Konseling Diet TB

2
emasuki Tahun 2012 Pemerintah Kabupaten MSleman menggulirkan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Program ini meneruskan program sebelumnya yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Beberapa kebijakan baru turut mewarnai penggantian tersebut. Salah satunya adalah dibukanya kembali kepesertaan untuk masyarakat umum/mandiri yang sempat dihentikan pada tahun 2010. Banyak keluhan masyarakat pasca digulirkannya program baru ini. Masyarakat merasa “susah” mengakses manfaat program saat dirawat di rumah sakit. Ini karena adanya ketentuan bahwa peserta baru bisa mendapatkan manfaat 2 bulan setelah terdaftar sebagai peserta. Jamkesda dan Asuransi Sosial: Beberapa Modifikasi Pasal 19 ayat (1) UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengharuskan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan berdasar prinsip asuransi sosial. Ada tiga ciri pokok asuransi sosial. Pertama, iuran/premi relatif kecil dan besarannya sama untuk setiap peserta. Kedua, manfaat/paket jaminan dibuat sama untuk semua peserta. Ketiga, kepesertaan bersifat wajib atas dasar undang- undang. Kewajiban ini akan memaksa kepesertaan bersifat kelompok. Semakin besar anggota kelompok, semakin menguntungkan dari sisi pooling anggaran mengikuti hukum jumlah besar (The Law of The Large Number ). Perkalian jumlah anggota yang besar dengan iuran/premi menyebabkan pooling anggaran yang besar pula untuk biaya peserta saat sakit. Contoh asuransi model ini adalah Askes dengan peserta kelompok PNS. Program Jamkesda Kabupaten Sleman tidaklah secara ketat menerapkan ciri-ciri pokok asuransi sosial. Modifikasi dilakukan menyesuaikan kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya menerima asuransi kesehatan. Tentu saja ini mengandung risiko kegagalan dalam mewujudkan pooling anggaran dan keuangan yang sehat. Masyarakat belum pada tingkatan “ asuransi minded ”. Filosofi “sedia payung sebelum hujan” belum familier dalam mensikapi kemungkinan terjadinya sakit. Padahal masyarakat tahu bahwa sakit merupakan satu kepastian dan tidak bisa diramal kapan terjadi. Baru setelah sakit dengan biaya besar terjadi, masyarakat bingung. Pasal 7 ayat (1) dan (2) Perda No. 11/2010 mewajibkan masyarakat mengikuti Program Jamkesda. Namun tidak ada rumusan – “atau lebih tepat jika dikatakan tidak mungkin dirumuskan” – sanksi bagi yang tidak mengikuti. Konsekwensinya, status wajib ini tidak mempunyai daya dorong untuk memobilisasi masyarakat guna mewujudkan pooling peserta yang besar sebagai ciri pokok asuransi sosial. Padahal dengan manfaat sebagaimana diatur dalam Perbup No. 41/2011, dengan iuran sebesar 60.000,- /jiwa/tahun paling tidak dibutuhkan peserta 150.000 jiwa agar keuangan program tetap sehat. Untuk menyelaraskan dengan status wajib, rekruitmen dimodifikasi guna memudahkan masyarakat menjadi peserta. Pasal 4 ayat (9) huruf a Perbup 41/2011 membuka peluang diterimanya peserta perseorangan. Jenis kepesertaan yang sebenarnya tidak dikenal dalam asuransi sosial. Ada pun pengertian kelompok dibuat longgar. Cukup 25 orang sudah memenuhi syarat. Sekali lagi, modifikasi ini diperlukan untuk menyesuaikan EDISI 2/2012/ 20 JENDELA Husada onseling dan suplementasi nutrisi dapat membantu Kuntuk meningkatkan hasil terapi pada pasien tuberkulosis. Penelitian randomized control trial (RCT) yang dilakukan oleh Paton et al pada tahun 2003 di Singapura memperlihatkan bahwa konseling nutrisi untuk meningkatkan asupan energi, protein dan lemak dikombinasikan dengan konsumsi suplemen yang dimulai sejak fase awal pengobatan TB, menghasilkan peningkatan signifikan dalam berat badan dan fungsi fisik setelah enam minggu. Melihat pentingnya asuhan nutrisi pada pasien TB tersebut, maka Puskesmas Godean II mulai tahun 2011 melaksanakan prosedur standar konseling nutrisi pada pasien yang menjalani pengobatan TB. Pasien yang telah didiagnosis TB oleh dokter dan siap menjalani terapi kemudian dirujuk ke poli gizi dengan membawa informasi/hasil pemeriksaan, selanjutnya nutrisionis mengkaji secara detail tentang keadaan pasien secara keseluruhan. Setelah diagnosa nutrisi ditentukan, langkah selanjutnya adalah menetapkan pedoman diet. Pedoman nutrisi untuk penderita TB yang diterapkan di Puskesmas Godean II mengambil sumber dari penelitian- penelitian yang telah direview dalam Nutritional Supplements for Godean II diberikan motivasi untuk mengkonsumsi lebih banyak protein baik hewani maupun nabati, hingga minimal mencapai 75-100 gram perhari. Anjuran untuk konsumsi putih telur dan segelas susu setidaknya 2 kali sehari (siang dan sore hari) juga ditekankan. Asupan mikronutrien tidak kalah pentingnya dengan nutrisi yang lain. Oleh karena itu, pada pasien TB di Puskesmas Godean II diberikan pula edukasi mengenai makanan dengan kadar vitamin A dan zink yang tinggi. Kebutuhan vitamin B6 yang meningkat karena penggunaan isoniazid juga harus diberitahukan, disertai suplementasi vitamin B6 setiap hari. Asupan cairan tidak boleh dilupakan, setidaknya 10-12 gelas air putih wajib diminum setiap hari oleh pasien. Selain karena kebutuhan cairan yang harus terpenuhi saat sakit, fungsi klirens ginjal terhadap obat- obatan TB juga harus dijaga agar tetap lancar. Dalam memberikan diet/pengaturan makan wajib diperhatikan tahapan/fase seberapa asupan yang dibutuhkan dan kemampuan pasien pasien dalam menerima makanan. Hal tersebut dikarenakan agar tidak terjadi refeeding syndrome, terutama pada pasien TB yang mengawali terapi dengan status nutrisi yang buruk. (Alfian Destiadi) People Being Treated for Active Tuberculosis. Pada pasien TB perlu dilakukan penambahan kalori, yakni sekitar 10%-30%. Apabila pasien diberikan sesuai pembagian makan sehari 3 kali dengan (presentase 30% pagi dan 35% siang dan sore), mungkin justru menimbulkan kesulitan. Pada awal fase intensif pengobatan, pasien TB mungkin masih mengalami batuk dan ketidaknyamanan dalam bernafas yang berdampak pada tingkat penerimaan makanan. Belum lagi dosis obat fase intensif yang masih cukup tinggi seringkali menimbulkan rasa mual pada pasien. Anjuran makan yang dilakukan dalam penanganan pasien TB di Puskesmas Godean II adalah makan dengan porsi sedikit tapi sering, mulai dari 4x -6x per harinya dengan tambahan 3x makanan selingan. Protein diberikan setiap kali makan 2 porsi masing-masing untuk hewani dan nabati. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan adalah jarak antara obat dan makanan, karena dapat mempengaruhi bioavailabilitas isoniazid dan rifampisin dalam regimen terapi TB, setidaknya diberikan jarak 30 menit - 1 jam setelah meminum obat Fixed Drug Combination (FDC) di pagi hari baru kemudian sarapan. Pasien TB di Puskesmas Konseling Gizi Bagi Penderita TB Inovasi EDISI 2/2012/ 13 JENDELA Husada

description

-----

Transcript of Konseling Diet TB

emasuki Tahun 2012 Pemerintah Kabupaten MSleman menggulirkan

program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Program ini m e n e r u s k a n p r o g r a m sebelumnya yaitu Jaminan P e m e l i h a r a a n K e s e h a t a n Masyarakat (JPKM). Beberapa kebijakan baru turut mewarnai penggantian tersebut. Salah satunya adalah dibukanya kembali kepesertaan untuk masyarakat umum/mandiri yang sempat dihentikan pada tahun 2010. Banyak keluhan masyarakat pasca digulirkannya program baru ini. Masyarakat merasa “susah” mengakses manfaat program saat dirawat di rumah s a k i t . I n i k a r e n a a d a n y a ketentuan bahwa peserta baru bisa mendapatkan manfaat 2 bulan setelah terdaftar sebagai peserta.

Jamkesda dan Asuransi Sosial: Beberapa Modifikasi

Pasal 19 ayat (1) UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengharuskan penyelenggaraan Jaminan

Kesehatan berdasar prinsip asuransi sosial. Ada tiga ciri pokok a s u r a n s i s o s i a l . P e r t a m a , iuran/premi relatif kecil dan besarannya sama untuk setiap peserta. Kedua, manfaat/paket jaminan dibuat sama untuk semua peserta. Ketiga, kepesertaan bersifat wajib atas dasar undang-undang. Kewajiban ini akan memaksa kepesertaan bersifat kelompok. Semakin besar anggota k e l o m p o k , s e m a k i n menguntungkan dari sisi pooling anggaran mengikuti hukum jumlah besar (The Law of The Large N u m b e r ) . Perkal ian jumlah anggota yang besar dengan i u r a n / p r e m i m e n y e b a b k a n pooling anggaran yang besar pula untuk biaya peserta saat sakit. Contoh asuransi model ini adalah Askes dengan peserta kelompok PNS.

P r o g r a m J a m k e s d a Kabupaten Sleman tidaklah secara ketat menerapkan ciri-ciri pokok asuransi sosial. Modifikasi dilakukan menyesuaikan kondisi m a s y a r a k a t y a n g b e l u m sepenuhnya menerima asuransi

k e s e h a t a n . T e n t u s a j a i n i mengandung risiko kegagalan dalam mewujudkan pooling anggaran dan keuangan yang sehat. Masyarakat belum pada tingkatan “a s u r a n s i m i n d e d” . Filosofi “sedia payung sebelum hujan” belum familier dalam m e n s i k a p i k e m u n g k i n a n t e r j a d i n y a s a k i t . P a d a h a l masyarakat tahu bahwa sakit merupakan satu kepastian dan tidak bisa diramal kapan terjadi. Baru setelah sakit dengan biaya b e s a r t e r j a d i , m a s y a r a k a t bingung.

Pasal 7 ayat (1) dan (2) Perda No. 11/2010 mewajibkan masyarakat mengikuti Program Jamkesda. Namun tidak ada rumusan – “atau lebih tepat jika d i k a t a k a n t i d a k m u n g k i n dirumuskan” – sanksi bagi yang t i d a k m e n g i k u t i . Konsekwensinya, status wajib ini tidak mempunyai daya dorong untuk memobilisasi masyarakat guna mewujudkan pooling peserta yang besar sebagai ciri pokok asuransi sosial. Padahal dengan manfaat sebagaimana diatur dalam Perbup No. 41/2011, dengan iuran sebesar 60.000,-/ j i w a / t a h u n p a l i n g t i d a k dibutuhkan peserta 150.000 jiwa agar keuangan program tetap sehat. Untuk menyelaraskan dengan status wajib, rekruitmen dimodifikasi guna memudahkan masyarakat menjadi peserta. Pasal 4 ayat (9) huruf a Perbup 41/2011 membuka peluang diterimanya peserta perseorangan. Jenis kepesertaan yang sebenarnya tidak dikenal dalam asuransi sosial. Ada pun pengertian kelompok dibuat longgar. Cukup 25 orang sudah memenuhi syarat. Sekal i lagi , modif ikasi ini diperlukan untuk menyesuaikan

EDISI 2/2012/ 20JENDELA Husada

onseling dan suplementasi nutrisi dapat membantu Kuntuk meningkatkan hasil

terapi pada pasien tuberkulosis. Penelitian randomized control trial (RCT) yang dilakukan oleh Paton et al pada tahun 2003 di Singapura memperlihatkan bahwa konseling nutrisi untuk meningkatkan asupan e n e r g i , p r o t e i n d a n l e m a k dikombinasikan dengan konsumsi suplemen yang dimulai sejak fase awal pengobatan TB, menghasilkan peningkatan signifikan dalam berat badan dan fungsi fisik setelah enam minggu.

Melihat pentingnya asuhan nutrisi pada pasien TB tersebut, maka Puskesmas Godean II mulai tahun 2011 melaksanakan prosedur standar konseling nutrisi pada pasien yang menjalani pengobatan TB. Pasien yang telah didiagnosis TB oleh dokter dan siap menjalani terapi kemudian dirujuk ke poli gizi dengan membawa informasi/hasil p e m e r i k s a a n , s e l a n j u t n y a nutrisionis mengkaji secara detail tentang keadaan pasien secara keseluruhan. Setelah diagnosa nutr is i ditentukan, langkah selanjutnya adalah menetapkan pedoman diet. Pedoman nutrisi u n t u k p e n d e r i t a T B y a n g diterapkan di Puskesmas Godean II mengambil sumber dari penelitian-penelitian yang telah direview dalam Nutritional Supplements for

G o d e a n I I d i b e r i k a n motivasi untuk mengkonsumsi lebih banyak protein baik hewani maupun nabati, hingga minimal mencapai 75-100 gram perhari. Anjuran untuk konsumsi putih telur dan segelas susu setidaknya 2 kali sehari (siang dan sore hari) juga ditekankan.

Asupan mikronutrien tidak kalah pentingnya dengan nutrisi yang lain. Oleh karena itu, pada pasien TB di Puskesmas Godean II diberikan pula edukasi mengenai makanan dengan kadar vitamin A dan zink yang tinggi. Kebutuhan vitamin B6 yang meningkat karena penggunaan i s o n i a z i d j u g a h a r u s d i b e r i t a h u k a n , d i s e r t a i suplementasi vitamin B6 setiap hari.

Asupan cairan tidak boleh dilupakan, setidaknya 10-12 gelas air putih wajib diminum setiap hari oleh pasien. Selain karena kebutuhan cairan yang harus terpenuhi saat sakit, fungsi klirens ginjal terhadap obat-obatan TB juga harus dijaga agar tetap lancar.

D a l a m m e m b e r i k a n diet/pengaturan makan wajib diperhatikan tahapan/fase s e b e r a p a a s u p a n y a n g dibutuhkan dan kemampuan pasien pasien dalam menerima m a k a n a n . H a l t e r s e b u t dikarenakan agar tidak terjadi refeeding syndrome, terutama pada pasien TB yang mengawali terapi dengan status nutrisi yang buruk. (Alfian Destiadi)

People Being Treated for Active Tuberculosis.

P a d a p a s i e n T B p e r l u dilakukan penambahan kalori, yakni sekitar 10%-30%. Apabila pasien diberikan sesuai pembagian makan sehari 3 kali dengan (presentase 30% pagi dan 35% siang dan sore), mungkin justru menimbulkan kesulitan. Pada awal fase intensif pengobatan, pasien TB mungkin masih mengalami batuk dan ketidaknyamanan dalam bernafas yang berdampak pada tingkat penerimaan makanan. Belum lagi dosis obat fase intensif yang masih cukup tinggi seringkali menimbulkan rasa mual pada pasien. Anjuran makan yang dilakukan dalam penanganan pasien TB di Puskesmas Godean II adalah makan dengan porsi sedikit tapi sering, mulai dari 4x -6x per harinya dengan tambahan 3x m a k a n a n s e l i n g a n . P r o t e i n diberikan setiap kali makan 2 porsi masing-masing untuk hewani dan nabati. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan adalah jarak antara obat dan makanan, karena dapat mempengaruhi bioavailabilitas isoniazid dan rifampisin dalam regimen terapi TB, setidaknya diberikan jarak 30 menit - 1 jam setelah meminum obat Fixed Drug Combination (FDC) di pagi hari baru kemudian sarapan.

Pasien TB di Puskesmas

Konseling Gizi Bagi Penderita TB

Inovasi

EDISI 2/2012/ 13JENDELA Husada

dengan kondisi masyarakat. Tidaklah bijak jika status wajib tersebut tidak diimbangi kemudahan menjadi peserta. Tidak mudah mengelompokkan masyarakat dalam jumlah besar sementara itu belum dipandang sebagai kebutuhan.Potensi Bahaya Moral

Ada beberapa celah bagi tumbuh suburnya bahaya moral dengan dimodifiikasinya ciri-ciri pokok asuransi sosial pada program J a m k e s d a . K e c e n d e r u n g a n masyarakat yang baru sadar biaya pasca sakit, menyebabkan mereka baru berminat mengikuti asuransi kesehatan setelah sakit. Potensi ini terbuka seiring dengan dibukanya kepesertaan perseorangan.

P a d a k a s u s g a g a l g i n j a l misalnya, maka dengan iur Rp. 60.000,- akan terdaftar sebagai peserta. Mungkin esoknya cuci darah di rumah sakit. Peserta mendapat santunan Rp. 300.000,-/tindakan. Jika frekwensi cuci darah 3 kali seminggu maka akan mendapat santunan Rp. 43.200.000,-. Ini setara dengan iuran 720 peserta. Artinya satu orang peserta gagal ginjal membutuhkan subsidi 719 peserta sehat untuk biaya sakitnya. Tapi jika mayoritas peserta orang sakit, dari mana subsidi biaya didapat?

Potensi lain adalah ketentuan sedikitnya jumlah anggota untuk peserta kelompok. Pasal 4 ayat (9) huruf b Perbup No. 41/2001 hanya mempersyaratkan 25 orang. Pasal ini mudah disiasati. Satu saja pasien “berpromosi” di rumah sakit, mudah terkumpul 25 orang sakit. Mereka tentu antusias bergabung dengan Jamkesda. Bayangkan, 25 orang identik dengan iuran Rp. 1.500.0000,-. Tapi berpuluh/berratus juta santunan biaya sakit akan mereka keruk. Hitung-hitungan tersebut bisa m e n j a d i g a m b a r a n . P e s e r t a diuntungkan, tapi pengelola program bisa bangkrut. Ini berbahaya bagi keberlanjutan program. Jika program berhenti di tengah jalan, peserta juga yang akan dirugikan.

Langkah Antisipasif

Beberapa kebijakan telah diambil sebagai antisipasi potensi bahaya moral di atas. Pasal 4 ayat (9) huruf a Perbup No. 41/2011 hanya memberikan kesempatan peserta perorangan mendaftar di bulan Januari dan Juli. Pasal ini akan menghambat orang yang terkena gagal ginjal di bulan Pebruari misalnya, untuk menjadi peserta. Mau tidak mau harus menunggu bulan Juli. Mungkin sakitnya sudah tak tertangani dan meninggal. Tidak ada manfaatnya menjadi peserta di bulan itu.

B a r a n g k a l i p e l u a n g menjadi peserta sesegera mungkin masih terbuka jika mengacu ayat (9) huruf b pasal yang sama. Peserta kelompok dimungkinkan mendaftar setiap saat. Tapi pemanfaatan jaminan akan terganjal Pasal 9 ayat (4) Perda No. 11 / 2010 di mana jaminan hanya bisa didapatkan 2 bulan pasca menjadi peserta.

Pasal-pasal di atas dibuat s e d e m i k i a n r u p a u n t u k memerangi paradigma “menjadi peserta Jamkesda jika sakit”. Harapannya dalam jangka panjang paradigma masyarakat bisa

diperbaiki. Daripada menjadi peserta saat sakit tapi tidak bisa mendapatkan manfaat, lebih baik ikut saat sehat walaupun mungkin tidak akan sakit. Jadi, “Sedia Payung Sebelum Hujan”. Iuran mereka yang sehat bisa t e r m a n f a a t k a n u n t u k membantu biaya peserta yang sakit. Potensi ini akan menjaga keuangan Jamkesda tetap sehat t a n p a d i b a y a n g - b a y a n g i ancaman kebangkrutan.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Komunikasi dengan masyarakt guna menjelaskan substansi program harus dibangun. Yang perlu diingat, Jamkesda bukan hanya tugas unit kerja atau SKPD tertentu. Jamkesda m e r u p a k a n p r o g r a m pemerintah kabupaten. Jadi menjadi tanggung jawab semua unsur pemerintah kabupaten. Tentunya sesuai peran masing-masing. Mudah-mudahan ke depan, pertanyaan/keluhan sebagaimana diuraikan pada bagian pengantar tulisan ini bisa d i e l i m i n i r . P a l i n g t i d a k dikurangi.

Agus Triono, STKepala UPT JPKM Kabupaten Sleman

Orang Sehat pun punya Jamkesda

EDISI 2/2012/ 14JENDELA Husada EDISI 2/2012/ 19JENDELA Husada

Kiprah Desa Siaga Wonokerto dalam Penanggulangan TB

Inovasi

embentukan desa siaga di Desa Wonokerto sangat Pstrategis mengingat desa

ini merupakan desa dengan bahaya bencana erupsi merapi. U n t u k m e n d u k u n g p e r a n promotif dan preventifnya, d a l a m k e p e n g u r u s a n n y a Poskesdes Desa Wonokerto membentuk seksi pencegahan penyakit. Seksi ini bertugas mengumpulkan semua data dan informasi di masyarakat yang berkaitan dengan kejadian penyakit. Kegiatan ini telah mendapat dukungan dari tokoh masyarakat seperti kepala dusun, sehingga setiap hari Kamis akan ada penyampaian informasi di masing-masing dusun yang difasilitasi oleh pemerintah Desa. Menurut koordinator Poskesdes Desa Wonokerto bidan Yamsiyah A.md.Keb,, seksi ini bertujuan menanggulangi permasalahan penyakit yang rawan seperti

Poskesdes dan Puskemas ini menghasikan garis besar rencana program kegiatan di tahun 2012. Salah satunya adalah meningkatkan upaya penanggulangan penyakit TB melalui penyuluhan dan kampanye PHBS.

Selanjutnya pada hari Jumat tangggal 30 Maret 2012 dilaksanakan senam sehat b e r s a m a d i h a l a m a n Puskesmas Turi. Rangkaian kegiatan diakhiri pada hari Selasa tanggal 2 April 2012 d e n g a n p e l a k s a n a k a n refrheshing kader Posyandu se-Kecamatan Turi yang b e r t e m p a t d i D e s a Wonokerto. Dalam kegiatan ini dilakukan penyegaran dan motivasi bagi kader untuk selalu meng-kampanyekan PHBS serta melaksanakan pengamatan penyakit di m a s y a r a k a t . D e n g a n keterlibatan kader Posyandu, akan memperluas jejaring p e n a n g g u l a n g a n T B d i masyarakat sehingga akan tercipta sistem surveilans berbasis masyarakat.

Pada akhirnya desa s i a g a W o n o k e r t o s i a p b e r p a r t i s i p a s i d a l a m m e n u n j a n g k o m i t m e n Indonesia dalam MDGs pada t u j u a n k e - 6 y a i t u mengendalikan penyakit menular (TB). (Bayu Adi Arjito)

malaria dan TB Paru.

Untuk menyebarluaskan informasi tentang bahaya TB di m a s y a r a k a t , d i l a k u k a n sosialisasi bersama antara Puskesmas dengan Poskesdes. Diantaranya berupa penyuluhan TB, pemasangan spanduk TB, pembagian stiker TB, dan pemutaran film TB. Rangkaian kegiatan diawali pada saat peringatan hari TBC tanggal 24 Maret di Puskesmas berupa pemutaran film. Dilanjutkan pertemuan tingkat desa di Desa Wonokerto yang difasilitasi oleh Puskesmas Turi pada tanggal 28 Maret 2012. Kegiatan i n i b e r t e m p a t d i r u a n g P o s k e s d e s W o n o k e r t o , sekaligus sebagai syukuran selesainya penataan ruangan pasca erupsi Merapi 2010 lalu.

Pertemuan yang dihadiri segenap unsur Pemerintah Desa, Kepala Dusun, Pengurus