Laporan SK 5 Otw
-
Upload
majid-marco -
Category
Documents
-
view
239 -
download
0
description
Transcript of Laporan SK 5 Otw
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara bahasa, Farmakologi berasal dari bahasa Yunani, (Pharmakon:obat ;
logos:ilmu). Farmakologi ialah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan
sertainteraksi obat tersebut di dalam tubuh. Sedangkan obat itu sendiri ialah zat
bioaktif yang mampu mempengaruhi serta menimbulkan efek pada organisme
hidup.
Perkembangan obat itu sendiri sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan
mengalami perkembangan terus-menerus hingga saat ini. Farmakologi sebagai
ilmu, berfokus pada 2 sub ilmu, yaitu Farmakokinetika ( ilmu yang mempelajari
keadaan obat dalam tubuh dengan proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi ) dan Farmakodinamika ( ilmu yang mempelajari tentang pengaruh obat
terhadap jaringan tubuh ).
Farmakologi sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari,
mengingat kita hidup di dunia bukan tanpa penyakit. Ketika kita mengalami sakit
gigi, kita akan pergi ke dokter dan pada akhirnya kita akan diberikan obat-obatan.
Dari peristiwa tersebut kita tahu bahwa farmakologi sangat penting peranannya
bagi kehidupan kita.
Dalam farmakologi kita mengenal berbagai macam obat yang digunakan
dalam masalah yang sangat umum terjadi pada kehidupan kita. Misalnya,
antibiotic, yakni zat yang digunakan untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme hidup yang ada dalam tubuh kita. Analgesik, yakni obat yang
digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya
memberikan rasa nyaman bagi penderita. Dalam farmakologi, kita juga akan
mengenal istilah anastesi, yakni suatu tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan rasa atau sensasi di beberapa bagian tubuh karena blokade impuls
secara mekanis atau pemakaian obat, istilah ini sering kita jumpai ketika kita pergi
ke dokter gigi untuk pencabutan gigi. Setelah pencabutan gigi kita akan mengenal
1
obat anti-inflamasi, yakni obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri bukan karena mikroorganisme.
1.2 Skenario
Om Tukul yang biasanya ceria dan melucu, beberapa hari ini terlihat lesu
dan menutupi pipi kanannya, sambil sesekali mengerang kesakitan. Om Tukul
mengeluh pusing agak sesak napas dan sakit gigi (pipi kanannya bengkak).
Setelah diperiksakan ke dokter, tekanan darahnya 100/70, gigi geraham kanan
bawah lubang besar disertai pembengkakan gusi disekitarnya, terdapat riwayat
asma serta alergi penicillin. Kemudian oleh dokter, Om Tukul diberi resep
antibiotic, analgesic, anti-inflamasi selama 5 hari dan disarankan untuk mencabut
giginya setelah sakit dan bengkaknya mereda. 3 hari kemudian Om Tukul datang
ke dokter gigi untuk mencabutkan giginya. Sebelum pencabutan, Om Tukul diberi
anestesi local yang disesuaikan dengan riwayat medisnya.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa
masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari
antibiotik?
2. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari
analgesic-antiinflamasi?
3. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping dari
anestesi lokal?
1.4 Tujuan Pembelajaran
Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara
lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan macam-macam obat, farmakodinamik, farmakokinetik, serta
efek samping
a. Antibiotik
2
b. Analgesic-Anti-inflamasi
c. Anestesi Lokal
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu
pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan
cara kerjanya pada system biologis.
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian
tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.
Farmasi adalah bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi
dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab
memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang
farmasis disebut farmasis atau apoteker.
Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh
kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui,
neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang
mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi.
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup.
Pada zaman dahulu setelah ditemukannya obat,obat yang pertama
digunakan ialah obat yang berasal dari tanaman yang lebih dikenal dengan
sebutan obat tradisional (jamu). Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau
ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda tergantung dari asal
tanaman dan cara pembuatannya.
Perkembangan sintetis obat baru dimulai pada abad XX dengan dibuatnya
sintetis-sintetis seperti:asetosal disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat
lainnya.pendrobakan sejati baru dicapai dengan penemuan dan penggunaan obat-
obat kemoterapetik sulfanilamide(1935) dan penisilin(1940).sejak tahun 1945
ilmu kimia,fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini
menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat
baru.penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih 500 macam obat setiap
4
tahunnya,sehingga obat-obat kuno makin terdesak oleh obat-obat baru,
kebanyakan obat-obat yang digunakan ditemukan sekitar 20 tahun yang
lalu,sedangkan obat-obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat modern
tersebut.
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping
3.2 Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa hasil sintesis mikroorganisme terutama fungi,
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.
Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh.
Namun dalam praktek sehari hari, antibiotic sintetik yang tidak diturunkan dari
produk mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga digolongkan sebagai
antibiotik. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
antibiotik, yaitu melalui:
1. Pendekatan kimia
2. Pendekatan berdasarkan mekanisme kerja
3. Pendekatan berdasarkan manfaat dan sasaran kerja
4. Pendekatan berdasarkan daya kerja
6
3.2.1 Berdasarkan struktur kimia
3.2.1.1 β-Laktam
Mekanisme kerja
Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan
cara menginhibisi sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan
dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh enzim
transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai
peptida-glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran
sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam
sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis reaksi
transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel
yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang
terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah
terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di
dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan membuat
terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan
antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang
dapat mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian,
bakteri yang kehilangan dinding sel maupun mengalami lisis akan
mati.
Farmakodinamik
Golongan β-laktam termasuk dalam kelompok antibiotik time-
dependent (bergantung pada waktu), dimana antibiotik ini membunuh
lebih baik saat konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat
minimum (KHM). Laju dan tingkat penghambatan relatif konstan saat
konsentrasinya sekitar empat kali KHM dari mikroorganisme,
sehingga tujuan terapi adalah untuk mempertahankan keadaan ini
selama mungkin pada tempat infeksi saat interval dosis. Puncak
konsentrasi pada obat-obat golongan β-laktam tidak terlalu penting.
Pada infeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati infeksi
yaitu bila melampaui 40–50 % KHM pada interval pemberian. Durasi
7
optimum dimana konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KHM
belum diketahui.
Maka dari itu, penggunaan antibiotik β-laktam dengan dosis
normal atau lebih tinggi tetapi belum bertahan dalam waktu yang
cukup lama, tidak akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan.
Pada umumnya dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat
dalam plasma, dan konsentrasi dalam plasma berbanding lurus juga
dengan efek yang dihasilkan. Sedangkan untuk obat golongan β-
laktam hal ini tidak berlaku, karena walaupun dosis obat berbanding
lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, tetapi efek yang
dihasilkan obat golongan β-laktam tidak berbanding lurus dengan
konsentasi di dalam plasma. Hal ini dikarenakan obat-obat golongan
β-laktam baru akan menghasilkan efek yang diinginkan ketika kita
menggunakan obat tersebut dengan dosis normal (tertentu) dengan
waktu (durasi) penggunaan yang cukup lama (tertentu).
Farmakokinetik
Sebagian besar golongan β-laktam tidak tahan terhadap asam
dan terurai oleh asam lambung. Absorbsi β-laktam pada saluran
pencernaan terbatas. Sebagian besar sediaan β-laktam adalah sediaan
parenteral. Esterifikasi dari obat asli terkadang diperlukan untuk
memfasilitasi absorbsi. β-laktam yang teresterifikasi sebaiknya
diberikan bersama makanan.
Golongan β-laktam sebagian besar tersebar di ekstraselular.
Penetrasi β-laktam pada membran biologis dan penetrasi
intraselulernya terbatas, terkadang hal tersebut dapat diatasi dengan
pemberian dosis yang lebih tinggi. Sebagian besar golongan β-laktam
dieksresikan lewat ginjal, kecuali oxacillin, cefoperazon, ceftriaxon.
Waktu paruh golongan β-laktam lebih singkat yaitu berkisar antara 2–
2,5 jam. Ceftriaxon memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu
sekitar 8 jam dalam sekali pemberian. Golongan β-laktam adalah (a)
Kelompok Penicillin (b) Kelompok Sefalosporin.
8
3.2.1.1.1 Penicillin
Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu
inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari
cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Rantai samping
merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai
jenis radikal. Dengan mengikat berbagai radikal pada gugus
amin bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin,
misalnya penisilin G, radikalnya adalah gugus benzil. Penisilin
G untuk suntikan biasanya tersedia sebagai garam Na atau K.
bila atom H pada gugus karboksil diganti dengan prokain,
diperoleh penisilin G prokain yang sukar larut dalam air,
sehingga dengan suntikan IM akan didapatkan absorpsi yang
lambat dan masa kerjanya lama.
Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas
antimikrobanya dalam suasana asam sehingga penisilin
kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain
hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim betalaktamase
(dalam hal ini, penisilinase) yang memecah cincin betalaktam.
Radikal tertentu pada gugus amino inti 6-APA dapat
mengubah sifat kerentanan terhadap asam, penisilinase, dan
speltrum sifat anti-mikroba.
Satuan Daya Aktivitas Kerja Potensi Penisilin
Potensi penisilin dinyatakan dalam dua jenis satuan.
Untuk penisilin G biasanya digunakan satuan aktivitas
biologik yang dibandingkan terhadap suatu standar, dan
dinyatakan dalam Internasional Unit (IU). Satu milligram
natrium-penisilin G murni adalah ekuivalen dengan 1667 IU
atau 1 IU = 0.6 . Satuan potensi penisilin lainnya pada
umumnya dinyatakan dalam satuan berat.
9
Aktivitas dan Mekanisme Kerja
Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap
mikroba yang sensitive, penisilin akan menghasilkan efek
bakterisid.
Mekanisme kerja antibiotika betalaktam dapat
diringkas dengan urutan sebagai berikut: (1) Obat bergabung
dengan penicillin-blinding protein (PBPs) pada kuman. (2)
Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses
transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. (3)
Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.
Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas
terbaik terhadap kuman gram-positif yang sensitive.
Kelompok ampisilin, walaupun spectrum AM-nya lebar,
aktivitasnya terhadap mikroba gram positif tidak sekuat
penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba gram-
negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan secara per
oral.
Spektrum Antimikroba
Penisilin G efektif terutama terhadap mikroba gram-
positif dan Spirochaeta; selain itu beberapa mikroba gram
negatif juga sangat sensitif terhadap penisilin G, misalnya
Gonococcus yang tidak menghasilkan penisilinase.
Penisilin V memiliki spectrum antimikroba yang
sama dengan penisilin G. Metisilin spektrumnya lebih sempit
daripada penisilin G, karena tidak efektif sama sekali terhadap
mikroba Gram-negatif. Indikasinya hanyalah untuk mengatasi
infeksi stafilokokus penghasil penisilinase. Ampisilin
merupakan prototip golongan amino-penisilin berspektrum
luas, tetapi aktivitasnya terhadap kokus Gram-positif kurang
daripada penisilin G.
10
Resistensi
Sejak penisilin mulai digunakan, jenis mikroba yang
tadinya sensitive makin banyak yang menjadi resisten.
Mekanisme resistensi terhadap penisilin, antara lain: (1)
pembentukan enzim betalaktamase. Pada umumnya kuman
gram-positif mensekresi betalaktamase ekstraselular dalam
jumlah relative besar. Kuman gram-negatif hanya sedikit
mensekresi keluar betalaktamase tetapi tempatnya strategis,
yaitu di rongga periplasmik diantara membran sitoplasma dan
dinding sel kuman. Kebanyakan jenis betalaktamase
dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetic oleh plasmid.
(2) enzim autolisin kuman tidak bekerja, sehingga timbul sifat
toleran kuman terhadap obat. (3) kuman tidak mempunyai
dinding sel (misalnya mikoplasma). (4) Perubahan PBP
(Penicillin Binding Protein) atau obat tidak dapat mencapai
PBP
Farmakokinetik
Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang
diabsorpsi pada pemberian oral dipengaruhi oleh besarnya
dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan
dosis lebih kecil persentase yang diabsorpsi relative besar.
Absorpsi ampisilin oral tidak lebih baik dari penisilin V atau
fenetisilin.
Absorpsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik
daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksilin
mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira0kira 2 kali
lebihh tinggi daripada yang dicapai oleh ampisilin, sedang
masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan
ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang
amoksisilin tidak.
11
Penisilin G didistribusi luas daam tubuh. Kadar obat
yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus,
limfe, dan semen, tetapi dalam cairan serebrospinal sukar
dicapai. Adanya radang meningen lebih memudahkan
penetrasi penisilin G ke cairan serebrospinal tetapi tercapai
tidaknya kadar efektif tetap sukar diramalkan.
Distribusi amoksisilin secara garis besar sama
dengan ampisilin. Karbenisilin pada umumnya
memperlihatkan adanya sifat distribusi yang sama dengan
penisilin lainnya termasuk distribusi ke dalam empedu dan
dapat mencapai cairan serebrospinal pada meningitis.
Efek Samping
Reaksi Alergi
Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang
berupa berbagai bentuk kemerahan kulit, dermatitis kontak,
glositis, serta gangguan lain pada mulut, demam yang kadang-
kadang disertai menggigil. Yang paling sering terjadi diantara
semuanya adalah kemerahan kulit. Tindakan yang diambil
pada reaksi alergi adalah dengan menghentikan pemberian
obat dan member terapi simtomatik dengan adrenalin. Bila
perlu diberikan tambahan antihistamin dan kortikosteroid
sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah suatu reaksi
anafilaksis.
Syok anafilaksis
Pada umumnya untuk mengatasi syok anafilaksis
akibat pemberiian obat diperlukan 1 sampai 4 kali suntikan
0,3-0,4 mL adrenalin subkutan. Pada syok berat dan lama
dapat diberikan hidrokortison 100 mg atau deksametason 5-10
mg secara intravena atau intramuscular sebagai tambahan,
yang berefek permisif terhadap adrenalin
12
Perubahan biologik
Abses data terjadi pada tempat suntikan dengan
penyebab stafilokokus atau bakteri gram-negatif. Gejala
palagra, terutama pada daerah selangkang dan skrotum,
mungkin berhubungan dengan gangguan flora usus yang
mengakibatkan defisiensi asam nikotinat.
3.2.1.1.2 Sefalosporin
Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium
acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu.
Sefalosporin terbagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas
mikroba yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan
masa pembuatannya. Dewasa ini, sefalosporin yang lazim
digunakan dalam pengobatan, telah mencapai generasi
keempat.
Sefalosporin generasi pertama (SG I)
Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan
spectrum antimikroba terutama aktif terhadap kuman gram-
positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S. aureus
dan Streptococcus termasuk S. pyogenes, S. viridians dan S.
pneumonia. Bakteri gram-positif yang juga sensitive adalah S.
anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes,
dan Corynebacterium diphteriae.
Sefalosporin generasi kedua (SG II)
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram
positif dibandingkan generasi pertama, tetapi lebih aktif
terhadap kuman gram negatif, misalnya H. influezae, P.
mirabilis, E. coli, dan Klebsiella.
Sefalosporin generasi ketiga (SG III)
Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan
generasi pertama terhadap gram-positif, tetapi jauh lebih aktif
13
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil
penisilinase. Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P.
aeruginosa.
Sefalosporin generasi keempat (SG IV)
Antibiotika golongan ini (misalnya, sefepim,
sefpirom) mempunyai spectrum aktivitas lebih luas dari
generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh
betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk
mengatasi infeksi kuman yang resisten terhadap generasi
ketiga.
Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinetiknya sefalosporin dibedakan
dalam 2 golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor, sefpodoksim
proksetil, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil, sefiksim,
seftibuten, dan sefuroksim aksetil yang dapat dierikan secara
per oral karena diabsorbsi melalui saluran cerna. Sefalotin dan
sefapirin umumnya diberiikan secara intravena karena
menyebabkan iritasi local dan nyeri pada pemberian
intramuskular.
Sefalosporin juga melewati sawar sarah uri,
mencapai kadar tinggi di cairan synovial dan cairan
pericardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin
generasi ketiga di cairam mata relative tinggi, tetapi tdak
mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu
umumnya tinggi, terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk
utuh melalui ginjal, dan proses sekresi tubuli, kecuali
sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu.
Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada
pasien insufisiensi ginjal.
14
Efek samping
Reaksi mendadak, yaitu anafilaksis dengan spasme
bronkus dan urtikaria terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi
pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada
alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil.
Dengan demikian pada pasien dengan alergi penisilin berat,
tidak dianjurkan penggunaann sefalosporin atau jika sangat
diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh.
Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia
dapat timbul meskipun jarang. Sefalosporin bersifat
nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan dengan
aminoglikosida dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi
pada pemberian sefaloridin 4 g/hari.
Diare dapat timbul terutama pada pemberian
sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui
empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Selain itu
dapat terjadi perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia,
dan disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian
moksalaktam.
3.2.1.2 Aminoglikosida
Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus
lainnya. Senyawa aminoglikosid dibedakan dari gugus gula amino
yang terikat pada aminosiklotol. Yang termasuk golongan
aminoglikosid diantaranya: Streptomisin, kanamisin, gentamisin,
tobramisin, neomisin, framisetin, dan paromisin.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja aminoglokosida adalah dengan
penghambatan biosintesis protein melalui ikatan pada subunit 30S.
Selain itu menyebabkan salah baca mRNA, yang mengakibatkan
15
pembentukan protein nonsense. Namun efek bakterisid senyawa –
senyawa ini disebabkan oeh gangguan permeabilitas dari membran
sitoplasma.
Spektrum Aktivitas
Spektrum aktivitasnya sedang, terutama pada bakteri gram
negatif, yang penting adalah efek dari senyawa – senyawa baru
terhadap kelompok Pseudomonas
Efek samping
Aminoglikosida berefek samping ototoksik dan nefrotoksik
karena kumulasi selektif di perilimfa telinga sebelah dalam dan
dengan ikatan pada asam fosfolipid di mikrovili tubulus proksimal.
Terjadi Relaksasi otot, serta sensibilisasi disertai perkembangan alergi
terhadap golongan obat ini.
3.2.1.3 Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan Kristal putih yang sukar larut
dalam air dan rasanya sangat pahit. Kloramfenikol mempunyai daya
antimikroba yang kuat.
Mekanisme kerja
Kloramfenikol berjalan dengan jalan menghambat sintesis
protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil-transferase yang
berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide
pada proses sintesis protein kuman.
Farmakokinetik
Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Kadar puncak
dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan
bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak
pahit. Bentuk ester ini mengalami hidrolisis dalam usus dan
membebaskan kloramfenikol. Obat ini didistribusikan secara baik ke
berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal
dan mata. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang
16
diberikan oral telah diekskresi melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekresi melalui urin, hanya 5-10% dalam bentuk
aktif.
Efek samping
Efek samping dari kloramfenikol, antara lain depresi sumsum
tulang yang reversible dan berhubungan dengan besarnya dosis yang
diberikan ; depresi eritropoesis; leucopenia, trombositopenia dan
peningkatan kadar serum iron.
3.2.1.4 Tetrasiklin
Mekanisme Kerja
Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya, paling
sedikit terjadi 2 proses masuknya AB ke dalam ribosom bakteri Gram
negative : Pertama, difusi pasif mllui kanal hidrofilik ; Kedua, mllui
sistem transport aktif. Setelah masuk AB berikatan secara reversibel
dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNAaminoasil pada
kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan
rantai peptida dan akibatnya sintesis protein berhenti.
Farmakokinetik
Absorpsi 30-80% diserap lewat saluran cerna, sebagian besar
terjadi di lambung & usus halus bagian atas. Faktor penghambat :
makanan dlm lambung (kec minosiklin & doksisilin), pH tinggi,
pembentukan kelat(kompleks tetrasiklin dgn zat lain yg sukar diserap)
diberikan sebelum/2 jam setelah makan.
Distribusi Dalam plasma, semua terikat protein plasma dlm
jumlah variasi ; Dalam CSS, kadar tetrasiklin hanya 10-20% kadar
dlm serum ; Ditimbun dalam RES di hati, limpa, sumsum tulang,
dentin dan email gigi yang belum bererupsi.
Metabolism e Tidak dimetabolisme secara berarti di hati.
Doksisiklin dan minosiklin mengalami metabolisme di hati yang
cukup berarti sehingga aman diberikan pada pasien gagal ginjal
17
Ekskres i Diekskresi mllui urin berdasarkan filtrasi
glomerolus. Ekskresi oleh hati ke dalam empedu, yang diekskresi ke
dalam lumen usus mengalami siklus entero hepatik, yang tidak
diserap diekskresi lewat tinja.
Efek Samping
Iritasi lambung ; Tromboflebitis; Kelainan darah;
Disgenesis ; perubahan warna permanen dan karies gigi ; Sindrom
Fanconi ; Meningkatkan kadar ureum, pada gagal ginjal dapat terjadi
azotemia ; Peninggian tekanan intrakranial.
3.2.2 Berdasarkan mekanisme kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotic dapat dikelompokan
dalam lima kelompok, seperti berikut.
1. Antibiotic yang menginhibisi sintesis atau mengaktivasi enzim
yang merusak dinding sel bakteri, sehingga menghilangkan
kemampuan berkembang biak dan sering kali lisis
- Penisilin; sefalosporin
- Sikloserin; vankomisin; ristosetin; basitrasin
2. Antibiotic yang bekerja langsung terhadap membrane sel,
memperngaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran
dan kehilangan senyawa intraseluler.
- Polimiksin; kolistimetat
- Antifungus polien; nistatin; amfoteresin B
3. Antibiotic yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, sehingga
menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversible
- Senyawa bakteriostatik kloramfenikol; tertrasiklin; antibiotic
makrolida: eritromisin; linkomisin; klindamisin
4. Antibiotic yang difiksasi pada subunit ribosom 30s menyebabkan
timbunan kompleks pemula sintesis protein, sehingga salah tafsir
kode mRNA dan memproduksi polipeptida abnormal
- Antibiotic aminoglikosida yang bersifat bakterisid
18
5. Antibiotic yang mengganggu metabolisme asam nukleat
- Rifampin, menginhibisi RNA polymerase yang dependen DNA.
Metoda analisis farmakologi molecular kemungkinan dapat
diutarakan bahwa antibiotic dapat mempengaruhi perkembangan
bakteri pada enam lokasi, yaitu:
Dinding sel bakteri
Membrane sitoplasma
Replikasi DNA
Transkripsi DNA
Translasi mRNA
Metabolisme intermediet
3.2.3 Berdasarkan manfaat dan sasaran kerja
Berdasarkan manfaat dan sasaran kerjanya dapat dibedakan tiga
kelompok antibiotic.
1. Antibiotic yang terutama bermanfaat terhadap kokus gram + dan
basil, cenderung memiliki spectrum aktivitas yang sempit.
- Penisilin G; penisilin semi sintetik yang resisten terhadapa
penisilinase
- Makrolida; linkomisin; vankomisin; basitrasin.
2. Antibiotic yang terutama efektif terhadap basil aerob gram –
- Aminoglikosida
- Polimiksin
3. Antibiotic yang secara relative memiliki spectrum kerja yang luas,
serta bermanfaat terhadap kokus gram + dan basil gram –
- Penisilin spectrum luas (ampisilin; kabernisilin)
- Sefalosporin
- Tetrasiklin
- Kloramfenikol
19
3.2.4 Berdasarkan daya kerja
Dari segi daya kerjanya, antibiotic dapat dibedakan dalam kelompok
antibiotic bakteriostatik dan antibiotic bakterisidik. Kelompok yang pertama
menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri, kelompok yang
kedua bekerja mematikan bakteri tersebut. Daya kerjanya ini nampaknya
berkaitan pula dengan mekanisme kerja antibakteri tersebut.
Antibakteri yang bekerja menghambat sintesis protein bakteri,
ternyata bakteriostatik (kelompok tetrasiklin; kloramfenikol; eritromisin;
linkomisin). Antibiotic yang bekerja menghambat biostesis dinding sel
bakteri, rupanya bersifat bakterisid ( penisilin dan derivatnya; absitrasinl
kelompok aminiglikosida; polimiksin; rifampisin). Karena sintesis dinding
sel bakteri terganggu, luar dan di dalam sel yang mengakibatkan
kehancurannya.
Suatu bakteri bersifat bakteriostatik atau bakterisid ditentukan pula
oleh dosis yang diberikan. Pada dosis rendah antibakteri kelompok
bakterisid dapat bersifat bakteriostatik atau tidak bekerja sama sekali.
Sebaliknya, antibakteri yang bersifat bakteriostatik, seperti tetrasiklin dan
kloramfenikol, bersifat bakterisid pada dosis tinggi. Antibakteri
bakteriostatik dapat digunakan pada serangan infeksi yang akut, ketika
jumlah antibody dalam tubuh masih memadai dan pada infeksi yang ringan.
3.3 Analgesik Anti-Inflamasi
3.3.1 Sifat Dasar Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
3.3.1.1 Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan
anti inflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat obat tersebut,
misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan
analgesik tetapi sifalt anti inflamasinya lemah sekali.
20
3.3.1.2 Efek Analgesik
Obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
itensitas rendah sampai sedang misalnya mualsakit kepala, misalgia,
antralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen terutama
terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasiEfek analgesik jauh
lebih lemah di bandongkan denga efek analgesik opiat. Bedanya obat
irip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek
samping sentral yang merugikan. Obat mirip aspirin hanya mengubah
presepsi mediator sensorik nyeri , tidak mempengaruhi sensorik lain.
3.3.1.3 Efek Antipiretik
Obat yang mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada keaadaan demam walaupun kebeanyakan obat ini
memeperlihatkan efek antipiretik in vitro tidak seuanya berguna
senagai anti piretik karena brsifat toksik bila di gunakan secara
rutinatau terlalu lama.
3.3.1.4 Efek Anti-Inflamasi
Kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru lebih di
manfaatkan sebagai anti inflamasi pada pegobatan kelainan
muskuluskeletal misalnya artritis reumatoid, osteoritis dan spondilitis
ankilosa, tetapi harus diingat gejala nyeri dan inflamasi yang
berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan,
memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan
muskulusskeletal ini.
3.3.1.5 Efek Samping
Efek samping obat anti-inflamasi ini, antara lain: kebanyakan
obat anti inflamasi ini bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul
pada sel yang bersifat asam misalnya lambung,ginjal, dan jaringan
21
inflamasi. Berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ
yaitu saluran cerna ginjal, dan hati.
Efek yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik
(tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadanag di sertai anemia
sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Efek samping lainnnya
yaitu gannguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis
tambahana A2 (T x A2) dengan akibat perpanjangan waktu
perdarahan.
3.3.2 Pembahasan Obat
3.3.2.1 Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asesotal atau
asam aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti-inflamasi yang luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Mekanisme Kerja
Efek antipiretik dan anti-inflamasi salisilat terjadi karena
penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam
hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan
menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitasi
reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi. Aspirin
juga menekan rangsang nyeri pada daerah subkortikal yaitu thalamus
dan hipotalamus.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral, sebagai salisilat diabsorpsi dengan cepat
dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus
bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian.
Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan
disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan
lambung. Absorpsi pada pemberian secara rectal, lebih lambat dan
tidak sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat
diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat
22
gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit
yang luas.
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh
jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam
cairan synovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu.
Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri.
Farmakodinamik
Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang banyak
digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin
dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik
obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan
terjadi demam dan hiperhidrosis.
Efek Samping
Efek samping terhadap pernapasan
Efek salisilat pada pernafasan penting dimengerti, karena pada
gejala pernapasan tercermin seriusnya gangguan keseimbangan asam
basa dalam darah. Salisilat merangsang pernapasan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada dosis terapi salisilat
mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian PCO2
akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui
alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun.Meningkatnya
vantilasi ini pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih
dalam sedangkan frekuensi hanya sedikit bertambah.
Efek samping terhadap keseimbangan asam-basa
Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama di otot
rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida
yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernapasan
sehingga karbondioksida dalam darah tidak meningkat.
23
Efek samping terhadap saluran cerna
Peredaran darah lambung yang berat dapat terjadi pada dosis
besar dan pemberian kronik.
3.3.2.2 Para Aminol Fenol
Derivatnya adalah Asetaminofen dan Fenasetin. Khasiat
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen juga
merupakan metabolit fenasetin dan khasiatnya sama dengan fenasetin.
Mulanya termasuk obat bebas, tetapin sejak tahun 1978 digolongkan
sebagai obat keras.
Farmakokinetik
Bila diberikan per oral secara cepat dan sempurna diserap
melalui saluran cerna. Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai
setelah ½ jam pemberian. Waktu paruhnya 1-3 jam.
Didistribusikam ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma
sebagian terikat protein plasma, 25% untuk asetaminofen dan 30%
untuk fenasetin. Metabolisme oleh enzim mikrosom dalam hati; 80%
terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil dengan asam
sulfat dalam hati. Juga mengalami hidroksiklasi dan hasil hidroksilasi
ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis.
Diekskresikan melalui ginjal; sebagian berupa asetaminofen (3%) dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Farmakodinamik
Efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan salisilat. Efek
anti-inflamasinya sangat lemah, kareana itu tidak digunakan sebagai
antirematik seperti salisilat.
Efek Samping
Reaksi alergi : jarang terjadi, berupa eritem, urtikaria atau bila
lebih berat dapat timbul demam dan lesi mukosa. Efek samping lain
dapat berupa : (a) Anemia hemolitik pada pemakaian kronik.
Terjadinya karena mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan
24
terjadi metabolit-metabolit yang abnormal. (b) Methemogobinemia
dan Sulfohemoglobinemia pada pemakaian dosis besar.
3.3.2.3 Parasetamol
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit
fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol
(asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi
serta peradangan lambung.
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang
tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat
lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya
tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai
sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan
keadaan lain.
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik
sama dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak
seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang,
dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat
antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun
Parasetamol.
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan
kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-
kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk
tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin
dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil
benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit
berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari
25
glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan
berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan
Salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG)
yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat
pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan
keseimbangan asam basa.
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui
penghambatan siklooksigenase. Parasetamol menghambat
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase
secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih
kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi
obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.
Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase
perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan
atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak
mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin,
ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini
menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa
prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian
prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik.
26
Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.
Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih
berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat
menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik.
Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune,
defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarang
menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3%
Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan
masalah pada takar lajak.
Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan
penggunaan Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan
sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar disimpulkan.
Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal
lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan
semua jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam
kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.
Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan
demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol
digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang.
Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita
hipersensitif terhadap obat ini.
3.3.2.4 Kaflam (Natrium Diklofenak)
Kaflam adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang
mengandung garam kalium dari diklofenak. Obat ini memiliki efek
analgesic dan antiinflamasi.
27
Farmakodinamik Dan Farmakokinetik
Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis
prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses
terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan
diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi
tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar
puncak obat dicapai dalam ½ -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu
paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan
akumulasi . eliminasi terutama melalui urin
Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali
adalah salah satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki
efikasi dan toleransi diklofenak. Pengembangan formulasi yang
canggih dengan teknologi tinggi pada “drug delivery System” telah
dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah dipasarkan di
Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia.
Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan
Sustained-Release ) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana
zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang akan
menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran
gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-
intestinal dari obat AINS.
Efek Samping
Efek Samping pada Saluran pencernaan
Kadang- kadang : nyeri epigastrum, gangguan saluran
pencernaan seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dyspepsia, perut
kembung, anoreksia.
Jarang : perdarahan saluran pencernaan ( hematemesis,
melena, tukak lambung dengan atau tanpa perdarahan/ perforasi, diare
berdarah )
28
Sangat jarang : gangguan usus bawah seperti “nonspesifik
haemorrhagic colitis” dan eksaserbasi colitis ulseratif atau chron’s
disease, stomatitis aphthosa, glositis, lesi esophagus, konstipasi.
Efek Samping pada Saluran saraf pusat dan perifer
Kadang- kadang : sakit kepala, pusing, vertigo
Jarang : perasaan ngantuk
Sangat jarang : gangguan sensasi ternasuk parestesia,
gangguan memori, disorientasi, gangguan penhlihatan ( blurred
vision, diplopia ), gangguan pendengaran, tinnitus, insomnia,
iritabilitas, kejang, depresi, kecemasan,mimpi buruk, tremor, reaksi
psikotik, gangguan perubahan rasa.
Efek Samping pada Kulit
Kadang-kadang : ruam atau erupsi kulit
Jarang : urtikaria
Sangat jarang : erupsi bulosa , eksema, eritema multiforme,
SSJ, lyell syndrome (epidermolisis toksik akut ), eritrodema
( dermatitis exfoliatif ), rambut rontok, reaksi fotosensitivitas, purpura
termasuk purpura alergik
Penggunaan
Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi-kondisi akut
sebagai berikut : Nyeri inflamasi setelah trauma seperti terkilir, Nyeri
dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi gigi atau tulang.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga
dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan
asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid
lainnya.
3.4 Anestesi Lokal
Anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan,
persepsi temperature dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi
29
motorik. Bila hanya sebagian dari tubuh yang terpengaruh, dapat digunakan istilah
anestesi local atau analgesia local. Anestesi local menghambat impuls konduksi
secara reversible sepanjang akson saraf dan membrane eksitabel lainnya yang
menggunakan saluran natrium sebagai alat utama pembangkit potensial aksi.
Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk menghambat sensasi sakit dari atau
impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh tertentu.
3.4.1 Farmakokinetik
Anestesi local biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah
serabut saraf yang akan dihambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi
tidak begitu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan
mula kerja anestesi sama seperti pada anestesi umum terhadap SSP dan
toksisitas jantung.
Absorpsi
Absorpsi sistemik suntikan anestesi local dari tempat suntikan
dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain:
Dosis
Tempat suntikan
Ikatan obat-jaringan
Adanya bahan vasokonstriktor
Sifat fisiokimia obat
Aplikasi anestesi local pada daerah yang kaya vaskularisasi
menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam
darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat yang perfusinya jelek.
Untuk anestesi regional yang menghambat saraf yang besar, kadar darah
maksimum anestesi local menurun sesuai dengan pemberian yaitu:
interkostal (tertinggi)→kaudal→epidural→pleksus brakialis→saraf
isciadikus (terendah).
Distribusi
Anestesi local amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian
lobus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin
30
terjadi dalam lemak. Setelah fase distribusi awal yang perfusinya tinggi
seperti otak, hati, ginjal dan jantung diikuti oleh fase distribusi lambat yang
perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang
sangat singkat dari obat tipe ester maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan Ekskresi
Anastesi local diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang
mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena
anestesi local yang bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui
lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang
diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier
menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah
dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal. Tipe ester anestesi local dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas
sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit
untuk prokain dan kloroprokain. Ikatan amida dari anestesi local amida
dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan metabolisme senyawa
amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap individu, perkiraan urutannya
adalah prilokain (tercepat) → editokain→ lidokain→ mepivakain→
bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi local tipe amida
ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai
contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada
pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang
berat.
3.4.2 Farmakodinamik
31
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi local adalah sebagai
berikut:
Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke
dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan
potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran
natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar
sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar
-95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat.
Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium.
Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringan tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan
menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local
digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat,
konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun,
amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu
potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan
anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada
setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini
dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah
yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi.
32
Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi,
potensial istirahat jelas tidak terganggu. Karakteristik Struktur-Aktivitas
Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin
cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi
mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat
menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja.
Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan
tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan
masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein
dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan
lain.
Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka
kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang
diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata
kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan
mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf,
serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan
dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan;
kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Durasi Obat
Secara teoritis, lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama
dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk operasi. Namun, pada
prakteknya, durasi anestesi biasanya lebih lama dari pada durasi yang
diperlukan untuk prosedur perawatan gigi. Penambahan vasokonstriktor
pada larutan anestesi local akan mempengaruhi durasi anestesi.
3.4.3 Efek Samping
33
Obat anestesi lokal mempengaruhi fungsi semua organ dengan
menghambat transmisi dan konduksi impuls, oleh karena itu obat anestesi
lokal mempunyai efek penting pada susunan saraf pusat, ganglion otonom,
neuromuscular junction dan semua jenis otot. Efek toksik yang terjadi
berbanding lurus dengan dosis/konsentrasi obat anestesi lokal yang masuk
ke dalam sirkulasi.
Pada Sistem saraf pusat
Obat anestesi lokal dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
(SSP), kelelahan dan tremor, serta kejang klonik. Secara umum, obat
anestesi lokal yang lebih poten lebih cepat menyebabkan kejang. Stimulasi
diikuti oleh depresi SSP dapat menyebabkan kematian yang biasanya
disebabkan oleh kegagalan pernafasan.
Gejala stimulasi diikuti depresi SSP disebabkan obat anestesi lokal
menekan aktifitas neuron pada fase eksitasi. Penggunaan obat anestesi
secara sistemik dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan atau
tanpa tanda awal stimulasi SSP. Konsentrasi obat mungkin meningkat secara
cepat sehingga mencapai seluruh saraf yang tertekan secara simultan. Jalan
nafas harus diperhatikan dan pemberian oksigen merupakan langkah terapi
terpenting pada intoksikasi lanjut. Benzodiazepin atau barbiturat intravena
merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menghilangkan kejang.
Keluhan yang sering ditemukan pada penggunaan obat anestesi lokal
adalah mengantuk, sedangkan lidokain dapat menyebabkan euforia dan
kejutan otot. Lidokain dan prokain dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran yang ditandai dengan gejala sedasi. Kokain secara khusus
mempengaruhi tabiat dan perilaku, oleh karena itu kokain sering
disalahgunakan.
Vasovagal
Vasovagal merupakan efek samping anestesi karena stimulasi N.
Vagus, hal ini disebabkan peningkatan tonus saraf parasimpatis. Manifestasi
reaksi vasovagal adalah rasa cemas, nyeri kepala, sinkop, diaforesis,
bradikardi dan hipotensi. Posisi trendelenburg dapat mengurangi gejala
34
vasovagal dengan cepat, sedangkan untuk menghindari reaksi vasovagal
dianjurkan dalam posisi berbaring.
Pada Sistem kardiovaskuler
Obat anestesi lokal mempengaruhi sistem kardiovaskuler karena
absorbsi sistemik. Tempat kerja utama obat anestesi lokal adalah pada
miokardum yaitu dengan cara menurunkan eksitasi listrik, frekuensi
konduksi, dan kekuatan kontraksi. Kebanyakan obat anestesi lokal
menyebabkan dilatasi arteriol. Efek terhadap kardiovaskuler biasanya
ditemukan pada konsentrasi tinggi dalam sirkulasi. Dosis rendah obat
anestesi lokal dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan kematian, hal
ini disebabkan karena pengaruhnya pada pacemaker atau awitan mendadak
fibrilasi ventrikel. Bupivakain dapat menyebabkan takikardi dan fibrilasi
ventrikel. Lidokain dan prokain dapat juga digunakan sebagai obat
antiaritmia.
Pada Otot polos
Obat anestesi lokal menekan kontraksi otot polos usus, dan
menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan bronkus, meskipun
pada konsentrasi rendah awalnya menyebabkan kontraksi. Obat anestesi
lokal dapat meningkatkan bising usus dan menurunkan kontraksi otot uterus.
Hipersensitifitas terhadap obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal jarang menyebabkan reaksi hipersensitifitas.
Reaksi dapat berupa dermatitis kontak alergika atau berupa serangan asma.
Reaksi alergi harus dibedakan dengan efek samping toksik atau akibat
vasokonstriktor yang ditambahkan pada obat anestesi lokal. Reaksi
hipersensitivitas sering ditemukan akibat obat anestesi lokal golongan ester
dan turunannya. Sebagai contoh, individu yang sensitif terhadap prokain
juga bereaksi terhadap obat anestesi lokal dengan struktur kimia yang sama,
misalnya tetrakain, serta metabolitnya. Golongan amida jarang
menyebabkan reaksi hipersensitifitas, kecuali metilparaben. Obat anestesi
lokal yang mengandung vasokonstriktor juga dapat menyebabkan reaksi
alergi karena mengandung sulfida.
35
3.4.4 Penggolongan Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu ester dan amnida.
Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis, oleh enzim mikrosom hepar
dan diekskresi melalui ginjal, sehingga waktu kerjanya cepat hilang.
Sementara amnida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis
sehingga waktu kerjanya lama. Obat anastesi golongan ester yaitu kokain,
benzokain, kloroprokain, prokain, tetrakain. Golongan amnida termasuk
obat seperti bupivakain, dibukain, lidokain, mepivakain, dan prilokain
3.4.4.1 Obat Golongan Ester
3.4.4.1.1 Kokain
Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun
Erythroxylon coca dan spesies Erythroxylon lain. Hanya
dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa
jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit. Contoh: Fentanil
Farmakodinamik
Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat
hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik
yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.
Kokain adalah perangsang korteks yang kuat. Efek kokain
pada batang otak menyebabkan peningkatan frekuensi napas.
Pusat vakomotor dan pusat muntah juga mungkin terangsang.
Perangsangan ini disusul oleh depresi yang mula-mula terjadi
pada pusat yang lebih tinggi, dan ini mungkin sudah terjadi
sementara bagian sumbu serebrospinal yang lebih rendah
masih pada stadium perangsangan. Efek euphoria terjadi
karena penghambatan dopamine di sinaps susunan saraf pusat.
Kokain dosis kecil memperlambat denyut jantung
akibat perangsangan pusat vagus, pada dosis sedang denyut
jantung bertambah karena perngsangan pusat simpatis dan
36
efek langsung pada sistem saraf simpatis. Pemberian kokain
IV dosis besar dapat menyebabkan kematian mendadak karena
payah jantung sebagai akibat efek toksik langsung pada otot
jantung.Pemberian kokain sistemik menyebabkan penurunan
tekanan darah walaupun awalny naik karena vasokontriksi dan
takikardi. Vasokontriksi dikarenakan perangsangan vasomotor
secara sentral.
Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan
suhu badan disebabkan oleh 3 faktor yaitu (1)penambahan
aktivitas otot akan meninggikan produksi panas;
(2)vasokontriksi menyebabkan berkurangnya kehilangan
panas; dan (3) efek langsung pada pusat pegatur suhu. Pada
keracunan kokain dapat terjadi pireksia.
Efek lokal kokain yang terpenting yaitu
kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar
efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas
untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat
menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan
kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal,
khususnya untuk anestesi saluran nafas atas.
Kokain sering menyebabkan keracunan akut.
Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang
ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida
digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat diabsorbsi
dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian
oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar
mengalami hidrolisis.
Farmakokin e tik
Meski vasokontriksi lokal dapat menghambat
absorpsi kokain, kecepatan absorpsi masih melebihi efek
detoksikasi dan ekskresinya sehingga kokain sangat toksik.
37
Kokain diabsorpsi dari segala tempat termasuk selaput lendir.
Pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus
sebagian besar mengalami hidrolisis. Sebagian besar kokain
mengalami detoksifikasi di hati, dan sebagian kecil diekskresi
bersama urin secara utuh.
3.4.4.1.2 Prokain (Novokain)
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%, blok saraf: 1-
2%, dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit
Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama
dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah
digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf,
anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun
karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja
pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada
anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok
saraf. Di dalam tubuh prokain akan dihidrolisis menjadi
PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik.
3.4.4.1.3 Kloroprokain (nesakin)
Derivat protein dengan masa kerja lebih pendek.
3.4.4.1.4 Benzokain
Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air
sehingga relative tidak toksik. Benzokain dapat digunakan
langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan
menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya berupa
salep dan supposutoria.
3.4.4.1.5 Tetrakain
38
Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat.
Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih
toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala
macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata
digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok
larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 10-20mg.
Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya
lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik.
Namun bila diperlukan masa kerja yang panjang anestesia
spinal, digunakan tetrakain.
3.4.4.2 Obat Golongan Amnida
3.4.4.2.1 Bupivakain (markain)
Struktur mirip lidokain, kecuali gugus yang
mengandung amin adalah butyl piperidin. Merupakan
anestetik local yang mempunyai masa kerja yang panjang,
dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada
motorik. Karena efek ini, bupivakain lebih popular digunakan
untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa
pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam
mengontrol nyeri pada pasca pembedahan Caesar. Pada dosis
efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik
daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya
menghambat saluran Na jantung selama sistolik. Namun
bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain
selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap
terhambat pada akhir diastolic. Manifestasi klinik berupa
39
aritmia ventricular yang berat dan depresi miokard. Keadaan
ini dapat terjadi pada pemberian buvikaian dosis besar.
Toksisitas jantung yang disebabkan bupivakain sulit diatasi,
dan pertambahan berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia,
dan hipoksemia. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia
dalam konsentrasi 0,25% untuk anesthesia infiltrasi dan 0,5%
untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis
maksimum untuk anesthesia infiltrasi adalah sekitar
2mg/kgBB.
3.4.4.2.2 Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang
paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang.
Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih
kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai
preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali
untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim
0,5% atau salep 1%.
3.4.4.2.3 Lidokain (lignokain, xylokain, lidones)
Farmakodinami k
Lidokain (xilokain) adalah anestetik local kuat yang
digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan.
Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih
ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada
konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan
aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik local
golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk
anesthesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk
anesthesia blok dan toikal. Anestetik ini efektif bila digunakan
tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan
40
toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek.
Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang
hipersensitif terhadap anestetik local golongan ester. Lidokain
dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5%
dengan atau tanpa epinefrin (1:50.000 sampai 1:200.000).
Farmakokinetik
Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran
cerna dan saluran pernapasan serta dapat melewati sawar
darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60%
kadar dalam darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami
dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function
oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid,
yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi
monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin
xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek
anestetik local. Pada manusia, 75% dari xilidid akan
diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4
hidroksi-2-6 dimetil-anilin.
Efek Samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan
efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing,
parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan
bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam
timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebih dapat
menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh
henti jantung.
3.4.4.2.4 Mepivakain HCL
Anestetik lokal golongan amida ini sifat
farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan
41
untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia
spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%.
Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya
tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa
indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya
hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih
panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai
anestetik topikal.
3.4.4.2.5 Prilokain HCL
Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905
dengan nama dagang novokain. Selama lebih dari 50 tahun,
obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik local
suntikan; namun kegunaannya kemudian terdesak oleh obat
anestetik lain, lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih
aman disbanding dengan prokain.
Anestetik lokal golongan amida ini efek
farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa
kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada
lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor.
Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena
blokade regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan
kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari prilokain
HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini
disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin
dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum terjadi
pada pemberian dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini
membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia
obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam
anestesia suntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan
3,0%.
42
BAB IV
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa
Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, melalui
proses kimia khususnya reseptor. Farmakologi terutama terfokus pada dua
subdisiplin yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik. Dalam farmakodinamik
membahas tentang efek obat didalam dan terhadap suatu organisme, sedangkan
farmakokinetik menguraikan apa yang terjadi dengan suatu zat di dalam
organisme.
43
DAFTAR PUSTAKA
De Brac ME, Elseviers MM. Analgesic neprhopathy NE JM 1998;338(7):446-52
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2007. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI
Neal MJ. 2006. Farmakologi Medis. 70-71. Jakarta: Erlangga.
Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya. 1994. Catatan
Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta : EGC.
44