kompetensirelawanpenangananaspekpsikologispenyintas

5
KOMPETENSI RELAWAN PENANGANAN ASPEK PSIKOLOGIS PENYINTAS Rekan-rekan profesi Psikologi ytk, Saya tertarik untuk ikut memberikan komentar tentang isu: Kompetensi Relawan dalam Penanganan Penyintas. Saat ini melihat respons kalangan profesi psikologi via berbagai milis dan media maupun respon masyarakat secara umum, saya terus terang merasa sangat senang dan bangga. Solidaritas, kepedulian dan motivasi untuk bantu sesama sangat tampak dengan jelas. Ada suatu niat baik secara individu maupun kelompok untuk membantu. Meski demikian, saya pikir niat baik adalah prasyarat utama namun niat baik tersebut tampaknya perlu ditunjang oleh kemampuan, keterampilan untuk menjadi penolong yang efektif. Hal yang perlu diingat adalah relawan adalah orang luar bagi komunitas penyintas. Komunitas penyintas lah yang paling tahu secara tepat apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara pemenuhannya yang sesuai. Jadi kalau dikaitkan dengan kompetensi relawan psikologi, menurut saya pertanyaan utamanya adalah: kalau saya jadi penyintas, apa yang saya inginkan orang lain lakukan pada saya sehingga saya merasa senang dan terbantu terutama dalam mengatasi kesedihan dan hal lain yang tidak enak buat saya di pikiran maupun hati saya ? dengan menjawab pertanyaan tersebut, menurut saya yang penting dilakukan oleh relawan psikologi adalah: memberikan dukungan dengan memprioritaskan dignity penyintas. Oleh karena itu, saya berpendapat kalau kompetensi utama yang diharapkan adalah: seseorang yang mampu memberikan dukungan, pendampingan yang menenangkan, memancarkan ketenangan, kehangatan melalui cara komunikasi verbal & non- verbal yang terapeutik (tidak terlalu banyak berbicara, bertanya tentang kesulitan yang dihadapi), mampu hadir dan ada untuk penyintas. Siapakah yang memiliki kompetensi ini ? Saya pikir tidak terbatas pada psikolog klinis tetapi

description

dokumen kompetensi relawan

Transcript of kompetensirelawanpenangananaspekpsikologispenyintas

Page 1: kompetensirelawanpenangananaspekpsikologispenyintas

KOMPETENSI RELAWAN PENANGANAN ASPEK PSIKOLOGIS PENYINTAS

Rekan-rekan profesi Psikologi ytk, Saya tertarik untuk ikut memberikan komentar tentang isu: Kompetensi Relawan dalam Penanganan Penyintas. Saat ini melihat respons kalangan profesi psikologi via berbagai milis dan media maupun respon masyarakat secara umum, saya terus terang merasa sangat senang dan bangga. Solidaritas, kepedulian dan motivasi untuk bantu sesama sangat tampak dengan jelas. Ada suatu niat baik secara individu maupun kelompok untuk membantu.  Meski demikian, saya pikir niat baik adalah prasyarat utama namun niat baik tersebut tampaknya perlu ditunjang oleh kemampuan, keterampilan untuk menjadi penolong yang efektif. Hal yang perlu diingat adalah relawan adalah orang luar bagi komunitas penyintas. Komunitas penyintas lah yang paling tahu secara tepat apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara pemenuhannya yang sesuai.  Jadi kalau dikaitkan dengan kompetensi relawan psikologi, menurut saya pertanyaan utamanya adalah: kalau saya jadi penyintas, apa yang saya inginkan orang lain lakukan pada saya sehingga saya merasa senang dan terbantu terutama dalam mengatasi kesedihan dan hal lain yang tidak enak buat saya di pikiran maupun hati saya ?dengan menjawab pertanyaan tersebut, menurut saya yang penting dilakukan oleh relawan psikologi adalah: memberikan dukungan dengan memprioritaskan dignity penyintas.  Oleh karena itu, saya berpendapat kalau kompetensi utama yang diharapkan adalah: seseorang yang mampu memberikan dukungan, pendampingan yang menenangkan, memancarkan ketenangan, kehangatan melalui cara komunikasi verbal & non-verbal yang terapeutik (tidak terlalu banyak berbicara, bertanya tentang kesulitan yang dihadapi), mampu hadir dan ada untuk penyintas. Siapakah yang memiliki kompetensi ini ? Saya pikir tidak terbatas pada psikolog klinis tetapi siapapun. Saya pikir saat ini yang memerlukan dukungan atau bantuan yang berdampak pada aspek psikologis sangat besar sehingga penting untuk berstrategi untuk bisa lebih dirasakan manfaatnya sebanyak-banyaknya.  Untuk situasi saat ini, saya pikir sebagai kalangan psikologi kita sebaiknya tidak mempersempit bantuan atau metode penanganan aspek psikologis penyintas hanya pada konseling trauma atau teknik - teknik terapi trauma tertentu, sehingga kalangan psikologi yang ingin terlibat dalam penanganan psikologis menjadi ragu dan bertanya apa yang bisa dilakukan karena tidak 'akrab' dengan suatu proses konseling, terapi maupun intervensi psikologis terapeutik lainnya.Mengingat konseling maupun teknik-teknik terapi trauma tertentu tidak dibutuhkan oleh semua penyintas dan juga tidak selalu cocok/sesuai untuk penyintas yang sangat beragam. Ada saatnya, berbagai macam 'jurus' konseling atau terapi trauma tertentu dirasakan efektif dan membantu dengan catatan dilakukan oleh

Page 2: kompetensirelawanpenangananaspekpsikologispenyintas

mereka yang kompeten, mendalami 'jurus' tersebut dan dilakukan pada penyintas yang sesuai pula dengan 'jurus' tersebut. Saya sangat menghargai dan senang jika ada kalangan psikologi yang mau turun langsung menjumpai penyintas untuk membantu mereka. Saran saya: jadilah teman dan sahabat untuk mereka, jangan jadi psikolog atau konselor atau terapis untuk mereka. Kalau mau turun saat ini, meski kita seorang yang berlatar belakang pendidikan psikologi, kita harus 'menanggalkan' jubah kalangan psikologi kita dan siap melakukan tugas kegiatan kerelawanan secara umum, mis: dalam bidang logistik. Meskipun demikian, tentunya saya berharap: relawan dari kalangan psikologi harus ada bedanya dengan relawan lain yang bukan dari kalangan psikologi. Bedanya adalah dalam memperlakukan penyintas. Relawan psikologi tidak hanya berpikir bagaimana supaya bantuan makanan ini dibagikan habis tetapi juga berpikir bagaimana cara memberikannya supaya penyintas merasakan kelegaan, kehangatan, tidak merasa harga dirinya 'diinjak-injak' karena tiba-tiba mendapatkan status baru sebagai 'pengungsi'. Relawan psikologi tidak memulai topik pembicaraan mengenai kesedihannya melainkan karena dirasakan sudah menjadi teman maka penyintas lah yang akan memulai pembicaraan dengan bertanya kepada relawan psikologi dan masih banyak lagi hal-hal konkret yang dapat diperoleh bersama dari pengalaman banyak rekan-rekan kalangan psikologi yang memiliki kesempatan berinteraksi langsung dengan penyintas saat menghadapi situasi sulit pasca bencana. Intinya berbagai bantuan/dukungan punya implikasi pada pemulihan psikologis penyintas, jadi menurut saya memberikan bantuan logistik pun merupakan suatu intervensi psikologis.  Tujuan utama dukungan psikologis saat ini adalah: normalisasi: normalisasi reaksi dan aktivitas sosial penyintas tanpa menebar label yang berkonsekuensi pada stigma, memberdayakan penyintas dengan semaksimal mungkin memberikan kesempatan penyintas untuk berpartisipasi. Dalam pemulihan psikologis di fase awal, sebagai relawan dengan niat membantu kita tidak diharapkan melakukan hal-hal yang masih bisa dilakukan oleh penyintas, misalnya: kalau ada beberapa ibu yang bisa memasak lebih mereka lah yang memasak di dapur umum bukan sepenuhnya menjadi tugas relawan dengan alasan kasihan dan merepotkan ibu-ibu dari komunitas penyintas.    Saat di lapangan, sambil menjadi 'teman' baru bagi penyintas, relawan kalangan psikologi pun diharapkan dapat melakukan deteksi dini: mengenali individu-individu tertentu yang tampaknya perlu dibantu oleh kalangan psikologi yang profesional dalam penanganan individu yang menjadi sangat berubah dan mengalami dampak yang cukup hebat pasca pengalaman sulit. Pengetahuan mengenai ciri-ciri atau tanda-tanda individu yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus penting untuk diketahui oleh relawan kalangan psikologi. Dalam hal ini, rekan-rekan psikolog klinis, saya pikir punya resources yang dapat membantu dalam deteksi dini.  Selain itu, untuk teman-teman kalangan psikologi yang akan turun langsung membantu, harapannya tidak hanya mendeteksi masalah/keluhan/tanda-tanda distres saja tetapi juga melihat individu atau kelompok dari dalam komunitas penyintas sendiri yang tidak hanya tangguh tetapi potensial sebagai sumber dukungan psikologis bagi komunitasnya. Jadi

Page 3: kompetensirelawanpenangananaspekpsikologispenyintas

selain deteksi dini yang berhubungan dengan masalah psikologis tetapi juga deteksi dini potensi lokal yang dapat semakin diberdayakan terutama setelah fase emergensi. Mengingat pemulihan pasca bencana tidak sebentar dan tidak bisa reaktif, hit & run. Tentang hal-hal praktis ini, secara konseptual oleh banyak ahli di luar negeri sana disebut sebagai Psychological First Aid (PFA), kalau teman-teman ingin tahu lebih mendalam silahkan browsing ada banyak bahan tentang PFA, beberapa lembaga pun yang saya tahu punya modulnya atau bisa share banyak hal tentang hal ini,mis: Pusat Krisis F.Psi UI-UNPAD-UNAIR, Yayasan Pulih, kalau teman-teman tertarik tentang penanganan aspek psikologis bencana, sekarang ada jejaring multidisiplin (tidak hanya kalangan psikologi) yang bernama: Jaringkawan, disana pun juga ada info mengenai PFA dan info penting lainnya tentang bagaimana berespons. Forum ini terbuka, saya sarankan teman-teman ikut ambil bagian didalamnya.    Saya setuju bahwa pendekatan relawan (termasuk media) kepada penyintas yang efektif bisa dipelajari dan dilatih melalui sharing pengalaman konkret siapapun yang pernah melakukan berinteraksi dengan penyintas bencana. Sepengetahuan saya, sudah cukup banyak kalangan psikologi yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, mumpung dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa, saya bersedia ikut dalam kegiatan sharing berbagi pengalaman untuk berstrategi dan semakin memantapkan teman-teman yang akan ke lapangan secara langsung.     Di akhir tulisan saya ini, Saya sependapat dengan sebuah artikel di koran kompas hari ini yang ditulis seorang psikiater dari Surabaya. Dalam artikel tsb penulis berpendapat bahwa masa sekarang ini adalah masa bulan madu bencana, penyintas masih merasakan betapa mereka masih diperhatikan (meski belum memadai), betapa 'baiknya' orang-orang dari luar datang membantu. Demikian pula pada para relawan, individu maupun sebagai lembaga, betapa penting dan heroiknya berbagai usaha untuk membantu yang dilakukan. Di berbagai media pun kita menyaksikan hal ini. Ada banyak dompet amal dibuka, ada banyak acara amal diselenggarakan. Semoga hal baik yang sudah terjadi ini dapat tetap ada, semoga hal baik ini tidak musiman saja.  Semoga hal baik ini tidak hanya memenuhi kebutuhan kita untuk menolong tetapi yang terutama kebutuhan penyintas untuk hidup sejahtera sebagai manusia seutuhnya.  Selamat Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Selamat bertugas teman-teman relawangan kalangan psikologi di Padang.  Nael S.