Laporan Observasi Bk
-
Upload
nurul-ummi-lathifah -
Category
Documents
-
view
408 -
download
17
description
Transcript of Laporan Observasi Bk
LAPORAN OBSERVASI BK
SMP YPE CILACAP
Disusun Oleh:
Nurul Ummi Lathifah 4401411100
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah sasaran pendidikan. Pendidikan bermaksud membantu
peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi
kemanusiaannya. Peserta didik merupakan pribadi-pribadi yang sedang
berada dalam proses berkembang ke arah kematangan. Masing-masing
peserta didik memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat
perbedaan individual diantara mereka, seperti menyangkut aspek
kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan
penyesuaian diri. Dalam dunia pendidikan, peserta didikpun tidak jarang
mengalami masalah-masalah, sehingga tidak jarang dari peserta didik yang
menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku yang merentang dari
kategori ringan sampai dengan berat.
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada
kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam
kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan atau masalah yang silih
berganti. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat
maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan
tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu
mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain.
Berkenaan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik,
maka perlu adanya pendekatan-pendekatan melalui pelaksanaan
bimbingan dan konseling. Disini, guru memiliki peranan yang sangat
penting karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi
tentang keadaan siswa atau pesrta didik. Di dalam melakukan bimbingan
dan konseling, kerja sama konselor dengan personel lain di sekolah
merupakan suatu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Kerja sama ini akan
menjamin tersusunnya program bimbingan dan konseling yang
komprehensif, memenuhi sasaran, serta realistik.
Pelayanan konseling di sekolah merupakan usaha membantu peserta d
idik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan
belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling
memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok,
atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, minat, perkembangan,
kondisi, serta peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu
mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta
didik.
Miskonsepsi merupakan masalah yang sering dihadapi oleh guru
maupun oleh siswa dalam pembelajaran BK di sekolah. Meskipun
didukung oleh landasan legal dan formal, namun pelaksanaan BK di
sekolah belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Hal ini lebih
dikarenakan oleh lemahnya konsep dan pola pelaksanaan BK yang tidak
berhasil dirumuskan secara memadai oleh pemerintah, sekaligus lemahnya
kompetensi yang dimiliki oleh guru BK di sekolah yang umumnya secara
akademik bukan berasal dari sarjana BK. Faktor inilah yang melahirkan
terjadinya miskonsepsi BK di sekolah.
Oleh karena itu, peneliti melakukan semacam tinjauan atau observasi
berkaitan dengan pelaksanaan, hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
tersebut, peranan guru bidang studi, serta miskonsepsi BK yang dihadapi
oleh sekolah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pelaksanaan BK di SMP YPE Cilacap?
2. Apa saja yang menjadi hambatan pelaksanaan BK di SMP YPE
Cilacap?
3. Bagaimana peranan guru bidang studi dalam BK di SMP YPE?
4. Apakah terjadi miskonsepsi BK di SMP YPE Cilacap?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan BK di SMP YPE
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan-hambatan dan
penyelesaiannya dalam pelaksanaan BK di SMP YPE Cilacap
3. Untuk mengetahui bagaimana peran guru bidang studi di SMP YPE
Cilacap dalam BK
4. Untuk mengetahui miskonsepsi BK di SMP YPE Cilacap
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Mengetahui sejauh mana BK terlaksana di SMP YPE Cilacap
2. Meluruskan miskonsepsi BK yang terjadi di SMP YPE Cilacap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah
“Guidence and Counseling” dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan
istilahnya maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu
bantuan. Namun tidak setiap bantuan adalah bimbingan.
Yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemapuannya sendiri dan mandiri,
dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Pengertian konseling adalah suatu proses member bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut
dengan konselor) kepada individu yang sedag mengalami suatu masalah
(disebut dengan klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien.
B. Peranan Guru dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Dalam kedudukannya sebagai personil pelaksana proses pembelajaran
di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis. Dibandingkan dengan guru
pembimbing atau konselor, misalnya guru lebih sering berinteraksi dengan
siswa secara langsung. Guru dapat mengamati secara rutin tentang
perkembangan kepribadian siswa, kemajuan belajarnya, dan bukan tidak
mungkin akan langsung berhadapan dengan permasalahan siswa. Oleh
karena itu, tidak salah jika dalam pelayanan bimbingan dan konseling guru
ditempatkan sebagai mitra kerja utama, disamping wali kelas.
Ada beberapa peranan guru ketika ia diminta mengambil bagian dalam
penyelenggaraan program BK di sekolah, yaitu :
1. Guru sebagai infomator
Guru berperan sebagai informator, terutama berkaitan dengan tugasnya
membantu guru BK dalam memasyarakatkan layanan BK kepada
siswa pada umumnya. Menginformasikan tentang layanan BK, tujuan,
fungsi, dan manfaatnya bagi siswa.
2. Guru sebagai fasilitator
Guru berperan sebagai fasilitator ketika dilangsungkan layanan
pembelajaran baik itu yang bersifat preventif maupun kuratif.
Dibandingkan dengan guru pembimbing, guru lebih memahami
tentang ketrampilan belajar yang perlu dikuasai oleh siswa pada mata
pelajaran yang diajarnya. Pada saat siswa mengalami kesulitan belajar,
guru dapat merancang program perbaikan dengan mempertimbangkan
tingkat kesulitan yang dialami dan menyesuaikan dengan gaya belajar
siswa.
3. Guru sebagai mediator
Menjadi mediator antara siswa dengan guru pembimbing.
4. Guru sebagai motivator
Berperan sebagai motivator siswa dalam memanfaatkan layanan BK
sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
layanan konseling.
5. Guru sebagai kolaborator
Guru dapat berperan sebagai kolaborator di sekolah, misalnya dalam
penyelenggaraan berbagai jenis layanan orientasi informasi, layanan
pembelajaran.
C. Pelaksanaan BK dan Miskonsepsi BK di sekolah
Umumnya orang tua siswa sangat enggan berhubungan dengan guru
BK karena adanya asumsi bahwa anak yang ditangani oleh BK merupakan
peserta didik yang bermasalah. Tidak hanya orang tua siswa, praktisi
pendidikan secara umum juga mengalami miskonsepsi yang sama tentang
BK.
Di lingkungan praktisi pendidikan sendiri, BK sering disalahpahami
sebagai aktivitas yang tepisah dari proses pendidikan dan pembelajaran
secara keseluruhan. Kesalahpahaman seperti ini berimplikasi pada praksis
BK di sekolah yang berlangsung sangat parsial, semisal : BK semata-mata
sebagai proses pemberian nasihat; aktivitas BK hanya bersifat aksidental;
bimbingan hanya diberikan kepada klien yang dianggap bermasalah atau
menyimpang; akhirnya aktivitas BK hanya menjadi tanggungjawab dari
guru BK (konselor) saja.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling yang bersifat parsial seperti
inilah yang melahiran citra negatif aktivitas BK di sekolah. Di mata
praktisi pendidikan dan peserta didik, posisi konselor dipandang sebagai
“polisi sekolah” yang tugasnya semata-mata menangani dan menghukum
siswa yang bermasalah. Tanpa didukung oleh tenaga guru yang memiliki
kompetensi akademik dibidang BK, menjadikan pelaksanaan BK dapat
dilakukan oleh siapapun, meskipun tidak memiliki latar belakang
akademik BK.
Hal ini masih diperparah oleh lemahnya akses terhadap literature yang
bisa menjadi sumber rujukan, pengertian, teori, dan praktik bimbingan dan
konseling. Pelaksanaan BK di sekolah pada praktiknya dilaksanakan tanpa
rujukan teori dan konsep memadai dan sama sekali tidak berimplikasi pada
pengembangan diri peserta didik. Miskonsepsi seperti ini dapat berujung
pada tindakan malpraktik konseling yang sangat membahayakan masa
depan pendidikan dan terutama masa depan klien.
SK Mendikbud (SK No.025/1995 sebagai penjabaran lebih lanjut dari SK
Menpan No.83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kredit),
memberikan petunjuk teknis yang mengatur tentang :
1. Kegiatan BK di sekolah harus dilaksanakan oleh konselor yang secara
khusus menangani masalah pengembangan diri peserta didik
2. Guru pembimbing merupakan orang yang memiliki kompetensi
akademik, berlatar belakang pendidikan Konseling atau Psikologi
Pendidik, atau minimal mengikuti Penataran Bimbingan dan Konseling
selama 180 jam
3. Kejelasan pola BK dengan menetapkan tujuan, fungsi, prinsip dan
asas-asasnya, menentukan bidang bimbingan dan jenis layanannya
secara terperinci serta menentukan kegiatan pendukung pemecahan
masalah (BK Pola-17)
4. BK dilaksanakan dengan tahapan yang terencana melalui kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis hasil dan tindak lanjut.
D. Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Strategi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling terkait dengan
empat komponen program yaitu: (a) layanan dasar; (b) layanan responsif;
(c) perencanaan individual; dan (d) dukungan sistem.
a) Strategi untuk Layanan Dasar Bimbingan
a. Bimbingan Klasikal
Layanan dasar diperuntukkan bagi semua siswa. Hal ini
berarti bahwa dalam peluncuran program yang telah dirancang
menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para
siswa di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan layanan
bimbingan kepada para siswa. Kegiatan layanan dilaksanakan
melalui pemberian layanan orientasi dan informasi tentang
berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi siswa.
Layanan orientasi pada umumnya dilaksanakan pada awal
pelajaran, yang diperuntukan bagi para siswa baru, sehingga
memiliki pengetahuan yang utuh tentang sekolah yang
dimasukinya. Kepada siswa diperkenalkan tentang berbagai hal
yang terkait dengan sekolah, seperti : kurikulum, personel
(pimpinan, para guru, dan staf administrasi), jadwal pelajaran,
perpustakaan, laboratorium, tata-tertib sekolah, jurusan (untuk
SLTA), kegiatan ekstrakurikuler, dan fasilitas sekolah lainnya.
Sementara layanan informasi merupakan proses bantuan yang
diberikan kepada para siswa tentang berbagai aspek kehidupan
yang dipandang penting bagi mereka, baik melalui komunikasi
langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun
elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
Layanan informasi untuk bimbingan klasikal dapat
mempergunakan jam pengembangan diri. Agar semua siswa
terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan secara
pasti untuk semua kelas.
b. Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan layanan bimbingan kepada siswa
melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Bimbingan ini
ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para siswa. Topik
yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah
yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti :
cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan
mengelola stress. Layanan bimbingan kelompok ditujukan untuk
mengembangkan keterampilan atau perilaku baru yang lebih efektif
dan produktif.
c. Berkolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila
didukung oleh semua pihak, yang dalam hal ini khususnya para
guru mata pelajaran atau wali kelas. Konselor berkolaborasi dengan
guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang
siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya),
membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi
aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata
pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya :
1) menciptakan sekolah dengan iklim sosio-emosional kelas
yang kondusif bagi belajar siswa
2) memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam
3) menandai siswa yang diduga bermasalah
4) membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar melalui
program remedial teaching
5) mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan
layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing
6) memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan
bidang kerja yang diminati siswa
7) memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan,
sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa
tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja,
persyaratan kerja, dan prospek kerja)
8) menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek
emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena
guru merupakan “figur central” bagi siswa)
9) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata
pelajaran yang diberikannya secara efektif.
d. Berkolaborasi (Kerjasama) dengan Orang Tua
Dalam upaya meningkatkan kualitas peluncuran program
bimbingan, konselor perlu melakukan kerjasama dengan para
orang tua siswa. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan
terhadap siswa tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga
oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan
terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar
pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya
mengembangkan potensi siswa atau memecahkan masalah yang
mungkin dihadapi siswa. Untuk melakukan kerjasama dengan
orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti : (1) kepala
sekolah atau komite sekolah mengundang para orang tua untuk
datang ke sekolah (minimal satu semester satu kali), yang
pelaksanaannnya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (2)
sekolah memberikan informasi kepada orang tua (melalui surat)
tentang kemajuan belajar atau masalah siswa, dan (3) orang tua
diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke sekolah,
terutama menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-
harinya.
b) Strategi untuk Layanan Responsif
a. Konsultasi
Konselor memberikan layanan konsultasi kepada guru, orang
tua, atau pihak pimpinan sekolah dalam rangka membangun
kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para
siswa.
b. Konseling Individual atau Kelompok
Pemberian layanan konseling ini ditujukan untuk membantu
para siswa yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui
konseling, siswa (klien) dibantu untuk mengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan
pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Konseling
kelompok dilaksanakan untuk membantu siswa memecahkan
masalahnya melalui kelompok. Dalam konseling kelompok ini,
masing-masing siswa mengemukakan masalah yang dialaminya,
kemudian satu sama lain saling memberikan masukan atau
pendapat untuk memecahkan masalah tersebut.
c. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk
menangani masalah klien, maka sebaiknya dia mereferal atau
mengalihtangankan klien kepada pihak lain yang lebih
berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian.
Klien yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki
masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas),
kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
d. Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang
dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang
menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau
pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing
berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik
maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai
mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan
informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa
yang perlu mendapat layanan bantuan bimbingan atau konseling.
c) Strategi untuk Layanan Perencanaan Individual
a. Penilaian Individual atau Kelompok (Individual or small-group
Appraisal)
Yang dimaksud dengan penilaian ini adalah konselor bersama
siswa menganalisis dan menilai kemampuan, minat, keterampilan,
dan prestasi belajar siswa. Dapat juga dikatakan bahwa konselor
membantu siswa menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya,
yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangannya,
atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui
kegiatan penilaian diri ini, siswa akan memiliki pemahaman,
penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif.
b. Individual or Small-Group Advicement
Konselor memberikan nasihat kepada siswa untuk
menggunakan atau memanfaatkan hasil penilaian tentang dirinya,
atau informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang
diperolehnya untuk (1) merumuskan tujuan, dan merencanakan
kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan
dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki
kelemahan dirinya; (2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan
tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (3)
mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
d) Strategi untuk Dukungan Sistem
a. Pengembangan Professional
Konselor secara terus menerus berusaha untuk “meng-
update” pengetahuan dan keterampilannya melalui (1) in-service
training, (2) aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar dan workshop
(lokakarya), atau (4) melanjutkan studi ke program yang lebih
tinggi (Pascasarjana).
b. Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi
Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan
guru, orang tua, staf sekolah lainnya, dan pihak institusi di luar
sekolah (pemerintah, dan swasta) untuk memperoleh informasi, dan
umpan balik tentang layanan bantuan yang telah diberikannya
kepada para siswa, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif
bagi perkembangan siswa, melakukan referal, serta meningkatkan
kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi
ini berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama
dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan
peningkatan mutu layanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti
dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3)
organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang
terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua siswa, (5)
MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), dan (6)
Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
c. Manajemen Program
Suatu program layanan bimbingan dan konseling tidak
mungkin akan terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu
sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan
secara jelas, sistematis, dan terarah. Mengenai arti manajemen itu
sendiri Stoner (1981) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
“Management is the process of planning, organizing, leading and
controlling the efforts of organizing members and of using all other
organizational resources to achieve stated organizational goals”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Observasi ini peneliti lakukan pada tanggal 16-19 Juni 2013, di SMP YPE
Cilacap.
B. Subyek Penelitian
Guru BK SMP YPE (Ibu Titi Widiati)
C. METODE PENELITIAN
Diperlukan data dan informasi yang lengkap, objektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan, agar dapat diperoleh dan disajikan menjadi
pandangan dan gambaran yang benar. Oleh karena itu, dalam observasi ini
metode observasi yang digunakan adalah wawancara dan studi literatur.
Langkah observasi yang akan ditempuh adalah, pertama, mencari data
yang diperlukan pada sumber data serta menelusuri data dengan
wawancara, kedua, membuat pembahasan, ketiga, membuat simpulan dan
menarik simpulan, dan keempat, menyusun laporan akhir.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PERTANYAAN DAN HASIL WAWANCARA
1. T : Apa pengertian bimbingan dan konseling menurut Anda?
J : Memberikan bimbingan atau arahan penyuluhan terhadap siswa
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
2. T : Adakah perbedaan antara bimbingan dan konseling? Jika ada,
tolong jelaskan.
A : Mengarahkan ke tindakan, perbuatan, perilaku yang baik agar
anak didik tidak melakukan penyimpangan atau pelanggaran terhadap
aturan-aturan.
3. T : Apa tujuan umum dan khusus dari bimbingan dan konseling di
sekolah?
J : Tujuan umum : untuk mengendalikan peserta didik agar dapat
terarah, dan dapat mengatasi dirinya dari permasalahan yang dihadapi,
sehingga peserta didik berakhlak mulia, berprestasi. Tujuan khusus :
memberikan bantuan bimbingan dan arahan agar peserta didik
menyelesaikan masalah yang dihadapi, baik yang berkaitan dengan
pelanggaran norma-norma yang berlaku dan maslaah individual yang
dihadapi.
4. T : Apa pentingnya bimbingan dan konseling di sekolah?
J : Untuk bantuan bimbingan dan arahan kepada siswa, mengetahui
sejauh mana kedisiplinan sekolah dilaksanakan, mengetahui masalah yang
dihadapi siswa.
5. T : Bagaimana tanggapan Anda mengenai beberapa sekolah yang
menghapuskan jam pelajaran BK?
J : Tidak masalah, karena BK telah disisipkan dalam setiap mapel
melalui pendidikan karakter, artinya setiap guru harus melakukan Bk
dengan klasikal dan individu sebelum permasalahan kasus dilimpahkan ke
coordinator BK.
6. T : Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah?
J :Peserta didik yang ada kasus ditangani oleh guru maple dan boleh
memanggil orang tua, guru mapel melimpahkan ke guru wali atau ke BK
dilengkapi dengan administrasi data, jika BK sudah tidak bisa
menyelesaikannya barulah diserahkan kepada kepala sekolah.
7. T : Hambatan apa saja yang dialami dalam pelaksanaan bimbingan
dan konseling?
J : Surat panggilan yang tidak sampai pada orang tua, orang tua yang
dipanggil tidak kunjung hadir, dan siswa juga tidak hadir sehingga
masalah tidak dapat terklarifikasi.
8. T : Bagaimana bimbingan dan konseling mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan program bimbingan dan konseling agar tujuan bimbingan
dan konseling tetap dapat tercapai?
J : Surat panggilan dititipkan teman yang rumahnya dekat, atau
petugas sekolah yang menyerahkannya langsung. Melakukan kunjungan
rumah.
9. T : Apakah guru bimbingan dan konseling memasuki ruang kelas
untuk memberikan bimbingan?
J : Tidak, karena tidak ada jam, jika masuk maka sifatnya incidental.
10. T : Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah berapa jam
pelajaran dalam seminggu?
J : Sesuai dengan kurikulum yang baru tidak ada jam untuk BK
11. T : Ada berapa guru BK yang dimiliki oleh sekolah?
J : satu orang.
12. T : Fasilitas apa saja yang diberikan oleh sekolah untuk mendukung
program layanans BK di sekolah?
J : Ruangan BK, pelatihan, kelengkapan administrasi.
13. T : Apakah setiap siswa memiliki buku pegangan BK?
J : Tidak, tapi ada catatan khusu oleh BK
14. T : Fungsi bimbingan dan konseling ada 4, yaitu fungsi pemahaman,
fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan
pengembangan. Wujud usaha apa saja yang dilaksanakan bimbingan dan
konseling di sekolah yang mencerminkan masing-masing fungsi tersebut?
J : Pemahaman : sosialisasi BK diawal pelajaran. Pencegahan :
sosialisasi tata tertib sekolah. Pengentasan : pemberian sangsi sesuai
dengan ketentuan. Pemeliharaan dan pengembangan : ….
15. T : Bagaimana peranan guru bidang studi dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah?
J : Menyelesaikan kasus yang dihadapi saat pembelajaran.
Menangani kasus yang didapati di luar jam pembelajaran. Mengadakan
kunjungan rumah. Melimpahkan kasus kepada wali kelas atau ke
coordinator BK.
16. T : Jenis layanan apa saja yang diberikan bimbingan dan konseling
kepada siswa?
J : Kasus pelanggaran kedisiplinan. Kasus kepribadian individu.
Bimbel karir.
17. T : Apakah terjadi miskonsepsi mengenai peran dan fungsi
bimbingan dan konseling di sekolah? Misalnya, siswa menganggap
bimbingan dan konseling hanya melayani siswa yang bermasalah.
J : Ya terjadi.
18. T : Bagaimana tanggapan Anda mengenai miskonsepsi bimbingan
dan konseling yang sering terjadi di kalangan siswa? Dan bagaimana
cara guru BK dalam mengatasi hal tersebut?
J : Itu adalah hal wajar. Memang begitu pengertian BK adalah untuk
siswa berkasus. Mengatasinya dengan cara menangani kasus pelanggaran
yang bukan kasus karena pribadi.
19. T : Contoh kegiatan apa saja yang diberikan bimbingan dan
konseling dalam rangka memberikan layanan informasi dalam bidang
bimbingan karier?
J : Kegiatan bimbingan memilih sekolah setelah lulus. Mencari
pekerjaan.
20. T : Jenis masalah apa saja yang dihadapi oleh siswa? Bagaimana
bimbingan dan konseling mengatasi masalah tersebut?
J : Malas belajar. Motivasi kurang. Lingkungan kurang mendukung.
Cara mengatasinya : dipanggil ke ruang BK dan diarahkan, dinasihati,
orang tua dipanggil atau melakukan home visit.
21. T : Latar belakang apa saja yang biasanya menyebabkan munculnya
masalah pada siswa?
J : Orang tua belum 100% memperhatikan pendidikan anaknya,
pendidikan orang tua rendah. Pengaruh lingkungan sekitar tempat tinggal.
Keadaan ekonomi yang pas-pasan.
22. T : Dalam memberikan layanan, bimbingan dan konseling lebih
sering memberikan layanan individual, kelompok, atau klasikal? Jelaskan
alasannya mengapa layanan tersebut dipilih.
J : memilih secara individual. Alasan : siswa (subjek) dan kasus
(objek) langsung diketahui sehingga arah penyelesaian kasus, pembinaan
dan lain-lain dapat fokus.
23. T : Apakah ada kerjasama antara guru bimbingan dan konseling
dengan guru bidang studi? Bagaimana bentuk kerjasamanya?
J : ya harus ada. Seperti no.15
24. T : Apakah siswa sering mengunjungi bimbingan dan konseling
untuk berkonsultasi atau meminta bimbingan?
J : Ada tetapi jarang.
25. T : Selain membantu siswa dalam bimbingan karier atau masalah
mengenai studi, apakah BK juga membantu siswa dalam memberikan
solusi mengenai masalah keluarga yang sedang dihadapi oleh siswa?
J : Ya membantu.
26. T : Apakah guru BK pernah melakuan kunjungan ke rumah siswa
untuk memperoleh keterangan yang diperlukan dalam mengatasi
permasalahan siswa?
J : Ya melakukan kunjungan ke rumah untuk mendapatkan
keterangan lebih banyak dari orang tua atau keluarga sebagai wujud
kerjasama menyelesaikan kasus peserta didik, orang tua ikut memantau
perkembangn perubahan dari kasus tersebut.
27. T : Siapa saja yang terlibat dalam program layanan bimbingan dan
konseling di sekolah?
J : Yang terlibat : guru maple, wali kelas, coordinator BK, dan
kepala sekolah.
28. T : Pelaksanaan program BK di sekolah menggunakan pola apa?
Dan apakah telah dilaksanakan dengan maksimal?
J : Pola generalis. Belum maksimal.
29. T : Setelah para siswa mendapat layanan BK, apakah
perkembangannya diikuti?
J : Perkembangan dipantau, sejauh mana perubahannya.
30. T : Berkaitan dengan keperluan pengembangan siswa dalam
berbagai aspek, BK perlu menghimpun informasi seputar siswa yang
bersangkutan. Bagaimana cara BK mendapatkan informasi tersebut?
J : melalui orang tua, guru mapel, wali kelas, pengamatan langsung,
teman sekelas, teman akrab.
31. T : Pengumpulan data dengan instrument apa saja yang telah Anda
lakukan untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling?
a. Tes inteligensi g. Angket siswa
b. Tes bakat h. Angket orang tua
c. Inventori minat i. Angket pengamatan guru
d. Tes kepribadian j. Angket sosiometri
e. Angket kebiasaan belajar k. Angket bakat dan minat
f. Alat ungkap masalah (AUM)
32. T : Pola organisasi BK di sekolah?
J : dicantumkan dalam lampiran
33. T : Apakah ada evaluasi program layanan bimbingan dan konseling?
Kalau ada, berapa kali dalam 1 semester? Bentuk evaluasinya seperti
apa?
J : setiap satu semester. Bentuk laporan menjelang pembagian rapot.
(lihat lampiran)
B. PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SMP
Berdasarkan data hasil observasi, BK di SMP YPE Cilacap ternyata belum
maksimal dilaksanakan. Masih banyak sekali yang harus dibenahi. Baik dari
segi yang mendasar sampai segi kompleks.
1. SMP YPE Cilacap ternyata hanya memiliki satu orang guru BK.
Hal ini disebabkan karena SMP YPE Cilacap tidak memiliki
banyak ruang kelas untuk masing-masing jenjangnya. Untuk satu
jenjang (misal kelas tujuh) SMP YPE hanya memiliki dua unit
kelas yaitu A dan B, begitu pula dengan kelas delapan dan
sembilannya. Sehingga, dengan satu guru BK sudah dirasa cukup
untuk melakukan tugasnya.
Sebaiknya tidak demikian, karena fungsi dan tugas guru BK
tersebut jadi tidak termaksimalkan. Meskipun wilayah kerjanya
tergolong sempit, yaitu hanya mengampu enam kelas saja. Akan
lebih baik apabila guru BK ditambah lagi personilnya atau tiap
tingkatan kelas memiliki guru BK, sehingga BK bisa memantau
perkembangan siswa dengan baik.
2. Sekolah sudah memberikan fasilitas berupa ruang BK, namun
ruangan tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Bisa diketahui
dari jarangnya siswa yang mengunjungi ruang BK untuk
berkonsultasi maupun meminta bimbingan. Hal ini dipengaruhi
pula oleh penghapusan jam BK di sekolah. BK pun hanya masuk
ke kelas bila memungkinkan atau incidental. Hal ini menyebabkan
sosialisasi BK kurang tersampaikan dan menyebabkan tujuan,
asas-asas, fungsi, prinsip dan orientasi BK kurang tercermin.
3. Fungsi-fungsi BK (pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan
pemeliharaan dan pengembangan) tidak berjalan dengan baik. Dari
data justru guru BK menanggapinya dengan lain tidak sesuai
dengan teori yang peneliti dapatkan. Misalnya pada fungsi
pemahaman dan fungsi pengentasan. Pada teori, fungsi
pemahaman berarti memahami berbagai hal yang esensial
berkenaan dengan perkembangan dan kehidupan klien (siswa).
Dalam pemahaman fokus utama BK adalah klien dengan berbagai
permasalahannya dan tujuan-tujuan konseling. Namun tanggapan
guru BK SMP YPE ternyata berbeda. Menurut beliau, fungsi
pemahaman menitikberatkan pada sosialisasi BK kepada peserta
didik pada awal pelajaran. Yang menjadi fokus dari fungsi
pemahaman menurut beliau adalah ‘pemahaman terhadap
pengertian BK’. Terdapat perbedaan makna pada kedua pendapat
tadi. Hal ini bisa menyebabkan miskonsepsi BK dikalangan siswa
maupun guru BK sendiri.
4. Layanan-layanan BK yang diberikan kepada siswa sebagian besar
masih merujuk pada ‘penanganan kasus’, layanan kepribadian, dan
juga bimbingan karir. Ini mengindikasikan bahwa di sekolah
tersebut kebanyakan siswanya mengalami jenis masalah :
Emosi
Disini peran BK adalah memberikan pelayanan khusus
bagi siswa melalui program layanan informasi, layanan
konseling, layanan bimbingan dan konseling kelompok.
Dalam layanan ini anak dapat berlatih bagaimana cara
menjadi pendengar yang baik, bagaimana cara
mengemukakan masalah dengan baik, bagaimana cara
mengendalikan diri baik dalam menanggapi masalah
sesama anggota.
Penyesuaian diri
Sekolah membantu siswa untuk bisa menyesuaikan diri
dengan cara menyediakan sarana dan prasarana serta
fasilitas-fasilitas pembinaan minat dan bakat siswa,
misalnya melalui kegiatan ekstrakulikuler.
Perilaku social
Sekolah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dengan tidak
melihat latar belakang suku, agama, ras, dan social
ekonomi. Sekolah memperlakukan siswanya dengan sama
rata.
Moral
Sekolah menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan,
meningkatkan pendidikan budi pekerti.
Keluarga
Sekolah melakukan kerjasama dengan orang tua siswa.
Untuk jenis masalah yang dihadapi oleh siswa SMP YPE sendiri,
contoh spesifikasinya adalah sebagai berikut :
Malas belajar
Motivasi belajar kurang
Perhatian dari orang tua kurang
Lingkungan yang kurang mendukung untuk belajar
Masalah - masalah tersebut dapat diatasi dengan beberapa
alternative yang bisa dilakukan oleh BK, diantaranya adalah
dengan memberikan bimbingan dan motivasi, atau yang lainnya
bergantung pada jenis masalah yang sedang dihadapi dan kondisi
siswanya.
5. Dalam melaksanakan layanan, BK SMP YPE lebih memilih
melakukannya secara individu. Alasannya karena masalah pada
siswa akan langsung diketahui dan penyelesaiannya dapat fokus.
6. Dalam pelaksanaannya, BK bekerja sama dengan guru mata
pelajaran dan pihak lain untuk menyelesaikan masalah. Ini sudah
menunjukkan adanya kerjasama yang baik di sekolah tersebut.
7. Pola bimbingan yang dilaksanakan yaitu pola generalis, bimbingan
hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja. Namun,
nantinya perkembangan dari siswa akan terus dipantau.
C. MISKONSEPSI BK DI SMP YPE
Terjadi miskonsepsi BK di SMP YPE Cilacap, baik dikalangan siswa maupun
guru BK dan tenaga pendidiknya sendiri. Yaitu dengan dianggapnya BK
sebagai polisi sekolah. Contohnya saja layanan BK yang masih notabene
sebagai penegak kedisiplinan di sekolah.
Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya sosialisasi mengenai pemahaman
BK dan fungsinya di sekolah, guru BK yang bukan merupakan lulusan
akademik BK sehingga menyebabkan ketidakprofesionalan dalam
melaksanakan tugas BK.
Ada beberapa penyebab lain, yakni :
1. Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena bidang
BK masih tergolong baru dan merupakan produk impor sehingga
menyebabkan para pelaksanaannya dilapangan belum terlalu
mengetahui BK secara menyeluruh.
2. Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari
tamatan BK itu sendiri yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak
efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan juga pelaksanaan yang
belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program yang
akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun
semesteran, walaupun dia dari tamatan BK itu sendiri.
3. Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan
Konseling itu sendiri, di Indonesia masih ada yang menggunakan
istilah pelayanan BP, BK, dankonseling, dan ini juga mempengaruhi
persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas
BK dilapangan.
Secara konseptual, aktivitas BK sangat menekankan pendekatan kolaborasi
antara konselor dengan para personal sekolah lainnya (Kepala Sekolah, guru-
guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan stakeholders. Pendekatan
ini terintegrasi dengan proses pendidikan di sekolah secara keseluruhan dalam
upaya membantu para konseli agar dapat mengembangkan atau mewujudkan
potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,
maupun karir. Atas dasar itu, maka implementasi BK di sekolah
diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli,
yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan
pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi
biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
Secara konseptual pelaksanaan BK di sekolah sebenarnya tidak terlalu banyak
menyisakan peluang untuk dikritisi, permasalahannya hanyalah kemapanan
konsep BK tersebut belum diimbangi oleh kematangan praktisi pendidikan
dalam mengimplementasikan konsep BK di sekolah-sekolah. Dalam banyak
kasus, praktisi pendidikan secara umum termasuk konselor di dalamnya
masih memiliki hambatan yang serius dalam menerjemahkan konsep BK
yang berorientasi pada client centered tersebut ke dalam aktivitas bimbingan
dan konseling yang berpusat pada konseli. Meskipun didasarkan pada konsep
client centered, aktivitas BK masih sering mengulang-ulang paradigma lama
yang lebih menekankan pembiasaan perilaku (behavioristik), sehingga
aktivitas BK masih cenderung berpusat pada konselor. Meskipun guru BK di
sudah mengikuti perbagai macam pelatihan bimbingan dan konseling, akan
tetapi hal ini belum terlalu cukup untuk mengubah persepsi unsur-unsur
sekolah yang lain berkaitan dengan masalah bimbingan dan konseling di
sekolah.
D. PERAN GURU BIDANG STUDI DALAM BK
Dari data yang didapat, peranan guru di SMP YPE Cilacap terhadap BK
adalah :
1. Menyelesaikan kasus yang dihadapi pada saat pembelajaran di kelas
2. Menangani kasus yang didapati di luar jam pelajaran
3. Mengadakan kunjungan ke rumah orang tua
4. Melimpahkan kasus yang dihadapi kepada wali kelas atau ke coordinator
BK
Selain itu, peran guru di SMP YPE masih cenderung sebagai fasilitator. Guru
berperan sebagai fasilitator ketika dilangsungkan layanan pembelajaran baik
itu yang bersifat preventif maupun kuratif. Dibandingkan dengan guru
pembimbing, guru mata pelajaran lebih memahami tentang ketrampilan
belajar yang perlu dikuasai oleh siswa pada mata pelajaran yang diajarnya.
Pada saat siswa mengalami kesulitan belajar, guru dapat merancang program
perbaikan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan yang dialami dan
menyesuaikan dengan gaya belajar siswa.
E. HAMBATAN PELAKSANAAN BK
1. Ketika siswa diberi surat agar diserahkan kepada orang tua, siswa justru
tidak memberikan kepada orang tuanya. Hal ini mempersulit BK dalam
upaya penyelesaian masalah.
2. Orang tua yang dipanggil untuk segera menyelesaikan masalah di sekolah
tidak kunjung datang. Hal ini juga merupakan penghambat
keberlangsungan proses pencapaian terselesaikannya masalah.
3. Ketika orang tua memenuhi panggilan, anak yang bersangkutan tidak ikut
hadir dalam upaya penyelesaian masalah tersebut, ini mempersulit proses
penyelesaian masalah karena masalah yang sebenarnya kurang dapat
diklarifikasi kebenarannya.
Melalui kerjasama memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi,
pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya
mengembangkan potensi siswa atau memecahkan masalah yang mungkin
dihadapi siswa.
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari hasil observasi wawancara dengan guru BK di SMP YPE Cilacap
didapat :
1. Pelaksanaan BK masih belum maksimal
2. Yang menjadi hambatan adalah siswa dan orang tua siswa yang masih
belum bisa diajak kerjasama dalam penyelesaian masalah dan pencapaian
tujuan
3. Peran guru masih belum mencakup lima aspek yaitu, informator,
fasilitator, mediator, motivator, kolaborator. Masih cenderung berperan
sebagai fasilitator dan ‘polisi sekolah’ selain guru BK.
4. Miskonsepsi BK yang terjadi adalah BK dianggap sebagai ‘polisi sekolah’
B. SARAN
1. Pelaksanaan BK di sekolah hendaknya dilakukan oleh orang yang ahli di
bidang BK, agar tidak terjadi miskonsepsi BK di sekolah.
2. Hendaknya ada kerjasama antara sekolah dengan pihak lain (orang tua)
untuk menyelesaikan masalah.
3. Diadakan sosialisasi mengenai makna BK yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad IAIN. Online at 1 Mei 2013 [http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/163/jiptiain--ahmadfithr-8117-2-babire-r.pdf]
Mugiarso Heru. 2011. Bimbingan dan Konseling. UNNES : Pusat pengembangan MKU & MKDK LP3 Universitas Negeri Semarang.
Yusuf, Syamsu., dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Winkel, W.S. 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta: PT Gramedia.
LAMPIRAN