Laporan Skill Lab Individual Konservasi Nuii
-
Upload
sitti-nur-qomariah -
Category
Documents
-
view
134 -
download
0
description
Transcript of Laporan Skill Lab Individual Konservasi Nuii
LAPORAN SKILLS LAB
“DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN KONSERVASI GIGI”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Blok Oral Diagnosis dan Rencana Perawatan Penyakit Dentomaksilofasial
pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Disusun oleh :
Sitti Nur Qomariah
111610101066
Pembimbing : drg. Sri Lestari, M.kes
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Skills Lab Diagnosa dan Rencana
Perawatan Konservasi pada Blok Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan
Penyakit Dentomaksilofasial.
Penyusunan laporan ini tidak lepas oleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. drg. Sri Lestari, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
membimbing, sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Dalam penulisan makalah ini mungkin masih ada beberapa bagian yang
tidaklah sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangatlah
diharapkan untuk perbaikan kesempurnaan laporan ini. Demikian, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Jember, April 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penegakan diagnosis dan penentuan rencana perawatan merupakan
aktivitas yang memisahkan dan membedakan antara para professional (dokter
gigi) dan para paramediknya. Disini, hanya para dokter gigilah yang
mendapatkan pelatihan dalam sains dasar dan sains klinis, sehingga hanya mereka
yang melakukan hal-hal berikut yaitu pertama, melakukan semua tes diagnosi,
kedua, menginterpretasikan secara diferensial hasil-hasil pengetesan, ketiga
menangani pasien secara psikologis selama prosedur pengetesan, dan yang
keempat, memformulasikan diagnosis yang tepat dan rencana perawatannya.
Dalam mendiagnosis diperluan kejelian yang luar biasa, karena mungkin
saja sakit yang diderita oleh pasien yang datang tidak hanya berasal karena ada
masalah dengan gigi, tetapi bisa juga berasal dari struktur dan organ lain seperti
periodontium, rahang, sinus, telinga, sendi temporomandibula, otot-otot
pengunyahan, hidung, mata, serta pembuluh darah sekitar orofasial. Untuk itu,
maka pemeriksaan klinis (baik pemeriksaan subyektif dan obyektif) harus
dilakukan dengan seksama dan perlu didukung dengan pemeriksaan radiologi,
seperti yang telah kita lakukan pada tutorial (konservasi gigi) ini.
Dalam skill lab ini diharapkan mahasiswa dapat menyimpulkan diagnosa
klinik penderita dari berbagai macam diagnosa pada bagian klinik konservasi gigi.
Kemudian, akan ditentukan rencana perawatan yang sesuai dari diagnosa yang
telah ditemukan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh
diagnosa ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh
diagnosa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prosedur Pemeriksaan untuk Menentukan Diagnosa
Pak. Malik seorang penjaga kos berusia 39 tahun yang tinggal di Jalan
Brantas 10 Jember datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jember.
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, yang harus
dipersiapkan diantaranya alat-alat yang akan digunakan ditata diatas meja dental
chair. Alat – alat yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut :
- Satu set alat dasar
- Alkohol
- Petridish berisi cotton pellet
- Bunsen
- Chlorethyl
- Contra Angle handpiece
- Mata bur
- Guttap Point
- Cotton roll
- Alat irigasi
- Jarum Miller
- Tempat sampah
Kemudian pasien dipersilakan untuk masuk dan duduk di dental chair sampai
pasien merasa nyaman.Selanjutnya yang akan dilakukan adalah mendiagnosa
pasien. Diagnosa pasien ini dilakukan melalui beberapa pemeriksaan yaitu
pemeriksaan subyektif, obyektif dan penunjang.
1. Pemeriksaan Subyektif
Sejumlah infromasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat
medis, dan riwayat dental serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan
subyektif. Banyak pasien yang menunjukkan tingkatan nyeri yang jelas dan
merasa tertekan. Pada umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang disebabkan
oleh penyakit pulpa dan periradikuler yang parah dapat mempengaruhi kondisi
fisik pasien. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai lokasi, asal nyeri,
karakter dan keparahan nyeri yang dialami. Kemudian pertanyaan lanjutan
mengenai spontanitas dan durasi nyeri, serta stimulus yang merangsang atau
meredakan nyeri. Keparahan rasa nyeri dan obat-obatan yang diminum pasien
untuk meredakan nyeri dan keefektifannya juga perlu diketahui.
Makin intens nyerinya, makin besar kemungkinan adanya penyakit
irreversible. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ieversible atau dari
periodontitis atau abses apikalis akut. Nyeri spontan yang bersama dengan nyeri
intens juga mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau periradikuler yang parah.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 73-75)
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang
dapat diperoleh. Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang dirasakan
pasien dalam bahasanya sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang
membuatnya cepat-cepat datang mencari perawatan. Keluhan utama
hendaknya dicatat dengan bahasa apa adanya menurut pasien.
(Walton & Torabinejad, 1997 : 72)
Dari anamnesa diperoleh keluhan utama bahwa pasien datang
dengan mengeluh karena dia merasa tidak nyaman karena gigi depan atas
berlubang dan terasa tidak sakit saat makan makanan keras kemudian ingin
dirawat.
b. Riwayat Dental
Pasien tidak pernah memeriksakan giginya tersebut ke dokter gigi.
c. Keadaan umum penderita ( riwayat medis )
Keadaan umum dan riwayat sistemik penderita ditulis dengan cara
menggali informasi berupa gejala yang pernah dialami penderita. Dari
anamnesa diketahui bahwa pasien tidak memiliki riwayat medis.
d. Alergi
Alergi ini berhubungan apakah pasien alergi dengan obat tertentu
atau bahan kedokteran gigi tertentu. Ini penting untuk pemilihan bahan
kedokteran gigi maupun obat-obatan yang mungkin diberikan untuk
penderita. Pada kasus ini penderita tidak pernah mengalami alergi apapun.
2. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan ekstraoral
Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan,
perubahan warna, jaringan parut ekstraoral, dan kepekaan atau nodus
jaringan limfe servikal atau fasial yang membesar, merupakan indokator
status fisik pasien. Pemeriksaan ekstraoral yang hati-hati akan membantu
mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya dan luasnya reaksi
inflamasi rongga mulut.
Pemeriksaan intraoral
Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua
keabnormalan diperiksa. Periksa pula mukosa alveolar dan gingival-
cekatnya untuk memeriksa apakah ada perubahan warna, terinflamasi
mengalami ulserasi, atau mempunyai saluran sinus. Suatu stoma saluran
sinus biasanya menandakan adanya pulpa nekrosis atau periodontitis
apikalis supuratif atau kadang-kadang abses periodontium.
Gigi geligi diperiksa untuk mengetahui adanya perubahan warna,
fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas, atau abnormalitas lain.
Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda adanya penyakit
pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan
sebelumnya
Pada pemeriksaan intraoral diperoleh hasil :
a. Pembengkakan Intra Oral
Pada pemeriksaan pembengkakan Intra oral, operator tidak ditemukan
adanya pembengkakan.
b. Fistula
Fistula merupakan lubang abnormal diantara dua organ berongga atau
dari suatu kavitas ke bagian luar tubuh. Fistula biasanya mencegah
eksaserbasi atau pembengkakan dengan mengadakan drainase lesi
periradikular yang terus menerus. Suatu radiograf yang diambil setelah
insersi kerucut gutta perca ke dalam fistula sering menunjukkan gigi
yang bersangkutan dengan fistula pada asalnya. Kadang-kadang fistula
berjarak beberapa gigi dari penyebabnya
Dalam hal ini operator tidak menemukan adanya fistula.
c. Gigi Karies
Pada pemerikasaan gigi karies diperoleh hasil bahwa gigi 22 terdapat
karies profunda, secara klinis terlihat bahwa karies mengenai insisal
sampai 2/3 mahkota bagian mesial.
Gambaran gigi dilihat dari arah palatal
d. Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler.
Respons positif yang jelas menandakan adanya inflamasi
periodontium. Karena perubahan inflamasi dalam ligament
periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat diinduksi oleh
penyakit periodontium, hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes
yang lain. Cara melakukan perkusi dengan mengetukan ujung kaca
mulut yang dipegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada
permukaan insisal atau oklusal mahkota.
Pada pemeriksaan perkusi hasilnya adalah +, yaitu pasien mengalami
rasa sakit.
e. Tekanan
Pemeriksaan tekanan dilakukan untuk mengetahui adanya keradangan
pada jaringan periapikal dan periodontal.Dilakukan dengan cara pada
insisal/oklusal ditekan menggunakan tangkai hand instrument dimulai
dari gigi tetangga.Pada pemeriksaan didapatkan pasien merasa sakit
saat melakukan pemeriksaan tekanan.
f. Palpasi
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses
inflamasi meluas kearah periapeks. Respon positif menandakan adanya
inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di
atas apeks dengan cukup kuat. Pemeriksaan hendaknya memakai juga
gigi pembanding. (Walton.2008)
Pada pemeriksaan palpasi tidak ditemukan adanya pembengkakan pada
gingiva.
g. Kegoyangan Gigi
Pada pemeriksaan kegoyangan gigi diperoleh hasil tidak adanya
kegoyangan gigi.
h. Fraktur Mahkota
Fraktur adalah patahnya jaringan keras gigi akibat trauma mekanis.
Pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya fraktur mahkota pada gigi
tersebut.
i. Gigi berubah warna
Menunjukkan nekrosis pulpa.Pada pemeriksaan tidak ditemukan
perubahan warna pada gigi
j. Karang gigi
Karang gigi merupakan salah satu faktor predisposisi dalam
menentukan rencana perawatan.
Pada pemeriksaan ditemukan karang gigi pada gigi pasien.
k. Poket periodontal
Pemeriksaan ini berguna untuk :
-Menentukan level perlekatan jaringan periodontal
-Perluasan lesi periapikal ke servikal
-Menentukan prognosis perawatan.Teknik : Probing dilakukan di
sepanjang akar gigi dan furkasi.Lakukan anastesi bila sakit.
(Walton.2008)
Dalam pemeriksaan ditemukan poket periodontal pada pasien.
l. Gingiva polip
Jika ada karies pada margin gingiva maka akan terjadi pembengkakan
pada gingiva.
Pada pemeriksaan tidak ditemukan gingiva polip.
m. Gingiva sekitar gigi
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat keadaan gingiva pada sekitar
gigi yang akan dilakukan perawatan. Daerah gingiva disekitar gigi
dapat mengalami tiga keadaan yaitu normal, hiperemi, retraksi.
Pada pemeriksaan ditemukan hiperemi,ini menunjukkan adanya suatu
permulaan radang yang ditandai oleh pertambahan aliran darah dalam
rongga pulpa dan pelebaran pembuluh darah sebagai reaksi akibat
adanya iritasi terhadap pulpa.
Tes Vitalitas
a. Tes dingin
Tes dingin dilakukan menggunakan larutan chlor etil yang
dibasahkan pada cotton palate. Respon nyeri tajam dan sebentar akan
timbul baik pada pulpa normal, pulpitis reversible maupun
irreversible. Akan tetapi jika responnya cukup intens dan
berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami peradangan
irreversible. Sebaliknya jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan
respon.(Walton.2008)
Pada hasil pemeriksaan yang didapatkan terjadi rasa sakit
ketika penderita di tes dingin.
b. Tes panas
Tes panas dilakukan menggunakan gutta percha yang
dipanaskan dan diaplikasikan pada permukaan fasial. Seperti halnya
pada tes dingin, nyeri tajam dan sebentar menandakan pulpa vital
atau peradangan reversible. Respon hebat dan tidak cepat hilang
adalah pulpitis irreversible. Jika tidak ada respon menandakan
pulpanya nekrosis. (Walton.2008)
Pada hasil pemeriksaan yang didapatkan terjadi rasa sakit
ketika penderita di tes panas.
c. Tes EPT
Pengetesan pulpa secara elektrik diaplikasikan pada
permukaan fasial untuk menentukan ada tidaknya saraf sensoris dan
vital tidaknya pulpa. Tes ini masih belum sempurna dan mungkun
menghasilkan respons positif dan negative palsu. Metamorphosis
kalsium dapat menghasilkan respons negative palsu. (Walton &
Torabinejad, 1997 : 79-81)
Pada pemeriksaan ini operator tidak melakukan tes EPT.
d.Tes Kavitas
Tes ini dilakukan pada gigi nekrosis,bila tes lainnya juga
tidak memberikan respon maka lakukan tes kavitas(preparasi pada
dentin)tanpa anastesi dan gunakan bur tajam.Pada gigi vital,tes
kavitas pada permukaan email atau restorasi akan menyebabkan
sensasi rasa sakit.Bila gigi tidak juga sakit dilanjutkan sampai
terjadi perforasi atap pulpa,dilanjutkan dengan tes jarum miller.
(Walton.2008)
Tes kavitas tidak dilakukan karena pada tes termal
menunjukkan hasil positif sehingga gigi tersebut masih vital.
e. Tes dengan Jarum Miller
Dilakukan bila terdapat perforasi,jarum miller dimasukkan ke dalam
saluran akar hingga timbul reaksi.
Dengan bantuan foto sinar X dapat diketahui viatalitas gigi.
(Walton.2008)
Tes miller tidak dilakukan karena pada tes termal menunjukkan
hasil positif sehingga gigi tersebut masih vital.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
pemeriksaan radiografi. Pembuatan foto rontgen ini berdasarkan
kebutuhan dan hasil pemeriksaan objektive sebelumnya. Tujuan
dilakukannya foto sinar x ini adalah memberikan gambaran radiografik
dua dimensi dari suatu struktur tiga dimensi untuk menunjang dan
menegakkan diagnosa. Serta memberikan gambaran radiolusen dan radio
opaque. Hasil yang optimal dipengaruhi oleh:
Objek
Sumber penyinaran
Film X ray
Sudut pengambilan
Berikut ini adalah gambaran foto rontgen penderita :
Gambaran Radiografik
Gambaran radiografik terlihat mahkota sudah hilang mencapai 2/3
mahkota bagian mesial. Terlihat ruang pulpa dan akar normal sedangkan
untuk lamina dura terputus.
4. Diagnosis
Diagnosa dapat diperoleh dengan cara menganalisa hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan dimulai dari pemeriksaan subyektif,
pemeriksaan obyektif, tes vitalitas dan pemeriksaan penunjang.
Dapat disimpulkan bahwa diagnosa dari pasien adalah pulpitis
reversibel pada gigi 22, karena diperoleh hasil positif pada pemeriksaan tes
termal yang menunjukkan gigi masih vital.
5. Rencana Perawatan
Rencana perawatan bertujuan untuk mengembalikan fungsi oral,
estetik, kesehatan dan kenyamanan pada penderita dengan cara merestorasi
giginya dan mencegah karies ulang. Rencana perawatan harus
mempertimbangkan banyak faktor yaitu faktor objektif dan faktor
subjektif. Faktor subjektif yaitu faktor yang berasal dari penderita
sedangkan faktor objektif berasal dari gigi itu sendiri
Pada pemeriksaan ditemukan karang gigi dan poket periodontal
sehingga pasien dapat dirujuk terlebih dahulu ke klinik periodonsia untuk
dilakukan perawatan.Setelah itu barulah operator dapat melakukan rencana
restorasi untuk gigi yang menglami karies.Dari diagnosa didapatkan gigi
pasien mengalami pulpitis reversibel pada gigi 22.Untuk langkah awal
perawatan,dilakukan pulp capping terlebih dahulu sebelum dilakukan
restorasi.
Pulpitis reversible adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika
penyebabnya dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan
kembali normal. Stimulusringan atau sebentar seperti karies insipient,
erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar proses operatif, kuretase
periodontium yang dalam dan fraktur email yangmenyebabkan tubulus
dentin terbuka adalah factor-faktor yang dapat
mengakibatkan pulpitis reversible. (Walton & Torabinejad, 2008 ; 36)
Pulpitis reversible simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang
hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman
dingin daripada panas dan oleh udara dingin. Tidak timbul secara spontan
dan tidak berlanjut bila penyebabnya telahditiadakan. (Grossman, 1995 :
73)
Tetap mempertahankan pulpa yang sehat dan utuh adalah pilihan
yang lebih baik dibandingkan perawatan saluran akar atau prosedur
endodonsia lainnya., mengingat bahwa perawatan-perawatan tersebut
sangat memakan waktu, rumit dan mahal. Jika yang dihadapi adalah suatu
lesi karies yang dalam, ada beberapa ahli yang menganjurkan tindakan
kaping pulpa (pulp capping), suatu prosedur untuk mencegah terbukanya
pulpa selama pembuangan dentin yang karies. (Harty dan Oston, 1993).
Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung
atau bahan untuk perawatan diatas pulpa yang terbuka, misalnya
hidroksida kalsium yang akan merangsang pembentukan dentin reparative
(Harty dan Oston, 1993).
Tujuan pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke
jaringan pulpa danmelindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat
mempertahankan vitalitasnya. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa
dapat terhindarkan.
Kemudian dilakukan restorasi komposit kelas IV.
Generasi resin komposit yang kini beredar mulai dikenal di
akhir tahun enam puluhan. Sejak itu, bahan tersebut merupakan bahan
restorasi anterior yang banyak dipakai karena pemakaiannya gampang,
warnanya baik, dan mempunyai sifat fisik yang lebih baik dibandingkan
dengan bahan tumpatan lain.
Sejak akhir tahun enam puluhan tersebut, perubahan komposisi
dan pengembangan formulasi kimianya relatif sedikit. Bahan yang terlebih
dulu diciptakan adalah bahan yang sifatnya autopolimerisasi (swapolimer),
sedangkan bahan yang lebih baru adalah bahan yang polimerisasinya
dibantu dengan sinar. Resin komposit mempunyai derajat translusensi
yang tinggi. Warnanya tergantung pada macam serta ukuran pasi dan
pewarna yang dipilih oleh pabrik pembuatnya, mengingat resin itu sendiri
sebenarnya transparan.
Dalam jangka panjang, warna restorasi resin komposit dapat
bertahan cukup baik. Biokompabilitas resin komposit kurang baik jika
dibandingkan dengan bahan restorasi semen glass ionomer, karena resin
komposit merupakan bahan yang iritan terhadap pulpa jika pulpa tidak
dilindungi oleh bahan pelapik. Agar pulpa terhindar dari kerusakan,
dinding dentin harus dilapisi oleh semen pelapik yang sesuai, sedangkan
teknik etsa untuk memperoleh bonding mekanis hanya dilakukan di email
perifer.
Indikasi restorasi komposit :
Resin komposit dapat digunakan pada sebagian besar aplikasi klinis.
Secara umum, resin komposit digunakan untuk:
1. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI
2. Fondasi atau core buildups
3. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin
preventif)
4. Prosedur estetis tambahan
Partial veneers
Full veneers
modifikasi kontur gigi
penutupan/perapatan diastema
5. Semen (untuk restorasi tidak langsung)
6. Restorasi sementara
7. Periodontal splinting
8. Restorasi kavitas klas I komposit
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang
didapatkan diagnosa Pak Malik 39 tahun mengalami pulpitis reversibel, karena
pada saat pemeriksaan tes termal menunjukkan hasil positif dan pada pemeriksaan
penunjang yakni foto rontgen tidak ditemukan perforasi pada pulpa.Terdapat pula
karang gigi dan poket periodontal sehingga dirujuk ke klinik periodonsia.
DAFTAR PUSTAKA
Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu
KonservasiGigi, Edisi 3. Jakarta: EGC
Harty, F.J., dan Ogston, R..1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Murdick, B dkk. Service Operation Management. Boston : Allun and Bacon.
1990.
Heizer, J. Dan B Render. Operation Management, Sixth Edition. Upper Saddle
River : Prentice Hall.
Anusavice, K.J. 2004. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. EGC: Jakarta
Walton,Richard E.2008.Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia.Edisi 3.Jakarta : EGC
Walton, R. and Torabinejad, M., 1996. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia edisi
3. Jakarta : EGC
Gross,am, L.I.,Oliet, S. And Del Rio, C.E., Ilmu Endodontik dalam Praktek edisi
11. Jakarta : EGC