Laporan_DTPI

47
BAB I PRAKTIKUM PEMBEKUAN IKAN 1.1 Pendahuluan Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan/pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Salah satu pengawetan ikan dengan suhu rendah adalah pembekuan. Pembekuan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan ikan harus dilakukan menurut garis-garis tertentu, sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan yang dilakukan akan justru merusak ikan.Fungsi pembekuan adalah menurunkan aktivitas mikrobia dan enzimatis dalam tubuh ikan untuk memperpanjang masa simpan dan memperlambat aktivitas penurunan mutu produk ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti sedia kala. Ikan-ikan yang dibekukan untuk dikonsumsi mentah (sashimi) mutlak memerlukan terpeliharanya sifat-sifat ikan segar yang dibekukan, agar ikan beku yang dilelehkan tidak dapat dibedakan dari ikan segar. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan.Tujuan dilakukannya pembekuan yaitu untuk mengawetkan ikan agar waktu daya simpannya lebih lama. 1

description

ikan

Transcript of Laporan_DTPI

Page 1: Laporan_DTPI

BAB I

PRAKTIKUM PEMBEKUAN IKAN

1.1 Pendahuluan

Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan/pemindahan

panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Salah satu pengawetan ikan dengan suhu rendah adalah

pembekuan. Pembekuan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold

storage). Pembekuan ikan harus dilakukan menurut garis-garis tertentu, sebab jika tidak

dilakukan dengan semestinya, pembekuan yang dilakukan akan justru merusak ikan.Fungsi

pembekuan adalah menurunkan aktivitas mikrobia dan enzimatis dalam tubuh ikan untuk

memperpanjang masa simpan dan memperlambat aktivitas penurunan mutu produk ikan.

Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada

waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti

sedia kala. Ikan-ikan yang dibekukan untuk dikonsumsi mentah (sashimi) mutlak

memerlukan terpeliharanya sifat-sifat ikan segar yang dibekukan, agar ikan beku yang

dilelehkan tidak dapat dibedakan dari ikan segar. Keadaan beku menghambat aktivitas

bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang

hanya didinginkan.Tujuan dilakukannya pembekuan yaitu untuk mengawetkan ikan agar

waktu daya simpannya lebih lama.

1.2 Tinjauan Pustaka

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) disebut juga ikan petrus (saint peter fish) yang

merupakan ikan konsumsi air tawar, dengan fisik tubuh yang memanjang dan pipih ke

samping,warna sisik putih kehitaman, Ikan Nila merupakan ikan omnivora, pemakan

plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat

dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air. Telur ikan Nila berbentuk bulat berwarna

kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah, ikan Nila betina dapat

mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir, tergantung pada ukuran tubuhnya. Ikan Nila

mempunyai kebiasaan yang unik setelah memijah, induk betinanya mengulum telur-telur

yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini disebut mouth breeder (pengeram

1

Page 2: Laporan_DTPI

telur dalam mulut). Ikan Nila berasal dari Sungai Nil dan telah tersebar ke Negara tropis dan

sub tropis. Bibit ikan Nila secara resmi didatangkan ke Indonesia pada tahun 1969 oleh Balai

Penelitian Perikanan Air Tawar. Ikan Nila disukai karena memiliki daging yang tebal seperti

ikan Kakap Merah. Ikan Nila dengan ukuran berat 500-700 g/ekor bernilai ekonomis bagus

dan karena dagingnya yang tebal, ikan Nila sangat memiliki potensial untuk diproses fillet.

Sebagian besar tubuh ikan (60-80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel,

jaringan, dan ruangan-ruangan antarsel. Cairan itu berupa larutan koloid encer yang

mengandung berbagai macam garam (terutama kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian

besar dari cairan itu ( +67% ) berupa free water dan selebihnya ( + 5% ) berupa bound water.

Bound water merupakan air yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh

ikan.

Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih rendah yaitu jauh di bawah titik beku

ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada

waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti

sedia kala. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan

beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. Ikan mulai membeku

pada suhu antara -0,60C sampai -20C, atau rata-rata pada -10C. Pada suhu -120C, kegiatan

2

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Osteichtyes

Ordo: Perciformes

Famili: Cichlidae

Genus: Oreochromis

Spesies: Oreochromis

niloticus

Page 3: Laporan_DTPI

bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses kimia enzimatis masih terus berjalan. Yang

mula-mula membeku adalah free water, disusul oleh bound water. Pembekuan dimulai dari

bagian luar, bagian tengah membeku paling akhir.

Kenyataannya sangat sulit sekali membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada

ikan, karena air terikat (bound water) sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang

sangat rendah, serta sulit dicapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika pembekuan

sudah mencapai -120C hingga 300C sudah dinggap cukup. Suhu tempat keseluruhan yang ada

di dalam tubuh ikan membeku disebut eutectic point, jika suhu telah mencapai antara-550C

hingga -650C. Kematian bakteri akibat pembekuan, karena :

1. Sebagian besar air di dalam tubuh ikan, baik bebas maupun terikat telah berubah

menjadi es akibatnya bakteri kesulitan menyerap makanan dalam bentuk larutan.

2. Cairan di dalam sel bakteri akan ikut membeku dan volumenya bertambah

sehingga dinding sel pecah dan menyebabkan kematian bakteri.

3. Suhu yang sangat rendah menyebabkan bakteri yang tidak tahan terhadap suhu

rendah akan mati.

Berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest time

tidak lebih dari dua jam.

2. Pembekuan lambat (slow freezing atau sharp freezing) yaitu bila thermal arrest

time lebih dari dua jam. Memberikan ikan harus dilakukan dengan quick freezing.

Kristal-kristal es yang terbentuk selama pembekuan berbeda ukurannya, tergantung

kepada kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di

dalam jaringan daging ikan. Jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal

yang keluar akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang lolos sebagai drip.

Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak

jaringan daging ikan, sehingga tekstur daging ikan yang setelah dicairkan menjadi kurang

baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.

Ikan yang dibekukan dengan pembekuan lambat tidak dapat digunakan untuk olahan

selanjutnya terutama pengalengan, pengasapan, dan lain sebagainya. Proses pembekuan

3

Page 4: Laporan_DTPI

lambat akan mengakibatkan pembentukan kristal es yang besar, dapat merusak dinding sel

sehingga ikan banyak kehilangan cairan dalam jumlah besar pada saat ikan beku dilelehkan.

Semakin kecil ukuran kristal yang terbentuk, kerusakan dinding sel semakin sedikit dan

cairan yang hilang pun sedikit.

Cara mempersiapkan ikan untuk dibekukan tergantung pada bentuk apa yang dikehendaki

dengan pembekuan itu. Hal tersebut ditentukan berdasarkan situasi pemasarannya. Ikan dapat

disiapkan dalam bentuk :

a. Whole ( utuh )

b. Gill dan Gutted ( dibuang insang dan isi perutnya )

c. Fillet steak, stick, loin, dan sebagainya.

Selain itu, ikan dapat dapat dibekukan dalam bentuk :

a. Individual (tunggal, satu ekor atau satu potong daging), dan

b. Blok (beberapa ekor atau beberapa potong ikan menjadi satu blok)

Metode pembekuan ikan, yaitu :

a. Natural Convection Freezing

b. Forced Convection Freezing

Penggunaan udara dinginyang ditiupkan atau gas lain dengan suhu rendah kontak

langsung dengan makanan, misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast),

terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-

lain.

c. Liquid Immersion Freezing

Perendaman langsungmakanan ke dalam cairan pendingin, atau menyemprotkan

cairan pendingin di atas makanannya (misalnya nitrogen cair dan freon, larutan

gula atau garam).

d. Contact Freezing

Misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), di mana makanan atau cairan

yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan, silindris) yang

telah didinginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin (alat pembeku

berlempeng banyak).

4

Page 5: Laporan_DTPI

e. Cryogenic Freezing

Pembekuan yang menggunakan cryoprotectan yang bertujuan untuk mengurangi

denaturasi protein dan biasanya untuk pengawetan sperma dan telur.

Waktu pembekuan adalah waktu yang diperlukan untuk menurunkan suhu produk dari

suhu awal hingga mencapai suhu tertentu pada bagian tengah produk. Kebanyakan, tata cara

pembekuan menetapkan bahwa rata-rata atau keseimbangan suhu ikan setara dengan suhu

penyimpanan di dalam cold storage. Oleh karena itu, suhu final bagian tengah ikan harus

dipilih sebagai acuan dalam menetapkan agar rata-rata suhu ikan sama dengan suhu

penyimpanan. Faktor-faktor yang menentukan koefisien transfer panas keseluruhan dan

waktu pembekuan, yaitu :

a. Jenis freezer, sangat mempengaruhi pada waktu pembekuan.

b. Suhu kerja, semakin rendah suhu freezer semakin cepat ikan membeku.

c. Kecepatan udara di dalam air blast freezer, waktu pembekuan akan berkurang

jika kecepatan udara ditingkatkan.

d. Suhu produk sebelum pembekuan, semakin rendah suhu produk maka semakin

cepat proses pembekuan berlangsung. Biasanya pada penanganan ikan harus

didinginkan terlebih dahulu selain mencegah kerusakan selama proses juga untuk

mempercepat proses pengeringan.

e. Tebal produk, semakin tebal produk maka proses pembekuan akan berlangsung

semakin lambat.

f. Bentuk produk, bentuk ikan dan kemasan berpengaruh terhadap waktu

pembekuan.

g. Luas permukaan persinggungan dan kepadatan produk, di dalam plate freezer

persinggungan yang buruk antara produk dengan pelat pembeku akan

meningkatkan kecepatan pembekuan.

h. Pengepakan produk, cara pengepakan, jenis, dan tebal bahan kemasan dapat

berpengaruh terhadap kecepatan pembekuan. Udara yang terperangkap di antara

produk dan kemasan sering menjadi penghambat pemindahan panas yang lebih

besar dari bahan kemasan itu sendiri.

5

Page 6: Laporan_DTPI

i. Jenis ikan, semakin tinggi kandungan lemak ikan maka semakin rendah

kandungan airnya.

Penanganan ikan setelah pembekuan, yaitu :

1. Glazing

Yaitu pemberian selimut es (glaze) pada ikan beku dengan cara menyemprotkan,

menyapukan air, atau mencelupkan ikan ke dalam air yang bertujuan untuk mengurangi

dehidrasi dan oksidasi. Selubung es juga melindungi kontak dengan udara sehingga

oksidasi dapat dikurangi. Jumlah selubung es tergantung pada faktor waktu glazing,

bentuk produk, suhu ikan, suhu air, dan ukuran produk.

Glazing yang dilakukan pada ikan bersuhu -300C atau lebih rendah akan

menghasilkan selubung es yang retak-retak akibat tekanan thermal selama

pembentukan es dan mudah lepas dalam penanganan berikutnya. Ikan yang

dicelupkan terlalu lama di dalam air, menyebabkan selubung es yang terbentuk

menjadi tebal tetapi lunak dan mudah lepas.

Pemberian glazing yang baik sangat bermanfaat terutama jika

penyimpanan dan pengangkutan kurang baik penanganannya. Glazing yang buruk

mengakibatkan pelelehan sebagian dari pembekuan secara perlahan di dalam cold

storage dan akan menghasilkan kerugian yang lebih besar.

2. Pengepakan

Pengemasan perlu dilakukan tidak saja untuk melindungi produk, tetapi

juga untuk meningkatkan nilai estetika sehingga meningkatkan daya tarik

terhadap konsumen. Kemasan yang digunakan harus kedap udara untuk

mengurangi terjadinya oksidasi produk, kemasan juga harus dapat menahan uap

air agar dapat mencegah penguapan produk selama penyimpanan.

Bahan-bahan yang dapat dipakai sebagai kemasan untuk ikan dapat berupa

karton berlapis lilin atau berlapis plastik, yang dipakai dengan atau tanpa kemasan

dalam atau pelapis dalam. Kemasan khusus plastik dan aluminiumfoil juga banyak

dipakai. Ikan yang dibekukan dalam blok besar untuk diproses setelah

penyimpanan, sebaiknya diselimuti es dan tidak dikemas.

6

Page 7: Laporan_DTPI

3. Pemindahan ke Dalam Cold Storage

Waktu antara pembongkaran dari freezer dan memasukkan ke dalam cold

storage harus cepat. Suhu permukaan produk dapat meningkat dengan cepat

sehingga akan meleleh terutama ikan-ikan kecil, fillet, dan udang. Setiap proses

yang dilakukan antara pembekuan, dan penyimpanan harus dilakukan di ruang

yang dingin jauh dari matahari, sinar lampu yang kuat, pemanas ruangan, dan lain

sebagainya.

4. Pelelehan (Thawing)

Pelelehan dilakukan sesaat sebelum ikan dipakai atau untuk

diperdagangkan dalam bentuk segar. Saat pelelehan, ikan kehilangan sebagian

beratnya dalam bentuk drip (cairan yang keluar dari tubuh ikan setelah proses

thawing dilakukan biasanya kaya akan nutrisi). Banyaknya drip dalam pelelehan

akan menghasilkan ikan yang bermutu rendah karena sebagian unsur gizi juga

ikut hilang.

1.3 Metodologi Praktikum

1.3.1 Alat dan Bahan

Alat : Pisau ( 1 buah )

Plastik ( 1 buah )

Nampan ( 1 buah )

Freezer

Bahan : Ikan nila ( 1 ekor )

1.3.2 Cara Kerja

a. Letakkan ikan Nila pada nampan.

b. Amati organoleptik pada ikan Nila.

c. Bersihkan sisik ikan tersebut.

d. Buang sirip dorsal, pectoral, dan ventral.

e. Potong ikan di bagian posterior operculum secara vertical.

f. Beri jarak 2-3 cm dan potong kembali sehingga didapatkan steak.

7

Page 8: Laporan_DTPI

g. Ulangi hingga daging bagian caudal.

h. Cuci dan bersihkan organ pencernaan.

i. Bungkus dengan plastik hingga kedap udara.

j. Letakkan pada freezer -200C dengan posisi vertikal.

1.3.3 Hasil dan pembahasan

No Spesifikasi NilaiHasil

Sebelum Sesudah

1. Kenampakan

a. Mata

Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. 9 √

Cerah, bola mata rata, kornea jernih. 8

Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan,

kornea agak keruh.7

Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan,

kornea agak keruh6

Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea

agak keruh5

Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih

susu, kornea keruh.3

Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning 1

b. Insang

8

Page 9: Laporan_DTPI

Warna merah cemerlang, tanpa lendir. 9

Warna merah agak cemerlang, tanpa lendir. 8 √

Warna merah agak kusam, tanpa lendir 7

Warna merah agak kusam, sedikit lendir 6 √

Mulai ada perubahan warn, merah kecoklatan, sedikit

lender.5

Merah coklat, lender tebal. 3

Merah coklat ada sedikit putih, lender tebal. 1

c. Lendir Permukaan Badan

Lapisan lender jernih, transparan, mengkilat cerah 9 √

Lapisan lender jernih, transparan, cerah, belum ada

perubahan warna.8

Lapisan lender mulai agak keruh, kurang transparan,

warna agak putih.7

Lapisan lender mulai keruh, kurang transparan, warna

putih agak kusam.6

Lender tebal menggumpal, mulai berubah warna

putih, keruh.5

Lender tebal menggumpal, putih kuning. 3

Lender tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan. 1

2. Daging (Warna dan Kenampakan)

Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak

ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding

perut daging utuh.

9

Sayatan daging cemerlang, spesifik jenis, tidak ada

pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut

daging utuh.

8

Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik

jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang

belakang, dinding perut daging utuh.

7

9

Page 10: Laporan_DTPI

Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan

sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak.5

Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali di

sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak3

Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas

sekali di sepanjang tulang belakang, dinding perut

sangat lunak

1

3. Bau

Sangat segar, spesifik jenis 9

Segar, spesifik jenis 8 √ √

Netral 7

Tercium bau amoniak, sedikit bau asam 5

Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas 3

Bau busuk jelas 1

4. Tekstur

Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek

daging dari tulang belakang.9

Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit

menyobek daging dari tulang belakang.8

Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit

menyobek daging dari tulang belakang.7

Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari,

agak mudah menyobek daging dari tulang belakang.5

Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah

menyobek daging dari tulang belakang.3

Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan,

mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.1

Pembekuan yang dilakukan dalam praktikum ini merupakan pembekuan

lambat (slow freezing) yaitu proses pembekuan dimana thermal arrest period lebih

10

Page 11: Laporan_DTPI

dari dua jam. Dengan demikian, pada saat pencairan kembali (thawing), ikan yang

dibekukan secara lambat kurang mampu mengisap cairan tubuh yang keluar (drip)

selama pencairan kembali dikarenakan dalam proses pembekuan lambat terbentuk

kristal-kristal es berukuran besar yang dapat merusak jaringan tubuh ikan.

Akibatnya, tekstur badan ikan menjadi berongga-rongga (honeycombed) dan ikan

menjadi lunak dan rapuh setelah mengalami proses thawing sehingga hal ini

sangat merugikan karena kandungan gizi berkurang.

1.4 Kesimpulan

Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan atau

pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Pada dasarnya, proses pendinginan dan

pembekuan ikan mempunyai prinsip yang sama yaitu mengurangi dan menghentikan

sama sekali aktivitas penyebab kebusukan. Perbedaannya terletak pada suhu akhir yang

digunakan, yaitu pada proses pendinginan 0oC sedangkan pada pembekuan suhu akhirnya

dapat mencapai -45oC.Pembekuan ikan harus dilakukan menurut garis-garis tertentu,

sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan yang dilakukan akan justru

merusak ikan.

BAB II

11

Page 12: Laporan_DTPI

PRAKTIKUM PENANGANAN IKAN SECARA TRADISIONAL

2.1 Pendahuluan

Fermentasi ikan merupakan proses degradasi produk perikanan dengan memanfaatkan

mikrobia, baik indigenous ataupun starter, untuk mendapatkan suatu produk dengan ciri khas

tertentu. Salah satu contoh hasil fermentasi ikan yaitu kecap ikan. Kecap ikan memiliki cita

rasa yang berbeda dengan kecap yang dibuat dari kacang kedelai. Warnanya bening

kekuningan sampai cokelat muda dengan rasa asin yang relatif serta banyak mengandung

senyawa-senyawa nitrogen. Selain komponen nitrogen, kecap ikan juga mengandung mineral

yang penting bagi tubuh, contohnya garam NaCl atau garam kalsium.

Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang

menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan

merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu tertentu di

dalam suatu wadah.

Pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena pebedaan kandungan uap

air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk

mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan

enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali.

Salah satu contoh pengeringan adalah dendeng. Dendeng adalah ikan semi kering dengan

penambahan bumbu.Pengolahan ikan tradisional seperti pengeringan bertujuan untuk

mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan

enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali ;

pemindangan bertujuan untuk pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan

teknik penggaraman dan pemanasan ; dan fermentasi yang bertujuan untuk menghasilkan

suatu produk dengan bentuk dan sifat yang sama sekali berbeda (berubah) dari keadaan

awalnya.

2.2 Tinjauan Pustaka

12

Page 13: Laporan_DTPI

Lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah dikenali

karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki "kumis" yang panjang,

yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Lele tidak pernah ditemukan di air payauatau air

laut, kecuali lele laut yang tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda (Ariidae).

Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang

tergenang air. Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan

selokan pembuangan.Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada

malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di

alam, ikan lele memijah pada musim penghujan.Lele dikembangbiakkan di Indonesia untuk

konsumsi dan juga untuk menjaga kualitas air yang tercemar. Seringkali lele ditaruh di

tempat-tempat yang tercemar karena bisa menghilangkan kotoran-kotoran. Lele yang ditaruh

di tempat-tempat yang kotor harus diberok terlebih dahulu sebelum siap untuk dikonsumsi.

Diberok itu ialah maksudnya dipelihara pada air yang mengalir selama beberapa hari dengan

maksud untuk membersihkannya.Kadangkala lele juga ditaruh di sawah karena memakan

hama-hama yang berada di sawah. Lele sering pula ditaruh di kolam-kolam atau tempat-

tempat air tergenang lainnya untuk menanggulangi tumbuhnya jentik-jentik nyamuk.

Klasifikasi Ilmiah

Kingdo

m

Animalia

Phylum Chordata

Class Actinopterygii

Ordo Siluriformes

Famili Clariidae

Genus Clarias

Spesies Clarias bathracus

13

Page 14: Laporan_DTPI

Ikan tongkol merupakan salah satu ikan konsumsi air laut yang berukuran sedang;

panjang maksimum sekitar 100 cm FL (fork length), namun umumnya hanya sekitar 60 cm.

Punggung berwarna biru gelap metalik, dengan pola coret-coret miring yang rumit mulai dari

pertengahan sirip punggung pertama ke belakang; sisi badan dan perut putih keperakan,

dengan bercak-bercak khas berwarna gelap di antara sirip dada dan sirip perut, yang tidak

selalu ada. Tanpa sisik, kecuali di wilayah corselet dan gurat sisi, dagingnya tebal, dan warna

dagingnya merah tua. Dalam perdagangan internasional dikenal sebagai kawakawa, little

tuna, mackerel tuna, atau false albacore. Ikan ini umumnya ditangkap bercampur dengan

jenis lain. Alat tangkap yang digunakan terutama adalah jaring insang, dan juga pancing

tonda. Kadang-kadang ikan ini didapat pula lewat pengoperasian pukat pantai atau pancing

rawai.Tongkol diperniagakan dalam bentuk ikan segar, ikan beku, dan dikalengkan. Juga

dalam rupa-rupa ikan olahan: dikeringkan, diasinkan, diasap, atau dipindang. Dagingnya

berkualitas baik bila segar, namun dengan cepat akan memburuk bila tidak ditangani dengan

baik.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Perciformes

Famili: Scombridae

Genus: Euthynnus

Spesies: E. affinis

Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis

atau semibiologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-

senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein

ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptide, kemudian asam-asam amino

akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam

pembentukan cita rasa produk.

Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis pada

prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan, yaitu :14

Page 15: Laporan_DTPI

a. Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan

peda, kecap ikan, terasi, dan bekasam.

b. Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan

silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionate dan format.

c. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan

silase ikan menggunakan asam-asam kuat.

d. Fermentasi menngunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan

bekasam dan chao teri.

Produk fermentasi yang menggunakan kadar garam tinggi mengakibatkan rasa asin,

sehinga protein yang diambil hanya sedikit. Cara pengolahan dengan menggunakan prinsip

fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah proses fermentasi bakteri asam laktat. Pada

proses fermentasi bakteri asam laktat juga ditambahkan garam sebagai perangsang

pertumbuhan bakteri asam laktat. Fermentasi asam laktat pada ikan merupakan gabungan

dari fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat, contoh produk fermentasi asam laktat

di antaranya adalah wadi, bekasam, ronto, dan chao teri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi, yaitu :

a. Suhu

Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi dan

menentukan macam mikroorganisme yang dominan dalam fermentasi.

b. Oksigen

Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin

untuk memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap

mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan

atau membentuk sel-sel baru dan untuk fermentasi.

c. Substrat

Substrat (makanan) yang dibutuhkan oleh mikroba untuk kelangsungan

hidupnya berhubungan erat dengan komposisi kimianya. Kebutuhan

mikroorganisme akan substrat juga berbeda-beda. Ada yang memerlukan

substrat lengkap dan ada pula yang tumbuh subur dengan substrat yang sangat

sederhana. Hal itu karena beberapa mikroorganisme ada yang memiliki sistem

15

Page 16: Laporan_DTPI

enzim (katalis biologis) yang dapat mencerna senyawa-senyawa yang tidak

dapat dilakukan oleh mikroorganisme lain.

d. Air

Mikroorganisme tidak dapat tumbuh tanpa adanya air. Air dalam substrat

yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dinyatakan dalam istilah

water activity atau aktivitas air = aw, yaitu perbandingan antara tekanan uap

dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada suhu yang sama.

Produk fermentasi hasil perikanan dapat mengalami kerusakan jika tahapan yang

dilakukan tidak tepat. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan enzim

menjadi tidak aktif dan pertumbuhan bakteri yang diinginkan menjadi terhambat. Apabila

suhu terlalu rendah akan mengakibatkan bakteri yang tidak kita inginkan tumbuh. Kadar

garam yang tidak sesuai dengan pertumbuhan bakteri halofilik mengakibatkan bakteri

proteolitik tidak dapat tumbuh, justru bakteri pembusuk yang akan tumbuh. Di samping itu,

alat-alat yang digunakan harus steril demikian juga pada saaat proses pengolahan. Jadi, yang

tumbuh hanya mikroorganisme yang diinginkan bukan bakteri pembusuk dan patogen yang

justru tmbuh sehingga mengakibatkan kerusakan pada produk fementasi.

Kecap ikan sebagai salah satu produk hasil fermentasi ikan. Kecap ikan memiliki cita

rasa yang berbeda dengan kecap yang dibuat dari kacang kedelai. Warnanya bening

kekuningan sampai cokelat muda dengan rasa asin yang relatif serta banyak mengandung

senyawa-senyawa nitrogen. Selain komponen nitrogen, kecap ikan juga mengandung mineral

yang penting bagi tubuh, contohnya garam NaCl atau garam kalsium.

Kecap ikan mempunyai kandungan gizi tinggi karena mengandung nitrogen. Pada proses

pengolahan kecap protein ikan akan terhidrolisis. Berdasarkan hasil penelitian selama proses,

amino nitrogen akan mengalami peningkatan tetapi akan terjadi penurunan total nitrogen.

Amino nitrogen merupakan unsur gizi yang baik untuk tubuh karena mudah dicerna.

Mikroba yang telah berhasil diisolasi dari produk kecap ikan antara lainbakteri halofilik,

kapang, dan khamir. Kapang yang ditemukan seperti Cladosporium herbarum, Aspergillus

fumingatus, dan Penicillium notatum. Sedangkan dari jenis khamir berupa Caudida clausenii.

Beberapa jenis bakteri yang berperan dalam tahapan pembuatan kecap ikan, yaitu :

a. Pada awal fermentasi

16

Page 17: Laporan_DTPI

Bacillus sp, terutama B. coagulane, B. megaterium, dan B. sublitis.

b. Pada pertengahan fermentasi

Staphylococcus epidermis, B. lincheniformis, Micrococcus calpogenes.

c. Pada akhir fermentasi

M.varians, dan M. saprophyticus.

Beberapa jenis bakteri tersebut baik secara tunggal maupun bersama akan menghasilkan

enzim yang mampu mendegradasi komponen dalam tubuh ikan dan menghasilkan senyawa

yang khas pada produk kecap ikan. Jumlah mikroba yang ada pada kecap akan berkurang

semakin lamanya proses fermentasi. Hal itu terjadi karena terbentuknya asam.

Selama proses fermentasi kecap ikan akan terjadi aktivitas enzim protease, lipase, dan

amylase. Enzim-enzim tersebut diproduksi oleh mikroba yang berperan dalam proses

fermentasi. Enzim yang membantu dalam proses pengolahan kecap adalah enzim yang sudah

terdapat pada jaringan ikan yaitu tripsin, katepsin, dan sebagainya.

Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan

ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan

dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di

dalam suatu wadah. Wadah itu digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau

pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran.

Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan,

sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri

pembusuk dan patogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan

tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lebih lezat dan lebih

awet ketimbang ikan masih segar.

Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk

menilai mutu ikan pindang yaitu dengan menilai mutu sensorisnya. Memang ada cara

pengujian lain yang lebih objektif, yaitu pengujian kimia dan mikrobiologis. Namun, kedua

cara pengujian itu hanya untuk melengkapi mutu sensoris. Minimal emapat parameter

sensoris yang dinilai, yaitu :

a. Rupa dan Warna

17

Page 18: Laporan_DTPI

Ikan utuh tidak patah, mulus tidak terluka atau lecet, bersih, tidak terdapat benda

asing, tidak ada endapan lemak, garam atau kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap

jenis, cemerlang, tidak berjamur, dan tidak berlendir

b. Bau

Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik,

masam, basi atau busuk.

c. Rasa

Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin, rasa asin merata, dan tidak ada rasa

asin.

d. Tekstur

Daging pindang kompak, padat, cukup kering, dan tidak berair atau tidak basah

(kesat).

Daya awet ikan pindang tergolong pendek. Ikan pindang cue hanya bertahan 2-3 hari.

Pindang garam biasanya lebih awet, yaitu sampai 2 minggu tanpa perubahan berarti.

Kerusakan awal pada ikan pindang terlihat dengan mulai berlendir, lembek, dan lengket.

Banya pun menjadi tidak sedap. Kerusakan selanjutnya makin hebat, yaitu tumbuh jamur. Di

dalam kondisi tersebut, pindang tidak layak lagi dikonsumsi.

Untuk memperpanjang daya awet, salah satunya dengan melakukan perebusan ulang

dalam larutan garam 15% selama 10-15 menit setiap 2 hari sekali. Namun, perlakuan

tambahan tersebut berpengaruh kurang baik, yaitu tekstur menjadi agak liat dan kenyal atau

sedikit keras, lebih asin, kenampakan kurang menarik, dan warna agak gelap atau kecoklatan.

Daya awet dapat diperpanjang dengan menyimpannya dalam ruang yang dingin (cold

storage).

Cara lain untuk memperpanjang daya awet ikan pindang dengan menggunakan kunyit

dan asam pada waktu perebusan. Masing-masing bahan tersebut digunakan sebanyak 2,5%

dari berat ikan yang diolah dengan cara ditambahkan ke dalam larutan garam perebus.

Dengan cara itu, pindang cue dapat bertahan 4-10 hari. Penggunaan bahan pengawet kalium

sorbat sebanyak 1% dari berat ikan pindang dapat memperpanjang daya awet hingga 2

minggu. Akan tetapi, dosis tidak boleh lebih tinggi dari 1% karena efeknya kurang baik.

18

Page 19: Laporan_DTPI

Dasar pengeringan adalah terjadinya pengaupan air ke udara karena perbedaan

kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Kemampuan udara

membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembapan nisbi udara pengering

dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat proses

pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang tidak mengalir

menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan semakin jenuh sehingga

pengeringan semakin lambat.

Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan

mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau

bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan mempunyai waktu

simpan lebih lama.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan

dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan

udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa

ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.

Suhu yan semakin tinggi dan kecepatan aliran udara pengering semakin cepat akan

mengakibatkan proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi suhu udara

pengering semakin besar energi panas yang dibawa udara, sehingga semakin banyak jumlah

massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Kecepatan aliran udara

pengering semakin tinggi akan mengakibatkan semakin cepat pula massa uap air yang

dipindahkan dari bahan ke atmosfer.

Kelembapan udara berpengarauh terhadap proses pemindahan uap air. Apabila

kelembapan udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan

menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan ke luar.

Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaan akan semakin besar dengan

meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Peningkatan suhu juga menyebabkan

kecilnya jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan.

Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan dengan

menurunkan kelembapan nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan,

19

Page 20: Laporan_DTPI

sehingga tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap

air dari bahan ke udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan, yaitu :

1. Laju pemanasan waktu energi panas dipindahkan pada bahan

2. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air

3. Suhu maksimum pada bahan

4. Tekanan pada saat terjadinya penguapan.

Pengeringan ikan sebagai salah satu cara pengawetan yang paling mudah, murah, dan

merupakan cara pengawetan yang tertua. Dilihat dari segi penggunaan energi, pengeringan

dengan sinar matahari dapat dianggap tidak memerlukan biaya sama sekali. Pengeringan

akan bertambah baik dan cepat apabila sebelumnya ikan digarami dengan jumlah garam yang

cukup untuk menghentikan kegiatan bakteri pembusuk. Meskipun pengeringan itu akan

mengubah sifat daging ikan dari sifatnya ketika masih segar, tetapi nilai gizinya relatif tepat.

Kadar air yang mengalami penurunan akan mengakibatkan kandungan protein di dalam

bahan mengalami peningkatan.

Pengawetan ikan dengan pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dalam daging ikan

sampai batas tertentu, sehingga perkembangan mikroorganisme akan terhambat atau terhenti.

Perubahan yang terjadi dan merugikan dalam daging ikan juga akibat kegiatan enzim.

Proses pengeringan dapat meningkatkan daya awet ikan karena dapat disimpan cukup

lama dan dalam keadaan layak sebagai makanan manusia. Penggaraman yang dilakukan

sebelum pengeringan dimaksudkan untuk menarik air dari permukaan badan ikan dan

mengawetkan ikan sebelum tercapai tingkat kekeringan yang dapat

menghambat/menghentikan kegiatan-kegiatan mikroorganisme selama proses pengeringan

berlangsung. Kemudian dengan menjemurnya, sinar matahari akan melanjutkan pengeringan

sampai ikan cukup kering. Demikian juga yang terjadi pada pengeringan buatan, kadar air

dalam badan ikan dapat dikurangi sampai batas tertentu dalam waktu yang lebih cepat.

Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

bahan segarnya. Selama pengeringan juga terjadi perubahan antara lain warna,tekstur, dan

aroma. Meskipun perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan

memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pada

umumnya, ikan yang dikeringkan berubah warna menjadi cokelat. Perubahan warna tersebut

20

Page 21: Laporan_DTPI

dikarenakan rekasi browning. Reaksi browningnonenzimatis pada ikan yang paling sering

terjadi adalah reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, serta asam-asam amino

dengan gula pereduksi disebut juga reaksi Maillard. Reaksi antara asam-asam amino dengan

gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya.

Tubuh ikan mengandung 56%-80% air. Jika kandungan air ini dikurangi, bakteri

mengalami kesulitan dalam lingkungannya, yaitu dalam hal melarutkan makanan. Pada kadar

air 40%, bakteri sudah tidak bisa aktif, tetapi sporanya masih tetap hidup. Spora tersebut

akan tumbuh dan aktif lagi jika kadar air naik. Terbatasnya kadar air akan menyebabkan

enzim-enzim tidak aktif dan pertumbuhan mikrorganisme terhambat. Oleh karena itu, ikan

hampir selalu digarami sebelum dilakukan pengeringan untuk menghambat pembusukan

selama proses pengeringan.

Batas kadar air yang diperlukan kira-kira 30% atau setidak-tidaknya 40%, agar

perkembangan jasad-jasad pembusuk dapat terhenti/terhambat. Meskipun sudah cukup

kering, apabila tidak diikuti dengan langkah-langkah yang baik untuk mempertahankan

kekeringan, misalnya dengan cara pengepakan dan penyimpanan yang baik, kadar air akan

naik dengan cepat sampai 50% atau lebih sehingga mikroorganisme dapat aktif kembali.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan ikan, yaitu :

a. Luas permukaan ikan

Perbandingan antara luas permukaan dengan berat tergantung ukuran ikan.

Perbandingan tersebut menjadi lebih besar pada ikan yang kecil dan

sebaliknya lebih kecil pada ikan yang besar. Oleh sebab itu, ikan yang kecil

permukaan tubuhnya setelah disiangi relatif lebih luas dan dagingnya lebih

tipis sehingga lebih cepat kering, dibandingkan dengan ikan yang besar.

b. Kecepatan arus angin

Peningkatan kecepatan arus angin berakibat mempercepat proses pengeringan

ikan tertutama pada tingkat pengeringan constant rate period.

c. Wet bulb depression

21

Page 22: Laporan_DTPI

Kecepatan pengeringan ikan berbanding langsung dengan wet bulb depression

udara. Semakin besar nilai wet bulb depression semakin cepat proses

pengeringan ikan.

d. Sifat ikan

Ikan berlemak lebih sulit dikeringkan

2.3 Metodologi Praktikum

2.3.1 Alat dan Bahan

Alat : Pisau ( 1 buah )

Nampan ( 1 buah )

Saringan ( 1 buah )

Toples ( 1 buah )

Panci ( 1 buah )

Bahan : Ikan lele (Clarias bathracus)

Ikan tongkol (E.affinis)

Organ pencernaan ikan lele dan ikan tongkol

Garam

Bromelain (enzim dari nanas)

Papain (enzim dari papaya)

2.3.2 Cara Kerja

Dendeng Ikan

a. Bersihkan dan siangi ikan

b. Fillet ikan belly-off, skin-on

c. Rendam ikan dalam garam dan air (1:3) selama 10 jam

d. Letakkan daging ikan di nampan lalu jemur hingga kering

Pemindangan

a. Cuci bersih ikan tongkol

b. Campurkan garam dan air (1:3), lalu panaskan

c. Kukus ikan dengan air garam selama 30 menit

Kecap Ikan

22

Page 23: Laporan_DTPI

a. Hancurkan kecil-kecil kepala, tulang, dan isi perut ikan

b. Cuci bersih semuanya lalu timbang

c. Masukkan dalam toples

d. Tambahkan garam 20% dan ektrak papain atau bromelain 2% dari

berat

e. Tutup toples dengan rapat

f. Kocok toples agar semunya tercampur

g. Simpan dalam tempat yang teduh

2.3.3 Hasil dan Pembahasan

Dendeng Ikan

Pada praktikum ini pengeringan dendeng ikan menggunakan sinar

matahari dikarenakan dengan sinar matahari tidak diperlukan penanganan

khusus dan mahal tetapi hasil pengeringan pada dendeng ikan tidak

merata dan pengeringan dengan sinar matahari berjalan sangat lambat

akibatnya terjadi pembusukan sebelum ikan kering.

Pemindangan

Pada praktikum ini pemindangan ikan tongkol menghasilkan rasa

yang terlalu asin. Hal ini kemungkinan tingkat kesegaran ikan tongkol

23

Page 24: Laporan_DTPI

yang digunakan rendah sehingga dalam proses penetrasi garam ke dalam

daging ikan yang kurang segar berlangsung terlalu cepat akibatnya

menghasilkan ikan tongkol yang terlalu asin.

Kecap Ikan

Pada praktikum ini menunjukkan bahwa toples kecap ikan yang

berwarna merah dan terdapat penambahan enzim bromelain baunya

kurang sedap dibandingkan toples kecap ikan yang berwarna coklat dan

terdapat penambahan enzim papain. Hal ini dikarenakan pada proses

pembuatan toples kecap ikan yang berwarna merah, pengadukannya

garam kurang merata. Selain itu, kecap ikan yang adanya penambahan

enzim bromelin bermutu rendah dikarenakan dalam proses penguraian

protein dengan bantuan enzim bromelain terbentuk senyawa peptide

tertentu yang dapat menimbulkan rasa pahit dan bau yang kurang sedap.

2.4 Kesimpulan

Pengeringan ikan merupakan cara pengawetan yang tertua. Pada prinsipnya, pengeringan

merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kandungan air dari bahan. Proses

pengeringan selalu didahului dengan penggaraman. Beberapa faktor yang mempengaruhi

kecepatan pengeringan ikan, seperti luas permukaan ikan, ukuran ikan, kecepatan arus angin,

dan wet bulb depression. Teknik yang dapat diterapkan untuk mengeringkan ikan dengan

melalui teknik penjemuran.

Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang

menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan

merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam

suatu wadah yang digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan

24

Page 25: Laporan_DTPI

sekaligus sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran, garam yang digunakan

sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan

sebagian besar bakteri pada ikan terutama bakteri pembusuk dan patogen.

Fermentasi ikan merupakan proses degradasi produk perikanan dengan memanfaatkan

mikrobia, baik indigenous ataupun starter, untuk mendapatkan suatu produk dengan ciri khas

tertentu. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi meliputi oksigen,

suhu, air, dan substrat. Selama proses fermentasi kecap ikan akan terjadi aktivitas enzim

protease, lipase, dan amylase. Enzim-enzim tersebut diproduksi oleh mikroba yang berperan

dalam proses fermentasi. Enzim yang membantu dalam proses pengolahan kecap adalah

enzim yang sudah terdapat pada jaringan ikan yaitu tripsin, katepsin, dan sebagainya.

BAB III

25

Page 26: Laporan_DTPI

PENANGANAN IKAN SECARA MODERN ( SURIMI )

3.1 Pendahuluan

Surimi adalah bahan bahan setengah jadi/ midle product dari ikan yang

dilumatkan/dihaluskan hingga membentuk pasta yang bersifat fleksibel dan netral. Surimi

disebut juga dengan intermediate product. Surimi dapat diolah menjadi berbagai produk

seperti Baso ikan, Kamaboko, Imitation crab, Imitation shrimp. Surimi dapat disimpan lama

dalam kondisi beku. Surimi bertujuan untuk menyimpan lama bahan makanan dalam kondisi

beku hingga 1 tahun.

3.2 Tinjauan Pustaka

Surimi adalah bahan makanan dari ikan yang dilumatkan/dihaluskan hingga membentuk

pasta. Surimi dapat didefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang telah

mengalami proses penghilangan tulang (deboning), pencucian dan penghilangan sebagian

kadar air (dewatering) sehingga dikenal sebagai protein konsentrat basah (wet concentrate

protein) dari daging ikan (Okada, 1992).

Surimi bersifat fleksibel dan netral. Surimi disebut juga dengan intermediate product.

Kandungan pada surimi, yaitu 15% protein (miofibril, sarkoplasma, dan stroma), 1% lemak,

dan 7% Karbohidrat. Suhu beku surimi yaitu -20oC sampai -250C. Surimi dapat diolah

menjadi berbagai produk seperti Baso ikan, Kamaboko, Imitation crab, Imitation shrimp.

Surimi dapat disimpan lama hingga 1 tahun jika dalam kondisi beku.

Surimi berbeda dengan daging lumat. Dua pembeda antara daging lumat dengan surimi

ialah:

1. Gel-forming capacity (gelasi)

Gelasi merupakan untaian protein miofibril panjang sehingga membentuk struktur

3 dimensi air dan komponen lain menghasilkan viskoelastis gel. Semakin tinggi

gel, surimi semakin bagus.

2. Penambahan gula sebagai cryoprotectan

26

Page 27: Laporan_DTPI

Cryoprotectan bertujuan untuk mengurangi denaturasi protein. Selain gula, bahan

yang bisa digunakan sebagai cryoprotectan yaitu sorbitol dan sukrosa.

Jenis-jenis Surimi :

a. Ka-en surimi à dengan penambahan garam

b. Mu-en surimi à tanpa penambahan garam

c. Na-ma surimi à surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan.

Secara teknis semua jenis ikan dapat dibuat surimi. Daging ikan mempunyai kemampuan

untuk membentuk gel secara sempurna sehingga dapat menghasilkan tekstur yang elastis,

rasa enak dan penampakan putih (Miyake et al., 1985). Namun demikian, ikan berdaging

putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta kemampuan membentuk gel yang

bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik.

Jenis ikan yang ideal untuk surimi adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan gel

yang baik, karena kan berpengaruh terhadap elastisitas produk, sehingga kesegaran ikan

merupakan syarat utama (BBPMHP, 1987).

Dua unsur utama yang harus diperhatikan untuk menghasilkan surimi berkualitas baik

yaitu bahan baku berasal dari daging berwarna putih dan berkadar lemak rendah dengan

tingkat kesegaran tinggi. Selain itu faktor biologis seperti fase bertelur, musim dan ukuran

juga dapat mempengaruhi kualitas surimi yang dihasilkan (Mitchell, 1985).

Selama proses pembuatan surimi faktor utama yang perlu diperhatikan adalah suhu air

pencuci dan penggilingan daging. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian

tergantung pada suhu air pencuci yang akan berpengaruh terhadap kekuatan gel. Suhu air

yang lebih tinggi akan lebih banyak melarutkan protein larut air. Kekuatan gel terbaik

diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air bersuhu 10-15˚C (Schawrz dan Lee,

1988).

Faktor penting yang mempengaruhi proses pembuatan surimi (Lee, 1994), yaitu :

cara penyiangan,

besarnya partikel daging lumat,

kualitas air,27

Page 28: Laporan_DTPI

suhu ikan,

peralatan yang digunakan,

cara pencucian.

Kekuatan surimi beku dinilai dari kekuatan gelnya dan warna dari surimi tersebut.

Surimi yang baik adalah yang berwarna putih kuat dan dapat membentuk gel (Winarno,

1993).

Menurut Benjakul et al. (1996) pencucian merupakan tahap kritis dalam proses

pembuatan surimi.Selama pencucain dapat menghilangkan materi yang dapat larut air:

darah,

protein sakroplasma,

enzim pencernaan,

garam inorganik,

senyawa organik BM rendah seperti trimetilamin oksida.

Pencucian juga dapat meningkatkan kualitas warna dan aroma, serta meningkatkan

kekuatan gel surimi.Komponen utama yang dapat larut dalam air akan hilang dalam jumlah

yang besar pada siklus pencucian pertama kali. Secara umum agitasi selama 5 min/setiap

kali pencucian sebanyak dua kali dengan rasio air:daging (3:1).

Fungsi garam pada surimi, yaitu :

a. Untuk menghilangkan air pada daging ikan

b. Untuk membantu proses pemisahan miosin dari miofibril yang mana miosin

berikatan dengan aktin sehingga membentuk aktomiosin dan fungsi miosin berperan

sebagai proses gelatinisasi.

Proses pembuatan surimi, yaitu :

a. Penyiangan dan Pencucian

- Ikan segar disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut, kemudian

dicuci bersih

- Sayatlah kan memanjang pada bagian punggung lalu lakukan pengambilan

daging dengan cara menyerok dengan menggunakan sendok.28

Page 29: Laporan_DTPI

b. Leaching

Proses leaching meliputi : pencucian daging ikan yang dilumatkan dengan

air es ( air dingin ) dan diberi sedikit garam ( 0,2 – 0,3 %).

Perbandingan ikan dengan air dingin 1 : 4 dan perendaman dilakukan selama

15 menit sambil di aduk-aduk. Proses leaching tersebut, sebaiknya dilakukan

2 – 3 kali ulangan perendaman. Dengan perlakuan leaching akan dapat

memperbaiki warna daging.

c. Pengepresan dan Penggilingan

- Ikan yang telah di leaching di pres dengan cara memerasnya dengan

menggunakan kain biasa.

- Haluskan / lumatkan daging ikan tersebut dengan menggunakan gilingan

atau blender hingga di dapat daging lumat halus menyerupai bentuk

pasta. Pada saat pelumatan ini tambahankan gula 3 % dan poliposphate

0,2 %.

d. Pembekuan

Surimi telah selesai diproses kemudian dikemas dalam kemasan plastik dan

bekukan dalam freezer.

3.3 Metodologi Praktikum

3.3.1 Alat dan bahan

Alat : Nampan

Pisau

Kain

Timbangan

Penggiling daging

Termometer

Plastik

Baskom

Thermometer

Bahan : ikan nila (1kg)

29

Page 30: Laporan_DTPI

Es batu

Garam

STPP (Sodium Tri PoliPospat)

3.3.2 Cara kerja

a. Letak ikan pada nampan

b. Buang kepala dan sirip caudal

c. Cuci bersih ikan

d. Ambil daging ikan yang berwarna putih menggunakan pisau

e. Giling daging ikan

f. Timbang daging ikan

g. Tambahkan STPP 0,03% dari berat

h. Cuci daging ikan dengan menggunakan air suhu 5 OC

i. Peras daging ikan menggunakan kain saring

j. Kemas dalam plastic

k. Simpan dalam freezer

3.3.3 Hasil dan Pembahasan

3.4 Kesimpulan

Surimididefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang telah mengalami

proses penghilangan tulang (deboning), pencucian dan penghilangan sebagian kadar air

(dewatering) sehingga dikenal sebagai protein konsentrat basah (wet concentrate protein) 30

Page 31: Laporan_DTPI

dari daging ikan (Okada, 1992).Surimi disebut juga dengan intermediate product . Suhu beku

surimi yaitu -20oC sampai -250C.Surimi dapat disimpan lama dalam kondisi beku hingga 1

tahun.Dan dua unsur utama yang harus diperhatikan untuk menghasilkan surimi berkualitas

baik yaitu bahan baku berasal dari daging berwarna putih dan berkadar lemak rendah dengan

tingkat kesegaran tinggi.Surimi dapat diolah menjadi berbagai produk seperti Baso ikan,

Kamaboko, Imitation crab, Imitation shrimp.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R., 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan, Bumi Aksara, Jakarta.

31

Page 32: Laporan_DTPI

Bahar, B., 2006. Panduan Praktis Memilih Dan Menangani Produk Perikanan, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Afrianto, E., Liviawaty, E., 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan, Kanisius,

Yogyakarta.

32