Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma
Transcript of Laporan Kasus Ujian Non Infeksi Sukma
UJIAN NON INFEKSI YUNIOR
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 5 TAHUN DENGAN
IMUN TROMBOSITOPENIA PURPURA, RHINITIS
ALERGIKA, GIZI KURANG
Oleh :
Sukma Wibowo
PPDS ILMU KESEHATAN ANAK I
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
KEPADA :Yth :Ujian : Selasa, 22 Oktober 2013
LAPORAN KASUS UJIAN NON INFEKSI
I.a. IDENTITAS KASUS
Nama : An. F
Umur : 5 Tahun (Tanggal lahir: 04-08-2008)
JenisKelamin : Laki-laki
Alamat : Badan RT 03/II Combongan, Sukoharjo, Jawa Tengah
Masuk Rumah Sakit : 26 September 2013
Mulai dijadikan kasus : 30 September 2013
Nomor rekam medis : 01220163
b. IDENTITAS ORANG TUA PENDERITA
Ayah Ibu
Nama Tn.H Ny.S
Umur 35 th 33th
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Karyawan IbuRumahTangga
Nama PPDS : Sukma Wibowo
NomorMahasiswa : S007212022
Hari/TanggalPresentasi : 22 Oktober 21013
II. DATA SUBYEKTIF
a. Keluhan utama: lebam-lebam dikedua kaki dan wajah
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita
Seorang anak laki-laki 5 tahun dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret – Rumah Sakit Dr. Moewardi
(RSDM) Surakarta sejak tanggal 26 September 2013 dengan keluhan utama lebam
dan bintik-bintik merah dikedua kaki dan wajah.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit di kedua kaki pasien dari paha
hingga pergelangan kaki timbul lebam seukuran koin dan bintik-bintik merah tidak
menonjol, dan tidak nyeri bila ditekan, tidak mimisan, tidak didaptkan gusi berdarah,
tidak ada nyeri perut, selama sakit nafsu makan tidak berkurang dan tidak ada
penurunan berat badan yang drastis, buang air kecil warna kuning jernih, buang air
besar konsistensi lunak warna kecoklatan. Sekitar satu minggu sebelum timbulnya
lebam, pasien menderita batuk disertai pilek, didapatkan demam sumer-sumer, batuk
tidak berdahak dan oleh keluarga dibawa berobat ke dokter umum mendapat obat
sirup dan puyer (lupa namanya). Saat munculnya lebam, keluhan batuk pilek sudah
berkurang dibanding sebelumnya.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien terpeleset dan wajah terbentur
lantai, setelah itu muncul lebam ukuran koin pada wajah disertai lebam pada kaki
yang bertambah sehingga oleh keluarga dibawa ke RS di Sukoharjo diperiksa
laboratorium dengan hasil Hemoglobin 11.3 gr/dl, hematokrit 35 %, eritrosit
4.080.000/uL, lekosit 5.800/uL, trombosit 18.000/uL, MCV 75,1 /um, MCH 26,3 pg,
MCHC 35 g/dl. E3,3/B0,6/N63,7/L22,9/M9,5. Karena permintaan keluarga akhirnya dirujuk
ke RS DR Moewardi.
b. Riwayat penyakit dan pengobatan
Muncul lebam dan bintik merah pada kedua kaki, ukuran koin,tidak nyeri, tidak terasa panas, tidak ada mimisan, tidak ada gusi berdarah, tidak ada nyeri perut, nafsu makan baik, BAB dan BAK tak ada kelainan, keluhan batuk pilek masih ada tapi sudah banyak berkurang dari sebelumnya
Timbul lebam pada wajah seukuran koin setelah terpeleset dilantai, memar pada kaki bertambah, dibawa ke RS sukoharjo diperiksa lab dengan hasil jumlah trombosit turun, kemudian dirujuk ke RS DR Moewardi
1minggu SMRS Satu hari SMRS 2minggu SMRS
Batuk disertai pilek, batuk tidak berdahak,demam sumer-sumer. Diperiksakan ke dokter mendapat obat sirup dan puyer
Riwayat pengobatan setelah dirawat di RSDM
27 September 2013
S :lebam pada kedua kaki dan wajah, mimisan (-),demam (-), rewel (-) pilek (-),mual muntah (-), buang air kecil warna kuning, buang air besar warna kuning kecoklatan.BB 13,5 kg , TB 105 cmBB/U:13,5/18,2 x 100%= 74,1%-3SD < Z score < -2SD (WHO 2006)TB/U:105/110x100%= 95.45%-2SD<Zscore< 0SD (WHO 2006)BB/TB:13,5/16,9 x 100%= 79,8% -3SD<z-score < -2SD (WHO 2006)Kesimpulan: gizi kurang(secara antropometri)
O : KU : compos mentis,sakit sedang, tampak lebam di kaki dan wajah, gizi kesan kurangTanda Vital:TD : 100/70 mmHgFN : 100 x/menit,isi&tegangancukupLN : 24 x/menitsuhu axilla : 37,2o C peraxilerPemeriksaanfisik :
Kepala : mesosefal Mata : pupil isokor (3mm/3mm),
konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik(-),edema papelbra(-/-), hematom palpebra(+/-)
Hidung :NCH(-), sekret (-/-) ,epistaksis (-/-).
Mulut : mukosa basah, sianosis (-), Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-).
Leher : pembesaran kelenjar limfe ( - ).
Thoraks :Normothorax,Iga gambang (-), retraksi (-).
Jantung: bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-), iramaderap (-)
Paru : suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-/-).
Abdomen:I = DD // DP, datarA = BU (+) NP = timpani, undulasi (-) pekak alih (-)P = supel, nyeri tekan(-) hepar dan lien tidak teraba, turgor kembalicepat
Ekstremitas: akral dingin (-), CRT < 2 detik, edema pada kedua ekstremitas bawah, (-), anemis (-),RL (-)
Status lokalis : tampak multiple purpura dan lebam dikedua tungkai, ukuranbervariasi (2-3 cm)
Hematom - - + +
Genitalia : OUE hiperemis (-)Hasil laboratorium di bangsal :
1. Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8 rb/ul; Trombosit 18.000/ul, MCV 79,1/um MCH 27,2 pg MCHC 34,4 g/dl RDW 12,7 % MPV 9,7fl PDW 18% CT : 2’10”/ BT :4’20”,PT : 13.9 dtk, APTT : 27,1 dtkEosinofil 1% Basofil 0,5% Netrofil 60,5% Limfosit 23,4% Monosit 10,5%
Diagnosis banding:Trombositopenia ec dd/
- Imun trombositopenia purpura-Trombositopeni herediter-Bernard -souller
Terapi: Diet nasi lauk 900 kkal/hari Rencana:
GDT Urin rutin Faces rutin
Monitoring:KUVS/TD/6 jamAwasi tanda-tanda perdarahan
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat sakit yang sama sebelumya tidak ada.
Riwayat minum obat-obatan tidak ada
Riwayat transfusi sebelumnya tidak ada
Riwayat imunisasi sebelumnya tidak ada
Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
Riwayat alergi obat tidak diketahui
c. Riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan
Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga
Riwayat gangguan perdarahan tidak ada
d. Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan dan kelahiran: Selama hamil, ibu penderita kontrol rutin setiap
bulan di dokter kandungan dan minum vitamin hamil. Ibu tidak pernah sakit selama
kehamilan.
e. Riwayat kelahiran
Penderita lahir spontan, menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan,
dengan berat lahir 2800 gram dan panjang badan 50 cm. Tali pusat putus 5 hari dan
tidak ada perdarahan.
f. Riwayat asupan nutrisi
Penderita mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan. Penderita mulai diberi
bubur susu sejak usia 6 bulan dan mulai makan nasi sejak usia 9 bulan, makan 3 x
sehari dengan nasi dan lauk pauk tempe tahu, telur, daging namun sering tidak habis.
Kualitas dan kuantitas kesan kurang.
g. Riwayat perkembangan
Sejak lahir penderita bergerak aktif. Miring pada usia 4 bulan, tengkurap pada usia 5
bulan, duduk pada usia 7 bulan, berdiri 12 bulan dan berjalan usia 13 bulan. Saat ini
penderita berusia 5 tahun dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.
Kesan: perkembangan normal.
An. F, 5 tahun
h. Riwayat imunisasi
Menurut ibu imunisasi lengkap sesuai jadwal BCG ( 1bulan ), Hepatitis B (lahir), Hep
B I (2bulan), Hep B II( 3bulan ), Hep B III( 4bulan ), DPT I( 2bulan ), DPT II
(3bulan), DPT III ( 4bulan), dan Polio I (1 bulan), Polio II (2bulan), Polio III (3bulan),
Polio IV ( 4bulan), dan campak ( 9bulan). Dilakukan di posyandu hingga 10 bulan.
Kesimpulan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal Kemenkes.
i. Riwayat sosial dan lingkungan
Penderita adalah anak tunggal. Ayah bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan
rata-rata Rp 2.000.000 perbulan. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga . Penderita
tinggal di rumah yang terbuat dari tembok, lantai keramik dengan luas sekitar 40 m2.
Penerangan menggunakan listrik, sumber air minum berasal dari air ledeng. Fasilitas
kesehatan di lingkungan sekitar tempat tinggal penderita berupa bidan desa dan
puskesmas, dokter dan dokter spesialis dengan jarak sekitar 3 km dari rumah
penderita. Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pertama
penderita, laki-laki, 3 tahun dan dalam keadaan sehat.
POHON KELUARGA
I 60th 60th 70th
II 35th 33th
III 7th
III. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS (30 September 2013)
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status pasien
Kesan umum : kompos mentis, lemah, tampak lebam kedua tungkai dan wajah,
gizi kurang
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Laju nadi : 100 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 24 x/menit, reguler, kedalaman cukup
Suhu aksila : 36,5 0 C peraxiller
Berat badan : 14,5 kg
Tinggi badan : 105 cm
BB/U:13,5/18,2 x 100%= 74,1%
-3SD < Z score < -2SD
TB/U:105/110x100%= 95.45%
-2SD < Zscore < 0SD
BB/TB:14,5/16,9 x 100%= 79,8%
-3SD < z-score < -2SD (WHO 2006)
Kesimpulan: gizi kurang (secara antropometri)
b. Status General
Kepala : mesocefal
Mata : konjungtiva anemis(-/-), hematom palpebra(+/-),sklera
ikterik (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : sekret tidak ada
Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (+/+) mukos serous, epistaksis(-/-)
Mulut : mukosa basah, tidak sianosis, gusi berdarah (-/-).
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1,hiperemis (-).
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks : iga gambang (-), retraksi (-)
Jantung Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
Palpasi : teraba iktus kordis di SIC IV LMCS
Perkusi : batas jantung kanan atas di SIC II LPSD,
batas jantung kiri di SIC II LMCS,
apeks di SIC IV LMCS.
Kesan batas jantung tidak melebar.
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-), irama derap (-)
Paru Inspeksi : bentuk dada simetris saat diam maupun saat bergerak
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : suara bising usus normal
Perkusi : timpani, undulasi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
Inguinal : tidak terdapat pembesaran kelanjar getah bening
Glutea : baggy pants (-)
Anggota gerak:akral dingin (-), CRT<2 detik, anemis (-),
refleks Fisiologis normal, refleks patologis (-).
Status lokalis : tampak multipel purpura dikedua tungkai, ukuran bervariasi, tidak
palpable, nyeri tekan (-)
Hematom / purpura - -
+ +
c. Pemeriksaaan Penunjang :
1. Tanggal 26/10 2013
Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8 rb/ul; Trombosit 18.000/ul,
MCV 79,1/um MCH 27,2 pg MCHC 34,4 g/dl RDW 12,7 % MPV 9,7fl PDW
18% CT : 2’10”/ BT :4’20”,PT : 13.9 dtk, APTT : 27,1 dtk. Gol darah O
Eosinofil 1% Basofil 0,5% Netrofil 60,5% Limfosit 23,4% Monosit 10,5%
Tanggal 29/10 2013
Hb 11,5 g/dl; Hct 34%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,3 rb/ul; Trombosit
93.000/ul, MCV 82,6/um MCH 28,2 pg MCHC 34,2 g/dl RDW 12,3 % HDW 2,4
g/dl MPV 6,8fl PDW 58%
Eosinofil 1% Basofil 0,8% Netrofil 37,5% Limfosit 47,6% Monosit 7,00%
2. Urinalisa : BJ urine 1.020, pH 5.5, lekosit (-), nitrit (-), protein (-) , glukosa N,
keton (-), urobilinogen N, Bilirubin (-), eritrosit 25/ul. Mikroskopis eritrosit
10,1/LPB,Leukosit 1/LPB, Epitel 1/LPB.
3. Faeces rutin didapatkan hasil warna coklat, konsistensi lunak, lendir (-),darah (-),
cacing (-) dan pada pemeriksaan mikroskopis tidak ditemukan eritrosit, lekosit
ataupun protozoa.
4. GDT:
Eritrosit : normokrom, normosit, anisositosis,kerapatan eritrosit tidak meningkat,
eritroblas (-)
lekosit : jumlah dalam batas normal, band netrofil, monosit teraktifasi, sel blas (-)
trombosit : jumlah menurun, makrotrombosit, penyebaran merata
Simpulan : gambaran darah tepi dengan trombositopenia dapat oleh karena proses
infeksi. Kemungkinan kearah ITP belum dapat disingkirkan
IV. RINGKASAN
Seorang anak perempuan, usia 5tahun datang dengan keluhan utama lebam-lebam dan
bintik-bintik merah dikedua tungkai kaki dan wajah. Sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit timbul lebam-lebam dan bintik merah pada kedua kaki. Tidak didapatkan
gusi berdarah, tidak mimisan, tidak ada nyeri perut, buang air kecil warna kuning jernih,
buang air besar konsistensi padat warna kecoklatan. Satu minggu sebelum timbul lebam
pasien batuk tanpa dahak, pilek, panas sumer-sumer. Kemudian 1 hari sebelum masuk
rumah sakit dikeluhkan orang tua pasien lebam bertambah. Lalu kemudian pasien dibawa
ke RS. Swasta kemudian dirujuk ke RS Dr. Moewardi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kompos mentis tampak lemah,
lebam dan bintik merah dikedua tungkai kaki dan wajah. Status gizi kurang secara
antropometri Tanda vital didapatkan laju nadi 100 kali/menit, laju napas 24 kali/menit,
suhu aksila 36,50C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: hematom palpebra(+/-),pada
hidung sekret (+/+) putih bening, epistaksis (-/-), gusi berdarah (-),faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1,hiperemis (-). Pada abdomen : nyeri tekan (-), undulasi (-), pekak alih (-),
hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstrimitas akral dingin (-), CRT < 2‘, RL (-),tampak
multipel purpura dikedua tungkai, ukuran bervariasi, tidak palpable.
Pemeriksaaan Penunjang : Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8
rb/ul; Trombosit 18.000/ul. GDT: trombosit jumlah menurun dan didapatkan
makrotrombosit. Pemeriksaan urin dan feses dalam batas normal.
V. DAFTAR MASALAH
1. hematom di kedua tungkai dan wajah
2. trombositopenia
3. batuk tanpa dahak dan pilek
4. gizi kurang
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Penurunan produksi trombosit
a. Lekemia
b. Anemia Aplastik
c. Anemia Fanconi
d. Obat-obatan
2. Peningkatan destruksi trombosit
a. Purpura pasca tranfusi
b. Penyakit kolagen vaskuler
c. Sindroma uremik hemolitik
3. Gangguan kualitas trombosit
a. Sindroma Bernard Soulier
b. Trombositopenia herediter
VII. DIAGNOSIS KERJA
1. ITP
2. Rhinitis alergika
3. Gizi kurang (antropometri)
VIII. TERAPI
1. diet nasi lauk 900 kkal/hari+ ekstra susu 3x200cc
2. Inj. metylprednisolon 2 mg/ kgbb/hari ~ 26 mg/hari
3. Parasetamol sirup 1 ½ cth (k/p)
IX. PERMASALAHAN
a. Saat ini:
1. Penegakan diagnosis
2. Penatalaksanaan ITP sesuai protokol
3. Komunikasi, informasi dan edukasi pada keluarga
b. Jangka panjang:
1. Pemantauan ITP berulang
2. Pemantauan terhadap efek samping obat steroid
3. Pemantauan gizi
4. Komunikasi, informasi dan edukasi pada keluarga
X. RENCANA KERJA
Rencana kerja saat ini
1. Rencana kerja untuk penegakan diagnosis ITP
GDT
2. Rencana kerja untuk penatalaksanaan ITP
Metil Prednisolon 2 mg/KgBB/per intra vena
3. Rencana kerja untuk penatalaksanaan gizi kurang
Menentukan status gizi berdasarkan antropometris, klinis dan laboratoris. Pemberian
nutrisi disesuaikan dengan kebutuhannya. Berdasarkan antropometri BB/TB maka
perlu diberikan diit sesuai kebutuhan kalori berdasar berat badan ideal menurut tinggi
badannya. Mengatasi penyakit primer dan komplikasinya serta pemberian asupan
nutrisi yang adekuat berdasarkan RDA sesuai berat badan ideal menurut tinggi badan.
XI. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS
Pada tanggal 30 September 2013, pasien masih didapatkan lebam-lebam pada kedua
tungkai dan wajah sedikit berkurang dibanding sebelumnya, pilek (+), batuk (-), demam
(-). Keadaan umum sakit sedang, kompos mentis, gizi kurang. Tanda vital didapatkan
tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 112 kali per menit, laju nafas 28 kali per menit
dan suhu 36,3°C.Pada pemeriksaan fisik konjungtiva tidak anemis, hematom papelbra,
hidung sekret (+/+),epistaksis (-) tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
gusi berdarah(-). Pada seluruh tubuh masih terdapat hematome. Diagnosis kerja yang
ditegakkan adalah 1. Autoimun trombositopenic purpura 2. Rhinitis alergika 3.Gizi
kurang.Terapi dilanjutkan.
Pada tanggal 1-2 Oktober 2013, lebam pada kedua tungkai dan wajah masih
didapatkan tapi berkurang dibandingkan sebelumnya. pilek(-), demam(-). Keadaan umum
baik, kompos mentis, gizi kurang. Tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,
laju nadi 112 kali per menit, laju nafas 28 kali per menit dan suhu 36,3°C.Pada
pemeriksaan fisik konjungtiva tampak anemis, hematom papelbra (+/-) berkurang, hidung
tampak sekret (-),epistaksis (-) tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,gusi
berdarah(-).Pada kedua tungkai masih terdapat hematom tapi sudah berkurang dibanding
sebelumnya. Diagnosis kerja yang ditegakkan adalah 1. Autoimun trombositopenic
purpura 2. Rhinitis alergika 3.Gizi kurang. Terapi metil prednisolon diganti oral
26mg/hari (2tab-2tab-2tab). Selanjutnya pasien diperbolehkan pulang dan kontrol poli
anak 3 hari kemudian untuk pemantauan penyakit dan terapi.
XII. PROGNOSIS
Pada kasus ini prognosis ITP pada pasien adalah dubia ad bonam jika dikelola dengan
baik dan tidak terdapat penyulit.
ANALISA KASUS
Pasien adalah anak laki-laki yang berusia 5 tahun, usia tersebut merupakan usia tersering
dalam terjadinya imun trombositopenic purpura, beberapa studi melaporkan kejadian pada
usia 2-6 tahun. Pada anamnesis didapatkan 1 minggu sebelum lebam-lebam dan bintik merah
yang mendadak timbul pada kedua tungkai kaki pasien berukuran sebesar koin, didapatkan
batuk pilek, demam sumer. Pada penelitian yang dilakukan menyebutkan pada kasus ITP
50%-80% didahului oleh infeksi virus atau bakteri 1-2 minggu sebelumnya5. Pasien tidak
pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya, riwayat trauma disangkal, pasien tidak
pernah mendapatkan transfusi sebelumnya. Begitu pula pada keluarga tidak ada yang
menderita gangguan perdarahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kompos mentis ,tampak lebam
dan bintik-bintik merah di kedua tungkai kaki pasien. Tanda vital pasien : TD : 100/70
mmHg, HR : 100 x/menit, isi & tegangan cukup, LN : 24 x/menit, suhu: 36.7 C peraxiler.
Pada mata tidak didapatkan konjungtiva anemis tapi didapatkan lebam pada kelopak mata
kanan, pada hidung secret (+/+) serous, epistaksis (-), leher tidak didapatkan pembesaran
kelenjar getah bening pada pemeriksaan tonsil T1-T1 tidak hiperemis dan faring tidak
hiperemis, gusi berdarah (-). Pada pulmo kedua lapang sonor, tidak didapatkan suara nafas
tambahan. Pada abdomen tidak didapatkan organomegali. Pada Ekstremitas didapatkan
multiple hematom dan purpura di kedua tungkai kaki pasien berukuran bervariasi antara 1-
3cm, hematom tidak bersifat palpable.
Pada pemeriksaan penunjang :
1. Tanggal 26/10 2013
Hb 11 g/dl; Hct 32%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,8 rb/ul; Trombosit 18.000/ul,
CT : 2’10”/ BT :4’20”,PT : 13.9 dtk, APTT : 27,1 dtk. Gol darah O
Tanggal 29/10 2013
Hb 11,5 g/dl; Hct 34%; Eritrosit 4,04 jt/ul; Leukosit 5,3 rb/ul;Trombosit
93.000/ul,
2. Urinalisa dalam batas normal
3. Faeces rutin dalam batas normal
4. GDT:
Eritrosit : normokrom, normosit, anisositosis,kerapatan eritrosit tidak meningkat,
eritroblas (-)
lekosit : jumlah dalam batas normal, band netrofil, monosit teraktifasi, sel blas (-)
trombosit : jumlah menurun, makrotrombosit, penyebaran merata
Simpulan : gambaran darah tepi dengan trombositopenia dapat oleh karena proses
infeksi. Kemungkinan kearah ITP belum dapat disingkirkan
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan jumlah trombosit, dan nilai PT, APTT,
Clotting time normal namun bleeding time memanjang hal ini menunjukan terdapat gangguan
perdarahan karena faktor trombosit, hasil lab menunjukan penurunan jumlah trombosit, pada
tanggal 26/10 2013 trombosit dilaporkan 18.000/ul dan hasil tersebut didukung dengan hasil
GDT yang menunjukan makro trombosit dengan jumlah yang berkurang, sementara nilai
leukosit yang normal, seperti pada penyakit imun trombositopenic purpura.
Tanggal 26/10 2013 ibu pasien mengatakan terdapat lebam dan bintik-bintik merah
yang dirasa bertambah. Saat dilakukan pemeriksaan lab didapatkan nilai trombosit 18.000/ul.
Terdapatnya manifestasi perdarahan dengan nilai trombosit <20.000 merupakan indikasi
pemberian glucocorticoid. Pada pasien ini diberikan metilprednisolon 2mg/kg/hari
didapatkan 26 mg/hari intra vena sesuai dengan protokol ITP akut selama 7 hari, kemudian 7
hari berikutnya diberikan dosis tapering off.8,10
Imun trombositopenik purpura
Pendahuluan
ITP adalah singkaran dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau singkatan dari 'Immune
Thrombocytopenic Purpura'. 'Idiopathic' berarti tidak diketahui penyebabnya.
'Thrombocytopenic' berarti darah yang tidak cukup memiliki sel darah merah (trombosit).
'Purpura' berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).1
ITP adalah suatu gangguan autoimun yang dirandai dengan trombositopenia yang
rnenetap (angka trombosit darah peri fer kurang dari 150.000/ILL) akibat autoantibody yang
mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit dalam sistem
retikuloendotel terutarna di limpa.1,2
Epidemiologi
Insidensi dari ITP dilaporkan 50-100 kasus baru per tahun dengan setengah dari jumlah
tersebut terjadi pada anak. Prevalensi pria : wanita dilaporkan 1:1 pada anak (1:1.7 pada
kasus dewasa).2
Patofisiologi
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat
pada permukaan membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang
diselimuti antibodi (antibody coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang
terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya. Megakariosit dalam sumsum tulang
bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitin dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan. Pada
ITP akut dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang
dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau pada imunisasi yang bereaksi
silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yng meningkat selama
terjadinya respon imun terhadap infeksi dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap
produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya
antibodi spesifik terhadap trombosit. 1,5
Mekanisma trombositopenia dari ITP mungkin dapat di terangkan dalam beberapa
mekanisme yaitu :
a. Fagositosis oleh makrofag
Secara luas diketahui pada ITP bahwa trombosit di destruksi oleh fagosit
mononuclear. Antibody fakto yang menempel pada trombosit mengikat Fc Reseptor
(FcR) dari makrofag yang memacu fagositosis.
Dari asumsi ini ,interaksi dari makrofag dengan trombosit adalah sesuatu yang
berbeda. Hal yang dapat menerangkan mengapa destruksi trombosit dan akhirnya
menimbulkan trombocitopenia adalah :
1. jumlah antibodi yang menempel pada trombosit
2. aktifitas Fc Reseptor dari makrofag
3. kondisi lingkungan ( organ ) yang mendukung interaksi dan destruksi trombosit
(limpa),
b. Trombolisis
Trombolisis telah lama diketahui terjadi pada ITP tetapi belum didokumentasikan
secara klinis. Pada proses in vitro, antibodi yang menempel pada trombosit
menyebabkan trombolisis, mekanisme ini juga terjadi secara in vivo pada pasien ITP.
Trombolisis juga di temukan pada pasien ITP yang memiliki monoclonal IgM
antiplatelet antibodi IgM.
Horstman et.al dalam penelitian nya menemukan bahwa pada serum segar,
antiplatelet antibodi menginduksi fragmentasi dan lisis trombosit in Vitro dan
dihasilkan mikropartikel platelet prokoagulan. Efek ini dapat ditiadakan dengan
pemanasan serum, hal ini mengindikasikan bahwa cara perlengketana antibodi di
mediasi oleh fragmentasi dan trombolisis7.
c. ITP/TTP overlapping syndromes : Konsumsi platelet dalam Mikrovaskulatur
Sudah sering dijumpai pasien dengan ITP dapat berkembang menjadi TTP atau TTP
relaps menjadi ITP. Sindrome tumpang tindih ini belum dapat dijelaskan tetapi sering
di temukan pada pasien HIV dan infeksi HTLV-1.
Saat manifestasi ITP platelet merespon glukokortikoid seperti ITP klasik tetapi saat
manifestasi TTP, glukokortikoid tidak efektif ketika di ganti plasmaphresis/plasma
infusión bila di perlukan dalam klasik TTP.4
Klasifikasi ITP
Primer (idiopatik)
Menurut perjalanan klinisnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut 5
- ITP akut
· Pada anak – anak dan dewasa muda
· Tidak ada predileksi jenis kelamin
· Riwayat infeksi virus atau bakteri 1 – 3 minggu sebelumnya
· Gejala perdarahan bersifat mendadak
· Lama penyakit 2 – 6 minggu, jarang lebih remisi spontan pada kasus 80 %
kasus
- ITP kronis
· Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan
· Jarang ada infeksi sebelumnya
· Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa
menomethtroragi
· Lama penyekit beberapa bulan sampai tahun dan jarang terjadi remisi spontan 5
Sekundero Terjadi akibat adanya kelainan/ penyakit lain seperti
1. Induksi obat atau bahan kimia2. Kelainan limfoproliferatif3. Kanker4. Infeksi5. Penyakit autoimun lainnya
DIAGNOSIS
Gejala klinis berupa riwayat perdarahan secara akut atau spontan, baik pada kulit, petekiae,
purpura atau perdarahan mukosa hidung (epistaksis) dan perdarahan mukokutaneus lainnya,
biasanya gejala tersebut didahului dengan infeksi virus/ bakteri atau pasca imunisasi.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya tanda – tanda perdarahan seperti
yang disebutkan diatas, kadang didapatkan pembesaran splenomegali namun dalam hal kita
harus tetap memikirkan kemungkinan penyakit lain.5
Dari pemeriksaan laboratorium berupa trombositopenia, retikulositosis ringan, anemia
bila terjadi perdaran kronis, waktu perdarahan memanjang, pada sumsum tulang dijumpai
banyak megakariosit agranuler atau tidak mengandung trombosit.6
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ITP meliputi terapi suportif, membatasi aktivitas yang beresiko trauma,
menghindari obat-obat yang mengganggu fungsi trombosit, transfusi PRC sesuai kebutuhan,
transfusi trombosit bila terjadi perdarahan massif, adanya ancaman perdarahan otak atau SSP,
persiapan untuk operasi besar, dan pada kebanyakan anak, ITP sembuh dalam waktu 2-8
minggu. Pada pasien ini sudah tidak membutuhkan transfusi darah, karena jumlah Hb sudah
normal (11,9 %)5.
Pada kasus anak dengan ITP kadang tidak diperlukan pengobatan , tetapi kadang
pada kasus-kasus tertentu di perlukan terapi yang spesifik. Pada kasus ITP dewasa
pengobatan pertama adalah dengan anti inflamasi steroid (prednison). Prednison di gunakan
secara single atau bersamaan dengan obat simptomatis lainnya untuk meningkatkan factor
imunitas 6.
Pasien penderita ITP tidak di sarankan untuk mengkonsumsi obat-obatan seperti
aspirin , ibuprofen atau warfarin karena jenis obat tersebut berperan dalam fungsi pembekuan
darah , sehingga meningkatkan resiko perdarahan.10
Memberikan pengertian kepada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya. Sebagian
besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu kurang
dari 6 bulan. Pada beberapa kasus PTI pada anak didapatkan perdarahan kulit yang menetap ,
perdarahan mukosa atau perdarahan internal yang mengancam jiwa yang memerlukan
tindakan atau pengobatan segera. Tranfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak
efektif karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.
Tindakan farmakologis 7
- Kortikosteroid peroral
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobatan utama pada PTI karena
dipercaya capat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial dan
mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit serta mempunyai efek stabilisasi
kapiler yang mengurangi perdarahan.dosis 1- 2mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi atau
ekuivalensinyan terindikasi. Sartorius 1984, pada penelitian yang lebih besar menyimpulkan
waktu yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah trombosit menjadi > 30.000/mm3 dan >
100.0000/mm3, serta uji tourniquet yang normal ternyata secara bermakna lebih pendek pada
kelompok prednison, meskipun parameter perdarahan klinis tidak di evaluasi pada penelitian
ini.
- Imunoglobulin intravena (IVIG)
Dengan munculnya terapi IVIG beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang cepat
jumlah trombosit dengan efek samping yang minimal pada pengobatan dengan tranfusi IVIG,
seperti kortikosteroid IVIG juga menyebabkan blokade pada sistem retikuloendotelial.IVIG
dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya 48 jam), sehingga
pengobatan pilihan untuk PTI dengan perdarahan yang serius (berat secara klinis) menurut
penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan dosis yang lebih rendah
yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5 gram/KgBB selama 2 hari dan memberikan
efek samping yang lebih kecil pula.
- Anti-D untuk pasien dengan rhesus D positif
Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus positif dan
memiliki keuntungan berupa suntikan tunggal dalam waktu singkat. Namun selain mahal ,
dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang memerlukan tranfusi darah setelah dilakukan
pengobatan ini.8
- Splenektomi
tindakan tersebut jarang dilakukan pada anak dengan PTI dan hany dianjurkan pada
perdarahan hebat yang tidak memberikan respons terhadap pengobatan dan dilakukan setelah
menjadi PTI kronis (> 6 bulan).
- Beberapa pengobatan lainnya yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak dengan
PTI adalah : Gamma interferon, tranfusi tukar plasma dan protein A _ immunoadsoption,
alkaloid Vinca (vincristin dan vinblastin), danazol, vitamin C dan siklofosfamid.
- Pada beberapa keadaan tertentu seperti adanya gejala neurologis , perdarahan internal
atau pembedahan darurat memerlukan intervensi segera. Metilprednisolon (30 mg /KgBB/hr
maksimal 1 gr/hr selama 2-3 hari) sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-30
menit bersamaan dengan IVIG (1 gr/KgBB/hr selama 2-3 hari) dan tranfusi trombosit 2 – 3
kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan8.
DAFTAR PUSTAKA
1. McMillan R, Hemorrhagic disorders: abnormalities of platelet and vascular function.
PubMed Health [internet] 2007 [cited 5 Februari 2012]. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov.
2. Bolton PHB, Maggs. Idiopathic thrombocytopenic purpura.Arc Dis Child[ internet]. 2000
[cited 7 Februari 2012];83:220–222.Available
from:www.archdischild.com.
3. Idiopathic thrombocytopenic purpura [internet] 2012 [cited 2011 Februari 10].
Availablefrom:http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/hematology/
bledidio.html
4. Ahn YS, Horstman LL. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: Pathophysiology and
Management. International Journal of Hematology 76 (2002) Supplement II. [cited 2011
Februari 10].Available from: http://ishapd.org/2002/827.pdf
5. Yongchun Su, Hongzhen Xu, Youhua Xu, Jie Yu, Bitao Dai, Ying Xian and Jianwen
Xiao. ”A retrospective analysis of therapeutic responses to two distinct corticosteroids in
259 children with acute primary idiopathic thrombocytopenic purpura”.Chongqing:
Children’s Hospital of Chongqing Medical University. 2009. http://www. pubmed . gov
6. Glanz J, France E, Xu S, Hayes T, Hambidge S. A Population-Based, Multisite Cohort
Study of the Predictors of Cronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in Children.
Colorado: University of Colorado, 2008. h. 506-512. Journal. Diunduh dari
http://www.pediatrics.org
7. Shad AT, Gonzalez CE, Sandler SG. “Treatment of immune thrombocytopenic pupura in
children: current concept”.Washington. Georgetown University Medical Centre. 2007.
http://www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/16220997.
8. Treutiger I, Rajantie J, Zeller B et al. Does treatment of newly diagnosed idiopathic
thrombocytopenic purpura reduce morbidity?. Arch Dis Child 2007; 92: 704–707.
9. Raspati H., Reniarti L., Susanah S. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. “Anemia”.
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005
10. Matondang CS, Iskandar W. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV.Sagung Seto. 2003.
h.38-39.
HASIL PENELUSURAN JURNAL
PERMASALAHAN
Pada pasien ITP akut, saat ini pengobatan lini pertama dengan regimen kortikosteroid
golongan metilprednisolon. Pertanyaan klinis yang timbul apakah ada perbedaan bermakna
penggunaan kortikosteroid golongan dexametason dan metilprednisolon terhadap outcome
penderita?
PICO
Dari masalah yang ada maka dapat dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut:
P Popolation/problem : 259 pasien ITP akut
I Intervention : dexametason
C Comparator/control : metilprednisolon
O Outcome : respon terapi dan efek samping
STRATEGI PENELUSURAN JURNAL
Kata kunci: immune thrombocytopenic purpura AND child* AND corticosteroid AND acute
HASIL PENELUSURAN JURNAL
A retrospective analysis of therapeutic responses to two distinct corticosteroids in 259 children with acute primary idiopathic thrombocytopenic purpura
Yongchun su, Hongzhen xu, Youhua Xu, Jie yu, Bitao Dai, Ying Xian and Jianwen Xiao
Department of Onco-Haematology, Children’s Hospital of Chongqing Medical University,
Chongqing, China
RINGKASAN JURNAL
Objektif : untuk menganalisa respon pengobatan dari 2 jenis
kortikosteroid yang berbeda pada penderita ITP.
Metode : Secara kohort retrospektif diamati 259 penderita dengan ITP
akut antara tahun 2004 dan 2008, secara khusus dibandingkan respon
terapi dan efek samping yang ditimbulkan dari pengobatan dengan
metilprednisolon dan dexametason.
Hasil : Kortikosteroid yang digunakan sebagai lini pertama pengobatan
ITP memiliki angka respon 96,5%. Penggunaan kortikosteroid secara
intravena pada pengobatan ITP ternyata tidak memiliki pengaruh
terhadap outcome penderita. Periode saat jumlah trombosit mencapai
nilai normal ternyata tidak berbeda secara berarti antara pasien yang
diberi pengobatan menggunakan dexametason dengan metilprednisolon.
Dan hanya sedikit efek samping yang timbul dari pengobatan 2 jenis
kortikosteroid tersebut.
Kesimpulan : Kedua jenis kortikosteroid, baik dexametason maupun
metilprednisolon ternyata memiliki angka respon terapi yang tinggi dan
hanya sedikit efek samping yang muncul.
Kata kunci: ITP, thrombocytopenia, children, corticsteroid
KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI (EBM)A. Deskripsi umum
1. Desain apakah yang digunakan ? Kohort retrospektif2. Manakah populasi target, populasi terjangkau dan sampel ?
Populasi target : anak dengan ITP
Populasi terjangkau : anak berusia 1-5
tahun dengan ITP yang mendapat
pengobatan metilprednisolon atau
dexametason yang dirawat di RS
Anak Universitas Chongqing, China.
Antara tahun 2004-2008
Sampel : 259 anak
3. Bagaimana cara pemilihan sampel ? Konsekutif4. Manakah variabel bebas ? Pemberian kortikosteroid pada
penderita ITP5. Manakah variabel tergantung ? Respon terapi dan efek samping6. Apakah hasil utama penelitian ? Pada pasien dengan
pemberian metil prednisolon
terdapat 118 (84,3%) dengan
kategori complete response,
17 (12,1%) dengan kategori
respon. Sedangkan pada
pemberian dexametason
didapat 103 (86,6%) dengan
complete response, 12 (10,1)
kategori respon. Dari kedua
jenis kortikosteroid tersebut
tidak ada perbedaan yang
bermakna untuk respon terapi
(p>0,05). Dan dari kedua
jenis kortikosteroid tersebut
juga tidak terdapat perbedaan
bermakna (p>0,05) untuk
efek samping yang
ditimbulkan, hanya sekitar 36
(13,9%) dan bersifat ringan
dan sementara.
B. Validitas interna, hubungan non-kausal
1. Apakah hasil dipengaruhi bias? Tidak
2. Apakah hasil dipengaruhi peluang? Ya3. Apakah observasi dipengaruhi perancu? Tidak
C. Validitas interna, hubungan kausal
1. Apakah hubungan waktu benar ? Ya
2. Apakah asosiasi kuat ? Tidak3. Apakah terdapat hubungan dosis ? Ya4. Adakah koherensi hasil penelitian dengan fakta dalam masyarakat ?
Ya
5. Adakah biological plausibility ? Ada
6.Adakah kesamaan dengan hasil penelitian lain ?
Ada
D. Validitas eksterna
1. Apakah hasil dapat diterapkan pada sampel terpilih ?
Ya
2. Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau ?
Ya
Kesimpulan : valid, penting, dapat diterapkan
Level of evidence : -