manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

download manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

of 20

Transcript of manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    1/20

    MANAJEMEN LABA DAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY

    (CSR)

    A. PENDAHULUAN

    Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara

    manajer sebagai agendan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal.

    Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek

    perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham danstakeholderlainnya.

    Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer

    dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan

    nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan(disclosure) informasi akuntansi.

    Standar akuntansi yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengijinkan

    pihak manajemen untuk mengambil suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode akuntansi

    guna menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak ekstern. Pemberian

    fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih satu dari seperangkat kebijakan akuntansi

    membuka peluang untuk perilaku oportunis dan kontrak efisien. Artinya, manajer yang

    rasional, akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata

    lain, manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimalkan expected utility-nya

    dan atau nilai pasar perusahaan. Perilaku oportunis dan kontrak efisien ini, mendorong

    manajer untuk melakukan manajemen laba.

    Scott (2006: 344) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: manajemen laba

    merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan

    yang ada dan secara alamiah dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar

    perusahaan. Manajemen laba menurut Mulford dan Comiskey (2002), merupakan financial

    numbers game (permainan angkaangka keuangan) yang dilakukan melalui creative

    accounting practises akibat adanya kelonggaran flexibility principles yang dikeluarkan oleh

    GAAP (General Accepted Accounting Principal).

    Manajemen laba merupakan topik yang menarik, baik bagi peneliti akuntansi maupun

    praktisi. Fenomena manajemen laba juga telah meramaikan dunia bisnis dan pemberitaan pers.

    Beberapa bukti empiris dan sistematik telah menunjukkan adanya fenomena manajemen laba

    ini, diantaranya Gu dan Lee (1999), De Angelo (1988), Holthausen dan Sloan (1995), dan lain-

    lain. Secara khusus, Gu dan Lee (1999) telah menunjukkan bahwa manajemen laba telah

    1

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    2/20

    meluas dan ada di setiap pelaporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka

    memberikan suatu bukti bahwa manajemen laba terjadi di setiap laporan keuangan kuartalan,

    dan tingkat manajemen laba terbesar ditemukan pada kuartal ketiga. Ini menunjukkan bahwa

    praktik manajemen laba merupakan suatu fenomena yang umum terjadi, tidak hanya pada

    peristiwa-peristiwa tertentu saja tetapi telah sedemikian mengakar dalam kehidupan bisnis.

    Penelitian-penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa penggunaan

    discretionary accrual menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba

    (Bernard dan Skinner, 1996). Kesalahan tersebut disebabkan oleh kesulitan pengklasifikasian

    akrual total kedalam bentuk discretionary accrual dan non-discretionary accrual, sehingga

    penggunaan model akrual menjadi kurang tepat dan mengalami kesulitan (Aljifri, 2007).

    Dechow (1995) menguji lima model akrual dan menemukan bukti bahwa tidak ada di antara

    kelima model tersebut yang benar-benar tepat untuk mendeteksi manajemen laba. Kesalahan

    memprediksikan dilakukan atau tidaknya manajemen laba, menyebabkan kesalahan dalam

    menilai kualitas laba perusahaan sehingga menyebabkan bias dalam penilaian kinerja

    perusahaan. Penelitian Algharaballi dkk. (2008) juga menguji kekhususan dan kekuatan empat

    model untuk mendeteksi manajemen laba. Hasilnya adalah model Jones merupakan model

    yang mempunyai kekuatan tertinggi dalam mendeteksi kenaikan laba yang disebabkan

    manipulasi akrual.

    Beberapa peneliti mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan mencari faktor

    alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. Penelitian baru-baru ini

    menginvestigasi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) sebagai

    indikator manajemen laba (Mills dan Newberry, 2001; Phillips dkk., 2003; Ratmono, 2004;

    Yuliati, 2004). Penelitian-penelitian tersebut didasari oleh literatur akuntansi keuangan yang

    menegaskan bahwa book-tax differences dapat memberikan informasi tentang laba berjalan

    (current earnings). Logika yang mendasarinya adalah sedikitnya kebebasan yang

    diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal, menyebabkan book-tax differences memberikaninformasi tentang management discretion dan proses akrual. Mills dan Newberry (2001) dan

    Phillips dkk. (2003) berpendapat bahwa para manajer mempunyai banyak kebebasan dalam

    pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak, dan dapat memanfaatkan kebebasannya

    tersebut untuk menaikkan laba akuntansi dengan suatu cara tertentu tanpa menaikkan laba

    fiskal. Yuliati (2004) menemukan bahwa kedua pengukur manajemen laba (akrual dan beban

    pajak tangguhan) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap probabilitas

    perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.

    2

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    3/20

    Fenomena manajemen laba merupakan topik yang telah lama muncul baik dalam dunia

    akademik maupun bisnis. Penelitian De Angelo (1988), Holthausen dan Sloan (1995)

    menunjukkan bahwa manajemen laba telah meluas dan ada dalam setiap pelaporan keuangan

    yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka memberikan bukti empiris bahwa manajemen laba

    ada dalam setiap laporan keuangan kuartalan dan tingkat manajemen laba yang terbesar

    ditemukan pada kuartal ketiga.

    Teori Akuntansi Positif

    Teori akuntansi positif (TAP) secara jelas dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman

    (1986). Teori ini berupaya untuk menjelaskan mengapa kebijakan akuntansi menjadi suatu

    masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan, dan

    untuk memprediksi kebijakan akuntansi yang hendak dipilih oleh perusahaan dalam kondisi

    tertentu. Teori ini didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan merupakan suatu nexus of

    contracts. Artinya, perusahaan merupakan suatu muara bagi berbagai kontrak yang datang

    padanya. Misalnya, kontrak dengan karyawan (termasuk manajer), pemasok, dan dengan

    pemberi modal. Sebagai suatu kumpulan dari berbagai kontrak, secara rasional perusahaan

    ingin meminimalkan contracting cost yang berkaitan dengan kontrak-kontrak yang masuk

    padanya, seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau

    kegagalan, dan lain-lain. Beberapa dari kontrak tersebut melibatkan variabel-variabel

    akuntansi, dan teori akuntansi positif berargumentasi bahwa perusahaan akan memanfaatkan

    kebijakan akuntansi guna meminimumkan contracting cost. Kondisi ini diperkuat dengan

    pemberian fleksibilitas oleh badan penetap standar kepada manajemen guna memilih dari

    seperangkat kebijakan akuntansi yang diperkenankan.

    Teori akuntansi positif menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan dan

    memprediksi pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Teori akuntansi positif yang

    diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986) telah memprediksi tiga hipotesis yangmendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba, yaitu:

    a) The bonus plan hypothesis

    Manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait dengan angka-angka

    akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser reported

    earnings darifuture periodke current period(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang),

    ceteris paribus.

    b) The debt covenant hypothesis

    3

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    4/20

    Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant (perjanjian kontrak

    hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeserreported earnings

    darifuture periods ke current period(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris

    paribus.

    c) The political cost hypothesis

    Semakin besarpolitical cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer cenderung

    untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan reported earnings dari currentke

    future period(menurunkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.

    Motivasi Manajemen Laba

    Scott (2006: 344) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.

    Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunis manajer untuk memaksimalkan utilitasnya

    dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (oportunistic

    Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif

    efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi

    manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam

    mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang

    terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham

    perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income

    smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

    Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989)

    yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan

    tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa

    keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses

    tersebut).

    Aktivitas laba dapat terjadi karena tiga faktor yaitu dengan cara: pemanfaatantransaksi akrual, perubahan metoda akuntansi, dan penerapan suatu kebijakan. Scott (2006:

    346-355) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba adalah sebagai

    berikut:

    Motivasi Program Bonus

    Healy (1985) menunjukkan secara empiris bahwa sebelum melakukan manajemen

    laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan atas laba bersih

    perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan manajemen yang secara

    oportunistik mengelola laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka berdasarkan

    4

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    5/20

    program kompensasi perusahaan. Healy (1985) berusaha untuk membuktikan dan

    memprediksi metoda akuntansi yang akan dipilih manajer. Penelitian ini merupakan

    perluasan dari bonus plan hypothesis. Jika pada suatu tahun tertentu laba bersih

    perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah menurunkan

    pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath) yang

    bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada satu

    tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan yang dilakukan

    manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih

    rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan mendapatkan bonus yang

    lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya manajer akan melakukan

    manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara bogey dan cap. Penelitian yang

    telah dilakukan oleh Cheng dan Warfield (2005) menguji hubungan antara manajemen

    laba dengan insentif ekuitas. Hasilnya adalah insentif ekuitas berkorelasi positif dengan

    manajemen laba. Artinya, semakin tinggi insentif ekuitas yang diberikan kepada

    manajer, semakin tinggi kejadian manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Ini

    terkait hubungan antara kompensasi yang berdasarkan saham dan elemen insentif

    ekuitas lain dengan insentif manajer untuk meningkatkan harga saham jangka pendek.

    Hasil penelitian Beneish dan Vargus (2002) menunjukkan bahwa periode di mana

    akrual sangat tinggi berhubungan dengan penjualan saham oleh insiders. Di waktu

    yang sama laba dan return saham yang rendah mengikuti periode di mana terdapat

    akrual tinggi yang disertai penjualan oleh insiders. Bergstresser dan Philippon (2006)

    menguji hubungan antara manajemen laba dan CEO insentif dengan menggunakan

    pendekatan discretionary accruals model Jones.

    2. Motivasi Politik(Political Motivations)

    Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan dengan publik atau perusahaan yang

    bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah untukdiawasi. Perusahaan seperti ini cenderung untuk mengelola labanya. Pada perioda

    kemakmuran perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik akuntansi yang

    meminimalkan laba bersih perusahaan. Sebaliknya, publik akan mendorong

    pemerintah untuk meningkatkan peraturan untuk menurunkan profitabilitas mereka.

    Contoh hasil penelitian yang lain pada industri perbankan, yaitu tingkat manajemen

    laba dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah regulasi perbankan tentang

    tingkat kesehatan, regulasi perbankan tentang kehati-hatian serta adanya asimetri

    informasi yang merupakan peluang untuk dapat melakukannya (Rahmawati 2006).

    5

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    6/20

    3. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)

    Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata.

    Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi

    pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum

    perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Penelitian

    Maydew (1997) membuktikan bahwa penghematan pajak menjadi insentif bagi

    manajer (khususnya manajer yang mengalami net operating loss pada tahun 1986-

    1991) untuk mempercepat pengakuan biaya dan menunda pengakuan pendapatan. Di

    USA, perusahaan yang mengalami net operating loss diijinkan untuk mengkompensasi

    rugi operasi tersebut dengan laba tiga tahun sebelumnya (atau dengan laba 15 tahun

    yang akan datang). Dampak dari kompensasi rugi terhadap laba adalah restitusi pajak.

    Perubahan tingkat pajak pada tahun 1987 di Amerika akibat TRA (tax reform act)

    adalah akibat memaksimalkan restitusi pajak yang didapatkan dari perusahaan

    mengalami kerugian pada tahun 1986-1991, karena restitusi tersebut didasarkan atas

    tarif pajak yang berlaku pada tahun pajak ditarik. Guenther (1994) menginvestigasi

    pengaruh publikasi TRA terhadap perusahaan di Amerika. Berbeda dengan Maydew,

    Guenther memilih mengevaluasi perusahaan yang tidak mengalami net operating loss.

    Penelitian Guenther berhasil membuktikan bahwa tingkat akrual perusahaan besar

    relatif lebih rendah dibanding tingkat akrual perusahaan kecil. Aktivitas manajemen

    laba dengan motivasi pajak dapat terdeteksi dengan book-tax differences, yaitu

    dilakukandengan cara menaikkan kewajiban pajak tangguhan bersih (yaitu kewajiban

    pajak tangguhan dikurangi aktiva pajak tangguhan bersih), dan mengakibatkan naiknya

    beban pajak tangguhan (deferred tax expense). Pendapat ini konsisten dengan Phillips

    et al. (2003) yang membuktikan bahwa beban pajak tangguhan, yang merupakan wakil

    empirik untuk book-tax differences, menghasilkan total akrual dan ukuran abnormal

    akrual dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun.Selanjutnya Phillips et al. (2004), Rahmawati dan Solikhah (2008), serta Subekti dkk.

    (2008) menggunakan komponen-komponen perubahan dalam aktiva pajak tangguhan

    dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba untuk menghindari

    laba menurun.

    4. Motivasi Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)

    Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis program

    bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati pengunduran diri CEO maka

    tindakan yang dilakukan adalah memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus

    6

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    7/20

    mereka. Sedangkan CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba

    untuk memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda

    pemberhentian mereka. Motivasi melakukan manajemen laba juga dapat dilakukan

    oleh CEO baru, terutama jika cost dibebankan pada tahun transisi, melalui

    penghapusan operasi yang tidak diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan.

    5. Initial Public Offering (IPO)

    Perusahaan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer

    perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka.

    Nampaknya informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan dalam prospektus

    bermanfaat sebagai sumber informasi. Terdapat kemungkinan bahwa manajer

    perusahaango public akan mengelola prospektusnya dengan harapan dapat menaikkan

    harga saham.

    6. Motivasi Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)

    Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak

    utang jangka panjang. Perjanjian utang bertujuan melindungi peminjam terhadap

    tindakan manajer. Pelanggaran terhadap covenant mengakibatkan cost yang tinggi

    terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya

    pelanggaran terhadap covenant.

    Corporate Sosial Responsibility (CSR)

    Motivasi manajemen laba di atas mengindikasikan secara eksplisit praktik manajemen

    laba yang disengaja oleh manajer, yang pada akhirnya membawa konsekuensi negatif terhadap

    shareholders, karyawan, komunitas dimana perusahaan beroperasi, masyarakat, karier dan

    reputasi manajer yang bersangkutan (Zahra, Priem dan Rasheed, 2005). Salah satu

    konsekuensi paling fatal akibat tindakan manajemen yang memanipulasi laba adalah

    perusahaan akan kehilangan dukungan dari para stakeholders-nya. Stakeholder akan

    memberikan respon negatif berupa tekanan dari investor, sanksi dari regulator, ditinggalkan

    rekan kerja, boikot dari para aktivis, dan pemberitaan negatif media massa (Prior et al., 2008).

    Tindakan tersebut wujud ketidakpuasan stakeholders terhadap kinerja perusahaan yang

    dimanipulasi, dan pada akhirnya berimbas merusak reputasi perusahaan di pasar modal

    (Fombrun, Gardberg, dan Barnett, 2000).

    Oleh karena itu, manajer menggunakan suatu strategi pertahanan diri (entrenchment

    strategy) untuk mengantisipasi ketidakpuasan stakeholder-nya ketika ia melaporkan kinerja

    7

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    8/20

    perusahaan yang kurang memuaskan. Strategi pertahanan diri manajer tersebut sebagai upaya

    untuk tetap mempertahankan reputasi perusahaan dan melindungi karier manajer secara

    pribadi. Salah satu cara yang digunakan manajer sebagai strategi pertahan diri adalah

    mengeluarkan kebijakan perusahan tentang penerapan Corporate Social Responsibility (CSR).

    CSR berkaitan dengan persoalan etika dan moral mengenai pembuat keputusan kebijakan dan

    perilaku, seperti menempatkan persoalan komplek terhadap penjagaan pelestarian lingkungan,

    manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keamanan kerja, hubungan dengan

    komunitas lokal, dan menjalin hubungan harmonis dengan pemasok dan pelanggan (Castelo

    dan Lima, 2006). Pengungkapan informasi mengenai perilaku dan hasil berkenaan dengan

    tanggung jawab sosial sangat membantu membangun sebuah citra (image) positif diantara para

    stakeholders (Orlitzky, Schmidt dan Rynes, 2003). Citra positif ini dapat membantu

    perusahaan untuk mendirikan ikatan komunitas dan membangun reputasi perusahaan di pasar

    modal karena dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menegosiasikan kontrak yang

    menarik dengan suplier dan pemerintah, menetapkanpremium prices terhadap barang dan jasa,

    dan mengurangi biaya modal (Fombrun et al., 2000). Castelo dan Lima (2006) menjelaskan

    bahwa melalui praktik CSR, perusahaan dapat menghasilkan lebih banyak perlakuan yang

    lebih menguntungkan berkenaan dengan regulasi, serta mendapatkan dukungan dari kelompok

    aktivis sosial, legitimasi dari komunitas industri, dan pemberitaan positif dari media, yang

    pada akhirnya reputasi perusahaan tetap terjaga dengan baik.

    Pengungkapan sosial perusahaan didefinisikan sebagai penyediaan informasi keuangan

    dan non-keuangan yang berhubungan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan

    sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan atau laporan sosial terpisah (Hackston

    dan Milne 1996). Pengungkapan sosial perusahaan meliputi rincian dari lingkungan fisik,

    energi, sumber daya manusia, produk dan hal-hal yang terkait dengan kemasyarakatan.

    The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan

    corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai

    komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan,

    melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka,

    komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan

    dengan cara yang bermanfaat, baik dari segi bisnis maupun untuk pembangunan. Konsep CSR

    melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga masyarakat, serta

    komunitas lokal yang bersifat statis. Kemitraan ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama

    secara sosial antarastakeholders.

    8

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    9/20

    Sementara Belkaoui (2006) menjelaskan bahwa disiplin akuntansi merespon

    perkembangan pertanggungjawaban sosial perusahaan dengan melahirkan wacana baru

    tentang social responsibility accounting (SRA), total impact accounting (TIA), dan sosio

    economic accounting (SEA).

    Gray et al., (1995) dalam Yuliana dan Purnomosidhi (2008) mengemukakan beberapa

    teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yaitu:

    1). Decision Usefulness Studies

    Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain para investor ke

    dalam kriteria dasar pengguna laporan akuntansi sehingga suatu pelaporan akuntansi dapat

    berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh semua unsur pengguna laporan

    tersebut.

    2). Economic Theory Studies

    Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut membedakan antara

    pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan menyiratkan bahwa pengelola

    perusahaan harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas segala sumber daya yang

    dimiliki dan dikelolanya kepada pemilik perusahaan

    3). Sosial and Political Studies

    Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan kerangka

    institusional tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup dua teori utama,

    yaitustakeholder theory dan legitimacy theory.

    Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial. Teori tersebut

    menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas.

    Gray dkk. (2001) menyatakan pengungkapan sosial dan lingkungan dapat secara

    khusus terdiri dari informasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, aspirasi, dan

    image publik yang berkaitan dengan lingkungan, penggunaan karyawan, isu konsumen, energi,

    kesamaan peluang, perdagangan yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya.

    Pengungkapan sosial dan lingkungan juga dapat terjadi melalui berbagai media seperti laporan

    tahunan, iklan, kelompok terarah, dewan karyawan, buklet, pendidikan sekolah, dan

    sebagainya.

    Peluang manajemen laba: asimetri Informasi

    9

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    10/20

    Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi

    atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Teori keagenan

    mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agen) dengan pemilik

    (prinsipal). Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua kelompok (agen dan

    prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka

    terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik

    untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang

    tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang

    menyimpang.

    Batasan manajemen laba: kualitas auditor

    Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self interest

    maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan anatara

    prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan

    lebih cenderung merespon pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi (

    Li Dang et al., 2004).

    Kualitas audit menurut De Angelo (1988) didefinisi sebagai probabilitas error dan

    irregularities yang dapat dideteksi dan dilaporkan. Probabilitas pendeteksian dipengaruhi oleh

    isu yang merujuk pada audit yang dilakukan oleh auditor untuk menghasilkan pendapatnya.

    Isu-isu yang berhubungan dengan isu audit adalah kompetensi auditor, persyaratan yang

    berkaitan dengan pelaksanaan audit dan persyaratan pelaporan. DeAngelo (1988)

    berargumentasi bahwa ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor.Economies

    of scale KAP (kantor akuntan publik) yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk

    mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut.

    Kantor akuntan publik diklasifikasi menjadi dua yaitu kantor akuntan publik yang berafiliasi

    dengan KAP Big Five, dan kantor akuntan publik lainnya. Auditor beroperasi dalam

    lingkungan yang berubah, ketika biaya keagenan tinggi, manajemen mungkin berkeinginanpada kualitas audit yang lebih tinggi untuk menambah kredibilitas laporan, hal ini bertujuan

    untuk mengurangi biaya pemonitoran. Proksi pengukuran kualitas audit dalam penelitian-

    penelitian terdahulu ada tiga, yaitu ukuran KAP, reputasi KAP, dan auditor spesialisasi

    industri, tetapi proksi yang sesuai dengan kondisi pasar modal di Indonesia adalah spesialisasi

    industri.

    Bentuk strategi manajemen laba

    Strategi untuk membuat manajemen laba antara lain:

    10

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    11/20

    a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

    Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi

    akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tidak tertagih (Rahmawati 2006, 2007),

    estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, dan

    estimasi biaya garansi.

    b. Mengubah metode akuntansi

    Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh:

    merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode

    depresiasi garis lurus. Strategi manajemen laba dengan pemilihan metoda akuntansi

    dan pengaturan waktu transaksi mempengaruhi manajemen laba dengan proksi akrual

    kelolaan (Rahmawati dkk., 2009). Semakin besar manajemen laba dengan

    menggunakan strategi pemilihan metoda dan pengaturan waktu transaksi semakin

    besar pula manajemen laba (yang diproksikan dengan akrual kelolaan).

    c. Menggeser periode biaya atau pendapatan

    Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional

    (Fischer dan Rosenzweig, 1995; Bruns dan Merchant, 1990). Contoh rekayasa periode

    biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk

    penelitian sampai periode akuntansi berikutnya (Daley dan Vigeland, 1993),

    mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,

    kerja sama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai

    periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke

    pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat

    penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai (Bartov, 1993; Black, Dellers, dan

    Manly, 1998). Perusahaan yang mencatat persediaan menggunakan asumsi LIFO, juga

    dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan (Frankel dan

    Trezervant, 1994).

    Ada tiga bentuk manajemen laba menurut Ayres (1994) yaitu:

    Manajemen akrual

    Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi

    aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para

    manajer. Contoh manajemen akrual antara lain adalah dengan mempercepat atau menunda

    pengakuan akan pendapatan (revenue), menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau

    11

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    12/20

    menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya, dan perkiraan perkiraan

    akuntansi lainnya, seperti: beban piutang raguragu, dan perubahan perubahan metode

    akuntansi.

    Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib

    Terkait dengan penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib dilakukan oleh

    perusahaan, manajemen perusahaan memiliki dua pilihan, yaitu: apakah menerapkan lebih

    awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan

    tersebut. Biasanya, untuk suatu kebijaksanaan akuntansi baru yang wajib, badan akuntansi

    yang ada memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk dapat menerapkannya lebih

    awal dari waktu berlakunya. Para manajer tentu saja akan memilih untuk menerapkan

    suatu kebijaksanaan akuntansi yang baru bila dengan penerapan tersebut akan dapat

    mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan perusahaan.

    Perubahan metoda akuntansi secara suka rela

    Dalam kaitannya dengan faktor yang ketiga, yaitu perubahan metode akuntansi secara suka

    rela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu

    metode akuntasi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia

    dan diakui oleh badan akuntansi yang ada.

    Classification Shifting(pergeseran klasifikasi)

    Classification shifting merupakan alat manajemen laba yang lain diluar manajemen

    akrual dan manipulai aktivitas ekonomi riil. Classification shiftingadalah kesalahan klasifikasi

    items di dalam laporan laba rugi. Classification shiftingdapat juga diartikan menggeser atau

    merubah biaya inti/core expenses (harga pokok penjualan, dan biaya penjualan, serta biaya

    umum dan administrasi) kespecial items. Pergerakan vertikal dari biaya tidak akan mengubah

    bottom line earnings, tetapi core earnings akan overstatement.

    Para manajer dalam memaksimumkan pelaporan kinerja akan menurunkan biaya atauakan menaikkan pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menyajikan suatu gambaran yang

    tidak sesuai dengan kenyataan ekonomi. Classification shifting berbeda dengan manajemen

    akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi riil dalam beberapa hal. Pertama classification

    shifting tidak mengubah laba akuntansi, dan yang kedua adalah classification shifting

    memudahkan analisis dengan mengelompokkan item-item yang mempunyai karakteristik

    serupa. Selain terdapat perbedaan antara manajemen akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi

    riil dengan classification shifting, terdapat pula persamaan di antara ketiga metode manajemen

    laba tersebut, yaitu: samasama mempunyai harapan yang tinggi terhadap kinerja masa depan.

    12

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    13/20

    Penelitian yang telah dilakukan oleh Mc Vay (2006), Pratama dan Rahmawati (2007),

    serta Rahmawati dkk. (2010), membuktikan bahwa para manajer yang menjalankan

    penggeseran/perubahan biaya dari biaya inti (harga pokok penjualan, biaya penjualan, serta

    biaya umum dan administrasi) ke pos khusus. Strategi pergeseran klasifikasi berbeda dengan

    manipulasi aktivitas riil karena manipulasi aktivitas riil berdampak terhadap arus kas dan

    perusahaan dapat terdeteksi melakukan strategi tersebut dari arus kas. Jadi manajer memiliki

    insentif melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi yang akan

    mempengaruhi kinerja saham.

    Gerakan vertikal biaya ini tidak mengubah garis dasar laba, tetapi terlalu menaikkan

    laba inti. Sebagai tambahan, nampaknya para manajer menggunakan alat manajemen laba ini

    untuk melakukan peramalan analisis laba benchmark, pos khusus cenderung tidak termasuk ke

    dalam pro forma dan definisi laba analisis. Untuk metode classification shifting, dititik

    beratkan pada alokasi biaya antara biaya inti (harga pokok penjualan, biaya penjualan, serta

    biaya umum dan administrasi) danspecial items.

    Penelitian mengenai classification shifting (pengujian atas core earnings dan special

    items) masih jarang karena kebanyakan dari mereka meneliti alat manajemen laba yang sudah

    sering diangkat dalam penelitian-penelitian dan umumnya banyak digunakan oleh para

    manajer, yaitu: manajemen akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi riil. Sebenarnya

    classification shifting (pengujian atas core earnings dan special items) tidak kalah bagus

    dengan alat manajemen laba yang lain, bahkan clssification shifting mempunyai beberapa

    kelebihan, tetapi masih jarang penelitian yang mengangkat tema classification shiftingsebagai

    objek penelitiannya.

    Manipulasi Aktivitas Riil

    Manajemen laba melalui aktivitas riil dapat dideteksi melalui arus kas operasi, biaya

    diskresioner, dan biaya produksi. Penelitian mengenai manajemen laba melalui aktivitas riilhanya mengkonsentrasikan pada aktivitas investasi seperti pengurangan pengeluaran riset dan

    pengembangan (Roychowdury, 2006).

    Roychowdury (2006) memberikan bukti bahwa manajer melakukan manipulasi melalui

    aktivitas riil dengan memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan, mengurangi

    kos barang yang terjual melalui peningkatan persediaan, dan mengurangi biaya diskresioner

    untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Beberapa penelitian mengenai manajemen laba

    telah dilakukan dengan memfokuskan pada investasi dan pengeluaran riset dan

    pengembangan. Dechow dan Sloan (1996) menemukan bahwa manajer mengurangi biaya riset

    13

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    14/20

    dan pengembangan pada akhir masa jabatan untuk meningkatkan laba jangka pendek. Bushee

    (1998) menemukan bukti yang konsisten dengan mengurangi biaya riset dan pengembangan

    untuk meningkatkan laba. Burgstahler dan Dichev (1997) menemukan buki bahwa analis

    peramalan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.

    Graham et al. (2005) mengatakan bahwa eksekutif keuangan menunjukkan kesediaan

    untuk memanipulasi laba melalui aktivitas riil dibanding akrual. Terdapat dua alasan untuk

    melakukan manipulasi laba melalui aktivitas riil yaitu: (1) manipulasi akrual mungkin menarik

    perhatian auditor atau regulator untuk memeriksa lebih dalam dibanding keputusan nyata

    tentang harga dan produksi, (2) manipulasi berdasarkan akrual memberikan suatu risiko.

    Roychowdury (2006) mengatakan bahwa manajemen laba melalui manipulasi aktivitas

    riil adalah berpindahnya pengelolaan laba dari praktik operasi normal ke praktik operasi tidak

    normal, yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menipu beberapa stakeholders agar

    percaya terhadap laporan keuangan yang dibuat atas dasar operasi normal. Perpindahan dari

    praktik operasi normal ke tidak normal tidak memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan

    walaupun manajer mencapai sasaran pelaporan. Manajer yang terlibat manajemen laba

    mementingkan keuntungan pribadi untuk mencapai sasaran pelaporan karena mereka bertindak

    sebagai agen. Contohnya, manajemen laba dilakukan untuk menghindari kerugian, dan

    menghindari pelanggaran perjanjian utang, untuk menghindari intervensi pemerintah, serta

    untuk meningkatkan bonus.

    Di Indonesia, penelitian tentang manipulasi aktivitas riil telah dilakukan oleh Andayani

    (2008). Hasilnya adalah perusahaan manufaktur melakukan overproduksi, memberi diskon,

    dan kelonggaran kredit sebagai indikasi adanya manajemen laba, yang menyebabkan biaya

    produksi menjadi tinggi.

    14

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    15/20

    SIMPULAN

    Informasi laba membantu pemilik/pihak lain dalam mengestimasikan kekuatan laba

    untuk menaksir resiko dalam investasi dan kredit. Pentingnya informasi laba tersebut harus

    disadari oleh pihak manajemen sebagai pihak penyusun laporan keuangan serta sebagai pihak

    yang diukur kinerjanya. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial

    Accounting Concepts (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan

    sangat penting bagi pihakpihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif.

    Manajemen laba dapat diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan melalui

    creative accounting practices yaitu pemilihan metoda akuntansi, klasifikasi sistem akuntansi

    dan pengaturan waktu transaksi (Ali dan Kumar 1994, Rahmawati dkk. 2010). Pengaturan

    waktu transaksi dan klasifikasi sistem akuntansi berpengaruh terhadap manajemen laba dalampenyusunan laporan keuangan (Moses 1994). Praktik manajemen laba dapat juga dilakukan

    melalui pemilihan metoda akuntansi persediaan, depresiasi aktiva tetap, kapitalisasi pensiun,

    inflasi, dan amortisasi.

    Motivasi manajer melakukan manajemen laba adalah: program bonus, pelanggaran

    utang, pergantian manajer puncak, perpajakan, kos politik, dan perusahaan yang melakukan

    penawaran saham perdana. Asimetri informasi merupakan peluang manajer agar dapat

    melakukan manajemen laba. Kualitas auditor dengan proksi auditor spesialisasi industri

    merupakan batasan manajemen laba. Beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih

    antara aktiva pajak tangguhan dan utang pajak tangguhan dapat digunakan untuk mendeteksi

    manajemen laba.

    Classification shifting merupakan alat manajemen laba yang lain diluar manajemen

    akrual dan manipulai aktivitas ekonomi riil. Classification shiftingadalah kesalahan klasifikasi

    item-item di dalam laporan laba rugi.

    Manipulasi aktivitas riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen

    melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi berjalan. Oleh karena itu,

    manipulasi ini dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi berjalan. Hal waktu

    inilah yang menjadi bagian penting perusahaan dalam hal ini manajer memiliki insentif

    melakukan manipulasi aktivitas riil (Roychowdury, 2003).

    Penelitian tentang manajemen laba memperjelas penggunaan teori akuntansi positif

    dan teori keagenan. Teori akuntansi positif bukan teori tunggal yang dapat menjelaskan

    kebijakan manajemen terhadap manajemen laba jadi dalam menjelaskan fenomena bisa saja

    berlawanan dengan teori akuntansi positif. Penelitian tentang manajemen laba pada tahun-

    15

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    16/20

    tahun terakhir banyak dihubungkan dengan corporate social responbility (sebagai contoh,

    penelitiannya Lin dkk., (2008), perlindungan investor (Cahan, 2008, Sari, 2008, dan Nabar,

    2007), dan corporate governance (Kamardin, 2009).

    Bagi para investor, hasil penelitian manajemen laba dapat digunakan sebagai bahan

    pertimbangan investasi dengan menggunakan informasi akrual sebagai komponen dari

    earnings. Kreditor, analis keuangan, dan auditor disarankan untuk berhati-hati dalam

    memahami laba yang dilaporkan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Mengingat laba

    yang dilaporkan tersebut dapat dinaikkan, diratakan, atau diturunkan dengan memanfaatkan

    fleksibilitas dari standar akuntansi keuangan dan regulasi.

    Para pembuat standar akan tertarik pada akrual khusus yang digunakan untuk

    mengelola laba, besaran dan frekuensi dari tindakan manajemen laba. Bagi regulator, sebagai

    contoh Bank Indonesia dapat mendeteksi industri perbankan yang melakukan manajemen

    laba, misalnya dengan memperhatikan karakteristik perbankan yang mempunyai akrual besar

    sehingga mempunyai perbedaan yang besar antara laba dan arus kas operasinya dan perbankan

    dengan strukturgovernance yang lemah. Bank Indonesia juga perlu hati-hati dalam menyusun

    regulasi perbankan karena terbukti regulasi perbankan berhubungan dengan manajemen laba.

    Bagi BAPEPAM, hasil penelitian manajemen laba dapat digunakan sebagai bahan

    membuat peraturan yang berkaitan dengan pengungkapan penuh agar meningkatkan

    transparansi dalam pelaporan keuangan. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) agar mengupayakan

    pembatasan pemilihan metoda akuntansi bagi manajemen dengan harapan meminimalkan

    terjadinya manajemen laba yang dapat merugikan berbagai pihak. Disamping itu IAI juga

    mengeluarkan cara atau teknik pendeteksian manajemen laba yang sulit untuk diteliti secara

    langsung dalam laporan keuangan.

    16

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    17/20

    DAFTAR PUSTAKA

    Ali A. dan K. R. Kumar. 1994. The magnitudes of financial statement effects and

    accounting choices: the case of the adoption of SFAS No. 87. Journal of Accounting

    and Economics: 89-114.

    Algharaballi. E. dan S. Albuloushi. 2008. Evaluating the specification and power of

    discreationary accruals models in Kuwait.Journal of derivation and hedge funds 14:

    251-264.

    Andayani, Wuryan. 2008. Pengaruh good corporate governance terhadap manajemen laba

    melalui aktivitas riil.Prosiding seminar ketahanan ekonomi nasional UPN Veteran

    Yogyakarta: 24-25 Oktober.

    Aljifri, Khaled. 2007. Measurement and motivations of earnings management: A critical

    perspective.Journal of Accounting-Business and management 14: 75-95.

    Ayres, F. Lucas. 1994. Perception of Earnings Quality: What Managers Need to Know.

    Management Accounting. p.2729.

    Bartov, Eli. 1993. The Time of Assets Sales and Earnings Manipulation. The Accounting

    Review Vol. 68 No. 4 (October), p. 840-855.

    Bernard, V.L., dan Skinner, D.J. 1996. What Motivates Managers Choice of Discreti-

    onary Accrual?.Journal of Accounting and Economic22: 313-325.

    Bushee, B. 1998. The influence of institutional investors on myopic R&D investment

    behavior. The Accounting Review 73 (3): 305333.

    Beneish, M., dan M. Vargus. 2002. Insider Trading, Earnings Quality, and Accrual Mispricing.

    The Accounting Review 77(4): 755-791.

    Bergstresser, D., dan Philippon, T. 2006. CEO Incentives and Earnings Management.

    Available on-line at http://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdf.

    Bruns and Merchant. 1990. The Ethics of Managing Earnings: An Empirical Investigation.

    Journal of Accounting and Public Policy. p. 7994.

    Black, L. Ervin, Keith, F. Dellers, andTracy, S. Manly. 1998. Earnings Management Using

    Asset Sales An International Study of Countries Allowing noncurrent asset

    revaluation.Journal of Business Finance and Accounting25 NovDec: 1287 1317.

    Cahan. S. F, G. Liu, dan J. Sun. 2008. Investor protection, income smoothing, and earnings

    informativeness.Journal of International Accounting Research, 7 (1): 1-24.

    Cheng, Q., and Warfield, D. T. 2005. Equity Incentives and Earnings Management. The

    Accounting Review, 80 (April): 441-476.

    17

    http://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdfhttp://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdf
  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    18/20

    Dechow, P. M R.G. Sloan, and A.P. Sweeney. 1995. Detecting Earnings Management. The

    Accounting Review, April Vol. 70 No. 2.

    _______,. 1996. Causes and Consequences of Earnings Manipulation: An Analysis of Firms

    Subject to Enforcement Actions by SEC. Contemporary Accounting Research Vol.13

    No.1, hlm. 1-36.

    Daley, Lane, andPhilip Vigeland. 1993. The Effects of Debts Covenants and Political Costs

    on The Choice of Accounting Method: The Case of Accounting for R&D Costs.

    Journal of Accounting and Economics. p. 195211.

    De Angelo, L. E. 1986. Accounting number as market valuation substitutes: a study of

    management buyout of public stockholders. The Accounting Review 41: 400-420.

    -------------------. 1988. Managerial competition, information costs, and corporate govenance:

    the use of accounting performance measures in proxy contests. Journal of Accountingand Economics 10: 3-40.

    Fischer, Marily, and Kenneth Rosenzweig. 1995. Attitude of Students and Accounting

    Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management.Journal

    of Business Ethics. Vol. 14. p. 433444.

    Graham, J.R. C.R Harvey dan S. Rajgopal. The economic Implications of corporate financial

    reporting.Journal of Accounting and economics. Vol. 40: 3-73.

    Guenther, David A. 1994. Earnings Management in Response to Corporate Tax Rate Changes:Evidence from the 1986 Tax Reform Act.Accounting Review, 230-243.

    Gu, Z. dan C. Jevons Lee. 1999. How widespread is earnings management? the intra-year

    timing evidence. Working Paper, Carnegie Mellon University.

    Healy, P. 1985. The Effect of of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of

    Accounting and Economics, 7:85107.

    Holthausen, R., D. Larcker, dan R. Sloan. 1995. Annual bonus schemes and the manipulation

    of earnings.Journal of Accounting and Economics, Maret: 73-109.

    Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency cost

    and ownership structure.Journal of Financial Economics 3: 305-360.

    Kamardin, Hasnah. 2009. Corporate governance and board performance: Evidence from

    Malaysia. Fifth International GABER Conference Proceedings, December, Kuala

    Lumpur, Malaysia.

    Lin C.H., C.H. Shen dan F.C. Kang. 2008. Corporate social responbility, investor protection,

    and earnings management: some international evidence. Journal of Business

    Ethics. 79: 179-198.

    Dang, Kevin F Brown, B D McCullough. 2004. Assessing Audit Quality: A Value Relevance

    18

  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    19/20

    Respective . www.google.com.

    Mulford, Charles and Eugene Comiskey. 2002. The Financial Numbers GameDetecting

    Creative Accounting Theory. New York: John Wiley and Sons, Inc.

    Moses D. 1994. Income Smoothing and incentives: empirical test using accounting changes.

    The accounting review Vol. LXII. No. 2 (April): 358-377.

    Maydew, Edward L.1997. Tax-Induced Earnings Management by Firms with Net Operating

    Losses.Journal of Accounting Research, Spring: 83-96.

    Mills. L dan K. Newberry. 2001. The Influence of Tax and Nontax Costs on Book-tax Repor-

    ting Differences. The Journal of the American Taxation Association, 23(1):1-19.

    Mc Vay. 2006. Earning Management Using Classification Shifting: An Examination of Core

    Earnings and Special Items. The Accounting Review. Vol. 81 No. 3. pp. 501531.

    Nabar. S., K.K. Boolert, dan U. Thai. 2007. Earnings management, investor protection, and

    national culture.Journal of International Accounting Research. 6 (2): 35-54.

    Pratama, Fajar Visnu, dan Rahmawati. 2007. The Influence Of Special Items To Core

    Earnings In Management Earnings At Manufacturing Business Which Enlist In Jakarta

    Stock Exchange, The Journal Accounting, Management, And Economics Research Juli

    Vol.7 No.2.

    Phillips, John., Morton Pincus dan Sonja Olhoft Rego. 2003. Earnings Management:

    New Evidence Based on Deferred Tax Expense. The Accounting Review. Vol 78:

    491-521.

    _______, _______, _________, dan H. Wan.2004. Decomposing Changes in Deferred

    Tax Asset dan Liabilities to Isolate Earnings Management Activities. The Journal

    of the American Taxation Association 26 (Supplement): 43-66.

    Roychowdury S. 2003. Management of earnings through the manipulation of real activities

    that affect cash flow from operation.Paper Work. Sloan School of Management MIT.

    ------------------. 2004. Management of earnings through the manipulation of real activities

    that affect cash flow from operations. Dissertation. University of Rochester.

    Ratmono, D. 2004. Persistensi Relatif Earnings, Anomali Pasar Berbasis Earnings,

    dan Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII(Bali).

    Rahmawati. 2006. Pengaruh asimetri informasi pada hubungan antara regulasi perbankan dan

    manajemen laba serta dampaknya terhadap kinerja saham (Studi empiris pada Industri

    Perbankan di Indonesia).Disertasi UGM.Jurnal Akuntansi dan Bisnis.

    --------------. 2007. Model Pendeteksian Manajemen Laba Pada Industri Perbankan Publik Di

    Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perbankan,JAM YKPN April.

    19

    http://www.google.com/http://www.google.com/http://www.google.com/
  • 7/23/2019 manajamen Laba Csr Utk Kuliah Umum Uniba

    20/20

    -------------. 2008. Motivasi, Peluang, dan Batasan Manajemen Laba (Studi Empiris Pada

    Industri Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta), Jurnal ekonomi dan bisnis

    (JEBI), Desember.

    Rahmawati dan Mutiara Solikhah. 2008. The Ability Of Deffered Tax Expense In Detecting

    Earnings Management At The Manufacture Companies Listed In The Indonessian

    Stock Exchange, JAMER Vol. 8 No.1 January.

    Rahmawati, Sri Seventy Pujiastuti, dan Anastasia Riani Suprapti. 2010. Model Strategi

    Manajemen Laba Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek Indonesia: Suatu

    Pemeriksaan Pergeseran Klasifikasi Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Saham,

    Pemilihan Metoda Akuntansi, Klasifikasi Akuntansi, Dan Pengaturan Waktu

    Transaksi.Jurnal Akuntansi UNTAR, Januari tahun XIV no. 01.

    Richardson, V. J. 1998. Information Asymmetry and Earnings Management : Some Evidence.

    http:/www.ssrn.com.

    Salno. Meilani. 1999. Analisis perataan penghasilan (income smoothing): faktor-faktor yang

    mempengaruhi dan kaitannya dengan kinerja saham perusahaan publik di Indonesia.

    Tesis S2 tidak dipublikasikan UGM.

    Sari, Ratna Chandra. 2008. Investor protection, real activity manipulation and accrual

    manipulation: Asian comparison. The 2 ndaccounting conference, doctoral

    colloquium, and accounting workshop, UI Depok 4-5 November 2008.

    Scott William R. 2006.Financial Accounting Theory. Edisi Keempat. USA: Prentice Hall.

    Schipper, K. 1989. Earnings Management.Accounting Horizons 3, 91-106.

    Surifah. 2001. Studi Tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba Pada Laporan Keuangan

    Perusahaan Publik Di Indonesia.Kajian Bisnis.

    Subekti Dj, Rahmawati, Handayani Tri Wijayanti. 2008. Analisis Perbedaan Antara Laba

    Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, Dan Aliran Kas Pada

    Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi

    Indonesia, Januari.

    -----------------. 2008. Analisis Perubahan Aktiva Pajak Tangguhan Dan Kewajiban Pajak

    Tangguhan Untuk Mendeteksi Manajemen Laba,JAM YKPN, Desember.

    Watts, R and Zimmerman. 1986. Towards a Positive Theory of The Determination of

    Accounting Standards. The Accounting Review 53, 112-134..

    Yuliati. 2004. Kemampuan Beban Pajak Tangguhan Dalam Memprediksi Manajemen Laba.

    Simposium Nasional Akuntansi VII(Bali).

    20