71033432 Gaya Manajamen
Transcript of 71033432 Gaya Manajamen
GAYA MANAJEMEN “ ASIAN VALUES”
SOLUSI TANTANGAN BISNIS DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Sejarah belum sepenuhnya berakhir. Tidak seperti yang diperkirakan oleh
Francis Fukuyama lebih dari sepuluh tahun yang lalu, kehancuran sosialisme dan
komunisme bukan serta-merta menghasilkan kemenangan mutlak bagi demokrasi
barat. Ia tak hanya menghasilkan format budaya dan peradaban global yang koheren
dan homogen, tapi juga fragmen-fragmen budaya yang plural dan heterogen.
Bangkrutnya komunisme ini, dan tentu saja berakhirnya pertentangan dua ideologi
yang dulu begitu signifikan mewarnai peta politik global, justru memberikan ruang
yang semakin luas bagi bekerjanya dua kekuatan yang salin berlawanan : kekuatan
“sentripetal” universalisasi budaya global di satu sisi, dan kekuatan “sentripugal”
fortifikasi disisi lain.
Kekuatan yang pertama akan mendorong pembentukan budaya global sepeti ;
sistem nilai, perilaku, gaya hidup, yang semakin universal dan mengerucut menjadi
satu format budaya yang koheren dan homogen. Sementara kekuatan kedua merupakan
ekspresi perlawanan dan mekanisme “ pertahanan diri “ terhadap serangan yang
demikian intensif dari arus besar universalisasi dan penyeragaman budaya global
tersebut. Kalau universalisasi mendorong terbentuknya homogenitas budaya global,
maka fortifikasi ini justru sebaliknya, mendoromg terjadinya “pembelahan-
pembelahan” budaya global menjadi fragmen-fragmen kecil yang pada akhirnya tentu
saja akan mengarah pada pluralitas dan keberagaman. Karena fortifikasi ini, budaya
global pada gilirannya akan membentuk semacam mosaik yang begitu sarat dengan
ekspresi-ekspresi budaya berdasarkan etnik, tradisi, lokal, agama, bahasa, dan
sebagainya. Kekuatan yang pertama disebut sentripugal karena mendorong
1
konvergensi dan keseragaman, sementara yang kedua disebut sentripugal karena
memicu devergensi dan keberagaman budaya global.
Di level global, arus besar universalisasi ini ditandai oleh munculnya
kecenderungan besra ke arah terbentuknya konvergensi cita rasa, perilaku , dan gaya
hidup global, yang umumnya banyak bersumber pada budaya barat, terutama budaya
pop Amerika. Beberapa istilah seksi diberikan oleh pakar untuk menemai beberapa
kecenderungan ini; Samuel Huntington menyebutnya, “ Coca-colanization,” Kenichi
Ohmae menyebutnya” Californiaization, “juga Barber menamainya” Mc world.” Arus
besar yang terutama difasilitasi oleh munculmya globalisasi pasar dan serangan media
komunikasi-informasi global ini, cenderung mengarahkan siapapun individu dimuka
bumi ini untuk mengkonsumsi produk-produk global seperti, BigMac, MTV, Britney
Spears, Hard Rock Café, Hollywood, dan mengadopsi perilaku dan gaya hidup
universal yang umumnya bersumber dari peradaban barat seperti, individualisme,
rasionalisme, sekularisme dan sebagainya.
Di level regional Asia, tarik-menarik antara arus universalisasi dan
fortifikasi ini juga intensif berlangsung, dan semakin menguat menyusul pecahnya
krisis ekonomi di kawasan ini sejak 6 tahun yang lalu. Sebelum krisis meletus bangsa
Asia melihat bahwa kunci dari keajaiban Asia ini adalah “Asian Values”keluarga
patriarkal, konsensus bukannya konfrontasi, hirarki, dan social ordering,hormat pada
atasan dan penguasa, deferences to social interest, conservatism in social mores.
Kepercayaan diri yang sangat tinggi dari bangsa Asia terhadap Asian Values ini antara
lain diungkapkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Muhammad dalam Europe
Summit tahun 1996, setahun sebalum krisis pecah: “ Asian Values are Universal
Values. European Values are European Values,” katanya.
Namun dengan meletusnya krisis Asia, optimisme dan kepercayaan diri terhadap
Asian Values ini kemudian merosot drastis. Mereka mulai berbalik pandangan, bahwa
Asian Values merupakan sumber kebobrokan pengelolaaan ekonomi bangsa Asia,
nilai-nilai keluarga patriarkal memicu menjamurnya nepotisme; personal relationship
mendorong tumbuhnya kroni; begitu juga konsensus mendorong berkembangbiaknya
korupsi. Berubahnya pandangan ini semakin mendorong bangsa Asia semakin serius
2
menengok sistem yang berlaku di Barat. Beberapa waktu yang lalu, majalah Far
Eastern Review misalnya, melaporkan bahwa kini muncul kecenderungan perusahaan-
perusahaan besar Asia termasuk Sony, Samsung, hingga Acer, mulai berlomba
mengadopsi pola manajemen barat dengan mengedepankan Corporate Governance,
praktek pengelolaan yang dulunya kurang begitu tampak di Asia.
Namun kecenderungan yang mendorong universalisasi ini kemudian harus
menghadapi arus fortifikasi ketika ternyata proses pemulihan ekonomi Asia
berlangsung sangat cepat.
Di level nasional, universalisasi yang semula baru terwujud dalam bentuk Coca-
colonization, sejak beberapa tahun terakhir sudah berkembang ke peghormatan HAM
dan demokrasi. Akibatnya, Indonesiapun kemudian menyatu dengan banyak bagian
dunia lain, bukan hanya dalam cita-rasa, perilaku, dan gaya hidup, tapi juga mulai
berkembang pada sistem nilai, mid-set, dan cara pandang.
Apabila kita lihat dari perspektif ilmu manajemen, semua itu berdampak terhadap
pula terhadap asimilasi berbagai macam ilmu manajemen yang ada di dunia. Kemudian
proses asimilasi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang relevan, dengan
harapan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang yang
memerlukannya.
Prinsip manajemen tentu saja sangat berbeda dari prinsip matematika atau hukum
ilmu alam. Dalam bidang manajemen tidak terdapat kesamaan universal seperti dalam
prinsipnya, sebagaimana juga prinsip manajemen tidak absah pada setiap situasi
( hanya ada sedikit nilai bagi penambahan kualifikasi prinsip yang sama dapat
dipraktekkan pada prinsip yang berlainan, karena dalam lingkup manusia tempat
manajemen berperan kita tidak bisa menganggap sama berbagai situasi tersebut ).
Perubahan utama tempat telah mempengaruhi perubahan peran manajemen
secara lebih, luas, heterogen dan sukar untuk diprediksi pada seperempat abad
belakang ini adalah :
1. Pengaruh komputer, dan dewasa ini mikro prosesor, pada tugas pengolahan data
dalam produksi dan administrasi.
3
2. Peningkatan kecepatan perubahan tehnologi secara umum, dengan konsekuensi
perubahan kecepatan pada proses manufaktur sehingga membuat produksinya
sendiri menjadi kuno atau tidak terpakai.
3. Pertumbuhan perdagangan internasional dan semakin ketatnya persaingan,
bersamaan dengan pertumbuhan perusahaan multinasional dan dampaknya pada
bisnis dari nilai tukar yang tidak stabil.
4. Dampak yang lebih besar pada perundang-undangan pada kegiatan bisnis seperti
dalam bidang proteksi pemakaian tenaga kerja ( pengkaryaan ), proteksi konsumen,
pemeliharaan lingkungan, kesehatan, keselamatan kerja dan sebagainya.
5. Perubahan iklim sosial yang memungkinkan partisipasi pekerja dalam pembuatan
keputusan.
6. Angka inflsi yang tinggi.
Beberapa faktor ini dan faktor lainnya telah mengakibatkan peningkatan tajam
pada kompleksitas tugas manajemen sehingga keputusan tidak dapat diambil dengan
mudah hanya dengan sedikit formulasi prinsip atau pedoman jenis klasik. Untuk itu
pada makalah ini penulis ingin memberikan sedikit kontribusi dalam analisa beberapa
pendekatan gaya manajemen, dari beberapa negara yang mempunyai tipikal kultur
yang mirip dan kedekatan secara geografis, dengan memandang aspek-aspek yang
dominan secara multidimensional. Untuk lebih jelasnya maka akan penulis uraikan
secara integral dan komprehensif pada bagian selanjutnya.
Gambar 1. Universalisasi Vs Fortifikasi
Global Post Cold WarLevel
Asian Post Asian CrisisLevel
Indonesia Post Soeharto Level
Regional Post Nation-State Level
Individual Post IgnoranceLevel Society
4
Sumber : diadaptasi dari “ Markplus on Strategy “ oleh Hermawan Kertajaya, dkk.
2002, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Gaya Manajemen 9 negara ( Malaysia, Singapura, China, Jepang, Australia, Arab, Jerman, Prancis, dan Filipina ) yang Kondusif Terhadap Tantangan dan Kecenderungan Gaya Manajemen yang “Statism” yang Dihadapi oleh Indonesia dan perbandingan manajemen Timur - Barat serta aplikasinya dalam proses penciptaan manajer kelas dunia.
2.1.1 Pendekatan Terhadap Tantangan yang Dihadapi dan Kecenderungan Gaya Manajemen yang “Statism”( Krisis Multidimensional )
Krisis moneter yang melanda Indonesia dan hampir seluruh negara Asia saati ini
terutama dipicu oleh kenyataan begitu dominannya peran negara. Paul Kruhgman dari
MIT dalam majalah Fortune, Desember 1997, menyebutnya dengan “statism.”
Hampir semua negara di Asia memiliki kecenderungan ini. Kita melihat misalnya ,
kemajuan negara-negara Asia, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan,
Malaysia, dan tentunya Indonesia, tak lepas dari peran dominan negara dalam
mengontrol pelaku ekonomi dqan alokasi sumber daya.
Ironisnya dominasi negara yang besar ini justru dianggap banyak kalangan sebagai
kunci sukses keajaiban Asia. Mereka sering menyebutnya sebagai pembangunan
ekonomi Model Asia ( Asian model of economic development ). Dua bulan sebelum
Hongkong handover Juli 1997, di Harvard Bussiness School Alumni Conference di
Hongkong, Michael Porter, misalnya, memperingatkan bahwa negara-negara Asia
kini sedang dalam keadaan bahaya karena adanya manajemen pemerintahan yang
sangat kuat. Posisi negara yang sangat kuat ini berdampak sangat serius terhadap
tidak transparannya informasi di berbagai negara tersebut.
Indikator-indikator ekonomi yang dilansir, baik oleh pemerintah maupun lembaga-
lambaga terkemuka didalam maupun di luar negeri, termasuk Bank Dunia dan
5
International Monetary Fund (IMF), selalu menggambarkan ekonomi Indonesia
sedang mengalami boom pertumbuhan 7-8%, inflasi di bawah dua digit, depresiasi
rupiah yang moderat dan seterusnya. Hal ini menjadikan para pelaku ekonomi baik di
dalam maupun di luar negeri terlalu percaya diri terhadap ekonomi Indonesia. Di
dalam negeri, para pengusaha melakukan ekspansi membabi-buta, yang dalam
banyak kasus sering tanpa studi kelayakan. Di sisi lain, para investor luar negeri
terus memberikan pinjaman karena mereka yakin dengan keajaiban Asia.
Terlalu percaya diri seperti yang terjadi pada TITANIC ( lihat gambar 2 )
menjadikan perusahaan tidak lagi menjalankan prinsip-prinsip pemasaran
(Segmentation, Targetting, Positioning, Differentiation, Maketing mix, membangun
merk dan lain sebagainya ). Bagi perusahaan-perusahaan ini yang penting
koneksi, ,lobi dan kolusi. Lupakan pemasaran, bahwa ekonomi Indonesia baik pada
level makro-negara maupun mikro-perusahaan tidak dikelola dengan pemasaran. “
It’s Marketing Stupid.”(lihat lampiran I).
Masalah pemasaran tersembunyi itu secara langsung berdampak pada keroposnya
daya saing mikro dan makro Indonesia. Secara makro-ekonomi, sesungguhnya
Indonesia sudah tidak menjadi kompetitif lagi. Demikian secara mikro, perusahaan-
perusahaan Indonesia sudah kalah bersaing dengan kompetitir luar negeri.
6
Gambar 2
THE FACT
REAL SOLUTION
PROBLEM
THE ANALISYS THE ACTION
ROOT CAUSE
Sumber : diadaptasi dari “ Markplus on Strategy “ oleh Hermawan Kertajaya, dkk.
2002, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2.1.1.1. Pendekatan Manajemen Gaya Malaysia
Faktor sosial, budaya, dan historis yang berbenturan atas lingkungan orang
Malaysia adalah unsur-unsur yang menyokong pada cara di mana manajemen
dipraktekkan di negeri itu. Tidak ada gaya manajemen Malaysia yang berbeda yang
bisa dikenali untuk saat ini.
7
?it isit is
““the marketingthe marketingstupid”stupid”
!
What
HowWhy
Adapun beberapa gaya manajemen yang berhasil diidentifikasi mempunyai
kesamaan karakter dengan gaya manajemen di Indonesia mungkin dapat diterapkan
untuk memperoleh kontribusi manfaat yang cukup signifikan dalam perkembangn
bisnis di Indonesia
1. Suatu pertimbangan yang sangat penting adalah kebutuhan akan para manajer
untuk memperhatikan kepekaan khusus dari tiap kelompok rasial. Tampak di
Malaysia bahwa memanage dengan "hati" lebih penting dibandingkan
memanage dengan " pikiran". Hal ini dapat diterapkan di Indonesia, sehingga
mengurangi terjadinya gap-gap antara berbagai etnis ( potensi konflik
horizontal ) dan meminimalkan gap antara subordinate dengan level manajer
( potensi konflik horizontal ). Sehingga perbaikan kinerja, kerjasama secara
teamwork, efisensi dan pertumbuhan perusahaan ke arah yang lebih baik
akhirnya dapat dicapai.
2. Ada lingkup untuk kerja sama atau kolaborasi lebih lanjut antara para manajer
praktek dan para guru manajemen untuk menyelesaikan permasalahan. Bila hal
ini diterapkan di Indonesia dapat menjembatani missing link antara dunia bisnis
( praktisi bisnis ) dan kalangan akademisi. Sehingga pihak kalangan akademisi
dapat meningkatkan kontribusinya dalam membantu memecahkan persoalan
dalam perusahaan-perusahaan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya
survive dan memajukan perusahaan dalam era krisis ini. Selain itu, pihak
akademisi dapat mentransformasi sistem pendidikan ( termasuk kurikulum )
sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis.
3. Untuk menjadi seorang manajer yang baik di perusahaan Malaysia adalah perlu
dukungan dari banyak orang-orang. Penghargaan mempunyai kekuatan batin
dan yang berhubungan dengan suatu posisi manajemen adalah sangat menarik.
Pekerjaan berat dan dilakukan akan membuat kesan yang baik, aplikasi
kemampuan intelektual yang penuh, kemampuan untuk menerapkan
ketrampilan hubungan antar manusia, pemilikan suatu hal positif yang
memecahkan masalah sikap, kemampuan untuk membaca perubahan di dalam
lingkungan dengan cepat, pemilikan suatu visi yang luas antara sejumlah
8
karakteristik dan ketrampilan yang besar, hal itu akan memberi dia kesempatan
untuk menerima pelindung dari suatu manajer efektif, tidaklah cukup seorang
manajer yang berpikir dia adalah baik bagi pekerjaan nya. Jadi seorang atasan
akan berarti apabila bisa dijadikan contoh serta panutan dari para bawahanya
untuk berpikir bahwa ia adalah seorang manajer baik.
Dari analisa terhadap gaya manajemen Malaysia tersebut ada beberapa poin gaya
manajemen yang bisa memberikan kontribusi cukup signifikan dalam memperbaiki
gaya manajemen Indonesia ke arah yang lebih baik. Dengan kontribusi tersebut
diharapkan dapat memberikan kontribusi positif secara signifikan untuk meningkatkan
kinerja organisasional yang pada gilirannya mampu meningkatkan daya tahan unit-unit
bisnis dalam menghadapi persaingan dalm skala domestik, regional maupun global.
2.1.1.2. Pendekatan Gaya Manajemen Singapura
Gaya manajemen di Singapura dibedakan dalam tiga tipe, yaitu gaya manajemen
yang terpengaruh dari Amerika yaitu American Subsidiary, kemudian Japanesse
Subsidiary, dan yang terpengaruh dari perusahaan lokal atau local firm. Meskipun
tiap-tiap perusahaan multinasional diberikan kebebasan untuk mengembangkan gaya
manajemennya sendiri di Singapore, tetapi masih tetap harus menyesuaikan dengan
praktek manajemen tersebut untuk dapat sesuai dengan lingkungan setempat. Semua
itu tergantung dari rakyat Singapore untuk membantu manajemen perusahaan
Singapore.
Dari beberapa gaya manajemen tersebut diharapkan ada beberapa pendekatan
yanng secara adaptif dapat diterapkan di Indonesia. Walaupun melalui proses
asimilasi maupun secara independent. Untuk tujuan kami, ini mencukupi untuk
meringkas sebagian dari penemuan itu kemudian akan penulis dekati dengan
aplikatifnya dalam lingkungan bisnis di Indonesia :
Berdasarkan hasil dari penelitian, karakteristik yang diinginkan dari gaya
manajemen Singapore dapat dikelompokkan menjadi efficiency and people
management, serta didukung komitment terhadap pendidikan manajemen untuk
9
meningkatkan sumber daya manusianya seiring dengan tehnologi dan tantangan di
masa depan.
1) Efficiency
Manajer yang baik diharapkan dapat memperbaiki performance dan
meningkatkan laba dengan menekan biaya, meningkatkan kualits, dan me-manaj
sumber daya untuk dapat mendapatkan yang terbaik dari mereka. Sebagaimana
tujuan utama dari perusahaan adalah untuk mencari laba, efisiensi masih tetap
menjadi test utama bagi kesuksesan manajer. Supaya dapat mengatur bisnis
dengan baik dan benar, seorang manajer harus mengetahui akan teknik terbaru dari
advanced management – finance, engineering, marketing dan lain sebagainya.-
dan mengaplikasinya secara inteligen. Gaya manajemen manajer ini bila
diterapkan di Indonesia dapat memberikan perubahan secara signifikan pada
sistem manajemen pada organisasi yang bersangkutan. Karena dengan merubah
gaya manajemen ke arah perbaikan dan perubahan sistem secara
berkesinambungan maka akan menyebabkan seorang manajer menjadi lebih
bersikap “transformasional” dari pada “ Transaksional.” Dengan begitu
diharapkan poses perubahan akan terjadi secara menyeluruh dan terus-menerus.
Walaupun perubahan terjadi secara lambat, tetapi diharapkan dapat memberikan
landasan sistem manajemen yang cukup kuat untuk meningkatkan daya tahan,
daya saing, dan kompetensi perusahaan. Hal ini berbeda dengan gaya manajer
yang cenderung “transaksional” , dimana gaya manajer seperti ini kelihatannya
mampu menyelesaikan masalah secara cepat tetapi sebenarnya masalah tersebut
hanya diredam dan banyak kemungkinan akan menjadi “snow ball” yang
mematikan di kemudian hari.
2) People Management
Yang lebih penting dari manajer Singapore yang sukses adalah terletak pada
bagaimana kemempuan mereka dalam mengatur sumber daya manusianya. Dia
10
harus mampu untuk menegakkan disiplin dan me-mobilisasi pegawainya untuk
bekerja keras; dia harus mempunyai rasa hormat pada martabat manusia dengan
menunjukkan keperdulian dan perhatian kepada pegawainya; dan dia harus
mampu untuk memotivasi dan me-mobilisasi pegawai untuk berpartisipasi pada
perusahaan untuk menjadi pegawai yang efisien dan produktif.
Singkatnya, apabila gaya manajemen ini diterapkan di dunia bisnis di
Indonesia maka dapat membentuk suatu organisasi yang mengadopsi Total Quality
Manajemen dengan fokus pemberdayaan sumber daya organisasi yang paling
dominan dan krusial, yaitu manusia ( brainware ). Dengan menggunakan sumber
kekuasaan manajer yang menurut penelitian mampu memberikan kontribusi yang
besar dalam mempengaruhi subordinate maupun atasan, yaitu kekuasaan rujukan
( referent power ) dan kekuasaan pakar ( expert power ). Diharapkan dengan
menerapkan sistem kekuasaan tersebut maka akan terjadi pergeseran paradigma
gaya kekuasaan manajerial yang selama ini menitikberatkan apa yang disebut
Asian Values. Dimana dalam sistem tersebut lebih menitikberatkan nili-nilai
patriarkal yang mendorong menjamurnya nepotisme. Sehingga orang-orang yang
menduduki posisi-posisi tertentu tidak menampilkan kinerja sesuai yang
diharapkan.
3) Management Education
Pendidikan manajemen di Singapore menjadi sangat diperhatikan
ditunjukkan dengan didirikannya SDF, Skill Development Fund, pada tahun 1979
and peluncuran dari Productivity Movement pada tahun 1981.
Senior manager dilatih untuk pengembangan yang lebih eksekutif,
kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, perencanaan dan kebijakan bisnis.
Midlle manager dan junior manager dilatih untuk pengembangan funsional,
seperti, pemasaran, personil, keuangan, dan kemampuan mengoperasikan
komputer.
11
Sementara itu , bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan di
Indonesia sangat mencolok perbedaannya. Dimana pendidikan dan pelatihan
hanya diberikan bila betul-betul mendesak, sehingga kemampuan dan pengetahuan
tenaga kerja tidak berkembang dan tidak kompetitif. Hal ini perlu menjadi aspek
krusial yang perlu diperhatikan, karena apabila ini dibiarkan berlarut-larut tenaga
kerja kita akan sulit bersaing dengan tenaga kerja luar negeri, apalagi sudah
memasuki AFTA 2003. Selain itu, perusahaan – perusahaan domestik akan
kesulitan untuk mengadopsi tehnologi-tehnologi baru supaya bisa tetap survive
dan tumbuh karena tidak tersedianya tenaga-tenaga ahli yang kompeten pada
bidangnya. Disamping itu, kemampuan manajerial seorang manajer akan rendah
sekali, disebabkan kurangnya wawasan dan pelatihan yang mereka ikuti yang
berimplikasi terhadap keefektifan garis kebijakan yang mereka rumuskan. Bila hal
ini tidak segera dicari solusinya akan berimplikasi terhadap operasional
perusahaan sampai level fungsional terbawah. Sehingga kinerja organisasi akan
menurun sebagai dampak optimalnya.
2.1.1.3. Pendekatan Gaya Manajemen Cina
Iklim bisnis di Cina berkembang pesat, selain itu juga bisnis cina perantauan di
negara-negara lain diberbagai belahan dunia. Hal itu disebabkan adanya prinsip-
prinsip fundamental yang dipegang teguh secara turun-temurun. Disamping itu,
diakibatkan jelinya melihat serta menganalisa peluang yang ada dan disipilinnya
pengusaha-pengusaha Cina dalam ber bisnis. Berikut ini akan penulis uraikan kiat-
kiat serta prinsip-prinsip gaya manajemen bisnis Cina.
1) Paternalisme
Keberhasilan dari organisasi-organisasi keluarga Cina perantauan dapat tetap
bertahan akibat keyakinan-keyakinan dari dalam cukup kuat dengan istilah “staf
saya adalah keluarga saya”. Maksudnya adalah ada keyakinan yang datang dari
dalam organisasi untuk mendukung sang eksekutif utama di dalam membuat
12
keputusan-keputusan yang seringkali sulit dan dapat mempengaruhi budaya
organisasi. Mungkin karena moralitas orang Cina lebih didasarkan pada hubungan,
maka kita bisa memperkirakan bahwa tanggung jawab ini akan menjadi makin besar
terhadap pekerja.
Namun ada kejelekan yang ditimbulkan pada organisasi yaitu tidak seorang pun
di luar kelompok pemilik yang dapat mengupayakan kewenangan yang benar-benar
sah bagi dirinya sendiri.
Untuk poin awal memang layak untuk di aplikasikan di Indonesia tapi dengan
catatan tidak mengembangkan bisnis berdasarkan hubungan atau kedekatan secara
garis keturunan. Apabila hal ini dilakukan maka kita akan mundur kembali ke
belakang. Untuk itu, kita hanya perlu mengadopsi gaya kepemimpinan paternalis di
selaraskan dengan kondisi dan batasan-batasan tertentu. Dengan begitu, bawahan
akan merasa di hargai dan diperhatikan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
motivasi untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan nantinya. Hal ini selaras
dengan “Asian Values”yang dikemukakan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahatir
Muhammad, yang identik dengan budaya timur.
2) Keunggulan dalam segi efisiensi produksi
Supaya harga bisa menjadi keunggulan yang efektif, ada standar-standar
minimum yang harus dipenuhi dan memiliki jenis fungsi yang sama dengan barang-
barang saingannya. Produk-produk ini mungkin tidak mewah dan tidak memiliki
identitas merek seperti yang dimiliki barang-barang dengan fungsi yang sama yang
berasal dari dunia barat, tapi strategi orang Cina perantuan pada umumnya bisa
diumpamakan seperti pernyataan kepada konsumen bahwa “kami bisa melakukan
hal yang sama tanpa memberi embel-embel namun dengan harga yang lebih
murah”.
Sumber dari efisiensi ini sebagian terletak pada jenis teknologi yang
digunakan, yaitu terletak pada kualitas ketekunan/kerajinan pekerja, intensitas dari
upaya manajerial yang digunakan di dalam perusahaan, kehati-hatian di dalam
masalah keuangan dan penggunaan uang secara efisien.
13
Bila strategi ini diterapkan di Indonesia kemungkinan berhasilnya cukup besar
tetapi harus batasi dengan tidak melanggar hukum tentang Hak Cipta Intelaktual
(HAKI) dan diselaraskan dengan strategi pemasaran saat ini. Yaitu dengan
memperhatikan berbagai aspek-aspek pemasaran seperti, segmenting, targeting,
positioning dan lain sebagainya.
3) Orientasi ekspor
Hal ini adalah ciri yang menonjol dari strategi industri yang dianut Cina
sekarang dan sebagian orang asing yang mengadakan joint venture di Cina
dihimbau untuk berproduksi bagi keperluan ekspor.
Dalam era krisis ini, indonesia perlu meniru langkah-langkah kebijakan Cina
dalm menarik investor dan menambah masukan devisa bagi negara. Langkah dapat
dilakukan dengan catatan pemerintah mampu memelihara stabilitas negara dan
menciptakan suatu iklim yang kondusif bagi investor.
4) Membuka hubungan dengan pihak birokrat setempat.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengembangan bisnis di daerah
perantauan. Langkah ini dilakukan bila dihadapkan pada suatu keadaan dimana kita
tidak bisa berkembang tanpa dukungan dari pemerintah setempat. Dengan
mengambil posisi sebagai mitra bagi pemerintah setempat maka diharapkan dapat
meningkatkan pangsa pasar secara signifikan dari lobi-lobi terhadap kebijakan-
kebijakan yang diambil oleh pemerintah, untuk mendukung ekspansi bisnis yang
bersangkutan. Hal ini juga dapat diadopsi oleh perusahaan- perusahaan Indonesia
yang memiliki lingkup internasional dan global.
2.1.1.4. Pendekatan Gaya Manajemen Jepang
2.1.1.4.1. Sekilas profil gaya manajemen Jepang
Kesuksesan manajemen Jepang dipengaruhi oleh budaya Jepang terutama
yang mencakup disiplin kerja yang kuat, loyalitas terhadap pemimpin dan terhadap
perusahaan, sistem pendidikan yang relevan dan kemauan untuk menerima
perubahan demi kemajuan (lihat lampiran II). Orang Jepang tidak mengikuti
aturan tetapi mengikuti pemimpin, hubungan hirarki tidak kaku terbukti dalam
14
cara pengambilan keputusan yang mengutamakan konsensus . Bidang manajemen
personalia yang khas Jepang yaitu harmoni,pemekerjaan seumur hidup dan sistem
gaji dan upah.
Jepang sangat terkenal dengan gaya paternalisitk dimana kebudayaan sangat
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan Jepang. Manajer Jepang sangat percaya
terhadap kapasitas bawahan dalam kepemimpinan dan inisiatif . Pemimpin Jepang
percaya kepada kemampuan bakat bawahan dan menggunakan gaya dimana
memberikan kesempatan kepada bawahan unutk berpartisipasi aktif dalam
pengambilan keputusan. Dalam kepemimpinan Jepang, jarang terjadi layoff tenaga
kerja karena adanya loyalitas yang tinggi dari karyawan. Evaluasi dan promosi
sangat lamban, promosi besar hanya terjadi sekali dalam 10 tahun. Jalur karir
sangat general dimana karyawan dirotasi dari satu area ke area lain agar mereka
familiar dengan seluruh area operasi. Pengambilan keputusan berdasarkan
keputusan kelompok, kontrol dilakukan sangat implisit dan informal dimana
sangat mengandalkan kepercayaan dan nama baik. Tanggung jawab diemban
secara bersama-sama, manajemen sangat memperhatikan kelangsungan hidup,
bisnis dan sosial dari tenaga kerjanya.
2.1.1.4.2 Ciri Ciri Manajemen Jepang
1. Bentuk khas dari manajemen Jepang adalah organisasi “Gemeinschaft” dan
banyak kegiatan yang sudah disepakati bersama dilaksanakan oleh kelompok-
kelompok. Hubungan antar manajer bersifat hangat dan semua pihak bekerja
sama berdasarkan keyakinan bahwa semua merupakan bagian dari perusahaan
yang sama.
2. Teknik modern dan manajemen modern diperkenalkan secara agreif dan
diintegrasikan dalam “Gemeinschaft”
Manajemen Jepang dengan agresif memasukkan konsep dan teknik manajemen
modern dari Amerika. Dengan demikian unsur-unsur yang menghambat dari
manajemen Jepang tradisional dibuang dan dipadukan dengan manajemen
modern yang sesuai.
15
3. Inovasi dalam manajemen Jepang
Pengendalian perekonomian oleh pemerintah dihapuskan, kompetisi bebas mulai
berlaku.
Inovasi melalui demokratisasi manajemen sesudah perang
4. Konsep konsep manajerial manajemen Jepang
Konsep manajemen Jepang mengatakan perusahaan adalah “ie” (keluarga) yang
mangacu kepada sistem keluarga Jepang tradisional tetapi sekarang
menggunakan gagasan gemeinschaft manajerial. Sasaran perusahaan Jepang
bukan maksimalisasi keuntungan tetapi terjaminnya kelangsungan dan
perkembangan perusahaan sendiri.
5. Manajemen oleh manajer profesional
Karakteristik manajemen Jepang setelah perang yang terutama adalah pemisahan
antara kepemilikan dan manajemen dalam perusahaan-perusahaan yang besar
dan manajemen oleh manajer profesional. Manajemen Gemeinschaft Jepang
dilakukan oleh para manajer profesional.
6. Ikatan perburuan
Sifat gemeinschaft dari manajemen jepang telah berperan dalam menstabilkan
ikatan perburuan di Jepang, karena itu ikatan perburuan di Jepang menunjukkan
ciri ikatan kepercayaan yang kuat, dan juga stabil.
7. Sistem manajemen pengintegrasian
Manajemen Jepang dilaksanakan dengan memanfaatkan teknik dan manajemen
modern, untuk efektivitas manajemen diperlukan suatu sistem yang
mengintegrasikan keduanya. Sistem integrasi ini secara naluriah telah dibuat
dengan mengadakan pengendalian langsung oleh para manajer ketika mereka
melakukan pekerjaannya.
2.1.1.4.3. Penerapan gaya manajemen Jepang yang kondusif untuk lingkungan
bisnis Indonesia
Pada gambar di bawah kita akan mendekati model Manajemen Jepang di
banding manajeman Barat. Dari situ kita dapat mengidentifikasi gaya manajemen
16
yang bisa diterapkan di Indonesia, yang secara kultur ada kemiripan, karena sama-
sama memiliki budaya timur yang kental.
Gambar 3. Pendekatan Sistem Manajemen Barat Vs Jepang
Sumber : diadaptasi dari Cane, Sheila, 1998. Kaizen Strategies for Winning
Through People, Interaksara, Batam Center
17
PENDEKATAN MODELMANAJEMEN BARAT
Menentukan latihan Ekstren
Latihan dalam satu departemenPerkembangan karir bersifat spesialisManajernya berusia muda
Manajer mempunyai kecenderungan jauh dari staff, bertindak sebagai pemimpin
Mengawasi perstasi kerja karyawan
Dinilai menurut status keuangan
PENDEKATAN MODELMANAJEMEN JEPANG
Hanya sedikit latihan sekolah bisnis, latihan sebagian besar dilakukan ditempat kerja
Latihan dalam berbagai departemenPerkembangan karir bersifat umumManajernya jarang berusia dibawah 30 tahunManajer merupakan bagian dari tim, memahami masalah staff dan memilki hubungan yang dekatMempertimbangkan prestasi kerja secara keseluruhanMemilki pandangan jangka panjang tentang keuntungan dan kemajuan pribadi
Dari gambar 4 tersebut kita bisa mengidentifikasi beberapa poin krusial
dalam manajemen gaya Jepang yang kemungkinan besar dapat diadaptasi dalam
gaya manajemen Indonesia, baik secara asimilasi maupun secara independent.
Adapun beberapa aspek krusial tersebut adalah :
1. Dalam pendidikan Jepang lebih mengutamakan pelatihan
bisnis dengan metode on the job training. Metode ini diharapkan dapat
mengarahkan karyawan untuk lebih bisa memahami aplikasi kerja secara
komprehensif dalam lingkungan internal organisasi dibandingkan belajar
secara akademik di luar. Selain itu, pihak manajemen diharapkan dapat
mencetak calon-calon manajer yang handal dan suadah teruji dalam dunia
bisnis secara aplikatif. Metode ini dapat dilakukan di Indonesia, karena
banyak sekali kasus-kasus manajemen yang khas, yang tidak dapat dipenuhi
pada text book – text book terbitan Barat. Untuk itu diharapkan dapat
menghasilkan calon-calon manajer unggul yang mampu menganalisa
lingkungan dan mengambil keputusan secara cepat, akurat dan efisien.
Walaupun begitu, kita tidak bisa mengabaikan pendidikan akademis begitu
saja. Jadi solusinya, kita bisa mengkombinasi antara pendidikan akademis di
luar dan on the job training yang bersifat kondisional. Artinya untuk
komposisinya disesuaikan dengan kebutuhan, tantangan dari perspektif
strategis perusahaan yang kemudian digabung dengan visi dan misi bisnis
perusahaan.
2. Perkembangan karir bersifat spesialis. Dalam hal ini juga
berlaku adaptasi metode secara kondisional. Berarti gaya manajemen ini
dapat kita terapkan apabila perusahaan bergerak dalam bidang usaha yang
tidak terlalu membutuhkan keahlian terlalu beraneka-ragam atau berbeda
antara yang satu dengan yang lain, seperti contohnya di bank. Di lain pihak
untuk bidang usaha yang terlalu kompleks, artinya membutuhkan bermacam-
macam keahlian untuk menjalankan bisnis tersebut, contohnya rumah sakit,
berarti kita perlu merencanakan dan mendesain sesuai dengan jalur
spesialisasinya sendiri- sendiri. Bila individu menempuh jalur secara
18
fungsional berarti pihak manajemen harus mengarahkan sesuai dengan
bidang keahliannya, sementara bila individu meniti karir awal dalam bidang
struktural berarti pihak manajemen harus mengarahkan karirnya sesuai
bidangnya tersebut. Hal ini perlu dibenahi, karena kasus ini banyak sekali
terjadi di Indonesia, sehingga efisiensi dan efektifitas operasional dapat
dicapai dalam suatu organisasi bisnis.
3. Sistem senioritas dapat diterapkan pada perusahaan-
perusahaan yang bersifat sederhana, artinya tidak bergerak dalam industri
yang kompleks dalam sistem operasionalnya dan persaingan bisnisnya
bersifat turbolens. Karena, untuk bisnis yang kompleks dan turbolens jelas
sekali memerlukan tenaga-tenaga muda yang cakap, dinamis dan energik
untuk menduduki posisi middle manajer ke bawah ( khususnya ). Apakah
untuk posisi middle ke atas diisi oleh karyawan senior tidak terlalu
bermasalah. Karena untuk posisi middle ke atas lebih mengarah terhadap
konseptual skill, jadi untuk karyawan senior dirasa masih cukup mampu
untuk mengemban tugas tersebut. Di lain pihak, untuk perusahaan yang
bergerak dalam industri yang stabil dan tidak terlalu kompleks mungkin
sistem senioritas murni dapat digunakan.
4. Bekerja secara tim merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan semangat kebersamaan ( esprit de corp ) dan meningkatkan
kinerja organisasional.
Metode ini bisa diterapkan di Indonesia, karena potensi konflik dalam
lingkungan organisasional di Indonesia cukup besar. Hal ini diakibatkan
perbedaan suku, agama dan latar belakang pendidikan cukup lebar. Sehingga
diperlukan metode kerja secara tim untuk menjembatani perbedaan dan
mengelola konflik potensial yang ada. Metode ini lebih dikenal dalam
metode “ Kaizen.” Selain itu, dapat mempersempit atau meningkatkan
frekuensi hubungan antara atasan dan bawahan sehingga akan timbul suatu
rasa kekeluargaan yang akan mendorong keterbukaan dan ide- ide kreatif
19
yang membangun dan bersifat sebagai solusi dari suatu masalah yang
dihadapi oleh perusahaan, baik di saat ini maupun di masa yang kan datang.
Tetapi kelemahan dari metode ini adalah ; beberapa individu kurang
memiliki analisa kritis terhadap suatu masalah dan kurang bisa
mengembangkan inovasi atau kreativitas secara individu. Hal ini perlu
diperhatikan, sehingga dapat didesain suatu metode kombinasi yang mampu
mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada.
2.1.1.5. Pendekatan Gaya Manajemen Australia dan Penerapannya di Indonesia
Secara garis besar Australia merupakan suatu benua kecil yang terletak paling
selatan dari belahan dunia. Setiap negara, termasuk Australia, mempunyai berbagai
ragam kebudayaan sesuai dengan fungsinya. Karena budaya mempunyai peranan
yang sangat penting yang dapat dijadikan dasar masyarakat suatu negara dalam
berpikir, bersikap, menentukan norma – norma yang harus dianut dan berperilaku
dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan bisnis. Secara garis besar
kebudayaan Australia tidak jauh berbeda dari budaya Barat pada umumnya, yaitu;
tidak ada golongan atau strata sosial tertentu, egalitarianisme ( menganggap semua
orang adalah sederajat ), bebas dalam berekspresi, suka berterus –terang dan kritis.
Dari beberapa sifat umum yang ada tersebut maka dapat kita uraikan
pengaruhnya terhadap gaya manajemen bisnis Australia dan kemungkinannya
diadopsi dalam lingkungan bisnis di Indonesia, sebagai berikut:
1. Dengan paham egalitarianisme, maka berimplikasi terhadap manajemen dalam
lingkungan organisasional perusahaan. Yaitu dengan adanya keeratan hubungan
dalam suatu departemen atau antar-departemen. Dengan begitu, koordinasi
secara vertikal-horizontal, maupun antar-departemen dapat terjalin dengan baik
efektif dan efisien. Bila hal ini bisa diterapkan di perusahaan – perusahaan
Indonesia secara konsisten dan berkelanjutan maka dapat berakibat positif
terhadap peningkatan kinirja perusahaan secara keseluruhan. Tetapi harus
dibatasi dengan nilai – nilai ketimuran yang ada, seperti menghormati karyawan
yang lebih senior dan menghargai karyawan dari jenis kelamin yang berbeda.
20
Sehingga kemungkinan untuk konflik benar-benar dapat diminimalkan dan
diredam.
2. Menghindari konfrontasi, hal ini dapat dikaitkan sebagai salah satu aspek krusial
dalam manajemen konflik. Budaya ini juga bisa diterapkan di Indonesia. Karena
dengan runtuhnya Orde Baru dan munculnya Era Reformasi diterjemahkan
kebablasan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Dan mereka
memanfaatkannya dalam lingkungan organisasional bisnis. Hal ini bila
dibiarkan berlarut-larut akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup
organisasi. Untuk itu, kita perlu menoleh terhadap gaya manajemen Australia,
yaitu walaupun negara mereka menganut Demokrasi Liberal bukan berarti
kebebasan diterjemahkan agar bisa berkonfrontasi dengan orang lain. Hal ini
akan berdampak buruk, terutama terhadap lingkungan dan organisasi bisnis.
3. Sebagai seorang manajer, baik ditingkat lower, middle maupun top, sebaiknya
tidak gampang ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Inilah salah satu prinsip
yang dianut oleh para manajer perusahaan Australia. Bila hal ini bisa diterapkan
di Indonesia maka budaya kolusi, korupsi dan nepotisme dapat dikurangi hingga
level yang sangat rendah ( tidak signifikan ). Tetapi bukan berarti dihilangkan
sama sekali, khususnya untuk nepotisme tidak ada salahnya bila individu yang
direferensikan kapabilitasnya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisasi.
Sehingga perusahaan juga tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk
rekruitment dan mendukung efisiensi dan efektifitas operasional perusahaan
pada akhirnya.
2.1.1.6. Pendekatan Gaya Manajemen Arab dan kontribusi positif-nya di Indonesia
Latar belakang manajemen negara-negara Arab tidak terlepas dari latar belakang
budaya mereka sendiri,seperti :
1. Sebagai negara yang menganut ajaran Islam, maka budaya yang tercermin adalah
budaya yang bernafaskan Islam yang dapat dilihat sebagai berikut :
Adat – istiadat yang berdasarkan ajaran Islam.
Hidup dalam keluarga besar dan menjunjung tinggi nenek moyang.
21
Hidup dalam suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bangsa Arab sangat bangga dan menghargai sejarah bangsanya dan suka
berpetualang serta menaklukan bangsa lain unutk memperbesar pengaruhnya dan
syiar agama.
Aspek – aspek budaya yang telah disebutkan secara ringkas di atas tentunya
memiliki pengaruh terhadap dimensi-dimensi yang tercakup dalam gaya kepemimpinan.
Adapun dimensi – dimensi manajemen Arab yang kemungkinan besar berimplikasi
positif terhadap gaya manajemen di Indonesia adalah :
1 Melakukan gaya kepemimpinan yang bersifat paternalis dikombinasi dengan pemberian
kesempatan bagi manajer – manajer muda yang berpotensi untuk maju dan
berkembang. Bila hal ini diterapkan di Indonesia tentunya tidak akan ada lagi krisis
kepemimpinan dan kesenjangan kemampuan dan pengalaman antara generasi muda dan
tua. Sehingga tongkat “ estafet” dapat diteruskan kepada generasi penerus dengan
harapan dapat memberikan yang terbaik dan lebih baik bagi kemajuan organisasi dan
bangsa untuk di masa yang akan datang.
2 Memberikan motivasi berdasarkan nilai – nilai religius. Hal ini dapat berimplikasi
positif terhadap pengurangan budaya KKN dan degradasi moral di Indonesia.
3 Pemberian sanksi secara adil dan tidak diskriminatif. Dengan penerapan aspek ini
diharapkan adanya jaminan penegakan hukum bagi masyarakat tanpa kecuali dan
pemulihan kepercayaan investor lokal maupun asing terhadap komitmen pemerintah
dan swasta.
2.1.1.7. Pendekatan Gaya Manajemen Jerman dan kontribusi positif-nya di
Indonesia.
Karakteristik budaya Jerman adalah sikap monokronik terhadap penggunaan
waktu, misalnya hasrat untuk menyelesaikan serangkaian tindakan sebelum melakukan
tindakan lain; keyakinan kuat bahwa mereka adalah negisator yang jujur dan terus
terang; dan cenderung bersikap lugas dan menyampaikan ketidaksetujuan secara terbuka
daripada menunjukkan kesopanan dan berdiplomasi.
22
Perusahaan Jerman adalah entitas tradisional yang bergerak lambat, yang dibebani
oleh petunjuk-petunjuk, sistem dan jalur-jalur hirarkis yang oleh orang-orang Eropa dan
Amerika dianggap terlalu kaku dan ketinggalan jaman.
Hal – hal yang bersifat baik dalam manajemen jerman bisa belum tentu bisa
diterapkan semua dalam gaya manajemen Indonesia. Hal ini dikarenakan perbedaan
kultur yang cukup signifikan ditinjau dari aspek budaya dan sosial. Untuk itu, beberapa
aspek positif yang sekiranya mamp memberikan kontribusi posititf terhadap gaya
manajemen Indonesia adalah sebagai berikut :
1 Mereka sangat menghargai waktu dan disiplin dalam berbagai aspek kehidupan, tdan
serius terutama dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan bisnis. Bila hal ini
diterapkan di Indonesia maka akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas opersional
organisasi usaha di Indonesia sehingga berimplikasi positif pula terhadap daya
survive perusahaan dan daya saing perusahaan, baik di skala regional maupun global.
2 Bersikap analistis dan kritis pada hal-hal yang bersifat kecil. Karena mereka
beranggapan bahwa dari hal-hal kecil tersebut akan timbul hal yang besar. Kalau
aspek ini diterapkan di Indonesia maka setiap orang akan berprinsip pada kebaikan
dan memberikan yang terbaik sesuai dengan bidang spesialisasinya masing –
masing. Dengan begitu, tentunya kan berimplikasi positif optimal dalam berbagai
bidang kehidupan. Dalam aplikasinya di lapangan dapat meningkatkan kreativitas
dan inovasi serta perbaikan berkelanjutan pada produk, ide, atau jasa yang dihasilkan
oleh tangan – tangan terampil putra-putra Indonesia
3 Keyakinan tinggi dan memegang teguh nilai-nilai kejujuran dan kepribadian yang
luhur. Aspek ini sebelumnya telah dalam falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila, tetapi dalam pelaksanaannya dewasa ini banyak terjadi penyimpangan –
penyimpangan. Hal ini disebabkan karena imbas dari arus globalisasi yang semakin
kencang bertiup di seluruh dunia. Untuk itu perlu dilakukan pelestarian dan
peningkatan kesadaran akan nilai – nilai luhur bangsa Indonesia untuk bisa keluar
dari krisi multidimensional ini dan mampu menciptakan keunggulan bersaing yang
lestari bagi bangsa Indonesia.
23
2.1.1.8. Pendekatan Gaya Manajemen Prancis dan Kontribusi Positif-nya di
Indonesia.
Dalam politik dan bisnis, orang Prancis menyukai kebebasan ( kadang-
kadang berupa organisasi yang tidak konvensional ) dan dapat meyebabkan
frustasi bagi orang-orang Amerika dan Jepang serta Eropa.
Bangsa Prancis hidup di duni mereka sendiri, yang berpusat di Perancis.
Mereka terbenam dalam sejarah mereka sendiri dan cenderung percaya bahwa
Perancis telah membentuk norma – norma untuk segala hal, seperti demokrasi,
keadilan, sistem pemerintahan dan hukum, strategi militer,filosofi, ilmu
pengetahuan, pertanian secara umum. Bangsa – bangsa lain berbeda dalam norma-
norma ini dan menganggap bahwa banyak hal yang harus dipelajari sebelum
mereka menganggapnya benar.
Sebenarnya, ada beberapa gaya manajemen orang Perancis yang perlu kita
gali dan mempunyai pengaruh yang positif pada gaya manajemen Indonesia. Ada
beberapa poin yang perlu kita cermati untuk aplikasi lebih lanjut pada gaya
manajemen Indonesia, yaitu :
1. Dalam transaksi bisnis dan hubungan antar manusia nilai-nilai kepribadian
yang luhur dipertahankan, seperti kesopanan dan gaya formal, dijadikan
pedoman pelaksanaan. Pada masa krisis, nilai –nilai seperti itu sepertinya
sudah luntur dari karakter dasar dan budaya sosial masyarakat Indonesia. Bila
hal ini dibagun kembali bisa memperlancar proses hubungan antar – pribadi,
baik dalam lingkungan formal maupun non-formal. Dan akan berimplikasi
positif terhadap efisiensi dan efektifitas proses operasional karena hambatan
yang disebabkan konflik antar –pribadi bisa direduksi.
2. Logika menjadi landasan yang paling dominan dalam perencanaan dan
pelaksanaan dalam suatu organisasi atau pribadi. Hal ini juga konsisiten
dengan poin 2 diatas, dimana bila hal ini diterapkan di Indonesia akan
mengurangi pemborosan akibat salah perencanaan atau pelaksanan dan dapat
mencapai tujuan organisasi atau pribadi secara optimal. Sebab, orang
Indonesia lebih mengutamakan emosinya dibandingkan logikanya, hal inilah
24
yang menjadi slah satu akar permasalahan dari krisis multidimensi yang
berkepanjangan ini.
3. Mereka lebih suka berorientasi pada hubungan jangka panjang sebagai tujuan
utama dibandingkan tujuan jangka pendek, seperti uang atau financial profit.
Aspek ini juga mempengaruhi tingkat kedewasan suatu bangsa dan kemajuan
suatu bangsa. Bila hal ini diterapkan di Indonesia maka kerugian-kerugian
akibat orientasai jangka pendek dapat diminimalkan. Selain itu, praktek
orgaisasi formal dan informal nisa lebih transparan, jujur dan bersahabat dan
bersifat saling menguntungkan.
2.1.1.9. Gaya Manajemen Filipina dan Penerapannya di Indonesia.
Karakter budaya bagsa Filipina lebih cenderung terbuka dan adil. Hal ini
dikarenakan pengaruh dari kebudayaan bangsa Amerika yang pernah menjajahnya.
Walaupun dalam banyak hal mereka masih memegang teguh budaya-budaya timur.
Adapun gaya manajemen filipina yang dapat kita ambil sebagai bahan perbandingan
dan masukan yang positif bagi kemajuan gaya manajemen Indonesia adalah sebagai
berikut :
1 Sikap terbuka dan jujur dalam hubungan formal dan informal. Hal ini merupakan
akses positif dari penjajahan Amerika di Filipina. Karena aspek ini sangat
mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mengembangkan bisnis dan
meningkatkan kepercayaan para investor. Inilah yang paling diperlukan untuk
bangsa Indonesia untuk saat ini. Karena tanpa adanya kesungguhan pemerintah
dan kemauan dari masyarakat untuk menumbuh-kembangkan nilai-nilai
kejujuran dan keadilan maka bangsa ini mungkin selamanya akan terpuruk dalam
kondisi krisis multidimensi seperti saat ini.
2 Transparan dalam hal – hal yang menyangkut kepentingan orang banyak. Dengan
mengadopsi nilai keterbukaan seperti Filipina maka diharapkan Indonesia bisa
mereduksi peluang dan kejadian yang merugikan berkaitan dengan pemenuhan
kepentingan pribadi atau golongan secara berlebihan, seperti Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme.
25
2.2.1.10. Ringkasan Perbandingan Gaya Manajemen Barat dan Timur
RINGKASAN PERBANDINGAN DARI MANAJEMEN TIMUR DAN BARAT
Fungsi Manajerial Stereotip manajemen Timur Stereotip ManaJemen BaratDisain Organisasi Birokrasi sangat tinggi, Tidak banyak birokrasi,
Oversentralisasi dengan wewenang lebihKekuasaan dan wewenang pada didelegasikan. Strukturatasan. Hubungan tidakjelas. hubungan desentralisasi.Lingkungan organisasi tidakdapat diprediksi.
Bentuk pembuatan Perencanaan Ad Hoc, pembuat Perencanaan teknik baik danKeputusan Keputusan adalah level teliti, keputusan dibuat
Manajemen yang paling tinggi dengan peralatan modem,sistem informasi manajementerperinci.
Evaluasi performance Kontrol informal secara Sistem kontrol lebih baikdan kontrol mekanis, rutin mengecek difokuskan pada penurunan
Performance. biaya dan efektivitasSistem evaluasi performance organisasikurang giat
Politik manpower Kepercayaari kuat dengan kontak Kualifikasi calon haruspersonal dan individu dari " right berdasarkan pada keputusansocial origin" pada posisi seleksi.Walikota
Kepemimpm'an Sangat otonter,intruksi keras, Tidak banyak tekanan dalamTerlalu banyak manajemen pribadi pimpinan,Langsung menitikberatkan pada gaya
Memimpin dan kepribadian.Komunikasi Tergantung pada komunikasi. Ditekankan pada
Posisi sosial, kekuasaan dan kebersamaan danPengaruh keluarga adalah faktor meminimalkan perbedaan.Yang sesungguhnya. Rantai Hubungan setiap manusiaKomando harus diikuti benar. tidak akrab dan sangatHubungan setiap manusia erat umum. Persahabatan tidakSekali dan sangat spesial. intens dan tidak akrab.Persahabatan cukup intens danAkrab
Metode manajemen Umumnya sudah lama dan tidak Umumnya modern danup to date lebih ilmiah
Gambar 4. Ringkasan perbandingan manajemen Timur dan Barat
26
Dari perbandingan poin – poin fungsi manajerial antara manajemen Barat dan
Timur diatas tentunya kita bertanya-tanya manakah yang terbaik diantara keduanya.
Tetapi apabila kita menganalisa fakta – fakta yang terjadi di dunia nyata maka dapat
kita tarik suatu kesimpulan yang ringkas bahwa aspek – aspek manajemen diatas
tidak ada yang lebih baik antara satu dengan yang lain, hanya situasi dan kondisi
yang relevan untuk pelaksanaan aspek – aspek tersebut yang paling menentukan
keberhasilan pelaksanaan dalam penerapan gaya manajemen yang dipilih. Jadi,
untuk mencari yang terbaik diperlukan suatu proses analisa yang berkesinambungan
sehingga dapat diperoleh suatu analisis yang cermat, tepat dan akurat yang
mendukung kesesuain antara perencanan dan pelaksanaan serta optimalisasi tujuan
diantara keduanya.
2.2. Ringkasan Profil Manajemen Indonesia dan Latar Belakang Kondisi dan Situasi
yang melingkupinya
2.2.1. Sekilas Profil Manajemen Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara yang berbentuk republik dengan jumlah
penduduk sebesar 200 juta jiwa, dimana termasuk urutan ke-4 terbesar di dunia.
Wilayah Indonesia terdiri dari 17.000 pulau dengan 70% bagiannya adalah merupakan
lautan. Indonesia mempunyai 200 suku, dengan bahasa daerah masing-masing.
Pertumbuhan ekonorni 7% dengan tingkat pendapatan perkapita $ 1,000. Rata-rata
pendidikan di Indonesia adalah Sekolah Dasar (sekitar 80%) dengan prosentase yang
buta huruf adalah sebesar 30%.
Ki Hajar Dewantara, seorang pendiri sistem pendidikan di Indonesia
merumuskan karakteristik gaya kepernimpinan di Indonesia adalah sebagai berlikut :
27
Ing Ngarso Sung Tulodho,seorang pemimpin harus mampu untuk membangun dirinya
sendiri dengan merubah perilakunya dan latihan-latihan untuk menjadi sebuah contoh
untuk bawahannya.
Ing Madya Mangun Karso, seorang pemimpin harus mampu memotivasi dan
membangkitkan sebuah semangat dari dirinya sendiri dan kreativitas diantara
bawahannya.
Tut Wuri Handayani, seorang pemimpin harus mampu untuk membujuk bawahannya
dan mempunyai keberanian untuk menjadi seorang pelopor dalam mengemban
tanggungjawab.
Manajemen sebagai suatu disiplin ilmu tidak pernah dipelajari oleh Ki Hajar
Dewantara, tetapi apa yang telah dijelaskan diatas adalah memberikan hal yang penting
untuk kita sernua untuk mempunyai pandangan sebagai gaya manajemen Indonesia.
2.2.2. Perkembangan Teori-Teori Manajemen di Indonesia
Perkembangan manajemen di Indonesia dapat ditentukan dalam periode-periode
yang berbeda: 1950-1957; 1957-1960; 1960-1965; 1965-1970; 1970-1997, dan 1997-
sampai sekarang.
1950-1957
Selama periode ini, Konsep dari manajemen di Indonesia adalah secara kuat
dipengaruhi oleh ilmuwan-ilmuwan Belanda yang mengajar pada
universitas-universitas di Indonesia. Manajemen pada masa ini dianggap sebagai suatu
bagian dari Ekonomi bisnis yang fokus utamanya adalah pada teori-teori nilai dan
harga, biaya, dan teori-teori dalam administrasi dan sistim kontrol yang berhubungan
dengan organisasi bisnis.
1957-1960
Periode ini ditandai oleh memuncaknya perjuangan untuk mendapatkan Irian
Jaya dari Belanda. Segala sesuatu tentang belanda adalah ditolak oleh masyarakat
Indonesia dalam sebuah pernyataan yang diluncurkan oleh Presiden Soekarno. Para
28
profesor Belanda dikirim pulang dan konsekuensinya ekonomi bisnis jadi terlantar.
Selama periode ini, tidak ada universitas swasta yang tetap bertahan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, para professor Amerika diundang Universitas
Indonesia sebagai sebuah usaha join dengan Universitas California.
Melalui mereka, konsep dari manajemen diperkenalkan dengan membandingkan
prinsip umum yang mana dapat diaplikasikan dalam mengelola sebuah organisasi
untuk mencapai tujuannya. Pendekatan ini memperluas jangkauan dari manajemen
sebagai sebuah ilmu yang menganalisa dan mencari solusi untuk permasalahan yang
dihadapi oleh suatu perusahaan.
Dengan konteks tersebut terdapat beberapa bidang spesialisasi seperti misaInya
Pemasaran, Keuangan, Produksi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Bidang ini
menjadi subyek utama untuk para siswa di Jurusan Manajemen dalam Fakultas
Ekonomi.
1960-1965
Pemikiran dan penulisan umum selama periode ini diteliti untuk spesifik
karakteristik Indonesia. Beberapa penulis merujuk pada "Gotonq Royong" sebagai
gaya manajemen Indonesia. Gotong royong menunjukkan solidaritas kelompok dalam
masyarakat tradisional.
Meskipun secara kuat menolak konsep barat, para sarjana tidak secara buta menerima
sistern manajemen sosialisme. Alternatif yang lebih disukai mereka adalah mencari
sebuah sistem manajemen yang relevan dengan kondisi budaya dari negara tersebut.
1965-1970
Periode ini adalah periode reformasi sosial dan politik yang terkenal sebagai
Orde, Baru. Pada masa ini beberapa usaha dibuat untuk mempercepat perkembangan
dari negara yang telah dirusak selama Orde Lama (sebelum 1965). Rehabilitas dan
stabilitas ekonomi adalah kata kunci dari pemerintah Orde Baru.
Selama periode ini dihasilkan usaha-usaha untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan manajerial yang dihadapi oleh Perusahaan Perdagangan Negara.
29
Denationalisasi penting untuk memberikan kesempatan bagi
perusahaan-perusahaan asing untuk investasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan
lokal dihadapkan dengan persaingan keras dari perusahaan asing yang menanamkan
investasinya di Indonesia. Sehingga perkembangan dari teknik-teknik manajemen
modern secara pasti dibutuhkan sehingga para organisasi-organisasi bisnis tersebut
dapat dikelola secara efektif dan efisien.
Selama periode ini para sarjana Indonesia sekali lagi dihadapkan terhadap konsep
manajemen Amerika dan Eropa Utara, teori-teori dan asumsi-asumsinya.
1970-1997
Perubahan-perubahan pada awal tahun 1970 mempunyai sebuah pengaruh
penting dalam pertumbuhan dari manajemen di Indonesia. Kebutuhan untuk
pendekatan-pendekatan baru dalam manajemen adalah dicirikan oleh munculnya
perusahaan-perusahaan konsultan manajemen. Dekade ini juga dicirikan oleh
perubahan-perubahan yang secara mendadak di dunia internasional.
Selama periode ini, universitas negeri sebagaimana pula universitas swasta,
mulai rnenghasilkan tenaga kerja manusia untuk bisnis dan industri. Universitas
Indonesia mendirikan Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Ul (LMFEUI) dan
lalu diikuti oleh universitas negeri lainnya yang memberikan kursus-kursus dalam
manajemen.
1997- sekarang
Proses yang berkepanjangan dari krisis Indonesia atau tidak kunjungnya titik
balik selama ini disebabkan oleh proses pergantian pemerintahan yang kurang lancar.
Kalau momentum kedatangan IMF digunakan sebagai patokan dimulainya penanganan
krisis secara menyeluruh, maka Indonesia memang mengalami proses yang tersendat-
sendat. Bulan Oktober 1997, Januari 1998, April 1998, semuanya merupakan
momentum yang sebenarnya dapat menjadi titik balik. Penggantian pemerintahan dari
Habibie ke Gus Dur Oktober 1999 merupakan pergatian pemerintahan yang lebih
mendasar yang menumbuhkan suatu titik balik. Sayangnya permulaan bagus Oktober
30
1999 ini kemudian disia-siakan. Kesempatan adanya titik balik tidak dimanfaatkan
dengan konsolidasi pelaksanaan program secara serius dan konsisten, sehingga proses
pemulihan juga tidak berlangsung.
Dalam sejumlah program stabilisasi dan reformasi ekonomi-keuangan dengan
bantuan IMF seperti tertuang dalam letters of intent (LOI, yang sampai September
2000 telah berjumlah 16, berkali-kali perkonomian nasional nampak seperti diambang
perbaikan. Akan tetapi harapan ini berkali-kali dikecewakan oleh perkembangan yang
kemudian terjadi. Hasil yang mengecewakan ini pada dasarnya disebabkan oleh
kurangnya konsistensi pelaksanaan program yang telah menjadi kesepakaan
pemerintah dengan lembaga multilateral ini.
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa titik balik tidak secara otomatis
menumbuhkan pemulihan ekonomi, apalagi proses pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam krisis yang dialami berbagai negara Asia, dua aspek sangat dominan yang
dianggap menimbulkan krisis adalah lemahnya sektor perbankan dan besarnya
pinjaman dalam valas perusahaan swasta yang tidak sustainable. Untuk terjadinya
pemulihan ekonomi masalah restrukturisasi perbankan dan pinjaman korporasi
memerlukan penanganan segera dengan program yang menyeluruh dan jelas terbuka
bagi pasar dan masyarakat untuk mengetahuinya.
Penyelesaian masalah pinjaman korporasi meliputi restrukturisasi pinjaman itu
sendiri maupun perusahaan-perusahaan yang meminjam serta otorita pengawasan yang
mendorong kehati-hatian peminjam dan pemberi pinjaman. Restrukturisasi sektor
perbankan juga meliputi rekapitalisasi bank-bank yang lemah kapital, diikuti dengan
program menyeluruh restrukturisasi perbankan, termasuk infrastruktur perbankan yang
memberikan penunjangan. Yang terakhir ini meliputi perbaikan peraturan dan
pengawasan perbankan, lembaga penegak hukum dan peradilan serta peningkatan
transparansi dan governance. Sering dikatakan bahwa rekapitalisasi hanya taraf
memperbaiki neraca bank, kecukupan modal untuk menjadi solvent. Setelah itu agar
dapat beroperasi bank juga harus mempunyai likuiditas yang mencukupi. Dan untuk
dapat melayani sektor riil secara berkelanjutan bank harus beroperasi secara
menguntungkan.
31
Setelah 21 bulan pemerintahan Gus Dur, maka terjadi pergantian pemerintahan.
Tentu ada semacam penyesalan, kalau memang akhirnya memilih Megawati, mengapa
tidak dilakukan dua puluh satu bulan yang lalu saja? Tetapi itu sudah merupakan
sejarah.
Sekarang kita memiliki pemerintahan Megawati-Hamzah Haz. Meskipun ada
suatu euphoria baru dengan penggantian Gus Dur, antusiasme terhadap pergantian
pemerintahan ini tidak se hebat apa yang nampak pada pergantian pemerintahan
Oktober 1999. Bahkan mungkin, paling sedikit yang saya amati di luar Indonesia,
euphoria yang timbul tidak sedrastis seperti yang terjadi Mei 1998. Mungkin hal
tersebut disebabkan oleh perasaan umum yang tidak berani berharap terlalu banyak
dari kepemimpinan yang baru ini.
2.2.3. Situasi dan Kondisi Yang melingkupinya
2.2.3.1. Pelajaran dari Krisis Multidimensional
Dari pengamatan terhadap krisis dan penanganannya, serta reaksi dunia usaha
dan masyarakat di Indonesia, berbagai kelemahan berikut nampak menonjol
sebagai sumber atau akibat dari masalah yang menghinggapi bangsa Indonesia,
dan masalah itu bagaikan “snow ball” yang semakin hari dapat menghancurkan
apapun yang dilaluinya dan semakin besar. Menurut analisa beberapa ahli
ekonomi di Asia, hal itu terjadi diakibatikan pengaruh globalisasi. Dan pengaruh
itu dapat meningkatkan resiko searah dengan peningkatan kesempatan (peluang )
pertumbuhan ekonomi, baik makro maupun mikro ( Lampiran III ). Adapun
beberapa kelemahan Indonesia yang berhasil dianalisa ditinjau dari beberapa
dimensi adalah sebagai berikut :
Kelemahan di dalam bidang :
Ekonomi
1. Besarnya pinjaman korporasi, terutama pinjaman jangka pendek dalam mata
uang asing (dollar) tanpa lindung nilai atau hedging. Pada umumnya, praktek
32
pembiayaan usaha di Indonesia sangat mengandalkan pinjaman, sehingga debt to
equity ratio perusahaan terlalu tinggi (highly leveraging).
2. Lemahnya sistim perbankan seperti nampak dari banyaknya bank yang
lemah modal, besarnya kredit macet dan lemahnya kepatuhan terhadap peraturan
prudensial. Ini bersamaan dengan pengawasan yang lemah. Pada umumnya,
'governance' dan transparansi yang lemah pada industri perbankan maupun
otoritanya.
3. Lemahnya sektor riil; kegiatan investasi, produksi dan perdagangan, sebagai
akibat dari masalah kapitalisme kroni dengan praktek monopoli dan oligopoli yang
menimbulkan rendahnya efisiensi serta besarnya kebocoran karena korupsi dan
pemborosan.
Struktur sosial dan politik.
Sistim kenegaraan yang terlalu terpusat pada kekuasaan eksekutip dan
mementingkan kestabilan sosial dan politik dengan cara yang represif, meniadakan
segala bentuk oposisi dan beda pendapat (dissent) di semua kehidupan bernegara
dan bermasyarakat, telah menghasilkan kestabilan yang “semu”. Keadaan ekonomi
yang bagus telah meninabobokkan upaya memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang ada di masyarakat. Kestabilan semu ini rontok sangat cepat pada waktu
Indonesia dilanda krisis ekonomi. Di Indonesia krisis ekonomi telah mengungkap
lemahnya kelembagaan sosial dan politik, sebagaimana gejolak keuangan (kurs)
telah mengungkap lemahnya kelembagaan perbankan dan keuangan. Selain itu,
ada berbagai sifat atau pola hidup masyarakat Indonesia yang menurut pengamatan
sederhana, ikut mendorong terjadinya krisis atau memperlemah daya tahan
sehingga rentan terhadap gejolak. Ada dua hal yang perlu diidentifisir; hidup yang
lebih besar pasak dari tiang. Sifat demikian ini ada pada taraf nasional, perusahaan
maupun secara individu, baik dalam kegiatan ekonomi maupun hidup
bermasyarakat. Yang kedua, sifat tertutup dan feodalistis, yang telah menghalangi
peningkatan transparansi dan kehidupan demokrasi yang sangat penting untuk
pembangunan yang berorientasi pada pemerataan.
33
Budaya
1. Dalam banyak organisasi Indonesia, pihak manajemen mendapati konflik
dari budaya modern dan tradisional. Hal ini merupakan sebuah tugas yang sulit,
utamanya untuk para ilmuwan dan praktisi yang mempunyai sikap positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan. Secara sosiologi (Vroom, 1981), bisa dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia masih agak tradisional, hirarkis dan masyarakat yang
berorientasi kepada kehormatan, dimana hubungan antara orang lain menjadi
terstruktur dan dijaga untuk mencegah terjadinya konflik.
2. Masyarakat Indonesia secara tradisional dicirikan oleh konsep musyawarah,
mufakat dan gotong royong, dengan orientasi hirarki yang kuat. "Ikut pemimpin"
atau bapakism adalah sebuah ekspresi yang sangat dikenal untuk perilaku ini sejak
orang mendapatkan kebutuhan untuk menghormati orang yang lebih tua dan status
yang lebih tinggi karena mereka dipertimbangkan untuk punya aturan dari "ayah "
dalam suatu organisasi.Bapakisme adalah didasari kepada pertimbangan: umur,
kelas, dan loyalitas kepada atasan. Dalam organisasi, loyalitas adalah lebih penting
daripada konsep barat. Untuk orang dalam organisasi, kerja adalah tidak
sernata-mata berarti pencapaian tujuan, tetapi juga membentuk dan menyusun.
suatu keserasian. Hal ini adalah aturan dari "bapak manajer" untuk menjaga
keserasian ini, dimana akumulasi semua kekuasaan.Dengan demikian, untuk para
orang barat proses pembuatan keputusan di konteks Indonesia membutuhkan lebih
banyak waktu.
3. Peralihan Dari Bisnis Keluarga Ke Perusahaan Profesional
Sebagian besar organisasi bisnis di Indonesia dimulai dari sebuah bisnis keluarga.
Beberapa dari mereka berkembang menjadi perusahaan besar dimana sebagian
besar dari mereka tetap kecil dan secara perlahan berkembang ke perusahaan
ukuran sedang.
34
Seperti halnya organisasi yang baru tumbuh, kemampuan untuk mengelola dan
kontrol operasinya secara konsekuen menjadi sulit untuk para pendiri. Mereka
menemukan sendiri batasan dengan orang lain yang mana telah jadi bawahannya
karena hubungan dari keluarga mereka lebih daripada kualifikasi mereka.
Kekacauan over tanggung jawab merintangi banyak tugas dan hambatan-hambatan
yang dihadapi suatu perusahaan karena sikap "wait and see" untuk membuat
keputusan. Keputusan penting cenderung dipusatkan ke tangan satu atau dua orang
dari keluarga dan yang sangat dekat ke bapak selama jam kantor sebagaimana
seperti dalam hidup sehari-hari.
Tidak ada perencanaan sistematis sejak tidak adanya para profesional menjalankan
hal ini. Manajemen adalah lebih reaktif daripada proaktif. Sebagian besar
perusahaan adalah dijalankan pada dasar kebutuhan individu lebih daripada
kebutuhan organisasi. Prestasi dievaluasi hanya secara insidental. Mereka hanya
mencoba untuk membuat sebuah analisis situasional dari organisasi ketika ada
pertumbuhan yang cepat dan situasi menjadi kritis dan para profesional akan
diundang.
Mereka harus mengembangkan kemampuan untuk mengelola perusahaan secara
profesional untuk menjaga keserasian dalam perusahaan dan pencapaian
tujuannya. Ada suatu kemajuan khususnya di perusahaan besar untuk menyewa
lebih banyak manajer profesional dan menyiapkan generasi muda berikutnya
untuk mengelola suatu organisasi sebagai eksekutif puncak.
Manajemen Di Sektor Publik
Sebagaimana seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, ada dan tetap ada,
tekanan yang kuat pada hirarki dalam sektor publik dimana termasuk
perusahaan-perusahaan negara, yang dikenal sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
Beberapa konsekuensi akan selalu terjadi selama pengambilan keputusan. Tidak
semua orang berani untuk membuat keputusan secara terbuka tanpa sebelumnya
berkonsultasi dengan atasannya. Hal ini disebut meminta restu dan hal ini
35
mencerminkan dari harapan untuk mengambil resiko untuk rnenyelamatkan posisi
seseorang. Para bawahan mengalihkan perhatian atasan mereka dengan hanya
menunjukkan hal-hal dan menyembunyikan kelemahan mereka, fenomena ini
disebut "terserah kepada bapak". Dalam sistem ini para bawahan diharapkan
dapat berterimakasih untuk kebijaksanaan dan pengertian dari atasan mereka.
Melalui tradisi ini seseorang belajar untuk hormat kekuasaan dan untuk bekerja
secara kooperatif
Pada masa tahun sekarang, pemerintah berusaha keras untuk membuat BUMN
menjadi organisasi yang lebih efektif dan efisien melalui privatisasi atau go public.
Gambar 5. Penyebab Krisis Multidimensional
2.2.3.2 Menghadapi Tantangan
Satu dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan
manajemen di Indonesia adalah bagaimana meningkatkan relevansi dari manajemen
ke permasalahan-permasalahan yang bersifat praktis dari masyarakat Indonesia dan
disiplin dalam melaksanakannya.
Sampai sekarang, banyak para ilmuwan begitu juga para praktisi Indonesia
dalam bidang manajemen tetap mempunyai kecenderungan yang kuat untuk
menggunakan model manajemen Amerika dan Eropa Utara. Mereka tetap pada
opininya bahwa Metode Barat adalah secara umum valid. Untungnya beberapa
36
-Cash –flows-Financial
Stucture-Over-Capacity--Over-
Investment & Confidence
penulis dan praktisi menerima ketidaksetujuan dari model Amerika dan Eropa
Utara, adalah berkembang.
Indonesia secara umum dicirikan sebagai negara yang berkembang. Hal ini
akan lebih sulit untuk menulis tentang perbedaan jalan dari pemikiran Indonesia.
Tetapi hal ini sangat penting bahwa organisasi-organisasi Indonesia hanya
mengandung kemiripan bagian dari manajemen barat.
Sesuatu yang perlu dicatat bahwa pada tahun 1979 sebuah penelitian tentang
gaya manajemen Indonesia telah diadakan untuk pertama kali oleh LPPM
(Lembaga Pendidikan dan Pengembangan). Hasil dari penelitian ini disusun dan lalu
dipublikasikan. Publikasi diberi judul Konsep Manajemen Indonesia diterima
secara baik meskipun tidak adanya keputusan yang dapat dibuat. Selain itu, ada titik
fenomental yang menandai identifikasi dan pengakuan gaya manajemen Indonesia
secara formal dan luas, yaitu pidato Presiden pada saat pembukaan “ Indonesian
Manager Week 1990,” yang diuraikan dalam bentuk figur di bawah ini:
Keterangan gambar :
Ciri – ciri manajemen Indonesia :
Memiliki sikap yang baik sebagai dasar ;
Pandangan yang luas ke depan
Bekerja keras untuk berhasil
Disiplin dalam bekerja dan berpikir
Memahami karakteristik orang Indonesia, harapan dan tantangannya.
Tidak selalu memiliki manajemen yang berbeda dengan global, khususnya
perbedaan dasar dari dimensi manusianya.
Penerapan elemen yang universal dari manajemen. Dapat berkomunikasi dengan
sistem manajemen yang digunakan negara lain.
37
Gambar 6. Gaya manajemen Indonesia
Beberapa pertanyaan seringkali timbul adalah: Apakah konsep-konsep Barat
efektif diterapkan di Indonesia atau harus diadaptasikan dengan situasi Indonesia,
budaya dan nilainilai? Apakah benar bahwa area seperti produksi, marketing dan
keuangan, Sistem. manajemen Barat telah diadaptasikan tanpa banyak
pertentangan? Bagaimana dengan bidang Sumber Daya Manusia?
Sebagaimana pendapat dari Hofstede (1982), manajemen adalah sebuah proses
budaya. Hal ini tidak hanya soal dari teknik-teknik dan atau metode yang masuk
akal, tetapi menemukan jalan untuk mencapai tujuan dengan sebuah pengaruh
lingkungan sosial budaya. Perbedaan budaya, dimana terrnasuk perbedaan keadilan
nilai, mempunyai pengaruh yang kuat dalam perkembangan organisasi, utama
dalam perilaku seseorang dan bagaimana mereka bekerja sama dengan satu sama
lain dalam suatu organisasi.
38
- Gaya Kepemimpinan -Elemen Leverage Poisitif
- Tanggung jawab sosial
-Produktivitas -Persaingan- Kesempatan
-Ilmu Pengetahuan -Ketrampilan -Perilaku Kepemimpinan
Pengetahuan&
Manajemen yang universal
Peninggalan sosial budaya
- Visi -Misi-Tujuan
Trend perubahan lingkungan
GAYA MANAJEMENINDONESIA
Stake holder & Budaya / Visi perusahaan
2.2.3.3. KECENDERUNGAN MASA DEPAN
Sikap profesional akan jadi lebih dibutuhkan oleh organisasi bisnis demikian
pula sektor publik. Hal ini berarti bahwa usaha-usaha seharusnya dibuat untuk
mempunyai perencanaan dalam perkembangan dari sumber daya manusia
profesional. Untungnya, dalam lima tahun terakhir ini ada banyak program Master
Manajemen dikembangkan melalui universitas negeri maupun swasta dalam
membantu untuk memperoleh lebih banyak sumber daya manusia profesional.
Dalam rangka untuk menanggulangi dengan perubahan dinamika lingkungan,
penelitian kerja yang secara terus-menerus untuk mendefinisikan gaya manajemen
Indonesia adalah tetap dibutuhkan.
Penelitian yang terus-menerus akan membenarkan apakah manajemen adalah
sebuah proses yang bersifat budaya, tidak hanya mengutamakan sebuah urusan
dari teknik-teknik dan metode-metode rasional, tetapi adalah merupakan suatu cara
untuk mencapai tujuan dengan pengaruh dalam lingkungan sosial budaya, utama
dalam pembentukan budaya Indonesia.
Beberapa aspek gaya manajemen Indonesia yang diharapkan adalah sebagai
berikut :
b. Mempunyai kemampuan dalam Ilmu Pengetahuan dan teknologi dan
Keadilan manajemen.
c. Definisi yang jelas dari "Stake Holder" dan pengembangan budaya
perusahaan.
d. Pengertian yang jelas tentang Iingkungan sosial, budaya mereka dan
aspirasi-aspirasinya.
e. Pengertian tentang lingkungan dan tren perubahan-perubahannya baik
lingkungan regional maupun global.
f. Pengembangan secara sendiri untuk menjadi seorang pemimpin dengan
integrasi tinggi dan mempunyai tanggungjawab sosial.
Pada masa ini Indonesia mengalami krisis multidimensi, termasuk berbagai
bentuk disintegrasi bangsa dan degradasi nilai – nilai moral dan budaya.
39
Munculnya berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan politik, budaya dan,
yang berbau SARA dan ujung – ujungnya akan bermuara pada problem
pertahanan dan keamanan nasional (kasus Bom Bali, bom Makasssar, Aceh, kasus
Goyang “Inul” dan lain sebagainya ). Muncul nya berbagai masalah politik yang
menyebabkan kondisi tidak stabil dan kondusif bagi iklim usaha dan investasi
menyebabkan Indonesia tidak dipercaya dunia Internasional sehingga investasi
dari modal asing turun drastis, bahkan beberapa Investor luar negeri yang telah
lama “exist” merelokasi pabriknya diluar negeri ( contohnya ; Nike, Sony dan
Gillete ). Pemerintahan baru dibawah Megawati berusaha mengangkat
perekonimian Indonesia ( Indonesian Economy’s Recovery ) yang makin terpuruk
dengan pertemuan Paris Club. Namun upaya ini tidak terlalu berhasil karena
kinerja pemerintah yang tidak efisien yang disebabkan KKN, serta penegakan
hukum yang masih timpang dan masih belum terciptanya kondisi keamann yang
stabil dan kondusif bagi iklim investasi dan usaha.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia, bak badai dahsyat yang tak kunjung
reda, sejak tahun 1997 belum dapat teratasi sampai saat ini malahan kondisi ini
makin parah menyebabkan Indonesia makin terpuruk. Agar bisa mengejar
ketertinggalan dengan negara-negara lain didunia dan terutama di Asia ada
beberapa langkah aplikatif dan sistematis sebagai berikut;
1. Pemerintah Indonesia harus menjamin penegakan hukum bagi warga
negaranya, dan memberantas KKN (contohnya ; Cina dan Singapura ).
2. Pemerintahan yang bersih, jujur dan berwibawa (misalnya, Malaysia )
3. Transparansi sistem operasional dan keuangan, peningkatan transfer
tehnologi, dan penelitian yang kontinyu dan berkesinambungan (contohya ;
Jerman, Malaysia, Jepang ).
4. Menciptakan kondisi aman dan stabil, mendorong tumbuhnya kepercayaan
dari para investor, terutama investor asing, untuk menanamkan modal
Indonesia ( contohya;Jepang, Singapura, Malaysia).
5. Meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa (Malaysia).
6. Ulet, bekerja keras dan mandiri (misalnya, Cina)
40
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari uraian yang disajikan oleh penulis pada bab-bab sebelumnya, maka perlu
sekiranya penulis memberikan abstraksi ringkasan-ringkasan krusial dalam bentuk
yang lebih sederhana umum, dan sistematis sebagai kesimpulan dari makalah ini.
Untuk itu penulis sajikan beberapa poin kesimpulan yang representatif terhadap
makalah ini sebagai berikut :
1. Gaya manajemen yang cenderung “ statism” (lebih menonjolkan dominasi
pemerintah dan ke arah sentralistik) yang dihadapi Indonesia dan negara-negara
Asia lainnya megakibatkan krisis moneter dalam skala regional.
2. Perlu diadakan pembenahan gaya manajemen yang berpusat pada “Asian Values”
dengan mengadopsi gaya manajemen Malaysia, Jepang, yang memegang teguh
prinsip-prinsip ( nilai-nilai agama, dan sosial kemasyarakatan ) dipadu dengan
sistem pendidikan yang menjembatani antara dunia akademik dan dunia bisnis.
3. Untuk bisa bersaing dalam pasar global gaya manajemen Cina daratan dan
perantauan yang menonjolkan sistem paternalis dan hubungan ras perlu diadaptasi
dan diasimilasi dengan gaya manajemen Indonesia. Gaya manajemen Cina berfokus
pada produksi dengan strategi biaya rendah dan efisiensi ketat secara komprehensif.
4. Untuk membangun kreativitas dan kebersamaan dalam suatu organisasi serta
mengelola konflik dalam tahap yang dapat meningkatkan kinerja kita dapat
mengadopsi gaya manajemen Jepang. Gaya manajemen Jepang menitikberatkan
terhadap perbaikan sistem dan kinerja keseluruhan, hal ini lebih dikenal dengan
strategi “ Kaizen”.
5. Singapura mempunyai beberapa gaya manajemen yang mempunyai karakteristik
dasar yang berlainan, tergantung dari mana perusahaan tersebut berasal dan
pengaruh lingkungan setempat. Secara garis besar, gaya manajemen Singapura
menitikberatkan terhadap efisiensi operasional dan pengelolaan sumber daya
manusia.
41
6. Sebagai perbandingan lain, perlu sekiranya menoleh terhadap gaya manajemen
negara yang dekat secara geogafis tetapi jauh secara kultur, yaitu Australia. Dimana
Australia memberikan pilihan manajemen yang menonjolkan egalitarian dalam
lingkungan organisasi dan manajemen non-konfrontatif serta dipadu dengan
keterbukaan dalam menerima kritik dan berekspresi.
7. Untuk gaya manajemen yang menjunjung tinggi nilai – nilai kesopanan dan disiplin
mungkin gaya manajemen Prancis dan Jerman dapat memberikan kontribusi
signifikan untuk kemajuan gaya manajemen Indonesia. Selain itu, dengan dilandasi
sikap – sikap ilmiah yang berdasarkan pikiran logis dan analistik maka dapat
memperoleh hasil yang optimum dengan mereduksi segala hambatan dan kesalahan
yang akan terjadi dalam pelaksanaan operasi.
8. Manajemen yang berorientasi kepada hubungan jangka panjang lebih menghasilkan
profit yang menguntungkan ditinjau dari berbagai segi (material maupun kejiwaan)
dibandingkan dengan dengan orientasi jangka pendek (gaya manajemen Prancis,
Jepang, Arab Saudi).
9. Dengan menerapkan prinsip transparansi dalam berbagai fungsi manajerial maka
akan mampu memperoleh dukungan yang optimum dari bawahan dan pihak-pihak
yang berkepentingan untuk menunjang kemajuan organisasi secara bekelanjutan
(Gaya manajemen Filipina).
3.2. Saran
1. Perlu diadakan analisa terhadap masing-masing gaya manajemen dari berbagai
negara. Hal ini perlu karena tiap-tiap unit bisnis mempunyai backgorund yang
berbeda, ditinjau dari segi bisnis yang digeluti, visi dan misi, budaya organisasi dan
lain-lain.
2. Setiap perubahan gaya manajemen, baik melalui proses asimilasi, maupun secara
independent tetap memerlukan komitment jangka panjang dan pengendalian terus-
menerus sehingga memperoleh hasil yang optimal. Karena perubahan gaya
manajemen yang hanya bersifat transaksional lebih bersifat destruktif dibandingkan
yang bersifat transformasional yang lebih bersifat konstruktif.
42