Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

58
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN PENGERINGAN oleh: Siska Dwi Carita A1H009055 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012

description

Uploaded from Google Docs

Transcript of Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Page 1: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

PENGERINGAN

oleh:

Siska Dwi Carita

A1H009055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengeringan merupakan metode pengawetan yang paling tua yang telah

dipraktekan sejak jaman primitif, yaitu untuk mengawetkan daging dan ikan

dengan menjemurnya di bawah matahari. Selain itu, pengeringan bahan pangan

juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan,

penanganan, pengangkutan dan penyimpanan karena volume bahan pangan

menjadi berkurang dan hemat ruang.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan kadar air dalam

bahan pangan sampai sangat rendah sehingga dapat menghambat perkembangan

mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan

memperpanjang daya simpan bahan pangan tersebut. Selain bertujuan untuk

mengawetkan, pengurangan kandungan kadar air juga menghemat volume bahan

sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan penyimpanan bahan pangan.

Seringkali produk yang telah dikeringkan mempunyai tingkat penerimaan di

konsumen yang lebih tinggi.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui cara pengeringan suatu produk pertanian.

2. Mahasiswa mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pengeringan.

Page 3: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

II. TINJAUAN PUATAKA

Dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditi pertanian dan

kemampuan daya simpan produk-produk terhadap kerusakan, diperlukan inovasi

teknologi pengolahan untuk menghasilkan ragam produk turunan yang tentunya

membutuhakan perlakuan yang berbeda satu sama lain, teknologi proses atau

pengolahan tersebut harus didasarkan pada karakteristik bahan yang diolah dan

produk akhir yang diinginkan. Pengeringan menjadi salah satu proses produksi

yang penting pada beberapa industri yang memerlukan pengeringan terhadap

bahan tertentu atau produk untuk mendapatkan produk yang diinginkan karena

proses pengeringan menjadi salah satu faktor kritis yang menentukan baik

tidaknya proses dan produk yang dihasilkan.

Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari bahan pangan

menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air dalam bahan tersebut

menurun. Pengeringan dapat merupakan proses utama dalam pengolahan bahan

pangan atau merupakan bagian dari rangkaian proses. Dalam proses pengringan

terjadi penghilangan sebagian air dari bahan pangan. Dalam banyak hal, proses

pengeringan biasanya disertai dengan proses penguapan air yang terdapat dalam

bahan pangan sehingga panas laten penguapan diperlukan.

Dengan demikian, terdapat dua proses penting dalam pengeringan, yaitu

pindah panas yang mengakibatkan penguapan air, dan pindah massa yang

menyebabkan pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan yang kemudian

menyebabkannya terpisah dai bahan pangan . pergerakan air dari dalam bahan

pangan terjadi melalui proses difusi yang disebabkan oleh adanya perbedaan

tekanan uap air antara bagian dalam dan permukaan bahan pangan. Perpindahan

energi di dalam bahan pangan berlangsung secara konduksi, sedangakn dari

permukaan bahan pangan ke udara berlangsung secara konveksi.

Di samping dapat mengawetkan bahan pangan, pengeringan juga

memperkecil volume bahan sehingga memudahkan dan mengefisiensikan dalam

Page 4: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Pengeringan juga mencegah penurunan

mutu produk oleh perubahan sifat fisik dan kimia.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, selama penghilangan air dari bahan

melalui pengeringan terjadi proses perpindahan panas dan pindah massa secara

simultan. Pindah panas terjadi di dalam struktur bahan pangan dan akan terjadi

perbedaan suhu dan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan bagian dalam

dari bahan. Pindah panas akan dipengaruhi oleh konduktifitas panas bahan.

Apabila panas dialirkan dengan cukup, maka air akan berdifusi dari dalam bahan

pangan ke permukaan dan selanjutnya iar akan menguap dan ditangkap oleh udara.

Laju pengeringan bahan pangan tergantung pada sifat bahan, seperti

densitas, kadar air awal, dan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan.

Laju pengeringan perlu dikendalikan untuk menghindarkan terjadinya pengerutan

bahan (shrinkage), retak-retak pada permukaan bahan dan pengaruh yang tidak

diinginkan lainnya.

Pengeringan dapat melibatkan berbagai bentuk pindah panas secara

konveksi, konduksi maupun radiasi. Dalam proses pengeringan dengan

melibatkan panas koveksi, digunakan udara sebagai medium pemanas yang

kontak langsung dengan bahan pangan. Contoh dari pengeringan konveksi adalah

dengan oven, fluized bed dryer, spray dryer, flash dryer, dan rotary dryer. Dalam

pengeringan secara konduksi, medium panas yang digunakan adalah uap air

(steam) yang dialirkan melalui penukar panas atau permukaan logam. Contohnya

adalah drum dryer dan cone dryer. Dalam pengeringan secara radiasi, panas

berasal dari energi radiasi. Contohnya adalah pengeringan dengan menggunakan

microwave.

Page 5: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Oven listrik

2. Timbangan digital

3. Sterofoam

4. Singkong

B. Prosedur Kerja

1. Bahan dan alat dipersiapkan

2. Sterofoam ditimbang, bahan ditimbang sebesar 20,3 gram dan 20,6 gram.

3. Memasukkan masing-masing bahan pangan ke sterofoam dan bahan

dikeringkan.

4. Bahan dikeluarkan dari pengering setelah 24 jam.

5. Melakukan penimbangan untuk mengetahui berat bahan pangan setelah

dikeringkan.

6. Mencatat hasil penimbangan.

Page 6: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Gembili 2) Suhu refrigenerator (Gembili 1)

warna tekstur berat warna tekstur berat

1 4 4 7,5 4 4 4,4

2 4 3 8,6 4 4 4,5

3 3 3 8,7 4 4 4,5

B. Pembahasan

Pengeringan adalah metoda atau proses pemindahan, memisahkan atau

mengurangi kandungan cairan dalam jumlah yang kecil dari zat padat dari

permukaan bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan mikroorganisme

maupun kegiatan enzim yang merugikan terhambat atau terhenti. Dengan bantuan

media pengering yang berupa uap panas yang dialirkan melewati suatu bahan

yang akan dikeringkan. Media pengering biasanya udara, karena jumlahnya

banyak, mudah digunakan, dan dapat dikendalikan.

Keuntungan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas

dimana terjadinya perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat

menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti sehingga bahan yang

dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (lebih awet). Selain

itu pengeringan juga memiliki keuntungan lain diantaranya mempermudah dan

menghemat ruang penyimpanan saat pengepakan hal ini dikarenakan volume

bahan mengecil, lebih ringan karena volume air dalam bahan makin sedikit,

sehingga memudahkan pengangkutan, dan biaya produksi menjadi lebih murah.

Kerugian pengeringan antara lain terjadi perubahan pada struktur, tekstur

dan tampilan bahan pada bahan, terjadi perubahan pada sifat fisik, rasa, aroma,

Page 7: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

warna atau menyebabkan reaksi browning, terjadi perubahan kimia yaitu

komposisi kimia dan nilai-nilai gizinya, terjadi case hardening, terjadi penurunan

mutu, dan memerlukan perlakuan tambahan sebelum digunakan.

Prinsip dasar proses pengeringan adalah penguapan air dari bahan ke udara

sekeliling karena adanya perbedaan kandungan air antara bahan dan udara.

Selama pengeringan terjadi dua proses yang berjalan simultan yakni perpindahan

panas dari udara ke dalam bahan, serta perpindahan massa uap air dari permukaan

bahan ke udara pengering sekelilingnya. Perpindahan panas dari udara ke dalam

bahan pada proses pengeringan menyebabkan air yang ada pada bahan mengalami

perubahan menjadi fase uap. Proses perpindahan panas ini terjadi karena adanya

driving force berupa perbedaan temperature (suhu).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang

berhubungan dengan udara pengering yaitu suhu, kecepatan volumetrik aliran

udara pengering, dan kelembaban udara, serta faktor yang berhubungan dengan

sifat bahan yaitu ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.

Adanya perbedaan temperatur antara sampel dan udara panas yang mengalir

disekitarnya menyebabkan terjadinya perpindahan panas dari udara ke sampel

sampai keadaan kesetimbangan yang menyebabkan kenaikan temperatur sampel.

Bertambahnya temperatur pada sampel ini mengakibatkan tekanan uap air

di dalam sampel lebih tinggi daripada tekanan uap air udara, sehingga terjadi

perpindahan massa air dari sampel ke udara sampai mencapai harga

kesetimbangan .

Gejala perubahan suhu didalam suatu pengeringan bergantung pada sifat

bahan umpan dan kandungan zat cairnya, suhu, medium pemanas, waktu

pengeringan, serta suhu akhir yang diperbolehkan dalam pengeringan zat padat itu.

Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai bentuk serpih

(flake), bijian (granula), kristal (crystal), serbuk (powder), lempeng (slab), dan

lembaran senambung (continuous sheet).

Laju pengeringan bahan pangan tergantung pada sifat bahan seperti

densitas, kadar air awal, dan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan bahan antara lain sifat fisika

Page 8: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

dan kimia bahan (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air), pengaturan geometris

bahan pada permukaan alat atau media perantara perpindahan panas (seperti tray

pada pengering), sifat fisik lingkungan pengering (temperatur udara, kelembaban,

kecepatan udara), dan karakteristik alat pengering efisiensi perpindahan panas.

Laju pengeringan perlu dikendalikan untuk menghindarkan terjadinya

pengkerutan bahan (srinkage), retak-retak pada permukaan bahan, dan pengaruh

tidak diinginkan lainnya. Secara umum, pola laju perpindahan air dari bahan

pangan selama proses pengeringan melewati beberapa periode.

Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah

permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang.

Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang

signifikan antara dua permukaan. Perbedaan temperatur ini ditimbulkan oleh

adanya aliran udara panas diatas permukaan benda yang akan dikeringkan yang

mempunyai temperatur lebih dingin. Aliran udara panas merupakan fluida kerja

bagi sistim pengeringan ini. Komponen aliran udara yang mempengaruhi proses

pengeringan adalah kecepatan, temperatur, tekanan dan kelembaban relati£ Proses

pengeringan sebuah produk makanan membutuhkan waktu untuk mendapatkan

produk kering yang diinginkan, bila berat sebuah produk diperhitungan sebagai

fungsi waktu maka akan diperoleh bentuk grafik sebagai berikut :

Gambar 1. Grafik Laju Pengeringan Terhadap Waktu

Titik 1 sampai titik 2 pada gambar diatas disebut sebagai constant-rate

period, sedangkan titik 2 sampai titik 3 disebut dengan falling-rate period. Titik 2

Page 9: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

disebut sebagai critical moisture content. Constant-rate period disebut juga

sebagai kondisi pengeringan konstan yang dianggap mampu menjelaskan

persamaan proses pengeringan pada sistim pengeringan ini. Selama kondisi ini

berlangsung, kandungan air selalu mengumpul di permukaan produk yang akan

dikeringkan disebabkan laju difusi ke permukaan benda lebih cepat daripada laju

penguapannya serta sifat produk tidak mempengaruhi laju pengeringan. Laju

pengeringan pada kondisi ini dapat dibedakan menjadi dua mekanisme

perpindahan panas, yaitu konveksi dan konduksi.

Periode pertama dapat disebut periode pengeringan laju konstan (drying

rate constant). Periode ini biasanya ditunjukkan dengan garis horisontal. Periode

kedua adalah periode pengeringan bahan dengan laju menurun (falling rate).

Periode ini dapat berlangsung satu atau dua tahap (disebut falling rate I dan II)

tergantung dari derajat kesulitan air keluar dari bahan pangan tersebut sehingga

kecepatannya tidak linier. Pada periode ketiga penguapan air terhenti dan berat

bahan pangan akan konstan.

Pada awalnya, sebelum diikeringkan bahan mempunyai berat sebesar 20,3

gram dan 20,6 gram. Setelah dikeringkan selama 24 jam, berat bahan menjadi 4,4

gram dan 7,5 gram. Bahan pangan yang dikeringkan kemudian disimpan dalam

lingkungan dan refrigenerator untuk diamati selama tiga hari. Terjadi perubahan

warna, tekstur dan berat pada bahan pangan kering yang disimpan.

Gambar 1. Grafik perubahan pada

Gembili 2

Gambar 2. Grafik perubahan pada

Gembili 1

0

2

4

6

8

10

1 2 3Hari ke-

warna tekstur berat

3,6

3,8

4

4,2

4,4

4,6

1 2 3

Hari ke-

warna tekstur berat

Page 10: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa berat bahan pangan setelah

disimpan mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan terjadinya penyerapan uap air

oleh bahan dari udara karena perbedaan kadar air. Penyerapan ini akan terus

berlangsung hingga kadar air dalam bahan setimbang dengan kadar air dalam

lingkungan. Gembili yang disimpan dalam lingkungan menyerap uap air

dibandingkan dengan gembili yang disimpan dalam refrigenerator.

Pada umumnya, kadar air dalam lingkungan lebih rendah dibandingkan

dengan kadar air dalam refrigenerator, akan tetapi karena selama penyimpanan

gembili terjadi hujan, sehingga kadar air dalam lingkungan lebih tinggi

dibandingkan kadar air dalam refrigenerator. Kadar air yang tinggi akan membuat

gembili menyerap uap air dari lingkungan sekitar lebih banyak hingga gembili

dalam keadaan konstan. Selain itu, permukaan dari gembili akan mempengaruhi

jumlah penyerapan uap air. Semakin luas permukaan gembili, maka semakin

mudah menyerap uap air. Permukaan Gembili 1 lebih luas dibandingkan dengan

Gembili 2 karena Gembili 1 dipotong hingga beberapa bagian kecil sedangkan

Gembili 2 hanya dalam dalam keadaan utuh.

Untuk warna dan tekstur dari gembili mengalami penurunan setelah

disimpan dalam lingkungan sedangkan warna dan tekstur gembili yang disimpan

dalam refrigenerator tetap konstan hingga hari ke-3. Penurunan warna dan tekstur

diakibatkan oleh adanya peningkatan kadar air sehingga warna bahan kering

menjadi lebih gelap dan tekstur menjadi berkurang atau tidak terlalu keras.

Tekstur yang berkurang ini akan menyebabkan bahan gampang pecah dan rapuh

saat dipegang.

Page 11: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pengeringan adalah metoda atau proses pemindahan, memisahkan atau

mengurangi kandungan cairan dalam jumlah yang kecil dari zat padat dari

permukaan bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan

mikroorganisme maupun kegiatan enzim yang merugikan terhambat atau

terhenti.

2. Prinsip dasar proses pengeringan adalah penguapan air dari bahan ke udara

sekeliling karena adanya perbedaan kandungan air antara bahan dan udara.

Bertambahnya temperatur pada sampel mengakibatkan tekanan uap air di

dalam sampel lebih tinggi daripada tekanan uap air udara, sehingga terjadi

perpindahan massa air dari sampel ke udara sampai mencapai harga

kesetimbangan .

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang

berhubungan dengan udara pengering yaitu suhu, kecepatan volumetrik

aliran udara pengering, dan kelembaban udara, serta faktor yang

berhubungan dengan sifat bahan yaitu ukuran bahan, kadar air awal, dan

tekanan parsial dalam bahan.

4. Bahan mengalami penurunan massa setelah dikeringkan dan kemudian

mengalami kenaikan massa pada saat disimpan.

B. Saran

Sebaiknya sarana dan prasarana praktikum ditingkatkan sehingga

praktikum dapat berlangsung lebih kondusif.

Page 12: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

DAFTAR PUSTAKA

Batty. J. Clair and Steven L. Folkman. 1983. Food Engineering Fundamentals.

John Wiley & Sons, New York.

Incropera, Frank P. and David P. Dewitt. 1981. Fundamental of Heat and Mass

Transfer. John Wiley & Sons, Singapore.

Rohman, Syaepul. 2008. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan

http://majarimagazine.com/2008/12/teknologi-pengeringan-bahan-

makanan/. Diakses pada 10 Desember 2010

Page 13: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAMPIRAN

Acc Acara I

Tabel Pengamatan

Hari ke- Suhu lingkungan (Gembili 2) Suhu refrigenerator (Gembili 1)

warna tekstur berat warna tekstur berat

1 4 4 7,5 4 4 4,4

2 4 3 8,6 4 4 4,5

3 3 3 8,7 4 4 4,5

Page 14: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

PENDINGINAN

oleh:

Siska Dwi Carita

A1H009055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2012

Page 15: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada banyak cara untuk mengawetkan makanan salah satunya adalah

dengan menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku).

Penyimpanan pada suhu rendah akan dapat mengurangi kerusakan makanan dan

memperlambat proses pelayuan. Suhu dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri

yang merugikan. Proses pendinginan umumnya digunakan untuk mengawetkan

produk segar seprti sayuran dan buah-buahan, sedangkan pembekuan digunakan

untuk mengawetkan daging dan ikan segar dan produk olahannya.

Pengertian pendinginan (refrigerasi) mengacu pada proses penurunan suhu

produk yang tidak mencapai titik bekunya. Pendinginan produk pangan biasanya

dilakukan pada suhu 2°C hingga 16°C. sedangkan pembekuan (freezing) adalah

penyimpanan bahan pangan dibawah titik bekunya, dimana melibatkan proses

perubahan fase air dari cair menjadi es dan kristal es. Proses pembekuan dapat

mencapai suhu -18 hingga -40°C.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar pendinginan.

2. Mahasiswa mampu mengetahui perubahan yang terjadi selama produk

didinginkan.

Page 16: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip dasar pengawetan dengan menggunakan suhu rendah adalah

memperlambat kecepatan reaksi metabolisme dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan. Prinsip yang pertama dapat

kita pahami karena setiap penurunan suhu sebesar 8°C maka kecepatan reaksi

metabolisme berkurang setengahnya. Jadi, semakin rendah suhu penyimpanan

maka bahan pangan akan semakin lama rusaknya, atau dengan kata lain bahan

pangan akan semakin awet. Prinsip yang kedua akan efektif jika bahan pangan

dibersihkan dulu sebelum didinginkan. Hal ini dimaksudkan bahan pangan yang

akan disimpan sedapat mungkin terbebas dari kontaminan awal, terutama

mikroorganisme dari golongan psikrofilik yang tahan suhu dingin.

Menyimpan makanan pada suhu rendah (pada lemari es atau lemari beku)

dapat mengurangi kerusakan makanan dan memperlambat proses pelayuan. Suhu

dingin juga membatasi tumbuhnya bakteri yang merugikan. Cara-cara pengawetan

dengan suhu rendah secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yakni

pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Proses pendinginan (refrigerasi)

adalah proses penyimpanan suhu rendah untuk bahan dan produk pangan. Selama

pendinginan, air yang terkandung di dalam bahan pangan menurun suhunya tetapi

tidak sampai membeku. Proses pendinginan umumnya dilakukan pada kisaran

suhu 16°C hingga -2°C.

Proses pendinginan dapat menyebabkan beberapa pengaruh terhadap mutu

bahan pangan, baik pengaruh yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.

Pengaruh yang diinginkan antara lain menghambat pertumbuhan mikroba dan

kecepatan reaksi beberapa reaksi kimia dan biokimia, dan meningkatkan umur

simpannya 2-5 kali setiap penurunan 10°C. Sedangkan pengaruh yang tidak

diinginkan antara lain perubahan tekstur atau seringkali disebut chilling injury

yang ditandai dengan memar dan terlihat busuk.

Penurunan suhu di bawah suhu minimum yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan mikroorganisme dapat memperpanjang waktu generasi

Page 17: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

mikroorganisme dan mencegah atau menghambat perkembangbiakannya.

Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhan, mikroorganisme dibedakan atas 3

kelompok, yaitu termofilik (35-55°C), mesofilik (10-40°C), dan psikrofilik (-5-

15°C). Pendinginan mencegah pertumbuhan mikroorganisme termofilik dan

mesofilik. Sejumlah mikroorganisme psikrofilik menyebabkan kebusukan

makanan, tetapi tidak ada yang patogen (dapat menimbulkan penyakit). Oleh

karena itu, pendinginan di bawah suhu 5-7oC menghambat kebusukan dan

mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen. Pendinginan juga mengurangi

kecepatan perubahan enzimatik dan mikrobiologik serta menghambat respirasi

bahan pangan segar.

Faktor-faktor yang mengendalikan waktu simpan bahan pangan segar

dalam penyimpanan dingin meliputi jenis dan varietas bahan pangan, bagian dari

bahan pangan (bagian pertumbuhan tercepat memiliki kecepatan metabolisme

tertinggi dan waktu simpan terpendek). Sebagai contoh asparagus memiliki

kecepatan respirasi relatif 40 dan waktu simpan pada suhu 2°C selama 0,2-0,5

minggu, sedangkan bawang putih kecepatan respirasi relatifnya 2 dan waktu

simpannya pada suhu yang sama selama 25-50 minggu, kondisi panen, contoh:

adanya kontaminasi mikroorganisme, kerusakan mekanis (bahan pangan

terkelupas, memar, dan sebagainya), dan tingkat kematangan, suhu

pendistribusian dan suhu penjualan, serta kelembaban relatif pada ruang

penyimpanan yang mempengaruhi kehilangan air (dehidrasi).

Adapun faktor-faktor yang menentukan penyimpanan dingin dari pangan

olahan meliputi jenis makanan, tingkat kerusakan mikroorganisme atau inaktivasi

enzim yang diperoleh melalui proses, kontrol higienis selama pengolahan dan

pengemasan, sifat-sifat barier dari bahan pengemas, suhu selama distribusi dan

penjualan.

Page 18: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Timbangan digital

2. Oven

3. Styrofoam

4. Pisau

5. Termometer

6. Lemari es

7. Mentimun

8. Tomat

9. Pisang

B. Prosedur Kerja

1. Mengatur suhu pada freezer (1°C) dan pada refrigenerator.

2. Mengamati kenampakan sampel atau bahan yang akan digunakan pada

praktikum.

3. Bahan ditimbang dan dimasukkan dalam freezer dan refrigenerator.

4. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 6 hari.

5. Membuat skoring dalam setiap pengamatan kerusakan maupun perubahan

kenampakan bahan.

Page 19: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a. Pisang

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Pisang 1) Suhu refrigenerator (Pisang 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 93,6 0 5 5 95,98 0

2 5 4 92 0 5 5 96,5 0

3 4 4 91,7 1 3 4 96 1

7 1 1 79,7 5 1 1 90,5 5

b. Mentimun

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Mentimun 1) Suhu refrigenerator (Mentimun 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 122,9 0 5 5 155,4 0

2 5 5 119,6 0 5 5 154,7 0

3 4 4 110,4 1 5 5 153,5 0

7 4 3 109,2 3 3 2 144,5 3

c. Tomat

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0

2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0

3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1

7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1

Page 20: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

B. PEMBAHASAN

Pendinginan merupakan penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah di

bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan tersebut. Meskipun air murni

membeku pada suhu O°C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku

sampai suhu –2°C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh

kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut.

Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur

yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum

dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Pada kondisi

ini metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Pendinginan

tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan

sehingga proses pematangan terhenti.

Prinsip terjadinya suatu pendinginan di dalam sistem refrigerasi adalah

penyerapan kalor oleh suatu zat pendingin yang dinamakan refrigeran. Karena

kalor yang berada disekeliling refrigeran diserap, akibatnya refregeran akan

menguap, sehingga temperatur di sekitar refrigeran akan bertambah dingin. Hal

ini dapat tejadi mengingat penguapan memelrukan kalor. Di dalam suatu alat

pendingin (misal lemari es) kalor ditesarap di evaporator dan dibuang ke

kondensor.

Uap refrigeran yang berasal dari evaporator yang bertekanan dan

bertemperatur rendah masuk ke kompresor melalui saluran hisap. Di kompresor,

uap refrigeran tersebut dimampatkan, sehingga jika ke luar dari kompresor, uap

refrigeran akan bertekanan dan bersuhu tinggi, jauh lebih tiggi dibanding

temperatur udara sekitar. Kemudian uap menunjuk ke kondensor melalui saluran

tekan. Di kondensor, uap tersebut akan melepaskan kalor, sehingga akan berubah

fasa dari uap menjadi cair (terkondensasi) dan selanjutnya cairan tersebut

terkumpul di penampungan cairan refrigeran.

Cairan refrigeran yang bertekanan tinggi mengalir dari penampung

refrigean ke aktup ekspansi. Keluar dari katup ekspansi tekanan menjadi sangat

Page 21: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

berkurang dan akibatnya cairan refrigeran bersuhu sangat rendah. Pada saat itulah

cairan tersebut mulai menguap yaitu di evaporator, dengan menyeap kalor dari

sekitarnya hingga cairan refrigeran habis menguap. Akibatnya evaporator menjadi

dingin. Bagian inilah yang dimanfaatkan untuk mengawetkan bahan makanan atau

untuk mendinginkan ruangan. Kemudian uap rifregeran akan dihisap oleh

kompresor dan demikian seterusnya proses-proses tersebut berulang kembali.

Gambar 1. Sistem Pendingin

Proses pendinginan dapat menyebabkan beberapa pengaruh terhadap mutu

bahan pangan, baik pengaruh yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.

Suhu dingin dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada suhu yang rendah,

aktivitas sebagian mikroba akan terhambat dan menurunkan laju pertumbuahan

dan perkembangannya. Enzim-enzim dalam buah juga akan terhambat

aktivitasnya sehingga buah dapat dipertahankan kesegarannya hingga optimal.

Penyimpanan pada suhu rendah dapat meningkatkan umur simpan produk hingga

2-5 kali setiap penurunan 10°C.

Selain pengaruh yang baik pada buah, terdapat pula pengaruha yang tidak

diinginkan akibat penyimpanan suhu rendah, antara lain perubahan tekstur dan

warna atau seringkali disebut chilling injury. Pada buah-buah klimaterik chilling

injury akan lebih cepat terjadi daripada buah nonklimaterik karena produksi etilen

yang lebih banyak. Chilling injury ditandai dengan adanya pencongklatan pada

kulit buah, binyik-bintik hitam, dan memar pada jaringan buah.

Page 22: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Pendinginan yang dilakukan terhadap bahan makanan segar dapat

menyebabkan penurunan massa (susut bobot), perubahan warna, perubahan

tekstur dan perubahan rasa. Perubahan terjadi pada ketiga buah yang disimpan,

yaitu mentimun, pisang dan tomat.

Massa buah yang disimpan dalam keadaan suhu ruang atau di lingkungan

menurun lebih banyak dibandingkan buah yang disimpan dalam refrigenerator.

Hal ini disebabkan antara lain karena kehilangan air (water losses), dan proses

metabolisme buah. Buah yang disimpan dalam lingkungan mengalami proses

respirasi dan transpirasi lebih cepat daripada buah yang disimpan dalam

refrigenerator dan menyebabkan perombakan subtrak dan penguapan air dalam

jaringan buah sehingga berat buah menurun. Pada buah pisang, penurunan berat

buah pada lingkungan juga dipercepat karena adanya serangga buah yang

mengerumuni buah yang telah lewat matang dan menyebabkan proses

pembusukan buah berlangsung lebih cepat.

Gambar 2. Grafik perubahan massa buah

Warna buah pisang dan mentimun yang disimpan dalam lingkungan

mengalami penurunan lebih lambat dibandingkan dengan yang disimpan dalam

refrigenerator. Buah pisang merupakan buah yang mudah terkena chilling injury

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 2 3 7

Mas

sa (

gram

)

Hari ke- pisang 1 (lingkungan) pisang 2 (refrigenerator)

mentimun 1 mentimun 2

tomat 4 tomat 3

Page 23: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

dengan kerusakan berupa warna cokelat pada kulit buah. Sedangkan pada buah

mentimun, warna kulit buah menjadi lebih pucat daripada buah mentimun yang

ada pada lingkungan. Sedangkan buah tomat yang disimpan dalam suhu ruang

mengalami penurunan warna lebih banyak dibanding tomat yang berada pada

refrigenerator. Refrigenerator dapat mempertahankan warna buah tomat dalam

keadaan cukup baik hingga hari ke-7. Sedangkan buah tomat dalam lingkungan

pada hari ke-7 warnanya menjadi merah kusam dan terlihat tidak segar.

Tekstur buah pisang pada kedua perlakuan relatif sama. Tekstur mentimun

yang disimpan dalam refrigenerator hingga hari ke-3 masih tergolong sangat baik,

akan tetapi pada hari ke-7 buah mengalami pengerutan dan pelayuan lebih besar

dibandingkan mentimun yang disimpan dalam suhu ruangan. Berkebalikan

dengan tekstur buah tomat yang disimpan dalam refrigenerator yang lebih dapat

dipertahankan hingga hari ke-7. Kerusakan tekstur buah disebabkan oleh

kehilangan air dalam dinding sel bahan yang menyebabkan tekanan bahan

menjadi berkurang dan bahan rentan terhadap gaya dari luar.

Page 24: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pendinginan merupakan penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah di

bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan tersebut.

2. Prinsip terjadinya suatu pendinginan di dalam sistem refrigerasi adalah

penyerapan kalor oleh suatu zat pendingin yang dinamakan refrigeran.

Karena kalor yang berada disekeliling refrigeran diserap, akibatnya

refregeran akan menguap, sehingga temperatur di sekitar refrigeran akan

bertambah dingin.

3. Pendinginan yang dilakukan terhadap bahan makanan segar dapat

menyebabkan penurunan massa (susut bobot), perubahan warna,

perubahan tekstur dan perubahan rasa.

4. Buah yang disimpan dalam refrigenerator lebih dapat mempertahankan

mutu dibandingkan buah yang disimpan dalam lingkungan.

B. Saran

Sebaiknya selama pengamatan dilakukan, asisten bertanggungjawab

terhadap terbukanya pintu laboratorium sehingga data yang didapat dapat lebih

valid.

Page 25: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Chilling Injury pada Proses Pendinginan : Kerusakan pada Bahan

Pangan. http://diajengsurendeng.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 20

Desember 2011

Partha, Ida Bagus Banyuro. 2009. Pengaruh CaCl2 dan edible film terhadap

penghambatan chilling injury buah nangka kupas. Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan. Edisi XX No.1

Susiwi. 2009. Handout Kerusakan Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Page 26: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAMPIRAN

Acc Acara II

A. Pisang

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Pisang 1) Suhu refrigenerator (Pisang 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 93,6 0 5 5 95,98 0

2 5 4 92 0 5 5 96,5 0

3 4 4 91,7 1 3 4 96 1

7 1 1 79,7 5 1 1 90,5 5

B. Mentimun

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Mentimun 1) Suhu refrigenerator (Mentimun 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 122,9 0 5 5 155,4 0

2 5 5 119,6 0 5 5 154,7 0

3 4 4 110,4 1 5 5 153,5 0

7 4 3 109,2 3 3 2 144,5 3

C. Tomat (tidak dijatuhkan)

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0

2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0

3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1

7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1

D. Tomat dijatuhkan

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 3) Suhu refrigenerator (Tomat 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 124,0 0 5 5 114,5 0

2 4 4 122,4 1 4 4 114 0

3 3 3 111,7 2 4 3 113,8 2

7 1 1 112,8 5 2 2 110,7 3

Page 27: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

DAMPAK MEKANIS

oleh:

Siska Dwi Carita

A1H009055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2012

Page 28: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan pangan atau produk pertanian terutama buah dan sayur sangat

rentan terhadap kerusakan. Kerusakan yang dapat terjadi pada buah dan sayur

antara lain kerusakan biokimiawi, kerusakan mikrobiologis, kerusakan mekanis,

dan kerusakan fisik. Kerusakan pangan dapat diartikan penyimpangan yang

melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau

parameter lain yang biasa. Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran,

terpisahnya susu segar, penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung,

ketengikan minyak goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada karung

makanan dan lain-lain.

Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis.

Kerusakan ini terjadi pada : benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat,

selama pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga

mengalami bentuk atau cacat berupa memar, tersobek atau terpotong. Kerusakan

mekanis dapat mempercepat proses degradasi jaringan bahan sehingga buah

menjadi lebih cepat busuk.

B. Tujuan

Mahasiswa dapat memahami dampak mekanis pada sifat fisiologis produk

pertanian.

Page 29: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pangan semenjak dipisahkan dari induknya (dipetik/dipanen) akan

mudah terkena kerusakan sehingga memerlukan penanganan pascapanen yang

tepat. Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk

agar tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan

karena penyusutan dan kerusakan, memperpanjang daya simpan, dan

meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian.

Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang

melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau

parameter lain yang biasa digunakan. Penyimpangan dari keadaan semula tersebut

meliputi beberapa hal, diantaranya :

a. Konsistensi

b. Tekstur

c. Memar

d. Berlendir

e. Berbau busuk

f. Gosong

g. Ketengikan

h. Penyimpangan pH

i. Reaksi Browning

j. Penggembungan kaleng

k. Penyimpangan warna

l. Penyimpangan cita rasa

m. Penggumpalan/pengerasan

pada tepung

n. Lubang/bekas gigitan

o. Candling (keretakan pada

kulit telur)

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan antara lain pertumbuhan dan

aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga parasit

dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar air, udara (oksigen), sinar,

dan waktu. Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi

menjadi beberapa jenis yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologi, dan

kimia.

Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang,

lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Berdasarkan

Page 30: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

pola respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan produk

nabati dibedakan menjadi klimakterik dan nonklimakterik.

Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih

cepat rusak. Pengurangan laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan

kebutuhan energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang

umur ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan

teknik pelapisan (coating), penyimpanan suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir

ruang penyimpan.

Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai

hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan. Keberadaan

etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh sebab itu

untuk tujuan pengawetan senyawa ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang

penyimpan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada

produk, atau mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon.

Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju

transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomis, rasio

permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal

(suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan

menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu),

nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan

pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir.

Penelitian-penelitian mengenai penyimpanan buah bertujuan untuk

mencapai umur simpan semaksimal mungkin. Untuk itu biasanya dilakukan

kombinasi beberapa perlakuan.Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat

memperlambat pematangan buah dan sayur adalah memperlambat respirasi dan

menangkap gas etilen yang terbentuk. Beberapa cara yang dapat diterapkan antara

lain pendinginan, pembungkusan dengan polietilen dan penambahan bahan kimia.

Page 31: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Tomat

2. Lemari pendingin

3. Wadah secukupnya

4. Timbangan digital

B. Prosedur Kerja

1. Preparat yang akan diuji dijatuhkan pada ketinggian tertentu sebanyak 2

buah.

2. Dua buah yang lain dibiarkan dalam kondisi yang baik.

3. Satu dari buah dijatuhkan dan tidak dijatuhkan disimpan dalam

refrigenerator dan buah yang lainnya disimpan dalam kondisi

ruang/lingkungan.

4. Pengamatan dilakukan selama 6 hari.

Page 32: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

A. Tidak dijatuhkan

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0

2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0

3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1

7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1

B. Dijatuhkan

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 3) Suhu refrigenerator (Tomat 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 124,0 0 5 5 114,5 0

2 4 4 122,4 1 4 4 114 0

3 3 3 111,7 2 4 3 113,8 2

7 1 1 110,7 5 2 2 112,8 3

B. Pembahasan

Kerusakan pangan dapat diartikan penyimpangan yang melewati batas

yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang

biasa. Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran, terpisahnya susu segar,

penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung, ketengikan minyak

goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada karung makanan dan lain-

lain.

Ditinjau dari penyebabnya kerusakan pangan dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa jenis yaitu kerusakan fisik, mekanis, mikrobiologis, biologis

dan kimia. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan fisik contohnya adalah

Page 33: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

pengerasan lapisan luar (kulit) pangan yang dikeringkan; kesan kulit kering pada

makanan beku dan kesan gosong pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi.

chilling injuries atau kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10°C)

seperti yang ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan racun/toksin yang

terdapat pada tenunan/sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada

kondisi normal, asam klorogenat dinetralkan / didetoksifikasi oleh asam askorbat.

Pada suhu dingin, kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan

sayur membusuk akibat akumulasi toksin pada jaringan / tenunan buah dan sayur.

Pada penyimpanan beku, freezing injuries atau kerusakan / memar beku

lebih disebabkan oleh terbentuknya kristal es. Pembekuan lambat cenderung

menyebabkan kristal es besar akibat air yang ada dalam sel keluar dari sel dan

membeku bersama kristal es yang telah terbentuk sebelumnya. Sebaliknya,

pembekuan cepat cenderung menghasilkan kristal es kecil / lembut sehingga tidak

merusak jaringan / tenunan sel. Keluarnya air dan sel menyebabkan sel dehidrasi

dan fungsi fisiologi protein dalam sel rusak, lebih lanjut sel kering, mati atau

busuk. Kerusakan akibat penyimpanan pangan pada kelembaban tinggi (RH >

70%) dapat menyebabkan pangan menyerap air sehingga pada tepung kering

dapat menggumpal yang memicu kerusakan mikrobiologis. Kerusakan akibat

penyimpanan suhu tinggi (suhu >30°C) pada buah dan sayuran dapat

menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari jaringan.

Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan case hardening

atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.

Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis selama

pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan pangan. Benturan

mekanis dapat mengakibatkan memar pada permukaan kulit dan jaringan pangan,

memicu kerusakan lebih lanjut akibat tumbuhnya mikroorganisme.

Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan

fisiologis (jaringan / tenunan sel), serangga dan binatang pengerat / rodensia

seperti tikus, bajing dan lain-lain. Kerusakan fisiologis umumnya terjadi akibat

reaksi enzimatik pada sayur, buah, daging, ayam dan pangan. Laju kerusakan

Page 34: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

biologis dipengaruhi oleh kadar air, suhu penyimpanan, oksigen, cemaran

mikroorganisme awal dan kandungan gizi pangan terutama protein dan lemak.

Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi pada bahan baku, produk setengah

jadi atau produk jadi. Penyebab utama kerusakan mikrobiologis adalah bakteri,

kapang dan khamir. Cara perusakannya adalah dengan cara menghidrolisis atau

merusak jaringan atau makromolekul penyusun bahan menjadi molekul-molekul

kecil missal karbohidrat menjadi gula sederhana atau asam organik; protein

menjadi peptida, asam amino dan gas amonia; lemak menjadi gliserol dan asam

lemak. Terurainya makromolekul ini menyebabkan penurunan pH, penyimpangan

bau dan rasa bahkan dapat menghasilkan toksin / racun yang berbahaya bagi

manusia seperti racun yang dihasilkan mikroba patogen antara lain Salmonella,

Clostridium botulinum, Listeria dan lain-lain.

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan antara lain pertumbuhan dan

aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga parasit

dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar air, udara (oksigen), sinar,

dan waktu. Mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di

tanah, air dan udara. Secara normal tidak ditemukan di dalam tenunen hidup,

seperti daging hewan atau daging buah.

Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi

bahan pangan, dengan cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang

lebih kecil; menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan

menyebabkan ketengikan; serta mencerna protein dan menghasilkan bau busuk

dan amoniak. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam,

toksin, dan lainnya. Mikroba menyukai kondisi yang hangat dan lembab.

Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau

memang sudah ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini

memungkinkan terjadinya reaksi kimia dengan lebih cepat, dan dapat

mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan.

Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau perlakuan

lainnya. Beberapa reaksi enzim yang tidak berlebihan dapat menguntungkan,

misalkan pada pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang

Page 35: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

berlebih dapat menyebabkan kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara

pH 4 – 8 atau sekitar pH 6.

Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian.

Gigitan serangga akan kelukai perkukaan bahan pangan sehingga menyebabkan

kontaminasi oleh mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar air rendah (biji-bijian,

buah-buahan kering) dicegah secara fumigasi dengan zat-zat kimia : metil

bromida, etilen oksida, propilen oksida. Etilen oksida dan propilen oksida tidak

boleh digunakan pada bahan pangan dengan kadar air tinggi karena dapat

membentuk racun. Parasit bayak ditemukan di dalam daging babi adalah cacing

pita, dapat menjadi sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan

karena jumlah bahan yang dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus

merupakan media untuk bakteri serta menimbulkan bau yang tidak enak.

Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat

menyebabkan kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,5°C dapat

mencegah atau memperlambat proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat

menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi, merusak vitamin, dan

degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran dan buah-buahan dapat

menyebabkan thawing setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga

mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan

denaturasi protein susu dan penggumpalan.

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH

udara sekitar. Bila terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan

dapat menjadi media yang baik bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari

luar bahan. Di dalam pengepakan buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan

air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.

Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C,

warna bahan pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan

kapang. Umumnya kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh

pada permukaan bahan pangan. Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan

pangan yang mengandung lemak. Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara

menghisap udara keluar secara vakum atau penambahan gas inert selama

Page 36: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap molekul oksigen

dengan pereaksi kimia.

Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A,

vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya

oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif

terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan

yang tidak tembus sinar.

Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga,

pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua

dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan

yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada keju, minuman anggur, wiski dan

lainnya yang tidak rusak selama ageing.

Pada praktikum, buah yang digunakan adalah buah tomat. Tomat 3 dan

tomat 2 dijatuhkan 3 kali dengan ketinggian sekitar 1 meter. Tomat 4 dan tomat 1

tidak dijatuhkan. Kemudian tomat 3 dan 4 disimpan dalam kondisi lingkungan

atau suhu ruang, sedangkan tomat 2 dan tomat 1 disimpan dalam mesin

refrigenerator. Seharusnya, pengamatan dilakukan setiap hari selama 6 hari, akan

tetapi karena pada hari ke-4 hingga hari ke-6 laboratorium ditutup karena libur

natal, maka pengamatan terhambat dan hanya dapat dilanjutkan pada hari ke-7.

Selama 4 kali pengamatan yang dilakukan, telah terjadi perubahan massa,

warna, dan tekstur dari bahan. Semakin menurun parameter-parameter tersebut,

maka buah semakin mendekati kebusukan. Perubahan parameter tersebut berbeda

pada tiap buah dengan tiap perlakuan.

Perubahan massa pada buah tomat dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar

tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada keempat buah tomat. Buah

tomat yang mengalami penurunan massa terbesar setelah hari ke-7 adalah Tomat

dengan kondisi dijatuhkan dan diletakkan pada suhu lingkungan. Sedangkan buah

yang mengalami penurunan massa terkecil adalah Tomat 1 dengan perlakuan

tidak dijatuhkan dan disimpan dalam kondisi suhu rendah.

Page 37: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Gambar 1. Grafik penurunan massa buah tomat

Tomat 3 mengalami penurunan dengan persamaan y=-5,36x+130,85.

Penurunan massa terjadi akibat proses metabolisme buah dan kehilangan air.

Lingkungan tempat menyimpan buah mempunyai kadar air lebih rendah daripada

pada bahan sehingga kadar air pada bahan bermigrasi ke lingkungan dengan

proses osmosis. Selain itu, Tomat 3 juga mengalami kerusakan mekanis sehingga

jaringan daerah luka mengalami degradasi lebih cepat dan mempercepat

pembusukan dan menurunkan bobot buah. Penyimpanan dalam suhu dingin dapat

mengurnagi kinerjad enzimatik dan bakteri dalam buah dan mengurangi

kehilangan air dari dalam buah.

Gambar 2. Grafik penurunan warna buah tomat

Gambar di atas menunjukkan selama penyimpanan buah tomat mengalami

penurunan warna. Tomat yang mengalami penurunan warna terbesar adalah

y = -5,36x + 130,85

y = -0,53x + 115,1

y = -5,32x + 98,15

y = -1,34x + 94,9

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 7

mas

sa (

gram

)

hari ke-

tomat 3(dijatuhkan)

tomat 2

tomat 4 (tidakdijatuhkan)

y = -1,3x + 6,5

y = -0,9x + 6

y = -0,6x + 6

y = -0,3x + 5,5

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 7

sko

r w

arn

a

hari ke-

tomat 3(dijatuhkan)

tomat 2

tomat 4(tidakdijatuhkan)

tomat 1

Page 38: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Tomat 3, sedangkan tomat yang mengalami kerusakan warna terkecil adalah

Tomat 1. Penurunan warna terjadi akibat reaksi enzimatis yaitu pada pigmen buah

yang terurai sehingga warna buah menjadi pucat. Penguraian pigmen buah ini

berhubungan dengan tingkat metabolisme enzim buah, dan bakteri dalam buah.

Penyimpanan pada suhu dingin akan menghambat keduanya, oleh karena itu

Tomat 1 lebih baik warnanya hingga hari ke-7 daripada Tomat 3.

Gambar 3. Grafik perubahan tektur buah tomat

Perubahan pada tekstur akibat reaksi deteriorasi dapat berupa

pengempukan, retrogradasi, stalling, perubahan kekentalan, pengendapan,

perubahan stabilitas dan pecahnya emulsi, pemasiran, dan masih banyak lagi

penyimpangan lainnya. Penyimpangan-penyimpangan ini menyebabkan produk

pangan tidak menyerupai tekstur aslinya, seperti pada awal produksi. Tergantung

pada tingkat deteriorasi yang berlangsung, perubahan tersebut dapat menyebabkan

produk pangan tidak dapat digunakan untuk tujuan seperti yang seharusnya, atau

bahkan tidak dapat dikonsumsi sehingga dikategorikan sebagai pangan

kadaluwarsa.

Perubahan tektur yang terbesar ke yang terkecil berturut-turut terjadi pada

Tomat 3, Tomat 2, Tomat 4 dan Tomat 1. Seperti halnya dengan penurunan massa

dan penurunan warna, Tomat 3 dengan perlakuan dijatuhkan dan disimpan dalam

suhu ruang mengalami penurunan terbesar. Kerusakan tekstur pada buah tomat

selain karena faktor enzimatik juga terjadi karena serangga di sekitar buah tomat

y = -1,3x + 6,5

y = -x + 6

y = -0,9x + 6

y = -0,4x + 5,5

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 7

sko

r te

kstu

r

hari ke-

tomat 3(dijatuhkan)

tomat 2

tomat 4 (tidakdijatuhkan)

tomat 1

Page 39: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

yang disimpan dalam ruangan. Serangga tersebut mempercepat pembusukan buah

dan tekstur buah pun semakin lama semakin rusak.

Gambar 4. Grafik kerusakan buah tomat

Kerusakan yang terjadi pada buah tomat terjadi lebih cepat dan lebih besar

pada buah tomat yang dijatuhkan dan disimpan dalam kondisi ruangan. Hal ini

menunjukkan bahwa kerusakan mekanis sangat berpengaruh terhadap kualitas

buah selama penyimpanan. Oleh karenanya, perlu dilakukan penanganan yang

tepat selama pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan buah segar hingga ke

tangan konsumen untuk mengurangi kerusakan buah dan kerugian akibatnya.

Penanganan yang perlu dilakukan untuk mengurungi penurunan kualitas

produk pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi faktor biologis

atau faktor lingkungan dimana produk pertanian tersebut disimpan. Secara umum

faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua komoditi pertanian adalah

sama yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara (CO, CO2, O2), polutan

dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada bahan

nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi, produksi etilen,

transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga penting untuk

diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap suhu atau

cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.

y = 1,6x - 2

y = 1,1x - 1,5

y = x - 1,5

y = 0,4x - 0,5

-1

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 7

sko

r ke

rusa

kan

hari ke-

tomat 3(dijatuhkan)

tomat 2

tomat 4 (tidakdijatuhkan)

tomat 1

Page 40: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

IV. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kerusakan pangan dapat diartikan penyimpangan yang melewati batas

yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain

yang biasa.

2. Ditinjau dari penyebabnya kerusakan pangan dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa jenis yaitu kerusakan fisik, mekanis, mikrobiologis,

biologis dan kimia.

3. Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis selama

pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan pangan.

Benturan mekanis dapat mengakibatkan memar pada permukaan kulit dan

jaringan pangan, memicu kerusakan lebih lanjut akibat tumbuhnya

mikroorganisme.

4. Buah tomat yang mengalami kerusakan terbesar adalah buah Tomat 3

dengan perlakuan dijatuhkan dan disimpan dalam kondisi suhu ruang.

Hingga pada hari ke-7, Tomat 3 mengalami pembusukan.

B. Saran

Sebaiknya selama pengamatan, asisten bertanggungjawab terhadap

kelangsungan pengamatan sehingga data yang didapat merupakan data yang lebih

baik.

Page 41: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

DAFTAR PUSTAKA

Arpah. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Partha, Ida Bagus Banyuro. 2009. Pengaruh CaCl2 dan edible film terhadap

penghambatan chilling injury buah nangka kupas. Jurnal Teknologi dan

Industri Pangan. Edisi XX No.1

Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia Pangan

Faperta Uwiga, Malang.

Susiwi. 2009. Handout Kerusakan Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Page 42: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAMPIRAN

Acc Acara III

A. Tidak dijatuhkan

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 4) Suhu refrigenerator (Tomat 1)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 90,6 0 5 5 92,9 0

2 5 4 88,8 0 5 5 92,8 0

3 5 4 86,3 1 5 4 91,7 1

7 3 2 73,7 3 4 4 88,8 1

B. Dijatuhkan

Hari

ke-

Suhu lingkungan (Tomat 3) Suhu refrigenerator (Tomat 2)

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

warna tekstur berat tingkat

kebusukan

1 5 5 124,0 0 5 5 114,5 0

2 4 4 122,4 1 4 4 114 0

3 3 3 111,7 2 4 3 113,8 2

7 1 1 112,8 5 2 2 110,7 3

Page 43: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCAPANEN

TELUR

oleh:

Siska Dwi Carita

A1H009055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2012

Page 44: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur termasuk makanan paling populer, hal ini dikarenakan telur bergizi

tinggi dan telur dapat diolah menjadi berbagai masakan. Merupakan salah satu

sumber protein hewani, telur mengandung hampir semua zat makanan yang

diperlukan oleh tubuh dengan rasa yang enak, mudah dicerna, harga relatif murah

dibandingkan sumber hewani lainnya sehingga banyak disukai oleh masyarakat.

Telur sebagai bahan makanan yang sangat labil, artinya mudah mengalami

perubahan-perubahan apabila tidak diperlakukan dengan baik, terutama bila masih

dalam keadaan mentah. Telur mentah yang dibiarkan di udara terbuka (disimpan

dalam suhu kamar) dalam waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan.

Telur juga mudah terkena bakteri patogen seperti Salmonella. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penanganan tepat pascapanen telur sehingga masa simpan telur

dapat lebih lama.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui perubahan pada telur selama penyimpanan

2. Mahasiswa mengetahui cara penyimpanan telur guna memperpanjang

masa simpannya.

Page 45: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan salah satu hasil ternak terutama telur unggas yang

bernilai gizi tinggi seperti hasil ternak lainnya, sebenarnya telur yang dihasilkan

oleh hewan tertentu adalah digunakan untuk kelanggengan hidupnya atau sebagai

alat berkembang biak. Akan tetapi mengingat nilai gizi yang tinggi maka telur

dapat digunakan sebagai baha pangan. Telur merupakan hasil hasil pembuahan sel

telur pada hewan betina oleh sperma dari hewan jantan, sehingga telur merupakan

calon hewan dewasa. Oleh kerena itu telur mengandung bahan-bahan atau zat-zat

yang sam dengan induknya.

Dari sekian banyak telur yang dihasilkan oleh berbagai hewan hanya

beberapa jenis telur yang dapat dikonsumsi manusia yaitu antara lain telur ayam,

bebek, puyuh dan telur penyu. Berdasarkan asal hewannya, bentuk telur

bermacammacam mulai dari hampir bulat sampai lonjong. Ukuran bentuk telur

biasa dinyatakan dengan indeks perbandingan antara panjang dengan lebar

dikalikan 100. Disamping itu bentuk dan ukuran telur bermacammacam. Besar

telurpun bervariasi, ada yang berat ada pula yang ringan. Pengaruh jenis hewan

juga penting, seperti telur bebek lebih besar dari telur ayam dan warnanyapun

berbeda-beda, faktor-faktor yang mempengaruhi besar telur diantaranya: jenis

hewan, umur, perubahan musim, waktu bertelur, sifat turun temurun induk, umur

pembuahan, berat tubuh induk dan makanannya.

Di Indonesia, telur ayam dikelompokkan menjadi dua yaitu, telur ayam

negeri dan telur ayam kampung. Telur ayam kampung memiliki ukuran lebih kecil,

tetapi warna kuningnya lebih cerah. Masyarakat lebih menyukai telur ayam

kampung dibandingkan telur ayam negeri, baik sebagai masakan maupun bahan

kue. Pada telur seringkali mengandung bakteri Salmonella, terutama pada bagian

putih telur. Selama telur dalam kondisi utuh, bakteri ini tidak dapat berkembang.

Karena nutrisi pada putih telur tidak mencukupi. Akan tetapi ketika

membran dari putih telur mulai melemah, maka bakteri Salmonella dapat

menembus membran kuning telur. Kandungan nutrisi pada kuning telur tinggi,

Page 46: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

sehingga Salmonella mampu memperbanyak diri. Pada suhu penyimpanan telur

yang relatif hangat maka Salmonella akan lebih cepat berkembang.

Pada telur retak, telur yang disimpan lama, telur dalam kondisi kotor

banyak kotoran ayam), maka telur tersebut akan lebih mudah tercemar oleh

bakteri Salmonella. Telur yang terkontaminasi oleh bakteri patogen beresiko

menyebabkan penyakit. Di Amerika diperkirakan kemungkinan jumlah telur yang

terkontaminasi oleh Salmonella hanya 0,005% (1 dari 20.000 telur), namun

demikian meskipun peluang terkontaminasi kecil, pemerintah Amerika

menganjurkan untuk memasak telur dengan baik untuk memastikan keamanan

konsumen. Proses pemasakan yang benar dapat membunuh bakteri Salmonella.

Telur yang disimpan pada suhu 30oC selama 6 jam, apabila Salmonella

mampu menembus membran kuning telur, maka jumlah Salmonella pada telur

tersebut dapat mencapai lebih dari 200.000. Mengingat bakteri Salmonella dapat

berada pada telur yang masih segar dan dapat menyebabkan penyakit yang serius

pada manusia maka perlu adanya penanganan dan sistem tranportasi telur yang

baik dan benar.

Bentuk telur bermacam-macam mulai dari hampir bulat sampai lonjong.

Perbedaan bentuk ini umumnya disebabkan karena berbagai faktor, terutama yang

berhubungan dengan induknya. Faktor-faktor tersebut adalah sifat turun-temurun

(genetis), umur ayam pada saat bertelur dan sifat-sifat fisikologis di dalam tubuh

induknya. Bagian-bagian dari telur dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Kualitas dari telur sangat menentukan kesegaran telur, dan keamanan pangan,

karena pada telur yang rusak ada kemungkinan sudah tercemar olah bakteri

Salmonella.

Kulit telur sekitar 95,1 % terdiri dari garam-garam anorganik, 3,3 % bahan

organik terutama protein dan 1,6 % sisanya adalah air. Bahan-bahan anorganik

yang membentuk kulit telur adalah kalsium (Ca), magnesium (Mg), fosfor (P),

besi (Fe), dan belerang (S). Protein yang membentuk kulit telur terdiri dari serat-

serat yang menyerupai kolagen pada tulang rawan. Pada lapisan membran,

proteinnya membentuk musin dan keratin.

Page 47: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Gambar 1. Bagian-bagian telur

Putih telur mengandung air, protein, karbohidrat dan mineral. Protein

terdiri dari lima bentuk yang berbeda-beda, yaitu : ovalbumin, ovomukoid,

ovomusin, ovokonalmubin dan ovoglobumin. Ovalbumin paling banyak terdapat

pada bagian putih telur, yaitu sekitar 75 %. Karbohidrat terdapat dalam jumlah

sedikit, terdapat dalam bentuk manosa dan galaktosa.

Bagian kuning telur mengandung komposisi bahan lebih lengkap daripada

putih telur, yaitu air, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Protein

kuning telur terdiri dari dua macam yaitu ovovitelin dan ovolitelin dengan

perbandingan antara 4:1. Ovovitelin merupakan protein yang mengandung fosfor,

sedangkan ovolitelin sedikit mengandung fosfor tetapi banyak mengandung

belerang.

Lemak pada telur umumnya terletak dalam bagian kuning telur, yaitu kira-

kira sebanyak 99 %. Lemak dalam kuning telur terdiri dari trigliserida, fosfolipid,

strerol dan serebrosida. Kebanyakan asam-asam lemaknya terdiri dari asam

palmitat, oleat dan linoleat. Karbohidrat pada kuning telur terdapat dalam bentuk

glukosa, galaktosa, polisakarida dan glikogen.

Sulit untuk mengetahui usia telur di supermarket atau di toko hanya

dengan mengamati secara langsung. Karena warna kulit telur tidak menentukan

kualitas telur. Untuk mengetahui tingkat kesegaran telur, dapat dilakukan dengan

cara menenggelamkan telur pada air secara perlahan kemudian melihat posisi telur

pada saat mencapai dasar air. Bila posisi telur terbaring sempurna di dasar gelas

(tenggelam), maka menunjukkan bahwa usia telur sangat baru Bila sebagian telur

Page 48: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

berdiri (melayang), menunjukkan telur sudah agak lama (diperkirakan umur satu

minggu Bila telur berdiri tegak (mengapung), menunjukkan umur telur sudah

lama (antara 2 - 3 minggu).

Selain dengan cara diatas, untuk mengetahui kesegaran telur dapat juga

dilakukan dengan cara meneropong menggunakan sinar matahari atau lampu.

Peneropongan ini juga dapat membedakan telur retak atau telur yang mengandung

bahan lain di bagian dalam, seperti noda yang menyerupai darah. Untuk

meneropong telur, maka bagian ujung telur yang lebih besar ditempelkan pada

lampu, karena rongga udara telur terletak pada bagian tersebut. Pada saat

meneropong telur akan terlihat bagian dari: rongga udara telur, putih telur dan

kuning telurnya.

Usia telur juga bisa dilihat bila kita memecahkan telur di atas piring

kemudian amati. Telur yang masih baru, bila dipecahkan, bagian putihnya terlihat

masih kental. Telur dengan usia satu minggu, bagian putihnya lebih melebar dan

telur berusia 2 - 3 minggu bagian putihnya jauh lebih luas lagi, karena makin tua

usia telur makin encer.

Untuk mengetahui kondisi telur retak atau tidak, dengan mengamati ada

atau tidaknya garis putih pada permukaan kulit telur. Bila ada garis putih, maka

menunjukkan bahwa telur tersebut retak.

Mutu telur selain ditentukan oleh tingkat kesegarannya, juga ditentukan

berdasarkan pengelompokan berdasarkan ukuran telur (grading). Menurut USDA,

grading telur juga bisa didasarkan pada kedalaman rongga udara telur. Makin

kecil kedalaman rongga udara maka kualitas telur makin baik. Kualitas AA

dengan kedalaman rongga udara 1/8 inch. Kualitas A dengan kedalaman rongga

udara 3/16 inch. Kualitas B dengan kedalaman rongga udara lebih dari 3/16 inch

Beberapa negara menerapkan grading telur berdasarkan ukurannya.

Ukuran telur yang umum adalah medium, besar (large), dan sangat besar (extra

large). Beberapa faktor yang mempengaruhi grading telur, yaitu umur ayam, bibit

ayam, berat ayam, nutrisi dari ransum ayam, dan kondisi lingkungan.

Page 49: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Timbangan digital

2. Telur ayam 2 buah

B. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Menimbang telur.

3. Membersihkan salah satu telur dengan air dan membiarkan telur yang

lainnya tetap kotor.

4. Menyimpan kedua telur pada suhu ruang.

Page 50: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan

Hari ke- Telur

Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)

Warna Massa Warna Massa

1 5 63,4 5 64,7

2 5 63,5 5 64,7

3 4 63,3 5 64,5

7 3 63 4 64

Hari

ke-

Telur

Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)

8

Warna

kuning

telur

bau kekentalan Warna

kuning

telur

bau kekentalan

gelap Lebih

amis

Lebih

kental

terang amis Kurang

kental

B. Pembahasan

Telur sebagai bahan makanan yang sangat labil, artinya mudah mengalami

perubahan-perubahan apabila tidak diperlakukan dengan baik, terutama bila masih

dalam keadaan mentah. Telur mentah yang dibiarkan di udara terbuka (disimpan

dalam suhu kamar) dalam waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan

seperti : perubahan bau dan cita rasa, perubahan pH, penurunan berat telur,

pembesaran rongga udara, penurunan berat jenis, perubahan indeks putih telur,

perubahan indeks kuning telur, perubahan nilai Haugh Unit (HU), dan

pengenceran isi telur.

pH normal pada putih telur segar adalah 7,6-8,2, setelah 1 minggu pH

putih telur meningkat menjadi 9,0-9,7, kemudian untuk beberapa hari saat pH

Page 51: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

konstan dan bisa turun kembali. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan

susunan kimia dalam telur.

Penurunan berat jenis terjadi karena kehilangan berat telur tersebut.

Keadaan ini tampak jelas bila telur terapung pada saat dicelupkan ke dalam air.

Setelah disimpan selama 3 bulan, berat jenis akan turun sekitar 0,825. Rata-rata

berat telur ayam segar yang bentuknya normal sekitar 1,095 dan yang tidak

normal lebih rendah yaitu 1,088-1,090. Disamping itu berat jenis juga dipengaruhi

oleh tebal kulit. Semakin tebal kulit semakin besar berat jenisnya.

Penurunan berat telur dapat terjadi terutama akibat penguapan air yang

berasal dari telur yang berlangsung secar kontinyu. Proses ini juga bisa

diakibatkan oleh penguapan gas dari dalam telur yang berasal dari pemecahan

unsur-unsur kimia yang berasal dari zat-zat organik isi telur. Gas-gas tersebut

antara lain CO2, Amonia, dan Nitrogen.

Gambar 2. Grafik perubahan massa telur

Grafik diatas menunjukkan penurunan berat telur yang disimpan. Telur 1

mengalami penurunan berat dengan persamaan y = -0,14x+63,65 dan Telur 2

mengalami penurunan berat dengan persamaan y = -0,23x+65,05. Dari persamaan

tersebut dapat diketahui bahwa penurunan berat pada Telur 1 lebih kecil

dibandingkan pada Telur 2.

Penurunan telur yang tidak dicuci lebih besar dibandingkan telur yang

dicuci. Hal ini karena telur yang tidak dicuci masih mengandung bakteri dalam

kulit telur yang kemudian masuk ke dalam telur dan merusak unsur-unsur kimia

y = -0,14x + 63,65

y = -0,23x + 65,05

62

62,5

63

63,5

64

64,5

65

1 2 3 7

Mas

sa (

gram

)

Hari ke-

Telur 1(dicuci)

Telur 2(tidakdicuci)

Page 52: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

dalam telur. Unsur-unsur kimaia telur yang terdegradasi menghasilkan gas yang

kemudian menguap dari telur sehingga berat telur menjadi berkurang.

Perbedaan warna telur juga dipengaruhi oleh jenis induk, seperti telur

ayam berwarna putih, kuning sampai kecoklatan. Sedangkan telur bebek berwarna

biru langit. Kadang-kadang telur ada yang berbintik-bintik hal ini disebabkan

karena adanya kapang yang tumbuh pada permukaan kulit telur. Berbeda dengan

penurunan warna yang terjadi pada telur. Telur 1 atau telur yang dicuci

mengalammi perubahan warna lebih besar dibandingkan Telur 2 yang tidak dicuci.

Semakin lama penyimpanan telur, Telur 1 mengalami pemucatan warna akibat

membesarnya pori-pori dalam kulit telur.

Gambar 3. Grafik perubahan warna telur

Pembesaran rongga udara terjadi akibat proses penguapan air dan gas-gas

dari dalam telur. Biasanya rongga udara terbentuk 6-10 menit, setelah dikeluarkan

induknya dengan diameter sekitar 0,5-0,9 cm. Setelah 2 jam diameternya menjadi

1,3-2,5 cm. Selama disimpan akan menjadi semakin besar.

Pada hari ke-8 dilakukan pemecahan terhadap kedua telur untuk

mengetahui kualitas isi telur. Keduanya berbau amis akan tetapi Telur 1 (dicuci)

lebih amis daripada Telur 2. Secara alamiah telur sebenarnya tidak berbau, akan

tetapi selama penyimpanan, telur dapat menyerap bau-bauan disekitarnya melalui

pori-pori kulitnya. Telur sangat cepat menyerap bau-bauan luar terutama kalau

dekat dengan desinfektan, jamur, sayur, atau buah busuk dan lain-lain.

y = -0,7x + 6

y = -0,3x + 5,5

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 7

Sko

r w

arn

a

Hari ke-

Telur 1(dicuci)

Telur 2(tidakdicuci)

Page 53: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

Dari faktor internal, bau dapat muncul akibat pemecahan unsur-unsur

kimia dari isi telur terutama dari kerja mikroba dan akibat pengaruh suhu tinggi.

Sedangkan cita rasanya terutama kuning telur dijumpai rasa yang khas dan

berbeda-beda dengan cita rasa telur segar.

Warna kuning telur keduanya hampir sama, akan tetapi jika diamati lebih

jauh, maka Telur 1 (dicuci) mempunyai warna kuning telur lebih pekat

dibandingkan dengan Telur 2. Indeks kuning telur merupakan perbandingan

antara tinggi dengan garis tengah kuning telur. Indeks kuning telur segar berkisar

antara 0,30-0,50, umumnya antara 0,39- 0,45. Yang mempengauhi indeks kuning

telur adalah berat kuning telur dan umur simpannya. Semakin kecil beratnya,

maka semakin besar indeksnya dan semakn lama disimpan maka semakin

menurun indeks kuning telur tersebut.

Gambar 4. Telur pada hari ke-8

Dari segi kekentalan, Telur 1 lebih kental dari pada Telur 2. Pengenceran

isi telur terjadi untuk telur yang telah lama disimpan akibat pecahnya membran

vitelina yang membatasi putih dan kuning telur sehingga kedua bagian ini

bercampur. Keadaan ini dapat diamati dengan menempatkan telur yang sudah

dipecahkan pada bidang datar. Telur yang masih segar mempunyai bagian putih

dan kuning yang tebal, sedangkan telur yang lama disimpan ditandai dengan

bentuknya yang lebar dan rata.

Indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur

(albumen) dengan rata-rata lebar albumen terpendek dengan terpanjang. Pada

telur segar nilai ini berkisar antara 0,050-0,174 dan dalam keadaan normal sekitar

Page 54: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

1,090-0,120. Selama penyimpanan terjadi penurunan indeks putih telur yang

sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin

rendah indeks putih telur tersebut.

Haugh Unit merupakan suatu unit yang memberi korelasi antar tinggi

putih telur yang ketal dengan berat telur. Semakin baik kualitas putih telur

ditunjukkan oleh nilai HU yang tinggi, pada telur yang baru keluar nilai HU bisa

mencapai 100.

Umur simpan telur dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban

relatif selama telur berada di ruang penyimpanan. Suhu penyimpanan yang rendah

dapat menghambat perkembangan bakteri dalam telur sehingga telur lebih dapat

mempertahankan kualitasnya. Kelembaban relatif yang sesuai dengan telur akan

mencegah terjadinya penguapan air dari dalam telur ke luar yang mengakibatkan

susut bobot telur maupun penyerapan air dari laur ke dalam telur yang

menyebabkan putih telur mengencer. Hubungan antara suhu penyimpanan telur

dengan kelembaban relatif dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan antara suhu ruang penyimpanan telur dengan kelembaban

relative (RH) pada tray telur.

Suhu terbaik untuk telur adalah -1,5oC dengan kelembaban nisbi 82-85%.

Jika kelembaban terlalu rendah, maka isi telur akan menguap sehingga kantong

Page 55: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

udara membesar. Telur tidak boleh dibekukan karena jika isi telur membeku maka

telur akan pecah, sedangkan jika kuning telur membeku maka akan menyebabkan

kerusakan yang irreversible (tidak dapat diperbarui).

Daya simpan telur amat pendek, maka perlu perlakuan khusus jika akan

disimpan lebih lama, terutama dalam bentuk segar. Salah satu cara

memperpanjang kesegaran telur adalah dengan mengawetkannya. Pengawetan

telur segar ini berguna untuk mengatasi saat-saat harga telur rendah, sehingga

peternak tidak mengalami kerugian. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk

mengawetkan telur adalah menggunakan kulit akasia, minyak kelapa, parafin da

kantong plastik.

Pengawetan dengan kulit akasia dapat mempertahankan kesegaran telur

sampai sekitar 2 bulan. Caranya dengan menumbuk kulit akasia dan merebusnya.

Air rebusan ini digunakan untuk merendam telur segar sebelum disimpan. Untuk

setiap 10 liter air diperlukan 80 gram serbuk kulit akasia.

Pengawetan telur dengan metode minyak kelapa dapat memperpanjang

umur simpan telur sampai 3 minggu. Cara pengawetannya dengan memanaskan

minyak kelapa sampai mendidih dan didiamkan sampai dingin. Telur yang akan

diawetkan dibersihkan dahulu, kemudian dicelupkan satu per satu dalam minyak

tersebut. Telur selanjutnya diangkat dan ditiriskan, lalu disimpan dalam rak-rak.

Untuk setiap 1 liter minyak kelapa dapat untuk mengawetkan telur sekitar 70 kg.

Dengan menggunakan parafin, telur akan bisa diawetkan hingga 6 bulan.

Caranya dengan membersihkan telur dengan alkohol 96%. Sementara parafin

dipersiapkan dengan memanasakan parafin hingga suhu 50-60oC. Telur

dicelupkan selama 10 menit, telur selanjutnya diangkat, ditiriskan dan disimpan

dalam rak telur. Untuk 1 liter parafin dapat mengawetkan sekitar 100 kg.

Pengawetan dengan kantong plastik hanya dapat memperpanjang umur

simpan sampai 3 minggu, caranya adalah dengan membersihkan telur terlebih

dahulu, kemudian masukkan dalam kantong plastik yang cukup tebal. Selama

penyimpanan tidak boleh ada keluar masuk kantong. Oleh karena itu, kantong

harus ditutup rapat-rapat, misalnya menggunakan patri kantong plastik elektrionik

(sealer).

Page 56: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Telur mentah yang dibiarkan di udara terbuka (disimpan dalam suhu

kamar) dalam waktu yang lama akan mengalami beberapa perubahan

seperti : perubahan bau dan cita rasa, perubahan pH, penurunan berat telur,

pembesaran rongga udara, penurunan berat jenis, perubahan indeks putih

telur, perubahan indeks kuning telur, perubahan nilai Haugh Unit (HU),

dan pengenceran isi telur.

2. Telur yang dicuci mengalami penurunan massa yang lebih kecil dan

penurunan warna lebih besar dibandingkan dengan telur yang tidak dicuci.

3. Umur simpan telur dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban

relatif selama telur berada di ruang penyimpanan.

4. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan telur adalah

menggunakan kulit akasia, minyak kelapa, parafin da kantong plastik.

B. Saran

Sebaiknya selama pengamatan, asisten bertanggungjawab terhadap

kelangsungan pengamatan sehingga data yang didapat merupakan data yang lebih

baik.

Page 57: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Teknologi Pangan dan Agroindustri. Jurusan Teknologi Pangan

dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Dwiari, Sri Rini et.al. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan

Nasional, Jakarta

Page 58: Laporan Fistek 1-4 Siska Dwi Carita (A1H009055)

LAMPIRAN

Acc Acara IV

Hari ke- Telur

Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)

Warna Massa Warna Massa

1 5 63,4 5 64,7

2 5 63,5 5 64,7

3 4 63,3 5 64,5

7 3 63 4 64

Hari ke-

Telur

Bersih (Telur 1) Kotor (Telur 2)

8

Warna

kuning

telur

bau kekentalan Warna

kuning

telur

bau kekentalan

gelap Lebih

amis

Lebih

kental

terang amis Kurang

kental