manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
-
Upload
yoora-tiara -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
1/20
MANAJEMEN LABA DAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY
(CSR)
A. PENDAHULUAN
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara
manajer sebagai agendan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal.
Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham danstakeholderlainnya.
Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer
dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan
nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan(disclosure) informasi akuntansi.
Standar akuntansi yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengijinkan
pihak manajemen untuk mengambil suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode akuntansi
guna menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak ekstern. Pemberian
fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih satu dari seperangkat kebijakan akuntansi
membuka peluang untuk perilaku oportunis dan kontrak efisien. Artinya, manajer yang
rasional, akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata
lain, manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimalkan expected utility-nya
dan atau nilai pasar perusahaan. Perilaku oportunis dan kontrak efisien ini, mendorong
manajer untuk melakukan manajemen laba.
Scott (2006: 344) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan
yang ada dan secara alamiah dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar
perusahaan. Manajemen laba menurut Mulford dan Comiskey (2002), merupakan financial
numbers game (permainan angkaangka keuangan) yang dilakukan melalui creative
accounting practises akibat adanya kelonggaran flexibility principles yang dikeluarkan oleh
GAAP (General Accepted Accounting Principal).
Manajemen laba merupakan topik yang menarik, baik bagi peneliti akuntansi maupun
praktisi. Fenomena manajemen laba juga telah meramaikan dunia bisnis dan pemberitaan pers.
Beberapa bukti empiris dan sistematik telah menunjukkan adanya fenomena manajemen laba
ini, diantaranya Gu dan Lee (1999), De Angelo (1988), Holthausen dan Sloan (1995), dan lain-
lain. Secara khusus, Gu dan Lee (1999) telah menunjukkan bahwa manajemen laba telah
1
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
2/20
meluas dan ada di setiap pelaporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka
memberikan suatu bukti bahwa manajemen laba terjadi di setiap laporan keuangan kuartalan,
dan tingkat manajemen laba terbesar ditemukan pada kuartal ketiga. Ini menunjukkan bahwa
praktik manajemen laba merupakan suatu fenomena yang umum terjadi, tidak hanya pada
peristiwa-peristiwa tertentu saja tetapi telah sedemikian mengakar dalam kehidupan bisnis.
Penelitian-penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa penggunaan
discretionary accrual menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba
(Bernard dan Skinner, 1996). Kesalahan tersebut disebabkan oleh kesulitan pengklasifikasian
akrual total kedalam bentuk discretionary accrual dan non-discretionary accrual, sehingga
penggunaan model akrual menjadi kurang tepat dan mengalami kesulitan (Aljifri, 2007).
Dechow (1995) menguji lima model akrual dan menemukan bukti bahwa tidak ada di antara
kelima model tersebut yang benar-benar tepat untuk mendeteksi manajemen laba. Kesalahan
memprediksikan dilakukan atau tidaknya manajemen laba, menyebabkan kesalahan dalam
menilai kualitas laba perusahaan sehingga menyebabkan bias dalam penilaian kinerja
perusahaan. Penelitian Algharaballi dkk. (2008) juga menguji kekhususan dan kekuatan empat
model untuk mendeteksi manajemen laba. Hasilnya adalah model Jones merupakan model
yang mempunyai kekuatan tertinggi dalam mendeteksi kenaikan laba yang disebabkan
manipulasi akrual.
Beberapa peneliti mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan mencari faktor
alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. Penelitian baru-baru ini
menginvestigasi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) sebagai
indikator manajemen laba (Mills dan Newberry, 2001; Phillips dkk., 2003; Ratmono, 2004;
Yuliati, 2004). Penelitian-penelitian tersebut didasari oleh literatur akuntansi keuangan yang
menegaskan bahwa book-tax differences dapat memberikan informasi tentang laba berjalan
(current earnings). Logika yang mendasarinya adalah sedikitnya kebebasan yang
diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal, menyebabkan book-tax differences memberikaninformasi tentang management discretion dan proses akrual. Mills dan Newberry (2001) dan
Phillips dkk. (2003) berpendapat bahwa para manajer mempunyai banyak kebebasan dalam
pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak, dan dapat memanfaatkan kebebasannya
tersebut untuk menaikkan laba akuntansi dengan suatu cara tertentu tanpa menaikkan laba
fiskal. Yuliati (2004) menemukan bahwa kedua pengukur manajemen laba (akrual dan beban
pajak tangguhan) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap probabilitas
perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.
2
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
3/20
Fenomena manajemen laba merupakan topik yang telah lama muncul baik dalam dunia
akademik maupun bisnis. Penelitian De Angelo (1988), Holthausen dan Sloan (1995)
menunjukkan bahwa manajemen laba telah meluas dan ada dalam setiap pelaporan keuangan
yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka memberikan bukti empiris bahwa manajemen laba
ada dalam setiap laporan keuangan kuartalan dan tingkat manajemen laba yang terbesar
ditemukan pada kuartal ketiga.
Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif (TAP) secara jelas dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman
(1986). Teori ini berupaya untuk menjelaskan mengapa kebijakan akuntansi menjadi suatu
masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan, dan
untuk memprediksi kebijakan akuntansi yang hendak dipilih oleh perusahaan dalam kondisi
tertentu. Teori ini didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan merupakan suatu nexus of
contracts. Artinya, perusahaan merupakan suatu muara bagi berbagai kontrak yang datang
padanya. Misalnya, kontrak dengan karyawan (termasuk manajer), pemasok, dan dengan
pemberi modal. Sebagai suatu kumpulan dari berbagai kontrak, secara rasional perusahaan
ingin meminimalkan contracting cost yang berkaitan dengan kontrak-kontrak yang masuk
padanya, seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau
kegagalan, dan lain-lain. Beberapa dari kontrak tersebut melibatkan variabel-variabel
akuntansi, dan teori akuntansi positif berargumentasi bahwa perusahaan akan memanfaatkan
kebijakan akuntansi guna meminimumkan contracting cost. Kondisi ini diperkuat dengan
pemberian fleksibilitas oleh badan penetap standar kepada manajemen guna memilih dari
seperangkat kebijakan akuntansi yang diperkenankan.
Teori akuntansi positif menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan dan
memprediksi pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Teori akuntansi positif yang
diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986) telah memprediksi tiga hipotesis yangmendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba, yaitu:
a) The bonus plan hypothesis
Manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait dengan angka-angka
akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser reported
earnings darifuture periodke current period(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang),
ceteris paribus.
b) The debt covenant hypothesis
3
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
4/20
Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant (perjanjian kontrak
hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeserreported earnings
darifuture periods ke current period(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris
paribus.
c) The political cost hypothesis
Semakin besarpolitical cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer cenderung
untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan reported earnings dari currentke
future period(menurunkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.
Motivasi Manajemen Laba
Scott (2006: 344) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.
Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunis manajer untuk memaksimalkan utilitasnya
dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (oportunistic
Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif
efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi
manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang
terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham
perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income
smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989)
yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan
tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa
keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses
tersebut).
Aktivitas laba dapat terjadi karena tiga faktor yaitu dengan cara: pemanfaatantransaksi akrual, perubahan metoda akuntansi, dan penerapan suatu kebijakan. Scott (2006:
346-355) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba adalah sebagai
berikut:
Motivasi Program Bonus
Healy (1985) menunjukkan secara empiris bahwa sebelum melakukan manajemen
laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan atas laba bersih
perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan manajemen yang secara
oportunistik mengelola laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka berdasarkan
4
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
5/20
program kompensasi perusahaan. Healy (1985) berusaha untuk membuktikan dan
memprediksi metoda akuntansi yang akan dipilih manajer. Penelitian ini merupakan
perluasan dari bonus plan hypothesis. Jika pada suatu tahun tertentu laba bersih
perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah menurunkan
pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath) yang
bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada satu
tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan yang dilakukan
manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih
rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan mendapatkan bonus yang
lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya manajer akan melakukan
manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara bogey dan cap. Penelitian yang
telah dilakukan oleh Cheng dan Warfield (2005) menguji hubungan antara manajemen
laba dengan insentif ekuitas. Hasilnya adalah insentif ekuitas berkorelasi positif dengan
manajemen laba. Artinya, semakin tinggi insentif ekuitas yang diberikan kepada
manajer, semakin tinggi kejadian manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Ini
terkait hubungan antara kompensasi yang berdasarkan saham dan elemen insentif
ekuitas lain dengan insentif manajer untuk meningkatkan harga saham jangka pendek.
Hasil penelitian Beneish dan Vargus (2002) menunjukkan bahwa periode di mana
akrual sangat tinggi berhubungan dengan penjualan saham oleh insiders. Di waktu
yang sama laba dan return saham yang rendah mengikuti periode di mana terdapat
akrual tinggi yang disertai penjualan oleh insiders. Bergstresser dan Philippon (2006)
menguji hubungan antara manajemen laba dan CEO insentif dengan menggunakan
pendekatan discretionary accruals model Jones.
2. Motivasi Politik(Political Motivations)
Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan dengan publik atau perusahaan yang
bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah untukdiawasi. Perusahaan seperti ini cenderung untuk mengelola labanya. Pada perioda
kemakmuran perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik akuntansi yang
meminimalkan laba bersih perusahaan. Sebaliknya, publik akan mendorong
pemerintah untuk meningkatkan peraturan untuk menurunkan profitabilitas mereka.
Contoh hasil penelitian yang lain pada industri perbankan, yaitu tingkat manajemen
laba dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah regulasi perbankan tentang
tingkat kesehatan, regulasi perbankan tentang kehati-hatian serta adanya asimetri
informasi yang merupakan peluang untuk dapat melakukannya (Rahmawati 2006).
5
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
6/20
3. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata.
Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi
pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum
perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Penelitian
Maydew (1997) membuktikan bahwa penghematan pajak menjadi insentif bagi
manajer (khususnya manajer yang mengalami net operating loss pada tahun 1986-
1991) untuk mempercepat pengakuan biaya dan menunda pengakuan pendapatan. Di
USA, perusahaan yang mengalami net operating loss diijinkan untuk mengkompensasi
rugi operasi tersebut dengan laba tiga tahun sebelumnya (atau dengan laba 15 tahun
yang akan datang). Dampak dari kompensasi rugi terhadap laba adalah restitusi pajak.
Perubahan tingkat pajak pada tahun 1987 di Amerika akibat TRA (tax reform act)
adalah akibat memaksimalkan restitusi pajak yang didapatkan dari perusahaan
mengalami kerugian pada tahun 1986-1991, karena restitusi tersebut didasarkan atas
tarif pajak yang berlaku pada tahun pajak ditarik. Guenther (1994) menginvestigasi
pengaruh publikasi TRA terhadap perusahaan di Amerika. Berbeda dengan Maydew,
Guenther memilih mengevaluasi perusahaan yang tidak mengalami net operating loss.
Penelitian Guenther berhasil membuktikan bahwa tingkat akrual perusahaan besar
relatif lebih rendah dibanding tingkat akrual perusahaan kecil. Aktivitas manajemen
laba dengan motivasi pajak dapat terdeteksi dengan book-tax differences, yaitu
dilakukandengan cara menaikkan kewajiban pajak tangguhan bersih (yaitu kewajiban
pajak tangguhan dikurangi aktiva pajak tangguhan bersih), dan mengakibatkan naiknya
beban pajak tangguhan (deferred tax expense). Pendapat ini konsisten dengan Phillips
et al. (2003) yang membuktikan bahwa beban pajak tangguhan, yang merupakan wakil
empirik untuk book-tax differences, menghasilkan total akrual dan ukuran abnormal
akrual dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun.Selanjutnya Phillips et al. (2004), Rahmawati dan Solikhah (2008), serta Subekti dkk.
(2008) menggunakan komponen-komponen perubahan dalam aktiva pajak tangguhan
dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba untuk menghindari
laba menurun.
4. Motivasi Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)
Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis program
bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati pengunduran diri CEO maka
tindakan yang dilakukan adalah memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus
6
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
7/20
mereka. Sedangkan CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba
untuk memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda
pemberhentian mereka. Motivasi melakukan manajemen laba juga dapat dilakukan
oleh CEO baru, terutama jika cost dibebankan pada tahun transisi, melalui
penghapusan operasi yang tidak diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan.
5. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer
perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka.
Nampaknya informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan dalam prospektus
bermanfaat sebagai sumber informasi. Terdapat kemungkinan bahwa manajer
perusahaango public akan mengelola prospektusnya dengan harapan dapat menaikkan
harga saham.
6. Motivasi Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)
Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak
utang jangka panjang. Perjanjian utang bertujuan melindungi peminjam terhadap
tindakan manajer. Pelanggaran terhadap covenant mengakibatkan cost yang tinggi
terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya
pelanggaran terhadap covenant.
Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Motivasi manajemen laba di atas mengindikasikan secara eksplisit praktik manajemen
laba yang disengaja oleh manajer, yang pada akhirnya membawa konsekuensi negatif terhadap
shareholders, karyawan, komunitas dimana perusahaan beroperasi, masyarakat, karier dan
reputasi manajer yang bersangkutan (Zahra, Priem dan Rasheed, 2005). Salah satu
konsekuensi paling fatal akibat tindakan manajemen yang memanipulasi laba adalah
perusahaan akan kehilangan dukungan dari para stakeholders-nya. Stakeholder akan
memberikan respon negatif berupa tekanan dari investor, sanksi dari regulator, ditinggalkan
rekan kerja, boikot dari para aktivis, dan pemberitaan negatif media massa (Prior et al., 2008).
Tindakan tersebut wujud ketidakpuasan stakeholders terhadap kinerja perusahaan yang
dimanipulasi, dan pada akhirnya berimbas merusak reputasi perusahaan di pasar modal
(Fombrun, Gardberg, dan Barnett, 2000).
Oleh karena itu, manajer menggunakan suatu strategi pertahanan diri (entrenchment
strategy) untuk mengantisipasi ketidakpuasan stakeholder-nya ketika ia melaporkan kinerja
7
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
8/20
perusahaan yang kurang memuaskan. Strategi pertahanan diri manajer tersebut sebagai upaya
untuk tetap mempertahankan reputasi perusahaan dan melindungi karier manajer secara
pribadi. Salah satu cara yang digunakan manajer sebagai strategi pertahan diri adalah
mengeluarkan kebijakan perusahan tentang penerapan Corporate Social Responsibility (CSR).
CSR berkaitan dengan persoalan etika dan moral mengenai pembuat keputusan kebijakan dan
perilaku, seperti menempatkan persoalan komplek terhadap penjagaan pelestarian lingkungan,
manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keamanan kerja, hubungan dengan
komunitas lokal, dan menjalin hubungan harmonis dengan pemasok dan pelanggan (Castelo
dan Lima, 2006). Pengungkapan informasi mengenai perilaku dan hasil berkenaan dengan
tanggung jawab sosial sangat membantu membangun sebuah citra (image) positif diantara para
stakeholders (Orlitzky, Schmidt dan Rynes, 2003). Citra positif ini dapat membantu
perusahaan untuk mendirikan ikatan komunitas dan membangun reputasi perusahaan di pasar
modal karena dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menegosiasikan kontrak yang
menarik dengan suplier dan pemerintah, menetapkanpremium prices terhadap barang dan jasa,
dan mengurangi biaya modal (Fombrun et al., 2000). Castelo dan Lima (2006) menjelaskan
bahwa melalui praktik CSR, perusahaan dapat menghasilkan lebih banyak perlakuan yang
lebih menguntungkan berkenaan dengan regulasi, serta mendapatkan dukungan dari kelompok
aktivis sosial, legitimasi dari komunitas industri, dan pemberitaan positif dari media, yang
pada akhirnya reputasi perusahaan tetap terjaga dengan baik.
Pengungkapan sosial perusahaan didefinisikan sebagai penyediaan informasi keuangan
dan non-keuangan yang berhubungan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan
sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan atau laporan sosial terpisah (Hackston
dan Milne 1996). Pengungkapan sosial perusahaan meliputi rincian dari lingkungan fisik,
energi, sumber daya manusia, produk dan hal-hal yang terkait dengan kemasyarakatan.
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan
corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai
komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan,
melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka,
komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan
dengan cara yang bermanfaat, baik dari segi bisnis maupun untuk pembangunan. Konsep CSR
melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga masyarakat, serta
komunitas lokal yang bersifat statis. Kemitraan ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama
secara sosial antarastakeholders.
8
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
9/20
Sementara Belkaoui (2006) menjelaskan bahwa disiplin akuntansi merespon
perkembangan pertanggungjawaban sosial perusahaan dengan melahirkan wacana baru
tentang social responsibility accounting (SRA), total impact accounting (TIA), dan sosio
economic accounting (SEA).
Gray et al., (1995) dalam Yuliana dan Purnomosidhi (2008) mengemukakan beberapa
teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yaitu:
1). Decision Usefulness Studies
Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain para investor ke
dalam kriteria dasar pengguna laporan akuntansi sehingga suatu pelaporan akuntansi dapat
berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh semua unsur pengguna laporan
tersebut.
2). Economic Theory Studies
Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut membedakan antara
pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan menyiratkan bahwa pengelola
perusahaan harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas segala sumber daya yang
dimiliki dan dikelolanya kepada pemilik perusahaan
3). Sosial and Political Studies
Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan kerangka
institusional tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup dua teori utama,
yaitustakeholder theory dan legitimacy theory.
Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial. Teori tersebut
menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas.
Gray dkk. (2001) menyatakan pengungkapan sosial dan lingkungan dapat secara
khusus terdiri dari informasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, aspirasi, dan
image publik yang berkaitan dengan lingkungan, penggunaan karyawan, isu konsumen, energi,
kesamaan peluang, perdagangan yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya.
Pengungkapan sosial dan lingkungan juga dapat terjadi melalui berbagai media seperti laporan
tahunan, iklan, kelompok terarah, dewan karyawan, buklet, pendidikan sekolah, dan
sebagainya.
Peluang manajemen laba: asimetri Informasi
9
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
10/20
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi
atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Teori keagenan
mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agen) dengan pemilik
(prinsipal). Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua kelompok (agen dan
prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka
terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik
untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang
tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang
menyimpang.
Batasan manajemen laba: kualitas auditor
Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self interest
maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan anatara
prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan
lebih cenderung merespon pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi (
Li Dang et al., 2004).
Kualitas audit menurut De Angelo (1988) didefinisi sebagai probabilitas error dan
irregularities yang dapat dideteksi dan dilaporkan. Probabilitas pendeteksian dipengaruhi oleh
isu yang merujuk pada audit yang dilakukan oleh auditor untuk menghasilkan pendapatnya.
Isu-isu yang berhubungan dengan isu audit adalah kompetensi auditor, persyaratan yang
berkaitan dengan pelaksanaan audit dan persyaratan pelaporan. DeAngelo (1988)
berargumentasi bahwa ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor.Economies
of scale KAP (kantor akuntan publik) yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk
mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut.
Kantor akuntan publik diklasifikasi menjadi dua yaitu kantor akuntan publik yang berafiliasi
dengan KAP Big Five, dan kantor akuntan publik lainnya. Auditor beroperasi dalam
lingkungan yang berubah, ketika biaya keagenan tinggi, manajemen mungkin berkeinginanpada kualitas audit yang lebih tinggi untuk menambah kredibilitas laporan, hal ini bertujuan
untuk mengurangi biaya pemonitoran. Proksi pengukuran kualitas audit dalam penelitian-
penelitian terdahulu ada tiga, yaitu ukuran KAP, reputasi KAP, dan auditor spesialisasi
industri, tetapi proksi yang sesuai dengan kondisi pasar modal di Indonesia adalah spesialisasi
industri.
Bentuk strategi manajemen laba
Strategi untuk membuat manajemen laba antara lain:
10
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
11/20
a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi
akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tidak tertagih (Rahmawati 2006, 2007),
estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, dan
estimasi biaya garansi.
b. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh:
merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode
depresiasi garis lurus. Strategi manajemen laba dengan pemilihan metoda akuntansi
dan pengaturan waktu transaksi mempengaruhi manajemen laba dengan proksi akrual
kelolaan (Rahmawati dkk., 2009). Semakin besar manajemen laba dengan
menggunakan strategi pemilihan metoda dan pengaturan waktu transaksi semakin
besar pula manajemen laba (yang diproksikan dengan akrual kelolaan).
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional
(Fischer dan Rosenzweig, 1995; Bruns dan Merchant, 1990). Contoh rekayasa periode
biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk
penelitian sampai periode akuntansi berikutnya (Daley dan Vigeland, 1993),
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,
kerja sama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai
periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke
pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat
penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai (Bartov, 1993; Black, Dellers, dan
Manly, 1998). Perusahaan yang mencatat persediaan menggunakan asumsi LIFO, juga
dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan (Frankel dan
Trezervant, 1994).
Ada tiga bentuk manajemen laba menurut Ayres (1994) yaitu:
Manajemen akrual
Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi
aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para
manajer. Contoh manajemen akrual antara lain adalah dengan mempercepat atau menunda
pengakuan akan pendapatan (revenue), menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau
11
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
12/20
menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya, dan perkiraan perkiraan
akuntansi lainnya, seperti: beban piutang raguragu, dan perubahan perubahan metode
akuntansi.
Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib
Terkait dengan penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib dilakukan oleh
perusahaan, manajemen perusahaan memiliki dua pilihan, yaitu: apakah menerapkan lebih
awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan
tersebut. Biasanya, untuk suatu kebijaksanaan akuntansi baru yang wajib, badan akuntansi
yang ada memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk dapat menerapkannya lebih
awal dari waktu berlakunya. Para manajer tentu saja akan memilih untuk menerapkan
suatu kebijaksanaan akuntansi yang baru bila dengan penerapan tersebut akan dapat
mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan perusahaan.
Perubahan metoda akuntansi secara suka rela
Dalam kaitannya dengan faktor yang ketiga, yaitu perubahan metode akuntansi secara suka
rela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu
metode akuntasi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia
dan diakui oleh badan akuntansi yang ada.
Classification Shifting(pergeseran klasifikasi)
Classification shifting merupakan alat manajemen laba yang lain diluar manajemen
akrual dan manipulai aktivitas ekonomi riil. Classification shiftingadalah kesalahan klasifikasi
items di dalam laporan laba rugi. Classification shiftingdapat juga diartikan menggeser atau
merubah biaya inti/core expenses (harga pokok penjualan, dan biaya penjualan, serta biaya
umum dan administrasi) kespecial items. Pergerakan vertikal dari biaya tidak akan mengubah
bottom line earnings, tetapi core earnings akan overstatement.
Para manajer dalam memaksimumkan pelaporan kinerja akan menurunkan biaya atauakan menaikkan pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menyajikan suatu gambaran yang
tidak sesuai dengan kenyataan ekonomi. Classification shifting berbeda dengan manajemen
akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi riil dalam beberapa hal. Pertama classification
shifting tidak mengubah laba akuntansi, dan yang kedua adalah classification shifting
memudahkan analisis dengan mengelompokkan item-item yang mempunyai karakteristik
serupa. Selain terdapat perbedaan antara manajemen akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi
riil dengan classification shifting, terdapat pula persamaan di antara ketiga metode manajemen
laba tersebut, yaitu: samasama mempunyai harapan yang tinggi terhadap kinerja masa depan.
12
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
13/20
Penelitian yang telah dilakukan oleh Mc Vay (2006), Pratama dan Rahmawati (2007),
serta Rahmawati dkk. (2010), membuktikan bahwa para manajer yang menjalankan
penggeseran/perubahan biaya dari biaya inti (harga pokok penjualan, biaya penjualan, serta
biaya umum dan administrasi) ke pos khusus. Strategi pergeseran klasifikasi berbeda dengan
manipulasi aktivitas riil karena manipulasi aktivitas riil berdampak terhadap arus kas dan
perusahaan dapat terdeteksi melakukan strategi tersebut dari arus kas. Jadi manajer memiliki
insentif melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi yang akan
mempengaruhi kinerja saham.
Gerakan vertikal biaya ini tidak mengubah garis dasar laba, tetapi terlalu menaikkan
laba inti. Sebagai tambahan, nampaknya para manajer menggunakan alat manajemen laba ini
untuk melakukan peramalan analisis laba benchmark, pos khusus cenderung tidak termasuk ke
dalam pro forma dan definisi laba analisis. Untuk metode classification shifting, dititik
beratkan pada alokasi biaya antara biaya inti (harga pokok penjualan, biaya penjualan, serta
biaya umum dan administrasi) danspecial items.
Penelitian mengenai classification shifting (pengujian atas core earnings dan special
items) masih jarang karena kebanyakan dari mereka meneliti alat manajemen laba yang sudah
sering diangkat dalam penelitian-penelitian dan umumnya banyak digunakan oleh para
manajer, yaitu: manajemen akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi riil. Sebenarnya
classification shifting (pengujian atas core earnings dan special items) tidak kalah bagus
dengan alat manajemen laba yang lain, bahkan clssification shifting mempunyai beberapa
kelebihan, tetapi masih jarang penelitian yang mengangkat tema classification shiftingsebagai
objek penelitiannya.
Manipulasi Aktivitas Riil
Manajemen laba melalui aktivitas riil dapat dideteksi melalui arus kas operasi, biaya
diskresioner, dan biaya produksi. Penelitian mengenai manajemen laba melalui aktivitas riilhanya mengkonsentrasikan pada aktivitas investasi seperti pengurangan pengeluaran riset dan
pengembangan (Roychowdury, 2006).
Roychowdury (2006) memberikan bukti bahwa manajer melakukan manipulasi melalui
aktivitas riil dengan memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan, mengurangi
kos barang yang terjual melalui peningkatan persediaan, dan mengurangi biaya diskresioner
untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Beberapa penelitian mengenai manajemen laba
telah dilakukan dengan memfokuskan pada investasi dan pengeluaran riset dan
pengembangan. Dechow dan Sloan (1996) menemukan bahwa manajer mengurangi biaya riset
13
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
14/20
dan pengembangan pada akhir masa jabatan untuk meningkatkan laba jangka pendek. Bushee
(1998) menemukan bukti yang konsisten dengan mengurangi biaya riset dan pengembangan
untuk meningkatkan laba. Burgstahler dan Dichev (1997) menemukan buki bahwa analis
peramalan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.
Graham et al. (2005) mengatakan bahwa eksekutif keuangan menunjukkan kesediaan
untuk memanipulasi laba melalui aktivitas riil dibanding akrual. Terdapat dua alasan untuk
melakukan manipulasi laba melalui aktivitas riil yaitu: (1) manipulasi akrual mungkin menarik
perhatian auditor atau regulator untuk memeriksa lebih dalam dibanding keputusan nyata
tentang harga dan produksi, (2) manipulasi berdasarkan akrual memberikan suatu risiko.
Roychowdury (2006) mengatakan bahwa manajemen laba melalui manipulasi aktivitas
riil adalah berpindahnya pengelolaan laba dari praktik operasi normal ke praktik operasi tidak
normal, yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menipu beberapa stakeholders agar
percaya terhadap laporan keuangan yang dibuat atas dasar operasi normal. Perpindahan dari
praktik operasi normal ke tidak normal tidak memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan
walaupun manajer mencapai sasaran pelaporan. Manajer yang terlibat manajemen laba
mementingkan keuntungan pribadi untuk mencapai sasaran pelaporan karena mereka bertindak
sebagai agen. Contohnya, manajemen laba dilakukan untuk menghindari kerugian, dan
menghindari pelanggaran perjanjian utang, untuk menghindari intervensi pemerintah, serta
untuk meningkatkan bonus.
Di Indonesia, penelitian tentang manipulasi aktivitas riil telah dilakukan oleh Andayani
(2008). Hasilnya adalah perusahaan manufaktur melakukan overproduksi, memberi diskon,
dan kelonggaran kredit sebagai indikasi adanya manajemen laba, yang menyebabkan biaya
produksi menjadi tinggi.
14
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
15/20
SIMPULAN
Informasi laba membantu pemilik/pihak lain dalam mengestimasikan kekuatan laba
untuk menaksir resiko dalam investasi dan kredit. Pentingnya informasi laba tersebut harus
disadari oleh pihak manajemen sebagai pihak penyusun laporan keuangan serta sebagai pihak
yang diukur kinerjanya. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial
Accounting Concepts (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan
sangat penting bagi pihakpihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif.
Manajemen laba dapat diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan melalui
creative accounting practices yaitu pemilihan metoda akuntansi, klasifikasi sistem akuntansi
dan pengaturan waktu transaksi (Ali dan Kumar 1994, Rahmawati dkk. 2010). Pengaturan
waktu transaksi dan klasifikasi sistem akuntansi berpengaruh terhadap manajemen laba dalampenyusunan laporan keuangan (Moses 1994). Praktik manajemen laba dapat juga dilakukan
melalui pemilihan metoda akuntansi persediaan, depresiasi aktiva tetap, kapitalisasi pensiun,
inflasi, dan amortisasi.
Motivasi manajer melakukan manajemen laba adalah: program bonus, pelanggaran
utang, pergantian manajer puncak, perpajakan, kos politik, dan perusahaan yang melakukan
penawaran saham perdana. Asimetri informasi merupakan peluang manajer agar dapat
melakukan manajemen laba. Kualitas auditor dengan proksi auditor spesialisasi industri
merupakan batasan manajemen laba. Beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih
antara aktiva pajak tangguhan dan utang pajak tangguhan dapat digunakan untuk mendeteksi
manajemen laba.
Classification shifting merupakan alat manajemen laba yang lain diluar manajemen
akrual dan manipulai aktivitas ekonomi riil. Classification shiftingadalah kesalahan klasifikasi
item-item di dalam laporan laba rugi.
Manipulasi aktivitas riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen
melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi berjalan. Oleh karena itu,
manipulasi ini dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi berjalan. Hal waktu
inilah yang menjadi bagian penting perusahaan dalam hal ini manajer memiliki insentif
melakukan manipulasi aktivitas riil (Roychowdury, 2003).
Penelitian tentang manajemen laba memperjelas penggunaan teori akuntansi positif
dan teori keagenan. Teori akuntansi positif bukan teori tunggal yang dapat menjelaskan
kebijakan manajemen terhadap manajemen laba jadi dalam menjelaskan fenomena bisa saja
berlawanan dengan teori akuntansi positif. Penelitian tentang manajemen laba pada tahun-
15
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
16/20
tahun terakhir banyak dihubungkan dengan corporate social responbility (sebagai contoh,
penelitiannya Lin dkk., (2008), perlindungan investor (Cahan, 2008, Sari, 2008, dan Nabar,
2007), dan corporate governance (Kamardin, 2009).
Bagi para investor, hasil penelitian manajemen laba dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan investasi dengan menggunakan informasi akrual sebagai komponen dari
earnings. Kreditor, analis keuangan, dan auditor disarankan untuk berhati-hati dalam
memahami laba yang dilaporkan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Mengingat laba
yang dilaporkan tersebut dapat dinaikkan, diratakan, atau diturunkan dengan memanfaatkan
fleksibilitas dari standar akuntansi keuangan dan regulasi.
Para pembuat standar akan tertarik pada akrual khusus yang digunakan untuk
mengelola laba, besaran dan frekuensi dari tindakan manajemen laba. Bagi regulator, sebagai
contoh Bank Indonesia dapat mendeteksi industri perbankan yang melakukan manajemen
laba, misalnya dengan memperhatikan karakteristik perbankan yang mempunyai akrual besar
sehingga mempunyai perbedaan yang besar antara laba dan arus kas operasinya dan perbankan
dengan strukturgovernance yang lemah. Bank Indonesia juga perlu hati-hati dalam menyusun
regulasi perbankan karena terbukti regulasi perbankan berhubungan dengan manajemen laba.
Bagi BAPEPAM, hasil penelitian manajemen laba dapat digunakan sebagai bahan
membuat peraturan yang berkaitan dengan pengungkapan penuh agar meningkatkan
transparansi dalam pelaporan keuangan. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) agar mengupayakan
pembatasan pemilihan metoda akuntansi bagi manajemen dengan harapan meminimalkan
terjadinya manajemen laba yang dapat merugikan berbagai pihak. Disamping itu IAI juga
mengeluarkan cara atau teknik pendeteksian manajemen laba yang sulit untuk diteliti secara
langsung dalam laporan keuangan.
16
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
17/20
DAFTAR PUSTAKA
Ali A. dan K. R. Kumar. 1994. The magnitudes of financial statement effects and
accounting choices: the case of the adoption of SFAS No. 87. Journal of Accounting
and Economics: 89-114.
Algharaballi. E. dan S. Albuloushi. 2008. Evaluating the specification and power of
discreationary accruals models in Kuwait.Journal of derivation and hedge funds 14:
251-264.
Andayani, Wuryan. 2008. Pengaruh good corporate governance terhadap manajemen laba
melalui aktivitas riil.Prosiding seminar ketahanan ekonomi nasional UPN Veteran
Yogyakarta: 24-25 Oktober.
Aljifri, Khaled. 2007. Measurement and motivations of earnings management: A critical
perspective.Journal of Accounting-Business and management 14: 75-95.
Ayres, F. Lucas. 1994. Perception of Earnings Quality: What Managers Need to Know.
Management Accounting. p.2729.
Bartov, Eli. 1993. The Time of Assets Sales and Earnings Manipulation. The Accounting
Review Vol. 68 No. 4 (October), p. 840-855.
Bernard, V.L., dan Skinner, D.J. 1996. What Motivates Managers Choice of Discreti-
onary Accrual?.Journal of Accounting and Economic22: 313-325.
Bushee, B. 1998. The influence of institutional investors on myopic R&D investment
behavior. The Accounting Review 73 (3): 305333.
Beneish, M., dan M. Vargus. 2002. Insider Trading, Earnings Quality, and Accrual Mispricing.
The Accounting Review 77(4): 755-791.
Bergstresser, D., dan Philippon, T. 2006. CEO Incentives and Earnings Management.
Available on-line at http://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdf.
Bruns and Merchant. 1990. The Ethics of Managing Earnings: An Empirical Investigation.
Journal of Accounting and Public Policy. p. 7994.
Black, L. Ervin, Keith, F. Dellers, andTracy, S. Manly. 1998. Earnings Management Using
Asset Sales An International Study of Countries Allowing noncurrent asset
revaluation.Journal of Business Finance and Accounting25 NovDec: 1287 1317.
Cahan. S. F, G. Liu, dan J. Sun. 2008. Investor protection, income smoothing, and earnings
informativeness.Journal of International Accounting Research, 7 (1): 1-24.
Cheng, Q., and Warfield, D. T. 2005. Equity Incentives and Earnings Management. The
Accounting Review, 80 (April): 441-476.
17
http://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdfhttp://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdf -
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
18/20
Dechow, P. M R.G. Sloan, and A.P. Sweeney. 1995. Detecting Earnings Management. The
Accounting Review, April Vol. 70 No. 2.
_______,. 1996. Causes and Consequences of Earnings Manipulation: An Analysis of Firms
Subject to Enforcement Actions by SEC. Contemporary Accounting Research Vol.13
No.1, hlm. 1-36.
Daley, Lane, andPhilip Vigeland. 1993. The Effects of Debts Covenants and Political Costs
on The Choice of Accounting Method: The Case of Accounting for R&D Costs.
Journal of Accounting and Economics. p. 195211.
De Angelo, L. E. 1986. Accounting number as market valuation substitutes: a study of
management buyout of public stockholders. The Accounting Review 41: 400-420.
-------------------. 1988. Managerial competition, information costs, and corporate govenance:
the use of accounting performance measures in proxy contests. Journal of Accountingand Economics 10: 3-40.
Fischer, Marily, and Kenneth Rosenzweig. 1995. Attitude of Students and Accounting
Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management.Journal
of Business Ethics. Vol. 14. p. 433444.
Graham, J.R. C.R Harvey dan S. Rajgopal. The economic Implications of corporate financial
reporting.Journal of Accounting and economics. Vol. 40: 3-73.
Guenther, David A. 1994. Earnings Management in Response to Corporate Tax Rate Changes:Evidence from the 1986 Tax Reform Act.Accounting Review, 230-243.
Gu, Z. dan C. Jevons Lee. 1999. How widespread is earnings management? the intra-year
timing evidence. Working Paper, Carnegie Mellon University.
Healy, P. 1985. The Effect of of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of
Accounting and Economics, 7:85107.
Holthausen, R., D. Larcker, dan R. Sloan. 1995. Annual bonus schemes and the manipulation
of earnings.Journal of Accounting and Economics, Maret: 73-109.
Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency cost
and ownership structure.Journal of Financial Economics 3: 305-360.
Kamardin, Hasnah. 2009. Corporate governance and board performance: Evidence from
Malaysia. Fifth International GABER Conference Proceedings, December, Kuala
Lumpur, Malaysia.
Lin C.H., C.H. Shen dan F.C. Kang. 2008. Corporate social responbility, investor protection,
and earnings management: some international evidence. Journal of Business
Ethics. 79: 179-198.
Dang, Kevin F Brown, B D McCullough. 2004. Assessing Audit Quality: A Value Relevance
18
-
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
19/20
Respective . www.google.com.
Mulford, Charles and Eugene Comiskey. 2002. The Financial Numbers GameDetecting
Creative Accounting Theory. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Moses D. 1994. Income Smoothing and incentives: empirical test using accounting changes.
The accounting review Vol. LXII. No. 2 (April): 358-377.
Maydew, Edward L.1997. Tax-Induced Earnings Management by Firms with Net Operating
Losses.Journal of Accounting Research, Spring: 83-96.
Mills. L dan K. Newberry. 2001. The Influence of Tax and Nontax Costs on Book-tax Repor-
ting Differences. The Journal of the American Taxation Association, 23(1):1-19.
Mc Vay. 2006. Earning Management Using Classification Shifting: An Examination of Core
Earnings and Special Items. The Accounting Review. Vol. 81 No. 3. pp. 501531.
Nabar. S., K.K. Boolert, dan U. Thai. 2007. Earnings management, investor protection, and
national culture.Journal of International Accounting Research. 6 (2): 35-54.
Pratama, Fajar Visnu, dan Rahmawati. 2007. The Influence Of Special Items To Core
Earnings In Management Earnings At Manufacturing Business Which Enlist In Jakarta
Stock Exchange, The Journal Accounting, Management, And Economics Research Juli
Vol.7 No.2.
Phillips, John., Morton Pincus dan Sonja Olhoft Rego. 2003. Earnings Management:
New Evidence Based on Deferred Tax Expense. The Accounting Review. Vol 78:
491-521.
_______, _______, _________, dan H. Wan.2004. Decomposing Changes in Deferred
Tax Asset dan Liabilities to Isolate Earnings Management Activities. The Journal
of the American Taxation Association 26 (Supplement): 43-66.
Roychowdury S. 2003. Management of earnings through the manipulation of real activities
that affect cash flow from operation.Paper Work. Sloan School of Management MIT.
------------------. 2004. Management of earnings through the manipulation of real activities
that affect cash flow from operations. Dissertation. University of Rochester.
Ratmono, D. 2004. Persistensi Relatif Earnings, Anomali Pasar Berbasis Earnings,
dan Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII(Bali).
Rahmawati. 2006. Pengaruh asimetri informasi pada hubungan antara regulasi perbankan dan
manajemen laba serta dampaknya terhadap kinerja saham (Studi empiris pada Industri
Perbankan di Indonesia).Disertasi UGM.Jurnal Akuntansi dan Bisnis.
--------------. 2007. Model Pendeteksian Manajemen Laba Pada Industri Perbankan Publik Di
Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perbankan,JAM YKPN April.
19
http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/ -
7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba
20/20
-------------. 2008. Motivasi, Peluang, dan Batasan Manajemen Laba (Studi Empiris Pada
Industri Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta), Jurnal ekonomi dan bisnis
(JEBI), Desember.
Rahmawati dan Mutiara Solikhah. 2008. The Ability Of Deffered Tax Expense In Detecting
Earnings Management At The Manufacture Companies Listed In The Indonessian
Stock Exchange, JAMER Vol. 8 No.1 January.
Rahmawati, Sri Seventy Pujiastuti, dan Anastasia Riani Suprapti. 2010. Model Strategi
Manajemen Laba Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek Indonesia: Suatu
Pemeriksaan Pergeseran Klasifikasi Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Saham,
Pemilihan Metoda Akuntansi, Klasifikasi Akuntansi, Dan Pengaturan Waktu
Transaksi.Jurnal Akuntansi UNTAR, Januari tahun XIV no. 01.
Richardson, V. J. 1998. Information Asymmetry and Earnings Management : Some Evidence.
http:/www.ssrn.com.
Salno. Meilani. 1999. Analisis perataan penghasilan (income smoothing): faktor-faktor yang
mempengaruhi dan kaitannya dengan kinerja saham perusahaan publik di Indonesia.
Tesis S2 tidak dipublikasikan UGM.
Sari, Ratna Chandra. 2008. Investor protection, real activity manipulation and accrual
manipulation: Asian comparison. The 2 ndaccounting conference, doctoral
colloquium, and accounting workshop, UI Depok 4-5 November 2008.
Scott William R. 2006.Financial Accounting Theory. Edisi Keempat. USA: Prentice Hall.
Schipper, K. 1989. Earnings Management.Accounting Horizons 3, 91-106.
Surifah. 2001. Studi Tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba Pada Laporan Keuangan
Perusahaan Publik Di Indonesia.Kajian Bisnis.
Subekti Dj, Rahmawati, Handayani Tri Wijayanti. 2008. Analisis Perbedaan Antara Laba
Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, Dan Aliran Kas Pada
Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Januari.
-----------------. 2008. Analisis Perubahan Aktiva Pajak Tangguhan Dan Kewajiban Pajak
Tangguhan Untuk Mendeteksi Manajemen Laba,JAM YKPN, Desember.
Watts, R and Zimmerman. 1986. Towards a Positive Theory of The Determination of
Accounting Standards. The Accounting Review 53, 112-134..
Yuliati. 2004. Kemampuan Beban Pajak Tangguhan Dalam Memprediksi Manajemen Laba.
Simposium Nasional Akuntansi VII(Bali).
20