KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y DI …
Transcript of KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y DI …
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
26
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y DI
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
THE DIGITAL DIVIDE BETWEEN X AND Y GENERATION IN
A GOVERNMENT PROVINCE OF DKI JAKARTA
Ninda Putti Arrochmah1, Kharisma Nasionalita2
1,2Prodi Ilmu Komunikasi FKB Universitas Telkom 1,2Jl. Telekomunikasi No. 01, Terusan Buah Batu, Sukapura, Dayeuhkolot, Bandung, Indonesia 40257
Email: [email protected]), [email protected])
Naskah diterima: 14 Juli 2020, direvisi 10 Agustus 2020, disetujui 15 September 2020
Abstrak – Penelitianini mengukur indeks kesenjangan digital antara generasi X dan Y pada PNS di
Provinsi DKI Jakarta. Subvariabel kesenjangan digital yang diukur pada penelitian ini adalah: 1)
Perilaku Penggunaan Internet; 2) Manfaat Internet; 3) Usage Divide; dan 4) Quality of Use Divide.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survei dengan
melibatkan seratus responden yang telah terpilih secara random. Pengambilan sampel menggunakan
teknik gugus bertahap. Teknik analisis data menggunakan Uji Mann Whitney untuk mengetahui
perbandingan nilai kesenjangan digital antarkedua kelompok subjek penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai mean rank generasi Y unggul di setiap subvariabel dibandingkan dengan
generasi X. Meski demikian, nilai indeks digital kedua generasi termasuk dalam kategori rendah. Dari
keempat subvariabel tersebut, kesenjangan terbesar adalah pada subvariabel Usage Divide antara kedua
generasi ini. Usage Divide merujuk pada perbedaan keterampilan penggunaan internet antara
masyarakat yang memiliki akses terhadap internet.
Kata Kunci: Kesenjangan Digital, Generasi X, Generasi Y, PNS.
Abstract – This research measures the digital divide index between X and Y generation in civil servants
in DKI Jakarta Province. The subvariables of the digital divide that measured in this research are: 1)
Internet Usage Behavior; 2) The Advantage of Internet; 3) Usage Divide; and 4) Quality of Use Divide.
This study uses quantitative methods with data collection techniques through surveys involving 100
respondents who have been randomly selected. Sampling using a gradual cluster technique. The data
analysis technique used the Mann Whitney test to determine the comparison of the value of the digital
divide between the two groups of research subjects. The result shows that the mean rank value of
generation Y was superior in each sub variable compared to generation X. Nevertheless, the digital
index values in the two generations are considered low. Among of these four subvariables, the highest
gap between these two generations is the Usage Divide which refers to internet usage skills gap between
people who have access to the internet.
Keywords: Digital Divide, Generation X, Generation Y, Civil Servant.
PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan dalam segala bidang
kehidupan manusia tidak lepas dari peranan dan
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Dalam bidang pemerintahan, penerapan TIK
berupa e-government dapat menjalankan pelayanan
publik lebih efektif dan efisien. Di Indonesia,
implementasi e-government pertama kali diatur dalam
Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2001.
Perkembangan teknologi sudah menjadi paradigma
global di mana suatu negara harus berperan aktif dalam
pengaplikasiannya agar tidak tertinggal zaman. Bisa
dilihat sangat berpengaruhnya “kekuatan” teknologi
pada suatu negara untuk menjalankan sistem
pemerintahannya. Hasil dari penelitian Yunita &
Aprianto (2018) dengan analisis website
menyimpulkan bahwa Indonesia lambat dalam
mengembangkan e-government. Untuk itu, kajian dari
akademisi terkait pengembangan e-government sangat
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
27
diperlukan khususnya terkait faktor-faktor penyebab
lambatnya perkembangan e-government.
Disebutkan pula dalam Inpres Nomor 3 tahun
2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government, Sumber Daya Manusia
(SDM) baik sebagai pengembang, pengelola maupun
pengguna e-government merupakan faktor yang turut
menentukan bahkan menjadi kunci keberhasilan
pelaksanaan dan pengembangan e-government. Dari
pernyataan yang sudah disebutkan, menunjukkan
kemampuan SDM menjadi kunci yang sangat penting
bagi terlaksananya e-government dalam pemanfaatan
teknologi yang optimum. Penataan yang dilakukan
oleh pemerintah, termasuk dalam pelaksanaan e-
government mendorong bangsa Indonesia menuju
masyarakat informasi. Menurut Tyas, Budiyanto,
&Santoso, (2015) masyarakat informasi adalah
kelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri dapat
mengimplementasikan informasi dan teknologi
komunikasi terbaru untuk kemungkinan terbaik.
SDM pada instansi pemerintah salah satunya
adalah Aparatur Sipil Negara yang disingkat ASN.
ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
bekerja pada instansi pemerintah (Pasal 1 Ayat 1 UU
RI No. 5 Tahun 2014). Jika dibandingkan dengan
masalah teknologinya, permasalahan mengenai
ketersediaan SDM di kalangan pemerintah yang
memiliki standar kompetensi TIK lebih sulit. Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kompetensi TIK
hanya sekitar tiga hingga lima orang pada sejumlah
kantor pemerintah daerah, beberapa di antaranya
kemungkinan tidak berlatar belakang pendidikan
sarjana bidang informatika atau elektro (Sosiawan,
2008).
Deputi Inovasi Lembaga Administrasi Negara
(LAN), Tri Widodo Utomo yang dilansir dalam
Beritasatu.com (2016) mengungkapkan jika literasi IT
di kalangan birokrat belum merata. ASN yang sudah
berumur dan terutama di daerah pelosok masih cukup
banyak yang mengalami gagap teknologi atau
kurangnya e-literacy. Pada laman tersebut dijelaskan
penggunaan TIK yang baik dapat mendorong tata
laksana pemerintahan yang bersih (good governance).
Namun disayangkan kalangan ASN, khususnya
Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih minim penguasaan
terhadap TIK. Masih dalam laman yang sama, ketika
ditanya apakah LAN memiliki data literasi TIK di
kalangan PNS, Tri Widodo menjawab jika ia belum
pernah memperoleh data nasional tentang literasi TIK
di kalangan aparatur. Seiring dengan berkembangnya
era Revolusi Industri 4.0, pengembangan kompetensi
ASN sangat diperlukan sebagai motor penggerak
birokrasi. Sangat disayangkan, ASN di Indonesia
memiliki kualitas yang sangat rendah berdasarkan data
dari World Economy Forum Human Capital (Masrully,
2019).
Tidak meratanya akses dan kemampuan TIK
pada SDM pemerintah dapat menghambat
terlaksananya e-government. Tidak meratanya akses
dan kemampuan TIK pada setiap SDM ini disebut
dengan kesenjangan digital. Tyas, Budiyanto &
Santoso (2015) menjelaskan jika kesenjangan digital
didefinisikan sebagai perbedaan dalam mengakses TIK
dan penggunaan internet untuk berbagai aktivitas
antara satu orang, rumah tangga atau keluarga, bisnis
dan industri, dan wilayah geografis pada tingkat sosial
ekonomi yang berbeda.
Kesenjangan digital pada pegawai pemerintah
yang dalam hal ini adalah ASN perlu diatasi agar
keberhasilan pelaksanaan e-government dapat tercapai
dengan pemanfaatan teknologi dan pelayanan yang
optimum. Mallisa’ (2009 dalam Ariyanti, 2013)
berbicara mengenai kesenjangan digital tidak hanya
persoalan infrastruktur melainkan apa yang mau
diakses dan dikerjakan oleh seseorang dengan
keunggulan teknologi tersebut. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat diasumsikan selain
menggunakan, pemanfaatan teknologi digital bisa
menyebabkan adanya kesenjangan digital.
Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan
laporan yang menggambarkan tingkat pembangunan
TIK per wilayah di Indonesia yang berjudul “Indeks
Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(IP-TIK)”. Tingkat kesenjangan digital berdasarkan
laporan tersebut dapat dilihat dari nilai IP-TIK. BPS
menghitung IP-TIK dengan metode berdasarkan
Measuring Information Society 2016 oleh ITU. Tahun
2019 merupakan tahun keempat BPS melakukan
perhitungan tersebut. Pada tahun 2018, persentase
internet di Indonesia meningkat sebesar 7.56 persen
dari tahun 2017. Provinsi dengan IP-TIK tertinggi
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
28
adalah DKI Jakarta yaitu 7,14 di tahun 2018.
Sedangkan provinsi dengan IP-TIK terendah adalah
Papua, yaitu sebesar 3,30 di tahun 2018. Tidak ada
provinsi yang tertinggal pada kategori sangat rendah
dan juga belum ada provinsi yang mencapai IP-TIK
kategori tinggi (Badan Pusat Statistik, 2019). Hal ini
menunjukkan masih adanya kesenjangan digital
antarprovinsi di Indonesia. IP-TIK yang dimiliki
Indonesia tentu saja harus terus ditingkatkan.
Berdasarkan deskripsi latar belakang tersebut,
penelitian ini berusaha untuk menemukan indeks
kesenjangan digital pada ASN khususnya PNS di
provinsi DKI Jakarta. Subjek penelitian adalah unit
analisis yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek
penelitian merupakan subjek atau responden yang
menjadi pusat perhatian peneliti untuk dimintai
keterangan, pendapat maupun suatu fakta (Arikunto,
2006). Pada penelitian ini, PNS dikelompokkan ke
dalam generasi X dan Y sebagai subjek penelitian.
Generasi ini memiliki karakteristik masing-masing
sehingga bisa ditentukan metode yang tepat untuk
mengatasi jika memang ditemukan kesenjangan digital.
Dasar pengelompokkan akan dijelaskan lebih rinci
dalam metode penelitian.
Jurkiewicz (2000) menjelaskan bahwa
menurut Tulgan, generasi X tumbuh dengan keamanan
keuangan/keluarga/sosial, perubahan cepat, keragaman
yang besar, tidak ada tradisi yang kokoh dan mengarah
pada rasa individualisme atas kolektivisme. Akibatnya,
generasi ini memiliki ciri-ciri sebagai individu yang
gigih, sangat mandiri, memiliki tujuan yang jelas, dan
memiliki tenggat waktu serta jam kerja mereka sendiri.
Dikatakan bahwa karena mereka belajar untuk bersaing
dengan dan memilah-milah sejumlah besar informasi
dengan sangat cepat, mereka berkembang dalam
lingkungan yang kreatif. Nilai-nilai yang paling
penting untuk generasi X adalah rasa memiliki atau
kerja sama tim, kemampuan untuk belajar hal-hal baru,
otonomi dan kewirausahaan, keamanan, fleksibilitas,
umpan balik, serta penghargaan jangka pendek. Untuk
menginspirasi motivasi generasi X maka atasan perlu
menghargai inovasi, mendukung pertumbuhan pribadi,
menciptakan peluang untuk memuaskan kerja tim dan
tanggung jawab pribadi, dan membantu bawahan
mencapai visibilitas dalam organisasi.
Menurut Lyons (2003), yang menentukan
karakter generasi Y atau generasi millenial ini adalah
keakrabannya dengan teknologi dari usia dini. Unsur
penting dari periode pembentukan generasi ini adalah
munculnya internet sebagai media informasi komersial
sepanjang paruh akhir tahun 1990-an. Penyebaran
internet yang cepat sebagai inovasi teknologi yang
terjadi pada generasi muda, memungkinkan mereka
untuk mengalami ledakan media baru yang menarik.
Generasi ini kerap kali mengakses teknologi
komunikasi bersifat instan seperti media sosial
contohnya Twitter dan Facebook, dan email.
Penelitian terdahulu, Tyas, Budiyanto, &
Santoso (2016) mengukur kesenjangan digital
menggunakan metode SIBIS. Kelebihan dari metode
SIBIS adalah banyak variabel yang dapat dipilih antara
lain kesiapan internet; kesenjangan digital; keamanan
informasi; tanggapan secepat mungkin terhadap akses;
literasi, pembelajaran serta pelatihan digital; E-
Commerce, E-Work, EScience, E-Government,
EHealth. Sedangkan kekurangan metode SIBIS adalah
kurangnya penekanan pada ekonomi kesenjangan
sosial dan ketidaksetaraan sosial pada indikator
kesenjangan digital (Barzilai-Nahon, 2006). Selain
subjek penelitian yang berbeda, penelitian terdahulu
menjelaskan pengaruh beberapa faktor terhadap
kesenjangan digital, sedangkan penelitian saat ini tidak
menjelaskan pengaruh dari faktor-faktor tersebut.
Salah satu faktor yang diperhatikan pada penelitian
terdahulu adalah faktor gender. Penelitian terdahulu
juga menghitung kesenjangan e-government yang tidak
dihitung dalam penelitian saat ini. Penelitian saat ini
mengelaborasikan indikator yang ada pada penelitian
terdahulu dengan keterampilan internet yang pada
penelitian terdahulu tidak terlalu membahas hal
tersebut. Deursen & Dijk (2010:895) menyatakan
“Perubahan dalam masyarakat menuntut keterampilan
baru, terutama yang terkait dengan internet sebagai
salah satu sarana komunikasi terpenting dalam
masyarakat kontemporer. Karena meningkatnya
jumlah informasi di internet dan meningkatnya
ketergantungan orang pada informasi, keterampilan
internet sekarang harus dianggap sebagai aset vital.”
Dalam buku Encyclopedia Of Communication
Theory, definisi dari kesenjangan digital adalah
kesenjangan antara populasi yang memiliki akses
mudah (easy access) pada teknologi komunikasi dan
informasi (TIK) dengan mereka yang tetap terlayani
oleh TIK. Pada abad ke-21, kualitas hidup diukur dari
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
29
keterlibatan dalam informasi global dan ekonomi
pengetahuan. TIK disebutkan dapat memberi pengaruh
pada perubahan di masyarakat. Solusi untuk mengatasi
kesenjangan digital dapat melalui proyek e-
government, kios TIK, pemasaran online, atau
komputerisasi informasi tingkat. Lebih dari sekedar
solusi, proyek yang berkelanjutan membutuhkan
kemauan politik, pengembangan kapasitas di tingkat
lokal, ketersediaan perangkat lunak spesifik bahasa,
strategi kerja bersih yang disengaja dengan berbagai
lembaga, pelatihan keterampilan perangkat lunak dan
perangkat keras, dan akses rutin ke pasokan daya yang
tidak terganggu. Kesenjangan digital merupakan
masalah penting bagi ahli teori komunikasi dan
perubahan sosial dan praktisi (Littlejohn & Foss,
2009).
“Istilah 'kesenjangan digital' pada awalnya
mengacu pada kesenjangan dalam akses ke komputer.
Ketika internet menyebar dengan cepat ke dalam
masyarakat dan menjadi jenis komputasi utama, istilah
itu bergeser untuk mencakup kesenjangan tidak hanya
di komputer tetapi juga akses internet” (Deursen &
Dijk, 2010:894). Dari penjelasan tersebut dapat
diasumsikan jika terminologi kesenjangan digital
beranjak karena adanya perkembangan internet itu
sendiri. Melihat internet yang sudah mendunia dan
banyak digunakan dalam kegiatan sehari-hari oleh
manusia, kesenjangan digital juga diartikan sebagai
gap (perbedaan) dalam keterampilan penggunaan
internet.
Terdapat tipe-tipe kesenjangan digital menurut
Molnar (2003 dalam Hadiyat, 2014) yang meliputi
Access Divide (mengacu pada perbedaan atau senjang
antara masyarakat yang mempunyai akses terhadap
TIK dan mereka yang tidak memilikinya), Usage
Divide (mengacu pada kesenjangan antara bagaimana
masyarakat yang memiliki akses terhadap TIK dalam
menggunakannya), Quality of Use Divide
(membedakan masyarakat dalam kualitas penggunaan
TIK dalam penggunaan keseharian).
Berdasarkan pernyataan sebelumnya yang
menyatakan bahwa terminologi kesenjangan digital
beranjak meliputi kesenjangan akses terhadap
komputer dan internet, pada penelitian ini definisi
mengenai tipe kesenjangan digital disusun sebagai
berikut. Definisi dari Usage Divide dalam penelitian ini
merujuk pada perbedaan keterampilan penggunaan
internet antara masyarakat yang memiliki akses.
Sedangkan definisi dari Quality of Use Divide dalam
penelitian ini adalah perbedaan kualitas keterampilan
penggunaan internet pada masyarakat yang
menggunakan internet dalam keseharian.
Penelitian yang dilakukan oleh Deursen & Dijk
(2010) menguji kesenjangan digital berdasarkan
keterampilan internet pada masyarakat Belanda
dengan langsung menguji keterampilan itu. Penelitian
ini menjelaskan mengenai faktor penentu keterampilan
internet dan mengelompokkannya menjadi: 1) medium-
related internet skill (i.e. keterampilan internet
operasional dan keterampilan internet formal); serta 2)
content-related internet skill (i.e. keterampilan
informasi internet dan keterampilan informasi
strategis). Berikut definisi dari masing-masing konsep
yang digagas oleh Deursen &Dijk (2010):
a. Keterampilan Internet Operasional
(Operational Internet Skills) adalah sekumpulan keterampilan dasar dalam
mengakses dan menggunakan teknologi
internet. b. Keterampilan Internet Formal (Formal
Internet Skills) adalah keterampilan navigasi
dan orientasi yang dibutuhkan struktur
hypermedia internet. c. Keterampilan Informasi Internet (Information
Internet Skills) adalah pendekatan bertahap
melalui tindakan yang dilakukan pengguna untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka.
d. Keterampilan Internet Strategis (Strategic
Internet Skills) adalah kapasitas untuk menggunakan internet sebagai sarana untuk
mencapai tujuan tertentu dan untuk tujuan
umum meningkatkan posisi seseorang dalam
masyarakat. Penekanannya terletak pada prosedur di mana pembuat keputusan dapat
mencapai solusi optimal seefisien mungkin.
Berdasarkan definisi dari setiap faktor penentu
keterampilan internet di atas, menunjukkan jika
medium-related internet skills berhubungan dengan
keterampilan dan pengetahuan dasar dalam
menggunakan teknologi internet. Sedangkan kelompok
content-related internet skills, berhubungan dengan
kualitas keterampilan yang diimplementasikan dengan
tindakan dalam menggunakan teknologi internet untuk
tujuan tertentu. Oleh karena itu, pada penelitian ini
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
30
kelompok medium-related internet skills termasuk ke
dalam tipe Usage Divide dan kelompok content-related
internet skills termasuk ke dalam tipe Quality of Use
Divide.
Untuk subvariabel, pada penelitian ini
dilakukan elaborasi dengan mengacu pada penelitian
Pati & Budiyanto (2017) yang menggunakan berbagai
macam indikator dalam metode SIBIS serta
subvariabel yang didasarkan pada tipe-tipe
kesenjangan digital. Pati dan Budiyanto (2017)
menggunakan indikator Perilaku Penggunaan Internet
serta Manfaat Internet dan Demografi dalam variabel
ukuran Kesenjangan Digital. Sedangkan tipe
kesenjangan digital yang dijadikan subvariabel dalam
penelitian ini adalah Usage Divide dan Quality of Use
Divide. Tipe pertama yaitu Access Divide, tidak
diikutsertakan, melihat subjek yang diteliti berada di
DKI Jakarta di mana akses dan infrastruktur teknologi
yang paling maju di Indonesia melihat dari nilai IP-TIK
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik. Hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2013)
menyebutkan DKI Jakarta sebagai provinsi dengan
nilai info-state paling tinggi karena infrastruktur TIK,
serta kemampuan penduduk untuk mengakses/skill
TIK sangat besar. DKI Jakarta sebagai provinsi dengan
tingkat penggunaan TIK paling tinggi dibanding
provinsi lain di Indonesia.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang
diberitakan oleh Sari (2019) menyatakan akan menaati
kebijakan soal PNS bisa bekerja dari rumah jika
kebijakan itu sudah dituangkan ke dalam peraturan.
Masih dalam berita yang sama menjelaskan jika
terobosan ini sesuai dengan perkembangan zaman
sekaligus mempersiapkan ASN bisa seirama dengan
revolusi industri 4.0. Kurang lebih dalam waktu 7 bulan
dari pemberitaan tersebut, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) mengeluarkan Surat Edaran
Menteri PAN-RB Nomor 19 Tahun 2020 tentang
Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara dalam
Upaya Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Instansi
Pemerintah (Hamdani, 2020). Dalam putusan itu
menyebutkan bahwa PNS agar mulai bekerja di rumah
(Work From Home/WFH) karena beberapa alasan yang
disebabkan oleh pandemi. Kebijakan ini menuntut
setiap PNS memiliki infrastruktur dan akses internet
yang diperlukan untuk bekerja dari rumah.
Berikut dijelaskan dari masing-masing
subvariabel:
a. Perilaku Penggunaan Internet Menurut Aydin (2007) Peggunaan interet
membuat hidup lebih mudah, serta alat penting
untuk pertukaran budaya dan pendidikan. Internet sebagai perpustakaan universal, cara tercepat
untuk mengajarkan pengetahuan ataupun
pencarian informasi, dan tempat yang
menciptakan hubungan yang erat di antara masyarakat dengan berkomunikasi di internet.
Menurut Fallows (2004 dalam Tyas,
Budiyanto &Santoso, 2016) internet dapat digunakan sebagai tujuan ilmiah, pencaharian
tempat, informasi kontak, pembelian produk,
berkomunikasi melalui email atau chatting dan
sebagai media hiburan seperti permainan atau menonton video dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, perilaku
penggunaan internet didefinisikan sebagai aktivitas dalam mengakses Internet untuk
berkomunikasi, mencari informasi, dan
memperoleh manfaat dari internet. “Dalam SIBIS (Statistical Indicators Benchmarking the
Information Society) GPS kesenjangan perilaku
penggunaan internet meliputi penggunaan
komputer, penggunaan internet, akses internet, indeks kesenjangan digital, kesenjangan kegunaan
penggunaan internet meliputi durasi penggunaan
internet, intensitas penggunaan internet, penghentian penggunaan internet, penggunaan
email” (Tyas, Budiyanto & Santoso, 2016:593).
Berikut dijelaskan definisi dari GPS perilaku penggunaan internet dalam penelitian ini:
1. Penggunaan Komputer
Aktivitas menggunakan komputer untuk
berkomunikasi, mencari informasi, dan memperoleh manfaat dari penggunaannya.
2. Penggunaan Internet
Aktivitas menggunakan internet terkait durasi, intensitas, penghentian penggunaan
internet, dan penggunaan e-mail.
3. Akses Internet
Zulkarimen &Nasution (2007 dalam Tyas et al., 2016) menjelaskan bahwa kunci untuk
menuju era ekonomi yang berdasarkan ilmu
pengetahuan merupakan jalan masuk menuju
teknologi informasi. Khalayak bisa
mendapatkan seluruh informasi yang
dibutuhkan selain itu juga bisa menjadi potensi untuk meningkatkan mutu hidup
mereka, semua itu dikarenakan adanya akses
ke internet. Dalam penelitian ini akses
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
31
internet didefinisikan sebagai jalan masuk ke
jaringan komunikasi elektronik di mana
masyarakat dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan, serta dapat menjadi
peluang untuk meningkatkan taraf hidup.
b. Manfaat Internet
Chin (1995 dalam Pati & Budiyanto, 2017)
menyebutkan pemanfaatan internet membuat pekerjaan lebih mudah, menambah produktivitas
yang dimiliki menjadi lebih baik. Pemanfaatan
atau kegunaan internet merupakan manfaat yang
diharapkan oleh pengguna internet dalam
melaksanakan tugasnya. Chin (1995 dalam Tyas,
Budiyanto & Santoso, 2016) menjelaskan pemanfaatan dapat dibagi ke dalam dua kategori,
yaitu pemanfaatan dengan estimasi.
Manfaat internet dalam penelitian ini mengacu
pada dimensi kemanfaatan dan dimensi
keefektifan menurut Tyas, Budiyanto & Santoso(2016). Dimensi kemanfaatan dibagi
menjadi makes job easier, useful, dan increase
productivity. Sedangkan dimensi keefektifan
dibagi menjadi enhance effectiveness, dan
improve job performance. c. Demografi
Aspek demografi yang digunakan dalam
penelitian sebelumnya yaitu umur, jenis
kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Dalam
penelitian ini, aspek demografi digunakan
untuk klasifikasi identitas. d. Usage Divide
Yang termasuk Usage Divide adalah kelompok
medium-related internet skills yang terdiri dari
operational internet skills (keterampilan internet
operasional) dan formal internet skills
(keterampilan internet formal).
Tabel 1 Indikator Usage Divide (Medium-Related Internet
Skills)
Keterampilan Internet Operasional
No. Operating an
internet
browser
Operating
internet-based
search
engines
Operating
internet-based
form
1. Memasukkan
URL
Memasukkan
kata kunci di
bidang yang
tepat
Menggunakan
berbagai jenis
bidang dan
tombol pada
formulir
2. Menjelajah
internet
dengan
menggunakan
tombol
browser
Menjalankan
operasi
pencarian
Mengirimkan
formulir
3. Menggunakan
layanan
bookmark
Membuka
hasil
pencarian
4. Menyimpan
file di hard
disk
5. Membuka
berbagai
format file
umum,
misalnya PDF
Keterampilan Internet Formal
No. Navigating on
the internet
Maintaining a sense of location
while navigating on the
internet
1. Menggunakan
hyperlink
dalam berbagai
format
Tidak menjadi bingung ketika
menjelajahi situs web; antar situs
web; membuka dan menelusuri
hasil pencarian
e. Quality of Use Divide
Kelompok content-related internet skills termasuk ke dalam tipe quality of use divide.
Indikator quality of use divide:
Tabel 2 Indikator Quality Of Use Divide (Content-Related
Internet Skills) No. Keterampilan
Informasi
Internet
Keterampilan Internet
Strategis
Locating required
information
Taking advantage of the
Internet
1. Memilih situs web
untuk mencari
informasi
Mengembangkan
orientasi tujuan
2. Menentukan opsi
pencarian
Mengambil tindakan
untuk mencapai tujuan
3. Memilih informasi Membuat keputusan yang
tepat untuk mencapai
tujuan
4. Mengevaluasi
sumber informasi
Mendapatkan manfaat
dari tujuan
Gambar 1 menunjukkan alur penyusunan
operasionalisasi variabel dalam penelitian ini.
Berdasarkan permasalahan dan teori yang dipaparkan,
jawaban sementara atau hipotesis pada penelitian ini
adalah:
1. H0: tidak ada kesenjangan digital antara
generasi X dan generasi Y.
2. H1: terdapat kesenjangan digital antara
generasi X dan generasi Y.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan
gambaran pembenahan yang tepat dilakukan untuk
setiap generasi pada PNS guna memberikan pelayanan
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
32
publik berbasis digital melalui program e-government
yang sedang dijalankan dan terwujudnya masyarakat
informasi. SDM menjadi kunci penting berjalannya
sistem e-government. Maka diperlukan penelitian
untuk mencari tahu adakah perbandingan kesenjangan
digital antargenerasi PNS selaku penyelenggara
implementasi dari Inpres Nomor 3 tahun 2003
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif. Berdasarkan jenis penelitian menurut
tingkat eksplanasi, penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian komparatif. Menurut Siregar (2013),
penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang
bersifat membandingkan. Variabelnya masih sama
dengan penelitian variabel mandiri tetapi untuk sampel
yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda.
Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui
survei dengan kategori tipe self-administered
questionnaires, artinya bahwa subjek yang menjadi
responden menjawab sendiri pertanyaan yang sudah
disediakan oleh peneliti. Pertanyaan yang diberikan
bersifat tertutup dalam artian disediakan pula pilihan
jawaban, di mana responden tidak bisa menjawab di
luar pilihan yang disediakan.
Dikutip dari Debora (2018), persyaratan umum
yang harus dipenuhi untuk menjadi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
usia paling rendah adalah 18 tahun. Berdasarkan data
tersebut, dapat diasumsikan bahwa usia 18 tahun
adalah batas bawah usia pada PNS. Sedangkan untuk
batas usia atas, ditetapkan dengan usia pensiun
berdasarkan pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2008. Pasal
tersebut berbunyi “Batas usia pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi
Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan
tertentu”. Dalam peraturan tersebut diketahui bahwa
usia paling tua untuk memperpanjang PNS adalah 65
tahun.
Terdapat perbedaan pendapat antarahli tentang
kapan dimulai ataupun kapan berakhirnya masing-
masing generasi. Dalam Putra (2016) disediakan tabel
pengelompokan generasi. Jika dijabarkan, perbedaan
pendapat para ahli tentang kapan dimulai dan
berakhirnya generasi adalah sebagai berikut:
1. Generasi Baby Boomers
Gambar 1 Alur Penyusunan Operasionalisasi Variabel
(sumber: olahan peneliti)
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
33
Dimulai dari rentang waktu tahun 1943 hingga
1947, dan berakhir pada rentang waktu 1960
hingga 1964. 2. Generasi X
Dimulai dari rentang waktu 1960 hingga 1965,
dan berakhir pada rentang waktu tahun 1975
hingga 1981. 3. Generasi Y
Dimulai dari rentang waktu tahun 1976 hingga
1982, dan berakhir pada rentang waktu 1995
hingga 2000.
Penelitian ini menetapkan batasan rentang waktu
paling rendah baik kapan dimulainya generasi maupun
kapan berakhirnya generasi yang diteliti. Berdasarkan
penetapan tersebut, pada tahun 2019 generasi yang
bekerja sebagai PNS adalah generasi baby boomer, X,
Y, dan Z melihat batasan usia aktif PNS yaitu usia 18
tahun sampai dengan 65 tahun.
Berdasarkan data dari Bkddki.jakarta.go.id
(2019), diketahui bahwa generasi X dan Y
mendominasi jumlah Pegawai Negeri Sipil di DKI
Jakarta pada bulan Maret 2019. Populasi dalam
penelitian ini adalah PNS generasi X dan generasi Y di
pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Generasi X adalah
mereka yang berumur 44-58 tahun, dan generasi Y
adalah mereka yang berumur 24-43 tahun.
Data terbaru yang diperoleh dari website Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, jumlah
pegawai pada bulan Maret tahun 2019 adalah 64409.
Untuk populasi yang diketahui jumlahnya, menurut
(Sugiyono, 2018), perhitungan sampel dapat memakai
rumus Yamane yaitu jumlah populasi sebanyak 64409
dihasilkan sampel yang diambil untuk penelitian ini
adalah 100. Rumus Yamane dalam Sugiyono (2018)
adalah sebagai berikut
𝑛 = 𝑁
1 + 𝑁(𝑒)2
Mantra dan Kasto (1989) menjelaskan ketika
praktik penelitian, tidak jarang menjumpai populasi
yang letaknya sangat tersebar secara geografis,
sehingga sulit untuk membuat kerangka sampel dari
seluruh unsur dalam populasi tersebut. Untuk
mengatasi hal ini maka unit-unit analisis
dikelompokkan ke dalam gugus-gugus yang
merupakan satuan-satuan dari mana sampel akan
diambil.
Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini
menggunakan pengambilan sampel gugus bertahap
melihat populasi yang letaknya tersebar di wilayah
geografis yang luas di Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan
wilayah kerja Jakarta Selatan dilakukan secara acak
dengan mengundi tujuh bagian wilayah kerja. Wilayah
kerja tersebut diantaranya adalah bagian provinsi,
Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta
Barat, Jakarta Pusat, dan Kepulauan Seribu. Gambar 2
menunjukkan skema dari langkah dalam pengambilan
sampel gugus bertahap dalam penelitian ini:
Dari penulisan proposal hingga pencarian data
ke lapangan, penelitian memerlukan waktu selama
sembilan bulan, yaitu dari bulan Februari 2019 hingga
bulan Oktober 2019. Sebelum data diolah, terlebih
dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji
validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-
butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam
mendefinisikan suatu variabel. Hasil r hitung
dibandingkan dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig.
5%. Jika r tabel < r hitung maka valid (Sujarweni,
2015).
Gambar 2.Skema Langkah Pengambilan Sampel
Sumber: Olahan Data Penulis (2020)
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran
suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam
menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-
konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu
variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner.
Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel (Sujarweni,
2015).
Analisis data pada penelitian ini adalah analisis
univariat karena hanya memiliki satu variabel. Dalam
analisis univariat ini digunakan jenis uji perbedaan
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
34
karena ada dua kelompok penelitian yaitu generasi X
dan generasi Y. Penelitian ini berusaha mengetahui
perbedaan antarkelompok generasi sehingga bisa
mengomparasikannya. Sedangkan untuk uji statistik
untuk menguji perbedaan, digunakan Uji Mann
Whitney. Prasetyo &Jannah (2005) menjelaskan jika
pengujian ini digunakan untuk variabel yang berskala
nominal atau ordinal dengan dua kelompok sampel
yang saling tidak berhubungan (independen). Menurut
Sarwono dan Herlina (2012: 42), Uji Mann Whitney
memiliki asumsi “Ukuran kedua kelompok yang
dibandingkan tidak harus sama dan data tidak harus
berdistribusi normal”. Uji ini merupakan uji
nonparametrik yang setara dengan Uji T, yang bisa
dilakukan saat data tidak memenuhi persyaratan seperti
data harus berdistribusi normal atau harus berskala
interval.
Sebelum melakukan Uji Mann Whitney,
dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data
sesuai dengan Uji asumsi Mann Whitney atau tidak.
Penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk dan
menggunakan taraf signifikansi sebesar 0.05. Hasilnya
adalah data generasi X berdistribusi normal dengan
nilai 0.823. Sedangkan untuk generasi Y memiliki nilai
sig 0,021 dimana kurang dari 0.05, maka data generasi
Y termasuk berdistribusi tidak normal.
Penilaian tingkat kesenjangan digital pada
responden berdasarkan Perilaku Penggunaan Internet,
Manfaat Internet, Usage Divide dan Quality of Use
Divide dikategorikan menjadi lima (Pati & Budiyanto,
2017):
1. Indeks < 20.00 %=sangat tinggi
2. 20.00% ≤ indeks < 40.00%= tinggi
3. 40.00% ≤ indeks < 60.00%= sedang 4. 60.00% ≤ indeks < 80.00%= rendah
5. Indeks ≥ 80.00% = sangat rendah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan Nilai Indeks Kesenjangan Digital
Pada PNS Generasi X dan Y
Penelitian ini memiliki 38 pernyataan yang
terdiri dari 4 subvariabel. Subvariabel tersebut di
antaranya adalah Perilaku Penggunaan Internet,
Manfaat Internet, Usage Divide, dan Quality Of Use
Divide. Subvariabel Perilaku Penggunaan Internet
terdiri dari 15 pernyataan. Subvariabel Manfaat
Internet terdiri dari lima pernyataan. Subvariabel
Usage Divide terdiri dari 13 pernyataan. Lalu
subvariabel Quality Of Use Divide terdiri dari lima
pernyataan.
Pada tabel 3 berikut ini, menunjukkan
perbandingan nilai Kesenjangan Digital pada generasi
X dan Y. Besar nilai kesenjangan kedua generasi ini
adalah 17.92.
Tabel 3 Perbandingan Nilai Kesenjangan Digital pada
Generasi X dan Generasi Y
Generasi N Mean Rank Sum of
Ranks
Generasi X 50 41.54 2077.00
Generasi Y 50 59.46 2973.00
Total 100
Berikut adalah hasil test statistic dari Uji Mann
Whitney pada penelitian ini:
Tabel 4 Test Statistic
Nilai
U Mann-Whitney 802.000
Wilcoxon W 2077.000
Z -3.090
Asymp. Sig. (2tailed) .002
Penelitian ini memiliki H1 “Terdapat kesenjangan
digital antara generasi X dan generasi Y”. Pada tabel 4,
dihasilkan nilai probabilitas/asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0.002 di mana kurang dari 0.05. Dengan
menggunakan taraf signifikasi 0.05, dapat diartikan
adanya kesenjangan digital antara generasi X dan
generasi Y. Oleh karena itu, H1 dari penelitian ini
diterima dan H0 dari penelitian ini ditolak.
Berikut adalah tabel nilai probabilitas pada masing-
masing subvariabel:
Tabel 5 Nilai Probabilitas Sub Variabel
Sub Variabel Nilai Probabilitas (sig)
Perilaku Penggunaan
Internet
0.261
Manfaat Internet 0.517
Usage Divide 0.000
Quality of Use Divide 0.095
Ketika dilakukan Uji Mann Whitney pada setiap
subvariabel penelitian, hanya subvariabel Usage
Divide yang memiliki nilai probabilitas (sig) kurang
dari 0.05 pada tabel 5. Artinya, hanya subvariabel ini
yang terbukti memiliki kesenjangan digital di antara
generasi X dan generasi Y. Namun ketika dilakukan uji
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
35
subvariabel keseluruhan secara bersamaan, nilai
probabilitas yang dihasilkan berbeda, yaitu menerima
H1 dengan nilai probabilitas 0.02 (Tabel 4). Berikut
adalah tabel nilai mean rank pada generasi X dan
generasi Y di setiap subvariabel:
Tabel 6 Perbandingan Nilai Mean Rank antara Generasi X
dan Generasi Y di setiap Sub Variabel
Sub Variabel Nilai Mean Rank Nilai
Kesenjangan Generasi
X
Generasi
Y
Perilaku
Penggunaan
Internet
47.25 53.75 6.5
Manfaat
Internet
48.67 52.33 3.66
Usage Divide 36.57 64.43 27.86
Quality of
Use Divide
45.76 55.24 9.48
Hasil Uji Mann Whitney pada masing-masing
subvariabel pada tabel 6, menunjukkan adanya
kesenjangan nilai mean rank antar generasi X dan Y.
Hasil penelitian dari Uji Mann Whitney menunjukkan
mean rank generasi Y unggul di setiap subvariabel
dibandingkan dengan generasi X. Pertanyaannya
adalah apakah nilai mean rank cukup untuk
membuktikan adanya kesenjangan di antara kedua
generasi? Jawabannya tidak, namun nilai mean rank
dapat memengaruhi ada atau tidaknya kesenjangan
antargenerasi.
Kesenjangan yang paling besar dimiliki oleh
subvariabel Usage Divide hingga mencapai nilai 27.86.
Pada subvariabel Quality of Use Divide, kedua generasi
memiliki kesenjangan mean rank sebesar 9.48.
Sedangkan pada subvariabel Perilaku Penggunaan
Internet, kesenjangan mean rank yang dimiliki adalah
6.5. Lalu kesenjangan terkecil terdapat pada
subvariabel Manfaat Internet dengan nilai 3.66.
Subvariabel Usage Divide menunjukkan
tingkatan responden dalam Keterampilan Internet
Operasional dan Keterampilan Internet Formal.
Pernyataan dalam subvariabel 3 meliputi kemampuan
responden dalam mengoperasikan browser internet
dengan memahami penggunaan tools yang ada, dan
sebagainya. Selain itu, juga meliputi kemampuan
responden dalam memilih informasi di internet. Jika
melihat karakteristik responden, sebagian besar
generasi Y menggunakan internet dengan durasi empat
hingga tujuh jam sehari. Sedangkan sebagian besar
generasi X menggunakan internet dengan durasi satu
hingga tiga jam sehari. Untuk penggunaan internet
lebih dari tujuh jam sehari, perbandingan jumlah
generasi X dan Y adalah 6:7. Dari data tersebut,
generasi Y memiliki karakteristik sebagai pengguna
internet dengan durasi lebih lama dibandingkan
generasi X. Seseorang yang mengakses internet dengan
durasi yang lebih lama dan sering, akan memiliki
pengalaman yang lebih banyak dalam menggunakan
internet dibanding dengan seseorang yang mengakses
internet dengan frekuensi durasi rendah dan/atau
jarang.
Keterampilan Internet Operasional merupakan
indikator yang memiliki nilai mean rank tertinggi dan
terendah pada subvariabel Usage Divide. Keterampilan
seseorang dalam menggunakan internet juga
ditentukan dari apa yang mau dikerjakan ketika
mengakses internet. Contohnya adalah jika seseorang
hanya menggunakan internet untuk chatting atau
menonton video, tidak menentukan Keterampilan
Internet Operasional seseorang itu tinggi. Diperlukan
pengetahuan mengenai pemanfaatan semua tools
dalam browser ketika menjelajahi internet,
pengetahuan layanan bookmark, pengetahuan
penggunaan layanan bookmark, dan pengetahuan
bagaimana menyimpan file di hard disk untuk
meningkatkan skill Keterampilan Internet Operasional.
Komponen tersebut dijadikan sebagai indikator dalam
mengukur Keterampilan Internet Operasional pada
penelitian yang dilakukan oleh Deursen & Dijk (2010).
Selain untuk pekerjaan, kebanyakan responden
generasi X menggunakan internet untuk hiburan.
Sedangkan responden generasi Y kebanyakan
menggunakan internet untuk media sosial. Media
sosial merupakan platform yang sering digunakan oleh
penggunanya untuk menyatakan opini mengenai
berbagi isu tidak terkecuali tentang kebijakan
pemerintah. Selain untuk menyatakan opini, tidak
sedikit pengguna media sosial menjadikan platform ini
sebagai pemenuhan kebutuhan informasi. Informasi
perbaikan pembuatan kebijakan juga dapat diperoleh
dari data perilaku publik di media sosial. Data dapat
berupa administrasi ataupun statistik (Luna-Reyes
(2017 dalam Rumata dan Nugraha, 2020)). Kerangka
penelitian mengenai literasi digital oleh Rumata dan
Nugraha (2020) dapat digunakan untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, serta perilaku digital ASN
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
36
dalam konteks media sosial. Dalam penelitian tersebut
terdapat indikator untuk mengukur kemampuan dalam
mengoperasikan serta memanfaatkan fitur aplikasi
untuk komunikasi dalam rangka menunjang aktivitas
kerja. Sedangkan dalam penelitian ini, subvariabel
Manfaat Internet membahas lebih umum mengenai
peran teknologi komunikasi dan informasi berbasis
internet dalam pekerjaan. Selisih mean rank antarkedua
generasi pada subvariabel ini sebesar 3.66 dimana
generasi Y lebih unggul nilainya.
Indikator Dimensi Kemanfaatan memiliki nilai
mean rank tertinggi dan terendah pada subvariabel
Manfaat Internet. Nilai dari indikator ini bisa tinggi jika
responden dapat menggunakan teknologi komunikasi
dan informasi berbasis internet dalam meningkatkan
keterampilan pekerjaan, meningkatkan prestasi kerja,
dan dapat menambah produktivitas kerja.
Selisih nilai mean rank antara generasi Y
dikurangi generasi X untuk subvariabel Perilaku
Penggunaan Internet sebesar 6.5. Indikator Akses
Internet memiliki nilai mean rank yang tertinggi dan
terendah dalam subvariabel ini. Pernyataan yang
menjadi alat ukur dalam indikator ini adalah
pemanfaatan akses internet oleh responden untuk
mencari pengetahuan bersifat ilmiah, mencari lokasi,
hiburan, memenuhi kebutuhan informasi, dan untuk
meningkatkan taraf hidup. Dalam pemanfaatan Akses
Internet dilihat dari karakteristik responden sebagian
besar responden generasi X mengakses internet pada
siang hari. Sedangkan sebagian besar responden
generasi Y mengakses internet pada malam hari.
Selisih nilai mean rank pada subvariabel
Quality of Use Divide antara generasi Y dikurangi
generasi X sebesar 9.48. Nilai mean tertinggi dan
terendah terdapat pada indikator Keterampilan
Informasi Internet. Pernyataan yang menjadi alat ukur
pada indikator ini meliputi keputusan responden dalam
memilih situs website tertentu untuk mencari
informasi, menyaring beberapa pilihan informasi hasil
pencarian online yang dianggap valid, memilih
informasi yang sudah disaring sebelumnya, serta
mengevaluasi kembali sumber informasi yang sudah
dipilih dari internet. Hal ini penting untuk memilih
informasi yang valid dan terhindar dari hoax.
Banjir informasi di media online menyulitkan
publik untuk menyaring informasi yang benar di antara
informasi palsu. Hoax adalah usaha memutarbalikkan
fakta dengan informasi yang dibuat meyakinkan namun
tidak bisa diverifikasi kebenarannya (Gumilar,
Adiprasetio & Maharani, 2017). Tujuan dari hoax yang
disengaja adalah membuat masyarakat merasa tidak
aman, tidak nyaman, dan kebingungan yang dapat
membuat masyarakat mengambil keputusan yang
lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah. Dalam
perkembangannya, para spin doctor politik melihat
efektivitas hoax sebagai alat black campaign di pesta
demokrasi yang memengaruhi persepsi pemilih
(Indonesia Mendidik (2016 dalam Gumilar,
Adiprasetio & Maharani, 2017)).
Keterampilan informasi internet diperlukan
melihat perkembangan internet yang sangat pesat dan
sebagian besar orang menjadikan Internet sebagai
sumber informasi. Aparatur negara termasuk PNS
sebagai motor penggerak birokrasi sudah sepatutnya
menjadi contoh sebagai pihak yang tidak salah
mengambil keputusan ketika terdapat informasi yang
tidak bisa diverifikasi kebenarannya.
Deskripsi Gambaran Kesenjangan Digital Pada
PNS Generasi X dan Y
Tabel 7 memperlihatkan nilai indeks kesenjangan
digital pada generasi X adalah 74.294%, sedangkan
generasi Y adalah 79.747%. Kedua generasi tersebut
tergolong dalam kategori rendah.
Tabel 7 Perbandingan Tingkat Indeks Kesenjangan Digital
Generasi X dan Generasi Y
Persentase Indeks
Kesenjangan Digital
Kategori Tingkat
Kesenjangan Digital
Generasi
X
Generasi Y Generasi
X
Generasi
Y
74.294% 79.747% Rendah Rendah
Tabel 8 memperlihatkan tingkat kesenjangan
digital pada generasi X dan generasi Y di setiap
subvariabel di mana kebanyakan memiliki kategori
rendah. Sedangkan kategori sangat rendah, hanya
dimiliki oleh generasi Y pada subvariabel Usage
Divide.
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
37
Tabel 8 Indeks Kesenjangan Digital pada Masing-Masing
Subvariabel
Sub
Variabel
Nilai Indeks
(Dalam Persen)
pada Generasi:
Kategori Tingkat
Kesenjangan
Digital pada
Generasi:
X Y X Y
Perilaku
Penggunaan
Internet
75.3 78.1 Rendah Rendah
Manfaat
Internet
78.16 79.92 Rendah Rendah
Usage
Divide
70.76 81.5 Rendah Sangat
Rendah
Quality of
Use Divide
76.56 79.84 Rendah Rendah
Pada subvariabel Usage Divide, meskipun
generasi X tergolong dalam tingkat kesenjangan digital
‘rendah’, namun hal ini membuktikan terdapat
kesenjangan dibandingkan dengan generasi Y yang
tergolong dalam tingkat kesenjangan digital ‘sangat
rendah’. Semakin rendah tingkatan kesenjangan digital
menunjukkan literasi digital seseorang atau kelompok
orang semakin baik.
Selain untuk mewujudkan pelayanan publik yang
efisien dan efektif, literasi digital pada ASN termasuk
PNS diperlukan untuk memfasilitasi publik dalam
proses pembuatan kebijakan. Inti dari tata kelola digital
(digital governance) yaitu literasi digital pada ASN
(Rumata & Nugraha, 2020). Oleh karena itu,
diperlukan perhatian khusus untuk mengatasi
kesenjangan digital pada ASN. Masrully (2019)
mengatakan salah satu solusi dalam mengatasi gap
kompetensi di antara aparatur adalah dengan
pengembangan kompetensi. Namun, pengembangan
kompetensi kurang diperhatikan oleh instansi
pemerintah dan kurang tersistematis.
KESIMPULAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan Uji Mann Whitney untuk mengomparasikan
kesenjangan digital antara generasi X dan Y pada PNS
di Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 100 PNS
berpartisipasi dengan mengisi kuesioner yang
dibagikan secara langsung. Hasil penelitian
membuktikan bahwa terdapat kesenjangan digital
antara generasi X dan generasi Y sebesar 17.92.
Tingkat kesenjangan digital generasi X dan Y PNS di
DKI Jakarta memiliki kategori rendah. Semakin rendah
tingkatan kesenjangan digital, menunjukkan literasi
digital seseorang atau kelompok orang semakin baik.
subvariabel yang digunakan penelitian untuk
mengukur kesenjangan digital adalah Perilaku
Penggunaan Internet, Manfaat Internet, Usage Divide,
dan Quality of Use Divide.
Dua generasi yang menjadi subjek penelitian
ini memiliki kesenjangan digital pada masing-masing
subvariabel. Subvariabel Usage Divide merupakan
subvariabel yang memiliki kesenjangan paling besar di
mana menunjukkan tingkatan responden dalam
Keterampilan Internet Operasional dan Keterampilan
Internet Formal. Untuk skill Keterampilan Internet
Operasional, diperlukan pengetahuan mengenai
pemanfaatan semua tools dalam browser ketika
menjelajahi internet, pengetahuan layanan bookmark,
pengetahuan penggunaan layanan bookmark, dan
pengetahuan bagaimana menyimpan file di hard disk
untuk meningkatkan. Sementara, untuk meningkatkan
skill Keterampilan Internet Formal, diperlukan
pemahaman dalam penggunaan hyperlink dalam
berbagai format agar tidak menjadi bingung ketika
menjelajahi situs web, antarsitus web, membuka dan
menelusuri hasil pencarian. Penelitian ini dapat
dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pembenahan
untuk mengatasi kesenjangan digital pada generasi
yang diteliti. Lalu dapat menjadi rujukan untuk
penelitian selanjutnya sehingga dapat menjawab
permasalahan penelitian yang serupa, serta menambah
wawasan pembaca.
Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan
dapat memberikan hasil penelitian berupa solusi dalam
mengatasi kesenjangan digital di Indonesia. Saran lain
adalah pada penelitian ini fokus pada perbandingan
antara kedua kelompok dan mencari indeks
kesenjangan digital maka selanjutnya diharapkan dapat
mencari faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan
digital. Saran untuk PNS selaku penyelenggara e-
government, dengan melihat hasil penelitian terdapat
kesenjangan yang paling tinggi pada indikator
Keterampilan Internet Operasional, diharapkan adanya
peningkatan keterampilan internet operasional untuk
setiap generasi pada PNS. Hal ini dilakukan agar PNS
dapat memberikan pelayanan publik berbasis digital
melalui program e-government yang sedang dijalankan
demi terwujudnya masyarakat informasi. Dengan
keterampilan menggunakan teknologi berbasis internet
Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi | Vol. 3 No. 1, September 2020: Hal. 26-39
DOI: 10.17933/diakom.v3i1.97 | e-ISSN: 2623-122
38
yang baik dan optimal diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap publik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih untuk Ibu Kharisma sebagai
dosen pembimbing di Telkom University yang telah
memberikan masukan terhadap penelitian ini seperti
penyusunan kuesioner, pengolahan dan analisis data
serta publikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ariyanti, S. (2013). Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia. Buletin Pos Dan Telekomunikasi,
11(4), 281–292.
Aydin, S. (2007). Attitudes of Efl Learners Towards
the Internet. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 6(3), 18–26.
Badan Pusat Statistik. (2019). Indeks Pembangunan
Teknologi, Informasi, dan Komunikasi 2018. Retrieved from
https://www.bps.go.id/publication/2019/11/29/0
328ba9a85b461816e917291/indeks-
pembangunan-teknologi-informasi-dan-komunikasi-2018.html
Barzilai-Nahon, K. (2006). Gaps and bits:
Conceptualizing Measurements for Digital Divide/s. The Information Society, 22, 269–278.
https://doi.org/10.1080/01972240600903953
Beritasatu.com. (2016). PNS Harus Menguasai Teknologi Informasi. Retrieved March 15, 2019,
from beritasatu.com website:
https://www.beritasatu.com/foodtravel/397321-
pns-harus-menguasai-teknologi-informasi.html Bkddki.jakarta.go.id. (2019). Rekapitulasi Jumlah
Pegawai Berdasarkan Usia - Maret 2019.
Retrieved from https://bkddki.jakarta.go.id/statistik/read/rekapit
ulasi-jumlah-pegawai-berdasarkan-usia-maret-
2019%0D Debora, Y. (2018). Daftar Persyaratan Umum Seleksi
CPNS 2018. Retrieved from
https://tirto.id/daftar-persyaratan-umum-seleksi-
cpns-2018-cXzd Deursen, A. Van, & Dijk, J. Van. (2010). Internet Skills
and The Digital Divide. Sage Publications, 892–
911. https://doi.org/10.1177/1461444810386774 Gumilar, G., Adiprasetio, J., & Maharani, N. (2017).
Literasi Media: Cerdas Menggunakan Media
Sosial dalam Menganggulangi Berita Palsu
(Hoax) Oleh Siswa SMA. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 1(1), 35–40.
Hadiyat, Y. D. (2014). Kesenjangan Digital di
Indonesia ( Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi ). Jurnal Pekommas, 17(2), 81–90.
Hamdani, T. (2020). Penjelasan Lengkap PNS Boleh
Kerja dari Rumah. Retrieved from https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/d-4941838/penjelasan-lengkap-pns-boleh-
kerja-dari-rumah
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan
Telematika di Indonesia, Indonesia. (2001).
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor3 Tahun 2003tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan E-Government, Indonesia.
(2003). Jurkiewicz, C. L. (2000). Generation X and the Public
Employee. Public Personnel Management, 29(1),
55–74.
https://doi.org/10.1177/009102600002900105 Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Encyclopedia
of Communication Theory. California: Sage
Publication. Lyons, S. (2003). An Exploration of generational
Values in Life and at Work. Carleton University.
Masrully. (2019). Revolusi Industri 4.0 dan
Pengembangan Kompetensi ASN. Retrieved from
https://nasional.sindonews.com/berita/1385847/1
8/revolusi-industri-40-dan-pengembangan-kompetensi-asn
Pati, G. K., & Budiyanto, A. D. (2017). Analisis
Perbandingan Metode Sibis dan Metode Econometric dalam Pengukuran Kesenjangan
Digital di Sumba Barat Daya. Jurnal Sistem Dan
Informatika, 11(2), 10–15.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2008tentang
PerubahanKeduaatasPeraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1979, Indonesia. (2008). Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2005). Metode
Peneliatn Kuantitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. Putra, Y. S. (2016). Theoritical Review: Teori
Perbedaan Generasi. Among Makarti, 9(1952),
123–134.
Rumata, V. M., & Nugraha, D. A. (2020). Rendahnya tingkat perilaku digital ASN kementerian
kominfo : Survei literasi digital pada instansi
pemerintah. Jurnal Studi Komunikasi, 4(July), 467–484. https://doi.org/10.25139/jsk.v4i2.2230
Sari, N. (2019). Soal PNS Kerja dari Rumah, Anies
Akan Taati Aturan Kemenpan RB. Retrieved
from
KESENJANGAN DIGITAL ANTARA GENERASI X DAN Y …
Ninda Putti Arrochman & Kharisma Nasionalita
39
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/1
3/12083851/soal-pns-kerja-dari-rumah-anies-akan-taati-aturan-kemenpan-rb
Sarwono, J., & Herlina, B. (2012). Statistik Terapan.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Singarimbun, M., Effendi, S., Hagul, P., Manning, C.,
Singarimbun, I., Ancok, D., … Sucipto, T.
(1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT
Midas Surya Grafiando. Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif:
Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual
& SPSS. Jakarta: Kencana Prenamedia Group. Sosiawan, E. A. (2008). Tantangan dan Hambatan
dalamImplementasi E-Government di Indonesia.
Seminar Nasional Informatika, 99–108. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sujarweni, V. W. (2015). SPSS untuk Penelitian.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press. Tyas, D. L., Budiyanto, A. D., & Santoso, A. J. (2015).
Pengaruh Kekuatan Media Sosial dalam
Pengembangan Kesenjangan Digital. Scientific Journal of Informatics, 2(2), 147–154.
Tyas, D. L., Budiyanto, A. D., & Santoso, A. J. (2016).
Pengukuran Kesenjangan Digital Masyarakat di
Kota Pekalongan. Seminar Nasional Teknologi Informasi Dan Komunikasi, 590–598.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, (2014). Yunita, N. P., & Aprianto, R. D. (2018). Kondisi
Terkini Perkembangan Pelaksanaan E-
Government di Indonesia : Analisis Website. Seminar Nasional Teknologi Informasi Dan
Komunikasi, 329–336.