malntrisi
-
Upload
faez-tamizi -
Category
Documents
-
view
118 -
download
4
description
Transcript of malntrisi
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I.1 Beberapa perubahan yang terjadi pada berbagai system tubuh pada proses
menua
a. Sistem endokrin, antara lain:
penurunan hormone T3
peningkatan hormone paratiroid
penurunan produksi vitamin D oleh kulit
peningkatan kadar homosistein serum
b. Kardiovaskular, antara lain :
berkurangnya pengisian ventrikel kiri
kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama
peningkatan resistensi vascular perifer
c. Gastrointestinal, antara lain :
berkkurangnya ukuran dan aliran darah hati
terganggunya clearance obat oleh hati
terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung
berkurangnya masa pancreas dan cadangan enzimatik
berkurangnya kontraksi colon yang efektif
berkurangnya absorpsi kalsium
d. Hematologi, antara lain :
berkurangnya cadangan sumsum tulang akibat kebutuhan yang meningkat
e. Paru paru, antara lain :
meningkatnya volume residual
berkurangnya efektivitas batuk
berkurangnya efektivitas fungsi siliamembesarnya duktus alveolaris akibat
berkurangnya elastisitas struktur penyangga parenkim paru
berkurangnya kekuatan otot pernapasan
f. Ginjal, antara lain :
menurunnya bersihan kreatinin dan laju filtrasi glomerulus
menurunnya ekskresi dan konservasi natrium dan kalium
g. Haus, antara lain :
berkurangnya rasa haus, karena kontrolnya terganggu oleh endorfin
1
I.2 Definisi malnutrisi pada lansia
Malnutrisi adalah kondisi dimana energy yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan
metabolik. Yang dapat terjadi karena buruknya asupan kalori, meningkatnya kebutuhan
metabolic bila terdapat penyakit atau trauma, atau meningkatnya kehilangan zat gizi.
I.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana malnutrisi pada lansia dapat terjadi. Yang ditandai
dengan turunya berat badan.
Tabel 1. Penyebab turunnya berat badan pada usia lanjut
anoreksia
depresi
obat obatan : Digoksin
penyakit: kanker, gagal
organ kronik ( jantung,
ginjal, par )
infeksi kronik : Tuberkulosis
polimialgia reumatika dan
penyakit vascular kolagen
lainnya
defisiensi nutrisi spesifik
yang mempengaruhi cita
rasa dan selera : vitamin A,
zink
Malabsorpsi
iskemik intestinal
penyakt celiac
Gangguan menelan
Neurologis
Striktur jaringan
Penyakit rongga mulut
Metabolik
Penyakit tiroid
Diabetes
Penyakit hati
Fisis
Ketarbatasan fisis sehingga tidak
sanggup pergi berbelanja
makanan
Berkurangnya aktivitas
Sosial
Isolasi
Kemiskinan
Terabaikan
Kekerasan fisis
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
2
Tabel 2. Penyebab Kehilangan Berat Badan
M Medication effects
E Emotional problems, terutama depresi
A
L
S
Anorexia tardive (nervosa), alcoholism
Late life paranoia
Swallowing disorders
O
N
Oral factors (contoh : gigi palsu yang tidak pas, gigi berlubang)
No money
W
H
E
Wandering and other dementia related behavior
Hyperthyroidism, hypothyroidism, hyperparathyroidism, hypoadrenalism
Enteric problem ( contoh : malabsorpsi)
E
L
S
Eating problem ( contoh : tidak mampu makan sendiri )
Low salt, low cholesterol diets
Social problem (contoh: isolasi, tidak memperoleh makanan yang disukai)
I.4 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas
II
Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas
III
Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas
IV
Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.
Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.
3
I.5 Patofisiologi
Malnutrisi dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :
(1) asupan yang tidak adekuat,
(2) berhubungan dengan mekanisme fisiologis penyakit yang mempengaruhi
metabolisme tubuh, komposisi tubuh dan selera makan (contoh : kakeksia)
Pada keadaan defisiensi kalori primer, tubuh beradaptasi dengan menggunakan
cadangan lemak sambil menghemat protein dan otot. Perubahan fisiologis yang terjadi
sering reversible dengan kembalinya asupan dan aktivitas seperti biasa. kakeksia
dicirikan dengan tingginya respons fase akut yang berkaitan dengan peningkatan
mediator mediator inflamasi (seperti TNFα dan Interleukin 1) serta meningkatnya
degradasi protein dan otot yang dapat pulih dengan membaiknya asupan. Meskipun
kakeksia berhubungan dengan penyakit kronik spesifik (contoh:kanker, infeksi, arthritis
inflamasi), keadaan ini dapat timbul pada usia lanjut tanpa penyakit yang jelas.
I.6 Gambaran klinis
Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, dan pengukuran
imunologi sangat kompleks. Monitor ketat berat badan yang mencerminkan
ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan energi, meskipun cara yang paling
sederhana dan paling dapat dipercaya untuk menilai malnutrisi. Perubahan berat badan
dinyatakan dalam persentase perubahan dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan 5%
berat badan biasanya berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Bila
kehilangan berat badan >10% biasanya berkaitan dengan penurunan status fungsional dan
hasil pengobatan. Kehilangan berat badan 15 sampai 20% atau lebih biasanya sacara tidak
langsung menunjukkan terdapatnya malnutrisi berat.
Pengukuran antropometri cadangan lemak(lipatan kulit) dan massa otot (lingkar
lengan atas) dapat membantu penilaian malnutrisi namun variabilitas antar pemeriksa cukup
besar. Meskipun kurang sensitive, evaluasi klinis kekurangan turgor kulit, adanya atrofi otot
interosseus tangan dan otot temporalis kepala dapat menilai hilangnya lemak subkutan dan
massa otot.
I.7 Diagnosis
Karena parameter yang digunakan dapat dipengaruhi oleh factor non nutrisi,
penilaian status nutrisi yang efektif membutuhkan data lengkap dari anamnesis,
4
pemeriksaan fisis dan biokimia. Meskipun tak ada criteria definitifuntuk klasifikasi
derajat malnutrisi energy protein, bola berat badan turun >20% dari berat badan
sebelumnya, albumin serum kurang dari 2,1 mg/dl, dan transferin serum kurang dari 80
U/ul, biasanya telah terjadi malnutrisi berat.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Perlu dicurigai adanya problem nutrisi bila terdapat penyakit penyakit yang sering terkait
dengan timbulnya malnutrisi seperti ganguan kognitif, gangguan miokard kronik,
gangguan ginjal kronik, atau masalh paru, sindrom mal absorpsi, dan polifarmasi. Selain
itu bila terdapat riwayat anoreksia, rasa cepat kenyang, mual, perubahan pola defekasi,
fatigue, apatis, atau hilangnya daya ingat, harus mendapat perhatian penuh.
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan fisis yang menandakan adanya deficit nutrisi adalah kondisi gigi geligi yang
buruk, keilosis, stomatitis angularis, dan glositis. Ulkus decubitus atau lambatnya
penyembuhan luka, edema, dan dehidrasi.
I.7 Penatalaksanaan Malnutrisi
A. Terapi non farmakologi
a. Diet : kurangnya asupan diatasi dengan pemberian diet yang lebih enak bagi
pasien, seringkali berupa diet tinggi lemak dan tinggi protein. Makanan porsi
kecil tapi sering harus dianjurkan.
Pada penderita dengan penyakit akut, perhatian utama ditujukan untuk
mengatasi problem akut tersebut seperti mengatasi infeksi, control tekanan
darah, dan menjaga kondisi keseimbangan metabolic, elektrolit, dan cairan.
Setelah masalah akut teratasi, pasien diminta untuk secara sadar mengkonsumsi
sebanyak mungkin makanan. Tujuannya adalah memberikan asupan kalori kira
kira 35 kkal/kgBB ideal. Sebagai patokan umum, dalam 48 jam pertama
perawatan sudah diberikan asupan gizi adekuat. Pendekatan yang diambil
tergantung kondisi klinis pasien, apakah memerlukan dukungan nutrisi jangka
pendek atau jangka panjang. Bagi yang membutuhkan dukungan jangka pendek
5
(kurang dari 10 hari). Diberikan hiperalimentasi melalui vena perifer berupa
larutan asam amino, dextrose 10%, dan intralipid.
b. Merokok : Harus dihentikan.
c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan
untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas
yang nyaman bagi pasien.
d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas
atau lembab
B. Terapi farmakologi
a. Algoritme
Tabel 4. Terapi Obat menurut status fungsional pasien
6
Tabel teraTabel 5. Terapi obat menurut NYHA
b. Jenis dan tempat obat
1. Diuretik
KELAS DAN CONTOH: KEUNTUNGAN KERUGIAN
THIAZIDES:
Hydrochlorothiazide
Indapamide
Chlorthalidone
Perananannya telah
dikembangkan dalam
pengobatan hipertensi,
khususnya pada orang-
tua.
Dihubungkan dengan
hypomagnes-aemia,
hyperuricaemia , hyper-
glycemia, atau
hyperlipidaemia.
LOOP DIURETICS:
Furosemide
Ethacrynic acid
Bumetamide
Mempunyai efek yang
kuat, onset cepat
Dapat menyebabkan
hypokalemia atau
hypomagnesaemia
dihubung-kan dengan
kekurang patuhan
7
pemakaian obat.
POTASSIUM-SPARING
DIURETICS:
Spironolactone
Amiloride
Triamterene
Hasil positif terhadap
survival tampak pada
pemakaian spirono-
lactone; menghindari
kehilangan potassium
dan magnesium
Dapat menyebabkan
hyperkalemia dan azotemia,
khususnya jika pasien juga
memakai ACE-inhibitor.
Mekanisme kerja:
Gambar 13. Mekanisme kerja diuretik
2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk
penderita dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala.Tetapi,dengan
pertimbangkan side effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal,
batuk dan angioedema, maka terdapat hambatan pada pemakaiannya baik
underprescribing maupun underdosing obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua.
Pada penelitian klinik menunjukkan bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan
tersebut tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang rendah
dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil yang efektif
sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik.
8
Tabel 7. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF
3. Angiotensin Receptor Blockers
Indikasi pemakaian angiotensin II receptor antagonists (ARAs) pada CHF
yang telah diterima saat ini adalah pada pasien-pasien yang intolerans terhadap ACE
inhibitor yang menyebabkan batuk. Manfaat ARAs pada populasi ini telah
dikembangkan CHARM-Alternative study (Candesartan in Heart failure Assessment
of reduction in Mortality and Morbidity- Alternative study). Pada penelitian ini , ARA
candesartan secara signifikan menurunkan ‘combined endpoint’ kematian
kardiovaskular ataupun hospitalisasi pasien-pasien CHF yang sebelumnya diketahui
intolerans terhadap ACE inhibitor.
Dua perbandingan langsung antara ARA dan ACE inhibitor yang dilaksanakan
pada pasien CHF. Penelitian yang lebih besar , ELITE II (the Evaluation of Losartan
in the Elderly II) melaporkan bahwa tidak ditemukan perbedaan antara pemakaian
losartan dan captopril, tetapi ’survival curve’ menunjukkan kecenderungan ‘survival’
yang lebih baik pada pemakaian ACE inhibitor. Penelitian yang di-design serupa pada
pasien gagal jantung setelah miokard infark akut OPTIMAAL (the Optimal Trial in
Myocardial Infarction with the Angiotensin II Antagonist Losartan) melaporkan
outcome yang serupa.
9
ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa
memandang beratnya simptom.
Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis
maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.
Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin
mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien yang
memakai ACE inhibitors.
Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa
Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.
Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada hiponatremia,
dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.
VALIANT (the Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial), salah satu
penelitian besar pada pasien Gagal Jantung post-AMI melaporkan terdapat ‘survival
outcome’ yang identik antar 3 group pengobatan :”Valsartan (suatu ARA) dosis
tinggi”, ”Captopril dosis tinggi” dan ”Kombinasi keduanya”.
Dua penelitian besar lain (the CHARM Added Trial and the Valsartan Heart
Failure Trial [Val-Heft]) meneliti impact ‘penambahan suatu ARA pada ACE
inhibitor pada pasien CHF’. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa
penambahan suatu ARA dengan signifikan menurunkan risiko hospitalisasi CHF
selanjutnya; tetapi impact-nya pada mortality tidak tegas.
Kesimpulan dari penelitian-penelitian diatas bersama-sama, menunjukkan
bahwa ARAs dan ACE inhibitor bilamana dipakai dengan dosis yang ekuivalent, akan
memberi outcome yang sama, bila dipakai sebagai terapi alternatif pada pasien CHF.
Manfaat utama yang didapat dengan penggabungan terapi ini pada pasien CHF
tampaknya dalam ”penurunan hospitalisasi”
4. β Receptor Blockers
Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung, mempunyai
mekanisme kerja memperbaiki hemodinamika dan simptomatik secara akut. Efek
segera dari β-bloker sebaliknya dapat memperburuk hemodinamik, kadang-kadang
menyebabkan peburukan gejala yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian
obat ini di-kontra-indikasikan pada pasien-pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-
bukti bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker memperbaiki fungsi jantung dan
menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF. Sesungguhnya bukti-bukti
pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada banyak randomized
controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan trial-trial ACE inhibitor.
Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di-approved untuk pengobatan gagal
jantung di Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release metoprolol
succinate. Setiap jenis obat tersebut telah menunjukkan penurunan mortalitas dan
hospitalisasi pasien CHF seperti ditunjukkan pada suatu trial besar placebo-controlled.
Manfaat seperti ini tidak selalu ditampakkan pada pemakaian β-bloker lain.
Cardevilol atau Metoprolol European Trial (COMET), membandingkan carvedilol
dan standard-release metoprolol tartrate, didapat hasil survival yang lebih baik pada
pasien-pasien yang mendapat carvedilol.
10
5. Additional Therapies Digitalis
Faktor keamanan dan efektifitas digoxin yang telah dipakai dalam
pengobatan gagal jantung selama 300 tahun, baru akhir-akhir ini
diketahui. Penelitian The Digitalis Investigation Group (DIG)
menunjukkan bahwa digoxin secara signifikan menurunkan hospitalisasi
pada pasien CHF yang sinus rhythm sejak awalnya dan pada pasien-pasien
CHF yang telah dengan maintenans ACE inhibitor dan diuretik. Pada
penelitian ini Digoxin mempunyai efek netral(tidak mempengaruhi)
terhadap mortalitas.Maka penelitian berdasarkan evidence based meng-
indikasikan pemakaian digoxin pada pasien CHF adalah sebagai pereda
simptom-simptom yang masih tetap ada walau sudah memakai ACE
inhibitor dan diuretika.
Dosis median harian adalah 0,25 mg/hari dan trough blood level digoxin
pada DIG study adalah 0,9 ng/mL. Terdapat bukti bahwa peningkatan
risiko intiksikasi digoxin (termasuk kematian) meningkat dengan cepat
bilamana dosis harian rata-rata melebihi 0,25 mg/hari atau bila trough
serum digoxin level melebihi 1,0 ng/mL. Pemakaian dosis maintenans
digoxin yang rendah (0,125 sampai 0,25 mg/hari) kususnya penting pada
pasien wanita dan pasien usia lanjut, dikarenakan terdapatnya penurunan
fungsi ginjal semakin bertambahnya umur.Hal ini menjadi penting
dikarenakan pada praktek klinik pasien populasi gagal jantung usia lanjut
merupakan porsi yang terbesar.Selain itu, intoksikasi digoxin pada usia
lanjut sukar dikenali. Adanya obat-obat lain yang dipakai bersamaan
(misal amiodarone, verapamil) yang dapat meningkatkan kadar serum
digoxin menyebabkan perlunya penurunan dosis maintenans.
Digoxin dapat juga dipakai untuk meng-kontrol atrial fibrillasi, yang
terdapat pada sampai sepertiga pasien CHF. Perlunya pemakaian digoxin
untuk meng-kontrol heart rate pada pasien-pasien atrial fibrilasi telah
dipertanyakan sejak ditemukannya b-bloker; tetapi pada penelitian pada
pasien CHF dan atrial fibrilasi kronis baru-baru ini menunjukkan outcome
yang lebih baik didapat pada pemakaian digoxin bersama carvedilol
dibandingkan dengan terapi obat tersebut sendiri-sendiri.
11
Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan jenis
komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah kematian tiba-tiba
(sudden death). Kematian tiba-tiba selama latihan biasanya berhubungan dengan penyakit
jantung struktural dan mekanisme yang paling umum adalah fibrilasi ventrikel. Kebanyakan
kematian karena latihan pada pasien jantung terjadi pada saat aktivitas yang melebihi latihan
normal karena kurangnya perhatian akan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh latihan.
I.8 Prognosis
CLASS SYMPTOMS 1-YEAR
MORTALITY*
I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5 %
II Dyspnoea or fatigue on moderate physical exertion 10 %
III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %
IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.
Tabel 8. New York Heart Association Classification
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta
2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes Kardiologi.
Erlangga : Jakarta
3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.
5. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview . Di akses 23 Juli
2012
6. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001
BAB II
LAPORAN KASUS
13
Identitas Pasien
Nama : Ny. Farida
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Minang
Agama : Islam
Alamat : Manggopoh
Anamnesis
Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 63 tahun, masuk tanggal 30 Juli 2012 di
bagian interne RSU Lubuk Basung dengan keluhan utama:
Sesak napas yang semakin meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak napas yang dirasakan semakin meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit
- Sesak dirasakan saat istirahat dan semakin meningkat apabila melakukan aktivitas
ringan
- Riwayat sering terbangun malam hari karena sesak (+) sejak 1 minggu sebelum
masuk rumh sakit
- Pasien mengeluhkan batuk yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit
- Riwayat menderita penyakit darah tinggi (+) sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol
- BAB dan BAK biasa
-
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat sebanyak 2 kali sebelumnya di RSU Lubuk Basung karena sesak
napas.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Pekerjaan .
14
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: Sedang
Kesadaran : Composmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 160/110
Nadi : 120
Suhu : 360 c
Pernapasan : 20 x/i
Sianosis : - / -
Edema : + / +
Anemis : + / +
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi Badan : cm
Berat Badan : kg
Kulit : Warna , Turgor baik, tidak ikterik.
KGB : - Submandibula : tak membesar
- Supraklavikula: tak membesar
- Ari-ari : tak membesar
- Leher : tak membesar
- Aksila : tak membesar
Kepala : Normochepal
Rambut : Warna hitam, uban (+).
Mata : Eksoftalmus (-)
Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik.
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Gigi dan mulut: Caries (-), gusi tidak berdarah.
Leher : JVP 5 + 0 cm H2O
Dada : Bentuk normal, spider nevi (-)
15
Paru : Inspeksi : Simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Vesikuler, Rhonki +/+ pada bagian basal kedua lapangan paru,
wheezing -/-
Jantung: Inspeksi: : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC VI ,Thrill (-), kuat angkat
Perkusi : Batas Atas : RIC II, Batas Kanan : LSD, Batas Kiri : 2 jari lateral
LMCS RIC VI.
Auskultasi: bising (+), irama ireguler,
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak tampak distensi
Palpasi : - Hepar tak teraba
- Lien tak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Punggung : Nyeri Ketok (-), Nyeri tekan (-)
Alat Kelamin : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas :
Tangan Kaki
edema -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-
WD/
- Dispneu e.c CHF fungsional class III VES
- Hipertensi stage II
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 12,6 g/dL
16
Leukosit : 9810/mm3
Ht : 36%
Trombosit : 372.000/mm3
LED : 20/ jam
Hitung Jenis : 0/5/0/62/28/5
Asam Urat : 6,7 mg/dL
Bil. Total : 0.76 mg/dL
Bil. Direk : 0,42 mg/dL
Bil. Indirek : 0,34 mg/dL
GDS : 124 mg/dL
Ur/Kr : 23/0,9
SGOT/SGPT : 39/26 u/L
Gambaran darah tepi
Kesan :
Eritrosit : Normokrom anisositosis hipokrom (+) dan makrosit (+)
Leukosit: Kesan jumlah cukup, eusinofilia dengan gambaran hiperpigmentasi neutrofil (+)
vakuolisasi netrofil (+)
Trombosit: Kesan jumlah cukup
Sesuai dengan gambaran Anemia ringan e.c susp. defesiensi gizi
Urinalisa
Warna : Kuning Keruh
pH : 6.0
Reduksi : -
Protein : +2
Bilirubin: -
Benda Keton:
Sedimen
- Eritrosit : 3-5/LPB
- Leukosit: 0-3/ LPB
- Silinder : -
- Kristal : -
- Epitel :
17
Ro. Thorax
Kesan : Kardiomegali dengan bendungan paru.
EKG:
Sinus Takikardi
Ventrikular ekstra systole
Leftward axis
Iskemia lateral or left ventricular strain
Terapi
Istirahat / 02 2 liter/menit
IVFD D 5% 15 gtt/menit
Furosemide inj 1 amp/24 jam
Ranitidine inj 2x1 amp IV
Captopril 3x25 mg
Dulcolac tab 1x 2 tab (malam)
Alprazolam tab 1x1 tab (malam)
Ambroxol tab 3x1
Diet Jantung II
Pasang kateter
Follow Up 31-7-2012
S: Sesak napas (berkurang)
Batuk (+)
O : KU Kes Td Nd Nf T Sdg CMC 160/90 84 24 36,5
Mata : Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
Leher: JVP 5 + 0 cmH2O
Thorax : Cor : bising (+), irama ireguler,
Pulmo : Vesikuler, Rhonki +/+
A : CHF fungsional class III VES
18
Advis dr. Djunianto Sp.PD- Digoxin 1x ½- Inj. Furosemid 1 amp /12 jam- Amlodipin 1x 5 mg- Aspar K 2x1
Follow Up 1-8-2012
S: Sesak napas (berkurang)
Batuk (+)
O : KU Kes Td Nd Nf T Sdg CMC 160/100 80 20 36,1
Mata : Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
Leher: JVP 5 + 0 cmH2O
Thorax : Cor : bising (+), irama ireguler,
Pulmo : Vesikuler, Rhonki +/+
A : CHF Fungsional Class III VES
Terapi : - Istirahat / O2 l/i/ Diet Jantung II
- IVFD D 5% 8-10 gtt/menit
- Captopril stop ganti Valsarix 1x80 mg
- Digoxin 1x ½
- Inj. Furosemid 1 amp /12 jam
- Amlodipin 1x 5 mg
- Aspar K 2x1
- Ambroxol tab 3x1
- Dulcolac tab 1x 2 tab (malam)
- Alprazolam tab 1x1 tab (malam)
Follow Up 2-8-2012
S: Sesak napas (berkurang)
Batuk (+)
O : KU Kes Td Nd Nf T Sdg CMC 160/100 82 22 36
19
Mata : Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
Leher: JVP 5 + 0 cmH2O
Thorax : Cor : bising (+), irama ireguler,
Pulmo : Vesikuler, Rhonki +/+
A : CHF Fungsional Class III VES
Terapi : - Istirahat / O2 2 l/i / Diet Jantung II
- IVFD D 5% 8 gtt/menit
- Valsarix 1x80 mg
- Digoxin 2x ½
- Inj. Furosemid 1 amp /12 jam
- Amlodipin 1x 10 mg
- Aspar K 2x1
- Ambroxol tab 3x1
- Dulcolac tab 1x 2 tab (malam)
- Alprazolam tab 1x1 tab (malam)
20