Laporan Prak Kimfis Prcb 1 Andriana
description
Transcript of Laporan Prak Kimfis Prcb 1 Andriana
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I
ENTALPI PELARUTAN
Nama : Andriana Nur Aini
NIM : 131810301010
Kelompok : 4
Asisten : Putri Zakiyah B
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas kelarutannya.
1.2 Latar Belakang
Senyawa-senyawa yang ada di bumi dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya
menjadi dua, yaitu senyawa yang larut dan tidak larut. Biasanya dalam pelarutan terdapat
komponen yang dapat dihitung atau dicari melalui metode-metode tertentu. Misalnya adalah
entalpi. Entalpi didefinisikan sebagai jumlah energi internal dari suatu sistem termodinamika
ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja pada sebuah materi.
Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi
penguraian standar, entalpi pembakaran standar, dan entalpi pelarutan standar. Entalpi yang
berperan disini adalah entalpi pelarutan. Entalpi pelarutan menyatakan jumlah kalor yang
diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar. Kelarutan suatu
zat dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, jenis zat terlarut, temperatur, dan tekanan.
Entalpi diperoleh dari kandungan kalor zat atau sistem. Untuk menyatakan kalor reaksi
yang berlangsung pada tekanan tetap, dapat didefinisakan dengan entalpi yang merupakan
suatu besaran termodinamika dan diberi lambang H. Dimana perubahan entalpi (ΔH) selalu
menyertai setiap reaksi kimia, hal tersebut dikarenakan masing-masing zat mengandung
jumlah energi yang berbeda (memiliki entalpi yang tidak sama). Praktikan diharapkan dapat
memahami pengaruh suhu dalam proses pelarutan suatu zat dengan mengetahui perubahan
entalpi pelarutan dalam suatu reaksi.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Material Safety Data Sheet
a. Asam Oksalat (C2H2O4)
Asam oksalat adalah senyawa kimia dengan rumus H2C2O4 yang mempunyai nama
sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan
dengan rumus HOOC-COOH yang merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali
lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor.
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat. Asam oksalat
memilik massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat). Kelarutan dalam
air yaitu 9,5 g/100 mL dalam suhu 15°C dan sebesar 14,3 g /100 mL dalam suhu 25°C, dan
sebesar 120 g/100 mL pada suhu100°C. Titik didih asam oksalat sebesar 101-102°C dalam
keadaan dihidrat) (Sciencelab, 2015).
b. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (Na OH ), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa
logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke
dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet,
serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia sangat larut dalam air, etanol dan metanol,
walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia
tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan
meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Struktur molekulnya berbentuk tetrahedral.
NaOh memiiki massa molar sebesar 39,9971 g.mol-1. Memiliki densitas sebesar 2,1 g.cm-3
dengan titik leleh sebesar 318°C (591 K) dan titik didih sebesar 1390°C (1663 K) dan
kelarutan dalam air sebesar 111 g/100 ml pada suhu 20°C) (Sciencelab, 2015).
c. Indikator Phenolphtalien (PP)
Memiliki massa molar 318,32 g/mol dan massa jenis 1,277 g/mol pada suhu 32°C.
Titik leleh sebesar 262,5°C . Kelarutan dalam air yaitu, tidak larut dalam air, benzene dan
sangat larut dalam etanol dan eter (Sciencelab, 2015).
d. Akuades (H2O)
Akuades memiliki rumus kimia H2O. H2O memiliki berat molekul sebesar 18,02 g /
mol, tidak berbau dan tidak berwarna. H2O memiliki nilai pH sebesar 7 (netral) dan titik didih
sebesar 100 ° C. H2O tidak bahaya apabila terjadi kontak baik kontak dengan mata, kulit
maupun rongga pernafasan apabila gasnya sampai terhirup (Sciencelab, 2015).
e. Garam Dapur (NaCl)
NaCl berbentuk padatan yang mempunyai rasa asin. NaCl mempunyai titik didih
1413Oc (2575,4 F) dan titik leleh 801Oc (1573,8 F). NaCl larut dalam air, gliserol, amonia,
dan tidak larut dalam asam klorida. NaCl tidak berbahaya jika digunakan. Kebanyakan garam
dapur ini dimanfaatkan untuk memberi rasa asin pada masakan (Sciencelab, 2015).
1.3.2 Dasar Teori
Energetika kimia atau termodinamika kimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan
energi yang terjadi dalam proses atau reaksi. Studi ini mencakup dua aspek penting yaitu
penentuan atau perhitungan kalor reaksi dan studi tentang arah proses dan sifat-sifat sistem
dalam kesetimbangan. Bagian alam semesta yang dipilih untuk penelititan termodinamika
disebut sistem, dan bagian alam semesta yang berinteraksi dengan sistem tersebut disebut
dengan keadaan sekeliling lingkungan dari sistem. Perpindahan energi dapat berupa kalor (q)
atau dalam beberapa bentuk lainnya secara keseluruhan disebut kerja. Perpindahan energi
berupa kalor atau kerja yang mempengaruhi jumlah keseluruhan energi dalam sistem, yang
disebut energi dalam (U) (Petrucci, 1999).
Energi dalam (U) adalah keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-zat yang
terdapat dalam sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan, besarnya hanya tergantung
pada keadaan sistem. Setiap sistem mempunyai energi karena partikel-partikel materi (padat,
cair atau gas) selalu bergerak acak dan beragam disamping itu dapat terjadi perpindahan
tingkat energi elektron dalam atom atau molekul. Sistem yang mengalami peristiwa mungkin
akan mengubah energi dalam. Partikel lebih cepat dan energi dalam bertambah jika suhu
dinaikkan secara mendadak (Syukri, 1999).
Berhubungan dengan energi dalam dan termodinamika, dikenal istilah entalpi. Entalpi
adalah jumlah dari semua bentuk energi yang tersimpan dalam suatu zat. Reaksi kimia
umumnya berlangsung pada wadah terbuka dan tekanan tetap. Oleh karena itu setelah terjadi
perubahan kimia akan terjadi perubahan entalpi pula. Perubahan entalpi sistem suatu reaksi
ditentukan oleh keadaan awal (pereaksi) dan keadaan akhir (hasil akhir). Perubahan entalpi
reaksi yang diukur pada keadaan standar yaitu pada 25°C (298 K) dan tekanan 1 atmosfer (1
atm) disebut perubahan entalpi dasar dan diberi lambang ΔH°. Satuan energi yang digunakan
untuk ΔH° menurut satuan internasional (SI) adalah joule (J). Namun dalam menyatakan
energi dalam suatu makanan masih menggunakan satuan kalori (kal) dimana 1 kalori setara
dengan 4,184 J atau 1 kkal (kilokalori) setara dengan 4,184 kJ (kilojoule) (Atkins, 1999).
Macam-macam perubahan entalpi :
1. Perubahan entalpi pembentukan standar (ΔHf°)
Perubahan entalpi pembentukan standar merupakan jumlah kalor yang dilepaskan
atau dibutuhkan pada reaksi pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya dalam
keadaan stabil pada keadaan standar (25°C atau 298 K dan 1 atm).
2. Perubahan entalpi penguraian standar (ΔHd°)
Perubahan entalpi penguraian standar merupakan jumlah kalor yang dilepaskan atau
dibutuhkan pada reaksi penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsurnya dalam
keadaan stabil pada keadaan standar (25°C atau 298 Kdan 1 atm). Entalpi penguraian
merupakan kebalikan dari entalpi pembentukan.
ΔHd° = - ΔHf° .
3. Perubahan entalpi pembakaran standar (ΔHc°)
Pemrubahan entalpi pembakaran standar merupakan jumlah kalor yang dilepaskan
pada reaksi pembakaran sempurna 1 mol zat (unsur atau senyawa) dalam keadaan stabil
pada keadaan standar (25°C atau 298 K dan 1 atm). Reaksi pembakaran tergantung pada
jumlah oksigen yang bereaksi.
4. Perubahan entalpi pelarutan standar (ΔHs°)
Perubahan entalpi pelarutan standar merupakan jumlah kalor yang dilepaskan atau
dibutuhkan pada saat 1 mol zat dilarutkan dalam pelarut berlebih menjadi larutan encer
pada keadaan standar (25°C atau 298 K dan 1 atm). Entalpi pelarutan standart merupakan
perubahan entalpi standart jika zat itu melarut di dalam pelarut dangan jumlah tertentu
(Atkins, 1999).
Entalpi pelarutan standart merupakan perubahan entalpi standart jika zat itu melarut di
dalam pelarut dengan sejumlah tertentu. Entalpi pembatas pelarutan adalah perubahan entalpi
standart jika zat melarut dalam pelarut dengan jumlah tak terhingga, sehingga interaksi antara
dua ion (atau molekul terlarut untuk zat bukan elektrolit) dapat diabaikan (Atkins, 1999).
Perubahan entalpi yang terjadi dapat ditentukan jika konsentrasi larutannya
telah ditetapkan terlebih dahulu.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada perubahan entalpi :
a. ∆H, ∆E atau q positif, artinya sistem memperoleh tenaga
b. W>0 → kerja dilakukan oleh sistem
c. W<0 → kerja dilakukan terhadap sistem
(Sukardjo, 1997).
Zat terlarut dilarutkan dalam pelarut apabila kalor dapat diserap atau dilepaskan. Secara
umum kalor reaksi bergantung pada konsentrasi larutan akhir. Kalor pelarutan integral adalah
perubahan entalpi untuk larutan dari 1 mol zat terlarut dalm n mol pelarut. zat terlarut yang
dilarutkan dalam pelarut secara kimia sama dan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau
solvasi, kalor pelarutan dapat hampir sama dengan kalor pelelehan zat terlarut. Kalor
pelarutan, kalor pengenceran dan kalor reaksi dalam larutan dapat dihitung dari nilai kalor
pembentukan dalam larutan yang ditabelkan. Entalpi pembentukan air dapat diabaikan dalam
perhitungan, bila jumlah mol air sama pada kedua sisi dari kedua persamaan yang
disetimbangkan. Entalpi pembentukan air murni juga digunakan untuk air dan larutan air
(Alberty,1992).
Ada dua panas pelarutan yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan deferensial.
Panas pelarutan integral didefenisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat dilakukan
dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefenisikan sebagai perubahan antalpi jika
suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya
tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefenisikan
sebagaimn d m∆H/dm , yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut dan
panas pelarutan diferensial dapat diperoleh dengan mendapatkan kemiringan tergantung pada
konsenterasi larutan (Dogra, 1984).
Alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan sistem
pada suatu reaksi adalah kalorimeter. Secara sederhana kalorimeter dapat dibuat dari gelas
gabus atau styrofoam cup. Gabus bersifat isolator sehingga dianggap dapat menahan kalor
untuk pindah ke lingkungan. Kalor yang dilepaskan pada reaksi eksotermis, tetap berada
dalam larutan untuk menaikkan suhu. Sedangkan pada reaksi endotermis, kalor diserap dari
larutan dan suhupun turun. Sehingga tidak ada kalor yang berpindah dari sitem ke lingkungan.
Kalorimeter bom merupakan kalorimeter yang dirancang khusus untuk reaksi pembakaran
yang melibatkan gas. Pada kalorimeter bom terdapat ruang khusus berisi pereaksi dan hasil
reaksi (tempat terjadinya reaksi kimia atau sistem). Ruang khusus ini dikelilingi oleh air,
termometer, pengaduk, dan wadah pembatas kalorimeter sebagai lingkungan. (Alberty, 1992).
BAB II. METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Termometer
Buret 50 mL
Erlenmeyer 250 mL
Gelas ukur 250 mL
Pipet volume 10 mL
Pengaduk gelas
Tabung reaksi
2.1.2. Bahan
NaOH 0,5 N
Indikator PP
Asam oksalat
Es batu
Garam dapur
2.3. Skema kerja
dilarutkan dalam 100 ml akuades (Bj air diketahui) pada suhu kamar sedikit demi sedikit
sampai jenuh.
dimasukkan larutan jenuh dalam tabung reaksi dilengkapi dengan termometer dan pengaduk
dalam waterbath pada temperatur 0,5,10,15,20OC, diaduk agar sistem
menjadi homogen.
diambil 10 ml larutan sesudah mencapai keseimbangan. Larutan 10 ml asam
oksalat tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M dengan
menggunakan indikaor PP, dilakukan duplo.
Asam oksalat
Hasil
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Massa
Oksalat
V rata-rata
NaOH
(Pada oC)
V
Oksalat
N
NaOH
N oksalat Molaritas
Oksalat
Kelarutan (S)
14,6
gram
8,5 mL
(0 oC)
5 mL 0.5 N
0.085 N 0.0425 M 0.0038 g/mL
10,85 mL
(5 oC)
1.085 N 0.543M 0.0488 g/mL
10,05 mL
(10oC)
1.005 N 0.5025 M 0.0452 g/mL
11,3 mL
(15 oC)
1.13 N 0.565 M 0.0508 g/mL
18,6 mL
(20 oC)
1.86 N 0.93 M 0.0838 g/mL
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang entalpi pelarutan. Entalpi pelarutan itu sendiri
adalah perubahan entalpi standart jika zat itu melarut di dalam pelarut dangan jumlah tertentu.
Perubahan entalpi menyatakan banyaknya kalor yang di lepas atau diserap (dibutuhkan) pada
saat 1 mol zat dilarutkan dalam pelarut berlebih menjadi larutan encer pada keadaan standar
(25oC dengan 1 atm). Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu Asam oksalat
dengan rumus molekul C2H2O4 dan berbentuk kristal. Asam oksalat dilarutkan pada suhu yang
berbeda-beda kemudian dicari kelarutannya dengan cara titrasi. Langkah pertama yang
dilakukan yaitu melarutkan asam oksalat sebanyak 100 mL. Kelarutan asam oksalat dalam air
yaitu 14,3 g/ 100 mL, sehingga dibutuhkan lebih dari 14,3 gram untuk mendapatkan endapan
atau zat (asam oksalat) yang tidak terlarut dalam air. Adanya asam oksalat yang tidak terlarut
ini menandakan bahwa larutan telah jenuh dan telah terbentuk kesetimbangan antara zat
terlarut (asam oksalat) dalam larutan (air) dan zat yang tidak terlarut. Pada kondisi
kesetimbangan ini, kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap. Konsentrasi asam
oksalat dalam larutan akan selalu tetap. Hal ini dibuktikan dengan tidak larutnya asam oksalat
dengan massa 14,5 gram. Massa ini telah melewati massa kelarutan dari asam oksalat menurut
literatur, yaitu 14,3 gram. Reaksi yang terjadi antara asam oksalat dengan air yaitu :
H2C2O4(s) + H2O(aq) → H2C2O4(aq)
Setelah larutan jenuh, larutan dimasukkan dalam water-bath yang dilengkapi dengan
termometer dan pengaduk. Fungsi dari termometer adalah untuk mengetahui suhu yang
diinginkan, sedangkan fungsi pengaduk adalah untuk membuat sistem menjadi homogen.
Water-bath juga dilengkapi dengan es batu besera garam. Fungsi dari es batu adalah untuk
memperoleh suhu yang diinginkan dan menurunkannya hingga mencapai 0oC. Sedangkan
fungsi garam adalah untuk menjaga agar es batu tidak cepat mencair. Variasi temperatur yang
digunakan dalam praktikum kali ini yaitu 0, 5, 10, 15, 20 oC. Setelah dicapai suhu 0OC,
diambil larutan asam oksalat sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan indikator pp.
Penambahan ini bertujuan untuk mengetahui apakah titrasi yang dilakukan sudah mencapai
titik ekivalen dan titik akhir titrasi melalui perubahan warna dari tidak berwarna menjadi
muda pudar. Kemudian dititrasi. Titran yang digunakan adalah larutan NaOH 0,5 M dengan
menggunakan indikator PP. Reaksi yang terjadi adalah asam lemah (asam oksalat) dan basa
kuat (NaOH), maka digunakan indikator yang mempunyai trayek pH>7 karena yang
dihasilkan adalah garam yang bersifat basa. Indikator PP mempunyai trayek pH 8,3-10 yang
memiliki perubahan warna dari tidak berwarna menjadi pink sehingga cocok unuk digunakan.
Reaksi antara asam oksalat dan NaOH adalah sebagai berikut:
H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)
Dari hasil titrasi pada masing-masing temperatur dari temperatur terendah (0oC)
kemudian kelipatan 5 hingga temperatur ke 20oC diperoleh volume NaOH berturut-turut
yaitu 8,5 mL, 10,85 mL, 10,05 mL, 11,3 mL, 18,6 mL. Pada hasil tersebut, diketahui bahwa
dengan seiringnya kenaikan temperatur, maka semakin banyak zat yang larut sehingga
membutuhkan pelarut yang lebih banyak lagi untuk melarutkan zat tersebut (asam oksalat).
Akan tetapi pada suhu 5oC dan suhu 10oC terjadi penurunan volume pelarut. Seharusnya,
volume NaOH mengalami kenaikan sering dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan
menurut Van’t Hoff semakin tinggi temperatur maka semakin banyak zat yang larut.
Seharusnya semakin tinggi suhu maka volume NaOH yang dibutuhkan untuk melarutkan
asam oksalat semakin banyak, namun hasil yang diperoleh tidak menunjukkan demikian.
Volume NaOH yang tidak mengalami kenaikan disebabkan karena mungkin pada saat akan
melakukan titrasi suhunya tidak konstan (tidak sama seperti semula). Titrasi ini bertujuan
untuk mengetahui kelarutan dari asam oksalat dalam air. Secara umum panas pelarutan yang
bersifat endotermis akan mengalami kelarutan yang semakin tinggi dengan bertambahnya
suhu. Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan kelarutan yang mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya suhu. Namun terjadi penurunan dari suhu 5oC ke suhu 10oC,
yaitu dari 0,0488 g/mol menjadi 0,0452 g/mol. Hal ini disebabkan karena pada saat
melakukan titrasi, praktikan lupa dalam menambahkan indikator pp sehingga penggunaan
NaOH berlebih pada suhu 5oC sehingga nilai kelarutan terlampau tinggi daripada hasil
kelarutan dengan indikator pp pada suhu 10oC. Tidak ditambahkannya pp ini menyebabkan
tidak adanya perubahan warna menjadi merah muda sehingga praktikan tidak mengetahui
bahwa larutan yang dititrasi telah mencapai titik ekivalen.
Dari data yang diperoleh, dapat dicari kelarutan dari asam oksalat pada masing-masing
suhu dengan mengetahi molalitas asam oksalat dan volume yang digunakan, kemudian
digunakan rumus yaitu, S = m
V larutan dengan v merupakan volume larutan. Kelarutan yang
diperoleh dari hasil percobaan yaitu, pada suhu 0oC (273 K) adalah 0,0038 g/mol, suhu 5oC
(278 K) adalah 0,0488 g/mol, suhu 10oC (283 K) adalah 0,0452 g/mol, suhu 15oC (288 K)
adalah 0,0508 g/mol, suhu 20oC (293 K) adalah 0,0838 g/mol. Faktor yang mempengaruhi
percobaan entalpi pelarut yaitu temperatur. Menurut literatur (Van’t Hoff) apabila pada sistem
kesetimbangan suhu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang
membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm), sehingga semakin banyak zat yang larut
sedangkan apabila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi
akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm), sehingga semakin
berkurang zat yang dapat larut. Percobaan ini merupakan reaksi endoterm. Berdasarkan grafik
yang didapatkan menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan dalam percobaan. Seharusnya
grafik mengalami peningkatan konstan, namun dikarenakan kesalahan praktikum, grafik yang
dihasilkan tidak sesuai dengan literatur. Hasil entalpi yang didapatkan dari grafik adalah
sebesar 1.03 J/mol.
270 275 280 285 290 295
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
f(x) = 0.1244 x − 38.6352R² = 0.648960010735373 y
Linear (y)
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Pada reaksi endoterm, semakin tinggi temperatur, maka kelarutan suatu zat akan
semakin tinggi
2. Entalpi kelarutan dapat diperoleh menggunakan rumus S = m
V larutan dengan m
merupakan molalitas dan v merupakan volume larutan. Entalpi kelarutan yang
diperoleh sebesar 1,03 J/mol
4.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan lancar, hanya saja kesalahan praktikan menyebabkan data
kurang akurat. Praktikan diharapkan lebih fokus dan lebih memahami lagi materi yang
dipraktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R. 1992. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Atkins, PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Petrucci. 1999. Kimia Dasar Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Sciencelab, 2015. Msds for Oxalic Acid. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927133. Diakses tanggal 4 maret 2015.
Sciencelab, 2015. Msds for Sodium Hidroxide. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=992718. Diakses tanggal 4 maret 2015.
Sciencelab, 2015. Msds for Phenolftalein. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927062. Diakses tanggal 4 maret 2015.
Sciencelab. 2015. Msds for Sodium Chloride. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927982. (Diakses tanggal 8 maret 2014
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.
Syukri,S. 1999.Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Perhitungan
Massa asam oksalat = 14.6 gram
Massa air (H2O) = 100 mL x 1 g/mL = 100 gram
Massa larutan = massa oksalat + massa air
= 14.6 gram + 100 gram
= 114.6 gram
Volume rata-rata NaOH pada :
a. 0oC -> (9 mL + 8 mL) : 2 = 8.5 mLb. 5 oC -> (9.7 mL + 12 mL) : 2 = 10.85 mLc. 10 oC -> (9.7 mL + 10.4 mL) : 2 = 10.05 mLd. 15 oC -> (11 mL + 11.7 mL) :2 = 11.3 mLe. 20 oC -> (14.4 mL + 22.8 mL) :2 = 18.6 mL
Normalitas asam oksalat setelah dititrasi dengan NaOH
a. N1 . V1 = N2 . V2
0.5 N . 8.5 mL = N2 . 5 mL N2 = 0.085 N
b. N1 . V1 = N2 . V2
0.5 N . 10.85 mL = N2 . 5 m N2 = 1.085 N
c. N1 . V1 = N2 . V2
0.5 N . 10.05 mL = N2 . 5 mL N2 = 1.005 N
d. N1 . V1 = N2 . V2
0.5 N . 11.3 mL = N2 . 5 mL N2 = 1.13 N
e. N1 . V1 = N2 . V2
0.5 N . 18.6 mL = N2 . 5 mL N2 = 1.86 N
Molaritas asam oksalat setelah titrasi
a. M = N2
= 0.085N
2 = 0.0425 M
b. M = N2
= 1.085 N
2 = 0.543M
c. M = N2
= 1.005
2 = 0.5025 M
d. M = N2
= 1.13
2 = 0.565 M
e. M = N2
= 1.86
2 = 0.93 M
Mol asam oksalata. n = M . V = 0.0425 M x 5 mL = 0.2125 mmol = 0.2125 x 10-3 mol
b. n = M . V = 0.543 M x 5 mL = 2.715 mmol = 2.715 x 10-3 mol
c. n = M . V = 0.5025 M x 5 mL = 2.512 mmol = 2.512 x 10-3 mol
d. n = M . V = 0.565 M x 5 mL = 2.825 mmol = 2.825 x 10-3 mol
e. n = M . V = 0.93 M x 5 mL = 4.65 mmol = 4.65 x 10-3 mol
Massa asam oksalat
a. m = n x Mr = 0.2125 x 10-3 mol x 90.03 g/mol = 0.0191 gramb. m = n x Mr = 2.715x 10-3 mol x 90.03 g/mol = 0.244 gramc. m = n x Mr = 2.512x 10-3 mol x 90.03 g/mol = 0.226 gramd. m = n x Mr = 2.825 x 10-3 mol x 90.03 g/mol = 0.254 grame. m = n x Mr = 4.65 x 10-3 mol x 90.03 g/mol = 0.419 gram
Kelarutan asam oksalat
a. S = m
V larutan =
0.0191 gram5 mL
= 0.00382 g/mL
b. S = m
V larutan =
0.244 gram5 mL
= 0.0488 g/mL
c. S = m
V larutan =
0.226 gram5mL
= 0.0452 g/mL
d. S = m
V larutan =
0.254 gram5 mL
= 0.0508 g/mL
e. S = m
V larutan =
0.419 gram5mL
= 0.0838 g/mL
Entalpi pelarutan
m=−∆ HR
0,124= −∆ H
8,314J
mol . k∆ H=1,03 J/mol
Lampiran 2
Lampiran 3 Titrasi suhu 0oC
Titrasi suhu 5oC
Titrasi suhu 10oC
Titrasi suhu 15oC
Titrasi suhu 20oC