LBP neuro
-
Upload
liberti-dwi-putri -
Category
Documents
-
view
115 -
download
5
description
Transcript of LBP neuro
LAPORAN KASUS
LOW BACK PAIN (NYERI PUNGGUNG BAWAH)
Disusun Oleh :
LIBERTI DWI PUTRI
WINSON
AMI UTAMIATI
AHMED MAWARDI
080100013
080100108
080100147
080100239
Pembimbing:
dr. M. Faizal Akbari
DEPARTEMEN
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, laporan kasus
ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Faizal
sebagai pembimbing di Departemen Ilmu Penyakit Syaraf RSUP. Haji Adam Malik
Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam
membimbing dan membantu selama pelaksanaan laporan kasus ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan
senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang
diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat laporan kasus lain yang lebih baik di
kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Medan, 20 Desember 2012
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan…………………………….….……………….…….. 1
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Nyeri Punggung Bawah ......................................................... 3
2.1.1. Definisi ....................................................................... 3
2.1.2. Epidemiologi............................................................. 4
2.1.3. Klasifikasi.................................................................4
2.1.4. Manifestasi klinis....................................................4
2.1.5. Pencegahan dan Penatalaksanaan........................6
2.2. Spondilosis Lumbal................................................................9
2.2.1 Penyebab........................................................................9
2.2.2 Patofisiologi...................................................................9
2.2.3. Manifestasi Klinis.........................................................9
2.3. Fraktur Kompresi Lumbal........................................................9
2.3.1 Penyebab........................................................................9
2.3.2 Tanda dan Gejala Klinis.................................................11
2.3.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................13
2.3.4 Pemeriksaan Lanjutan....................................................13
2.3.5 Studi Pencitraan.............................................................13
iii
2.4. Spondilitis Tuberkulosis
2.4.1 Definisi..................................................................................16
2.4.2 Epidemiologi.........................................................................16
2.4.3 Etiologi..................................................................................16
2.4.4 Patofisiologi..........................................................................17
2.4.5. Manifestasi Klinis................................................................18
2.4.6 Pemeriksaan Penunjang........................................................19
2.4.7 Pengobatan............................................................................20
BAB 3 Catatan Medik Pasien………………………………….………..... 21
Daftar Pustaka………………………………………………….…………….62
BAB 1
Pendahuluan
Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering
dijumpai di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah
mengalami nyeri punggung paling kurangnya sekali semasa hidupnya. Nyeri
punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri
yang berasal dari punggung bawah dapat berujuk ke daerah lain atau sebaliknya yang
berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (refered pain).
Walaupun nyeri punggung bawah jarang fatal namun nyeri yang dirasakan
menyebabkan penderita mengalami suatu kekurangmampuan (disabilitas) yaitu
keterbatasan fungsional dalam aktifitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja
terutama pada usia produktif, sehingga merupakan alasan terbanyak dalam mencari
pengobatan.
Di Amerika Serikat diperkirakan lebih 15% orang dewasa mengeluh nyeri
punggung bawah atau nyeri yang bertahan hampir dua minggu. Nyeri punggung
bawah adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawah
dan merupakan work related musculoskeletal disorders. Di Amerika Serikat
diperkirakan lebih 15% orang dewasa mengeluh nyeri punggung bawah atau nyeri
yang bertahan hampir dua minggu (Lawrence dkk, 2005). Nyeri punggung bawah
adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawah dan
merupakan work related musculoskeletal disorders. Nyeri punggung bawah telah
teridentifikasi oleh Pan American Health Organization antara tiga masalah kesehatan
pekerjaan yang dikenal oleh WHO. 1
Menurut Punnett L dkk, prevalensi 37% daripada nyeri punggung bawah
disebabkan oleh pekerjaan individu-individu tersebut, dengan pembahagian lebih
banyak pada laki-laki berbanding wanita. Sedangkan penelitian Community Oriented
Program for Controle of Rheumatic Disease (COPORD ) Indonesia menunjukan
2
prevalensi nyeri punggung 18,2 % pada laki- laki dan 13,6 % pada wanita. National
Safety Council pula melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya
paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus
(Tarwaka, dkk, 2004). Di Negara ndustri keluhan nyeri punggung bawah merupakan
keluhan kedua setelah nyeri kepala. 2
Penanganan nyeri punggung bawah secara umumnya bervariasi mengikut
studi, jenis-jenis pekerjaan, dan persekitaran lokal. Biasanya dalam kondisi biasa
nyeri tersebut akan hilang dengan sendirinya selepas beberapa hari tanpa memerlukan
pengobatan, tetapi tidak selalunya. Di Indonesia, Departemen Kesehatan telah
mengeluarkan upaya pelayanan kesehatan primer pada masyarakat tersebut yang
diatas meliputi, peningkatan kesehatan (promotif), upaya pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Pada pasien nyeri punggung
bawah, fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk mengembalikan dan
mengatasi gangguan impairment dan activity limitation sehingga pasien dapat
beraktivitas kembali. Namun menurut literatur 33% pasien masih mengalami nyeri
hilang-timbul atau nyeri persisten selepas satu tahun, dan satu daripada lima pasien
masih mempunyai kekurangan fungsi gerakan. Hanya 25% telah sembuh total nyeri
punggung mereka selepas satu tahun, dengan ini pencegahan lebih diutamakan
daripada pengobatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nyeri Punggung Bawah
2.1.1 Definisi
Dalam bahasa kedokteran Inggris, nyeri pinggang dikenal sebagai “low back
pain”. Nyeri Punggung Bawah atau Nyeri Pinggang (Low Back Pain) adalah nyeri di
daerah lumbosakral dan sakroiliaka.
Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain, atau
sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah
(referred pain). NPB pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan
merupakan penyakit spesifik.
2.1.2 Epidemiologi
a. Menurut Usia
Pada umumnya sekitar 70-80% orang dewasa diestimasikan akan pernah
menderita Nyeri Punggung Bawah dalam hidup mereka. Insidensi nyeri pinggang di
negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi, yang sebagian besar
merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik.
b. Menurut jenis kelamin
Dampak seks pada prevalensi nyeri pinggang bawah belum ditetapkan serta
peran dalam faktor risiko lain. Sebuah riset dilaporkan 50-90% dari wanita
mengalami gejala LBP dalam perjalanan kehamilan. Ketidaknyamanan umumnya
berkembang pada minggu-minggu awal, lebih sering pada trimester ketiga. Usia, ras,
pekerjaan, berat badan bayi, berat sebelum hamil ibu, berat badan, jumlah anak,
kebiasaan olahraga, postur tidur, jenis kasur, dan riwayat NPB sebelumnya tidak
menunjukkan korelasi dengan perkembangan gejala NPB selama kehamilan.
4
c. Ras
Tidak ada informasi yang dipublikasikan menunjukkan bahwa ras merupakan
faktor dalam prevalensi nyeri punggung bawah.
2.1.3. Klasifikasi
Pasien diklasifikasi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Nyeri punggung bawah yang tidak spesifik
2. Nyeri punggung bawah yang diakibatkan oleh radikulopati atau stenosis
spinal
3. Nyeri punggung bawah yang diakibatkan oleh hal- hal spesifik dalam Red
flags.
Red flags
Riwayat trauma atau kanker
Penurunan berat badan tanpa penyebab jelas
Keadaan imunosupresi
Dalam masa penggunaan steroid
Osteoporosis
Usia>50 tahun
Defisit neurologi fokal
2.1.4. Manifestasi Klinis
Suatu bagian penting dari pemeriksaan fisik adalah pengamatan umum pasien.
Pasien menunjukkan rasa nyeri di daerah punggung bawah dan sering menempatkan
seluruh tangannya terhadap kulit untuk menunjukkan daerah yang sakit.
Gangguan dalam usus atau fungsi kandung kemih harus menjadi pengingat untuk
mempertimbangkan penyebab yang lebih serius nyeri punggung seperti tumor,
infeksi, atau fraktur.
Riwayat yang paling sering dilaporkan adalah sebagai berikut:
5
Mengangkat dan/ atau memutar sambil memegang benda yang berat
Operasi mesin yang bergetar
Duduk yang berkepanjangan (misalnya, mengemudi jarak jauh truk,
patroli polisi)
Trauma akibat kecelakaan dan sebagainya
Manajemen Nyeri punggung bawah
Ada 4 prinsip utama:
1. Mengontrol nyeri dan proses inflamasi
2. Restorasi pergerakan sendi dan ekstesibilitas jaringan lunak
3. Memperbaiki kekuatan otot
4. Koordinasi motorik
Pada nyeri punggung yang tidak spesifik (dimana kurang dari 4 minggu);
farmakoterapi dapat berupa:
Acetaminophen
Non-streoid anti inflamasi
Pelemas otot
Tramadol, opioid, atau benzodiazepin
Pada nyeri punggung bawah akibat radikulopati atau stenosis spinal:
Sama seperti obat diatas
Pada nyeri punggung bawah akibat malignansi, osteomiletis, fraktur (Red flags)
Wajib dilakukan prosedur imajing: MRI tanpa/ dengan kontras
menjadi pilihan utama (CT-scan bila MRI tidak tersedia) 3,4,5
2.1.5 Pencegahan dan Penatalaksaan Nyeri Punggung Bawah
6
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya utuk mempertahankan
orang yang sehat (tetap memiliki faktor resiko) agar tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Lakukan aktivitas yang cukup yang tidak terlalu berat
b. Selalu duduk dalam posisi yang tepat.”Duduk harus tegap, sandaran tempat
duduk harus tegak lurus, tidak boleh melengkung. Posisi duduk berarti
membebani tulang belakang 3-4 kali berat badan, apalagi duduk dalam posisi
yang tidak tepat. Sementara pada posisi berdiri, punggung hanya dibebani satu
setengah kali berat badan normal.
c. Jangan terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu setengah jam
hingga dua jam. Setelah itu, sebaiknya berdiri dan lakukan peregangan dan
duduk lagi lima menit kemudian.
d. Jangan membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdiri, jaga titik berat
badan agar seimbang pada kaki. Saat bekerja di rumah atau di kantor, pastikan
permukaan pekerjaan berada pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja.
e. Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik, misalnya yang memiliki matras
(kasur) yang kuat (firm), sehingga posisi tidur tidak melengkung. Yang paling
baik adalah tidur miring dengan satu bantal di bawah kepala dan dengan lutut
yang dibengkokkan. Bila tidur terlentang sebaiknya diletakkan bantal kecil di
bawah lutut.
f. Pilih olah raga yang berfungsi menguatkan otot-otot perut dan tulang
belakang, misalnya sit up. Postur tubuh yang baik akan melindungi dari
cedera sewaktu melakukan gerakan, karena beban disebarkan merata
keseluruh bagian tulang belakang.
g. Berjalan rileks dengan sikap tubuh tegak.
h. Bila mengendarai mobil, jok mobil jangan terlalu digeser ke belakang hingga
posisi tungkai hampir lurus.
i. Kenakan sepatu yang nyaman dan bertumit rendah.
7
j. Jangan mengangkat dengan membungkuk. Angkat objek dengan menekuk
lutut dan berjongkok untuk mengambil objek. Jaga punggung lurus dan terus
dekatkan objek ke tubuh. Hindari memutar tubuh saat mengangkat. Lebih baik
mendorong daripada menarik ketika harus memindahkan benda berat. Minta
bantuan orang lain bila mengangkat benda yang berat.
k. Jaga nutrisi dan diet yang tepat untuk mengurangi dan mencegah berat badan
berlebihan, terutama lemak di sekitar pinggang. Diet harian yang cukup
kalsium, fosfor, dan vitamin D membantu menjaga pertumbuhan tulang baru.
l. Berhenti merokok. Merokok mengurangi aliran darah ke tulang punggung
bagian bawah dan menyebabkan cakram tulang belakang mengalami
degenerasi.
Pencegahan sekunder
Pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi NPB: konservatif dan operatif.
a. Terapi konservatif meliputi istirahat baring (bed rest), mobilisasi,
medikamentosa, fisioterapi, dan traksi pelvis.
i. Pada istirahat baring, penderita harus tetap berbaring di tempat tidur
selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tidur di atas tempat tidur
dengan alas keras dan atau bisa juga dengan posisi semi Flowler.
Posisi ini berguna untuk mengelimir gravitasi, mempertahankan
kurvatura anatomi vertebra, relaksasi otot, mengurangi hiperlordosis
lumbal, dan mengurangi tekanan intradiskal.
ii. Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi dilakukan dengan bantuan
korset. Manfaat pemakaian korset adalah untuk membatasi gerak,
mengurangi aktivitas otot (relaksasi otot), membantu mengurangi
beban terhadap vertebra dan otot paraspinal, dan mendukung vertebra
dengan peninggian tekanan intra abdominal. Mobilisasi sebaiknya
dimulai dengan gerakan-gerakan ringan untuk jangka pendek.
Kemudian diperberat dan diperlama.
8
iii. Pada medikamentosa, ada dua jenis obat dalam tatalaksana NPB ini,
ialah obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat kausal.
iv. Pada fisioterapi, biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam). Terapi panas bertujuan untuk
memperbaiki sirkulasi lokal, merelaksasi otot, memperbaiki
extensibilitas jaringan ikat.
v. Traksi pelvis, bermanfaat untuk relaksasi otot, memperbaiki lordosis
serta memaksa penderita melakukan tirah baring total. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa traksi tidak bermanfaat untuk meregangkan
discus yang menyempit. Traksi pelvis dilarang dilakukan jika ada
infeksi tulang, keganasan tulang, adanya kompresi mielum. Beban
yang umum digunakan berkisar antara 10-25 kg.
b. Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif selama 2-3
minggu tidak memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang
langsung mengakibatkan defisit neurologik.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi komplikasi dan mengadakan
rehabilitasi. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik dan menolong
penderita NPB agar lebih memperhatikan cara mengatasi masalah dan dapat
menjalani kehidupan yang lebih normal.
a) Selama masa penyembuhan sebaiknya penderita NPB menghindari pekerjaan
atau aktivitas berat.
b) Menghindari masalah psikis misalnya depresi, kecemasan, atau stress yang
dapat memicu atau memperberat kembali terjadinya NPB.
c) Bagi penderita NPB yang mengalami obesitas sebaiknya melakukan diet
untuk menurunkan berat badan.
d) Untuk mengurangi dissabilitas dan perbaikan fungsional direkomendasikan
dengan program back exercise.
9
e) Membiasakan diri dengan postur tubuh dan sikap tubuh yang benar.
f) Menggunakan perabotan yang dibuat berdasarkan prinsip ergonomik.
2.2 Spondilosis lumbal
2.2.1 Penyebab Spondilosis lumbal
Spondilosis Lumbal tampaknya menjadi fenomena penuaan non-spesifik.
Kebanyakan penelitian menunjukkan tidak ada hubungannya dengan gaya
hidup, tinggi, berat badan, massa tubuh, aktivitas fisik, konsumsi rokok dan
alkohol, atau riwayat reproduksi. Adipositas dipandang sebagai faktor risiko
pada populasi Inggris, namun populasi Jepang tidak. Efek dari aktivitas fisik
yang berat masih kontroversial dimana dihubungkan pada degenerasi diskus
interverterbralis.6
2.2.2 Patofisiologi
Spondilosis Lumbal terjadi sebagai akibat dari pembentukan tulang baru di
daerah dimana ligamentum anular tertekankan.
2.2.3 Manifestasi klinis
Spondilosis lumbal biasanya tidak menghasilkan gejala. Ketika sakit
punggung atau gejala siatik, spondilosis lumbalis biasanya merupakan temuan
yang terkait. Spondilosis lumbal biasanya tidak ditemukan kecuali komplikasi
terjadi kemudian.
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan: Spondiloartropati, Stenosis spinal,
Fibromyalgia, Osteoporosis, Hemangioma, Spondilotis, dan sebagainya. 7
2.3 Fraktur Kompresi lumbal
2.3.1 Penyebab
10
Terdapat dua penyebab utama dalam fraktur kompresi lumbal:
1. Fraktur trauma
2. Fraktur non-trauma
Berbagai jenis patah tulang dapat terjadi di tulang belakang lumbal.
Klasifikasi patah tulang ini didasarkan pada teori 3-kolom anatomi Denis,
yang menggambarkan kolom tulang belakang anterior, tengah, dan posterior
yang terdiri dari aspek tulang belakang dan ligamen yang berhubungan dan
elemen jaringan lunak. Sistem Denis, bagaimanapun, diciptakan untuk
mengklasifikasikan fraktur traumatik. Sebuah sistem klasifikasi yang sama
tidak ada untuk fraktur kompresi. Alasan utama untuk menggunakan semacam
klasifikasi adalah untuk membantu menentukan apakah fraktur itu stabil.
Ketidakstabilan dalam sistem Denis menyiratkan bahwa kerusakan telah
terjadi setidaknya 2 dari kolom tulang belakang lumbar.
Fraktur Wedge adalah jenis yang paling umum dari fraktur lumbal dan
merupakan fraktur kompresi khas dari keganasan atau osteoporosis. Fraktur
Wedge terjadi sebagai akibat dari kekuatan aksial diarahkan tekan pusat
dikombinasikan dengan gaya tekan eksentrik. Dalam murni fleksi-kompresi
cedera, kolom tengah tetap utuh dan bertindak sebagai engsel. Meskipun
patah tulang baji biasanya simetris, 8-14% asimetris dan disebut patah tulang
wedge lateral.
Fraktur yang melibatkan pasukan fleksi dan gangguan yang sering karena
sabuk lap dalam kecelakaan kendaraan bermotor. Umumnya, kolom posterior
dikompromikan dalam luka-luka karena ligamen elemen posterior terganggu.
Jenis cedera ini sangat umum pada anak-anak. Kebanyakan pasien dengan
fleksi-gangguan cedera neurologis tetap utuh.
Fraktur Burst hasil dari energi tinggi beban aksial pada tulang belakang.
Beberapa sistem klasifikasi ada untuk patah tulang. Tingkat keparahan
deformitas, tingkat keparahan kompromi kanal, tingkat kehilangan tinggi
11
badan vertebral, dan tingkat defisit neurologis mempengaruhi penentuan
apakah cedera tidak stabil. Ketika salah satu luka di atas terjadi dengan
kekuatan rotasi yang parah, tingkat cedera dan meningkat ketidakstabilan.
Non-traumatik fraktur
Pada osteoporosis, aktivitas osteoklastik melebihi aktivitas osteoblastik,
mengakibatkan penurunan umum dalam kepadatan tulang. Osteoporosis
tulang melemah ke titik yang bahkan penurunan kecil pada tulang ekor,
menyebabkan beban aksial atau fleksi, hasil dalam satu atau lebih fraktur
kompresi. Fraktur biasanya berbentuk baji. Tanpa koreksi, patah tulang baji
selalu meningkatkan derajat kyphosis.
Keganasan yang mengakibatkan patah tulang belakang yang paling sering
adalah metastasis daripada kanker tulang primer. Kanker primer yang sering
menyebar ke tulang belakang melalui diseminasi hematologi termasuk kanker
prostat, ginjal, payudara, dan paru-paru. Melanoma adalah penyebab yang
kurang umum tetapi lebih agresif dari metastasis tulang belakang. Kanker
primer yang paling umum dari tulang belakang adalah multiple myeloma,
tetapi yang lain, termasuk berbagai sarkoma, juga dapat bermanifestasi
sebagai patah tulang belakang. Lesi non-malignan yang dapat menyebabkan
patah tulang meliputi kista tulang aneurismal dan hemangioma.
Infeksi tulang belakang biasanya mulai dalam disk intervertebralis lumbal.
infeksi menyebar ke tulang, sehingga osteomyelitis. Sakit parah adalah gejala
ciri. Pengecualian adalah tuberkulosis tulang belakang atau penyakit Pott.
Dalam hal ini, ruang disk biasanya terhindar dan fraktur kompresi mungkin
merupakan manifestasi awal yang mengarah ke penemuannya. 8,9
2.3.2 Tanda dan gejala klinis
Nyeri punggung bawah pada garis tengah punggung adalah gejala ciri dari
fraktur kompresi lumbal. Rasa sakit aksial, tidak menjalar, sakit, atau menusuk dalam
12
kualitas yang mungkin parah dan melumpuhkan. Lokasi nyeri sesuai dengan lokasi
kompresi, seperti yang terlihat pada radiografi. Pada pasien usia lanjut dengan
osteroporosis parah, bagaimanapun, mungkin tidak ada rasa sakit sama sekali
sewaktu terjadinya kompresi karena kejadiannya terjadi secara spontan.
Pada dewasa muda dapat hadir dengan nyeri punggung yang parah setelah
kecelakaan, seperti jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor. Kelemahan atau mati
rasa ekstremitas bawah merupakan gejala penting dari cedera neurologis dari fraktur.
Patah tulang belakang juga dapat menyebabkan nyeri alih. Gibson et al
menyampaikan sebuah studi dari 350 pasien dalam pertemuan 288 pasien dengan 1
atau lebih fraktur kompresi tanpa kompromi medullaris Conus atau kompresi saraf
tulang belakang. Mereka menemukan bahwa rasa sakit non-midline hadir di 240 dari
350 pertemuan. Rasa sakit itu biasanya di tulang rusuk, pinggul, paha, atau bokong.
Osteoporosis adalah penyakit yang progresif secara diam-diam.
Fraktur kompresi osteoporosis sering didiagnosis ketika seorang pasien tua
menyajikan dengan gejala seperti skoliosis progresif atau nyeri punggung bawah
mekanik dan ketika dokter memperoleh radiografi lumbal rutin. Akhirnya, pasien
yang datang dengan keganasan (yang sebelumnya tidak diketahui) dapat terjaring.
Skrining rutin tulang belakang melalui Magnetic Resonance Imaging (jika nyeri
fokal), atau melalui scan tulang (sebagai survei jika sakit belum terjadi)
mengungkapkan fraktur patologis. Keganasan yang paling umum menyebabkan
keterlibatan tulang belakang dalam bentuk patah tulang metastasis dan multiple
myeloma. Seringkali, fraktur kompresi adalah manifestasi menyajikan yang
mengarah ke diagnosis keganasan. Namun, pasien juga mungkin mengalami demam
yang tidak dapat dijelaskan, keringat malam, riwayat keganasan, atau penurunan berat
badan.
Pada pasien yang baru saja bepergian di luar Amerika Serikat, atau yang
tinggal di pusat kota, mungkin memiliki gejala infeksi, seperti malaise umum,
demam, atau sakit parah meningkat. Pada pasien ini, sangkaan terhadap
13
osteomyelitis, dan penyakit Pott (spondilitis tuberkulosis) harus ditelusuri lebih
lanjut.
2.3.3 Pemeriksaan fisik
Sebuah pemeriksaan neurologis yang rinci sangat penting dalam semua pasien
dengan nyeri punggung, deformitas tulang belakang, atau cedera tulang belakang
traumatik. Kebanyakan prosedur intervensi untuk mengurangi rasa sakit pada fraktur
kompresi kontraindikasi pada kasus kompromi neurologis. Dengan demikian, suatu
pemeriksaan dubur diperlukan untuk menilai tonus dubur dan sensasi pada pasien
trauma.
Setelah pemeriksaan tulang belakang, pasien biasanya memiliki postur kifosis
yang tidak dapat diperbaiki. Kifosis ini disebabkan oleh bentuk baji dari vertebra
yang fraktur, fraktur mengubah konformasi lateral vertebra dari persegi ke segitiga.
Palpasi sangat penting untuk mengkorelasikan setiap laporan dari rasa sakit untuk
tingkat radiografi cedera. Timbulnya rasa sakit yang hebat dengan palpasi superfisial
sering diamati pada pasien dengan infeksi tulang belakang. Nyeri sedang biasanya
hadir pada tingkat fraktur.
2.3.4 Pemeriksaan lanjutan
Tes darah: Pemeriksaan jumlah sel darah lengkap, prostate-specific antigen
pengujian (pada pria setengah baya dan lebih tua), dan penentuan laju endap darah.
Elektroforesis protein serum diindikasikan dalam kasus-kasus untuk menilai untuk
multiple myeloma.
Urin: Urin dapat diperiksa untuk penanda meningkatnya turnover tulang, yang
terjadi pada orang dengan osteoporosis. Dalam kasus-kasus tertentu, urin untuk
protein Bence-Jones diperlukan untuk mencari multiple myeloma.
2.3.5 Studi pencitraan
Radiografi
Radiografi adalah studi pencitraan standar untuk patah tulang belakang.
14
Pandangan anteroposterior dan lateral dari lumbal dan toraks biasanya hanya
studi minimal yang diperlukan. Selain itu, lateral fleksi dan ekstensi, berdiri
jika memungkinkan, dapat membantu untuk mencari ketidakstabilan.
Pada fraktur burst, radiograf lateral yang mungkin menunjukkan tinggi
badan menurun vertebral. Pandangan anteroposterior sangat penting karena
adanya ruang interpedicular yang meningkat dapat mengindikasikan fraktur
tidak stabil.10
Computed tomography (CT) scanning
CT scan adalah alat yang berharga untuk mengevaluasi kompleksitas
patah tulang yang terlihat pada radiografi dan tempat patah tulang halus yang
tidak mudah terlihat pada radiografi. CT scan akurat untuk visualisasi jumlah
kompromi kanal tulang belakang dan keterlibatan kanal tengah.
Semua pasien dengan patah tulang wedge dengan lebih dari 50%
kehilangan ketinggian vertebral harus menjalani CT scan untuk menyingkirkan
kolom tengah dan patah tulang burst. Dalam satu studi, 25% dari patah tulang
didiagnosis awalnya sebagai patah tulang wedge dan hasil ternyata patah tulang
burst. Rekonstruksi sagital dapat menambahkan informasi untuk studi aksial
polos. Akhirnya, CT scan adalah tes terbaik untuk memvisualisasikan fraktur
elemen posterior dan lamina dari lengkungan saraf.10
MRI
MRI diperlukan bila pasien menggambarkan motorik ekstremitas bawah
atau kehilangan sensori. Nyeri radikuler merupakan indikasi untuk MRI.
Ketika kompresi kanal dicurigai, maka MRI diperlukan. MRI sangat penting
karena menghasilkan visualisasi terbaik dari struktur saraf tulang belakang.
Selain itu, MRI, bila dilakukan dengan peningkatan kontras, bisa
memvisualisasikan perdarahan, tumor, dan infeksi dengan sensitivitas
terbesar.10
15
Dual energy radiografi absorptiometry (DRA) scanning
DRA pemindaian saat ini metode yang paling banyak digunakan untuk
mengukur kepadatan mineral tulang. The American College of Radiology
merekomendasikan DRA tulang belakang posterior-anterior sebagai studi
yang paling tepat untuk identifikasi kepadatan tulang yang rendah dan risiko
patah tulang pada wanita paskamenopause yang lebih tua dari 50 tahun dan
laki-laki lebih tua dari 50 denganfaktorrisikoosteoporosis.
Bila dibandingkan dengan absorptiometri radiografi atau absorptiometri
energi tunggal radiografi, DRA pemindaian lebih tepatnya perubahan
dokumen kecil dalam massa tulang dan juga lebih fleksibel karena dapat
digunakan untuk memeriksa kedua tulangbelakangdanekstremitas.
Studi menggunakan scanning DRA telah menunjukkan bahwa orang
dengan osteoporosis memiliki pengukuran kepadatan tulang secara substansial
lebih rendah daripada yang sehat. DRA scanning dapat digunakan untuk
menilai respon terhadap pengobatan osteoporosis dari waktu ke waktu.10
Tomografi emisi positron (PET)
Scanning PET scan telah digunakan untuk membedakan fraktur kompresi
jinak dari yang ganas. Namun, terapi dengan sumsum tulang-merangsang
agen dapat mengakibatkan positif palsu scan untuk fraktur ganas.11
Biopsi
Ketika keganasan diduga kuat, biopsi tulang belakang diindikasikan. Ini
biopsi biasanya dilakukan di bawah bimbingan CT. Namun, biopsi tulang
belakang tidak boleh dilakukan ketika tumor diduga adalah Chordoma atau
tumor tulang belakang lainnya agresif utama yang menyebar melalui ekstensi
langsung.
2.4 Spondilitis Tuberkulosis
2.4.1 Definisi
16
Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang
mengenai tulang belakang. Spondilitis TB telah ditemukan pada mumi dari Spanyol
dan Peru pada tahun 1779. Infeksi Mycobakcterium tuberculosis pada tulang
belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi dari diskus. Mekanisme infeksi
terutama oleh penyebaran melalui hematogen.12
2.4.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per tahun.
Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China
yaitu dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular
262.000 orang dan angka kematian 140.000 orang pertahun. Kejadian TB
ekstrapulmonal sekitar 4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat yang paling
sering terkena adalah tulang belakang yaitu terjadi hampir setengah dari kejadian TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang dan sendi. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat
terjadi pada 25%-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5%-
10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, namun dapat juga
2-3 tahun kemudian.13
2.4.3 Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis
ditempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mycobacterium tuberculosi.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat
acid- fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut
jugasebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan
baik melalui cara yg konvensional. Lokalisasi tuberkulosa terutama pada daerah
vertebratorakal bawah dan lumbal atas setinggi T8-L3 dan paling jarang pada
vertebra C1-C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, tapi jarang
17
menyerang arkus vertebra. Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh 95 % disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe humandan 1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh
mikobakterium tuberkulosa atipik.14
2.4.4 Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosis merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya
sekunder dari TB tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga
terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus
urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TB vertebra di tandai dengan proses destruksi
tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran
dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan
tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TB akan
penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas /
bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus
Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi
dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TB. Kerusakan
progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
Spondilitis tuberkulosis bermanifestasi sebagai kombinasi osteomielitis dan
arthritis yang biasanya melibatkan lebih dari 1 ruas. Aspek anterior dari korpus
vertebra berdekatan dengan pelat subchondral biasanya terpengaruh. Tuberkulosis
dapat menyebar dari daerah itu ke diskus intervertebralis yang berdekatan. Pada
orang dewasa, penyakit diskus sekunder untuk penyebaran infeksi dari tubuh
vertebral.
Kerusakan tulang progresif menyebabkan kehancuran vertebra dan kifosis.
Kanal tulang belakang dapat dipersempit oleh abses, jaringan granulasi, atau invasi
dural langsung, menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang dan defisit
neurologis.
18
Deformitas kifosis disebabkan oleh kolaps di tulang belakang anterior. Lesi
pada tulang belakang torakalis lebih cenderung menyebabkan kifosis dibandingkan
tulang belakang lumbal. Abses dingin dapat terjadi jika infeksi meluas ke ligamen
dan jaringan lunak yang berdekatan. Abses di daerah pinggang dapat turun ke bawah
selubung dari psoas ke daerah trigonum femoralis dan akhirnya mengikis ke dalam
kulit. 12,13
2.4.5 Manifestasi Klinik
Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien mengalami
keadaan sebagai berikut, berat badan menurun selama 3 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas, demam lama tanpa sebab yang jelas, pembesaran kelenjar limfe
superfisial yang tidak sakit, batuk lebih dari 30 hari, terjadi diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare disertai benjolan/masa di abdomen dan tanda-tanda
cairan di abdomen.
Presentasi Spondilitis tuberkulosis tergantung pada:
Stadium penyakit
lokasi yang terkena
Adanya komplikasi seperti defisit neurologis, abses, atau saluran sinus.
Gejala konstitusional spondilitis tuberkulosis termasuk demam dan penurunan
berat badan. Durasi rata-rata gejala yang dilaporkan pada saat diagnosis adalah 4
bulan tetapi dapat jauh lebih lama. Hal ini disebabkan manifestasi sakit punggung
kronis nonspesifik.
Sakit punggung adalah gejala yang paling awal dan paling umum dari
penyakit Pott, dengan pasien biasanya mengalami masalah ini selama berminggu-
minggu sebelum mencari pengobatan. Rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit Pott
bisa spinal atau radikuler.
19
Kelainan neurologis terjadi pada 50% kasus dan dapat mencakup kompresi
sumsum tulang belakang dengan paraplegia,, sindrom gangguan sensasi paresis, nyeri
saraf akar, dan / atau cauda equina.
Tuberkulosis tulang belakang leher lebih jarang terjadi tetapi berpotensi lebih
serius karena komplikasi neurologis yang parah lebih mungkin terjadi. Kondisi ini
ditandai dengan nyeri dan kekakuan. Pasien dengan penyakit tulang belakang bagian
bawah serviks dapat diikuti dengan disfagia atau stridor. Gejala dapat juga termasuk
tortikolis, suara serak, dan defisit neurologis.
Paraplegia pada pasien spondilitis TB dengan penyakit aktif atau yang dikenal
dengan istilah Pott’s paraplegi, terdapat 2 tipe defisit neurologi ditemukan pada
stadium awal dari penyakit yaitu dikenal dengan onset awal, dan paraplegia pada
pasien yang telah sembuh yang biasanya berkembang beberapa tahun setelah
penyakit primer sembuh yaitu dikenal dengan onset lambat. 13
2.4.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan untuk menentukan adanya infeksi
Mycobacterium tuberculosis adalah dengan menggunakan uji tuberkulin (Mantoux
tes). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dilakukan dan LED yang meningkat
dengan hasil >100 mm/jam. Pemeriksaan radiologi pada tulang belakang sangat
mutlak dilaksanakan untuk melihat kolumna vertebralis yang terinfeksi pada 25%-
60% kasus. Vertebra lumbal I paling sering terinfeksi. Pemeriksaan radiologi dapat
ditemukan fokus infeksi pada bagian anterior korpus vertebre dan menyebar ke
lapisan subkondral tulang.
Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian anterior dari badan vertebrae
sampai ke diskus intervertebrae yang ditandai oleh destruksi dari end plate. Elemen
posterior biasanya juga terkena. Penyebaran ke diskus intervertebrae terjadi secara
langsung sehingga menampakkan erosi pada badan vertebra anterior yang disebabkan
oleh abses jaringan lunak. Ketersediaan computerized tomography scan (CT scan)
yang tersebar luas dan magnetic resonance scan (MR scan) telah meningkat
20
penggunaannya pada manajemen TB tulang belakang. CT scan dikerjakan untuk
dapat menjelaskan sklerosis tulang belakang dan destruksi pada badan vertebrae
sehingga dapat menentukan kerusakan dan perluasan ekstensi posterior jaringan yang
mengalami radang, material tulang, dan untuk mendiagnosis keterlibatan spinal
posterior serta keterlibatan sacroiliac join dan sacrum. Hal tersebut dapat membantu
memandu biopsi dan intervensi perencanaan pembedahan. Pemeriksaan CT scan
diindikasikan bila pemeriksaan radiologi hasilnya meragukan. Gambaran CT scan
pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas disertai dengan adanya kalsifikasi
periperal. Magnetic resonance imaging (MRI) dilaksanakan untuk mendeteksi massa
jaringan, appendicular TB, luas penyakit, dan penyebaran subligamentous dari debris
tuberculous.
Biopsi tulang juga dapat bermanfaat pada kasus yang sulit, namun
memerlukan tingkat pengerjaan dan pengalaman yang tinggi serta pemeriksaan
histologi yang baik. Pada pemeriksaan histologi akan ditemukan nekrosis kaseosa dan
formasi sel raksasa, sedangkan bakteri tahan asam tidak ditemukan dan biakan sering
memberikan hasil yang negatif.14,15
2.4.7 Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah mencegah terjadinya deformitas dan
mengurangigejala nyeri kronis yang ditimbulkan. Dasar penatalaksanaan spondilitis
tuberkulosis adalah mengistirahatkan vertebra yang sakit, obat-obat anti tuberkulosis
dan pengeluaran abses.
A.Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif yang ketat dapat memberikan hasil yang cukup baik.
Istirahat di Tempat Tidur. Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips
terutama pada keadaan akut atau fase aktif. Istirahat ditempat tidur dapat
berlangsung 3 – 4 minggu, sampai dicapai keadaan yang tenang secara klinis,
radiologis dan laboratoris.
21
Kemoterapi Anti Tuberkulosa. WHO memberikan panduan penggunaan OAT
berdasarkan berat ringannya penyakit
Immobilisasi. Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah
servikal dapat dilakukan immobilisasi dengan jaket minerva , pada daerah
torakal, torakolumbal dan lumbal atas immobilisasi dengan body jacket atau
gips korset disertai fiksasi pada salah satu panggul. Immobilisasi pada
umumnya berlangsung 6 bulan, dimulai sejak penderita diizinkan berobat
jalan. Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan
pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Bila dalam pengamatan tidak
tampak kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat, adanya
jaringan kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, dan makan
obat yang tidak berdisiplin.
B.Terapi Operatif
Tujuan terapi operatif adalah menghilangkan sumber infeksi, mengkoreksi
deformitas, menghilangkan komplikasi neurologik dan kerusakan lebih lanjut.
Salah satu tindakan bedah yang penting adalah debridement yang bertujuan
menghilangkan sumber infeksi dengan cara membuang semua debri dan
jaringan nekrotik, benda asing dan mikro-organisme. Indikasi operasi:
Jika terapi konservatif tidak memberikan hasil yang memuaskan, secara
klinisdan radiologis memburuk.
Deformitas bertambah, terjadi destruksi korpus multipel.
Terjadinya kompresi pada medula spinalis dengan atau tidak dengan
defisitneurologik, terdapat abses paravertebral.
Lesi terletak torakolumbal, torakal tengah dan bawah pada penderita anak.Lesi
pada daerah ini akan menimbulkan deformitas berat pada anak dan tidak dapat
ditanggulangi hanya dengan OAT.
Radiologis menunjukkan adanya sekuester, kavitasi dan kaseonekrotik
dalam jumlah banyak
22
BAB 3
CATATAN MEDIK PASIEN
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Zainal Arifin Hasibuan
23
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 40 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jalan Madura Lk III kec.Binjai Utara
Status : Kawin
Pekerjaan : Buruh bangunan
Tanggal masuk : 11 Desember 2012
ANAMNESA
Keluhan utama : Nyeri Punggung Bawah
Telaah :
Hal ini telah dialami os sejak ± 3 bulan ini, memberat dalam 1 minggu ini.
Nyeri terasa berdenyut pada punggung bawah dan tidak menjalar. Kebas pada kaki
tidak jelas. Riwayat trauma tidak dijumpai, riwayat angkat-angkat berat dijumpai.
Riwayat batuk dijumpai 2 minggu ini, batuk berdahak (+), riwayat keringat malam
tidak jelas. Demam dijumpai 1 minggu ini bersifat naik turun, demam turun dengan
obat penurun panas. Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) dalam
batas normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : maagh
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : riwayat hipertensi tidak dijumpai
Traktus Respirotorius : sesak nafas tidak dijumpai, batuk dijumpai
Traktus Digestivus : BAB (+) N
Traktus Urogenitalis : BAK (+) N
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : -
Intoksikasi dan obat-obatan : -
24
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : -
Faktor Familier : -
Lain-lain : -
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan pertumbuhan : normal
Imunisasi : kurang jelas
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Perkawinan dan Anak : sudah kawin dan mempunyai 2 orang anak
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/i, regular, desah (-)
Frekuensi Nafas : 22 x/i, regular, ronkhi (-)
Temperatur : 37 °C
Kulit dan Selaput Lendir : dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Persendian : dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi : bulat, medial
Pergerakan : bebas
Kelainan Panca Indera : tidak dijumpai
Rongga Mulut dan Gigi : dalam batas normal
Kelenjar Parotis : dalam batas normal
Desah : tidak dijumpai
25
RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga dada Rongga abdomen
Inspeksi simetris fusimormis simetris
Perkusi sonor timpani
Palpasi SF ka=ki soepel, H/L/R: ttb
Auskultasi SP = Vesikuler peristaltik (+) N
GENITALIA
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : CM
KRANIUM
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup
Palpasi : A. temporalis dan A. carotis teraba
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaaan
Auskultasi : desah (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk : -
Tanda kerniq : -
Tanda Laseque : -
Tanda Brudzinski I : -
Tanda Brudzinski II : -
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
26
Muntah : -
Sakit kepala : -
Kejang : -
SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia + +
Anosmia - -
Parosmia - -
Hiposmia - -
NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus 6/6 6/6
Lapangan Pandang
Normal + +
Menyempit - -
Hemianopsia - -
Scotoma - -
Refleks Ancaman + +
Fundus okuli
Warna TDP TDP
Batas TDP TDP
Ekskavasio TDP TDP
Arteri TDP TDP
Vena TDP TDP
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata dalam batas normal dalam batas normal
Nistagmus (-) (-)
27
Pupil
Lebar diameter 3mm diameter 3mm
Bentuk isokor isokor
Refleks Cahaya Langsung (+) (+)
Refleks Cahaya Tidak Langsung (+) (+)
Rima Palpebra 7mm 7mm
Deviasi Konjugate (-) (-)
Fenomena Dolls Eye TDP TDP
Strabismus (-) (-)
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut DBN DBN
Palpasi Otot Masseter dan Temporalis DBN DBN
Kekuatan Gigitan DBN DBN
Sensorik
Kulit DBN DBN
Selaput Lendir DBN DBN
Refleks Kornea
Langsung (+) (+)
Tidak Langsung (+) (+)
Refleks Masseter DBN DBN
Refleks Bersin DBN DBN
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik DBN DBN
28
Kerut kening DBN DBN
Menutup mata DBN DBN
Meniup Sekuatnya DBN DBN
Memperlihatkan Gigi DBN DBN
Tertawa DBN DBN
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah DBN DBN
Produksi kelenjar ludah DBN DBN
Hiperakusis (-) (-)
Refleks stapedial (+) (+)
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran DBN DBN
Test Rinne TDP TDP
Test Weber TDP TDP
Test schwabach TDP TDP
Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Reaksi Kalori TDP TDP
Vertigo (-) (-)
Tinnitus (-) (-)
NERVUS IX, X
Pallatum Mole : DBN
Uvula : medial
Disfagia : (-)
29
Disatria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : TDP
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : DBN
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu + +
Fungsi Otot sternocleidomastoideus DBN DBN
NERVUS XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : medial
SISTEM MOTORIK
Trofi : -
Tonus Otot : dbn
Kekuatan Otot :
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
30
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
TEST SENSIBILITAS
Eksterosptif : DBN
Proprioseptif : DBN
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : DBN
Pengenalan Dua Titik : DBN
Grafestesia : DBN
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps (+) (+)
Triceps (+) (+)
Radioperiosit (+) (+)
APR (+) (+)
KPR (+) (+)
Strumple (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) (-)
31
Klonus Lutut (-) (-)
Klonus Kaki (-) (-)
Refleks Primitif (-) (-)
KOORDINASI
Lenggang : DBN
Bicara : DBN
Menulis : DBN
Percobaan apraksia : DBN
Mimik : DBN
Test Telunjuk – Telunjuk : DBN
Test Telunjuk – Hidung : DBN
Diadokhokinesia : DBN
Test tumit – Lutut : DBN
Test Romberg : DBN
VEGETATIF
Vasomotorik : DBN
Sudomotorik : DBN
Pilo-erektor : DBN
Miksi : DBN
Defekasi : DBN
Potensi dan Libido : TDP
VERTEBRATA
Bentuk
Normal : +
32
Scoliosis : -
Hiperlordosis : -
Pergerakan
Leher : DBN
Pinggang : DBN
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : -
Cross Laseque : -
Test Lhermitte : -
Test Naffzinger : -
GEJALA - GEJALA SEREBELAR
Ataksia : (-)
Disatria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)
GEJALA - GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : DBN
Ingatan Baru : DBN
Ingatan Lama : DBN
Orientasi
33
Diri : DBN
Tempat : DBN
Waktu : DBN
Situasi : DBN
Intelegensia : DBN
Daya Pertimbangan : DBN
Reaksi Emosi : DBN
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia jari – jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi kanan – kiri : (-)
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : LBP
DIAGNOSA ETIOLOGI : Spondilitis TB
DIAGNOSA ANATOMI :
DIAGNOSA KERJA : Low Back Pain (LBP) ec DD -Fraktur Kompresi L2
-Spondilitis
PENATALAKSANAAN
Bed rest
34
IVFD R-Sol 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 amp (k/p)
Injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 jam
Sf 1x1
B comp 3x1
Foto Lumbal AP/ Lat :
35
36
Interpretasi :
Alignment vertebra lumbalis slight kyfosis di daerah L1-2. Tampak tonjong
tulang vertebra L2 lebih pipih dengan sklerotik dibandingkan tonjolan vertebra
disertai penyempitan diskus L1-2. Tampak sklerotik pada tonjolan vertebra L3-
L5.
37
Kesimpulan : Susp. Fraktur kompresi L2 DD Spondilitis disertai spondilosis
lumbalis dengan slight kyfosis.
Foto Thorax
Interpretasi :
CTR <50%, jantung tidak membesar.
Aorta baik, mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah. Kedua hilus tidak menebal.
38
Tampak infiltrat dilapangan tengah paru kanan yang super posisi dengan kosta 6
posterior dan inferior scapula kanan.
Sudut kostofrenikus dan diafragma baik.
Kesimpulan radiologis : infeksi Bronkopneumonia
Hasil EKG:
39
EKG : SR, QRS rate 77 x/I, QRS axis (N), P wave (+) N, PR interval 0,16” , QRS
duration 0,08” , ST-T change (-), LVH (-), VES (-).
Kesan: Sinus Rhythm
FOLLOW UP
11 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 120/70mmHg
Nadi 84x/i
Frekuensi nafas : 21x/i
Temperatur : 36.9oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
40
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Test Laseque (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1.Spondilitis
2.Spondilolitesis
3.Spondilosis
P : Bed rest
IVFD R-Sol 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2x50 mg
B complex 3x1
41
Hasil Laboratorium Patologi Klinik 11 Desember 2012
Complete Blood
Count
Hasil Nilai normal
Hemoglobin (Hb) 8,7 g % 13.2 – 17.3g %
Erytrocyte (RBC) 3.05 x106/mm3 4.20 – 4.87 x106/mm3
Leukocyte (WBC) 12,34 x103/mm3 4.5 – 11 x103/mm3
Hematocrite 26,80 % 43 - 49 %
Trombocyte (PLT) 416 x103/mm3 150 – 450 x103/mm3
MCV 87,90 fL 85 – 95 fL
MCH 28,50 pg 28 – 32 pg
MCHC 32,50 g % 33 – 35 g %
RDW 14,10 % 11,6 – 14,8 %
MPV 8,00 fl 7,0-10,00
PCT 0,33 % -
PDW 8,1 fl -
Neutrofi 73,20 37-80
Limfosit 14,20 20-40
Monosit 9,70 2-8
Eosinofil 2,70 1-6
Basofil 0,2 0-1
Kimia Klinik Hasil Nilai Normal
42
Metabolisme Karbohidrat (sewaktu) 88,80 mg/dL <200
Ginjal
Ureum 32,70 mg/dL < 50
Kreatinin 1.22 mg/dL 0.70 – 1.20
Elektrolit
Natrium 130 mEq/L 135-155
Kalium 4.3 mEq/L 3.6-5.5
Klorida 100 mEq/L 96-106
12 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/90mmHg
Nadi 84x/i
Frekuensi nafas : 22x/i
Temperatur : 36.9oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
43
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1. Spondilitis
2.Spondilolitesis
3.spondilosis
P : Bed rest
IVFD R-Sol 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2x50 mg
B complex 3x1
Konsul Radiologi :
1. Foto Thorax :
Jantung tidak membesar. Aorta baik. Mediastinum superior tidak melebar. Trakea
ditengah, kedua hilus tidak menebal. Tampak infiltrat dilapangan tengah paru
kanan yang super posisi dengan kosta 6 posterior dan inferior scapula kanan.
Sinus Costophrenicus dan diafragma baik.
44
Kesimpulan :
infeksi Bronkopneumonia
2. Foto Lumbal sacral AP/Lat :
Alignment vertebra lumbalis slight kyfosis di daerah L1-2. Tampak tonjong
tulang vertebra L2 lebih pipih dengan sklerotik dibandingkan tonjolan vertebra
disertai penyempitan diskus L1-2. Tampak sklerotik pada tonjolan vertebra L3-L5.
Kesimpulan :
Susp. Fraktur kompresi L2 DD Spondilitis disertai spondilosis lumbalis dengan
slight kyfosis.
13 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 120/70mmHg
Nadi 90x/i
Frekuensi nafas : 20x/i
Temperatur : 36oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
45
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1.Fraktur Kompresi L2
2. Spondiitis
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2x50 mg
SF 1x1
B complex 3x1
46
14 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/50mmHg
Nadi 90x/i
Frekuensi nafas : 20x/i
Temperatur : 37,3oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
47
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1.Fraktur Kompresi L2
2. Spondiitis
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2x50 mg
SF 1x1
B complex 3x1
15 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+)
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/60mmHg
Nadi 80x/i
Frekuensi nafas : 20x/i
Temperatur : 37oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
48
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1.Fraktur Kompresi L2
2. Spondiitis
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
49
Na diclofenac 2x50 mg
SF 1x1
B complex 3x1
R : - Konsul HOM
-Konsul Orthopedi
Hasil konsul Orthopedi:
Dari hasil pemeriksaan diketahui pasien riwayat nyeri punggung ± 3 bulan nyeri
menjalar ke kaki/ tungkai. Riwayat batuk (+), penurunan BB (+), anemis (+). Gibbis
(+) minimal.
X-ray : Tampak penyempitan celah diskus L1-2
Diagnose : Susp.Spondilitis TB + diskitis.
Hasil konsul HOM :
Pasien dikonsulkan dengan muka pucat (+), riwayat perdarahan tidak jelas, riwayat
kontak dengan senyawa kimia (-). Mata anemia, organomegali (-) leukosit: 12.34,
trombosit : 416.
Diagnose : Anemia ec dd -penyakit kronis + LBP ec fraktur kompresi
-perdarahan
- defisiensi Fe
Therapy : sesuai TS, atasi penyakit dasar
Anjuran : reticulosit count, TIBC, serum feritin.
RT : Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam = skin test
16 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+)
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 130/80mmHg
50
Nadi 70x/i
Frekuensi nafas : 20x/i
Temperatur : 38,2oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
51
A : LBP ec DD 1.Fraktur Kompresi L2
2. Spondiitis
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2x50 mg
SF 1x1
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H2)
B complex 3x1
17 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+)
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/60mmHg
Nadi 80x/i
Frekuensi nafas : 20x/i
Temperatur : 36,8oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
52
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1.Fraktur Kompresi L2
2. Spondilitis
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H3)
SF 1x1
B complex 3x1
R : - Konsul Paru
-Cek Laboratorium : LFT, LED, tumor marker
53
Hasil konsul paru :
Foto pemeriksaan didapat batuk (+) ± 1 bulan, dahak warna putih, batuk darah (-),
sesak nafas (-), nyeri dada (-), demam (-). Keringat malam (+), penurunan berat
badan (+). Riwayat OAT (-), riwayat merokok (+) IB : berat.
Status present :
Sens: cm, TD : 110/ 70 mmHg, RR : 20 x/i
Status lokalisata : Thorax Sp vesikuler kedua lapangan paru
Diagnosa : Susp.TB paru
Therapy : Ambroxol Syr fls 3x CI
Lain sesuai TS
Anjuran : Analisa Sputum, kultur sputum.
18 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+)
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/60mmHg
Nadi 74x/i
Frekuensi nafas : 22 x/i
Temperatur : 37,3oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
54
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec DD 1.Fraktur Kompresi L2
2. Spondilitis TB
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H3)
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
SF 1x1
Na diclofenac 2 x 50 mg
B complex 3x1
55
Hasil Laboratorium Patologi Klinik 18 Desember 2012
Kimia Klinik Hasil Nilai Normal
Hati
Fosfatase alkali (ALP) 137 40 - 129
AST/SGOT 24 < 38
ALT/ SGPT 22 < 41
Imunoserologi
CEA 1,7 0 – 3
PSA total
CA 19-9
Cyfra 21-1
0,4
5,3
2.13
0 – 4
0 – 37
< 3.3
Hematologi
LED 100 mm/jam < 15
19 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+), batuk
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/90mmHg
Nadi 96 x/i
Frekuensi nafas : 24 x/i
Temperatur : 36,8oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
56
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec Fraktur Kompresi L2 ec DD 1. Spondilitis TB
2. Trauma
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H3)
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2 x 50 mg
57
SF 1x1
B complex 3x1
Ambroxol Syr 3 x CI
20 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+), batuk
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 120/60 mmHg
Nadi 78 x/i
Frekuensi nafas : 22 x/i
Temperatur : 36,8oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
58
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec Fraktur Kompresi L2 ec DD 1. Spondilitis TB
2. Trauma
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H3)
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2 x 50 mg
SF 1x1
Ambroxol Syr 3 x CI
B complex 3x1
21 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+), batuk
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/70 mmHg
59
Nadi 80 x/i
Frekuensi nafas : 20 x/i
Temperatur : 36,8oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
60
55555 55555
A : LBP ec Fraktur Kompresi L2 ec DD 1. Spondilitis TB
2. Trauma
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H7)
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2 x 50 mg (k/p)
SF 1x1
Ambroxol Syr 3 x CI
B complex 3x1
22 Desember 2012
S : nyeri punggung bawah , pucat (+), batuk
O :
Status Present
Sensorium : CM
Tekanan darah : 120/60 mmHg
Nadi 80 x/i
Frekuensi nafas : 20 x/i
Temperatur : 37,4oC
Status Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Tanda perangsangan meningeal (-)
Nervus Kranialis
NI : normosmia
NII, III : RC (+/+), pupil isokor 3mm
61
N III, IV, VI : gerak bola mata baik
N V : buka tutup mulut baik
N VII : sudut mulut simetris
N VIII : pendengaran baik, vertigo (-)
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu baik
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) (+/+)
APR/KPR (+/+) (+/+)
Refleks Patologis
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski (-/-) (-/-)
Laseque test (-)
Kekuatan motorik
ESD : 55555 ESS : 55555
55555 55555
EID : 55555 EIS : 55555
55555 55555
A : LBP ec Fraktur Kompresi L2 ec DD Spondilitis TB
P : Bed rest
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam (H7)
Injeksi Ketorolac 1 ampul/12 jam (k/p)
Na diclofenac 2 x 50 mg (k/p)
SF 1x1
OBH Syr 3 x CI
B complex 3x1
62
R : CT- Scan vertebra lumbal sentrasi L2
DAFTAR PUSTAKA
63
1. Lawrence, R.C., Helmick, C.G., Arnett, F.C., Deyo, R.A., Felson, D.T.,
Giannini, E.H., Heyse, S.P., Hirsch, R., Hochberg, M.C., Hunder, G.G.,
Liang, M.H.,
2. Punnett, L. dkk, 2005. Estimating the Global Burden of Low Back Pain
attributable to Combined Occupational Exposures. American Journal of
Industrial Medicine (59): 205-220
3. Barclay L. Low back pain guidelines aid in management. Medscape Medical
News. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/772035. Accessed
19 Des 2012.
4. Forseen SE, Corey AS. Clinical decision support and acute low back pain:
evidence-based order sets. J Am Coll Radiol. Oct 2012;9(10):704-712.e4.
[Medline].
5. Hill EC. Mechanical Low Back Pain. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/310353-overview. diakses: 18
Desember 2012
6. Yoshimura N, Denison E, Wilman C, et al. Epidemiology of chronic disc
degeneration and osteoarthritis of the lumbar spine in Britain and Japan: a
comparative study. J Rheumatol. Feb 2000;27(2):429-33
7. Rothschild BM. Lumbar Spondilosis. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/249036-overview#showall. Diakses:
19 Desember 2012
8. Suh TT, Lyles KW. Osteoporosis considerations in the frail elderly. Curr
Opin Rheumatol. Jul 2003;15(4):481-6
9. Sherman AL. Lumbar Compression Fracture. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/309615-overview#showall. Diakses:
20 Desember 2012
64
10. American College of Radiology. ACR Appropriateness Criteria®
osteoporosis and bone mineral density. National Guideline Clearinghouse.
Available at http://guideline.gov/summary/summary.aspx?doc_id=11559.
Accessed Des 20, 2012.
11. Bredella MA, Essary B, Torriani M, Ouellette HA, Palmer WE. Use of FDG-
PET in differentiating benign from malignant compression fractures. Skeletal
Radiol. 2008;37(5):405-13
12. Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). In: Cunha BA. Medscape
[Online]. Available at: http://www.emedicine.com/med/topic1902.htm.
Accessed 19 Desember 2012.
13. Herchline T. Tuberculosis. In: Cunha BA. Medscape [Online]. Available at:
http://www.emedicine.com/med/topic2324.htm. Accessed 19 desember 2012.
14. Anonim. Tuberculosis. Avaiable at: http://www.wheelesson-
line.com/ortho/tuberculosis. Diakses tanggal 19 Desember 2012.
15. Paramarta IGE, Purniti PS, Subanada IB, Astawa P. Spondilitis Tuberkulosis.
Sari Pediatri 2008;10(3):177-83
16. Rubianto M, Jastia, Baan JAB. Spondilitis Tuberkulosa. Didapat dari:
http://id.scribd.com/ doc/92680310/SPONDILITIS-TUBERKULOSA.
Diakses tanggal 20 Desember 2012