laporan rsj
-
Upload
tommy-hardianto -
Category
Documents
-
view
49 -
download
3
Transcript of laporan rsj
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : MI (SD)
Pekerjaan : BPU
Bangsa/suku : Jawa
Alamat : Sepete, Ungaran timur
No.RM : 6.5569
II. ALLOANAMNESIS
Anamnesis hanya dilakukan secara autoanamnesis, dikarenakan keterbatasan
waktu.
II.1. Sebab dibawa ke Rumah Sakit
Tidak mau bicara dan sering marah-marah.
II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Sekarang)
Tiga tahun lalu, pasien diantar keluarganya ke RS Sejahtera karena
tidak mau bicara. Pasien juga sering marah-marah, sehingga sering
merusak alat-alat rumah tangga. Sehari-hari pasien hanya mengurung
diri di kamar, bicara terbatas, dan badannya juga kaku. Kemudian
karena kondisi semakin buruk, pasien diantar mantri RS Sejahtera ke
RSJ Prof. Soerojo Magelang. Sekarang pasien sering merasa pusing.
Pasien sering murung, sedih dan menyendiri, dikarenakan merasa
kangen dengan keluarganya.
II.3. Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal : nyeri kepala (-), pusing (+), demam (-)
Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (+)
Sistem Respirasi : batuk (+), pilek (-), sesak napas (-)
Sistem Gastrointestinal : BAB tidak ada keluhan, mual
(-), muntah (-)
Sistem Urogenital : BAK tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : pegal-pegal (-)
Sistem integumentum : edema (-), merah (-), gatal (-)
II.4. Grafik Perjalanan penyakit
II.5. Hal-hal yang Mendahului Penyakit (Riwayat Penyakit Dahulu)
II.5.1. Hal-hal yang Mendahului Penyakit
II.5.1.1. Faktor Organik
Tidak ada
II.5.1.2. Faktor Psikososial (Stressor Psikososial)
Tidak ada
II.5.1.3. Faktor Predisposisi
Tidak ada
II.5.1.4. Faktor Presipitasi
Masalah pribadi (putus dengan pacarnya 3 tahun yang lalu)
II.5.2. Riwayat Penyakit Dahulu
II.5.2.1. Riwayat Penyakit Serupa Sebelumnya
Riwayat gangguan jiwa sebelumnya (-)
Riwayat pengobatan sebelumnya (-)
II.5.2.2. Riwayat Sakit Berat/Opname
Riwayat sakit beral (-)
Riwayat opname (-)
II.6. Riwayat Keluarga
II.6.1. Pola Asuh Keluarga
Kurang memperhatikan pasien
II.6.2. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit gangguan jiwa (-)
II.6.3. Silsilah Keluarga
II.7. Riwayat pribadi
II.7.1. Riwayat Kelahiran
Normal
II.7.2. Latar Belakang Perkembangan Mental
Tidak diketahui
II.7.3. Perkembangan Awal
Tidak diketahui
II.7.4. Riwayat Pendidikan
SD (MI)
II.7.5. Riwayat Pekerjaan
BPU
II.7.6. Riwayat Perkembangan Seksual
Tidak diketahui
II.7.7. Sikap dan Kegiatan Moral Spiritual
Tidak diketahui
II.7.8. Riwayat Perkawinan
Belum menikah
II.7.9. Riwayat Kehidupan Emosional
Tidak diketahui
II.7.10. Hubungan Sosial
Kurang bisa bersosialisasi, suka menyendiri
II.7.11. Kebiasaan
Sering merokok, suka menyendiri
II.7.12. Status Sosial Ekonomi
Rendah
II.7.13. Riwayat Khusus
Tidak ada pengalaman militer, maupun urusan dengan polisi
II.8. Tingkat Kepercayaan Anamnesis
Kurang dapat dipercaya
II.9. Kesimpulan Anamnesis
Dari anamnesis yang kami lakukan , gejala gejala skizofrenia
katatonik sudah tidak dominan muncul, namun masih terlihat waham
kejar, afek tumpul, progresi pikir yang tangensial dan terkadang terdapat
blocking saat bicara, Selain itu terlihat jelas tanda tanda depresi, seperti
merasa sedih, putus asa dan murung dan terkadang sulit tidur.
III. PEMERIKSAAN FISIK
III.1. STATUS PRAESENS
III.1.1 Status Internus
Keadaan Umum : Baik
Bentuk Badan : Baik
Berat Badan : tidak dilakukan pemeriksaan
Tinggi Badan : tidak dilakukan pemeriksaan
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 73 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : tidak dilakukan
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Sistem Integumentum
Kelainan Khusus
Kesan Status Internus
III.1.2 Status Neurologis
Kepala dan Leher
Tanda Meningeal
Nervi Kranialis
Kekuatan Motorik
Sensibilitas
Fungsi Saraf vegetatif
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Gerakan Abnormal
Gangguan Keseimbangan dan Koordinasi Gerakan
Kesan Status Neurologis
Semua pemeriksaan tidak dilkakukan karena pasien tidak
kooperatif dank arena keterbatasan waktu.
III.1.3 Status Pemeriksaan Laboratorium/Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
III.2. STATUS PSIKIATRI
Tanggal Pemeriksaan : 7 November 2011
III 2.1. Kesan Umum : laki-laki, kontak mata baik, berpenampilan baik
III.2.2. Kesadaran : Kuantitatif : Compos mentis
Kualitatif : Tidak berubah
III.2.3. Orientasi Orang/Waktu/Tempat/Situasi
Baik
III.2.4. Penampilan/Rawat Diri
Baik
III.2.5. Sikap dan Tingkah Laku
Dalam batas normal
III.2.6. Roman Muka (Ekspresi Muka)
Sedikit mimik
III.2.7. Afek
Tumpul
III.2.8. Proses pikir
III.2.8.1. Bentuk Pikir : Realistik
III.2.8.2. Isi Pikir : Phobi (ular), Waham kejar
III.2.8.3. Progresi Pikir : Kualitatif : Tangensial
Kuantitatif : Blocking
III.2.9. Mood dan Interest
Depresi : merasa sedih, putus asa, murung
Kecemasan : merasa cemas dan khawatir, sering berdebar-
debar, sulit tidur
III.2.10. Hubungan Jiwa
Mudah
III.2.11. Perhatian
Mudah ditarik sukar dicantum
III.2.12. Persepsi
Tidak ditemukan gangguan persepsi
III.2.13. Memori
Amnesia retrograd
III.2.14. Gangguan Intelegensi Sesuai Umur/Pendidikan
Tidak ada
III.2.15. Insight
Baik
III.2.16. Gejala dan Tanda Lain yang Didapatkan
Tidak ada
III.3. Hasil Pemeriksaan Psikologi
Tidak dilakukan
III.4. Hasil pemeriksaan Sosiologi
Tidak dilakukan
IV. RANGKUMAN DATA YANG DIDAPATKAN PADA PENDERITA
IV.1. Tanda-tanda (Sign)
Ekspresi muka sedikit mimik, afek tumpul.
IV.2. Gejala (Simtom)
Phobi, waham kejar, progresi pikir tangensial dan blocking, depresi
(merasa sedih, murung, putus asa), kecemasan (merasa cemas dan
khawatir, sering berdebar-debar, sulit tidur), perhatian mudah ditarik
sukar dicantum, amnesia retrograd.
IV.3. Kumpulan Gejala (Sindrom)
Tidak ada.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Skizofrenia katatonik
2. Skizofrenia tak terinci
3. Depresi pasca skizofrenia
VI. PEMBAHASAN
Bedasarkan anamnesis kami lebih mengarahkan diagnosis depresi pasca
skizofrenia , karena terdapat tanda dan gejala yang mengarah kepada
diagnosis tersebut bedasarkan PPDGJ III
VII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada rencana pemeriksaan penunjang, karena keadaan pasien sudah
mulai stabil
VIII. DIAGNOSIS
AKSIS I : F20.4 Depresi pasca skizofrenia
AKSIS II : F 60.6 Gangguan Keribadian Cemas (Menghindar)
AKSIS III : (-)
AKSIS IV : Masalah pribadi
AKSIS V : GAF 65, gejala sedang, moderat
IX. RENCANA TERAPI/PENATALAKSANAAN
IX.1. Terapi Organobiologik
IX.1.1. Psikofarmaka
Antipsikotik : Risperidone
Clozapine
IX.1.2. Terapi Fisik
Melakukan terapi ECT untuk pasien
IX.2. Psikoedukatif/Psikoterapi
Terapi perilaku
Teknik ini menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan diri sendiri,
latihan praktis, dan komunikasi intrapersonal.
Terapi berorientasi-keluarga
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa menjadi terlalu mengcilkan hati. Ahli terapi dapat membicarakan
episode psikotik itu sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
episode psikotik tersebut, sehingga keluarga dapat berperan dalam
penyembuhan pasien skizofrenia (Puri et al., 2008).
IX.3. Terapi Sosiokultural
IX.3.1. Terapi Rehabilitatif
Pasien dilatih untuk bersosialisasi dengan baik bersama
lingkunganya
IX.3.2. Terapi Spiritual
Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
mengikuti training motivasi dan pembentukan kecerdasan
spiritual.
IX.3.3. Edukasi dan Modifikasi Keluarga
Dokter atau perawat hendaknya melakukan edukasi
terhadap keluarga untuk membantu pasien cepat pulih.
X. PROGNOSIS
X.1. Faktor Premorbid
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Pola Asuh Keluarga : Tidak diketahui
Kepribadian Premorbid : Introvert
Stressor Psikososial : Tidak ada
Sosial Ekonomi : Bawah
Status Perkawinan : Tidak menikah
X.2. Faktor Morbid
Usia Onset : Dewasa
Jenis Penyakit : Psikotik
Kelainan Organik : Akut
Regresi : Tidak ada
Respon Terapi : Bagus
X.3. Kesimpulan Prognosis
Baik
XI. RENCANA FOLLOW UP
Melakukan peninjauan terhadap pasien setiap 3 bulan sekali, apakah pasien
menunjukan perbaikan gejala atau tidak.
XII. PEMBAHASAN
Skizofrenia adalah salah satu gangguan psikiatri yang paling
melemahkan. Gangguan ini merupakan suatu psikosis utama yang dapat
bermanifestasi dalam berbagai cara (Puri et al., 2008).
Etiology
Menurut synopsis pisikiatri gangguan skizofrenia biasanya
paling sering disebabkan oleh factor biologis dan factor lingkungan,
untuk factor biologgis biasanya paling sering skizzofernia akibat
neurobiology yang dapat menyebabkan skizofernia adalah factor genetic ,
penelitian genetic yang pernah dilakukan pada tahun 1930 . pada
penelitian tersebut menujukan hasil, kebanyakan dari kasus skizofrenia
jika angota keluarganya juga terjangkit skizofernia , biasanya
kemungkinan besar akan terjangkit skizofre nia, kemungkinan
seseorang yangterjangkit skizofrenia memiliki hubungan keluarga
yang cukup dekat , seperti ayah dengan anaknya atau anak dengan
ibunya. Pada kembar homozigot cenderung memiliki
kemungkinan terjakit skizofrenia lebih besar,
Untuk factor lingkungan , biasanya pasien memiliki
ketahanan stressor yang cukup rendah sehingga dengan mudah
dapat mempengaruhi ganguan pisikososial.
Untuk kasus depresi
Untuk Depresi Sampai sekarang para pakar kedokteran,
masih belum dapat menentukan penyebab pasti nya, namun
menurut buku ajar pisikiatri diyakini bahwa penyebab depresi
dikarenakan adanya ketidak seimbangan biokimiawi pada
neurotransmitter. Hal inilah yang mendasari obat anti depresan ,
sebagian besar obat anti depresan bekerja untuk menyeimbangkan
neurotransmitter di dalam otak .
Menurut willy f marawis , gangguan mood merupakan
gangguan mental yang paling umum di dalam populasi dewasa
dengan bukti bukti yang mengarah pada peningkatan prevalensinya
. Di lihat dari beberapa kasus sebelumnya diperkirakan bahwa pada
tahun 2020, depresi berat merupakan gangguan yang paling banyak
ditemui kasusnya, perkiraan tersebut dapat ditinjau dari segi
kesejahteraan manusia.
Pada jurnal obisety and depression in US women : results
from the 2005-2006 national health and nutrional examination
penilitian Jun Ma dan Lan Xiao, pada penelitianya dikemukakan
bahwa semakin tinggi BMI semakin tinggi pula tinggkat depresi.
Penelitian tersebut mengunakan metode penghitungan status gizi,
melalui lingkar pinggang , berat badan dan tinggi badan dihitung.
Kemudian dilakukan tes kuisioner untuk menentukan tinggkat
depresi. Sayangnya penelitian tersebut hanya digunakan hanya
untuk kaum perempuan.
Penyeba penyeba lainya adalah Ganguan pisikologi,
biasanya tipe introvert dan kepribadian paranoid rentan mengalami
depresi Kemudian pengendalian stressor yang kurang baik, atau
cenderung kepada orang orang yang memilki tinggkat stress yang
tinggi , biasanya tinggkat stress yang tinggi pada saat melewati
masa masa yang cukup sulit seperti kehilangan keluarga,
kehilangan pekerjaan, atau kehilangan pasangan hidupnya . Zat
kimia dan obat obatan menjadi salah satu pencetus dari depresi ,
pengunaan zat pisikoaktif yang berlebihan dapat memicu gejala
depresi
Menurut willy f marawis , gangguan mood merupakan
gangguan mental yang paling umum di dalam populasi dewasa
dengan bukti bukti yang mengarah pada peningkatan prevalensinya
. Di lihat dari beberapa kasus sebelumnya diperkirakan bahwa pada
tahun 2020, depresi berat merupakan gangguan yang paling banyak
ditemui kasusnya, perkiraan tersebut dapat ditinjau dari segi
kesejahteraan manusia.
Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit skizofrenia ini masih belum diketahui.
Tetapi dalam dekade yang lalu semakin banyak penelitian yang melibatkan
peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di otak, termasuk sitem limbik,
korteks frontalis, dan ganglia basalis. Tentu saja ketiga daerah tersebut saling
berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan
patologi primer di daerah lainnya. Dua jenis penelitian telah melibatkan
sistem limbik sebagai suatu tempat potensial untuk patologi primer pada
sekurang-kurangnya suatu bagian, kemungkinan bahkan pada sebagian besar,
pasien skizofrenik (Kaplan et al., 2010).
Patofisiologi dari skizofrenia melibatkan juga hipotesis dopamin
skizofrenia, dimana hipotesis tersebut mengatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh hiperaktivitas dopaminergik sentral dalam sistem
mesolimbik-mesokorteks (suatu sistem dopaminergik yang berasal dari area
tegmentum bagian ventral otak yang dianggap tersusun atas dua sistem) (Puri
et al., 2008).
Teori atau hipotesis tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama,
kecuali clozapine, khasita dan potensi antipsikotik adalah berhubungan
dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor
dopaminergik tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas
dopaminergik, yang paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah
satu psikotomimetik. Teori dasar tidak memperinci apakah hiperaktivitas
dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu
banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi kedua mekanisme tersebut
(Kaplan et al., 2010).
Manifestasi
Untuk gejala gelaja atau symptom yang ada pada gejala skizofrenia katatonik adalah
sebagai berikut
Simtom positif
Adanya gangguan terhadap waham
Kekacauan dalam proses berpikir
Adanya prilaku halusinasi
Adanya rasa gundah dan juga perasaan gelisah seperti mencemaska
sesuatu
Terdapat kecurigaan, atau waham kejar
2. Symptom negative
Biasanya pasien memiliki ganguan suasana emosional yang
tumpul, atau tidak bersemagat
Pasien cenderung lebih emosional
Adaya penarikan diri terhadap lingkungan
Sulit untuk digali tentang riwayat pasien
Kesulitan dalam pemikiran, rata rata pasien berpikir secara
abstrak
Kurangnya spontanitas pada pasien, pasie cenderug berespo
lambat
Kurangnya spontanitas pada arus percakapan
3. Simtom psikopatologi umum
Adanya kekawatiran somatic
Timbulnya gejala gejala ansietas yang tidak jelas
Timbulnya rasa bersalah pada benak pasien
Pasien memiliki tinggkat ketegangan (tension) yag lebih
tinggi disbanding orang normal
Adanya kelainan pada mekanisme dan sikap tubuh
Pasien cenderung terlihat seperti kasus depresi
Adanya retardasi motorik
Ganguan isi pikira yang tidak seperti orang normal
Pada jurnal experiences of victimization and depression
are associated with community functioning among men with
schizofernia, bahwa pasien pasien skizofrenia sebaiknya
dihadapkan oleh komunitas nyata pada masyarakat. Tujuanya
untuk membangun rasa mandiri dan dapat bersosialisasi secara
normal, namun pasien harus dalam pengawasan ketat terhadap
pemakaian obat, dan psien tidak terjadi penyalah gunaan obat.
Sedangkan manifestasi depresi Sedangkan manifestasi depresi seperti
Bebrapa orang biasanya terlihat murung dan tidak bersemangat
dalam jangka waktu yang lam dengan latar belakang yang
berbeda beda
Gejalanya bisanya sulit untuk terlihat, tandan tanda untuk
depresi adalah
Pola tidur yang abnormal bisanya pasien cenderung
untuk sulit tidur dan terdapat kegelisan disertai
dengan mimpi buruk
Kesulitan untuk berkonsenterasi
Pasien cenderum malas untuk melakukan berbagai
macam kegiatan, termasuk kegiatann yang mereka
sukai
Pasien lebih mudah tersingung dan merasa cemas
Diagosis
Untuk pembahasa manifestasi kami akan menjelaskan
secara rinci, gejala gejala dari gangguan sintom yang muncul.
Menurut rekam medis pada rumah sakit jiwa Suroyo , diagnosis
kasus pasien untuk pertama kali datang ke rumah sakit adalah
skizofernia katatonik, dengan gejala utama pasien tidak mau bicara
dan badanya dominasi kaku .
Pada awalnya bapak S didiagnosa skizofernia katatonik,
namun setelah 3 tahun menjalani terapi pasien sudah lebih baik
namun masih memiliki gejala gejala skizofernia contohnya seperti
waham dan halusinasi, pasien masih merasa di ikuti oleh seseorang
. Tapi pasien sudah dapat berinteraksi dengan baik walaupun
kadang kadang terjadi blocking ketika dilakukan anamnesis.
Sehingga timbulah diagnosis baru yaitu depresi pasca
skizofrenia, diagnosis yang ditegakan menurut criteria PPDGJ III
antara lain :
1. Pasien telah mengidap skizofrenia selama 12 bulan terakhir
2. Masih terdapat gejala skizofrenia
3. Memenuhi criteria depresi ,
Menurut jurnal characterization of depression in patients with
schizopernia , penelitian bertujuan untuk menetukan kriteria
depresi pada kasus skizofrenia. Antara skizofrenia akut dan kronis
dengan depresi berat . gejala klinis depresi terlihat pada kasus
skizofrenia akut dan depresi berat, pada kasus skizofernia kronik
agak sulit terdeteksi .
Untuk kasus skizofernia katatonik katatonik
Menurut buku catatann ilmu kesehatan jiwa, biasanya
skizofernia katatonik timbul pertama kali antara usia 15-30 tahun
dan sifatnya biasanya akut dan sering diikuti oleh stress
emosional , ada dua jenis criteria pada skizofernia katatoni yang
pertama yaitu skizofernia katatonik dengan gaduh gelisah , gejala
gejala pada pasien gaduh gelisah biasanya pasien tidak bisa diam
atau hiperaktivasi motorik, namun aktivitasnya tidak diikuti oleh
emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari
luar, contohnya pasien terus bicara atau selalu bergerak.
Pembicaraanya menunjukan stereotopi, manerisme, neologisme.
Gejala berikutnya adalh pasien bisanya tidak bisa tidur, tidak mau
makan sehingga dapat membahayakan kondisi pasien.
Yang kedua adalah gangguan skizofernia stupor katatonik,
pada kasus tersebut biasanya pasien tidak menunjukan perhatianya
sama sekali terhadap lingkunganya, emosinyapun sangat dangkal .
Skizofernia katatonik memiliki aktifitas motorik paling
rendah, seperti yang dikemukakan oleh jurnal quantitative motor
activity differentiates schizofernia subtypes oleh mahasiswa
kedokteran university hospital of psychiatry switzerland, pada
penelitian tersebut mengunakan actigraphy pada pergelangan
tanggan pada pasien skizofernia paranoid, katatonik, dan
skizofernia tak terinci untuk mengetahui tingkat aktivitas mana
yang paling tertinggi, dari hasil didapatkan bahwa pada skizofernia
paranoid dan skizofernia tak terinci memiliki tingkat aktivitas yang
tinggi.
Menurut PPDGJ III gejala gejala skizofernia katatonik sebaggai
berikut
Memenuhi criteria umum untuk skizofernia itu sendiri
Memenuhi satu atau lebih dari criteria skizofernia katatonik
dan gambaran klinisnya sebagai berikut :
a. Stupor atau amat berkurangnya aktivitas terhadap
lingkunganya termasuk dalam aktifitas spontan,
biasanya pasien cenderung untuk berdiam diri tidak
melakukan aktivitas apapun dalamm jangka waktu yang
lama
b. Gundah gulisah, menurut penjelsan buku ilmu kesehtan
jiwa. Jika pasien tidak cenderung ke gejala stupor,
biasanya pasien cenderung ke gejala gundah gelisah,
seperti hiperaktifitas
c. Menampilkan posisi tertentu
d. Negativisme biasanya pasien menolak semua perintah ,
pasien cenderung untuk membangkang semua perintah
perintah yang tertuju pada pasien
e. Rigiditas adalah sikap pasienn dalam mempertahankan
posisi kaku
f. Flesibilitas cerea meupakan pertahanan posisi tubuh
yang dapat dibenttuk
Untuk pasien skizofernia katatonik biasanya pasien tidak
komunikatif dengan criteria criteria PPDG III terhadap
gejala skizofernia katatonik, Untuk diagnosis sebaiknya
tidak terlalu terburu buru dalam menentukan diagnosis
pasti, karena harus diperoleh bukti untuk menyingkirkan
gejala gejala lainya.
Diantaranya adalah gejala gejala skizofernia katatonik yang
disebabkan oleh penyakit penyakit otak , gangguan
metabolic dan gangguan alcohol
Untuk diagnosis selanjutnya adalah gangguan mood ,
setelah pasien menjalani terapi selama 3 tahun telah terjadi
beberapa perubahan manifestasi , sehingga merubah diagnosis awal
ketika pasien baru dating ke rumah sakit jiwa. Pasien sudah dapat
berinteraksi dengan orang lain dan dapat berkomunikasi dengan
baik ketika melakukan anamnesis.
Menurut analisa kelompok kami pasien cenderung
memasuki kriteria depresi pasca skizofrenia . Menurut PPDGJ III
kriteria depresi pasca skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan
terakhir ini
b. Beberapa gejala skizofernia masih tetap ada , namun
tidaak lagi mendominasi pada gambaran klinisnya
c. Adanya gejala gejala depresi yang menonjol dan
hamper mendominasi, dan paling tidak gejala tersebut
sudah ada selama 2 minggu
Apabila pasien tidak menunjukan gejala skizofernia,
diagnosis untuk pasien tersebut menjadi episode depresi ,
namun jika gejala skizofernia masih jelas dan menonjjol ,
diagnosis harus tetap ditegakan untuk depresi pasca
skizofernia
Terapi pada kasus pasien skizofrenia yang kami dapat, meliputi
perawatan di rumah sakit, terapi somatik, dan terapi psikososial. Indikasi
utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan,
pakaian, dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di rumah sakit yang
harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat (Kaplan et al., 2010).
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah
sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan. Penelitian telah menunjukkan bahwa perawatan
singkat di rumah sakit (empat sampai enam minggu) adalah sama efektifnya
dengan perawatan jangka panjang di rumah sakit dan bahwa rumah sakit
dengan pendekatan perilaku yang aktif adalah lebih efektif daripada institusi
yang biasanya dan komunitas terapetik berorientasi-tilikan (Kaplan et al.,
2010).
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke
arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan dan
hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas pascarawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat,
board-and-care homes, dan half-way house. Pusat perawatan di siang hari
(day care center) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu
pasien tetapi di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat
memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien (Kaplan et al., 2010).
Untuk saat ini pasien skizofrenia yang kami dapat masih harus
melakukan perawatan di rumah sakit untuk menstabilkan keadaan
kejiwaannya.
Terapi somatik untuk pasien skizofrenia meliputi terapi antipsikotik.
Antipsikotik terdiri dari antipsikotik atipikal, seperti risperidon, klozapin,
olanzapin dan amisulpirid, antipsikotik tipikal, seperti klorpromazin,
flufenazin, perfenazin, dan antipsikotik tipikal golongan lainnya, seperti
klorprotiksen, droperidol, dan haloperidol (Gunawan et al., 2009).
Suatu penelitian mengatakan bahwa pemberian long-acting risperidon
melalui injeksi tidak lebih baik daripada antipsikotik oral pada pasien
skizofrenia yang dirawat di rumah sakit. Simtom psikiatrik, kualitas hidup
yang memburuk, dan efek samping neurologis memang sedikit lebih banyak
terjadi dengan pemberian antipsikotik oral, akan tetapi efek samping dan
manifestasi gangguan ekstrapiramidal yang ditimbulkan oleh long-acting
risperidon lebih banyak dibanding antipsikotik oral (Rosenheck et al., 2011).
Suatu penelitian lainnya meneliti mengenai efektifitas penggunaan
klozapin dan kombinasi klozapin dengan risperidon pada pasien skizofrenia
yang refrakter. Hasil penelitian tersebut adalah kedua kelompok sampel yang
diberi klozapin dengan risperidon dan klozapin dengan plasebo menunjukan
penurunan simtom dalam delapan minggu setelah pemberian. Akan tetapi,
terdapat manfaat yang ditimbulkan akibat pemberian klozapin yang
dikombinasikan dengan risperidon pada pasien skizofrenia yang refrakter,
yaitu simtom skizofrenia lebih berkurang (Honer et al.,2006).
Penggunaan antipsikotik atipikal pada dosis tertentu ternyata
meningkatkan risiko terjadinya aritmia ventrikular dan kematian jantung
mendadak. Seperti yang diungkapkan pada suatu penelitian oleh Ray et al
(2009). Penelitian tersebut menggunakan metode penghitungan insiden
kematian jantung mendadak pada pengguna antipsikotik atipikal dan
antipsikotik tipikal. Hasilnya adalah terdapat risiko kematian jantung
mendadak yang lebih tinggi pada pengguna antipsikotik atipikal dan
antipsikotik tipikal dibandingkan dengan yang tidak menggunakan
antipsikotik tersebut.
Sedangkan terapi psikososial untuk pasien Skizofrenia meliputi terapi
perilaku, terapi berorientasi-keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi
individual (Kaplan et al., 2010).
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada
kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan hadiah
ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan
sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis dan komunikasi
intrapersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah
yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
kesempatan berjalan-jalan bebas di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi
perilaku maladaptif atau menyimpang, seperti berbicara lantang, berbicara
sendirian di masyarakat, dan postur tubuh yang aneh, dapat dikurangi (Kaplan
et al., 2010).
Berbagai terapi berorientasi-keluarga berguna dalam pengobatan
skizofrenia, karena pasien dengan skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan setengah remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapat manfaat dari terapi keluarga yang singkat tetapi intensif
(setiap hari). Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk
mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan
kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat
terapi harus pada pemecahan masalah yang tepat. Seringkali anggota
keluarga, di dalam cara yang jelas, mendorong sanak saudaranya yang
menderita skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli
terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati (Kaplan et al., 2010).
Pada pasien yang kami dapat, pasien juga mengalami gejala depresi.
Dibandingkan terapi medis biasa, intervensi terapi menggunakan perawat
yang berdasarkan guidline, terapi yang dipusatkan pada pasien, dapat
menimbulkan depresi lebih terkontrol. Perawat memotivasi dan memberi
semangat pada pasien yang mengalami depresi untuk memecahkan masalah
yang dialami pasien (Katon et al., 2010).
Hampir seperempat kasus skizofrenia mengalami perbaikan klinis dan
sosial yang baik, dan sebagian besar penelitian memperlihatkan hanya kurang
dari separuh yang mengalami hasil jangka panjang yang buruk. Faktor-faktor
yang dihubungkan dengan prognosis baik meliputi (Puri et al., 2008) :
1. Jenis kelamin perempuan
2. Memiliki keluarga yang menderita gangguan mood bipolar (yang
pasiennya lebih cenderung mengalami gejala-gejala afektif atau mood
selama penyakit skizofrenik akut)
3. Usia awitan lebih tua
4. Awitan mendadak
5. Cepat mengalami perbaikan
6. Respon baik terhadap pengobatan
7. Lebih berupa afektif
8. Penyesuaian psikoseksual baik
9. Tidak memperlihatkan gangguan kognitif
10. Tidak mengalami pembesaran ventrikel (seperti yang diperlihatkan pada
CT atau MRI)
XIII. KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan Program Pengenalan Klinik (PPK) yang kami laksanakan
pada tanggal 7 November 2011 di RSJ Prof.dr.Soerojo Magelang berjalan
dengan lancar. Walaupun ada beberapa kendala yang kami temui saat
melakukan kegiatan PPK ini. Akan tetapi, kegiatan yang kami lakukan di
sana tetap dapat terselesaikan dengan baik walupun dengan segala
keterbatasan yang ada.
Di sana kami mendapat berbagai pengalaman yang bermanfaat, yaitu
bagaimana cara berinteraksi yang baik dengan pasien, yang meliputi cara
anamnesis yang baik, meminta kesediaan pasien untuk diperiksa, dan
memberi edukasi pada pasien. Selain itu, pengetahuan yang kami dapat dari
dokter di rumah sakit tersebut juga bermanfaat dalam menambah wawasan
kami.
Jadi, kegiatan PPK ini, menurut kami sangat bermanfaat, karena kami
dapat menerapkan ilmu yang telah kami peroleh pada pasien yang
sebenarnya, sehingga hendaknya kegiatan PPK ini dapat dilakukan pada
setiap blok.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, S. G., et al., 2009. Farmakologi dan Terapi. FKUI, Jakarta.
Honer, W.G., Thornton, A.E., Eric, Y.H., Chen, M.D., Raymond, C.K., Chan
P.D., Jessica, O.Y., Wong, M.B., Bergmann, A.M.D., Falkai, P.M.D.,
Clotet, E.P., McKenna, P.J., Stip, E., Williams, R.,G., MacEwan, W.G.,
Wasan, K., Ric Procyshyn, R., 2006. Clozapine Alone versus Clozapine
and Risperidone with Refractory Schizophrenia http://www.nejm.org/doi
/pdf/10.1056/NEJMoa053222.
Kaplan, H. I., et al., 2010. Synopsis of Psychiatry. Kusuma, W. 2010 (Alih
Bahasa), Binarupa Aksara, Tangerang.
Katon, W.J., Lin, E.H.B., Korff, M.V., Ciechanowski, P., Ludman, E.J., Young,
B., Peterson, D., Rutter, C.M., McGregor, M, McCulloch, D., 2010.
Collaborative Care for Patients with Depression and Chronic Illnesses.
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa1003955.
Maramis, W.F., et al., 2009. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga Univerity Press,
Jakarta.
Puri, B.K., et al., 2008. Buku Ajar Psikiatri. EGC, Jakarta.
Ray, W.A., Chung, C.P., Murray, K.T., Hall, K, Stein, C.M., 2009. Atypical
Antipsychotic Drugs and the Risk of Sudden Cardiac Death.
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa0806994.
Rosenheck, R.A., Krystal, J.H., Lew, R., Barnett, P.G., Fiore, L., Valley, D.,
Thwin, S.S., Vertrees, J.E., 2011. Long-Acting Risperidone and Oral
Antipsychotics in Unstable Schizophrenia. http://www.nejm.org/doi/pdf
/10.1056/NEJMoa1005987.
Sadock, B.J., et al., 2010. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. Nisa, T.M. 2010 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.
Ungvari S Gabor, carooff NS , Grevish Lozsef ., 2009. The catatonia conundrum : evidence of psychomotor phenomena as a symptom dimension in psychotic disorders. http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=6&hid=9&sid=04033a59-a8e9-41a2-92006db520f19b05%40sessionmgr13&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3QtbGl2ZQ%3d%3d
Ma Jun , Xiao Lan ,. 2009 . Obesity and depression in US women : Results from the 2005 – 2006 National http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=a405fef6-fac0-4496-85ac-be27c4a6814b%40sessionmgr13&vid=1&hid=9Health and Nutritional examination
Walther Sebastian, Horn Helge, Razavi Nadja , Koschorke , J . muller Thomas, Stik Werne., 2009 . Quantitative Motor activity differentiates schizophrenia Subtypes
http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=c0ea6668-4bab-439f-a711-bf98a80aa0de%40sessionmgr11&vid=1&hid=9
Hodgins Sheilagh, Licoln Tania , Mak Tim ,. 2008 . Experiences of victimization and depression are assiociated with community functioning among men schizophrenia
http://www.springerlink.com/content/p7pug717491h1578/
LAMPIRAN