Makalah ABAU
-
Upload
wahyurahmadani -
Category
Documents
-
view
238 -
download
3
description
Transcript of Makalah ABAU
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Curah hujan sebagai yang tercurah dari langit dan diukur oleh penakar hujan
dengan luasan diameter tertentu merupakan kondisi air yang tercurah dalam suatu
luasan tertentu. Perhitungan kasar volume air yang jatuh dari langit dapat dihitung
dengan mempertimbangkan luasan suatu daerah tertentu dikalikan dengan tinggi
curah hujan yang terukur yang akan menghasilkan satuan volume air.
Karena wilayah Indoneisa merupakan daerah tropis dengan intensitas hujan
berbeda dari satu tempat ke tempat lain meskipun jaraknya sangat dekat (satuan
kilometer), maka perhitungan besarnya intensitas hujan akan ditentukan oleh
banyaknya penakar hujan. Dengan perhitungan secara hidrologis yang dikenal
dengan planimetri akan dapat dihitung intensitas rata-rata dalam suatu kawasan.
Hitungan ini umumnya digunakan untuk menghitung volume air hujan yang
tercurah dari langit untuk kepentingan pembentukan dam atau waduk .
Prinsip penakar hujan tipe Hellman yaitu air hujan yang jatuh pada mulut
penakar masuk ke dalam silinder. Di dalam silinder kolektor ini terdapat sebuah
pelampung penggerak tangkai pena. Goresan pena diterima oleh silinder pias.
Silinder kolektor mempunyai daya tampung maksimum 10 mm. Tepat pada saat
kolektor penuh, maka air senilai 10 mm ini tercurah habis melalui pipa
pembuangan. Bersamaan dengan ini pelampunmg turun ke dasar dan pena
kembali ke titik nol pada skala pias. Penakar ini umumnya mencatat periode hujan
harian sehingga untuk menghitungnya : (X x 10mm) + Y mm.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hujan?
2. Bagaimana proses terjadinya hujan?
3. Apa saja jenis alat-alat pengukur hujan?
4. Bagaimana cara kerja dari alat penakar hujan jenis observatoriun?
5. Bagaimana cara kerja dari alat penakar hujan jenis Hillman?
1
1.3 Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui pengertian dari hujan.
2. Dapat mengetahui proses terjadinya hujan.
3. Dapat mengetahui jenis alat-alat pengukur hujan.
4. Dapat mengetahui cara kerja dari alat penakar hujan jenis observatoriun.
5. Dapat mengetahui cara kerja dari alat penakar hujan jenis Hillman.
2
BAB IILANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hujan
Hujan adalah titik-titik air di udara atau awan yang sudah terlalu berat
karena kandungan airnya sudah sangat banyak, sehingga akan jatuh kembali ke
permukaan bumi sebagai hujan (presipitasi). Alat untuk mengukur curah hujan
adalah fluviometer. Garis khayal di peta yang menghubungkan tempat-tempat
yang mendapatkan curah hujan yang sama disebut isohyet.
2.2 Jenis-Jenis Hujan
Ada banyak sekali jenis jenis hujan, semua itu tergantung dari sudut apa kita
memandang nya, jenis-jenis ujan terbagi atas:
2.2.1 Berdasarkan Proses Terjadinya
Berdasarkan proses terjadinya, hujan terdiri dari sebagai berikut:
1. Hujan Orografis
Hujan orografis adalah hujan yang terjadi karena gerakan udara yang
mengandung uap air terhalang oleh pegunungan sehingga massa udara itu dipaksa
naik ke lereng pegunungan. Akibatnya suhu udara tersebut menjadi dingin.
Sampai ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan terbentuklan awan.
Selanjutnya terjadilah hujan yang disebut hujan orografis.
2. Hujan Konveksi (Zenithal)
Hujan konveksi terjadi karena udara yang mengandung uap air bergerak
naik secara vertikal (konveksi) karena pemanasan. Udara yang naik itu mengalami
penurunan suhu, sehingga pada ketinggian tertentu terjadi proses kondensasi dan
pembentukan awan. Setelah awan tersebut tidak mampu lagi menahan kumpulan
titik-titik airnya, maka terjadilah hujan konveksi (zenithal). Hujan konveksi
banyak terjadi di daerah tropis yang mempunyai intensitas penyinaran matahari
yang selalu tinggi.
3
3. Hujan Frontal
Hujan frontal adalah hujan yang terjadi karena adanya pertemuan antara
massa udara panas dengan massa udara dingin. Pada pertemuan udara panas dan
dingin terjadilah bidang front dimana terjadi kondensasi dan pembentukan awan.
Udara yang panas selalu berada di atas udara yang dingin. Hujan frontal biasanya
terjadi di daerah lintang sedang atau pertengahan.
4. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10°
lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini
berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang
panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap
air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat
pada daerah yang dilaluinya.
5. Hujan Buatan
Orang menciptakan suatu teknik untuk menambah curah hujan dengan
memberikan perlakuan pada awan. Perlakuan ini dinamakan hujan buatan (rain-
making), atau sering pula dinamakan penyemaian awan (cloud-seeding).
Hujan buatan adalah usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang
turun secara alami dengan mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan.
Proses fisika yang dapat diubah meliputi proses tumbukan dan penggabungan
(collision dan coalescense), proses pembentukan es (ice nucleation). Jadi jelas
bahwa hujan buatan sebenarnya tidak menciptakan sesuatu dari yang tidak ada.
Untuk menerapkan usaha hujan buatan diperlukan tersedianya awan yang
mempunyai kandungan air yang cukup, sehingga dapat terjadi hujan yang sampai
ke tanah. Bahan yang dipakai dalam hujan buatan dinamakan bahan semai.
2.2.2 Berdasarkan Ukuran Butirnya
1. Hujan gerimis (drizzle), diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
4
2. Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0°
Celsius.
3. Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan
yang suhunya dibawah 0° Celsius
4. Hujan deras (rain), curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0°
Celsius dengan diameter ±7 mm.
2.2.3 Berdasarkan Besarnya Curah Hujan (Definisi BMKG)
1. Hujan sedang, 20-50 mm per hari
2. Hujan lebat, 50-100 mm per hari
3. Hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari
2.2.4 Berdasarkan Terjadinya
1. Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik
disertai dengan angin berputar.
2. Hujan Zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,
akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara.
Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpala Untuk
kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran
butirannya, atau curah hujannya. awan di sekitar ekuator yang berakibat
awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
3. Hujan Orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung
uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan,
suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di
sekitar pegunungan.
4. Hujan Frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin
bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua
massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih
berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat
yang disebut hujan frontal.
5. Hujan Muson, atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin
Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena
5
adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan
Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober
sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai
Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan
dan musim kemarau.
6. Hujan Asam, juga bisa diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di
bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena
karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk
sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena
membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan
dan binatang.
7. Hujan Meteor, Perseid bisa di lihat saat matahari terbenam dan Venus,
Saturnus, Mars serta bulan sabit muncul dari barat secara bersamaan. Saat
itulah hujan meteor terjadi. Nama Perseid berasal dari nama Rasi bintang
Perseus karena hujan meteor ini seolah-olah berasal dari arah rasi bintang
itu. Kecepatan meteor tersebut kira-kira 60 kilometer per jam, dan memiliki
kilatan meteor yang terang dengan cahaya yang panjangHujan meteor
terkadang menawarkan keindahan lain. Tak cuma siraman bintang jauh
yang akan menghiasi langit malam, fireball juga bisa muncul sewaktu-
waktu. Fireball itu sendiri adalah sebuah cahaya yang besar dan terang yang
jatuh diantara hujan Meteor.
Adakalanya di daerah tropis terjadi hujan es. Proses terjadinya dimana suatu
daerah mendapat pemanasan sinar matahari yang sangat tinggi, sehingga udara
yang mengandung uap air naik secara konveksi, dan terjadilah proses kondensasi
dan pembentukan awan. Setelah kondensasi udara masih tetap naik, sehingga
titik-titik air yang dikandung oleh udara tersebut sangat dingin sampai di bawah
titik beku (0 derajat Celcius). Akibatnya titik-titik air tersebut menjadi beku dan
pada saat terjadi hujan disertai dengan kristal es.
6
2.3 Proses Terjadinya Hujan
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi
sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti
embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi
dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian
menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga.
Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut
menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun
kembali ke bumi sebagi hujan, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan
anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Dua per tiga dari bumi kita ini mengandung air dan sisanya adalah daratan.
Air itu tersimpan dalam banyak wadah seperti samudera, lautan, sungai dan
danau. Air yang terdapat di berbagai wadah tersebut akan mengalami penguapan
atau evaporasi dengan bantuan matahari. Air yang ada di daun tumbuhan ataupun
permukaan tanah. Proses penguapan air dari tumbuh-tumbuhan itu dinamakan
transpirasi. Kemudian uap-uap air tersebut akan mengalami proses kondensasi
atau pemadatan yang akhirnya menjadi awan. Awan-awan itu akan bergerak ke
tempat yang berbeda dengan bantuan hembusan angin baik secara vertikal
maupun horizontal. Gerakan angin vertikal ke atas menyebabkan awan
bergumpal. Gerakan angin tersebut menyebabkan gumpalan awan semakin
membesar dan saling bertindih-tindih. Akhirnya gumpalan awan berhasil
mencapai atmosfer yang bersuhu lebih dingin. Di sinilah butiran-butiran air dan es
mulai terbentuk. Lama-kelamaan angin tidak dapat lagi menopang beratnya awan
dan akhirnya awan yang sudah berisi air ini mengalami presipitasi atau proses
jatuhnya hujan air, hujan es dan sebagainya ke bumi. Seperti itulah proses
terjadinya hujan.
Ada dua teori pembentukan hujan yaitu teori bergeron dan teori tumbukan
dan penyatuan.
1. Teori Bergeron
7
Teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0o C) yang terdiri dari kristal
es dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0o C tapi belum membeku).
Peristiwa ini sering terjadi pada awan cumulus yang tumbuh menjadi
cumulonimbus dengan puncak awan berada dibawah titik beku.
2. Teori Tumbukan dan Penyatuan
Menurut teori ini, butir-butir awan hanya terjadi dari air. Hujan terjadi
berdasarkan perbedaan kecepatan jatuh antara butir-butir curah hujan yang
berbeda ukurannya. Butir air yang lebih besar akan memiliki kecepatan jatuh lebih
cepat daripada butir-butir kecil. Banyak terjadi di daerah tropis yang berawan
panas dengan perkembangan yang cepat.
2.4 Distribusi Hujan
Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena
keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh
karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Berdasarkan
pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Boerema, 1938), yaitu
pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.
Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu
puncak musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan
relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah
(bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung
dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.
Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua
puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari
berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu
puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson.
Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran curah hujan
dilakukan melalui alat yang disebut penakar curah hujan dan diukur setiap jam 07
pagi waktu setempat.
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan
8
Sebagai salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya di mana
banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim
dan pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga
memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses
pembentukannya belum diketahui banyak orang. Secara umum curah hujan di
wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara
lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker
Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan Universitas Sumatera Utara(Hadley
Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local.
Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan
suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun (Ferranti 1997 dalam Aldrian 2003).
Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan
variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003),
sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah
hujan antartahunan di Indonesia.
Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian
besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya
terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan
laut (SPL) di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu
perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah
fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole
Mode (DM) yang tidak lain merupakan fenomena couple antara atmosfer dan laut
yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut ( SPL)
di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera
dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan
pantai timur Benua Afrika).
Pada saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar
daripada di bagian timurnya, maka terjadi peningkatan curah hujan dari
normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan
di Indonesia mengalami penurunan curah hujan dari normalnya yang
9
menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa dikenal dengan istilah Dipole Mode
Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan kondisi ini dikenal sebagai
DM (-). Untuk memprediksi kecenderungan yang akan terjadi pada periode
mendatang adalah melihat tiga kemungkinan kejadian yaitu kondisi normal, ada
El Nino atau kah muncul La Nina. Ada dua cara yang dapat dilakukan, pertama
melihat prediksi anomali suhu muka laut (Sea Surface Temperatur Anomaly
(SSTA)) Kriteria pada tabel 2.1 dan melihat Indeks Osilasi Selatan (Southern
Ocilation Indeks (SOI)) dengan Tabel 2.2 yakni melihat nilai beda tekanan
atmosfer antara Tahiti dan Darwin.
Osilasi Selatan pada dasarnya adalah peristiwa atmosfer berskala besar yang
didefenisikan sebagai fluktuasi tekanan udara di atas Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia. Bila tekanan udara di Samudera Pasifik tinggi maka tekanan
udara di daerah Samudera Hindia dari Afrika sampai Australia akan rendah dan
begitu pula sebaliknya.
Keadaan ini berhubungan dengan suhu yang rendah di kedua daerah
tersebut. Gejala ini diamati oleh Walker (1904) melalui pengamatan terhadap
perilaku parameter atmosfer dan menemukan suatu gelombang tekanan berperiode
10
panjang diantara India dan Australia dengan kawasan Amerika Selatan. Karena
mempunyai gerak yang berosilasi maka Walker (1904) menyebutnya dengan
Osilasi Selatan. Peristiwa Osilasi Selatan ini terjadi karena adanya pertukaran
massa udara antara belahan bumi utara dan selatan di daerah tropik dan subtropik.
2.6 Pola Curah Hujan
Menurut Tjasyono, Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 pola
iklim utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun, yakni sebagai
berikut:
1. Curah Hujan Pola Monsunal
Pola ini dicirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak
musim hujan) di mana pada bulan Juni, Juli dan Agustus terjadi musim kering,
sedangkan untuk bulan Desember, Januari dan Februari merupakan bulan basah.
Sedangkan enam bulan sisanya merupakan periode peralihan atau pancaroba (tiga
bulan peralihan musim kemarau ke musim hujan dan tiga bulan peralihan musim
hujan ke musim kemarau). Daerah yang didominasi oleh pola monsun ini berada
didaerah Sumatra bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara dan sebagian Papua.
2. Curah Hujan Pola Ekuatorial
Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua
puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada
saat terjadi ekinoks. Daerahnya meliputi pulau Sumatra bagian tengah dan Utara
serta pulau Kalimantan bagian Utara.
3. Curah Hujan Pola Lokal
Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan),
tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun. Daerahnya hanya
meliputi daerah Maluku, Sulawesi dan sebagian Papua.
11
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1 Alat Pengukur Curah Hujan Manual (Non-Recording)
Alat pengukur curah hujan manual ini tidak dpat merekam atau mencatat
datanya sendiri. Adapun jenis-jenis dari alat pengukur curah hujan manual adalah
sebagai berikut :
3.1.1 Penakar Hujan Biasa Observatorium (OBS)
Alat ini lebih dikenal
dengan dengan nama penakar
Hujan OBS atau Penakar Hujan
Manual, sedang di kalangan
pertanian dan pengairan biasa
disebut ombrometer. Sebuah alat
yang digunakan untuk menakar
atau mengukur hujan harian.
Penakar hujan biasa
termasuk tipe kolektor yang
mengguankan gelas ukur untuk
mengukur air hujan. Penakar
hujan ini terbuat dari lembaran
seng BWG 24 dengan panjang atau tinggi ± 60cm, dicat putih atau alumunium
untuk mengurangi pemanasan atau penguapan air akibat panas matahari. Gelas
harus dikeringkan dengan air bersih.
Penakar Hujan Obs ini merupakan jejaring alat ukur cuaca terbanyak di
Indonesia. Penempatannya 1 PH Obs mewakili luasan area 50 km² atau sampai
radius 5 km. Fungsinya yang vital terhadap deteksi awal musim (Hujan/kemarau)
12
menjadikannya sebagai barang yang dicari dan sangat diperlukan oleh penyuluh,
P3A dan kelompok tani yang tersebar keberadaannya dll. Bahan yang digunakan
adalah semurah dan semudah mendapatkannya.
Penakar hujan OBS berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan yang
jatuh pada permukaan tanah dalam periode waktu 24 jam. Jumlah curah hujan
yang terukur dinyatakandalam satuan mm.Penakar hujan OBS, pada pengamatan
Agroklimat diamati tiap jam 07.00 waktusetempat, sedangkan untuk pengamatan
sinoptik diamati tiap jam.Pancatatan data curah hujan hasil pengukuran
dinyatakan dalam bilangan bulat. apabilatidak ada hujan ditulis strip (-). Bila
curah hujan yang terukur kurang dari 0.5 mm maka ditulis 0, jika lebih dari 0.5
ditulis 1.
Tujuan akhir pengukuran curah hujan adalah tinggi air yang tertampung,
bukan volumenya. Hujan yang turun jika diasumsikan menyebar merata, homogen
dan menjatuhi wadah (kaleng) dengan penampang yang berbeda akan memiliki
tinggi yang sama dengan catatan faktor menguap, mengalir dan meresap tidak ada.
Penakar hujan ini termasuk jenis penakar hujan non-recording atau tidak
dapat mencatat sendiri. Bentuknya sederhana, terdiri dari :
Sebuah corong yang dapat dilepas dari bagian badan alat.\
Bak tempat penampungan air hujan.
Kaki yang berbentuk tabung silinder.
Gelas penakar hujan.
Spesifikasi :
a. Type : Observasi (OBS)
b. Bahan :
Ring corong, ring pipa dan kran terbuat dari kuningan.
Badan terbuat dari seng kualitas baik dengan ketebalan 0.8 mm atau
stainless steel (DOP) ketebalan 0.5 mm.
Seluruh badan (kecuali ring corong) dicat luar dalam dengan cat anti
karat warna bronce-metallic.
Dilengkapi dengan water pass.
c. Luas corong : 100 cm2
13
d. Diameter badan terlebar : 21.5 cm
e. Tinggi badan : 60 cm
1. Cara Mengamati Hujan Dengan Penakar Hujan Observatorium
Cara mengamati penakar hujan observatorium adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan gelas ukur yang tersedia dengan ukuran standart.
b. Buka mulut gelas, letakkan di bawah kran penampung curah hujan
c. Upayakan air jatuh tepat di gelas ukur, sehingga tidak air yang tumpah,
kemudiantakar secara keseluruhan hingga air pada penakar habis, tutp kran
lagi
d. Angkat gelas ukur sejajar mata, hindarkan pembacaan dari keslahan paralaks
e. Catat hasil pengukuran di ME 48 dan ME 45-
f. Lakuakn penyandian, dan masukkan pada grup 6
g. Setelah pembacaan dan pencatatn, buang air.
2. Hal yang harus diperhatikan mengenai penakar Jenis Observatorium
Adapun hal-hal yang arus diperhatikan dalam menggunakan atau memakai
penakar jenis observatorium adla sebagai berikut:
a. Penampang penakar harus selalu horizontal
b. Alat harus tetap bersih
c. Kayu harus dicat putih
d. Corong harus bersih dari kotoran yang bisa mentup lobang
e. Kran harus sering dibersihkan, jika terjadi kebocoran harus segera diganti
atau diperbaiki
f. Bak penampung air hujan harus dibersihakn daria endapan dan debu dengan
jalanmenuangkan air kedalamnya dan kran dibuka
g. Gelas penakar harus dijaga tetap bersih dan disimpan ditempat aman dan
jangansampai pecah.
h. Gelas harus dikeringkan dengan air bersih.
3. Cara Kerja Alat
14
Saat terjadi hujan, air hujan yang tercurah masuk dalam corong penakar. Air
yang masuk dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam tabung penampung.
Pada jam-jam pengamatanair hujan yang tertampung diukur dengan menggunakan
gelas ukur. Apabila jumlah curah hujan yang tertampung jumlahnya melebihi
kapasitas ukur gelas ukur, maka pengukuran dilakukan beberapa kali hingga air
hujan yang tertampung dapat terukur semua.
3.1.2 Penakar Hujan Biasa Tanah
Penakar hujan biasa biasa tanah dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah
curah hujan yang jatuh pada permukaan tanah. Pada bagian tanah reservoir,
terdapat tangkai yang digunakan untuk mengangkat penakar hujan jika akan
dilakukan pembacaan. Tepat disekitar corong penakar hujan terdapat lapisan ijuk
yang disusun pada lapisan kayu yang berbentuk lingkaran yang dimaksudkan
untuk mengurangi percikan air hujan. Selain itu terdapat jaringan kawat/ besi yang
15
berbentuk bujur sangkar dan digunakan sebagai tempat berpijak ketika akan
mengangkat lapisan ijuk dan penakar hujan. Pada kedua tepi atau lapisan ijuk
terdapat dua kaitan atau pegangan untuk memudahkan mengangkatnya.
3.1.3 Penakar Hujan Biasa Dengan Wind-Shield
Pemasangan Wind-Shield pada penakar hujan dimaksudkan untuk
meniadakan angin putar, sehingga angin yang bertiup melewati corong sedapat
mungkin menjadi horizontal.
3.1.4 Pluviometer
Pluviometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk menakar hujan. Alat
ini tidak dapat mencatat sendiri. Corong alat yang mempunyai bak penampung air
hujan yang berbentuk silindris dan gelas penakar hujan dengan skala sampai 25
mm ini harus ditaruh di tempat yang terbuka dan datar, dipasang dengan cara
menyekrupnya pada balok kuat yang sudah dicat putih dan ditanam
pada pondasi beton. Tinggi corong dari permukaan tanah ialah 120 cm. Corong
pluviometer menampung air hujan, dan kita yang mencatat hasilnya.
16
3.2 Alat Pengukur Curah Hujan Otomatis
Alat pengukur curah hujan otomatis mampu mencatat atau merekam data
sendiri. Adapun jenis-jenis alat pengkur otomatis adalah sebagai berikut:
3.2.1 Penakar Hujan Otomatis Jardi
Penggunaan penakar hujan jenis Jardi dimaksudkan untuk memperoleh
intensitas curah hujan pada suatu saat, terutama sekali untuk curah hujan yang
besar dan terjadi pada waktu yang singkat. Data yang tercatat pada pias lebih jelas
dibanding dengan penakar hujan jenis lain. Penakar jenis ini sudah tidak lagi
dipakai di Indonesia.
3.2.2 Penakar Hujan Otomatis Hillman
Alat ini dipakai di stasiun-stasiun
pengamatan udara permukaan.
Pengamatan dengan menggunakan alat
ini dilakukan setiap hari pada jam-jam
tertentu mekipun cuaca dalam keadaan
baik/hari sedang cerah. Alat ini mencatat
jumlah curah hujan yang terkumpul
dalam bentuk garis vertikal yang tercatat
pada kertas pias. Alat ini memerlukan
perawatan yang cukup intensif untuk
menghindari kerusakan-kerusakan yang
sering terjadi pada alat ini.
Curah hujan merupakan salah satu parameter cuaca yang mana datanya
sangat penting diperoleh untuk kepentingan BMG dan masyarakat yang
memerlukan data curah hujan tersebut. Hujan memiliki pengaruh yang sangat
17
besar bagi kehidupan manusia, karena dapat memperlancar atau malah
menghambat kegiatan manusia. Oleh karena itu kualitas data curah hujan yang
didapat haruslah bermutu dan memiliki keakuratan yang tinggi. Maka seorang
observer / pengamat haruslah mengetahui tentang alat penakar hujan yang dipakai
di stasiun pengamat secara baik. Salah satu alat penakar hujan yang sering dipakai
ialah Penakar hujan jenis hillman.
Pada umumnya penakar hujan jenis Hellman yang dipakai di BMG yaitu
Rain Fues yang di impor dari Jerman. Tetapi Penakar hujan jenis Hellman ini ada
juga yang dibuat didalam negeri. Pada bagian depan alat ini terdapat sebuah pintu
dalam keadaan tertutup. Apabila pintu dalam keadaan terbuka, maka bagian-baian
alat ini akan terlihat seperti gambar 1 dibawah ini
Penakar hujan jenis hellman beserta bagian-bagiannya keterangan gambar :
1. Bibir atau mulut corong
2. Lebar corong
3. Tempat kunci atau gembok
4. Tangki pelampung
5. Silinder jam tempat meletakkan
pias
6. Tangki pena
7. Tabung tempat pelampung
8. Pelampung
18
9. Pintu penakar hujan
10. Alat penyimpan data
11. Alat pengatur tinggi rendah
selang gelas (siphon)
12. selang gelas
13. Tempat kunci atau gembok
14. Panci pengumpul air hujan
bervolum
1. Cara Kerja Alat
Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul
dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta
tangkainya terangkat atau naik keatas. Pada tangkai pelampung terdapat tongkat
pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung Gerakkan pena
dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar
dengan bantuan tenaga per.
Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang
gelas), pena akan mencapai tempat teratas pada pias.Setelah air mencapai atau
melewati puncak lengkungan selang gelas,maka berdasarkan sistem siphon
otomatis (sistem selang air), air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian
ujung selang dalam tabung. Bersamaan dengan keluarnya air, tangki pelampung
dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Jika
hujan masih terus-menerus turun, maka pelampung akan naik kembali seperti
diatas. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan
dengan menghitung garis-garis vertical.
2. Cara Perawatan atau Pemeliharan Alat
Penakar hujan jenis hellman memerlukan perawatan yang cukup intensif.
Perawatan tersebut harus dilakukan untuk menghindari kerusakan-kerusakan pada
alat ini. Adapun cara perawatan atau pemeliharaan yang dapat dilakukan pada alat
ini antara lain:
a. Corong penakar hujan harus selalu dibersihkan dari benda-benda,sehingga
tidak tersumbat
19
b. Pena harus dijaga tetap bersih.Kalau sudah kelihatan agak kotor supaya dicuci
secara hati-hati dengan menggunakan air hangat dicampur deterjen setelah
dilepas dari tangkainya
c. Pena yang sudah kurang baik karena sudah lama dipakai,harus diganti dengan
yang baru
d. Pemasangan kembali pena,tidak boleh terlalu keras menekan pias karena akan
mengganggu kepekaan dan ketelitian instrumen/alat.
e. Kadang-kadang pada pias terdapat pembacaan dimana pada angka
sepuluh,pena sukar/tidak krmbali keangka nol. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh tersumbatnya atau menyempitnya lengkungan selang gelas
oleh kotorankotoran atau lumut. Jika hal ini terjadi, gelas harus
ditarik/diangkat keluar dan dibersihkan dengan kapas dan lidi/kawat kecil,
sehingga selang dapat bersih kembali. Kemudian pasang kembali selang
tersebut dengan cara seperti diatas.
3. Instalasi / Penempatan Alat
Agar pembacaan atau pengukuran curah hujan yang dilakukan pada
berbagai stasiun dapat saling dibandingkan,maka cara penempatan penakar
hujan,periode waktu penakapan curah hujan,dan prosedur pengamatan harus baku.
Instalasi alat penakar hujan jenis hellman ini sama dengan alat penakar
hujan lainnya. Alat ini juga harus memperhatikan beberapa hal secara umumnya,
antara lain:
a. Tempat terbuka,bebas dari hambatan seperti bangunan,pepohonan dan
lainlain. Jarak ideal sebuah alat penakar hujan dari penghambat adalah 2x
ketinggian penghambat.
b. Efek angin,Sebaiknya disekeliling alat dipasangkan penahan angin agar data
yang didapat lbih akurat.Penahan angin harus diletakkan mengelilingi alat
tetapi tidak boleh telalu dekat dan ketinggiannya tidak boleh terlalu tinggi
dari alat.
c. Ketinggian alat, biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan/atau Negara
bersangkutan.BMG menetapkan ketinggian alat penakar hujan adalah 120 cm
20
diatas permukaan tanah berumput tipis.
d. Cat,sebaiknya menggunakan warna putih/chrome untuk mengurangi efek
penguapan.
e. Pelindung alat/pagar,apabila alat dianggap perlu untuk dikelilingi pagar,maka
ketinggian pagar tidak boleh melebihi tinggi alat(biasanya cukup 1 m). Pada
umumnya pemasangan penakar hujan janis hellman disesuaikan dengan pola
lapangan alat-alat. Penakar hujan dipasang atau disekrup diatas sebuah
pondasi yang terdiri dari lapisan papan, lapisan beton dan lapisan batu
sungai.seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Keterangan gambar:
1.Lapisan beton berwarna putih campuran,1:2:3
2.Lapisan campuran batu kali
3.Lapisan papan
4.Empat buah sekrup
Pondasi dilihat dari atas dan dari sisi/samping. Ukuran dalam cm.
Setelah pembuatan fondasi selesai,ketiga kaki penakar hujan disekrup
pada lapisan papan.Letak penakar hujan diusahakan agar
horizontal/mendatar.
21
4. Cara Penggunaan Alat/Instrumen
Pengamatan curah hujan dengan penakar hujan jenis hellman dilakukan
setiap hari pada jam-jam tertentu dan dalam periode tertentu, meskipun cuaca
dalam keadaan cerah atau pada musim kemarau. Adapun cara
menggunakan penakar hujan jenis hellman ini pada saat observasi/ pengamatan
antara lain:
a. Buka pintu bagian muka instrument (penakar hujan jenis hellman
ini),kemudian singkirkan pena dari pias,lalu angkat silinder jam
perlahanlahan kearah vertical.
b. putar per jam secukupnya (jangan terlalu keras atau pol),ambil kertas pias
untuk hellman yang baru dan tulis tanggal pemasangan kertas tersebut,nama
stasiun dan nama observer/ pengamat yang bertugas pada saat tersebut pada
sisi kiri.
c. pasang pias pada silinder jam dengan menggunakan alat penjepit pias yang
melekat pada silinder.Pada saat pemasangan pias ,diusahakan agar pena
menunjukkan atau mendekati waktu setempat.
d. Letakkan kembali silinder pada tempatnya,lalu cocokkan waktu yang
ditunjukkan pada pena pias dengan waktu setempat dengan jalan memutar
kekiri atau kekanan silinder petrlahan-lahan tetapi tidak boleh terlalu banyak
putaran.
e. Isi pena dengan tinta recorder,dengan catatan tinta tidak boleh terlalu
penuh.Cukup hanya dengan mengisi tiga perempat bagian saja dengan tujuan
supaya tinta tidak mudah tumpah pada waktu penggantian pias dan cuaca
dalam keadaan lembab.
f. Ambil air sebanyak 200 ml (dapat menggunakan gelas penakar
hellman),kemudian tuangkan kedalam corong penakar hujan secar perlahan-
lahan sehingga air tumpah keluardan pada pias terdapat garis vertical dari
angka nol sampai sepuluh.Pada keadaan akhir pena harus menunjukkan angka
nol pada pias. Pekerjaan harus dilakukan setiap kali sesudah penggunaan pias
walaupun keaadan cuaca pada saat itu baik atau hari dalam keadaan cerah.
22
Terutama pada musim kemarau, dimana penguapan cukup besar sehingga air
pada dasar tabung menguap sampai habis yang akan mengurangi pencatatan
curah hujan yang sebenarnya.
5. Kerusakan-Kerusakan yang Terjadi Pada Alat
Setiap alat/instrument pasti pernah mengalami kerusakan-kerusakan.Adapun
kerusakan-kerusakan yang biasa terjadi pada penakar hujan jenis hellman ini
antara lain yaitu:
a. As pelampunng sulit untuk di buka.
b. Pelampung bocor sehingga air mudah masuk.
c. As pelampung dan tiang pemegang tidak sejajar sehungga as pelampung sulit
untuk di buka.
d. Pipa level kotor sehingga menghambat keluarnya air.
e. pipa level terlalu rendah atuau terlalu tinggi.
f. Paking karet dalm mur pipa level rusak.
g. Pena tidak diangka nol.
h. Pena kotor.
i. Jam macet yang disebabkan oleh:
Memutarnya terlalu keras.
Per putus.
Per ujung luar/dalam lepas pegangannya.
As-as dari roda penggerak kotor.
Bejana air kurang tegak lurus.
6. Cara Mengatasi Kerusakan-Kerusakan yang Terjadi
Adapun cara yang digunakan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan yang
terjadi pada penakar hujan jenis hellman antara lain:
a. As pelampung diterik keatas lalu dibersihkan dengan ampelas yang dibuat
dari kertas putih HVS dan diolesi dengan pensil hitam 2b sampai
tebal,kemudian dibuat menggosok sampai licin.Dengan catatan as pelampung
tidak boleh diminyaki.
23
b. Pelampung dipanaskan dengan tujuan supaya air menguap,setelah kering
kemudian di solder kuningan atau dengan lilin bagian yang bocor.
c. Biasanya as bisa bergeak,kemudian disejajarkan lagi
d. Pipa dilepas dan dimasukkan kedalam wadah yang berisi air bersabun
kemudian dikocok-kocok hingga bersih
e. Pipa level harus disetel dengan mengendorkan mur,kemudian ditarik pipa
terlalu tinggi dan dimasukkan jika pipa terlalu rendah dengan cara
menuangkan air 10 mm.Hal tesebut dilakukan berulang-ulang sampai pena
tepat angka 10,lalu pena kembali turun.Hal ini disebabkan karena kalau pipa
terlalu tinggi pena akan melebihi angka 10.Dan jikalau pipa terlalu
rendah,pena belum sampai ke angka 10 sudah kembali turun.
f. Kalau paking karet rusak,kemungkinan air dapat keluar dari tempat tersebut
dan udara akan masuk sehingga proses keluarnya air tidak sempurna.
g. Kalau pena terlalu tinggi maka pena harus diturunkan.Sebaliknya,jika pena
terlalu rendah harus dinaikkan dengan cara mengendurkan sekrup tangkai
pena yang memegang as pelampung kemudian dicoba dengan memasukkan
air 10 mm sampai angka 10 harus turun diangka nol dan harus diulang-ulang.
h. Pena kotor harus dibersihkan dengan alcohol 90% sampai bersih dan ujung
pena tidak boleh dipegang dengan tangan,karena tangan kita berminyak
sehingga tinta tidak akan mencatat pada kertas pias.
3.2.3 Penakar Hujan Otomatis Tipping Bucket
Tipping Bucket Raingauge merupakan alat penakar hujan yang
menggunakan prinsip menimbang berat air hujan yang tertampung
menggunakan bucket atau ember kemudian disalurkan dengan sebuah
skala ukur (pias) yang telah ditetapkan berdasarkan pengujian dan
kalibrasi. Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1662 untuk pertama
kalinya Christoper Wren menciptakan sebuah perekam curah hujan
type tipping bucket rain gauge di Inggris dengan alat perekam
menggunakan kertas yang dibolongkan berdasarkan jumlah curah hujan
yang terekam.
24
Pada perkembangannya, alat ini kemudian dihubungkan dengan
pena dan kertas pias yang berada pada silinder yang berputar untuk
merekam data curah hujan yang terjadi. Dalam perekaman ini di usahakan
sedapat mungkin untuk mengukur curah hujan hingga 0,2 mm atau bahkan
0,1 mm, dengan anggapan bahwa “1 mm hujan berarti ketinggan air hujan
dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm, dengan syarat bahwa air hujan
itu tidak mengalir, meresap,atau menguap“ Dengan teori seperti itu maka
setiap penakar hujan sedapat mungkin menggunakan prinsip itu
termasuk tipping bucket.
Keterangan gambar :
1. corong besar
2. penyaring
3. corong kecil
4. ember / bucket
5. penahan ember
6. roda bergigi
7. roda bentuk jantung
8. pengatur kedudukan pena
9. corong penampung air
25
10. tangkai pena
11. silinder jam
12. ember besar penampung air hujan
3.2.4 Raingauge Test Equipment
Raingauge test equipment adalah
alat yang ini digunakan untuk menguji
atau mengkalibrasi peralatan penakar
hujan, terutama dari jenis tipping
bucket.
Alat ini menggunakan prinsip
putaran pompa yang alirannya diukur
dengan presisi flow meter. Air yang
mengalir melalui flow meter ini
kemudian dialiri ketipping bucket
(sebagai simulasi dari air hujan yang jatuh ke dalam raingauge yang
sedang dikalibrasi).
Jumlah air yang tercatat di flow meter harus sama dengan jumlah air
yang keluar dari raingauge (harus seimbang antara tabung penampungan
sebelah kiri dan kanan). Selain itu jumlah tipping pada raingauge juga
harus menunjukan nilai yang sama dengan flow meter (tergantung tingkat
keakurasian raingauge).
3.2.5 Penakar Hujan Otomatis Van Doorn
Pada dasarnya sistem mekanisme penakar hujan otomatis jenis Van
Doorn hampir sama dengan jenis Hellmann. Perbedaannya terdapat pada
bentuk alat, luas corong, dan beberapa bagian instrumennya. Pada saat
sekarang pemakaian jenis penakar ini tidak ada lagi.
26
BAB IVPENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas adalah
sebagai berikut:
1. Hujan adalah titik-titik air di udara atau awan yang sudah terlalu berat karena
kandungan airnya sudah sangat banyak, sehingga akan jatuh kembali ke
permukaan bumi sebagai hujan (presipitasi).
2. Air yang terdapat di berbagai wadah akan mengalami penguapan atau
evaporasi dengan bantuan matahari. Kemudian uap-uap air tersebut akan
mengalami proses kondensasi atau pemadatan yang akhirnya menjadi awan.
Awan-awan itu akan bergerak ke tempat yang berbeda dengan bantuan
hembusan angin baik secara vertikal maupun horizontal. Gerakan angin
vertikal ke atas menyebabkan awan bergumpal. Gerakan angin tersebut
menyebabkan gumpalan awan semakin membesar dan saling bertindih-tindih.
Akhirnya gumpalan awan berhasil mencapai atmosfer yang bersuhu lebih
dingin. Di sinilah butiran-butiran air dan es mulai terbentuk. Lama-kelamaan
angin tidak dapat lagi menopang beratnya awan dan akhirnya awan yang
sudah berisi air ini mengalami presipitasi atau proses jatuhnya hujan air,
hujan es dan sebagainya ke bumi.
27
3. Alat pengukur curah hujan terbagi atas dua, yakni alat pengukur curah hujan
manual (not recording) dan alat pengukur hujan otomatis (recording).
4. Saat terjadi hujan, air hujan yang tercurah masuk dalam corong penakar. Air
yang masuk dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam tabung
penampung. Pada jam-jam pengamatanair hujan yang tertampung diukur
dengan menggunakan gelas ukur. Apabila jumlah curah hujan yang
tertampung jumlahnya melebihi kapasitas ukur gelas ukur, maka pengukuran
dilakukan beberapa kali hingga air hujan yang tertampung dapat terukur
semua.
5. Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam
tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta
tangkainya terangkat atau naik keatas. Pada tangkai pelampung terdapat
tongkat pena. Gerakkan pena dicatat pada pias yang digulung pada silinder
jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam tabung
hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang gelas), pena akan
mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati
puncak lengkungan selang gelas,maka berdasarkan sistem siphon otomatis
(sistem selang air), air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung
selang dalam tabung. Bersamaan dengan keluarnya air, tangki pelampung dan
pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Jika
hujan masih terus-menerus turun, maka pelampung akan naik kembali seperti
diatas. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan
dengan menghitung garis-garis vertical.
4.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini, penulis memiliki harapan dan
memputuhkan saran dan kritik dari para pembaca dari makalah ini agar
dapat mengambil manfaat dari isi makalah ini. Semoga dapat bermanfaat
dan membantu proses pembelajaran.
28
DAFTAR PUSTAKA
http://aoriarcyan.blogspot.co.id/2011/10/alat-pengukur-meteorologi-dan.html
http://davidyulizar.blogspot.co.id/2013/04/alat-pengukuran-curah-hujan.html
http://documents.tips/documents/makalah-alat-ukur-curah-hujan.html
http://jenis-jenismakalahsemester3b.blogspot.co.id/2014/05/makalah-curah-
hujan_18.html
https://teknologisurvey.wordpress.com/2012/04/29/cara-kerja-penakar-hujan-
hellmann/
https://teknologisurvey.wordpress.com/2012/04/28/cara-menggunakan-alat-
pengukur-curah-hujan-hellmann/
https://teknologisurvey.wordpress.com/2012/04/28/cara-menggunakan-alat-
pengukur-curah-hujan-obs/
29