunci untuk memanfaatkan bonus demografi.
Bonus demografi tidak terjadi otomatis. Pemerintah harus membuat serangkain kebijakan agar penduduk usia kerja yang jumlah besar ini berkualitas dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan dan dapat bekerja secara produktif. Menurut Gribble dan Bremner (2012), ada empat enabling environment (lingkungan memungkinkan) untuk meraih bonus demografi yaitu: a) investasi program kesehatan untuk ibu dan anak, b) pendidikan dan keterampilan anak-anak dan remaja, c) tata kelola pemerintah yang baik agar dapat mengundang investasi untuk penciptaan lapangan pekerjaan. Dua komponen utama lainnya adalah perubahan struktur penduduk dan bonus demografi.
Selanjutnya Adioetomo (2016) memodifikasi 6 komponen bonus demografi di atas menjadi lebih rinci sebagai syarat untuk meraih bonus demografi (lihat gambar 14).
i. Perubahan struktur umur penduduk berdampak pada proporsi anak-anak menurun dan digantikan dengan peningkatan proporsi penduduk usia kerja. Proporsi anak-anak yang tinggi akan menyerap sumber daya dan dana pemerintah untuk halhal yang belum produktif. Sebaliknya, menurunn ya proporsi anak-anak akan menyebabkan pemerintah mempunyai kesempatan yang lebih untuk investasi sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, laju peningkatan penduduk usia kerja yang melebihi laju pen ingkatan jumlah anak-anak akan memicu peningkatan produktifitas dan pendapatan perkapita.
39MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
ii. Terjadinya perubahan struktur umur penduduk merupakan prasyarat terbentuk bonus demografi namun perubahan struktur umur penduduk ini tidak secara otomatis meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
iii. Untuk meraih bonus demografi, faktor utama adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ada dua kebijakan yaitu pertama adalah pemenuhan makanan dan gizi anak usia dini agar tumbuh kembang menjadi anak sehat dan berhasil di sekolah yang akan menjadi tenaga kerja yang sehat dan produktif. Kedua, peningkatan sumber daya manusia harus dilakukan dengan penyediaan pendidikan yang berkualitas, tidak hanya perluasan akses pendidikan dan capaian peningkatan pendidikan yang lebih tinggi.
iv. Peningkatan sumber daya manusia juga dapat dilakukan dengan pelatihan baik oleh pemerintah atau swasta agar memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
v. Kebijakan ekonomi yang mampu meningkatkan penyer apan pekerja, dengan transformasi struktural dan investasi yang tepat diperlukan bagi penciptaan lapangan kerja.
vi. Terakhir, perlunya good governance (tata kelola pemerintah yang baik) untuk memperlancar realisasi investasi.
Gambar 13. Kerangka Konsep Hubungan antara Bonus Demografi dan Pertumbuhan Ekonomi
52
sekolah yang akan menjadi tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Kedua, peningkatan sumber daya manusia harus
dilakukan dengan penyediaan pendidikan yang berkualitas,
tidak hanya perluasan akses pendidikan dan capaian
peningkatan pendidikan yang lebih tinggi.
iv. Peningkatan sumber daya manusia juga dapat dilakukan
dengan pelatihan baik oleh pemerintah atau swasta agar
memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan
pasar kerja.
v. Kebijakan ekonomi yang mampu meningkatkan penyer apan
pekerja, dengan transformasi struktural dan investasi yang tepat
diperlukan bagi penciptaan lapangan kerja.
vi. Terakhir, perlunya good governance (tata kelola pemerintah
yang baik) untuk memperlancar realisasi investasi.
Gambar 13. Kerangka Konsep Hubungan antara Bonus Demografi dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Adioetomo, 2016
Pekerja yang sehat dan produktif
mulai dari kecukupan makanan dan gizi dan memelihara kesehatan
reproduktif
Kebijakan ekonomi yang kondusif bagi
penciptaan lapangan pekerjaan
dan pembiyaan kredit mikro
Bonus demografi dan pertumbuhan ekonomi
Investasi pendidikan dalam keterampilan/ kom-petensi sesuai dengan pekerjaan
Tata Kelola pemerin- tah yang kondusif bagi masuknya in-
vestasi dan pen- ciptaan lapangan
kerja
Sumber: Adioetomo, 2016
40 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Sedangkan menurut Bloom, Canning, dan Rosenberg (2011), ada lima faktor yang harus menjadi perhatian pemerintah agar bonus demografi dapat diraih yaitu sebagai berikut:
i. Kualitas lembaga pemerintah
Efisiensi dan efektifitas lembaga-lembaga pemerintah memiliki pengaruh besar pada kemampuan pemerintah dalam melaksanakan program dan kebijakan. Jika pemerintah ingin merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang memfasilitasi penyerapan tenaga kerja dalam pasar kerja dan tenaga kerja yang produktif, pemerintah perlu memiliki program, kebijakan, dan tenaga kerja yang memiliki keterampilan untuk mencapai tujuan ini. Karena itu pemerintah harus memiliki kelembagaan yang menunjang kebijakan tersebut, bebas korupsi, menghormati hak kekayaan intelektual, menghormati kontrak dan penegakan hukum.
ii. Kebijakan ketenagakerjaan
Tugas utama pemerintah menciptakan lingkungan sehingga tenaga kerja dapat bekerja secara produktif. Tantangan dalam ketenagakerjaan adalah pengangguran dan setengah pengangguran yang menjadi beban pereko nomian. Tenaga kerja yang memiliki upah tinggi dan bekerja di sektor formal merupakan tantangan yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang. Selain itu, ada tantangan yang dihadapi pemerintah yaitu penerapan upah minimum dan tuntutan serikat pekerja. Kebijakan pemerintah diperlukan untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan tersebut.
iii. Manajemen ekonomi makro
Tantangan dalam ekonomi makro seperti inflasi yang tinggi, upah yang tidak stabil sehingga berpengaruh pada tabungan, tingginya rasio utang terhadap PDB sehingga pemerintah kesulitan dalam pembayaran bunga menjadi kendala pemerintah dalam meraih bonus demografi. Karena itu, kondisi ekonomi makro yang stabil diperlukan untuk dapat merealisasikan bonus demografi.
iv. Kebijakan perdagangan
Kebijakan perdagangan berperan dalam meraih bonus demografi. Dengan jumlah penduduk usia kerja yang banyak, kesempatan kerja dapat diciptakan melalui industri yang berorientasi ekspor. Kebijakan yang tepat dalam ekspor dapat mendorong industri untuk meningkatkan output dan menyerap tenaga kerja lebih banyak.
41MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
v. Kebijakan pendidikan
Meningkatkan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan dapat dipekerjakan pada berbagai sektor. Tenaga kerja dengan pendidikan yang sesuai dengan sektor pekerjaan di suatu negara akan mempercepat negara tersebut meraih bonus demografi.
Singkatnya, bonus demografi dan jendela peluang harus dimanfaatkan oleh pemerintah dan intinya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (human capital development). Bagi para pengamat ekonomi makro, sisi pengembangan kualitas sumber daya manusia hanya lah salah satu elemen dari seluruh “mesin” pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi tanpa mempunyai sumber daya manusia yang handal, mesin pertumbuhan ekonomi tidak akan ada yang menjalankannya. Jumlah tenaga kerja yang besar dengan pekerjaan yang layak akan meningkatkan pendapatan per kapita. Pendapatan tersebut dapat ditabung yang secara agregat tabungan tadi dapat dimanfaatkan untuk investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk itu, kebijakan intersektoral diperlukan agar jumlah tenaga kerja produktif yang besar dapat dioptimalkan untuk menggerakan perekonomian.
Korea Selatan adalah salah satu negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi (Stephen, 2013). Ada dua pendorong bonus demografis di Korea Selatan yaitu demografi dan ekonomi, keduanya dipengaruhi oleh kebijakan publik. Pada tahun pemerintah Korea Selatan (1963-1972) melembagakan reformasi kuat yang merupakan kunci untuk menetapkan dasar untuk meraih bonus demografi; pada periode 1972-1981, Korea Selatan memperkuat sistem pemerintahan yang tersentralisasi di bawah kepemimpinan Park Chung Hee, hingga kematiannya pada tahun 1979. Reformasi penting dalam kesehatan masyarakat, keluarga berencana, dan pendidikan yang dilakukan selama hampir dua dekade ini diiringi dengan pertumbuhan ekonomi mengatur menjadi jalan untuk mencapai bonus demografi.
Program KB di Korea Selatan berhasil menurunkan angka fertilitas relatif cepat dibandingkan dengan Indonesia. Program KB dimulai tahun 1962 bersamaan dengan program pembangunan lima tahun. Ketika Program KB di mulai TFR sangat tinggi sekitar 6 anak per perempuan.
Program KB berdampak pada angka fertilitas. TFR menurun dari 4,53 anak per perempuan pada tahun 1970 menjadi 2,06 pada tahun 1983 atau telah mencapai di bawah replacement level fertility pertama kalinya. Replacement level fertility adalah tingkat fertilitas dimana suatu populasi secara tepat menggantikan dirinya dari satu generasi ke gen erasi berikutnya atau pada saat TFR sama dengan 2,1
42 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
anak per perempuan. TFR terus menurun mencapai titik terendah 1,076 pada 2005, tetapi meningkat kembali menjadi ke 1,297 pada 2012 dan kemudian turun kembali ke 1,190 pada 2013.
Dalam bidang kesehatan masyarakat, pemerintah Korea Selatan menerapkan asuransi kesehatan nasional pada tahun 1977 dan asuransi kesehatan nasional berhasil mencakup seluruh penduduk tahun 1982. Kondisi ini meningkatkan harapan hidup penduduk Korea Selatan. Di sisi lain, angka kematian bayi juga menurun.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah Korea Selatan mereformasi kebijakan pendidikan dari sistem multi-level yang diadopsi dari Jepang menjadi sistem yang lebih egaliter. Sebagai hasilnya, investasi dalam sumber daya manusia telah meningkatkan pendidikan penduduk Korea Selatan dimana 63 persen usia 25-34 tahun berpendidikan universitas, persentase tertinggi di antara Negara-negara OECD. Persentase lulusan perguruan tinggi di Korea Selatan tidak hanya tinggi, sistem pendidikan juga dipandang sebagai salah satu yang terbaik di dunia.
B. Tenaga Kerja Muda
Tenaga Kerja Muda dan permasalahannya sejak beberapa tahun belakangan ini menjadi fokus utama negara-negara di dunia untuk dicarikan jalan keluarnya agar tenaga kerja muda bisa berkiprah aktif di pasar kerja untuk meningkatkan perekonomian bangsa dan memajukan negaranya.
Gambar 14. Tantangan Tenaga Kerja Muda di Negara – negara G20
Sumber: International Labor Organization (ILO)
57
B. Tenaga Kerja Muda Tenaga Kerja Muda dan permasalahannya sejak beberapa tahun
belakangan ini menjadi fokus utama negara-negara di dunia untuk
dicarikan jalan keluarnya agar tenaga kerja muda bisa berkiprah aktif
di pasar kerja untuk meningkatkan perekonomian bangsa dan
memajukan negaranya.
Gambar 14. Tantangan Tenaga Kerja Muda di Negara – negara G20
Sumber: International Labor Organization (ILO)
Dalam “G20 Employment Working Group Meeting yang
diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 4 – 6 Februari, International
Labor Organization (ILO) menjelaskan bahwa kondisi tenaga kerja
muda khususnya yang ada di negara-negara yang tergabung dalam
G20 perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebagaimana Gambar
14 bahwa dari 705 juta total populasi pemuda di negara – negara G20,
tercatat bahwa hanya sekitar 226 juta orang atau 32,06 persen yang
sudah mendapatkan pekerjaan. Sementara pemuda yang masih
menganggur sekitar 44 juta orang. Tidak hanya itu, sebanyak 36 juta
pemuda yang sudah bekerja pun masuk dalam kategori miskin.
43MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dalam “G20 Employment Working Group Meeting yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 4 – 6 Februari, International Labor Organization (ILO) menjelaskan bahwa kondisi tenaga kerja muda khususnya yang ada di negara-negara yang tergabung dalam G20 perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebagaimana Gambar 14 bahwa dari 705 juta total populasi pemuda di negara – negara G20, tercatat bahwa hanya sekitar 226 juta orang atau 32,06 persen yang sudah mendapatkan pekerjaan. Sementara pemuda yang masih menganggur sekitar 44 juta orang. Tidak hanya itu, sebanyak 36 juta pemuda yang sudah bekerja pun masuk dalam kategori miskin. Ditambah lagi dengan fenomena banyaknya pemuda yang tidak bekerja, dan tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan (NEET) yang diketahui jumlahnya sangat besar mencapai 154 juta orang dan didominasi oleh perempuan sebesar 31 persen, jauh lebih besar dibandingkan laki – laki yang memiliki persentase sebesar 14 persen.
Indonesia sebagai salah satu negara anggota G20 juga mengalami hal yang sama dengan negara – negara lainnya terkait dengan tenaga kerja mudanya. Pada tahun 2019 tercatat bahwa penduduk usia kerja muda (15 – 24 tahun) di Indonesia lebih banyak yang tergolong sebagai Bukan Angkatan Kerja dibandingkan dengan mereka yang tergolong sebagai Angkatan Kerja. Dari 268 juta total populasi di Indonesia, 197,9 juta orang diantaranya merupakan Penduduk Usia Kerja. Dari keseluruhan tenaga kerja tersebut, mereka yang berusia 15 – 24 tahun atau sering disebut dengan penduduk usia muda sebanyak 44,19 juta orang atau sekitar 22,33 persen dari total tenaga kerja. Sementara mereka yang masuk dalam katagori Bukan Angkatan Kerja yaitu sebanyak 22,84 juta orang atau 51,68 persen dari total penduduk usia kerja muda. Dan sisanya sekitar 21,35 juta orang atau 48,32 persen dikatagorikan sebagai Angkatan Kerja.
Pemuda yang masuk ke dalam kategori Bukan Angkatan Kerja, yaitu sebanyak 22,84 juta orang merupakan mereka yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya. Pemuda yang kegiatannya hanya bersekolah mencapai 15,82 juta orang, sedangkan pemuda yang kegiatannya mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah sebanyak 5,47 juta, dan pemuda yang melakukan kegiatan lainnya, sebanyak 1,55 juta orang.
Sementara itu, dari keseluruhan Angkatan Kerja muda, sebanyak 17,38 juta orang atau 81,38 persen sudah bekerja, dan sisanya sekitar 3,98 juta atau 18,62 persen masih menganggur. Permasalahan ketidaksesuaian antara tingkat dan jenis kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja yang sangat dinamis dengan
44 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
60
a. Angkatan Kerja Muda
Sama halnya dengan jumlah angkatan kerja secara keseluruhan,
jumlah Angkatan Kerja Muda selama tiga tahun terakhir sejak tahun
2017 sampai dengan 2019 juga memiliki tren yang selalu meningkat
sebagaimana yang terlihat pada Grafik 1. Selama tiga tahun terakhir
jumlah Angkatan Kerja Muda meningkat sekitar 5,25 persen, dimana
pada tahun 2019 ini mencapai 21,35 juta orang, atau sekitar 15,99
persen dari total Angkatan Kerja.
Grafik 1. Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) muda juga mengalami
peningkatan selama tiga tahun terakhir sebagaimana yang
digambarkan pada Grafik 2. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi
ekonomi dari sisi supply tenaga kerja juga meningkat. Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja secara keseluruhan sebesar 67,49% dan
TPAK muda sekitar 48,32%. Lebih rendahnya TPAK muda
dibandingkan TPAK secara keseluruhan ini disinyalir disebabkan
karena pada umumnya usia muda belum dituntut untuk mencari nafkah
128,062,746 131,005,641 133,560,880
20,286,945 20,829,815 21,352,236
2017 2018 2019
AK AK Muda
tingkat kompetensi yang dimiliki tenaga kerja disinyalir menjadi penyebab utama meningkatnya tingkat pengangguran muda di negara-negara di dunia termasuk Indonesia.
Oleh karenanya, pada tahun 2015 Pemimpin negara G20 sepakat untuk mengatasi permasalahan pemuda ini. Pemuda yang beresiko secara permanen tidak mampu bersaing dan tertinggal dalam pasar kerja diusahakan agar jumlahnya terus berkurang sampai mencapai sekitar 15 persen pengurangannya pada tahun 2025. Indikator yang direkomendasikan untuk digunakan dalam mengidentifikasi resiko tersebut antara lain:
1. Penganggur Muda (Youth Unemployment);
2. Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan (NEETs);
3. Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan dan memiliki keahlian/keterampilan rendah (Low-skilled NEETs); dan
4. Pekerja Informal Muda (Youth Informality).
a. Angkatan Kerja Muda
Sama halnya dengan jumlah angkatan kerja secara keseluruhan, jumlah Angkatan Kerja Muda selama tiga tahun terakhir sejak tahun 2017 sampai dengan 2019 juga memiliki tren yang selalu meningkat sebagaimana yang terlihat pada Grafik 1. Selama tiga tahun terakhir jumlah Angkatan Kerja Muda meningkat sekitar 5,25 persen, dimana pada tahun 2019 ini mencapai 21,35 juta orang, atau sekitar 15,99 persen dari total Angkatan Kerja.
Grafik 1. Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
45MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
61
dan sebagian besar dari mereka sedang berada di bangku sekolah
atau melanjutkan pendidikannya.
Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
66.67% 67.26% 67.49%
46.75% 47.37% 48.32%
2017 2018 2019
TPAK TPAK Muda
28.09%
68.91%
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
TPAK Muda Berdasarkan Kelompok Umur
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) muda juga mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 2. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi ekonomi dari sisi supply tenaga kerja juga meningkat. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja secara keseluruhan sebesar 67,49% dan TPAK muda sekitar 48,32%. Lebih rendahnya TPAK muda dibandingkan TPAK secara keseluruhan ini disinyalir disebabkan karena pada umumnya usia muda belum dituntut untuk mencari nafkah dan sebagian besar dari mereka sedang berada di bangku sekolah atau melanjutkan pendidikannya.
Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
61
dan sebagian besar dari mereka sedang berada di bangku sekolah
atau melanjutkan pendidikannya.
Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
66.67% 67.26% 67.49%
46.75% 47.37% 48.32%
2017 2018 2019
TPAK TPAK Muda
28.09%
68.91%
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
TPAK Muda Berdasarkan Kelompok Umur
46 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika diamati lebih lanjut berdasarkan kelompok umur sebagaimana Grafik 3, TPAK muda yang berumur 20 – 24 tahun lebih tinggi yaitu sebesar 68,91 persen, sedangkan pada kelompok umur 15 – 19 tahun hanya sebesar 28,09 persen. Adalah sesuatu yang wajar karena umur 20 – 24 tahun lebih siap untuk memasuki pasar kerja dibandingkan dengan mereka yang berusia 15 – 19 tahun karena memang seharusnya mereka masih berada di dunia pendidikan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 4 juga menggambarkan bahwa TPAK muda laki – laki lebih tinggi dibanding TPAK muda perempuan. TPAK muda laki-laki sebesar 56,74 persen, sedangkan TPAK muda perempuan sebesar 39,53 persen. Kemudian jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda laki–laki maupun perempuan, lebih tinggi berada di rentang umur 20 – 24 tahun, masing–masing sebesar 82,01 persen yang berjenis kelamin laki–laki dan 55,27 persen yang berjenis kelamin perempuan. Tingkat partisipasi laki-laki dalam kegiatan ekonomi memang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri laki – laki masih menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu perekonomian keluarga dibandingkan perempuan.
62
Jika diamati lebih lanjut berdasarkan kelompok umur sebagaimana
Grafik 3, TPAK muda yang berumur 20 – 24 tahun lebih tinggi yaitu
sebesar 68,91 persen, sedangkan pada kelompok umur 15 – 19 tahun
hanya sebesar 28,09 persen. Adalah sesuatu yang wajar karena umur
20 – 24 tahun lebih siap untuk memasuki pasar kerja dibandingkan
dengan mereka yang berusia 15 – 19 tahun karena memang
seharusnya mereka masih berada di dunia pendidikan untuk
meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 4 juga
menggambarkan bahwa TPAK muda laki – laki lebih tinggi dibanding
TPAK muda perempuan. TPAK muda laki-laki sebesar 56,74 persen,
sedangkan TPAK muda perempuan sebesar 39,53 persen. Kemudian
jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda laki–laki
maupun perempuan, lebih tinggi berada di rentang umur 20 – 24 tahun,
masing–masing sebesar 82,01 persen yang berjenis kelamin laki–laki
dan 55,27 persen yang berjenis kelamin perempuan. Tingkat
31.9
8%
82.0
1%
56.7
4%
24.0
1%
55.2
7%
39.5
3%
1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L
T P AK M UDA BE R DAS AR KAN JENIS KELAM IN DAN KELO M P O K UM UR
Laki-laki Perempuan
63
partisipasi laki-laki dalam kegiatan ekonomi memang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri laki –
laki masih menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga
memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu
perekonomian keluarga dibandingkan perempuan.
Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun
2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 5 juga
menunjukkan bahwa TPAK muda yang tinggal di perdesaan maupun
di perkotaan tidak terlalu jauh berbeda. TPAK muda yang tinggal di
perdesaan sebesar 48,53 persen, dan TPAK muda yang tinggal di
perkotaan sebesar 48,16 persen. TPAK muda yang tinggal di
perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada di rentang umur 20
– 24 tahun masing – masing sebesar 68,98 persen yang tinggal di
perkotaan dan 68,81 persen yang tinggal di perdesaan.
26.7
3%
68.9
8%
48.1
6%
29.8
2%
68.8
1%
48.5
3%
1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L
T P A K M U D A B ER D A S A R K A N D A ER A H T EM P A T T I N G G A L D A N K EL O M P O K U M U R
Perkotaan Perdesaan
64
Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan yang tergambar pada Grafik 6, TPAK muda yang
berpendidikan tinggi sebesar 84,58 persen, TPAK muda yang
berpendidikan menengah sebesar 63,13 persen dan yang
berpendidikan dasar sebesar 32,91persen. Sedangkan jika dilihat
berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda yang berpendidikan
tinggi, menengah, maupun dasar, mereka yang berada pada rentang
usia 20 – 24 tahun memiliki TPAK yang paling tinggi, masing – masing
sebesar 84,74 persen yang berpendidikan tinggi, 67,95 persen yang
berpendidikan dasar, dan 66,68 persen yang berpendidikan
menengah. Tenaga kerja muda yang berpendidikan tinggi cenderung
memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi
dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah ataupun
dasar. Hal ini disebabkan karena kualifikasi pendidikan yang dimiliki
telah cukup untuk memasuki dunia kerja. Namun tingginya TPAK muda
yang berpendidikan tinggi akan menjadi masalah ketika mereka tidak
terserap dalam pasar kerja.
18.3
4%
67.9
5%
32.9
1%55.3
4%
66.6
8%
63.1
3%
60.2
2% 84.7
4%
84.5
8%
1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L
T P A K M U D A B ER D A S A R K A N P EN D I D I K A N D A N K EL O M P O K U M U R
Dasar Menengah Tinggi
47MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 5 juga menunjukkan bahwa TPAK muda yang tinggal di perdesaan maupun di perkotaan tidak terlalu jauh berbeda. TPAK muda yang tinggal di perdesaan sebesar 48,53 persen, dan TPAK muda yang tinggal di perkotaan sebesar 48,16 persen. TPAK muda yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada di rentang umur 20 – 24 tahun masing – masing sebesar 68,98 persen yang tinggal di perkotaan dan 68,81 persen yang tinggal di perdesaan.
Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
63
partisipasi laki-laki dalam kegiatan ekonomi memang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri laki –
laki masih menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga
memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu
perekonomian keluarga dibandingkan perempuan.
Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun
2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 5 juga
menunjukkan bahwa TPAK muda yang tinggal di perdesaan maupun
di perkotaan tidak terlalu jauh berbeda. TPAK muda yang tinggal di
perdesaan sebesar 48,53 persen, dan TPAK muda yang tinggal di
perkotaan sebesar 48,16 persen. TPAK muda yang tinggal di
perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada di rentang umur 20
– 24 tahun masing – masing sebesar 68,98 persen yang tinggal di
perkotaan dan 68,81 persen yang tinggal di perdesaan.
26.7
3%
68.9
8%
48.1
6%
29.8
2%
68.8
1%
48.5
3%
1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L
T P A K M U D A B ER D A S A R K A N D A ER A H T EM P A T T I N G G A L D A N K EL O M P O K U M U R
Perkotaan Perdesaan
64
Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan yang tergambar pada Grafik 6, TPAK muda yang
berpendidikan tinggi sebesar 84,58 persen, TPAK muda yang
berpendidikan menengah sebesar 63,13 persen dan yang
berpendidikan dasar sebesar 32,91persen. Sedangkan jika dilihat
berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda yang berpendidikan
tinggi, menengah, maupun dasar, mereka yang berada pada rentang
usia 20 – 24 tahun memiliki TPAK yang paling tinggi, masing – masing
sebesar 84,74 persen yang berpendidikan tinggi, 67,95 persen yang
berpendidikan dasar, dan 66,68 persen yang berpendidikan
menengah. Tenaga kerja muda yang berpendidikan tinggi cenderung
memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi
dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah ataupun
dasar. Hal ini disebabkan karena kualifikasi pendidikan yang dimiliki
telah cukup untuk memasuki dunia kerja. Namun tingginya TPAK muda
yang berpendidikan tinggi akan menjadi masalah ketika mereka tidak
terserap dalam pasar kerja.
18.3
4%
67.9
5%
32.9
1%55.3
4%
66.6
8%
63.1
3%
60.2
2% 84.7
4%
84.5
8%
1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L
T P A K M U D A B E R D A S A R K A N P EN D I D I K A N D A N K E L O M P O K U M U R
Dasar Menengah Tinggi
48 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan yang tergambar pada Grafik 6, TPAK muda yang berpendidikan tinggi sebesar 84,58 persen, TPAK muda yang berpendidikan menengah sebesar 63,13 persen dan yang berpendidikan dasar sebesar 32,91persen. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda yang berpendidikan tinggi, menengah, maupun dasar, mereka yang berada pada rentang usia 20 – 24 tahun memiliki TPAK yang paling tinggi, masing – masing sebesar 84,74 persen yang berpendidikan tinggi, 67,95 persen yang berpendidikan dasar, dan 66,68 persen yang berpendidikan menengah. Tenaga kerja muda yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah ataupun dasar. Hal ini disebabkan karena kualifikasi pendidikan yang dimiliki telah cukup untuk memasuki dunia kerja. Namun tingginya TPAK muda yang berpendidikan tinggi akan menjadi masalah ketika mereka tidak terserap dalam pasar kerja.
i. Penduduk Muda yang Bekerja
Berdasarkan Sakernas Agustus 2019 sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 7, tercatat bahwa dari sekitar 126,5 juta Penduduk yang Bekerja pada tahun 2019, sebesar 13,73 persen adalah Penduduk Muda yang Bekerja yang berusia 15–24 tahun. Jumlah Penduduk Muda yang Bekerja ini mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir, dimana peningkatannya mencapai sekitar 7,65 persen pada tahun 2019, dengan jumlah mencapai 17,38 juta orang.
Grafik 7. Penduduk Yang Bekerja dan Penduduk Muda Yang Bekerja Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
65
i. Penduduk Muda yang Bekerja
Berdasarkan Sakernas Agustus 2019 sebagaimana yang
digambarkan pada Grafik 7, tercatat bahwa dari sekitar 126,5 juta
Penduduk yang Bekerja pada tahun 2019, sebesar 13,73 persen
adalah Penduduk Muda yang Bekerja yang berusia 15–24 tahun.
Jumlah Penduduk Muda yang Bekerja ini mengalami peningkatan
selama tiga tahun terakhir, dimana peningkatannya mencapai
sekitar 7,65 persen pada tahun 2019, dengan jumlah mencapai
17,38 juta orang.
Grafik 7. Penduduk Yang Bekerja dan Penduduk Muda Yang Bekerja Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan karakteristiknya
sebagaimana Grafik 8, jumlah Penduduk Muda yang Bekerja yang
berada di kelompok umur 20–24 tahun lebih mendominasi, yaitu
sebanyak 12,73 juta orang atau sekitar 73,28 persen. Sedangkan
yang berada pada kelompok umur 15–19 tahun hanya sebanyak
4,6 juta orang atau sekitar 26,72 persen.
121,022,423 124,004,950 126,515,119
16,140,025 16,729,540 17,375,526 2017 2018 2019
PYB PYB Muda
49MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan karakteristiknya sebagaimana Grafik 8, jumlah Penduduk Muda yang Bekerja yang berada di kelompok umur 20–24 tahun lebih mendominasi, yaitu sebanyak 12,73 juta orang atau sekitar 73,28 persen. Sedangkan yang berada pada kelompok umur 15–19 tahun hanya sebanyak 4,6 juta orang atau sekitar 26,72 persen.
Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada usia tersebut lebih berkualitas karena telah memiliki pendidikan ataupun keterampilan sehingga secara umum lebih mampu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan industri dibandingkan dengan mereka yang masih berumur 15 – 19 tahun.
Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
66
Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada usia
tersebut lebih berkualitas karena telah memiliki pendidikan ataupun
keterampilan sehingga secara umum lebih mampu untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan industri dibandingkan dengan
mereka yang masih berumur 15 – 19 tahun.
Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
26.72%
73.28%
15 - 19 TAHUN 20 - 24 TAHUN
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur
2,725,729
7,729,007 10,454,736
1,916,544 5,004,246
6,920,790
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan
66
Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada usia
tersebut lebih berkualitas karena telah memiliki pendidikan ataupun
keterampilan sehingga secara umum lebih mampu untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan industri dibandingkan dengan
mereka yang masih berumur 15 – 19 tahun.
Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
26.72%
73.28%
15 - 19 TAHUN 20 - 24 TAHUN
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur
2,725,729
7,729,007 10,454,736
1,916,544 5,004,246
6,920,790
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan
50 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Pada Grafik 9 juga terlihat bahwa, berdasarkan jenis kelamin penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh laki – laki, yaitu sebanyak 10,45 juta orang atau 60,17 persen dibandingkan dengan perempuan yang jumlahnya hanya 6,92 juta orang atau sekitar 39,83 persen. Kemudian, baik laki – laki maupun perempuan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, masing – masing sebanyak 7,7 juta orang atau sekitar 73,93 persen laki – laki dan 5 juta orang atau 72,31 persen perempuan. Hal ini wajar karena di Indonesia masih menganggap bahwa laki–laki sebagai pencari nafkah utama keluarga sehingga memilki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Grafik 10. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
67
Pada Grafik 9 juga terlihat bahwa, berdasarkan jenis kelamin
penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh laki – laki,
yaitu sebanyak 10,45 juta orang atau 60,17 persen dibandingkan
dengan perempuan yang jumlahnya hanya 6,92 juta orang atau
sekitar 39,83 persen. Kemudian, baik laki – laki maupun
perempuan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24
tahun, masing – masing sebanyak 7,7 juta orang atau sekitar 73,93
persen laki – laki dan 5 juta orang atau 72,31 persen perempuan.
Hal ini wajar karena di Indonesia masih menganggap bahwa laki–
laki sebagai pencari nafkah utama keluarga sehingga memilki
tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu keluarga dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
Grafik 10. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian pada Grafik 10 terlihat bahwa, berdasarkan daerah
tempat tinggal penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh
anak muda yang tinggal di perkotaan, yaitu sebanyak 9,72 juta
orang atau 55,93 persen dibandingkan dengan anak muda yang
tinggal di perdesaan yaitu sebanyak 7,66 juta orang atau sekitar
2,335,528
7,383,279 9,718,807
2,306,745
5,349,974 7,656,719
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur
Perkotaan Perdesaan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian pada Grafik 10 terlihat bahwa, berdasarkan daerah tempat tinggal penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh anak muda yang tinggal di perkotaan, yaitu sebanyak 9,72 juta orang atau 55,93 persen dibandingkan dengan anak muda yang tinggal di perdesaan yaitu sebanyak 7,66 juta orang atau sekitar 44,07 persen. Kemudian, baik anak muda yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, masing – masing sebanyak 7,38 juta orang atau sekitar 75,97 persen tinggal di perkotaan dan 5,35 juta orang atau 69,87 persen tinggal di perdesaan. Hal ini diduga disebabkan kesempatan kerja yang terdapat di perkotaan lebih banyak dan lebih menjanjikan dibandingkan dengan di perdesaan sehingga lebih banyak anak muda yang bekerja di perkotaan.
51MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 11. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian jika dilihat berdasarkan pendidikan terakhir yang ditamatkan sebagaimana yang tergambar pada Grafik 11, Penduduk Muda yang Bekerja lebih didominasi oleh mereka yang berpendidikan menengah sebanyak 9,24 juta orang atau sekitar 53,19 persen dan dasar sebanyak 6,65 juta orang atau sekitar 38,27 persen, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi yaitu hanya sebanyak 1,48 juta orang atau 8,54 persen. Kemudian mereka yang berpendidikan menengah, dasar, dan tinggi didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, dimana yang berpendidikan menengah sebanyak 7,16 juta orang atau sekitar 77,43 persen, yang berpendidikan dasar sebanyak 4,1 juta orang atau 61,65 persen, dan yang berpendidikan tinggi sebanyak 1,48 juta orang atau sekitar 99,6 persen.
Grafik 12. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
68
44,07 persen. Kemudian, baik anak muda yang tinggal di perkotaan
maupun perdesaan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20
– 24 tahun, masing – masing sebanyak 7,38 juta orang atau sekitar
75,97 persen tinggal di perkotaan dan 5,35 juta orang atau 69,87
persen tinggal di perdesaan. Hal ini diduga disebabkan
kesempatan kerja yang terdapat di perkotaan lebih banyak dan
lebih menjanjikan dibandingkan dengan di perdesaan sehingga
lebih banyak anak muda yang bekerja di perkotaan.
Grafik 11. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian jika dilihat berdasarkan pendidikan terakhir yang
ditamatkan sebagaimana yang tergambar pada Grafik 11,
Penduduk Muda yang Bekerja lebih didominasi oleh mereka yang
berpendidikan menengah sebanyak 9,24 juta orang atau sekitar
53,19 persen dan dasar sebanyak 6,65 juta orang atau sekitar
38,27 persen, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan
tinggi yaitu hanya sebanyak 1,48 juta orang atau 8,54 persen.
Kemudian mereka yang berpendidikan menengah, dasar, dan
2,549,957
4,099,244
6,649,201
2,086,355
7,156,186
9,242,541
5,961
1,477,823 1,483,784
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur
Dasar Menengah Tinggi
69
tinggi didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, dimana
yang berpendidikan menengah sebanyak 7,16 juta orang atau
sekitar 77,43 persen, yang berpendidikan dasar sebanyak 4,1 juta
orang atau 61,65 persen, dan yang berpendidikan tinggi sebanyak
1,48 juta orang atau sekitar 99,6 persen.
Grafik 12. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat dari jenis lapangan usaha pada Grafik 12, terdapat 3
(tiga) sektor yang tenaga kerjanya didominasi oleh pekerja muda
yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan
perawatan mobil dan sepeda motor; sektor industri pengolahan;
dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Mereka yang
bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi,
perawatan mobil dan sepeda motor sebanyak sebanyak 4,05 juta
orang atau 23,29 persen; di industri pengolahan sebanyak 3,4 juta
orang atau sekitar 19,57 persen; dan di sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan sebanyak 3,34 juta orang atau sekitar 19,21 persen.
1,190,341
2,147,076
3,337,417
842,111
2,558,853
3,400,964
1,203,678
2,843,099
4,046,777
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur
A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
C Industri Pengolahan
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
52 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dilihat dari jenis lapangan usaha pada Grafik 12, terdapat 3 (tiga) sektor yang tenaga kerjanya didominasi oleh pekerja muda yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Mereka yang bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi, perawatan mobil dan sepeda motor sebanyak sebanyak 4,05 juta orang atau 23,29 persen; di industri pengolahan sebanyak 3,4 juta orang atau sekitar 19,57 persen; dan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3,34 juta orang atau sekitar 19,21 persen. Rata-rata mereka berumur 20 – 24 tahun, dimana untuk sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor memiliki tenaga kerja muda berusia 20-24 tahun sebanyak 2,84 juta orang atau sekitar 70,26 persen, di industri pengolahan sebanyak 2,56 juta orang atau sekitar 75,24 persen, dan sebanyak 2,15 juta orang atau sekitar 64,33 persen adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
Lebih banyaknya penduduk muda berpendidikan dasar dan menengah yang bekerja dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi, kemungkinan besar disebabkan karena mereka yang berpendidikan menengah dan dasar cenderung tidak memilih – milih pekerjaan karena merasa memiliki kualifikasi dan keterampilan yang rendah. Dilihat dari lapangan usaha, diduga sebagian besar mereka yang berpendidikan dasar dan menengah ini terkonsentrasi pada lapangan usaha yang juga tidak membutuhkan persyaratan pendidikan yang tinggi atau tingkat kompetensi yang tinggi, seperti perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
Grafik 13. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
71
Grafik 13. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan jenis pekerjaan/jabatan (KBJI 2014),
Grafik 13 menggambarkan bahwa penduduk usia muda paling
banyak bekerja dengan jenis pekerjaan sebagai Tenaga Usaha
Jasa dan Tenaga Penjualan, Pekerja Kasar, dan Pekerja Terampil
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Yang bekerja sebagai
Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan sebanyak 5,02 juta
orang atau sekitar 28,9 persen, yang bekerja sebagai Pekerja
Kasar sebanyak 3,72 juta orang atau sekitar 21,39 persen, dan
yang bekerja sebagai Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan sebanyak 2,28 juta orang atau sekitar 13,09 persen.
Tenaga kerja muda yang bekerja dengan jenis pekerjaan tersebut,
keseluruhannya didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24
tahun, dimana yang bekerja di sektor Tenaga Usaha Jasa dan
Tenaga Penjualan sebanyak 3,48 juta orang atau 69,36 persen,
yang bekerja di sektor Pekerja Kasar sebanyak 2,6 juta orang atau
1,538,350
3,482,344
5,020,694
829,518 1,445,084
2,274,602
1,113,966
2,601,855
3,715,821
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Kelompok Umur
5 Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan
6 Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
9 Pekerja Kasar
53MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Selanjutnya berdasarkan jenis pekerjaan/jabatan (KBJI 2014), Grafik 13 menggambarkan bahwa penduduk usia muda paling banyak bekerja dengan jenis pekerjaan sebagai Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan, Pekerja Kasar, dan Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Yang bekerja sebagai Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan sebanyak 5,02 juta orang atau sekitar 28,9 persen, yang bekerja sebagai Pekerja Kasar sebanyak 3,72 juta orang atau sekitar 21,39 persen, dan yang bekerja sebagai Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebanyak 2,28 juta orang atau sekitar 13,09 persen. Tenaga kerja muda yang bekerja dengan jenis pekerjaan tersebut, keseluruhannya didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, dimana yang bekerja di sektor Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan sebanyak 3,48 juta orang atau 69,36 persen, yang bekerja di sektor Pekerja Kasar sebanyak 2,6 juta orang atau sekitar 70,02 persen, dan yang bekerja di sektor Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebanyak 1,45 juta orang atau sekitar 63,53 persen. Ketiga jenis pekerjaan tersebut disinyalir dapat dengan mudah dikerjakan oleh siapapun dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Oleh karenanya penduduk muda terutama yang berpendidikan menengah dan dasar, banyak yang terkonsentrasi pada jenis pekerjaan ini.
Grafik 14. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan status pekerjaan utama, Grafik 14 menggambarkan bahwa sebagian besar pemuda bekerja sebagai Buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebanyak 10,34 juta orang atau sekitar 63,81 persen. Dan dari 10,34 juta ini, sebanyak 8,12 juta orang yang berumur 20 – 24 tahun.
72
sekitar 70,02 persen, dan yang bekerja di sektor Pekerja Terampil
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebanyak 1,45 juta orang
atau sekitar 63,53 persen. Ketiga jenis pekerjaan tersebut disinyalir
dapat dengan mudah dikerjakan oleh siapapun dibandingkan
dengan jenis pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan dan
keterampilan yang tinggi. Oleh karenanya penduduk muda
terutama yang berpendidikan menengah dan dasar, banyak yang
terkonsentrasi pada jenis pekerjaan ini.
Grafik 14. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan status pekerjaan utama, Grafik 14
menggambarkan bahwa sebagian besar pemuda bekerja sebagai
Buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebanyak 10,34 juta orang atau
sekitar 63,81 persen. Dan dari 10,34 juta ini, sebanyak 8,12 juta
orang yang berumur 20 – 24 tahun.
2,215,807
8,124,755
10,340,562
1,579,159 1,802,101 3,381,260
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur
4 Buruh/karyawan/pegawai 7 Pekerja keluarga/tidak dibayar
54 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 15. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/Informal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dibagi berdasarkan kategori formal dan informal (lihat Grafik 15), penduduk muda yang bekerja lebih terkonsentrasi di sektor formal yaitu sebanyak 10,48 juta orang atau sekitar 60,31 persen dibandingkan dengan sektor informal sebanyak 6,9 juta orang atau sekitar 39,69 persen. Dilihat dari kelompok umur muda, mereka yang bekerja di sektor formal maupun informal lebih banyak yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, yaitu masing – masing sebanyak 8,25 juta orang atau sekitar 78,74 persen yang bekerja di sektor formal dan 4,48 juta orang atau sekitar 64,99 persen yang bekerja di sektor informal.
Grafik 16. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
73
Grafik 15. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/Informal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dibagi berdasarkan kategori formal dan informal (lihat
Grafik 15), penduduk muda yang bekerja lebih terkonsentrasi di
sektor formal yaitu sebanyak 10,48 juta orang atau sekitar 60,31
persen dibandingkan dengan sektor informal sebanyak 6,9 juta
orang atau sekitar 39,69 persen. Dilihat dari kelompok umur muda,
mereka yang bekerja di sektor formal maupun informal lebih banyak
yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, yaitu masing –
masing sebanyak 8,25 juta orang atau sekitar 78,74 persen yang
bekerja di sektor formal dan 4,48 juta orang atau sekitar 64,99
persen yang bekerja di sektor informal.
2,227,986
8,251,882
10,479,868
2,414,287
4,481,371
6,895,658
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/Informal dan Kelompok Umur
Formal Informal
74
Grafik 16. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya apabila dilihat berdasarkan jam kerja, sebagian
besar penduduk muda bekerja selama 45 – 59 jam selama
seminggu. Grafik 16 menjelaskan bahwa mereka yang bekerja
selama 45-49 jam seminggu sebanyak 5,77 juta orang atau sekitar
33,19 persen dan yang bekerja selama 35 – 44 jam selama
seminggu sebanyak 4,19 juta orang atau 24,14 persen. Apabila
dilihat berdasarkan kelompok umur, mereka yang bekerja selama
45 – 59 jam dan 35 – 44 jam seminggu lebih banyak adalah mereka
yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, masing – masing
sebanyak 4,52 juta orang atau sekitar 78,33 persen penduduk
muda usia 20-14 tahun yang bekerja selama 45 – 59 jam seminggu
dan 3,34 juta orang atau sekitar 79,58 persen yang bekerja selama
35 – 44 jam seminggu.
856,257
3,337,990 4,194,247
1,249,439
4,516,768 5,766,207
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok Umur
35-44 45-59
55MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Selanjutnya apabila dilihat berdasarkan jam kerja, sebagian besar penduduk muda bekerja selama 45 – 59 jam selama seminggu. Grafik 16 menjelaskan bahwa mereka yang bekerja selama 45-49 jam seminggu sebanyak 5,77 juta orang atau sekitar 33,19 persen dan yang bekerja selama 35 – 44 jam selama seminggu sebanyak 4,19 juta orang atau 24,14 persen. Apabila dilihat berdasarkan kelompok umur, mereka yang bekerja selama 45 – 59 jam dan 35 – 44 jam seminggu lebih banyak adalah mereka yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, masing – masing sebanyak 4,52 juta orang atau sekitar 78,33 persen penduduk muda usia 20-14 tahun yang bekerja selama 45 – 59 jam seminggu dan 3,34 juta orang atau sekitar 79,58 persen yang bekerja selama 35 – 44 jam seminggu.
ii. Penganggur Usia Muda
Pengangguran Terbuka masih menjadi salah satu permasalahan utama yang selalu disorot dalam bidang ketenagakerjaan. Terlebih lagi dari 7,05 juta Penganggur Terbuka di Indonesia sebagaimana data Sakernas Agustus 2019 pada Grafik 17, sebesar 56,44 persen merupakan penganggur usia muda.
Grafik 17. Penganggur Terbuka dan Pengangguran Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana diketahui bahwa Penganggur Terbuka terdiri dari beberapa kategori, yaitu mereka yang sedang mencari pekerjaan; mereka yang sedang mempersiapkan usaha; mereka yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa; dan mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai pekerjaan.
75
ii. Penganggur Usia Muda
Pengangguran Terbuka masih menjadi salah satu
permasalahan utama yang selalu disorot dalam bidang
ketenagakerjaan. Terlebih lagi dari 7,05 juta Penganggur Terbuka
di Indonesia sebagaimana data Sakernas Agustus 2019 pada
Grafik 17, sebesar 56,44 persen merupakan penganggur usia
muda.
Grafik 17. Penganggur Terbuka dan Pengangguran Muda Tahun 2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana diketahui bahwa Penganggur Terbuka terdiri dari
beberapa kategori, yaitu mereka yang sedang mencari pekerjaan;
mereka yang sedang mempersiapkan usaha; mereka yang merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa; dan mereka
yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai
pekerjaan.
Jika dilihat berdasarkan keempat kategori yang digambarkan
pada Grafik 18, penganggur usia muda dengan katagori yang
7,040,323 7,000,691 7,045,761
4,146,920 4,100,275 3,976,710
2017 2018 2019
PT PT Muda
56 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat berdasarkan keempat kategori yang digambarkan pada Grafik 18, penganggur usia muda dengan katagori yang sedang mencari pekerjaan paling dominan, yaitu sebanyak 3,65 juta orang atau sekitar 91,69 persen. Sebagian besar mereka yang berada pada kategori ini adalah berusia 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 2,14 juta orang atau sekitar 58,65 persen. Adalah wajar karena mereka yang berada pada kelompok usia ini biasanya tidak lagi dibangku sekolah, atau baru saja lulus dari dunia pendidikan dan sedang mencari pekerjaan. Permasalahannya belum dapat terserap oleh dunia kerja dikarenakan berbagai sebab, yaitu kurangnya informasi/akses dunia kerja yang membutuhkan, atau karena kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dunia kerja, atau yang bersangkutan memilih-milih pekerjaan sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan keinginan dengan yang dibutuhkan pasar kerja.
Grafik 18. Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan Kelompok Umur Tahun 2019
76
sedang mencari pekerjaan paling dominan, yaitu sebanyak 3,65
juta orang atau sekitar 91,69 persen. Sebagian besar mereka yang
berada pada kategori ini adalah berusia 20 – 24 tahun yaitu
sebanyak 2,14 juta orang atau sekitar 58,65 persen. Adalah wajar
karena mereka yang berada pada kelompok usia ini biasanya tidak
lagi dibangku sekolah, atau baru saja lulus dari dunia pendidikan
dan sedang mencari pekerjaan. Permasalahannya belum dapat
terserap oleh dunia kerja dikarenakan berbagai sebab, yaitu
kurangnya informasi/akses dunia kerja yang membutuhkan, atau
karena kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan dunia kerja, atau yang bersangkutan memilih-milih
pekerjaan sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan
keinginan dengan yang dibutuhkan pasar kerja.
Grafik 18. Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Penganggur usia muda dengan kategori sedang
mempersiapkan usaha memiliki jumlah yang paling sedikit
1,507,720
2,138,595
3,646,315
12,541 30,237 42,778 59,786 112,278 172,064 39,853 75,700 115,553
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan Kelompok Umur
mencari pekerjaan
mempersiapkan usaha
putus asa
sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja/ sudah punya usaha tetapi belum memulainya
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Penganggur usia muda dengan kategori sedang mempersiapkan usaha memiliki jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan kategori lainnya, yaitu sekitar 43 ribu orang atau sekitar 1,08 persen, dimana katagori ini juga didominasi oleh kelompok umur 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 30 ribu atau sekitar 70,68 persen. Minimnya anak muda yang berkeinginan membangun usaha sendiri (berwirausaha) setelah lulus dari dunia pendidikan ini cukup memprihatinkan karena ternyata ada anggapan di kalangan anak muda bahwa yang disebut bekerja adalah hanya di perkantoran sehingga tidak tertarik untuk berwirausaha.
57MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Padahal jika ditekuni dengan baik, berwirausaha justru jauh lebih mudah karena tidak memerlukan persyaratan tingkat pendidikan tertentu bahkan mampu memberikan kesempatan kerja bagi orang lain.
Selanjutnya mereka yang dikategorikan sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, sebanyak 116 ribu atau sekitar 2,91 persen. Kategori ini juga didominasi oleh kelompok umur 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 76 ribu orang atau sekitar 65,51 persen. Mereka yang masuk kategori ini pada dasarnya akan segera menjadi pekerja, sehingga tergolong kategori yang tidak membutuhkan perhatian khusus jika dibandingkan dengan kategori selanjutnya yaitu yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau putus asa. Mereka yang masuk dalam kategori putus asa ini sebagaimana Grafik 18 sekitar 172 ribu orang atau 4,33 persen dan didominasi oleh kelompok umur 20 – 24 tahun sebanyak 113 ribu orang atau sekitar 65,25 persen. Meskipun jumlah ini tergolong jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang sedang mencari kerja, namun mereka yang masuk ke dalam kategori ini pada dasarnya berpotensi besar akan menjadi pengangguran “permanen” padahal mereka masih berusia muda.
Grafik 19. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Muda Tahun 2017 – 2019
78
Grafik 19. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Muda Tahun
2017 – 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 19, terlihat bahwa
bukan hanya Tingkat Pengangguran Terbuka, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Muda juga mengalami penurunan
selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan 2019.
Namun jika dibandingkan antara keduanya yaitu antara TPT dan
TPT muda pada tahun 2019, terlihat bahwa TPT muda berada jauh
lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT
yang hanya 5,28 persen. Hal ini harus menjadi perhatian semua
pihak karena jika tingkat pengangguran terbuka kaum muda ini
terus meningkat tahun-tahun ke-depan, pasar tenaga kerja
Indonesia akan minim pekerja muda yang produktif.
Sebagaimana diketahui bahwa TPT merupakan indikator yang
digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak dapat terserap
oleh pasar kerja. Melihat masih tingginya jumlah pemuda yang tidak
5.50% 5.34% 5.28%
20.44%19.68% 18.62%
2017 2018 2019
TPT Total TPT Muda
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 19, terlihat bahwa bukan hanya Tingkat Pengangguran Terbuka, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Muda juga mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan
58 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
2019. Namun jika dibandingkan antara keduanya yaitu antara TPT dan TPT muda pada tahun 2019, terlihat bahwa TPT muda berada jauh lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT yang hanya 5,28 persen. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak karena jika tingkat pengangguran terbuka kaum muda ini terus meningkat tahun-tahun ke-depan, pasar tenaga kerja Indonesia akan minim pekerja muda yang produktif.
Sebagaimana diketahui bahwa TPT merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak dapat terserap oleh pasar kerja. Melihat masih tingginya jumlah pemuda yang tidak dapat terserap ke dalam pasar kerja menunjukkan bahwa masih banyak pemuda belum memiliki keahlian maupun keterampilan sebagaimana yang dibutuhkan oleh dunia industri. Oleh karena dunia pendidikan dan pelatihan kerja yang berkewajiban mempersiapkan SDM Indonesia agar bisa masuk pasar kerja harus berbenah diri agar kurikulum yang ada dapat selalu disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi dunia industri dan dunia usaha, sehingga lulusannya dapat diterima oleh pasar kerja dan laju penganggur usia muda dapat ditekan, agar bunus demografi yang dialami benar-benar merupakan bonus yang bermanfaat bukan bencana.
Grafik 20. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
79
dapat terserap ke dalam pasar kerja menunjukkan bahwa masih
banyak pemuda belum memiliki keahlian maupun keterampilan
sebagaimana yang dibutuhkan oleh dunia industri. Oleh karena
dunia pendidikan dan pelatihan kerja yang berkewajiban
mempersiapkan SDM Indonesia agar bisa masuk pasar kerja harus
berbenah diri agar kurikulum yang ada dapat selalu disesuaikan
dengan kebutuhan kompetensi dunia industri dan dunia usaha,
sehingga lulusannya dapat diterima oleh pasar kerja dan laju
penganggur usia muda dapat ditekan, agar bunus demografi yang
dialami benar-benar merupakan bonus yang bermanfaat bukan
bencana.
Grafik 20. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian jika diamati lebih lanjut berdasarkan berbagai
karakteristiknya sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 20,
terlihat bahwa TPT muda lebih didominasi oleh mereka yang
berumur 15 – 19 tahun yaitu sebesar 25,87 persen, jauh lebih besar
dibandingkan TPT muda yang masuk pada kelompok umur 20 – 24
tahun yang hanya sebesar 15,62 persen.
25.87%
15.62%
15 - 19 TAHUN 20 - 24 TAHUN
TPT Muda Berdasarkan Kelompok Umur
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian jika diamati lebih lanjut berdasarkan berbagai karakteristiknya sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 20, terlihat bahwa TPT muda lebih didominasi oleh mereka yang berumur 15 – 19 tahun yaitu sebesar 25,87 persen, jauh lebih besar dibandingkan TPT muda yang masuk pada kelompok umur 20 – 24 tahun yang hanya sebesar 15,62 persen.
59MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 21. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
80
Grafik 21. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sebagaimana
yang digambarkan pada Grafik 21, TPT muda perempuan sedikit
lebih besar yaitu sekitar 18,99 persen dibandingkan dengan TPT
muda laki – laki sebesar 18,38 persen. Kemudian jika dilihat
berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda perempuan maupun
laki – laki lebih tinggi pada rentang umur 15 – 19 tahun, masing –
masing sebesar 26,69 persen yang berjenis kelamin perempuan
dan 25,28 persen yang berjenis kelamin laki – laki.
25.28%
15.63%18.38%
26.69%
15.59%
18.99%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 21, TPT muda perempuan sedikit lebih besar yaitu sekitar 18,99 persen dibandingkan dengan TPT muda laki – laki sebesar 18,38 persen. Kemudian jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda perempuan maupun laki – laki lebih tinggi pada rentang umur 15 – 19 tahun, masing – masing sebesar 26,69 persen yang berjenis kelamin perempuan dan 25,28 persen yang berjenis kelamin laki – laki.
Grafik 22. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
81
Grafik 22. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur
Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 22
menggambarkan bahwa TPT muda yang tinggal di perkotaan lebih
tinggi yaitu sekitar 20,25 persen, dibandingkan dengan TPT muda
yang tinggal di perdesaan sekitar 16,46 persen. Sedangkan jika
dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang tinggal di
perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada pada rentang
umur 15 – 19 tahun masing – masing sebesar 29,94 persen yang
tinggal di perkotaan dan 21,23 persen yang tinggal di perdesaan.
Meskipun kesempatan kerja di perkotaan cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan di perdesaan, namun persaingan tenaga
kerja di perkotaan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
perusahaan juga tinggi sehingga mereka yang tidak tidak kompeten
atau memiliki kualifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar
kerja di perkotaan kesulitan untuk terserap dalam pasar kerja.
Mereka yang berada pada kelompok usia 15-19 tahun juga memiliki
kualifikasi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan yang
29.94%
16.60%20.25%21.23%
14.22% 16.46%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur
Perkotaan Perdesaan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
60 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 22 menggambarkan bahwa TPT muda yang tinggal di perkotaan lebih tinggi yaitu sekitar 20,25 persen, dibandingkan dengan TPT muda yang tinggal di perdesaan sekitar 16,46 persen. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada pada rentang umur 15 – 19 tahun masing – masing sebesar 29,94 persen yang tinggal di perkotaan dan 21,23 persen yang tinggal di perdesaan. Meskipun kesempatan kerja di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan, namun persaingan tenaga kerja di perkotaan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan juga tinggi sehingga mereka yang tidak tidak kompeten atau memiliki kualifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di perkotaan kesulitan untuk terserap dalam pasar kerja. Mereka yang berada pada kelompok usia 15-19 tahun juga memiliki kualifikasi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan yang berusia 20-24 tahun, karena seyogyanya yang bersangkutan masih berada di dunia pendidikan.
Grafik 23. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
82
berusia 20-24 tahun, karena seyogyanya yang bersangkutan masih
berada di dunia pendidikan.
Grafik 23. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur
Tahun 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 23,
diketahui bahwa TPT muda yang berpendidikan tinggi sebesar
21,75 persen, tidak jauh berbeda jika dibandingkan TPT muda yang
berpendidikan menengah sekitar 21,7 persen. Sedangkan TPT
muda yang berpendidikan dasar justru paling kecil diantara yang
lainnya, yaitu sebesar 13,10 persen. Kemudian jika dilihat
berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang berpendidikan
menengah, tinggi, maupun dasar lebih tinggi pada mereka yang
berusia 15 – 19 tahun, masing – masing sebesar 35,62 persen yang
berpendidikan menengah, 35,47 persen yang berpendidikan tinggi,
dan 15,34 persen yang berpendidikan dasar. Hal ini disebabkan
15.34%11.65% 13.10%
35.62%
16.43%21.70%
35.47%
21.68% 21.75%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur
Dasar Menengah Tinggi
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 23, diketahui bahwa TPT muda yang berpendidikan tinggi sebesar 21,75 persen, tidak jauh berbeda jika dibandingkan TPT muda yang berpendidikan menengah sekitar 21,7 persen. Sedangkan TPT
61MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
muda yang berpendidikan dasar justru paling kecil diantara yang lainnya, yaitu sebesar 13,10 persen. Kemudian jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang berpendidikan menengah, tinggi, maupun dasar lebih tinggi pada mereka yang berusia 15 – 19 tahun, masing – masing sebesar 35,62 persen yang berpendidikan menengah, 35,47 persen yang berpendidikan tinggi, dan 15,34 persen yang berpendidikan dasar. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja.
b. Bukan Angkatan Kerja Muda
Berdasarkan Sakernas BPS sebagaimana Grafik 24, diperoleh informasi bahwa mereka yang tergolong Bukan Angkatan Kerja (BAK) berusia muda ternyata cukup besar. Pada tahun 2017, terdapat sekitar 23,1 juta atau 36,10 persen BAK berusia muda dari total BAK. Pada tahun 2018 meningkat menjadi 36,29 persen, dan pada tahun 2019 sedikit menurun yaitu sekitar 35,49 persen dari total BAK.
Grafik 24. Perbandingan BAK dan BAK Muda Tahun 2017 - 2019
83
karena ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kompetensi
yang dimiliki oleh tenaga kerja.
b. Bukan Angkatan Kerja Muda
Berdasarkan Sakernas BPS sebagaimana Grafik 24, diperoleh
informasi bahwa mereka yang tergolong Bukan Angkatan Kerja (BAK)
berusia muda ternyata cukup besar. Pada tahun 2017, terdapat sekitar
23,1 juta atau 36,10 persen BAK berusia muda dari total BAK. Pada
tahun 2018 meningkat menjadi 36,29 persen, dan pada tahun 2019
sedikit menurun yaitu sekitar 35,49 persen dari total BAK.
Grafik 24. Perbandingan BAK dan BAK Muda Tahun 2017 - 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Secara umum, mereka yang tergolong sebagai Bukan Angkatan
Kerja (BAK) terdiri dari 3 kategori, yaitu mereka yang sedang Sekolah,
Mengurus Rumah Tangga dan Lainnya.
2017 2018 2019BAK Muda 23,107,798 23,140,831 22,838,419BAK 64,016,670 63,773,800 64,350,897
23,107,798 23,140,831 22,838,419
64,016,670 63,773,800 64,350,897
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Secara umum, mereka yang tergolong sebagai Bukan Angkatan Kerja (BAK) terdiri dari 3 kategori, yaitu mereka yang sedang Sekolah, Mengurus Rumah Tangga dan Lainnya.
62 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
i. Sekolah
Grafik 25. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah tahun 2017-2019
84
i. Sekolah
Grafik 25. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah tahun 2017-2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 25, diketahui bahwa pemuda yang berada
dalam katagori sedang sekolah cenderung menunjukan tren yang
menurun selama tiga tahun yaitu sejak 2017 sampai dengan 2019.
Pada tahun 2017, pemuda yang sedang bersekolah sebanyak 16,3
juta orang, menurun menjadi 15,93 juta orang atau pada tahun
2018. Jika dihitung jumlah penurunan dari 2017 sampai dengan
2018, secara total pada tahun 2018 terjadi penurunan jumlah
pemuda yang sekolah, yaitu sekitar 2,28 persen atau sebanyak
372.024 orang. Kemudian, pada tahun selanjutnya, terjadi
penurunan kembali sebesar 1,65 persen atau sebanyak 215.800
orang.
2017 2018 2019Total 16,304,061 15,932,037 15,822,722
16,304,061
15,932,037
15,822,722
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 25, diketahui bahwa pemuda yang berada dalam katagori sedang sekolah cenderung menunjukan tren yang menurun selama tiga tahun yaitu sejak 2017 sampai dengan 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang sedang bersekolah sebanyak 16,3 juta orang, menurun menjadi 15,93 juta orang atau pada tahun 2018. Jika dihitung jumlah penurunan dari 2017 sampai dengan 2018, secara total pada tahun 2018 terjadi penurunan jumlah pemuda yang sekolah, yaitu sekitar 2,28 persen atau sebanyak 372.024 orang. Kemudian, pada tahun selanjutnya, terjadi penurunan kembali sebesar 1,65 persen atau sebanyak 215.800 orang.
Grafik 26. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
85
Grafik 26. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, pada Grafik 26
menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih
banyak bertempat tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan
selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2017 sampai dengan
2019. Pada tahun 2017, pemuda yang sekolah dan bertempat
tinggal di perkotaan lebih banyak 40,50 persen atau lebih banyak
4.140.379 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di
perdesaan. Kemudian, pada tahun 2018, pemuda yang bersekolah
dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 39,93 persen atau
lebih banyak 3.974.671 orang dibandingkan dengan yang
bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya dengan tahun 2019,
mereka yang bersekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih
banyak 37,47 persen atau lebih banyak 3.648.082 orang
dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di perdesaan.
10,222,220 9,953,354 9,735,402
6,081,841 5,978,683 6,087,320
2017 2018 2019
1 Perkotaan 2 Perdesaan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
63MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, pada Grafik 26 menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih banyak bertempat tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2017 sampai dengan 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang sekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 40,50 persen atau lebih banyak 4.140.379 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perdesaan. Kemudian, pada tahun 2018, pemuda yang bersekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 39,93 persen atau lebih banyak 3.974.671 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya dengan tahun 2019, mereka yang bersekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 37,47 persen atau lebih banyak 3.648.082 orang dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di perdesaan.
Grafik 27. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin
86
Grafik 27. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan jenis kelamin, Grafik 27
menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih
didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin laki-laki
dibandingkan penduduk perempuan, dari tahun 2017 sampai
dengan tahun 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 6,78 persen atau lebih banyak
572.111 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin
perempuan. Namun di tahun selanjutnya, terjadi sedikit pergerakan
pada grafik yang mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin
perempuan lebih banyak sekitar 2,53 persen atau lebih banyak
199.161 orang dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-
laki.
8,438,086
7,866,438 7,889,594 7,865,975
8,065,599
7,933,128
2017 2018 2019
1 Laki-laki 2 Perempuan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan jenis kelamin, Grafik 27 menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan penduduk perempuan, dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 6,78 persen atau lebih banyak 572.111 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin perempuan. Namun di tahun selanjutnya, terjadi sedikit pergerakan pada grafik yang mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin perempuan lebih banyak sekitar 2,53 persen atau lebih banyak 199.161 orang dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki.
64 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 28. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi
87
Grafik 28. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian, di tahun 2019, kembali terjadi penurunan yang
mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin perempuan
menjadi lebih banyak sekitar 0,55 persen atau lebih banyak 43.534
orang dibandingkan dengan pemuda berjenis kelamin laki-laki.
Berdasarkan Grafik 28 terlihat bahwa pemuda yang sedang
bersekolah terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Banten, serta Pulau Sumatera yaitu
Propinsi Medan. Jumlah pemuda yang sedang bersekolah di
Provinsi Jawa Barat, menunjukan tren yang cenderung menurun
dari tahun 2017 sampai tahun 2019. Sedangkan di keempat
provinsi lainnya, cenderung mengalami fluktuasi walaupun tidak
terlalu tinggi.
32 JawaBarat
35 JawaTimur
33 JawaTengah
12 SumateraUtara
36 Banten
PERBANDINGAN JUMLAH PENDUDUK YANG SEKOLAH TAHUN 2017-2019 BERDASARKAN 5 PROVINSI
TERTINGGI
2017 2018 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Kemudian, di tahun 2019, kembali terjadi penurunan yang mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin perempuan menjadi lebih banyak sekitar 0,55 persen atau lebih banyak 43.534 orang dibandingkan dengan pemuda berjenis kelamin laki-laki.
Berdasarkan Grafik 28 terlihat bahwa pemuda yang sedang bersekolah terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten, serta Pulau Sumatera yaitu Propinsi Medan. Jumlah pemuda yang sedang bersekolah di Provinsi Jawa Barat, menunjukan tren yang cenderung menurun dari tahun 2017 sampai tahun 2019. Sedangkan di keempat provinsi lainnya, cenderung mengalami fluktuasi walaupun tidak terlalu tinggi.
65MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
ii. Mengurus Rumah Tangga
Grafik 29. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019
88
ii. Mengurus Rumah Tangga
Grafik 29. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 29, mereka yang masuk dalam katagori
BAK karena sedang mengurus rumah tangga, cenderung
menunjukan fluktuasi yang tidak terlalu tinggi pada tahun 2017-
2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah
pemuda yang mengurus rumah tangga, yaitu sekitar 4,54 persen
atau sebanyak 251.769 pemuda dibandingkan kondisi tahun 2017.
Kemudian, pada tahun 2019, terjadi penurunan sebesar 5,68
persen atau sebanyak 329.093 pemuda dibandingkan kondisi
tahun 2018.
2017 2018 2019Total 5,544,463 5,796,232 5,467,139
5,544,463
5,796,232
5,467,139
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 29, mereka yang masuk dalam katagori BAK karena sedang mengurus rumah tangga, cenderung menunjukan fluktuasi yang tidak terlalu tinggi pada tahun 2017-2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga, yaitu sekitar 4,54 persen atau sebanyak 251.769 pemuda dibandingkan kondisi tahun 2017. Kemudian, pada tahun 2019, terjadi penurunan sebesar 5,68 persen atau sebanyak 329.093 pemuda dibandingkan kondisi tahun 2018.
Grafik 30. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
89
Grafik 30. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan
Daerah Tempat Tinggal
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, Grafik 30
menggambarkan bahwa pemuda yang tergolong BAK karena
sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat
tinggal di perdesaan dibandingkan di perkotaan pada tahun 2017
sampai dengan tahun 2019. Hal ini justru berbanding terbalik
dengan pemuda BAK yang sedang bersekolah, dimana sebagian
besar mereka terkonsentrasi di perkotaan. Mungkin karena lebih
lengkapnya fasilitas pendidikan dan luasnya akses masyarakat ke
dunia pendidikan dan pelatihan, serta terbuka luasnya kesempatan
kerja di perkotaan bagi mereka yang kompeten, membuat pemuda
yang bertempat tinggal di perkotaan lebih memilih melanjutkan
sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau meningkatkan
kompetensinya dibandingkan dengan mengurus rumah tangga.
2,577,693 2,678,083 2,569,785 2,966,770 3,118,149
2,897,354
2017 2018 2019
1 Perkotaan 2 Perdesaan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
66 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, Grafik 30 menggambarkan bahwa pemuda yang tergolong BAK karena sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat tinggal di perdesaan dibandingkan di perkotaan pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Hal ini justru berbanding terbalik dengan pemuda BAK yang sedang bersekolah, dimana sebagian besar mereka terkonsentrasi di perkotaan. Mungkin karena lebih lengkapnya fasilitas pendidikan dan luasnya akses masyarakat ke dunia pendidikan dan pelatihan, serta terbuka luasnya kesempatan kerja di perkotaan bagi mereka yang kompeten, membuat pemuda yang bertempat tinggal di perkotaan lebih memilih melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau meningkatkan kompetensinya dibandingkan dengan mengurus rumah tangga.
Pada tahun 2017, pemuda yang mengurus rumah tangga di perdesaan lebih banyak 15,09 persen atau lebih banyak 389.077 orang dibandingkan dengan penduduk yang berada di perkotaan. Kemudian, pada tahun 2018, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak 16,43 persen atau lebih banyak 440.066 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perkotaan. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2019, pemuda yang mengurus rumah tangga dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak 12,75 persen atau lebih banyak 327.569 orang dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di perkotaan.
Grafik 31. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin
90
Pada tahun 2017, pemuda yang mengurus rumah tangga di
perdesaan lebih banyak 15,09 persen atau lebih banyak 389.077
orang dibandingkan dengan penduduk yang berada di perkotaan.
Kemudian, pada tahun 2018, jumlah pemuda yang mengurus
rumah tangga dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak
16,43 persen atau lebih banyak 440.066 orang dibandingkan
dengan yang bertempat tinggal di perkotaan. Sama halnya yang
terjadi pada tahun 2019, pemuda yang mengurus rumah tangga
dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak 12,75 persen atau
lebih banyak 327.569 orang dibandingkan dengan mereka yang
bertempat tinggal di perkotaan.
Grafik 31. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan
Jenis Kelamin
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, terlihat pada Grafik 31
bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga lebih didominasi
827,424 828,309 753,250
4,717,039 4,967,923 4,713,889
2017 2018 2019
1 Laki-laki 2 Perempuan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
67MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, terlihat pada Grafik 31 bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga lebih didominasi oleh mereka yang berjenis kelamin perempuan selama tida tahun berturut-turut, dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Hal ini merupakan suatu kewajaran karena sebagaimana diketahui sebagian besar mereka yang mengurus rumah tangga adalah perempuan. Pada tahun 2017, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga dan berjenis kelamin perempuan lebih banyak sekitar 470 persen atau lebih banyak 3.889.615 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Di tahun selanjutnya, terjadi sedikit pergerakan pada grafik dimana pemuda perempuan yang mengurus rumah tangga jauh lebih banyak, yaitu 499,77 persen atau lebih banyak 4.139.614 orang dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki. Kemudian, di tahun 2019, terjadi sedikit penurunan dimana pemuda perempuan yang mengurus rumah tangga menjadi lebih banyak sekitar 525,81 persen atau lebih banyak 3.960.639 penduduk dibandingkan dengan penduduk laki-laki.
Grafik 32. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang
Ditamatkan
92
Grafik 32. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan
Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 32 di atas, ditinjau dari pendidikan terakhir
yang ditamatkan, terlihat bahwa pemuda yang mengurus rumah
tangga paling banyak adalah mereka yang lulusan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), diikuti SMU dan kemudian yang
berpendidikan >= SD. Pada tahun 2017, proporsi pemuda yang
lulusan SMP yaitu sebesar 35,80 persen dari total pemuda yang
mengurus rumah tangga atau sebanyak 1.985.064 orang. Di tahun
2018, terjadi sedikit peningkatan jumlah pemuda yang mengurus
rumah tangga, namun tetap didominasi oleh mereka yang berada
pada jenjang lulusan SMP, yaitu sebanyak 2.076.744 orang atau
sekitar 35,83 persen dari total pemuda yang mengurus rumah
tangga. Kemudian, pada tahun 2019, menunjukkan komposisi yang
masih relatif sama, yaitu terbanyak di jenjang lulusan SMP dengan
jumlah sekitar 32,55 persen dari total pemuda yang mengurus
rumah tangga atau sebanyak 1.779.641 orang.
<=SD SMP SMU SMK DiplomaI/II/III/
Akademi
Universitas(S1/S2/S3)
PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG MENGURUS RUMAH TANGGA TAHUN 2017-2019
BERDASARKAN PENDIDIKAN TERAKHIR YANG DITAMATKAN
2017 2018 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 32 di atas, ditinjau dari pendidikan terakhir yang ditamatkan, terlihat bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga paling banyak adalah mereka yang lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), diikuti SMU dan kemudian yang berpendidikan >= SD. Pada tahun 2017, proporsi pemuda yang
68 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
lulusan SMP yaitu sebesar 35,80 persen dari total pemuda yang mengurus rumah tangga atau sebanyak 1.985.064 orang. Di tahun 2018, terjadi sedikit peningkatan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga, namun tetap didominasi oleh mereka yang berada pada jenjang lulusan SMP, yaitu sebanyak 2.076.744 orang atau sekitar 35,83 persen dari total pemuda yang mengurus rumah tangga. Kemudian, pada tahun 2019, menunjukkan komposisi yang masih relatif sama, yaitu terbanyak di jenjang lulusan SMP dengan jumlah sekitar 32,55 persen dari total pemuda yang mengurus rumah tangga atau sebanyak 1.779.641 orang.
Grafik 33. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi
93
Grafik 33. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5
Provinsi Tertinggi
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan Grafik 33, terlihat bahwa pemuda
yang mengurus rumah tangga terkonsentrasi di pulau Jawa. Lima
propinsi dengan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga
secara berurutan adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sumatera Utara dan Banten. Pada tahun 2017, jumlah pemuda
yang mengurus rumah tangga di lima provinsi tersebut sudah
mewakili 54,36 persen dari total pemuda. Sama halnya yang terjadi
pada tahun 2018 dan 2019, jumlah pemuda yang mengurus rumah
tangga di lima provinsi tersebut sudah mewakili berturut-turut 53,57
persen dan 52,96 persen dari total pemuda.
32 JawaBarat
35 JawaTimur
33 JawaTengah
12 SumateraUtara
36 Banten
PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG MENGURUS RUMAH TANGGA TAHUN 2017-2019
BERDASARKAN 5 PROVINSI TERTINGGI
2017 2018 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan Grafik 33, terlihat bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga terkonsentrasi di pulau Jawa. Lima propinsi dengan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga secara berurutan adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Banten. Pada tahun 2017, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga di lima provinsi tersebut sudah mewakili 54,36 persen dari total pemuda. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga di lima provinsi tersebut sudah mewakili berturut-turut 53,57 persen dan 52,96 persen dari total pemuda.
69MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
iii. Lainnya
Grafik 34. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019
94
iii. Lainnya
Grafik 34. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana terlihat pada Grafik 34 bahwa terdapat pemuda
BAK yang berkegiatan lainnya yang tidak sedang bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Jumlah mereka cukup banyak, dimana
berdasarkan Sakernas Agustus 2019 menunjukkan tren yang
meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2017 sampai
dengan 2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan
jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya, yaitu sekitar 12,17
persen atau sebanyak 153.288 orang. Kemudian, pada tahun 2019,
terjadi peningkatan kembali sebesar 9,63 persen atau sebanyak
135.996 orang.
2017 2018 2019Total 1,259,274 1,412,562 1,548,558
1,259,274 1,412,562 1,548,558
Total
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana terlihat pada Grafik 34 bahwa terdapat pemuda BAK yang berkegiatan lainnya yang tidak sedang bersekolah dan mengurus rumah tangga. Jumlah mereka cukup banyak, dimana berdasarkan Sakernas Agustus 2019 menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2017 sampai dengan 2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya, yaitu sekitar 12,17 persen atau sebanyak 153.288 orang. Kemudian, pada tahun 2019, terjadi peningkatan kembali sebesar 9,63 persen atau sebanyak 135.996 orang.
Grafik 35. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
95
Grafik 35. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah
Tempat Tinggal
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dilihat dari tempat tinggal, sebagaimana Grafik 35 diketahui
bahwa pemuda BAK yang tidak tergolong sedang bersekolah atau
sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat
tinggal di perkotaan selama periode tahun 2017 sampai dengan
2019. Jumlah ini berbanding terbalik dengan kondisi pemuda bukan
angkatan kerja yang mengurus rumah tangga, namun berbanding
lurus dengan pemuda bukan angkatan kerja yang bersekolah.
Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan
bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 19,50 persen atau
lebih banyak 136.052 orang dibandingkan dengan yang bertempat
tinggal di perdesaan. Kemudian pada tahun 2018, mereka yang
bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 18,03 persen atau
lebih banyak 139.944 orang dibandingkan dengan pemuda BAK
697,663 776,253 813,563
561,611 636,309
734,995
2017 2018 2019
1 Perkotaan 2 Perdesaan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
70 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat dari tempat tinggal, sebagaimana Grafik 35 diketahui bahwa pemuda BAK yang tidak tergolong sedang bersekolah atau sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat tinggal di perkotaan selama periode tahun 2017 sampai dengan 2019. Jumlah ini berbanding terbalik dengan kondisi pemuda bukan angkatan kerja yang mengurus rumah tangga, namun berbanding lurus dengan pemuda bukan angkatan kerja yang bersekolah.
Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 19,50 persen atau lebih banyak 136.052 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perdesaan. Kemudian pada tahun 2018, mereka yang bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 18,03 persen atau lebih banyak 139.944 orang dibandingkan dengan pemuda BAK yang bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2019, jumlah penduduk yang berkegiatan lainnya yang berada di perkotaan lebih banyak 9,66 persen atau lebih banyak 78.568 orang dibandingkan dengan orang yang berada di perdesaan.
Grafik 36. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin
96
yang bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya yang terjadi
pada tahun 2019, jumlah penduduk yang berkegiatan lainnya yang
berada di perkotaan lebih banyak 9,66 persen atau lebih banyak
78.568 orang dibandingkan dengan orang yang berada di
perdesaan.
Grafik 36. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis
Kelamin
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 36
menggambarkan bahwa pemuda BAK yang berkegiatan lainnya
pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 lebih didominasi oleh
mereka yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.
Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 67,39 persen atau
lebih banyak 640.008 orang dibandingkan dengan mereka yang
berjenis kelamin perempuan. Di tahun selanjutnya, terjadi sedikit
949,641 1,035,274
1,125,084
309,633 377,288 423,474
2017 2018 2019 1 Laki-laki 2 Perempuan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 36 menggambarkan bahwa pemuda BAK yang berkegiatan lainnya pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 lebih didominasi oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki
71MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
dibandingkan perempuan. Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 67,39 persen atau lebih banyak 640.008 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin perempuan. Di tahun selanjutnya, terjadi sedikit peningkatan dimana pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 63,56 persen atau lebih banyak 657.986 orang dibandingkan dengan perempuan. Kemudian, di tahun 2019, terjadi peningkatan kembali dimana yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 62,36 persen atau lebih banyak 701.610 orang dibandingkan dengan perempuan.
Grafik 37. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang
Ditamatkan
97
peningkatan dimana pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 63,56 persen atau
lebih banyak 657.986 orang dibandingkan dengan perempuan.
Kemudian, di tahun 2019, terjadi peningkatan kembali dimana yang
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 62,36 persen atau
lebih banyak 701.610 orang dibandingkan dengan perempuan.
Grafik 37. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan
Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana Grafik 37 bahwa jika dilihat dari pendidikan
terakhir yang ditamatkan, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya
paling banyak adalah mereka yang berpendidikan SD, diikuti oleh
mereka yang berpendidikan SMU dan kemudian mereka yang
berpendidikan SMP. Pada tahun 2017, mereka yang berpendidikan
SD sebanyak 414.578 orang atau sekitar 32,92 persen dari total
pemuda BAK yang yang berkegiatan lainnya. Di tahun 2018, terjadi
<=SD SMP SMU SMK DiplomaI/II/III/
Akademi
Universitas(S1/S2/S3)
PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG BERKEGIATAN LAINNYA TAHUN 2017-2019
BERDASARKAN PENDIDIKAN TERAKHIR YANG DITAMATKAN
2017 2018 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Sebagaimana Grafik 37 bahwa jika dilihat dari pendidikan terakhir yang ditamatkan, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya paling banyak adalah mereka yang berpendidikan SD, diikuti oleh mereka yang berpendidikan SMU dan kemudian mereka yang berpendidikan SMP. Pada tahun 2017, mereka yang berpendidikan SD sebanyak 414.578 orang atau sekitar 32,92 persen dari total pemuda BAK yang yang berkegiatan lainnya. Di tahun 2018, terjadi sedikit peningkatan jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya, namun tetap didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD, yaitu sebanyak 436.859 orang atau sekitar
72 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
30,93 persen dari total pemuda yang berkegiatan lainnya. Kemudian, pada tahun 2019, komposisinya masih relatif sama, dimana mereka yang berpendidikan SD sebanyak 475.159 orang atau sekitar 30,68 persen dari total pemuda yang berkegiatan lainnya.
Grafik 38. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi
98
sedikit peningkatan jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya,
namun tetap didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD, yaitu
sebanyak 436.859 orang atau sekitar 30,93 persen dari total
pemuda yang berkegiatan lainnya. Kemudian, pada tahun 2019,
komposisinya masih relatif sama, dimana mereka yang
berpendidikan SD sebanyak 475.159 orang atau sekitar 30,68
persen dari total pemuda yang berkegiatan lainnya.
Grafik 38. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5
Provinsi Tertinggi
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat sebaran berdasarkan propinsi, sebagaimana Grafik 38
terlihat bahwa pemuda BAK yang masuk dalam katagori
berkegiatan lainnya sebagian besar tersebar di provinsi yang
berada di Pulau Jawa. Lima propinsi di Indonesia yang paling
banyak memiliki pemuda BAK yang berkegiatan lainnya adalah
propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan
32 JawaBarat
33 JawaTengah
35 JawaTimur
36 Banten 73 SulawesiSelatan
PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG BERKEGIATAN LAINNYA TAHUN 2017-2019
BERDASARKAN 5 PROVINSI TERTINGGI
2017 2018 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat sebaran berdasarkan propinsi, sebagaimana Grafik 38 terlihat bahwa pemuda BAK yang masuk dalam katagori berkegiatan lainnya sebagian besar tersebar di provinsi yang berada di Pulau Jawa. Lima propinsi di Indonesia yang paling banyak memiliki pemuda BAK yang berkegiatan lainnya adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2017, jumlah pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dari kelima provinsi tersebut sudah mewakili 58,03 persen dari total pemuda. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019, jumlah penduduk yang berkegiatan lainnya dari kelima provinsi tersebut sudah mewakili berturut-turut 54,35 persen dan 55,21 persen dari total pemuda.
Melihat kondisi tenaga kerja muda Indonesia sebagaimana data-data yang dihasilkan dari Sakernas-BPS periode Agustus 2019 tersebut menunjukkan bahwa pemuda di Indonesia masih sangat rentan dan beresiko secara permanen tidak
73MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
mampu bersaing dan tertinggal dalam pasar kerja. Terlihat dari indikator yang direkomendasikan untuk digunakan dalam mengidentifikasi resiko tersebut seperti Penganggur Muda Indonesia yang masih tinggi, dimana dari 7,05 juta Penganggur Terbuka di Indonesia sebagaimana data Sakernas Agustus 2019, 56,44 persen diantaranya merupakan penganggur usia muda. Bahkan TPT muda ini berada jauh lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT yang hanya 5,28 persen. Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan (NEETs) dan Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan dan memiliki keahlian/keterampilan rendah (Low-skilled NEETs) juga masih memiliki persentase yang tinggi, dimana NEET di Indonesia pada tahun 2019 sekitar 21,27 persen, dan yang berketerampilan rendah sekitar 28,48 persen. Karena tingkat pendidikan yang rendah, maka walaupun pemuda tersebut berada di pasar kerja dan tidak tergolong sebagai penganggur atau NEET, sebagian besar mereka bekerja pada sektor informal. Dari data yang ada bahwa pemuda yang bekerja lebih banyak berpendidikan dasar dan menengah dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Dilihat dari lapangan usaha yang digeluti, sebagian besar mereka berada pada sektor informal antara lain perdagangan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
Untuk mengatasi kondisi tenaga kerja muda yang rentan, maka pemerintah fokus pada Youth Development Index yang mengutamakan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, penciptaan lapangan kerja, partisipasi dan kepemimpinan, serta kesetaraan gender. Hal tersebut sejalan dengan program pemerintah yaitu implementasi program prioritas nasional pada tahun 2020 – 2024 yang salah satunya adalah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengembangan SDM bertujuan untuk menghasilkan SDM yang bekerja keras, dinamis, berkompeten, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu bersaing secara global. Untuk itu perlu dilakukan kerja sama dengan dunia industri secara lebih optimal terkait pemanfaatan teknologi terbaru sehingga penggunaannya dapat dijangkau di seluruh wilayah di Indonesia.
Dalam RPJMN Tahun 2020 – 2024, khususnya untuk mendukung pengembangan SDM dibagi menjadi tiga cara, yaitu:
Pemenuhan kebutuhan dasar dan jaminan sosial meliputi pendidikan, kesehatan, jaminan social, pengentasan kemiskinan, kualitas anak, perempuan dan pemuda
74 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Peningkatan produktivitas meliputi pelatihan vokasional, pendidikan tinggi, inovasi penelitian, prestasi di bidang olahraga
Pengembangan karakter meliputi pendidikan keagamaan dan karakter, pengertian dan implementasi ilmu agama, pendidikan kewarganegaraan, dan penguatan fungsi keluarga sebagai fondasi utama pembentukan karakter.
Tidak hanya itu, untuk beberapa strategi kebijakan juga telah disiapkan untuk mendukung tenaga kerja muda, antara lain:
Mendorong pemuda untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi
Mendorong kerjasama antara sekolah dan instansi maupun dunia usaha agar dapat membuka peluang magang bagi pemuda
Meningkatkan pengalaman kerja sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
Mengecualikan pekerja usia muda tanpa pengalaman dari kebijakan upah minimum sebagai kompensasi untuk biaya pelatihan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk proses penerimaan kerja.
Meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara menambah aspek keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan di semua jenjang pendidikan
C. Perkembangan NEET Di Indonesia
Fenomena NEET yang terjadi di kalangan anak muda perlu menjadi kekhawatiran bangsa ini. Fenomena ini mempengaruhi mental dan pola pikir anak muda sehingga merusak masa depan anak muda dan negara. Dari 198 juta penduduk usia kerja di Indonesia, 22,33 persennya berusia muda (15 – 24 tahun) dimana mereka ini diharapkan dapat berperan aktif dalam perkembangan negara. Selain itu, usia muda merupakan usia yang potensial untuk mengembangkan diri. Pada tahun 2019 tingkat ketidakaktifan anak muda dalam dunia kerja maupun pendidikan sebesar 21,72 persen.
75MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Grafik 39. Tingkat NEET di Indonesia Tahun 2017 - 2019
102
C. Perkembangan NEET Di Indonesia
Fenomena NEET yang terjadi di kalangan anak muda perlu menjadi
kekhawatiran bangsa ini. Fenomena ini mempengaruhi mental dan
pola pikir anak muda sehingga merusak masa depan anak muda dan
negara. Dari 198 juta penduduk usia kerja di Indonesia, 22,33
persennya berusia muda (15 – 24 tahun) dimana mereka ini
diharapkan dapat berperan aktif dalam perkembangan negara. Selain
itu, usia muda merupakan usia yang potensial untuk mengembangkan
diri. Pada tahun 2019 tingkat ketidakaktifan anak muda dalam dunia
kerja maupun pendidikan sebesar 21,72 persen.
Grafik 39. Persentase NEET di Indonesia Tahun 2017 - 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 39 bahwa persentase pemuda yang tergolong
NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai
dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Persentase
pemuda yang tergolong NEET pada tahun 2019 mengalami penurunan
21.41%
22.09%
21.72%
21.00%
21.20%
21.40%
21.60%
21.80%
22.00%
22.20%
2017 2018 2019
Tingkat NEET
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Grafik 39 bahwa persentase pemuda yang tergolong NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Persentase pemuda yang tergolong NEET pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,38 persen dibanding tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 0,30 persen dibanding tahun 2017.
Grafik 40. Tingkat NEET berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2017 - 2019
103
sebesar 0,38 persen dibanding tahun sebelumnya dan mengalami
peningkatan sebesar 0,30 persen dibanding tahun 2017.
Grafik 40. Persentase NEET berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2017 - 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 40 menjelaskan
bahwa selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan
2019, persentase NEET perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Persentase NEET perempuan hampir dua kali lipat dibanding laki-laki.
Persentase NEET perempuan pada tahun 2017 sebesar 27,79 persen,
sedangkan pada tahun 2018 naik menjadi 28,19 persen dan pada
tahun 2019 turun menjadi 27,59 persen. Untuk mereka yang berjenis
kelamin laki-laki, persentase NEET pada tahun 2017 sebesar 15,59
persen dan mengalami kenaikan sebesar 0,76 persen menjadi 16,25
persen pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2019 persentase
NEET laki-laki menjadi 16,09 atau mengalami penurunan sebesar 0,16
persen dibanding tahun sebelumnya. Tingginya persentase NEET
15.59% 16.25% 16.09%
27.79% 28.19% 27.59%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
2017 2018 2019
Tingkat NEET berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
76 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 40 menjelaskan bahwa selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan 2019, persentase NEET perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Persentase NEET perempuan hampir dua kali lipat dibanding laki-laki. Persentase NEET perempuan pada tahun 2017 sebesar 27,79 persen, sedangkan pada tahun 2018 naik menjadi 28,19 persen dan pada tahun 2019 turun menjadi 27,59 persen. Untuk mereka yang berjenis kelamin laki-laki, persentase NEET pada tahun 2017 sebesar 15,59 persen dan mengalami kenaikan sebesar 0,76 persen menjadi 16,25 persen pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2019 persentase NEET laki-laki menjadi 16,09 atau mengalami penurunan sebesar 0,16 persen dibanding tahun sebelumnya. Tingginya persentase NEET perempuan dibanding laki-laki kemungkinan dipengaruhi banyaknya perempuan yang memilih untuk berkegiatan domestik/ di rumah.
Grafik 41. Tingkat NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di IndonesiaTahun 2017 – 2019
Hal 76
Grafik 41. Tingkat NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Indonesia
Tahun 2017 – 2019
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan daerah tempat tinggal, sebagaimana Grafik 41 terlihat bahwa persentase NEET yang tinggal di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2019 persentase NEET di perkotaan sebesar 19,47 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 24,73 persen. Persentase di perkotaan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,65 persen poin, sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen poin. Tingginya NEET di perdesaan kemungkinan besar dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran masyarakat desa akan pentingnya pendidikan dan pelatihan sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, tingginya NEET di perdesaan juga dipengaruhi oleh kurang tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai dibanding di perkotaan. Peluang kerja di perdesaan juga cenderung terbatas dan sebagian besar didominasi oleh sektor informal.
Hal 112
Persentase Usia Muda (15-24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin Agustus 2019
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan Perkotaan 16,18% 22,85% 19,47% Perdesaan 15,98% 34,05% 24,73% Jumlah 16,09% 27,59% 21,72%
19.12% 20.12% 19.47%
24.56% 24.67% 24.73%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
2017 2018 2019
Tingkat NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal
Perkotaan Perdesaan
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Selanjutnya berdasarkan daerah tempat tinggal, sebagaimana Grafik 41 terlihat bahwa persentase NEET yang tinggal di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2019 persentase NEET di perkotaan sebesar 19,47 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 24,73 persen. Persentase di perkotaan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,65 persen poin, sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen poin. Tingginya NEET di perdesaan kemungkinan besar dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran masyarakat desa akan pentingnya pendidikan dan pelatihan sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, tingginya NEET di perdesaan juga dipengaruhi oleh kurang
77MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai dibanding di perkotaan. Peluang kerja di perdesaan juga cenderung terbatas dan sebagian besar didominasi oleh sektor informal.
Grafik 42.Tingkat NEET berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2017 - 2019
105
perdesaan juga dipengaruhi oleh kurang tersedianya fasilitas atau
sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai
dibanding di perkotaan. Peluang kerja di perdesaan juga cenderung
terbatas dan sebagian besar didominasi oleh sektor informal.
Grafik 42. Persentase NEET berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2017 - 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagaimana Grafik 42
terlihat bahwa pada tahun 2019 sebagian besar pemuda yang
tergolong NEET berpendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 28,48
persen. Sedangkan yang berpendidikan SMP hanya sebesar 13,60
persen. Selanjutnya, pemuda yang berpendidikan tinggi dan tergolong
dalam kelompok NEET ternyata juga cukup tinggi, dimana mereka
yang berpendidikan universitas (S1,S2,S3) dan tergolong NEET
sebesar 26,33 persen, dan yang berpendidikan akademi/Diploma
sebesar 24,58 persen. Dari angka ini dapat diketahui bahwa 1 dari 4
anak muda yang berpendidikan tinggi itu ternyata tidak aktif di dunia
28.48%
13.60%
25.37% 26.88%24.58%
26.33%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
<=SD SMP SMU SMK DiplomaI/II/III/
Akademi
Universitas(S1/S2/S3)
Tingkat NEET berdasarkan Tingkat pendidikan
2017 2018 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagaimana Grafik 42 terlihat bahwa pada tahun 2019 yang paling berpeluang untuk menjadi NEET berpendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 28,48 persen. Sedangkan yang berpendidikan SMP hanya sebesar 13,60 persen. Selanjutnya, pemuda yang berpendidikan tinggi dan tergolong dalam kelompok NEET ternyata juga cukup tinggi, dimana mereka yang berpendidikan universitas (S1,S2,S3) dan tergolong NEET sebesar 26,33 persen, dan yang berpendidikan akademi/Diploma sebesar 24,58 persen. Dari angka ini dapat diketahui bahwa 1 dari 4 anak muda yang berpendidikan tinggi itu ternyata tidak aktif di dunia kerja juga tidak sedang melanjutkan pendidikan atau berlatih di lembaga pelatihan kerja.
Dilihat dari tingkat pendidikan ini, presentase NEET pada hampir semua tingkat pendidikan pada tahun 2019 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya kecuali persentase NEET yang berpendidikan Akademi/Diploma dan SD ke bawah. Pada tingkat pendidikan Akademi/Diploma mengalami peningkatan sebesar 2,26 persen poin, sedangkan pada tingkat pendidikan SD ke bawah mengalami peningkatan sebesar 1,01 persen poin. Penurunan paling tinggi terjadi pada tingkat pendidikan SMP yaitu sebesar 1,04 persen poin.
78 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Tingginya persentase pemuda yang tergolong NEET berpendidikan SD ke bawah kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak mampu membiayai sehingga tidak memungkinkan untuk bersekolah atau sebab lainnya. Dengan hanya berpendidikan SD bahkan tidak lulus SD, akan semakin sulit bagi anak muda untuk mendapatkan pekerjaan, terutama di sektor formal, sehingga kecenderungan mereka untuk tergolong NEET sangat tinggi. Namun demikian, yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius oleh Pemerintah bukan hanya NEET berpendidikan SD kebawah, tetapi juga NEET yang berpendidikan tinggi, karena dengan kualitas SDM yang dimiliki, seharusnya anak muda yang berpendidikan tinggi dapat berperan aktif dalam dunia kerja maupun pendidikan
Grafik 43. Tingkat NEET berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2017 - 2019
107
Grafik 43. Persentase NEET berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2017 - 2019
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
9.22%9.61%
15.41%15.46%
17.56%18.56%18.81%
19.44%19.74%
20.35%20.52%20.98%21.03%21.04%
21.65%21.70%21.82%21.83%21.91%21.99%22.36%22.51%22.59%22.61%22.89%23.00%23.04%23.09%23.53%
24.35%25.53%
26.18%26.40%
27.91%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
BaliD I Yogyakarta
DKI JakartaKepulauan Riau
PapuaSumatera Utara
Nusa Tenggara TimurKalimantan Timur
Sumatera BaratBengkulu
Papua BaratJawa Timur
Sulawesi TenggaraKalimantan Utara
Nusa Tenggara BaratSulawesi Tengah
Jawa TengahSulawesi Selatan
Kalimantan TengahKalimantan Selatan
Bangka-BelitungLampung
Sumatera SelatanJambi
Sulawesi BaratKalimantan Barat
BantenRiau
AcehMaluku Utara
Jawa BaratMaluku
GorontaloSulawesi Utara
2019 2018 2017
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker
79MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Jika dilihat berdasarkan persebaran wilayah, Grafik 43 menggambarkan bahwa provinsi Sulawesi Utara memiliki persentase NEET paling tinggi. Persentase NEET Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2019 sebesar 27,91 persen atau turun sebesar 1,65 persen poin dibanding tahun sebelumnya. Selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 Provinsi Sulawesi Utara memiliki persentase NEET paling tinggi. Sedangkan Provinsi yang memiliki NEET paling rendah yaitu Provinsi Bali. Pada tahun 2019 Provinsi Bali mempunyai persentase NEET sebesar 9,22 persen atau naik sebesar 0,69 persen poin dibanding tahun sebelumnya.
Rendahnya persentase NEET di Provinsi Bali dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia kemungkinan besar disebabkan oleh luasnya kesempatan kerja yang tersedia terutama di bidang pariwisata sehingga memungkinkan pemuda Bali dapat dengan mudah memasuki pasar kerja, sehingga kecenderungan untuk tergolong NEET sangat rendah. Masyarakat terutama anak muda Bali juga ternyata memiliki semangat dan kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan, pelatihan, atau bekerja. Persentase NEET terendah di Provinsi Bali selaras dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Bali yang juga terendah yaitu sebesar 1,52 persen pada Agustus 2019.
Secara umum persentase NEET di Indonesia pada tahun 2019 mengalami penurunan, akan tetapi di beberapa provinsi mengalami peningkatan persentase NEET. Peningkatan persentase NEET paling tinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 3,71 persen, Papua Barat sebesar 2,05 persen dan Jambi 1,97 persen. Sedangkan untuk penurunan persentase NEET paling tinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,62 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 3,02 persen, dan D.I Yogyakarta sebesar 2,85 persen.
Eksistensi NEET di Indonesia yang mengalami kenaikan dan penurunan sebagaimana yang terlihat berdasarkan jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pendidikan, persebaran wilayah diatas, seyogyanya perlu diantisipasi oleh semua pihak terkait terutama masyarakat dan Pemerintah di Indonesia, agar tidak semakin berkembang yang kemudian akan berpengaruh negatif terhadap pemuda itu sendiri, keluarga, masyarakat dan juga negara. Oleh karenanya, perlu dicarikan solusi untuk mengatasinya dengan terlebih dahulu memahami penyebab timbulnya NEET dan kondisi NEET saat ini dan yang akan datang berdasarkan data. Sebagaimana diketahui bahwa beberapa hal yang yang mempengaruhi tinggi rendahnya persentase NEET itu tidak hanya disebabkan
80 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
oleh faktor wilayah, pendidikan, daerah tempat tinggal, namun yang lebih penting adalah karena tidak adanya kesadaran atau keengganan anak muda Indonesia untuk produktif di masa produktifnya dengan menempuh pendidikan, pelatihan, ataupun bekerja. Diharapkan kebijakan atau solusi untuk mengatasi semakin berkembangnya pemuda yang tergolong NEET benar-benar efektif, sehingga anak muda Indonesia adalah anak muda yang kompeten dan bekerja produktif untuk masa depan mereka juga untuk keberlanjutan perputaran roda perekonomian dan pembangunan Indonesia.
D. Solusi Penanganan NEET di Indonesia
Salah satu tolak ukur kualitas suatu negara dapat dilihat dari kualitas anak mudanya. Anak muda merupakan generasi penerus bangsa. Anak muda yang kompeten dan produktif bukan hanya bermanfaat bagi diri dan keluarganya, juga mampu membawa kondisi bangsa dan negaranya menjadi lebih baik. Generasi muda dianggap sebagai agent of change, moral force, and social control sehingga anak muda yang berkualitas diharapkan mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik dan berguna bagi masyarakat dan negara.
Berdasarkan data yang ada, prosentase NEET di Indonesia masih diatas angka 20 persen. Agar permasalahan NEET di Indonesia dapat berkurang setiap tahunnya, tentu saja perhatian yang khusus dan kerjasama semua pihak untuk menanggulanginya adalah suatu keharusan. Dukungan tidak hanya dari pemerintah dan swasta tetapi lingkungan keluarga dan masyarakat juga harus berperan aktif dengan menyediakan solusi yang kondusif dan implementatif agar anak muda Indonesia penerus harapan bangsa dapat lebih aktif untuk mengembangkan diri, baik melalui dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja sebagai bekal untuk memasuki pasar kerja, juga bagi mereka yang sudah berada di pasar kerja perlu terus menerus mengembangkan kompetensi yang dimilikinya agar bekerja produktif untuk masa depan diri, keluarga dan bangsa.
Untuk menentukan solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi anak muda NEET, perlu untuk mengetahui NEET di Indonesia sebagian besar berasal dari kelompok yang mana. Apabila sebagian besar anak muda NEET berstatus sebagai penganggur terbuka maka beberapa solusi yang bisa diimplementasikan adalah:
1). Memperluas kesempatan kerja yang ada, melalui fasilitasi penumbuhan dan pengembangan wirausaha karena sektor ini tidak membutuhkan persyaratan apa-apa dari mereka yang berkeinginan untuk menggelutinya.
81MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
2). Perlu ada penyesuaian kurikulum di dunia pendidikan dan pelatihan kerja,
agar lulusannya dapat langsung di terima di pasar kerja.
3). Program pemagangan perlu dikembangkan lebih luas untuk lebih
mempersiapkan lulusan dunia pendidikan dan pelatihan kerja agar sudah
memiliki pengalaman, budaya dan etos kerja dunia kerja yang real sebelum
benar-benar masuk dan berkiprah aktif di dunia industri.
4). Lembaga Pelatihan Kerja yang memiliki program pelatihan yang berdurasi
pendek dengan kurikulum yang terus menyesuaikan dengan kebutuhan
industri perlu dibangun dan dikembangkan lebih luas lagi sampai ke pelosok-
pelosok negeri agar pemuda dapat selalu mengembangkan kompetensi diri
untuk selalu bekerja dengan produktif.
5). Informasi Pasar Kerja harus terbuka luas agar beberapa alasan yang membuat
pemuda tidak ingin mencari pekerjaan karena (i). tidak mengetahui bagaimana
dan dimana mencari pekerjaan; (ii). tidak mampu menemukan pekerjaan yang
cocok dengan kompetensi yang dimiliki; atau (iii). perasaan bahwa tidak ada
pekerjaan yang tersedia di lingkungannya, dapat segera diatasi.
6) Penyediaan program pemerintah antara lain melalui Program Kartu Pra Kerja untuk memudahkan atau memotivasi anak muda yang memiliki keterbatasan finansial, tetap memiliki keterampilan atau tetap ingin meningkatkan kompetensinya melalui dunia pelatihan kerja agar percaya diri memasuki dunia kerja.
Selain mengurangi jumlah atau persentase anak muda yang tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan, perlu juga dilakukan utnuk mengantisipasi timbulnya calon NEET baru.
Oleh karenanya, deteksi dini terhadap anak muda yang berpotensi menjadi NEET perlu dilakukan untuk mengantisipasi bertambahnya NEET baru. Selain deteksi dini, antisipasi yang dapat dilakukan antara lain yaitu, pelayanan konseling karir di sekolah, pelayanan konseling regular di sekolah, penyelarasan sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja, mendukung masa transisi anak muda dari dunia sekolah menuju dunia kerja, dan membantu siswa dalam memperoleh kesempatan pengalaman kerja.
82 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bagi anak muda yang masih duduk di bangku sekolah terutama SMU/SMK atau perguruan tinggi, pelayanan konseling regular dan karir harus difasilitasi. Pelayanan konseling dan karir penting bagi mereka untuk menggali potensi diri yang dimiliki agar nantinya dapat berpartisipasi aktif dalam pasar kerja. Bimbingan/konseling tidak hanya diperlukan untuk pelajar/mahasiswa, tetapi juga untuk anak muda yang telah lulus sekolah. Bimbingan karir untuk anak yang telah lulus sekolah juga diperlukan agar mereka dapat bekerja sesuai dengan kompetensi mereka, sebagaimana program pemberian bimbingan karir bagi pencari kerja yang telah dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Program PKL (Praktek Kerja Lapangan) yang sudah dilakukan oleh lembaga pendidikan di Indonesia juga adalah suatu program untuk mencegah timbulnya NEET baru lulusan SMU/SMK dengan membantu siswa/mahasiswa untuk memperoleh pengalaman kerja industri yang real sebagai bekal memasuki dunia kerja.
Keterlibatan masyarakat atau komunitas tertentu untuk bersama-sama dengan Pemerintah pusat maupun daerah perlu terus menerus dibina dan dikembangkan, misalnya (i). bekerja sama dengan lembaga pelatihan untuk melaksanakan pelatihan yang memang dibutuhkan dan diminati anak muda; dan/atau (ii). bekerja sama dengan pelaku industri baik start up/ UKM agar dapat mengembangkan jiwa wirausaha anak muda sekaligus memberdayakan mereka dalam melakukan usaha.
Untuk anak muda NEET yang memiliki pendidikan kurang dari SMA atau setingkatnya maka diharapkan dapat memasuki dunia pendidikan lagi atau melaksanakan program paket A/B/C agar bisa memiliki pendidikan minimal lulus SMA, karena sudah selayaknya sesuai dengan program pemerintah yaitu wajib belajar 12 tahun.
Karena anak muda yang tergolong NEET sebagian besar adalah perempuan, maka untuk mengatasi anak muda NEET perempuan ini dapat menyediakan fasilitas pelatihan kewirausahaan bagi mereka. Peningkatan perekrutan dan perluasan kesempatan kerja bagi perempuan; promosi kesetaraan kesempatan kerja; promosi kesetaraan gender; dan promosi-promosi lain yang mendukung hak perempuan dalam mengembangkan diri dan berkarir di pasar kerja juga harus dilakukan oleh semua pihak.
83MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
A. Kesimpulan
1. NEET adalah suatu fenomena ekonomi dan sosial yang terjadi dikalangan anak muda, yang seharusnya dengan usia dan kondisi fisik yang sangat produktif mampu menjadi pelopor perubahan (agent of change) ke arah yang lebih baik dan sebagai generasi penerus atau pemimpin masa depan (the leader of tomorrow) bangsa, namun mereka justru tidak melibatkan diri dalam dunia pekerjaan serta dunia pendidikan ataupun pelatihan.
2. Karena jumlah NEET cenderung meningkat, baik secara global, maupun di beberapa negara termasuk Indonesia, permasalahan NEET kemudian menjadi topik internasional yang perlu diantisipasi segera dan ditangani secara serius. Oleh karenanya dalam salah satu tujuan SDGs yang wajib diimplementasikan oleh semua negara salah satunya adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua (SDGs 8) dengan target secara substansial mengurangi proporsi pemuda yang tidak bekerja, tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan.
3. Gender, usia, kondisi kesehatan, status keimigrasian, hubungan kemitraan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pendidikan orang tua, status perceraian orang tua, kemampuan berorganisasi/bersosialisasi, dan kemampuan memahami atau mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang cenderung menjadi atau tidak menjadi NEET.
4. Berdasarkan Sakernas yang dilakukan BPS, persentase pemuda yang tergolong NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Persentase
BAB V PENUTUP
84 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
pemuda yang tergolong NEET pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,38 persen dibanding tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 0,30 persen dibanding tahun 2017.
5. Dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, kondisi NEET Indonesia sebagaimana butir 5 tergolong buruk. Pada tahun 2019 tingkat ketidakaktifan anak muda Indonesia dalam dunia kerja maupun pendidikan sebesar 21,72 persen. Sementara NEET di Singapura tercatat hanya sekitar 4,14 persen pada tahun 2018, Vietnam 8,31 persen, Malaysia 12,47 persen dan Philipina yang juga masih dibawah 20 persen tingkat ketidakaktifan pemuda dalam dunia pekerjaan dan pendidikan.
B. Rekomendasi
1. Perlu perhatian semua pihak untuk menyadari dan memahami keberadaan fenomena NEET di Indonesia dan dampak negatif yang ditimbulkannya, untuk kemudian diantisipasi segera dan dicarikan solusi yang efektif agar bonus demografi yang terjadi dapat memberikan manfaat maksimal bagi Indonesia, dunia ketenagakerjaan juga bisa dipenuhi dengan pemuda-pemuda kompeten dan produkif sehingga keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan maksimal kearah yang lebih tinggi lagi membawa Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera.
2. Perlu pengayaan terhadap beberapa program pemerintah yang terkait dengan keluarga, agar keluarga sebagai garis terdepan (front line) bertanggung jawab penuh mengkondisikan anggota keluarganya yang masih tergolong usia produktif untuk tidak tergolong NEET dengan memperhatikan faktor-faktor pembentuk NEET.
3. Kesempatan kerja yang tersedia perlu diperluas lagi antara lain melalui fasilitasi penumbuhan dan pengembangan wirausaha.
4. Penyesuaian kurikulum di dunia pendidikan dan pelatihan kerja dengan jenis dan tingkat kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja adalah hal yang wajib dan mutlak, agar lulusannya dapat langsung di terima di pasar kerja.
5. Informasi Pasar Kerja harus terbuka luas agar beberapa alasan yang membuat pemuda tidak ingin mencari pekerjaan karena (i). tidak
85MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
mengetahui bagaimana dan dimana mencari pekerjaan; (ii). tidak mampu menemukan pekerjaan yang cocok dengan kompetensi yang dimiliki; atau (iii). perasaan bahwa tidak ada pekerjaan yang tersedia di lingkungannya, dapat segera diatasi.
6. Pelayanan konseling atau bimbingan karir bagi mereka yang masih duduk dibangku sekolah atau Perguruan Tinggi dan yang telah lulus perlu terus digalakkan.
7. Keterlibatan masyarakat atau komunitas tertentu untuk bersama-sama dengan Pemerintah pusat maupun daerah perlu terus menerus dibina dan dikembangkan.
8. Promosi kesetaraan gender, promosi kesetaraan kesempatan kerja dan promosi-promosi lain yang mendukung hak perempuan dalam mengembangkan diri dan berkarir di pasar kerja juga harus terus digalakkan dan menyentuh semua kalangan sampai ke perdesaan.
9. Diperlukan kemudahan yang memungkinkan anak muda yang memiliki keterbatasan finansial tetap bisa memiliki keterampilan melalui pelatihan kerja agar percaya diri untuk memasuki dunia kerja. Program kartu pra kerja adalah solusi paling efektif akan hal ini.
10. Agar fenomena NEET dapat diantisipasi dengan efektif dan efisien, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai fenomena NEET di Indonesia ini yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang kredibel antara lain oleh Pusat Penelitian Ketenagakerjaan, Barenbang.
86 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Angkatan Kerja Nasional [Dataset Periode Agustus 2017-2019].
European Training Foundation, Bardak, U., Maseda, M. R., & Rosso, F. (2015). Young People Not In Employment, Education or Training (NEET): an Overview in ETF Partner Countries [PDF]. Diakses dari https://www.etf.europa.eu.
Dhakiri, M. H. (2019). Merayakan Bonus Demografi. Jakarta, ID: Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Elder, S. (2015). What does NEETs mean and why is the concept so easily misinterpreted?. ILO.
Hertessa, Y. (2007). Neet dan Hubungannya dengan Nilai-nilai Masyarakat Jepang. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia (belum diterbitkan).
ILO. (2017). Where do the world’s NEETs live?. Diakses pada Maret 2020, dari https://www.ilo.org.
ILO. (2020). Not in employment, education or training: the reality for many young rural women. Diakses pada Maret 2020, dari https://ilostat.ilo.org.
NEETs in Japan: What Does It Mean? (2015, Juni). Japan Info. Diakses dari https://jpninfo.com.
OECD (2016), Society at a Glance 2016: OECD Social Indicators, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789264261488-en.
O’Reilly, J., Leschke, J., Ortlieb, R., Seeleib-Kaiser, M., & Villa, P. (Eds.). (2018). Youth Labor in Transition: Inequalities, Mobility, and Policies in Europe. Oxford University Press.
Pattinasarany, I. R. I. (2019). Not in Employment, Education or Training (NEET) Among the Youth in Indonesia: The Effects of Social Activities, Access to Information, and Language Skills on NEET Youth. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 1-25.
DAFTAR PUSTAKA
87MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2018). Youth not in Education, Employment or Training (NEET). Diakses pada Maret 2020, dari https://sdg.tracking-progress.org.
Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2019). Sustainable Development Goals Progress Chart 2019. Diakses dari https://unstats.un.org.
The Worldbank. (2019). Share of youth not in education, employment or training, total (% of youth population) [Dataset]. Diakses dari https://data.worldbank.org.
88 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
89MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
LAMPIRAN
Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jenis KelaminKelompok Umur
Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
Laki-laki 3.647.912 9.161.331 12.809.243
Perempuan 2.614.261 5.928.732 8.542.993
Total 6.262.173 15.090.063 21.352.236
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Daerah Tempat TinggalKelompok Umur
Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
Perkotaan 3.333.532 8.853.322 12.186.854
Perdesaan 2.928.641 6.236.741 9.165.382
Total 6.262.173 15.090.063 21.352.236
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Kelompok UmurTotal
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
Dasar 3.012.074 4.639.906 7.651.980
Menengah 3.240.861 8.563.245 11.804.106
Tinggi 9.238 1.886.912 1.896.150
Total 6.262.173 15.090.063 21.352.236
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
90 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jenis KelaminKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Laki-laki 31,98% 82,01% 56,74%
Perempuan 24,01% 55,27% 39,53%
Total 28,09% 68,91% 48,32%
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Daerah Tempat TinggalKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Perkotaan 26,73% 68,98% 48,16%
Perdesaan 29,82% 68,81% 48,53%
Total 28,09% 68,91% 48,32%
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Dasar 18,34% 67,95% 32,91%
Menengah 55,34% 66,68% 63,13%
Tinggi 60,22% 84,74% 84,58%
Total 28,09% 68,91% 48,32%
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
91MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jenis KelaminKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Laki-laki 2.725.729 7.729.007 10.454.736
Perempuan 1.916.544 5.004.246 6.920.790
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Daerah Tempat Tinggal
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Perkotaan 2.335.528 7.383.279 9.718.807
Perdesaan 2.306.745 5.349.974 7.656.719
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tert-inggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Dasar 2.549.957 4.099.244 6.649.201
Menengah 2.086.355 7.156.186 9.242.541
Tinggi 5.961 1.477.823 1.483.784
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
92 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur Tahun 2019
Lapangan Usaha 17 KategoriKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.190.341 2.147.076 3.337.417
B Pertambangan dan Penggalian 61.022 152.609 213.631
C Industri Pengolahan 842.111 2.558.853 3.400.964
D Pengadaan Listrik dan Gas 7.823 47.440 55.263
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 12.270 32.189 44.459
F Konstruksi 208.824 731.916 940.740
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
1.203.678 2.843.099 4.046.777
H Transportasi dan Pergudangan 135.153 625.664 760.817
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 453.668 933.865 1.387.533
J Informasi dan Komunikasi 43.938 169.237 213.175
K Jasa Keuangan dan Asuransi 45.114 286.541 331.655
L Real Estat 5.933 33.548 39.481
M,N Jasa Perusahaan 63.564 292.313 355.877
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 34.021 436.756 470.777
P Jasa Pendidikan 86.788 624.448 711.236
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 18.998 293.978 312.976
R,S,T,U Jasa Lainnya 229.027 523.721 752.748
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
93MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan (KBJI 2014)dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jenis Pekerjaan/Jabatan (KBJI 2004)
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
0 Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)
2.336 50.244 52.580
1 Manajer 14.351 119.755 134.106
2 Profesional 98.322 808.397 906.719
3 Teknisi dan Asisten Profesional 100.758 526.264 627.022
4 Tenaga Tata Usaha 143.969 1.030.704 1.174.673
5 Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan 1.538.350 3.482.344 5.020.694
6 Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 829.518 1.445.084 2.274.602
7 Pekerja Pengolahan, Kerajinan, dan YBDI 517.687 1.466.128 1.983.815
8 Operator dan Perakit Mesin 283.016 1.202.478 1.485.494
9 Pekerja Kasar 1.113.966 2.601.855 3.715.821
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur Tahun 2019
Status pekerjaan pada pekerjaan utama
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
1 Berusaha sendiri 326.701 1.304.774 1.631.475
2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak 104.228 424.652 528.880
3 Berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar 12.179 127.127 139.306
4 Buruh/karyawan/pegawai 2.215.807 8.124.755 10.340.562
5 Pekerja bebas di pertanian 148.218 340.257 488.475
6 Pekerja bebas di nonpertanian 255.981 609.587 865.568
7 Pekerja keluarga/tidak dibayar 1.579.159 1.802.101 3.381.260
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
94 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Status Pekerjaan Utama (Formal/Informal) dan Kelompok Umur Tahun 2019
Status pekerjaan pada pekerjaan utama
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Formal 2.227.986 8.251.882 10.479.868
Informal 2.414.287 4.481.371 6.895.658
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jumlah Jam Kerja Seluruh Pekerjaan Seminggu yang Lalu dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan
seminggu yang lalu
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
0* 55.462 231.583 287.045
1-9 511.526 395.709 907.235
10-14 465.046 475.743 940.789
15-24 636.107 1.143.915 1.780.022
25-34 415.833 1.113.932 1.529.765
35-44 856.257 3.337.990 4.194.247
45-59 1.249.439 4.516.768 5.766.207
60+ 452.603 1.517.613 1.970.216
Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Kategori Penganggur Terbuka dan Kelompok Umur Tahun 2019
Kategori Penganggur TerbukaKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
mencari pekerjaan 1.507.720 2.138.595 3.646.315
mempersiapkan usaha 12.541 30.237 42.778
putus asa 59.786 112.278 172.064
sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja/ sudah punya usaha tetapi belum memulainya
39.853 75.700 115.553
Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
95MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jenis KelaminKelompok Umur
Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
Laki-laki 922.183 1.432.324 2.354.507
Perempuan 697.717 924.486 1.622.203
Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Daerah Tempat TinggalKelompok Umur
Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
Perkotaan 998.004 1.470.043 2.468.047
Perdesaan 621.896 886.767 1.508.663
Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Kelompok UmurTotal
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun
Dasar 462.117 540.662 1.002.779
Menengah 1.154.506 1.407.059 2.561.565
Tinggi 3.277 409.089 412.366
Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Tingkat Pengangguran Terbuka Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019
Jenis KelaminKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Laki-laki 25,28% 15,63% 18,38%
Perempuan 26,69% 15,59% 18,99%
Total 25,87% 15,62% 18,62%
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
96 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Tingkat Pengangguran Terbuka Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019
Daerah Tempat TinggalKelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Perkotaan 29,94% 16,60% 20,25%
Perdesaan 21,23% 14,22% 16,46%
Total 25,87% 15,62% 18,62%
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Tingkat Pengangguran Terbuka Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Kelompok Umur
15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total
Dasar 15,34% 11,65% 13,10%
Menengah 35,62% 16,43% 21,70%
Tinggi 35,47% 21,68% 21,75%
Total 25,87% 15,62% 18,62%
Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
97MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Ana
k M
uda
(15
-24
Tahu
n) y
ang
Kegi
atan
Uta
man
ya S
ekol
ah
Tahu
n 20
17 -
2019
Buka
n A
ngka
tan
Kerj
a
Seko
lah
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l
Klas
ifika
siPe
rkot
aan
8.48
1.34
21.
740.
878
10.2
22.2
207.
757.
581
2.19
5.77
39.
953.
354
7.77
2.98
11.
962.
421
9.73
5.40
2
Perd
esaa
n 5.
638.
605
443.
236
6.08
1.84
15.
332.
366
646.
317
5.97
8.68
35.
532.
766
554.
554
6.08
7.32
0
Tota
l14
.119
.947
2.18
4.11
416
.304
.061
13.0
89.9
472.
842.
090
15.9
32.0
3713
.305
.747
2.51
6.97
515
.822
.722
Jeni
s Ke
lam
in
Laki
-laki
7.
333.
651
1.10
4.43
58.
438.
086
6.48
6.40
01.
380.
038
7.86
6.43
86.
670.
047
1.21
9.54
77.
889.
594
Pere
mpu
an
6.78
6.29
61.
079.
679
7.86
5.97
56.
603.
547
1.46
2.05
28.
065.
599
6.63
5.70
01.
297.
428
7.93
3.12
8
Tota
l14
.119
.947
2.18
4.11
416
.304
.061
13.0
89.9
472.
842.
090
15.9
32.0
3713
.305
.747
2.51
6.97
515
.822
.722
Pend
idik
an
tert
ingg
i yan
g di
tam
atka
n
<=SD
2.02
5.43
212
.124
2.03
7.55
61.
916.
634
22.4
941.
939.
128
1.79
6.96
916
.426
1.81
3.39
5
SMP
10.3
43.9
5788
.038
10.4
31.9
959.
622.
294
107.
374
9.72
9.66
89.
974.
393
101.
642
10.0
76.0
35
SMU
1.35
7.66
41.
555.
718
2.91
3.38
21.
117.
547
1.84
5.38
42.
962.
931
1.21
4.01
01.
833.
190
3.04
7.20
0
SMK
381.
460
404.
160
785.
620
427.
095
636.
420
1.06
3.51
531
6.48
045
1.51
576
7.99
5
Dip
lom
a I/I
I/III/
A
kade
mi
11.4
3444
.366
55.8
006.
377
62.6
6169
.038
3.89
535
.208
39.1
03
Uni
vers
itas
(S1/
S2/S
3)-
79.7
0879
.708
-16
7.75
716
7.75
7-
78.9
9478
.994
Tota
l14
.119
.947
2.18
4.11
416
.304
.061
13.0
89.9
472.
842.
090
15.9
32.0
3713
.305
.747
2.51
6.97
515
.822
.722
98 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Buka
n A
ngka
tan
Kerj
a
Seko
lah
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l K
ode
Prov
insi
Ac
eh
323.
567
69.1
9239
2.75
927
7.59
583
.595
361.
190
286.
927
74.6
6636
1.59
3
Sum
ater
a U
tara
80
7.79
310
4.11
091
1.90
371
1.53
013
1.51
984
3.04
975
2.27
513
6.34
188
8.61
6
Sum
ater
a Ba
rat
349.
610
63.8
2341
3.43
3
314.
111
72.8
6638
6.97
732
5.02
265
.222
390.
244
Riau
41
5.41
853
.345
468.
763
359.
709
57.6
3541
7.34
437
7.71
052
.664
430.
374
Jam
bi
189.
839
31.2
4722
1.08
617
6.70
324
.384
201.
087
193.
187
35.7
9822
8.98
5
Sum
ater
a Se
lata
n 44
0.10
557
.272
497.
377
404.
039
74.1
4947
8.18
844
0.87
169
.519
510.
390
Beng
kulu
11
5.32
220
.941
136.
263
101.
288
24.7
6612
6.05
410
3.40
125
.195
128.
596
Lam
pung
40
0.30
137
.046
437.
347
368.
054
53.0
5742
1.11
139
9.14
144
.962
444.
103
Bang
ka-
Belit
ung
76.4
053.
765
80.1
7068
.800
9.04
277
.842
74.5
197.
389
81.9
08
Kepu
laua
n Ri
au
123.
161
14.8
5913
8.02
010
7.81
025
.120
132.
930
125.
382
18.6
6914
4.05
1
DKI
Jaka
rta
660.
723
202.
311
863.
034
487.
258
155.
517
642.
775
503.
601
145.
415
649.
016
Jaw
a Ba
rat
2.62
8.02
437
6.67
03.
004.
694
2.39
2.45
347
9.61
12.
872.
064
2.35
3.74
042
0.71
32.
774.
453
Jaw
a Te
ngah
1.
665.
318
178.
510
1.84
3.82
81.
750.
013
381.
674
2.13
1.68
71.
630.
042
268.
510
1.89
8.55
2
D I
Yogy
akar
ta
194.
036
64.0
4025
8.07
617
3.58
066
.424
240.
004
182.
067
71.7
4025
3.80
7
Jaw
a Ti
mur
1.
863.
330
280.
553
2.14
3.88
31.
861.
341
424.
983
2.28
6.32
41.
874.
574
340.
125
2.21
4.69
9
Bant
en
727.
797
112.
622
840.
419
665.
208
192.
988
858.
196
656.
441
134.
863
791.
304
Bali
224.
799
44.5
6026
9.35
921
0.32
043
.745
254.
065
226.
783
46.6
4427
3.42
7
Nus
a Te
ngga
ra
Bara
t 23
2.77
938
.806
271.
585
201.
312
30.8
6523
2.17
725
1.09
837
.139
288.
237
Nus
a Te
ngga
ra
Tim
ur
314.
438
52.5
2436
6.96
231
7.65
364
.788
382.
441
359.
498
62.5
9942
2.09
7
99MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Buka
n A
ngka
tan
Kerj
a
Seko
lah
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
lKa
liman
tan
Bara
t 27
5.43
323
.293
298.
726
250.
463
32.4
4028
2.90
325
8.80
336
.368
295.
171
Kalim
anta
n Te
ngah
15
2.09
813
.806
165.
904
129.
712
11.4
3014
1.14
214
3.01
419
.131
162.
145
Kalim
anta
n Se
lata
n 20
3.86
530
.139
234.
004
198.
365
25.6
5322
4.01
820
3.97
139
.494
243.
465
Kalim
anta
n Ti
mur
21
5.35
629
.638
244.
994
201.
044
33.5
9723
4.64
120
2.65
039
.391
242.
041
Kalim
anta
n U
tara
36
.209
8.34
044
.549
35.8
268.
393
44.2
1941
.506
4.82
346
.329
Sula
wes
i Uta
ra
137.
715
19.8
2915
7.54
411
6.01
225
.489
141.
501
121.
419
27.0
3314
8.45
2
Sula
wes
i Te
ngah
16
8.14
626
.383
194.
529
141.
670
36.4
3917
8.10
914
5.67
334
.776
180.
449
Sula
wes
i Se
lata
n 48
3.24
199
.109
582.
350
438.
130
121.
513
559.
643
432.
551
118.
550
551.
101
Sula
wes
i Te
ngga
ra
136.
395
23.3
1015
9.70
513
4.02
429
.103
163.
127
130.
727
26.1
4115
6.86
8
Gor
onta
lo
63.6
9712
.020
75.7
1756
.768
10.7
2367
.491
58.0
3614
.795
72.8
31
Sula
wes
i Bar
at
71.4
209.
532
80.9
5263
.815
13.8
6577
.680
64.4
796.
501
70.9
80
Mal
uku
135.
157
29.2
5916
4.41
610
9.25
230
.577
139.
829
109.
779
30.7
8214
0.56
1
Mal
uku
Uta
ra
74.7
2711
.365
86.0
9271
.793
13.7
5685
.549
71.1
3813
.561
84.6
99
Papu
a Ba
rat
63.5
5114
.359
77.9
1056
.682
18.2
1474
.896
56.4
3612
.636
69.0
72
Papu
a 15
0.17
227
.536
177.
708
137.
614
34.1
7017
1.78
414
9.28
634
.820
184.
106
Tota
l14
.119
.947
2.18
4.11
416
.304
.061
13.0
89.9
472.
842.
090
15.9
32.0
3713
.305
.747
2.51
6.97
515
.822
.722
Sum
ber :
BPS
, Sak
erna
s Agu
stus
201
7 (d
iola
h Pu
sdat
inak
er)
100 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Ana
k M
uda
(15
-24
Tahu
n) y
ang
Kegi
atan
Uta
man
ya M
engu
rus
Rum
ah T
angg
a Ta
hun
2017
– 2
019
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Men
guru
s Ru
mah
Tan
gga
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l K
lasi
fikas
i Pe
rkot
aan
962.
761
1.61
4.93
22.
577.
693
994.
913
1.68
3.17
02.
678.
083
897.
624
1.67
2.16
12.
569.
785
Perd
esaa
n 1.
136.
494
1.83
0.27
62.
966.
770
1.09
7.34
52.
020.
804
3.11
8.14
994
2.67
71.
954.
677
2.89
7.35
4
Tota
l2.
099.
255
3.44
5.20
85.
544.
463
2.09
2.25
83.
703.
974
5.79
6.23
21.
840.
301
3.62
6.83
85.
467.
139
Jeni
s Ke
lam
in
Laki
-laki
52
1.95
130
5.47
382
7.42
451
7.40
731
0.90
282
8.30
945
3.20
330
0.04
775
3.25
0
Pere
mpu
an
1.57
7.30
43.
139.
735
4.71
7.03
91.
574.
851
3.39
3.07
24.
967.
923
1.38
7.09
83.
326.
791
4.71
3.88
9
Tota
l2.
099.
255
3.44
5.20
85.
544.
463
2.09
2.25
83.
703.
974
5.79
6.23
21.
840.
301
3.62
6.83
85.
467.
139
Pend
idik
an
tert
ingg
i yan
g di
tam
atka
n
<=SD
513.
174
785.
164
1.29
8.33
845
4.80
773
5.55
21.
190.
359
412.
242
731.
566
1.14
3.80
8
SMP
910.
803
1.07
4.26
11.
985.
064
920.
538
1.15
6.20
62.
076.
744
731.
140
1.04
8.50
11.
779.
641
SMU
476.
407
1.00
2.87
01.
479.
277
499.
713
1.14
0.43
11.
640.
144
487.
347
1.15
7.95
41.
645.
301
SMK
198.
312
445.
919
644.
231
215.
439
508.
834
724.
273
207.
687
512.
615
720.
302
Dip
lom
a I/I
I/III/
A
kade
mi
559
47.7
5148
.310
1.76
156
.346
58.1
071.
885
56.3
4558
.230
Uni
vers
itas
(S1/
S2/S
3)-
89.2
4389
.243
-10
6.60
510
6.60
5-
119.
857
119.
857
Tota
l2.
099.
255
3.44
5.20
85.
544.
463
2.09
2.25
83.
703.
974
5.79
6.23
21.
840.
301
3.62
6.83
85.
467.
139
101MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Men
guru
s Ru
mah
Tan
gga
2017
2
018
2019
Kod
e Pr
ovin
si
Aceh
47
.401
75.9
8712
3.38
845
.745
88.6
4413
4.38
948
.847
90.9
8413
9.83
1
Sum
ater
a U
tara
12
1.95
517
5.78
329
7.73
810
5.38
215
5.00
726
0.38
984
.160
173.
038
257.
198
Sum
ater
a Ba
rat
39.9
3151
.267
91.1
9836
.807
62.0
9398
.900
32.5
4267
.104
99.6
46
Riau
52
.503
103.
604
156.
107
56.7
4012
0.83
417
7.57
453
.416
109.
702
163.
118
Jam
bi
33.8
5755
.583
89.4
4034
.922
52.9
5987
.881
28.9
3961
.305
90.2
44
Sum
ater
a Se
lata
n 60
.106
118.
832
178.
938
87.2
6413
4.53
722
1.80
169
.392
113.
953
183.
345
Beng
kulu
20
.604
29.3
1249
.916
16.5
9736
.176
52.7
7316
.393
29.5
8245
.975
Lam
pung
84
.031
130.
850
214.
881
79.4
4214
4.91
422
4.35
667
.173
142.
766
209.
939
Bang
ka-B
elitu
ng
14.2
5617
.913
32.1
6914
.601
19.9
6334
.564
8.25
124
.108
32.3
59
Kepu
laua
n Ri
au
10.4
2512
.341
22.7
6612
.714
17.3
8230
.096
12.8
6018
.847
31.7
07
DKI
Jaka
rta
46.2
9578
.036
124.
331
33.0
4257
.469
90.5
1128
.179
67.9
4596
.124
Jaw
a Ba
rat
321.
689
666.
983
988.
672
387.
132
647.
234
1.03
4.36
635
5.15
967
0.18
51.
025.
344
Jaw
a Te
ngah
23
9.16
638
6.40
262
5.56
824
0.70
845
1.88
169
2.58
923
4.93
244
5.95
668
0.88
8
D I
Yogy
akar
ta
18.8
9744
.847
63.7
4419
.089
31.9
0450
.993
13.9
4730
.822
44.7
69
Jaw
a Ti
mur
32
0.62
850
6.58
782
7.21
530
2.52
255
9.01
886
1.54
020
4.97
951
2.63
371
7.61
2
Bant
en
92.4
8318
2.19
827
4.68
184
.354
171.
533
255.
887
69.1
6914
5.14
521
4.31
4
Bali
16.4
9030
.902
47.3
9219
.618
23.6
2243
.240
20.1
3126
.482
46.6
13
Nus
a Te
ngga
ra
Bara
t 54
.618
73.3
7812
7.99
671
.736
96.4
9116
8.22
745
.528
87.6
5813
3.18
6
Nus
a Te
ngga
ra
Tim
ur
57.3
0463
.427
120.
731
56.3
3691
.939
148.
275
53.6
5496
.247
149.
901
Kalim
anta
n Ba
rat
47.5
6572
.096
119.
661
44.4
9096
.690
141.
180
42.2
0682
.716
124.
922
Kalim
anta
n Te
ngah
32
.477
41.1
5873
.635
28.0
9649
.302
77.3
9820
.744
48.0
3668
.780
102 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Men
guru
s Ru
mah
Tan
gga
2017
2
018
2019
Kalim
anta
n Se
lata
n 34
.107
67.1
5310
1.26
031
.084
74.5
5310
5.63
732
.396
63.2
2695
.622
Kalim
anta
n Ti
mur
26
.512
46.8
3373
.345
16.8
5458
.483
75.3
3723
.585
49.3
2772
.912
Kalim
anta
n U
tara
5.
060
7.21
012
.270
4.54
08.
972
13.5
124.
919
11.7
1116
.630
Sula
wes
i Uta
ra
29.4
7338
.662
68.1
3522
.701
43.7
9166
.492
22.1
2035
.529
57.6
49
Sula
wes
i Ten
gah
39.4
4548
.671
88.1
1631
.855
52.7
1684
.571
29.9
1359
.935
89.8
48
Sula
wes
i Sel
atan
91
.923
130.
211
222.
134
86.5
0214
5.62
523
2.12
790
.804
149.
088
239.
892
Sula
wes
i Ten
ggar
a 37
.225
46.9
4384
.168
28.6
8952
.314
81.0
0334
.714
52.9
4687
.660
Gor
onta
lo
18.2
2324
.361
42.5
8416
.308
25.1
9641
.504
14.6
0625
.311
39.9
17
Sula
wes
i Bar
at
18.0
1226
.105
44.1
1716
.917
30.0
5246
.969
17.1
1129
.508
46.6
19
Mal
uku
20.8
9928
.108
49.0
0719
.987
31.2
1051
.197
16.5
7829
.991
46.5
69
Mal
uku
Uta
ra
15.2
6621
.478
36.7
4410
.407
21.6
6832
.075
15.4
7625
.740
41.2
16
Papu
a Ba
rat
11.3
5112
.601
23.9
526.
738
15.6
2922
.367
7.49
414
.482
21.9
76
Papu
a 19
.078
29.3
8648
.464
22.3
3934
.173
56.5
1219
.984
34.8
3054
.814
Tota
l2.
099.
255
3.44
5.20
85.
544.
463
2.09
2.25
83.
703.
974
5.79
6.23
21.
840.
301
3.62
6.83
85.
467.
139
Sum
ber :
BPS
, Sak
erna
s Agu
stus
201
7 (d
iola
h Pu
sdat
inak
er)
103MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Ana
k M
uda
(15
-24
Tahu
n) y
ang
Buka
n A
ngka
tan
Kerj
a da
n Ke
giat
an U
tam
anya
Sel
ain
Seko
lah
dan
Men
guru
s Ru
mah
Tan
gga
Tahu
n 20
17 –
201
9
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Lain
nya
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l K
lasi
fikas
i Pe
rkot
aan
410.
440
287.
223
697.
663
422.
693
353.
560
776.
253
467.
613
345.
950
813.
563
Perd
esaa
n 34
8.88
921
2.72
256
1.61
136
2.95
627
3.35
363
6.30
941
7.82
931
7.16
673
4.99
5
Tota
l75
9.32
949
9.94
51.
259.
274
785.
649
626.
913
1.41
2.56
288
5.44
266
3.11
61.
548.
558
Jeni
s Ke
lam
in
Laki
-laki
57
1.04
837
8.59
394
9.64
157
8.61
845
6.65
61.
035.
274
635.
535
489.
549
1.12
5.08
4
Pere
mpu
an
188.
281
121.
352
309.
633
207.
031
170.
257
377.
288
249.
907
173.
567
423.
474
Tota
l75
9.32
949
9.94
51.
259.
274
785.
649
626.
913
1.41
2.56
288
5.44
266
3.11
61.
548.
558
Pend
idik
an
tert
ingg
i ya
ng
dita
mat
kan
<=SD
262.
450
152.
128
414.
578
253.
067
183.
792
436.
859
280.
058
195.
101
475.
159
SMP
228.
701
103.
488
332.
189
221.
414
123.
610
345.
024
215.
624
94.9
6531
0.58
9
SMU
158.
460
155.
878
314.
338
198.
893
169.
208
368.
101
246.
787
215.
282
462.
069
SMK
109.
718
56.9
0616
6.62
411
2.27
510
0.78
921
3.06
414
2.65
010
8.50
325
1.15
3
Dip
lom
a I/I
I/III
/ Aka
dem
i-
10.6
6510
.665
-18
.086
18.0
8632
313
.146
13.4
69
Uni
vers
itas
(S1/
S2/S
3)-
20.8
8020
.880
-31
.428
31.4
28-
36.1
1936
.119
Tota
l75
9.32
949
9.94
51.
259.
274
785.
649
626.
913
1.41
2.56
288
5.44
266
3.11
61.
548.
558
104 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Lain
nya
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l K
ode
Prov
insi
Ac
eh
23.4
3015
.985
39.4
1526
.430
20.1
9946
.629
30.4
7223
.614
54.0
86
Sum
ater
a U
tara
28
.179
19.7
5047
.929
32.6
2522
.195
54.8
2032
.777
32.6
9765
.474
Sum
ater
a Ba
rat
13.1
2712
.847
25.9
7417
.524
20.9
8138
.505
21.0
8118
.591
39.6
72
Riau
11
.125
8.40
819
.533
13.9
668.
052
22.0
1822
.233
19.4
2441
.657
Jam
bi
12.0
305.
752
17.7
8211
.488
9.13
720
.625
13.3
3910
.938
24.2
77
Sum
ater
a Se
lata
n 22
.275
14.6
5836
.933
27.0
5921
.220
48.2
7923
.402
20.2
2943
.631
Beng
kulu
5.
380
2.93
08.
310
5.17
54.
966
10.1
418.
617
6.90
915
.526
Lam
pung
17
.913
8.00
825
.921
19.4
1913
.191
32.6
1016
.181
19.0
7335
.254
Bang
ka-
Belit
ung
2.28
72.
404
4.69
14.
727
4.35
99.
086
5.37
12.
387
7.75
8
Kepu
laua
n Ri
au
6.38
12.
159
8.54
04.
073
5.38
29.
455
4.14
11.
383
5.52
4
DKI
Jaka
rta
32.7
1515
.751
48.4
6627
.949
32.2
9960
.248
29.3
6516
.865
46.2
30
Jaw
a Ba
rat
170.
831
98.2
6126
9.09
214
4.86
610
6.26
425
1.13
019
2.22
811
5.32
330
7.55
1
Jaw
a Te
ngah
90
.823
57.7
1814
8.54
111
2.62
889
.043
201.
671
114.
108
84.5
9119
8.69
9
D I
Yogy
akar
ta
9.80
17.
591
17.3
926.
482
5.10
411
.586
2.86
53.
305
6.17
0
Jaw
a Ti
mur
91
.908
65.9
3915
7.84
710
0.66
074
.314
174.
974
125.
811
78.9
4220
4.75
3
Bant
en
63.5
1338
.027
101.
540
52.9
8234
.368
87.3
5041
.852
31.6
5573
.507
Bali
4.63
55.
775
10.4
106.
653
4.38
711
.040
7.01
58.
406
15.4
21
105MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Lain
nya
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
lN
usa
Teng
gara
Ba
rat
13.6
1811
.788
25.4
0627
.016
21.8
3448
.850
16.5
5416
.730
33.2
84
Nus
a Te
ngga
ra
Tim
ur
9.20
88.
766
17.9
7411
.257
15.5
5426
.811
15.1
1816
.965
32.0
83
Kalim
anta
n Ba
rat
12.0
3010
.249
22.2
7914
.089
11.5
1625
.605
14.9
5416
.286
31.2
40
Kalim
anta
n Te
ngah
6.
337
2.30
68.
643
4.97
44.
972
9.94
66.
178
3.18
49.
362
Kalim
anta
n Se
lata
n 15
.070
8.35
423
.424
11.4
1411
.669
23.0
8319
.074
11.9
4331
.017
Kalim
anta
n Ti
mur
7.
998
7.18
915
.187
9.24
011
.321
20.5
618.
999
5.92
914
.928
Kalim
anta
n U
tara
1.
914
664
2.57
81.
981
1.56
13.
542
2.24
21.
377
3.61
9
Sula
wes
i U
tara
13
.853
10.8
4624
.699
15.1
739.
699
24.8
7213
.661
11.4
8325
.144
Sula
wes
i Te
ngah
5.
777
3.38
69.
163
8.85
04.
770
13.6
208.
961
6.87
815
.839
Sula
wes
i Se
lata
n 27
.616
26.1
2853
.744
27.5
5325
.030
52.5
8337
.439
33.0
8570
.524
Sula
wes
i Te
ngga
ra
3.72
64.
335
8.06
17.
033
4.58
511
.618
6.04
76.
454
12.5
01
Gor
onta
lo
3.72
32.
733
6.45
62.
593
2.89
15.
484
3.98
03.
699
7.67
9
Sula
wes
i Ba
rat
2.98
73.
806
6.79
33.
433
4.99
08.
423
4.28
64.
442
8.72
8
106 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Bu
kan
Ang
kata
n Ke
rja
Lain
nya
2017
2
018
2019
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
l15
-19
tahu
n20
-24
tahu
nTo
tal
15-1
9 ta
hun
20-2
4 ta
hun
Tota
lM
aluk
u 7.
542
5.41
312
.955
8.73
77.
423
16.1
6012
.071
11.4
7923
.550
Mal
uku
Uta
ra
4.32
32.
221
6.54
44.
928
5.19
010
.118
5.36
44.
457
9.82
1
Papu
a Ba
rat
3.32
72.
898
6.22
51.
371
2.53
53.
906
3.57
53.
958
7.53
3
Papu
a 13
.927
6.90
020
.827
11.3
015.
912
17.2
1316
.081
10.4
3526
.516
Tota
l75
9.32
949
9.94
51.
259.
274
785.
649
626.
913
1.41
2.56
288
5.44
266
3.11
61.
548.
558
Sum
ber :
BPS
, Sak
erna
s Agu
stus
201
7 (d
iola
h Pu
sdat
inak
er)
107MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase NEET Muda (15 – 24 Tahun) di Kawasan ASEAN Menurut Jenis Kelamin
Negara Jenis KelaminTahun
2016 2017 2018
Brunei Darussalam
Laki-Laki 19.08* 19.99 20.07*
Perempuan 20.37* 19.95 20.23*
Total 19.7* 19.97 20.14*
Indonesia
Laki-Laki 16.11 15.24 15.8
Perempuan 29.15 27.98 27.94
Total 22.48 21.45 21.71
Cambodia
Laki-Laki 13.78* 12.38* 12.88*
Perempuan 21.45* 21.76* 22.32*
Total 17.53* 16.99* 17.53*
Lao PDR
Laki-Laki 5.55* 5.67* 5.79*
Perempuan 6.97* 7.21* 7.45*
Total 6.26* 6.43* 6.61*
Myanmar
Laki-Laki 10.79* 10.71 12.47*
Perempuan 24.3* 24 26*
Total 17.58* 17.38 19.26*
Malaysia
Laki-Laki 8.38* 8.62* 8.82*
Perempuan 15.19* 15.04* 15.37*
Total 11.69* 11.74* 12*
Philippines
Laki-Laki 15.48 15.27 14.37
Perempuan 29.25 28.47 25.73
Total 22.2 21.7 19.89
Singapore
Laki-Laki 2.9* 3.5* 3.61*
Perempuan 5.22* 5.25* 5.29*
Total 3.95* 4.29* 4.38*
Thailand
Laki-Laki 10.64 11.6 10.77
Perempuan 19.44 19.73 18.96
Total 14.97 15.59 14.78
Vietnam
Laki-Laki 6.97 7.51 7.15*
Perempuan 11.82 12.01 12.09*
Total 9.33 9.7 9.55*
Sumber: ILOSTAT – ILOKet: *)Data Hasil Pemodelan ILO
108 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase NEET Muda (15 – 24 Tahun) di Kawasan ASEAN
NegaraTahun
2016 2017 2018
Brunei Darussalam - 19.97 -
Indonesia 22.48 21.45 21.71
Cambodia - - -
Lao PDR - 42.08 -
Myanmar - 17.38 13.60
Malaysia 11.69 11.80 12.47
Philippines 22.20 21.70 19.89
Singapore 3.95 4.29 4.14
Thailand 14.97 15.59 14.78
Vietnam 9.47 9.70 8.31
Sumber: The World Bank (Update 18/03/2020), diolah oleh Pusdatinaker
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal
dan Jenis Kelamin Agustus 2017
Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Perkotaan 15.86% 22.63% 19.12%
Perdesaan 15.22% 34.97% 24.56%
Jumlah 15.59% 27.79% 21.41%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 (diolah Pusdatinaker)
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Agustus 2017
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
<=SD 17.36% 42.20% 27.31%
SMP 8.43% 20.65% 14.37%
SMU 19.21% 29.35% 24.57%
SMK 24.75% 32.62% 28.05%
Diploma I/II/III/ Akademi 20.98% 24.36% 23.15%
Universitas (S1/S2/S3) 22.95% 25.09% 24.28%
Jumlah 15.59% 27.79% 21.41%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 (diolah Pusdatinaker)
109MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Agustus 2017
Provinsi Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Aceh 14.91% 30.30% 22.41% Sumatera Utara 13.37% 24.60% 18.88% Sumatera Barat 14.42% 22.62% 18.27% Riau 11.93% 32.28% 21.41% Jambi 11.88% 31.01% 20.95% Sumatera Selatan 15.72% 29.69% 22.35% Bengkulu 11.30% 29.07% 19.85% Lampung 14.51% 34.68% 23.91% Bangka-Belitung 13.72% 29.63% 21.15% Kepulauan Riau 10.20% 17.41% 13.55% DKI Jakarta 11.66% 15.39% 13.49% Jawa Barat 20.29% 31.05% 25.33% Jawa Tengah 16.03% 26.32% 21.00% D I Yogyakarta 8.25% 14.13% 11.13% Jawa Timur 14.60% 28.15% 21.09% Banten 23.39% 28.51% 25.84% Bali 6.73% 11.96% 9.31% Nusa Tenggara Barat 14.15% 29.41% 21.60% Nusa Tenggara Timur 10.88% 22.06% 16.24% Kalimantan Barat 12.06% 30.33% 20.98% Kalimantan Tengah 10.59% 33.34% 21.10% Kalimantan Selatan 14.49% 29.36% 21.51% Kalimantan Timur 13.59% 28.38% 20.47% Kalimantan Utara 8.36% 25.43% 16.35% Sulawesi Utara 23.23% 37.36% 29.78% Sulawesi Tengah 11.14% 31.34% 21.04% Sulawesi Selatan 13.67% 30.98% 21.83% Sulawesi Tenggara 10.47% 29.93% 20.00% Gorontalo 15.54% 35.86% 25.76% Sulawesi Barat 10.91% 34.85% 22.71% Maluku 20.29% 28.74% 24.44% Maluku Utara 15.51% 34.01% 24.44% Papua Barat 13.40% 24.21% 18.30% Papua 13.42% 19.80% 16.35% Jumlah 15.59% 27.79% 21.41%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 (diolah Pusdatinaker)
110 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal
dan Jenis Kelamin Agustus 2018
Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Perkotaan 17.05% 23.28% 20.12%
Perdesaan 15.23% 34.72% 24.67%
Jumlah 16.25% 28.19% 22.09%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2018 (diolah Pusdatinaker)
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
dan Jenis Kelamin Agustus 2018
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan <=SD 17.75% 41.73% 27.48%
SMP 8.20% 21.07% 14.64%
SMU 20.04% 30.81% 25.82%
SMK 25.21% 31.03% 27.71%
Diploma I/II/III/ Akademi 20.43% 23.27% 22.32%
Universitas (S1/S2/S3) 25.26% 28.16% 27.15%
Jumlah 16.25% 28.19% 22.09%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2018 (diolah Pusdatinaker)
111MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Agustus 2018
Provinsi Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Aceh 15.22% 30.50% 22.77% Sumatera Utara 13.46% 23.40% 18.35% Sumatera Barat 16.73% 23.92% 20.28% Riau 14.31% 34.46% 24.19% Jambi 11.96% 29.61% 20.63% Sumatera Selatan 15.67% 31.10% 23.19% Bengkulu 13.29% 28.24% 20.60% Lampung 14.06% 32.95% 23.16% Bangka-Belitung 14.60% 28.79% 21.41% Kepulauan Riau 17.28% 19.36% 18.25% DKI Jakarta 17.49% 16.61% 17.04% Jawa Barat 20.95% 31.76% 26.25% Jawa Tengah 17.28% 25.38% 21.22% D I Yogyakarta 10.01% 14.99% 12.46% Jawa Timur 13.99% 28.11% 20.93% Banten 20.21% 29.24% 24.61% Bali 6.76% 10.39% 8.53% Nusa Tenggara Barat 18.45% 31.07% 24.68% Nusa Tenggara Timur 12.21% 23.90% 17.92% Kalimantan Barat 13.16% 35.85% 24.27% Kalimantan Tengah 11.79% 33.50% 22.38% Kalimantan Selatan 14.84% 31.42% 22.87% Kalimantan Timur 16.81% 29.78% 23.06% Kalimantan Utara 9.37% 26.34% 17.33% Sulawesi Utara 22.69% 36.85% 29.56% Sulawesi Tengah 10.77% 31.77% 20.99% Sulawesi Selatan 15.71% 30.37% 22.93% Sulawesi Tenggara 11.44% 29.52% 20.24% Gorontalo 17.48% 35.62% 26.38% Sulawesi Barat 13.66% 34.46% 23.82% Maluku 18.49% 31.14% 24.60% Maluku Utara 15.64% 29.69% 22.42% Papua Barat 13.54% 23.79% 18.46% Papua 13.50% 20.53% 16.72% Jumlah 16.25% 28.19% 22.09%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2018 (diolah Pusdatinaker)
112 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase Usia Muda (15-24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal
dan Jenis Kelamin Agustus 2019
Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Perkotaan 16,18% 22,85% 19,47%
Perdesaan 15,98% 34,05% 24,73%
Jumlah 16,09% 27,59% 21,72%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
dan Jenis Kelamin Agustus 2019
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
<=SD 18.54% 42.84% 28.48%
SMP 8.03% 19.31% 13.60%
SMU 20.18% 29.86% 25.37%
SMK 23.44% 31.52% 26.88%
Diploma I/II/III/ Akademi 22.62% 25.38% 24.58%
Universitas (S1/S2/S3) 22.48% 28.31% 26.33%
Jumlah 16.09% 27.59% 21.72%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
113MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Agustus 2019
Provinsi Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Aceh 16.29% 30.97% 23.53%
Sumatera Utara 13.56% 23.75% 18.56%
Sumatera Barat 15.68% 23.91% 19.74%
Riau 15.57% 30.96% 23.09%
Jambi 12.71% 32.79% 22.61%
Sumatera Selatan 15.88% 29.67% 22.59%
Bengkulu 14.25% 26.72% 20.35%
Lampung 12.92% 32.87% 22.51%
Bangka-Belitung 13.50% 31.90% 22.36%
Kepulauan Riau 11.56% 19.40% 15.46%
DKI Jakarta 14.11% 16.67% 15.41%
Jawa Barat 20.95% 30.30% 25.53%
Jawa Tengah 17.19% 26.70% 21.82%
D I Yogyakarta 5.79% 13.57% 9.61%
Jawa Timur 14.39% 27.82% 20.98%
Banten 19.74% 26.53% 23.04%
Bali 8.19% 10.31% 9.22%
Nusa Tenggara Barat 12.81% 30.80% 21.65%
Nusa Tenggara Timur 13.13% 24.80% 18.81%
Kalimantan Barat 15.79% 30.63% 23.00%
Kalimantan Tengah 12.94% 31.50% 21.91%
Kalimantan Selatan 15.37% 29.06% 21.99%
Kalimantan Timur 14.00% 25.28% 19.44%
Kalimantan Utara 12.71% 30.10% 21.04%
Sulawesi Utara 20.32% 36.06% 27.91%
Sulawesi Tengah 11.34% 32.56% 21.70%
Sulawesi Selatan 15.17% 28.75% 21.83%
Sulawesi Tenggara 13.70% 28.79% 21.03%
Gorontalo 16.59% 36.50% 26.40%
Sulawesi Barat 13.09% 33.15% 22.89%
Maluku 22.69% 29.90% 26.18%
Maluku Utara 16.42% 32.76% 24.35%
Papua Barat 14.94% 26.49% 20.52%
Papua 14.00% 21.63% 17.56%
Jumlah 16.09% 27.59% 21.72%
Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)
114 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI