Laporan Tutorial Ske 3 Kel 6.docx
-
Upload
tiara-fortuna -
Category
Documents
-
view
124 -
download
4
Transcript of Laporan Tutorial Ske 3 Kel 6.docx
LAPORAN TUTORIAL
Fluor
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial
Blok Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan
Pembimbing :
Drg. Raditya Nugroho, Sp. KG
Disusun oleh:
Kelompok Tutorial VI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2012
1
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
Tutor : drg. Raditya Nugroho, Sp. KG
Ketua : Dewi Martinda Hartono (111610101073)
Scriber Meja : Tiara Fortuna Bela B. (111610101067)
Scriber Papan : Adinda Martina (111610101072)
Anggota :
1. Galang Rikung E. S. (111610101051)
2. R. Aj Mahardhika S. P. (111610101053)
3. Vanda Ayu Kartika H. (111610101055)
4. Dian Fajariani (111610101059)
5. Anugerah Nur Yuhyi (111610101063)
6. Fitria Krisnawati (111610101064)
7. Sitti Nur Qomariah (111610101066)
8. Khamda Rizki Dhamas (111610101069)
9. Sheila Dian Pradipta (111610101071)
10. Nurbaetty Rochmah (111610101074)
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul ”Fluor.” Laporan
ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok VI pada skenario
ketiga.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Drg. Raditya Nugroho, Sp. KG selaku tutor yang telah membimbing
jalannya diskusi tutorial kelompok VI Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember dan yang telah memberi masukan yang membantu bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan – perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Jember, November 2012
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................................1
Daftar Anggota Kelompok ..................................................................................2
Kata Pengantar ....................................................................................................3
Daftar Isi .............................................................................................................4
Skenario ..............................................................................................................5
Mapping...............................................................................................................6
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................7
1.1. Latar Belakang ....................................................................................7
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................7
1.3. Tujuan Masalah...................................................................................8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................9
BAB 3 PEMBAHASAN.....................................................................................11
BAB 4 KESIMPULAN......................................................................................28
Daftar Pustaka .....................................................................................................30
4
SKENARIO 3
Fluor
Seorang Ibu, datang ke klinik mengeluhkan bahwa anak laki-lakinya yang
berumur 8 tahun, giginya banyak yang keropos. Sejak umur 3 tahun gigi geligi
depannya sudah mengalami gigis. Sekarang gigi belakang dan beberapa gigi
depannya yang baru tumbuh juga sudah mulai nampak akan berlubang. Si Ibu
menginginkan anaknya untuk dirawat giginya agar supaya giginya tetap baik dan
tidak mudah berlubang. Pada pemeriksaan klinis, dokter gigi mengatakan bahwa
giginya mengalami rampan karies. Selain dilakukan perawatan pada gigi-gigi
yang telah berlubang, dokter gigi melakukan pemberian fluor secara sistemik dan
topical (topical aplikasai fluor) pada rahang atas maupun bawahnya. Akan tetapi
sebelum pemberian fluor secara sistemik, dokter gigi tersebut mencari tahu
kandungan fluor yang ada dilingkungan ibu tersebut tinggal, untuk menghindari
terjadinya fluorosis akibat pemberian fluor yang tidak rasional.
5
MAPPING
6
Fluor
Kurang
Sistemik Topikal Pemberian Fluor
Lebih
Fluorosis
Perawatan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rampan Karies terjadi karena ketidak seimbangan mineralisasi dalam
waktu lama di dalam rongga mulut diakibatkan peningkatan konsumsi karbohidrat
atau mungkin karena berkurangnya fluoride. Rampan Karies Juga dapat terjadi
karena zat asam erosive. Konsentrasi asam yang tinggi dapat cepat menyebabkan
demineralisasi dan menyebabkan karies. Rampan Karies biasanya terjadi pada
anak-anak. Namun, terjadinya rampan karies ini dapat dicegah dengan pemberian
fluor. Tujuan penggunaan fluor sendiri adalah untuk melindungi gigi dari karies.
Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisma bakteri plak yang dapat
memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel
menjadi fluor apatit. Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies.
Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, makanan, pasta
gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, dan topikal
varnish. Melihat banyaknya keuntungan yang ditimbulkan oleh penggunaan fluor,
perlu sebagai mahasiswa kedokteran gigi untuk mengetahui keuntungan Maupun
kerugian penggunaan fluor, penggunaan fluor secara topical maupun sistemik,
mekanisme perlindungan fluor terhadap gigi, dan juga klasifikasi fluorosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi fluorosis ?
2. Bagaimana pemberian fluor secara topical dan sistemik ?
3. Bagaimana mekanisme perlindungan fluor terhadap gigi ?
4. Bagaimana dampak kekurangan dan kelebihan fluor ?
7
1.3 Tujuan masalah
1. Mampu menjelaskan klasifikasi fluorosis
2. Mampu menjelaskan pemberian fluor secara topical dan sistemik
3. Mampu menjelaskan mekanisme perlindungan fluor terhadap gigi
4. Mampu menjelaskan dampak kekurangan dan kelebihan fluor
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang F dan nomor atom 9. Namanya berasal dari bahasa Latin fluere, berarti
"mengalir Dalam bentuk murninya dia sangat berbahaya, dapat menyebabkan
pembakaran kimia parah begitu berhubungan dengan kulit. Flour merupakan
unsur nonlogam yang paling elektronegatif, oleh sebab itu juga merupakan unsur
yang paling reaktif. Jika didekatkan dengan bahan-bahan yang terbuat dari minyak
dan gas maka akan dapat menimbulkan api. Fluor sangat reaktif sehingga jarang
ditemukan dalam keadaan bebas, fluor biasa dijumpai berikatan dengan unsur atau
senyawa lain, sehingga biasanya berbentuk dalam senyawa seperti fluorit , kriolit,
dan apatit. Fluor yang berikatan dengan oksigen akan membentuk senyawa
fluorida, yang terdapat dalam mineral yang terlarut dalam air sungai dan air laut.
Fluor merupakan unsur yang penting dalam pembentukan gigi dan tulang.
Kekerasan gigi dan tulang ditentukan oleh kadar senyawa-senyawa kalsium yang
tinggi di dalam tulang. Fluor adalah mineral yang secara alamiah terdapat di
semua sumber air termasuk laut. Fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk
bebas di alam. Ia bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa fluoride.
Fluor biasa ditemukan pada ikan, daging, sayuran, buah-buahan, susu, ikan
teri serta air minum yang telah terfluoridasi. Fungsi fluor untuk tubuh sangatlah
banyak sekali, terutama fungsi yang berkaitan dengan pembentukan gigi dan
tulang. Fungsi fluor untuk tulang adalah membantu mineralisasi tulang dan
mencegah osteoporosis. Sedangkan fungsi fluor pada gigi adalah untuk
mengurangi insiden terjadinya karies dengan menghambat metabolism bakteri
karies, menghambat demineralisasi enamel dengan meningkatkan
remineralisasinya.
Pemakaian fluor pada gigi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
cara sistemik maupun topical. Cara sistemik ini berpengaruh pada waktu
9
pertumbuhan dan perkembangan gigi. Sedangkan cara topical pengaruhnya ialah
pada saat gigi tersebut telah tumbuh untuk melindungi gigi.
Fluor ini memiliki dampak yang sangat banyak bagi tubuh. Selain dampak
positif yang telah dijelaskan diatas, dampak negative kekurangan serta kelebihan
fluor sangatlah banyak. Seperti dampak kekurangan fluor yaitu gigi akan mudah
rapuh dan rentan terserang karies. Sedangkan jika konsumsi fluor secara berlebih
juga menimbulkan keadaan negative yang disebut fluorosis, keadaan ini ditandai
dengan adanya mottled enamel pada gigi serta dapat menimbulkan kerusakan
ginjal jika dikonsumsi dalam dosis yang tinggi.
10
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pemberian Fluor Secara Sistemik dan Topikal
a. Penggunaan Fluor Secara Topikal
Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk
melindungi gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme
bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil
apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap
pelarutan asam. Reaksi kimia : Ca10(PO4)6(OH)2+F → Ca10(PO4)6(OHF)
menghasilkan enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses
demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi. Remineralisasi adalah proses
perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara penempatan mineral anorganik pada
permukaan gigi yang telah kehilangan mineral tersebut (Kidd dan Bechal, 1991).
Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang
terutama disusun oleh mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena
penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang
menghasilkan asam (Rosen, 1991; Wolinsky, 1994).
Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak
lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan
mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam
mempertahankan permukaan gigi dari proses karies. Penggunaan fluor secara
topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan dengan beberapa cara (Yanti,
2002) :
1. Topikal aplikasi yang mengandung fluor
2. Kumur-kumur dengan larutan yang mengandung fluor
3. Menyikat gigi dengan pasta yang mengandung fluor
11
1. Topikal Aplikasi
Yang dimaksud dengan topikal aplikasi fluor adalah pengolesan langsung
fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering selama 5
menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum atau berkumur (Lubis, 2001).
Sediaan fluor dibuat dalam berbagai bentuk yaitu NaF, SnF2, APF yang
memakainya diulaskan pada permukaan gigi dan pemberian varnish fluor. NaF
digunakan pertama kali sebagai bahan pencegah karies. NaF merupakan salah satu
yg sering digunakan karena dapat disimpan untuk waktu yang agak lama,
memiliki rasa yang cukup baik, tidak mewarnai gigi serta tidak mengiritasi
gingiva. Senyawa ini dianjurkan penggunaannnya dengan konsentrasi 2%,
dilarutkan dalam bentuk bubuk 0,2 gram dengan air destilasi 10 ml (Yanti, 2002).
Sekarang SnF2 jarang digunakan karena menimbulkan banyak kesukaran,
misalnya rasa tidak enak sebagai suatu zat astringent dan kecenderungannya
mengubah warna gigi karena beraksinya ion Sn dengan sulfida dari makanan,
serta mengiritasi gingiva. SnF2 juga akan segera dihidrolisa sehingga harus selalu
memakai sediaan yang masih baru (Kidd dan Bechal, 1991). Konsentrasi senyawa
ini yang dianjurkan adalah 8%. Konsentrasi ini diperoleh dengan melarutkan
bubuk SnF2 0,8 gramdengan air destilasi 10 ml. Larutan ini sedikit asam dengan
pH 2,4-2,8.
APF lebih sering digunakan karena memiliki sifat yang stabil, tersedia
dalam bermacam-macam rasa, tidak menyebabkan pewarnaan pada gigi dan tidak
mengiritasi gingiva. Bahan ini tersedia dalam bentuk larutan atau gel, siap pakai,
12
merupakan bahan topikal aplikasi yang banyak di pasaran dan dijual bebas. APF
dalam bentuk gel sering mempunyai tambahan rasaseperti rasa jeruk, anggur dan
jeruk nipis (Yanti, 2002).
Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi
mengandung fluor, tablet fluor dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau
13
menghambat perkembangan karies. Pemberian varnish fluor diberikan setiap
empat atau enam bulan sekali pada anak yang mempunyai resiko karies tinggi.
Salah satu varnish fluor adalah duraphat (colgate oral care) merupakan larutan
alkohol varnis alami yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5 % sampai kira-kira 25.000
ppm fluor). Varnish dilakukan pada anak-anak umur 6 tahun ke atas karena anak
dibawah umur 6 tahun belum dapat menelan ludah dengan baik sehingga
dikhawatirkan varnish dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel
(Angela, 2005).
2. Pasta gigi fluor
Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluor terbukti dapat menurunkan karies (Angela, 2005). Akan tetapi
pemakaiannya pada anak pra sekolah harus diawasi karena pada umunya mereka
masih belum mampu berkumur dengan baik sehingga sebagian pasta giginya bisa
tertelan. Kebanyakan pasta gigi yang kini terdapat di pasaran mengandung kira-
kira 1 mg F/g ( 1 gram setara dengan 12 mm pasta gigi pada sikat gigi) (Kidd dan
Bechal, 1991).
3. Obat kumur dengan fluor
Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak
20-50%. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies
14
tinggi atau selama terjadi kenaikan karies (Angela, 2005). Berkumur fluor
diindikasikan untuk anak yang berumur diatas enam tahun karena telah mampu
berkumur dengan baik dan orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi
pasien-pasien yang memakai alat ortho (Kidd dan Bechal, 1991).
Efek fluor secara topikal
Ada beberapa pendapat mengenai efek aplikasi fluor secara topikal dalam
menghambat karies gigi yaitu enamel menjadi lebih tahan terhadap demineralisasi
asam, dapat memacu proses remineralisasi pada permukaan enamel, menghambat
sistem enzim mikrobiologi yang merubahkarbohidrat menjadi asam dalam plak
gigi dan adanya efek bakteriostatik yang menghambat kolonisasi bakteri pada
permukaan gigi (Lubis, 2001).
15
b. Pemberian Fluor Secara Sistemik
Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan
dan ikut membentuk struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan
perlindungan topikal karena fluoride ada di dalam air liur yang terus membasahi
gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui pemberian
makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun
di sisi lain, para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor,
yang kemudian dibedakan menjadi metode perorangan dan kolektif. Contoh
penggunaan kolektif yaitu fluoridasi air minum (biasa kita peroleh dari air
kemasan) dan fluoridasi garam dapur (Ars creation, 2010). Terdapat tiga cara
pemberian fluor secara sistemik, yaitu :
1. Fluoridasi air minum
Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu
daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan
terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya
bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah karies, fluor
juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu dengan adanya apa yang
disebut ‘mottled enamel’ pada mottled enamel gigi-gigi kelihatan kecoklat-
coklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila fluor yang masuk dalam tubuh
terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali (Zelvya P.R.D, 2003).
16
Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah
0,7–1,2 ppm.18 Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa
fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40–50% pada gigi susu (Ami
Angela, 2005).
2. Pemberian fluor melalui makanan
Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung fluor yang
cukup tinggi, hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies
gigi. Jadi harus diperhatikan bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah,
contohnya di dalam air mineral, minuman ringan dan makanan sudah cukup
mengandung fluoride. Karena itu makanan fluoride harus diberikan dengan hati-
hati. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anak-
anak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak
difluoridasi. Fluoride dapat berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila
pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan mencapai
sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis. (Ars
creation, 2010).
17
3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan
Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu
dikombinasikan dengan vitamin-vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri.
Pemberian tablet fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan
air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF,
yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari) (Ami Angela, 2005). Tablet
fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16 tahun. Umur 2
minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun diberikan 0,5 mg,
dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg (Nova, 2010).
Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Fluor
Menurut Donley (2003), meliputi :
a. Indikasi
1. pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi
2. gigi dengan permukaan akar yang terbuka
3. gigi yang sensitif
4. anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit untuk membersihkan gigi
(contoh:Down syndrome)
5. pasien yang sedang dalam perawatan orthodontik
18
b. Kontraindikasi
1. pasien anak dengan resiko karies rendah
2. pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum berfluor
3. ada kavitas besar yang terbuka
3.2 Mekanisme Perlindungan Fluor terhadap Gigi
Fluor mempunyai tiga mekanisme aksi dasar, yaitu:
1. Menghambat metabolisme bakteri
2. Menghambat demineralisasi
3. Meningkatkan remineralisasi
1. Menghambat metabolisme bakteri
Fluor yang terionisasi (F-) tidak dapat menembus dinding dan membran
bakteri , tetapi dapat masuk ke sel bakteri kariogenik dalam bentuk HF.
Ketika pH plak turun akibat bakteri yang menghasilkan asam, ion
hydrogen akan berikatan dengan fluor dalam plak membentuk HF yang
dapat berdifusi secara cepat ke dalam sel bakteri.
Di dalam sel bakteri, HF akan terurai menjadi H+ dan F-. H+ akan membuat
sel menjadi asam dan F- akan mengganggu aktivitas enzim bakteri.
Contohnya fluor menghambat enolase (enzim yang dibutuhkan bakteri
untuk metabolisme karbohidrat).
Terperangkapnya fluor di dalam sel merupakan proses yang kumulatif.
2. Menghambat demineralisasi
Mineral di dalam gigi (email, sementum, dentin) dan tulang adalah
karbonat hidroksiapatit, dengan formula Ca10-x(Na)x(PO4)6-y(CO3)z(OH)2-
u(F)u.
19
Pada saat perkembangan gigi, mineral pertama yang hilang adalah
karbonat (CO3) yang menyebabkan terbentuknya ruangan di dalam kristal.
Saat demineralisasi, mineral yang hilang adalah karbonat, tetapi selama
remineralisasi karbonat tidak akan terbentuk kembali melainkan
digantikan oleh mineral yang baru.
Pada kristal yang mengalami defisiensi kalsium tetapi kaya karbonat, akan
lebih rentan terhadap asam selama demineralisasi.
Karbonat hidroksiapatit (CAP) lebih larut dalam asam daripada
hidroksiapatit (HAP= Ca10(PO4)6(OH)2) dan fluorapatit (FAP=
Ca10(PO4)6F2) dimana ion OH- pada hidroksiapatit digantikan oleh F-
menghasilkan FAP yang sangat resisten terhadap disolusi asam.
Fluor menghambat demineralisasi.
Fluor yang menyelubungi kristal CAP lebih efektif menghambat
demineralisasi daripada fluor yang tergabung di dalam kristal pada email.
Fluor yang tergabung dalam kristal pada dosis 20-100 ppm, tidak
memberikan pengaruh pada solubilitas terhadap asam.
Namun, Fluor yang terkonsentrasi pada permukaan kristal yang baru
selama remineralisasi dapat mengubah solubilitas terhadap asam.
Pada saat bakteri menghasilkan asam, fluor dalam cairan plak akan masuk
bersama asam ke bawah permukaan gigi yang kemudian diadsorpsi lebih
kuat ke permukaan Kristal CAP (mineral email) dan menyebabkan
mekanisme proteksi yang poten melawan disolusi asam pada permukaan
kristal pada gigi.
Fluor yang menyelubungi kristal berasal dari cairan plak melalui aplikasi
topikal, seperti air minum atau produk fluor.
Fluor yang tergabung dalam kristal tidak berperan signifikan dalam
proteksi terhadap karies sehingga perlu diberikan fluor terus-menerus
sepanjang hidup.
3. Meningkatkan remineralisasi
20
Ketika saliva mengenai plak dan komponen-komponennya, saliva dapat
menetralisasi asam sehingga menaikkan pH yang akan menghentikan
demineralisasi.
Saliva bersama kalsium dan fosfat akan menarik komponen yang hilang
ketika demineralisasi kembali menyusun gigi. Permukaan kristal yang
terdemineralisasi yang terletak antara lesi akan bertindak sebagai
‘nukleator’dan permukaan baru akan terbentuk.
Proses tersebut disebut remineralisasi, yaitu penggantian mineral pada
daerah-daerah yang terdemineralisasi sebagian akibat lesi karies pada
email atau dentin (termasuk bagian akar).
Fluor akan meningkatkan remineralisasi dengan mengadsorpsi pada
permukaan kristal menarik ion kalsium diikuti dengan ion fosfat untuk
pembentukan mineral baru.
Mineral yang baru terbentuk disebut veneer yang tidak mengandung
karbonat dan komposisinya memiliki kemiripan antara HAP dan FAP.
FAP mengandung sekitar 30.000 ppm fluor dan memiliki kelarutan
terhadap asam yang rendah.
Mineral yang baru terbentuk memiliki sifat seperti FAP yang kelarutan
dalam asam lebih rendah daripada CAP.
21
3.3 Dampak Kelebihan dan Kekurangan Fluor
a. Dampak Kekurangan Fluor
Dampak dari kekurangan flour dapat menyebabkan :
1. Kerusakan gigi yang berlebihan.
2. Kekurangan fluor ini akan mengakibatkan gigi menjadi rapuh.
3. Selain gigi menjadi rapuh, bila kekurangan flour ini dapat
menyebabkan gigi mudah terserang karies atau gigi gigis (caries
dentis).
4. Terjadi perubahan warna pada gigi anak.
5. Dapat terjadi penipisan tulang.
b. Dampak Kelebihan Flour
Tingginya kandungan fluor pada air minum mengakibatkan kerusakan
pada gigi. Semua zat bila digunakan tidak semestinya atau berlebihan maka akan
menyebabkan masalah atau berbahaya bagi kesehatan. Di bawah ini tabel
kelebihan dosis fluor yang dapat menyebabkan kelaianan :
2 ppm Mottled enamel
5 ppm Osteosklerosis
50 ppm Kelainan kelenjar thyroid
120 ppm Retardasi pertumbuhan
125 ppm Ginjal
2,5 gram – 5 gram Dosis akut dan kematian
Kelebihan flour dapat mengakibatkan kelainan tulang dan gigi. Flour
dalam tubuh separuhnya akan disimpan dalam tulang dan terus bertambah sesuai
umur, akibatnya tulang menjadi mudah patah karena terjadi flourosis pada tulang.
Berikut merupakan dampak fluor :
22
1. Fluorosis sendiri adalah perubahan yang tampak pada gigi akibat konsumsi
fluor yang berlebihan pada awal masa anak-anak ketika giginya sedang
tumbuh. Dampak fluorosis ini bisa ringan dan bisa pula fatal, flourosis gigi
ditandai dengan :
Noda coklat atau bintik-bintik kuning yang menyebar di permukaan
gigi akibat pembentukan email gigi yang tidak sempurna.
Email gigi yang tidak sempurna menyebabkan gigi menjadi mudah
berlubang.
Timbul bercak putih dan cokelat di gigi.
Kasus ini banyak ditemukan di Indonesia. Walau berdampak ringan dan
tidak menimbulkan rasa nyeri pada gigi, namun bisa mengurangi
penampilan akibat gigi yang tidak sedap dipandang mata.
2. Gigi bisa berlubang yang akhirnya hancur atau tanggal.
3. Kerusakan hati. Gejala-gejala penyakit/kerusakan hati akibat fluorosis
biasanya sama dengan gejala penyakit lever yang disebabkan faktor lain.
Walau kasus fluorosis yang menyebabkan penyakit lever ini belum
ditemukan, orang tua harus tetap memantau pemakaian pasta gigi pada
anak.
4. Kerusakan ginjal. Hingga saat ini kasus semacam ini amat jarang
ditemukan. Namun kelebihan fluor juga bisa mengakibatkan kerusakan
ginjal yang bila tidak segera ditangani akan mengarah pada gagal ginjal.
5. Kerapuhan tulang (osteoporosis). Tidak hanya gigi yang dibuat
rapuh/rusak, tapi juga seluruh tulang akan terancam rapuh. Akibat lebih
lanjut, tumbuh-kembang si kecil jadi terhambat sementara pengobatannya
pun amat sulit.
6. Kerusakan pada gigi berupa perubahan warna gigi menjadi tidak putih lagi
seperti gigi yang sehat tetapi menjadi pucat dan buram dan yang paling
parah adalah warna gigi menjadi gelap dan gigi menjadi rapuh. Proses
tersebut disebut fluorosis. Fluorosis tidak dapat diobati, tetapi kalau tanda
tersebut diketahui lebih awal dapat dicegah agar tidak lebih berlanjut.
23
7. Kelebihan fluor tersebut juga akan merusak tulang, mengakibatkan rasa
sakit yang hebat pada tulang dan akibat yang paling fatal dapat
mengakibatkan kelumpuhan. Hal ini juga dapat menyebabkan anemia,
email gigi kita terlihat ada bercak-bercak putih yang dinamakan mottled
enamel. Mottled enamel (spot putih) akibat kelebihan flour karena
pengaruh air minumnya. Terkadang dapat menimbulkan noda yang
berwarna coklat sampai hitam. kerusakan gigi yang pada stadium lanjut
gigi menjadi bergaris-garis gelap dan terlihat seperti lubang dan gigi yang
tanggal.
8. Kepadatan gigi meningkat, mengganggu impuls syaraf serta pertumbuhan
tulang diluar tulang belakang.
9. Kelebihan fluor juga dapat menimbulkan gangguan kelenjar thyroid
3.4 Klasifikasi Fluorosis
Fluorosis dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Penggunaan air berfluoride pada tingkat kelas 1ppm yang konstan
merupakan penyebab bintik gigi yang paling ringan.
b. Sangat ringan (Very Mild) : dalam jenis ini ada daerah putih sangat kecil
yang kadang-kadang terlihat pada permukaan gigi, tapi tidak melibatkan
lebih dari 25% dari permukaan gigi.
c. Ringan (Mild) : dalam jenis ini ada keterlibatan gigi lebih luas dan
melibatkan 50% dari permukaan gigi.
d. Sedang (Moderate) : gigi memiliki keterlibatan permukaan yang lebih
banyak, mengalami atrisi, dan menunjukkan pigmentasi kuning atau
coklat.
e. Berat (Severe) : semua permukaan enamel terlibat, terdapat noda coklat
yang luas, dan permukaan gigi mengalami korosi.
(Walton dan Torabinejab, 1996)
24
Indeks TF
Ilustrasi diagramatik yang menunjukkan sifat klinis dental fluorosis mulai dari
yang paling ringan (skore TF 1) sampai yang paling parah (skore TF 9).
25
Tampilan klinis dental fluorosis bisa dikelompokkan menjadi 10 kelas,
berkisar antara 0-9, yang menggambarkan secara berurut tingkat keparahan dental
fluorosis. Karena pada waktu erupsi semua permukaan gigi menerima pengaruh
yang sama, maka sistem klasifikasi ini tidak perlu diterapkan pada semua
permukaan gigi tetapi hanya pada permukaan fasial saja, yang mana hal tersebut
sudah bisa menggambarkan keparahan dari seluruh permukaan gigi. Klasifikasi
ini didasarkan pada indeks TF yang aslinya diusulkan oleh Thylstrup dan
Fejerskov (1978).
Skore TF 0 : Translusensi normal, warna putih krem dan mengkilapnya
enamel tetap bertahan sesudah dilakukan pengeringan dan
pengusapan pada permukaannya.
Skore TF 1 : Terlihat garis-garis putih opaque kecil-kecil menyilang
permukaan gigi. Garis-garis itu terdapat di seluruh permukaan
gigi. Letak garis ini sesuai dengan letak perikimata. Pada
beberapa kasus mungkin terlihat adanya sedikit snow capping
pada cusp/insisal edge.
Skore TF 2 : Garis opaque putih lebih menonjol, dan sering berfusi untuk
kemudian membentuk daerah berkabut (buram) yang kecil, yang
menyebar ke seluruh permukaan. Biasanya terjadi snow capping
pada insisal edge dan puncak cusp.
Skore TF 3 : Terjadi fusi garis-garis putih, dan daerah opaque berkabut di
beberapa bagian permukaan. Di antara daerah berkabut tersebut
bisa terdapat garis-garis putih.
Skore TF 4 : Pada seluruh permukaan terlihat adanya opasitas atau nampak
putih seperti kapur (chalky white). Sebagian adri permukaan yang
terdedah terhadap atrisi atau pemakaian, Nampak kurang
terserang.
26
Skore TF 5 : Seluruh permukaan opaque, dan ada pit-pit bulat (hilangnya
enamel permukaan setempat) yang diameternya kurang dari 2
mm.
Skore TF 6 : Pit-pit kecil sering berfusi sehingga membentuk pita yang
lebarnya dalam arah vertical kurang dari 2 mm. Klas ini meliputi
juga kasus dimana cuspal rim dari enamel fasial telah terlepas
dan berkurangnya dimensi vertikal yang terjadi kurang dari 2
mm.
Skore TF 7 : Ada enamel bagian terluar yang terlepas, sehingga membentuk
daerah yang tidak teratur pada permukaan gigi. Permukaan yang
terserang lebih dari separuh. Enamel utuh yang tersisa, opaque.
Skore TF 8 : Hilangnya lapisan enamel terluar melibatkan lebih daru separuh.
Enamel utuh yang tersisa opaque.
Skore TF 9 : Hilangnya sebagian besar enamel luar yang mengakibatkan
perubahan bentuk anatomis pada permukaan/gigi. Sering
dijumpai adanya rim enamel yang opaque di servikal.
(Fejerskow et all, 1991)
27
BAB 4
KESIMPULAN
1. Pemberian fluor dapat diberikan secara sistemik dan juga topical.
2. Ada 3 mekanisme aksi mendasar untuk mencegah dan menghambat terjadinya
karies, yaitu: menghambat metabolism bakteri, menghambat demineralisasi
serta meningkatkan remineralisasi.
3. Dampak dari kekurangan fluor dapat menyebabkan : Kerusakan gigi yang
berlebihan, kekurangan fluor ini akan mengakibatkan gigi menjadi rapuh.
Selain gigi menjadi rapuh, bila kekurangan flour ini dapat menyebabkan gigi
mudah terserang karies atau gigi gigis (caries dentis). Terjadi perubahan warna
pada gigi anak. Serta dapat terjadi penipisan tulang.
Selain itu, dampak dari kelebihan fluor dapat menyebabkan : Fluorosis, gigi
bisa berlubang yang akhirnya hancur atau tanggal, kerusakan hati, kerusakan
ginjal, kerapuhan tulang (osteoporosis), kerusakan pada gigi, kelebihan fluor
tersebut juga akan merusak tulang, mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada
tulang dan akibat yang paling fatal dapat mengakibatkan kelumpuhan.
Kepadatan gigi meningkat, mengganggu impuls syaraf serta pertumbuhan
tulang diluar tulang belakang. Kelebihan fluor juga dapat menimbulkan
gangguan kelenjar thyroid
4. Fluorosis dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Penggunaan air berfluoride pada tingkat kelas 1ppm yang konstan
merupakan penyebab bintik gigi yang paling ringan.
b. Sangat ringan (Very Mild) : dalam jenis ini ada daerah putih sangat kecil
yang kadang-kadang terlihat pada permukaan gigi, tapi tidak melibatkan
lebih dari 25% dari permukaan gigi.
c. Ringan (Mild) : dalam jenis ini ada keterlibatan gigi lebih luas dan
melibatkan 50% dari permukaan gigi.
28
d. Sedang (Moderate) : gigi memiliki keterlibatan permukaan yang lebih
banyak, mengalami atrisi, dan menunjukkan pigmentasi kuning atau coklat.
e. Berat (Severe) : semua permukaan enamel terlibat, terdapat noda coklat
yang luas, dan permukaan gigi mengalami korosi.
Selain itu, terdapat pula klasifikasi fluorosis berdasarkan Indeks TF.
29
DAFTAR PUSTAKA
Angela A. 2005. Pencegahan primer pada anak yang beresiko karies tinggi. Maj.
Ked. Gigi (Dent. J.). 38 (3):130-34.
Featherstone JDB. 2000. The science and practice of caries
prevention. JADA. 131:887–99.
Fejerskow, et all. 1991. Fluorosis (alih bahasa oleh Purwanto). Jakarta:
Hipokrates.
Herdiyati, Yetty, dkk. 2010. Penggunaan Fluor dalam Kedokteran Gigi.
Bandung: FKG UNPAD
Houwink, Prof. Dr. B., dkk. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. 1993.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
http://healthmantra.com/ypb/apr01/fluorosis.shtml
30