Lapsus Adenotonsilis
-
Upload
ayu-rindwitia-indah-peanasari -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
description
Transcript of Lapsus Adenotonsilis
BAB I
CATATAN MEDIS
I. IDENTITAS PASIEN
A. Nama : An. J
B. Umur : 6 tahun
C. Jenis kelamin : Laki-laki
D. Alamat : Semarang
E. Pekerjaan : Pelajar SD
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
pada tanggal 3 September 2014, pukul 08.45 WIB.
A. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri telan sering kambuh.
B. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh nyeri telan sering kambuh sejak ± 6 bulan yang lalu.
Nyeri telan dirasakan kambuh saat batuk pilek. Setiap bulan pasien sering
mengeluh hal yang sama. Saat tidur pasien selalu ngorok.
± 1 minggu yang lalu pasien mengeluh nyeri telan. Nyeri dirasakan
saat menelan makanan saja. Keluhan disertai batuk, pilek dan hidung
buntu. Batuk berdahak dengan dahak sedikit berwarna putih kental. Pilek
dengan ingus putih bening. Keluhan dirasakan setelah pasien minum es
bubur kacang ijo yang dibeli di warung. Tidak ada keluhan demam, serak
dan nyeri telinga.
1
2 hari yang lalu pasien berobat ke dokter dan keluhan dirasakan
membaik setelah minum obat. Tidak ada keluhan nyeri telan, batuk, pilek
dan hidung buntu. Saat ini pasien datang dengan program operasi amandel.
C. Riwayat penyakit dahulu :
1. Riwayat keluhan nyeri telan : diakui, setiap bulan
2. Riwayat batuk pilek : diakui, setiap bulan
3. Riwayat operasi THT : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
6. Riwayat darah tinggi : disangkal
7. Riwayat sakit gula : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga :
1. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
2. Riwayat darah tinggi : disangkal
3. Riwayat sakit gula : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
6. Riwayat operasi THT : disangkal
E. Riwayat pribadi :
1. Riwayat minum es : diakui, jarang
2. Riwayat mengkonsumsi gorengan : diakui, jarang
F. Riwayat sosial ekonomi :
1. Biaya pengobatan pasien ditanggung sendiri
2. Pasien tinggal bersama orang tuanya
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 September 2014, pukul
09.00 WIB.
A. Keadaan umum : baik
B. Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4, V5, M6)
C. Status gizi : BB : 26 kg
TB : - cm
IMT : - kg/m2
Status gizi : Kesan Normal
D. Vital sign
1. Tekanan Darah : -
2. Nadi : 88 x/menit (regular dan isi tegangan cukup)
3. RR : 20 x/menit
4. Suhu : 34,8ºC (aksiler)
a. Status Generalis
Kulit : Normal, sawo matang
Konjungtiva : Tidak anemis
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Limfe : Tidak ada pembesaran limfe nodi
Ekstremitas : Dalam batas normal
b. Status Lokalis / Pemeriksaan THT
Telinga
Inspeksi Dektra Sinistra
Pre aurikula Fistula (-), Hiperemis (-), Fistula (-), Hiperemis (-),
3
Massa (-) Massa (-)
Aurikula Bentuk (normal dan simetris),
Hiperemis (-), massa (-)
Bentuk (normal dan simetris),
Hiperemis (-), massa (-)
Retro Aurikula Fistula (-), Hiperemis (-),
Massa (-), sulkus
retroaurikula (normal)
Fistula (-), Hiperemis (-),
Massa (-), sulkus
retroaurikula (normal)
Canalis
Auditus
Externus
Hiperemis (-), serumen (-),
edema (-), corpus alienum (-),
massa (-)
Hiperemis (-), serumen (-),
edema (-), corpus alienum (-),
massa (-)
Discharge (-) (-)
Palpasi/Perkusi Dektra Sinistra
Pre aurikula Nyeri tekan tragus (-),massa
(-), pembesaran KGB (-)
Nyeri tekan tragus (-),massa
(-), pembesaran KGB (-)
Retro Aurikula Nyeri tekan (-),massa (-),
pembesaran KGB (-)
Nyeri tekan (-),massa (-),
pembesaran KGB (-)
Mastoid Massa (-), nyeri ketok (-) Massa (-), nyeri ketok (-)
Aurikula Nyeri tarik helix (-) Nyeri tarik helix (-)
Membran
Timpani
Dektra Sinistra
WarnaPutih mengkilat seperti
mutiara
Putih mengkilat seperti
mutiara
Refleks cahaya (+) (+)
Bentuk Normal Normal
Perforasi (-) (-)
Sekret (-) (-)
4
Hidung dan Sinus Paranasal
Inspeksi Palpasi/Perkusi
Hidung Warna seperti sekitar, Simetris,
deformitas (-), massa (-), lesi(-)
Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Paranasal Deformitas (-), massa (-) Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Rinoskopi
Anterior
Dektra Sinistra
Fotore ex nasi (-) (-)
Sekret (+) minimal, jernih (+) minimal, jernih
Discharge (-) (-)
Mukosa Basah (+), Warna merah muda Basah (+), Warna merah muda
Konka hiperemis (-),
permukaan licin(+)
Edem (-), hipertrofi (-)
hiperemis (-),
permukaan licin (+)
Edem (-), hipertrofi (-)
Adenoid Sulit dinilai
Tumor/massa (-) (-)
Septum Septum deviasi (-)
Pemeriksaan hidung dalam dengan rinoskopi posterior : tidak dilakukan
Pemeriksaan Transluminasi : tidak dilakukan
Kepala, Wajah, Leher
Dekstra Sinistra
Kepala Kesan Mesosefal
Wajah Simetris
Leher
anterior
Pembesaran KGB (-),
massa (-)
Pembesaran KGB (-),
massa (-)
Leher Pembesaran KGB (-), Pembesaran KGB (-),
5
lateral massa (-) massa (-)
Orofaring dan Mulut
a. Gigi dan mulut
Penampakan luar : Trismus (-), droling (-)
Mulut/bibir : Jejas (-), massa (-), simetris
Oral hygiene : baik
Mukosa : Warna sama dengan sekitar, lesi (-), darah (-),
massa (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Papil atrofi (-), simetris
Palatum : Hiperemis (-), jejas (-), massa (-)
b. Faring dan laring
Uvula : Simetris, hiperemis (-)
Tonsil : Ukuran T3-T3, hiperemis (-), permukaan tidak
rata, kripte melebar.
Arcus faring : Hiperemis (-), simetris
Faring : Hiperemis (-), granulasi (-), post nasal drip (-),
eksudat (-)
Laringoskopi indirect : tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -
V. RESUME
Pasien mengeluh odinofagia sering kambuh setiap bulan saat batuk
pilek sejak ± 6 bulan yang lalu. Saat tidur pasien selalu ngorok.
± 1 minggu yang lalu odinofagi kambuh. Nyeri dirasakan saat menelan
makanan saja. Keluhan disertai batuk, pilek dan hidung buntu. Batuk
dahak (+) purulen,. Rinorea (+) serous. Keluhan dirasakan setelah pasien
minum es bubur kacang ijo yang dibeli di warung.
6
2 hari yang lalu pasien berobat ke dokter dan keluhan dirasakan
membaik. Saat ini pasien datang dengan program operasi amandel.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil berukuran T3/T3, permukaan
tidak rata, kripte melebar.
VI. DAFTAR MASALAH
Anamnesis
1. Riwayat odinofagia, batuk, pilek
tiap satu bulan
2. Mendengkur saat tidur
Pemeriksaan fisik
3. Tonsil berukuran T3/T3,
permukaan tidak rata dan kripte
melebar
VII. PROBLEM
- Adenotonsilitis kronik (1,2,3)
- Tonsilitis kronik (1,2,3)
- Adenoid hipertrofi (1,2,3)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
- Adenotonsilitis kronik
- Tonsilitis kronik
- Adenoid hipertrofi
IX. DIAGNOSIS KERJA
Adenotonsilitis kronik
X. INISIAL PLAN
1. Ip.Dx
S : -
O :
a. Pemeriksaan fenomena palatum mole pada rinoskopi anterior
7
b. Pemeriksaan radiologik : x-foto rasio adenoid
c. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap
2. Ip. Terapi
Adenotonsilektomi
3. Ip. Monitoring : -
4. Ip. Edukasi
a. Jelaskan pada pasien untuk persiapan operasi amandel
(adenotonsilektomi)
b. Pasien harus rawat inap terlebih dahulu
c. Hindari minum es dan makan makanan berminyak
d. Selalu menjaga kebersihan mulut
e. Puasa selama 6-8 jam sebelum operasi
XI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad malam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ADENOTONSILITIS KRONIK
I. Definisi
Adenotonsilitis kronik adalah infeksi yang menetap atau berulang
dari tonsil dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang
terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari
adenotonsilitis kronik adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotic.1,2
II. Etiologi
Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronik adalah bakteri
Streptococcus ß hemoliticus grup A, Streptococcus viridans, Streptococcus
Pyogenes, selain karena bakteri tonsillitis dapat disebabkan oleh virus.
Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti
Spirochaeta, Corynebacterium diphteriae, dan Treponema Vincent.2,3,4
Hiperplasia tonsil dan adenoid mulai pada usia muda dan akan
berlanjut sampai usia 10-12 tahun, dimana biasanya tidak akan
berkembang lagi dan akan mengecil (involusi). Hal ini terjadi terutama
adenoid, dimana biasanya secaraklinis tidak penting pada usia di atas 10-
12 tahun. Dengan terbebasnya dari infeksi saluran napas atas dapat
menciutkan ogan tersebut. Adenoid dan tonsil biasanya terserang secara
bersamaan.5
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah faktor usia
terutama pada anak, penurunan daya tahan tubuh, rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-
kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.1,6
9
III. Patofisiologi dan Patogenesis
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang
dinding posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai
pertahanan tubuh, dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui
hidung yang menuju ke nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem
pertahanannya berupa sel-sel leukosit.
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial
bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear.3
Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama
akan membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi
hiperplasi adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana
dan sumbatan tuba eustachius.1,2,3
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut
sehingga terjadi:1
a. Fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan
(prominen), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah
pasien tampak seperti orang bodoh
b. Faringitis dan bronkitis
c. Gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga
menimbulkan sinusitis kronik.
Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut
berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media
supuratif kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga akan menimbulkan
gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik
berkurang.1,2
Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
10
mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte
tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus
kapsul tonsil dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar kimfa
submandibula.1
Pada tonsilitis hiperplastik pembesaran disebabkan oleh
peningkatan seluruh struktur selular dari tonsil, sedangkan pada tonsil
yang fibrotik, sel-sel jaringan ikat relatif meningkat daripada unsur-unsur
sel yang lain. Tonsil hiperplastik pada anak menunjukkan aktivitas selular
yang tinggi dengan mitosis pada sejumlah besar sentrum germinativum.5
Adenoid dan tonsil biasanya terserang secara bersamaan. Akibat
pembesaran adenoid, aliran udara hidung mungkin tersumbat dalam
berbagai tingkat dan didapatkan suara “nasal”. Tonsil lingual tidak terlalu
sering terkena.5
IV. Gejala dan Tanda Klinik
Gejala tonsilitis kronis adalah pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan
beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di
tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.1,2
Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung
tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena
nafas lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara
menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula, sleep apnea symptoms,
dan maloklusi. Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak
sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu
besar menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi
otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negatif. Pasien
yang datang dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher, dan suara
yang berubah, merupakan tanda-tanda terdapat suspek abses peritonsiler.2,3
11
Pada umumnya, terdapat dua gambaran yang secara menyeluruh
berbeda yang tampaknya cocok dimasukkan kategori tonsilitis kronik.
Pada satu jenis tonsila membesar, dengan adanya hipertrofi dan jaringan
parut. Sebagian kripte tampak mengalami stenosis, tapi eksudat, yang
seringkali purulen. Pada beberapa kasus satu atau dua kripte membesar
dan suatu bahan “seperti keju” atau “seperti dempul” amat banyak dapat
diperlihatkan dari kripte.2
Gambaran klinis lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,
biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai “kuburan”
dengan tepi hiperemis, sedikit sekret purulen yang tipis. Biakan tonsila
dengan penyakit kronik biasanya beberapa organisme yang virulensinya
relatif rendah dan pada kenyataannya jarang menunjukkan
streptokokusbeta hemolitikus.2
V. Pemeriksaan Penunjang1,2,5
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Usap tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram
3. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid,
untuk melihat adanya pembesaran pada adenotonsilitis kronis.
VI. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik : 1,3,5
1. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya
gerakan palatum mole pada waktu fonasi.
2. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior. (pada anak biasanya sulit)
3. Pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid berupa perabaan
nasofaring dengan jari
4. Pemeriksaan radiologik dengan membuat x-foto soft tissue
nasofaring radio adenoid, untuk melihat adanya pembesaran pada
adenotonsilitis kronis.
12
VII. Terapi
Terapi pasti untuk tonsilitis kronik adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk
meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian
penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari, dan usaha untuk
membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran
jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronik atau
berulang. Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau
obat isap.1,2
Pada hipertrofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi
dengan cara kuretase memakai adenotom. Pada keadaan dimana terdapat
adenotonsilitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun selama dua
tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi
adenotonsilektomi dengan cara kuretase.2,3
Indikasi adenotonsilektomi :
- Fokal infeksi
- Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang
lain, contoh : sakit menelan.
A. Indikasi tonsilektomi :
The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck
Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wallaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
13
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan
berbicara, dan cor pulmonale.
4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A
streptococcus beta hemolyticus
6. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
7. Otitis media efusa / otitis media supuratif
Selain indikasi diatas dapat dibedakan adanya indikasi absolut dan
indikasi relatif. Indikasi absolut merupakan indikasi yang pasti pada
tonsilektomi. Sedangkan indikasi relatif sebagai pertimbangan dokter
untuk memberi keputusan perlunya tindakan pembedahan.
Indikasi Absolut :
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang
kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan
penurunan berat badan penyerta
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya
Indikasi Relatif :2
1. Serangan tonsilitis berulang yang tercatat (walaupun telah
diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat)
2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus
menetap dan patogenik (keadaan karier)
3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya
penelanan)
14
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap 6 bulan setelah infeksi
mononukleosis (biasanya pada dewasa muda)
5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang
berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan
pengendalian antibiotik yang buruk
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons
terhadap penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda)
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan
abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan
napas bagian atas
8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan
adenopati servikal persisten
B. Indikasi adenoidektomi :1
1. Sumbatan
- Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut
- Sleep apnea
- Gangguan menelan
- Gangguan berbicara
- Kelaianan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)
2. Infeksi
- Adenoiditis berulang / kronik
- Otitis media efusi berulang / kronik
- Otitis media akut berulang
Indikasi Adenoidektomi berdasarkan satu atau lebih keadaan di
bawah ini :2
1. Obstruksi jalan napas bagian atas kronis denan akibat
gangguan tidur, kor pulmonale, atau sindrom apnea waktu
tidur.
15
2. Nasofaringitis purulen kronis walaupun penatalaksanaan
medik adekuat.
3. Adenoiditis kronis atau hipertrofi adenoid berhubungan
dengan produksi dan persistensi cairan telinga tengah (otitis
media serosa atau otitis media mukosa)
4. Otitis media supuratif akut rekuren yang tidak mempunyai
respons terhadap penatalaksanaan medik dengan antibiotik
profilaksis.
5. Kasus-kasus otitis media supuratifa kronis tertentu pada
anak-anak dengan hipertrofi adenoid penyerta.
6. Curiga keganasan nasofaring (hanya biopsi)
Kontraindikasi tonsilektomi adalah di bawah ini :
1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang
2. Infeksi sistemik atau kronis
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi
5. Rinitis alergika
6. Asma
7. Diskrasia darah
8. Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk
tumbuh
9. Tonus otot yang lemah
10. Sinusitis
VIII. Komplikasi
Komplikasi adenoiditis kronik adalah : faringitis, bronkitis, sinusitis
kronik, otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan akhirnya
terjadi otitis media supuratif kronik. Sedangkan komplikasi Tonilitis
kronik : Rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara perkotinuitatum, dan
16
komplikasi secara hematogen atau limfogen (endokarditis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, furunkulosis).1
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.1
Komplikasi dibedakan menjadi
- Komplikasi lokal : Abses peritonsil (Quinsy), Abses
parafaringeal, Otitis media akut.
- Komplikasi sistemik : glumerulonephritis, miokarditis,
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik.
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila
pengerukan adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan
terjadi kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral
maka torus tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba
eustachius dan akan timbul tuli konduktif.1
IX. Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam jika pengobatan adekuat dan
kebersihan mulut baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi E A, Iskandar N, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
2. Adam, Gl. Boies LR. Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6
Jakarta: EGC. 1997.
3. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 2001.
4. Bull D. Blackwell science. Lecture Note. Disease of the ear, nose and
throart. Ed.9. Blackwell science. 2002.
5. Ballenger J. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan leher
Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara Publisher. 2009.
6. Pudjiadi A H, Hegar B, Handryastuti S, Editor. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2011.
7. Faqih D M, Paranadipa M,Trisna D V, Editor. Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : IDI
Departemen Kesehatan Republlik Indonesia. 2013
18