Kerangka Dasar APP 2014 Keuskupan Surabaya

download Kerangka Dasar APP 2014 Keuskupan Surabaya

of 9

description

Kerangka Dasar APP 2014 Keuskupan Surabaya

Transcript of Kerangka Dasar APP 2014 Keuskupan Surabaya

Kerangka Dasar APP 2014 Keuskupan SurabayaMewujudkan Kelompok Kecil Umat yang Misioner

1. Pengantar

Panitia APP Nasional telah menentukan tema pokok 2012-2016 ialah Mewujudkan Hidup Sejahtera. Hidup sejahtera adalah hidup dalam kelimpahan. Hidup dalam kelimpahan bukan hanya perkara kelimpahan hal duniawi, tetapi perkara memandang dan mengarahkan hal duniawi menjadi sarana untuk memuliakan Tuhan dengan melayani manusia.

Jati diri Gereja adalah persekutuan. Paham persekutuan mendasari cara berpastoral di seluruh Gereja Keuskupan Surabaya. Keuskupan Surabaya melihat Kelompok Kecil Umat sebagai bidang pastoral yang strategis. Persekutuan ini perlu dihayati, dihidupi sampai di tingkat paling dasar yaitu keluarga-keluarga yang ada di lingkungan. Persekutuan perlu ditumbuhkembangkan dengan membangun persekutuan dalam Kelompok Kecil Umat.

Tema APP 2013 Keuskupan Surabaya, sebagaimana disepakati dalam pertemuan APP di Wisma Bethlehem, Puhsarang ialah Mewujudkan Kelompok Kecil Umat yang Misioner. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa keprihatinan, seperti kurangnya kesadaran akan persekutuan dalam Gereja, merosotnya kesadaran sebagai persekutuan yang ditandai dengan lemahnya komunikasi dan merebaknya sikap egois dan individualis.

Situasi inilah yang menjadi perhatian dalam momen pertobatan eklesial. Kita hendak merefleksikan hidup dalam kebersamaan dengan umat beriman lain sebagai persekutuan. Sebagai orang beriman kita diajak melihat kembali makna penting persekutuan dalam Kelompok Kecil Umat sebagai kebersamaan iman yang paling dasar, wadah penghayatan iman yang konkret, medan pembinaan iman sehingga bertumbuh menjadi semakin dewasa dan medan membagikan kekayaan iman melalui relasi antar pribadi, sebagai perwujudan iman kepada Tuhan.

2. Latar Belakang

Kehidupan persekutuan dalam hidup menggereja menghadapi tantangan. Tantangan itu berupa kelompok umat yang kehidupan persekutuannya lemah. Anggota dalam kelompok tidak saling mengenal. Di antara anggota jarang bertemu atau berkumpul. Sesama anggota tidak menampakkan pertemanan atau persahabatan yang guyub. Dampaknya, partisipasi anggota dalam kelompok, tak sebanding dengan jumlah yang sebenarnya. Ketika kelompok hendak berbagi tugas dalam suatu kegiatan, sedikit sekali yang menyediakan diri untuk terlibat. Ketika ada pemilihan kepengurusan kelompok, terasa betapa susah mencari pengganti. Sementara pengurus lama, sudah merasa lelah, pengurus baru tidak ada yang bersedia. Akibatnya kelompok itu ibarat mati segan, hidup tak mau.

Dalam kehidupan umat ada pula situasi di mana kehadiran umat sangat minim dalam kegiatan kelompok, seperti doa, pendalaman iman atau dalam mendiskusikan beberapa hal terkait hidup bersama. Jika kegiatan berupa doa, jumlah kehadirannya lebih banyak dibandingnkan kegiatan pendalaman iman, diskusi atau rapat. Alasannya beragam, ada yang lelah karena bekerja, ada yang mementingkan keluarga, ada yang berpikir bahwa ke gereja pada hari minggu sudah cukup dan ada yang menganggap kehadiran dalam pertemuan di lingkungan tidak penting.

Dalam situasi demikian, muncul keprihatinan tentang minimnya sapaan pastoral. Anggota kelompok merasa kurang mendapat saapan dari ketua atau anggota lain. Sesama anggota tidak mengetahui apa yang ada dalam lingkungan dan apa yang diperlukan anggota. Ketika salah satu anggota mengalami masalah, anggota tidak mengalami bimbingan dan dukungan anggota lain. Ketika ada perkara yang harus dibahas, tidak ada kesempatan pertemuan untuk berunding dan membahas perkara bersama. Kelompok dirasakan tidak memberi manfaat bagi setiap anggota. Maka tidak heran, anggota mengalami kesendirian meskipun sebenarnya memiliki teman seiman. Tidak jarang karena merasa sendiri, yang terjadi ialah fenomena menyeberang ke sungai Yordan karena rumput tetangga lebih hijau.

Semua itu terjadi karena berbagai sebab. Pertama kesadaran akan persekutuan dalam Gereja semakin menurun. Orang lupa bahwa sejak dibaptis setiap orang masuk dalam persekutuan Umat beriman. Merosotnya kesadaran ini menyurutkan pula kesadaran untuk bertemu dalam perjumpaan antar pribadi. Padahal persekutuan Umat beriman itu memiliki identitas kedekatan relasi dengan Tuhan dan sesama. Relasi dengan Tuhan dan sesama, saling melengkapi. Semakin seseorang dekat dengan Tuhan, mestinya semakin seseorang dekat dengan sesama.

Kedua, merosotnya kesadaran sebagai persekutuan itu ditandai pula dengan lemahnya komunikasi. Lemahnya komunikasi ditandai dengan ketidakhadiran dalam peristiwa perjumpaan dan pertemuan dalam kelompok. Karena tidak ada komunikasi maka tidak saling mengenal dan tidak merasa menjadi bagian dari persekutuan. Karena tidak terjadi komunikasi, yang muncul justru kesalahpahaman, hingga mengakibatkan konflik. Dampak selanjutnya, tidak ada solidaritas dan empati antara anggota yang satu dengan yang lain. Padahal persekutuan umat beriman perlu membangun komunikasi iman yang penuh kasih, sehingga kebersamaan dalam persekutuan semkain akrab dan guyub. Dengan demikian setiap anggota dapat saling memahami dan menghargai karena satu sama lalin saling merendahkan hati, menempatkan kepentingan orang lain lebih utama daripada kepentingannya sendiri.

Ketiga, orang sibuk mementingkan diri sendiri. Orang sibuk menomersatukan mencari pemenuhan bagi diri sendiri, termasuk untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kesibukan itu begitu menguras pikiran, tenaga dan waktu sehingga menomerduakan untuk bertemu dalam persekutuan. Kaum usia produktif sibuk bekerja, anak-anak sibuk dengan aneka les. Kesibukan itu membuat orang semakin egois dan individualis. Perjumpaan dalam persekutuan dianggap sebagai sesuatu yang tidak berharga, melelahkan dan membuang-buang waktu saja. Karena yang dipikirkan ialah apa yang saya dapat dari kelompok ? Bukan lagi apa yang saya sumbangkan kepada kelompok.

APP sebagai momen pertobatan eklesial mengajak kita merefleksikan hidup sebagai bagian dari Kelompok Kecil Umat. Seringkali kita mengabaikan hidup ssebagai anggota Kelompok Kecil Umat yang menjadi ciri khas sejak Gereja Perdana. Padahal, kehidupan beriman akan semakin bertumbuh dan berkembang dalam persekutuan. Kita dipanggil untuk menghidupi dan mengembangkan Kelompok Kecil Umat sebagai cara hidup menggereja.

3. Ide Dasar

Kelompok Kecil Umat adalah suatu istilah yang merujuk pada kebersamaan iman sekelompok kecil umat, yang hidup dan geraknya diwarnai oleh perjumpaan dan berbagai bentuk komunikasi langsung maupun tak langsung di antara anggota-anggotanya. Perjumpaan dan aneka komunikasi, yang berlangsung secara rutin, membuat kelompok kecil umat ini, sungguh hidup, berdaya dan mampu memberi arti dan tempat, baik bagi para anggotanya maupun bagi orang-orang lain di sekitar mereka.

Kelompok Kecil Umat pada dasarnya merupakan komunitas atau persekutuan gerejani yang paling dasar, setelah persekutuan gerejani paling terkecil yang khas, yaitu keluarga atau Gereja Rumah Tangga. Ketika seseorang meninggalkan kegiatan atau kesibukan keluarga atau rumah tangganya, untuk berjumpa dengan pengikut-pengikut Kristus lainnya, dan bersama dengan mereka membentuk suatu kebersamaan iman yang baru tetapi nyata, dengan Kristus sebagai dasar ikatan mereka (bdk. Mat 18:20), maka lahirlah Kelompok Kecil Umat.

Kelompok Kecil Umat tidak merujuk pada suatu kelompok "jenis baru", di luar berbagai pengelompokan yang sudah ada, tetapi merupakan istilah, yang merujuk dan menggarisbawahi berbagai bentuk pengelompokan yang sudah ada. Kelompok Kecil Umat adalah "model lain", "cara selanjutnya" kebersamaan hidup umat atau persekutuan dihayati di tingkat paling dasar, selain keluarga. Dalam Kelompok Kecil Umat, para anggota, meskipun mungkin terlepas dari ikatan darah atau keluarga, bersatu dan terhubung atas dasar iman akan Kristus yang diterima dalam Sakramen Baptis. Mereka menjalani kebersamaan itu sebagai suatu kebersamaan Kristiani; sebagai Gereja Kecil dan "keluarga Allah" juga.

Gagasan Kelompok Kecil Umat dimunculkan bukan untuk menggantikan kelompok-kelompok atau kebersamaan umat yang sudah ada, atau untuk membuat arah pengelompokan baru. Istilah Kelompok Kecil Umat (KKU) diangkat untuk menggarisbawahi arti penting dan makna mendalam kehadiran kelompok-kelompok umat di tingkat paling dasar, yang sudah ada. Kehadiran kelompok-kelompok ini berperan sebagai wadah penghayatan iman yang konkret dan nyata bagi setiap anggotanya dan membuat kekayaan iman pribadi dapat dibagikan secara langsung dan nyata, melalui relasi antar pribadi.

Dalam paham Gereja sebagai Persekutuan (communio), kelompok-kelompok kecil umat, menjadi wadah pengalaman iman bagi para anggotanya. Di dalam dan melalui kelompok-kelompok kecil umat inilah, iman seseorang dibina, bertumbuh menjadi semakin dewasa, tidak layu atau mengering, melainkan selalu segar dan menghasilkan buah karena tumbuh di atas tanah yang subur (bdk. Mat 13:1-9). Ditinjau dari segi ini, daya hidup atau vitalitas suatu kebersamaan iman dalam lingkup yang lebih besar, yaitu pada tingkat wilayah, stasi, paroki dan Keuskupan, selain ditentukan oleh keluarga-keluarga yang baik dan bermutu, amat ditentukan pula oleh kehidupan kelompok-kelompok kecil umat. Kelompok-kelompok kecil umat, merupakan sel-sel bagi tubuh, membangun dan memberi segala kebutuhan agar tubuh itu hidup dan berfungsi maksimal. Semakin banyak Kelompok Kecil Umat yang hidup dan berdaya, semakin hidup dan berdaya suatu wilayah, stasi, paroki dan Keuskupan dan semakin penuh daya tahan pula di tengah segala macam tantangan dan goncangan.

3.1. Kitab Suci

Dasar terbentuknya kelompok-kelompok kecil umat sebenarnya berasal dari panggilan Allah yang hendak mewartakan Diri-Nya kepada manusia untuk menyatakan rencana-rencana-Nya. Allah berinisiatif untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak-Nya yang tercerai berai (Yoh 11:52). Supaya mengumpulkan kembali umat manusia yang tercerai berai, Allah memilih Abraham dan memanggilnya keluar dari negerinya, dari kaum keluarganya dan dari rumah bapa (Kej 12:1), untuk menjadikan Abraham sebagai bapa sejumlah besar bangsa (Kej 17:5). Karena ketaatan pada perintah dan panggilan Allah itu, Allah berjanji kepada Abraham: Karena engkau Aku akan memberkati semua bangsa di bumi (Kej 12:3). Melalui Abraham semua bangsa mendapat berkat dari Allah. Dari sini sebenarnya, kita semakin disadarkan bahwa Allah memanggil orang pilihannya ke dalam suatu kelompok untuk menjadi utusannya dalam mewujudkan rencana-rencana-Nya. Hal ini berarti bahwa orang pilihan Allah itu dipanggil untuk diutus.Peran Abraham tidak akan pernah berarti apapun jika janji Allah yang diberikan kepadanya tidak menyertakan orang-orang di sekitarnya (Sara, istrinya, Lot, keponakannya, dan para hamba-hambanya). Dan juga tidak berarti apa-apa jika tidak melibatkan keturunannya yang mewarisi janji Allah itu. Bagaimana Abraham akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa kalau pelaksanaan janji itu hanya menjadi hak eksklusif dari diri Abraham sendiri? Melalui diri Abraham sebagai pilihan Allah itu, segala keturunan Abraham juga berhak atas janji Allah. Awalnya keturunan Abraham itu berdasarkan darah, sehingga Allah menjadi Israel sebagai bangsa-Nya; Ia membebaskannya dari perhambaan di Mesir, mengadakan perjanjian dengannya di Sinai dan memberi kepadanya hukum-Nya melalui Musa, supaya mengakui diri-Nya sebagai satu-satunya Allah yang hidup dan benar, sebagai Bapa penyelenggara dan sebagai hakim yang adil dan untuk menantikan Juru Selamat terjanji (KGK 62).Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya (Ibr 1:1-2). Melalui Anak-nya yang terkasih, Tuhan kita Yesus Kristus, kita yang oleh iman juga berhak mendapat bagian atas janji Allah itu. Jadi oleh kesatuan iman kepada Yesus Kristus, Sang Kepala, kita yang adalah Tubuh-Nya (bdk. 1Kor 12:27) diangkat menjadi anak-anak Allah dan mewarisi janji Allah itu.a. Panggilan Murid YesusYesus setelah berdoa semalaman, mulai memilih orang-orang pilihan-Nya untuk menjadi rasul-Nya (Mat 10:1-4; Mrk 3:13-19; Luk 6: 12-16). Orang-orang pilihan Tuhan diambil dari mereka yang telah dipanggil menjadi murid-murid-Nya yang dimulai dengan pemanggilan empat orang nelayan, yaitu Simon, Andreas, Yohanes dan Yakobus (Mat 4:12-22; Mrk 1:16-20; Luk 5:1-11) dan pemanggilan Lewi/Matius (Mat 9:9-13; Mrk 2:13-17; Luk 5:27-32). Pemanggilan empat nelayan ini dapat ditafsirkan bahwa Tuhan Yesus memanggil mereka dari pekerjaan hariannya untuk menjadi murid-Nya. Sementara dalam pemanggilan Lewi, dapat ditafsirkan bahwa menjadi murid-Nya, Yesus tidak memperhatikan latar belakang yang bersangkutan. Asalkan yang bersangkutan bertobat dan mau mengikuti-Nya, Tuhan tidak akan memperhitungkan masa lalunya; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa (Mat 9:13). Tapi mereka dipanggil bukan sebagai murid privat melainkan menjadi kelompok murid yang bersama-sama belajar pada Gurunya. Mereka diajak untuk mulai terlibat dalam karya dan pengajaran Tuhan Yesus sehingga nantinya akan meneruskan karya dan pengajaran Tuhan kepada semua bangsa.Ada hal yang menarik dari proses pemanggilan murid Yesus ini. Kita dapat melihat satu per satu dari Injil Sinoptik ini:1. MatiusPemilihan para rasul ini (Mat 10:1-4) diletakkan jauh dari perikop pemanggilan empat nelayan (Mat 4:12-22) dan Lewi (Mat 9:9-13). Dalam Matius, pemanggilan empat nelayan ini diletakkan setelah perikop mengenai Yesus yang dicobai di padang gurun (Mat 4:1-11) dan Yesus yang memulai pekerjaan-Nya di Galilea (Mat 4:12-17). Yesus yang dicobai di padang gurun merupakan masa persiapan Yesus sebelum melaksanakan misi Allah Bapa. Setelah melewati masa persiapan, Yesus memulai pekerjaan-Nya di tepi Danau Galilea dan mulai mewartakan, Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Mat 4:17). Baru kemudian Yesus memanggil Simon, Andreas, Yohanes dan Yakobus. Hal ini ditafsirkan bahwa untuk melaksanakan misi Allah Bapa untuk mewartakan pertobatan, Yesus membutuhkan rekan kerja yang mau belajar dan berkarya bersama-Nya. Setelah empat orang nelayan ini meninggalkan pekerjaan hariannya sebagai nelayan dan mengikuti Yesus, mereka sudah diajak Yesus berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. (Mat 4:23); mendengarkan Kotbah di bukit (Mat 5:1-12), mendengarkan ajaran Yesus tentang Garam dan Terang (Mat 5:13-16), tentang hukum agama Yahudi (Mat 5:17-20), dan beberapa nasihat (Mat 5:21-7:28). Mereka juga diajak menyaksikan karya Yesus (Mat 8:1-9:7). Di tengah-tengah Yesus berkarya ternyata Yesus masih memanggil Lewi, sang pemungut cukai (Mat 9:9-13) untuk menjadi bagian dari murid-Nya. Setelah melakukan pengajaran dan karya lainnya (Mat 9:14-38) barulah Yesus memilih 12 rasul dari para murid-Nya (Mat 10:1-4). Para rasul ini bukan hanya dipilih melainkan juga diutus menjadi utusan-Nya dengan berbagai petunjuk (Mat 10:5-15) dan dengan berbagai peringatan (Mat 10:16-25).Dalam Injil Matius ini, kita bisa menyaksikan bahwa setelah dipilih menjadi rasul, para rasul ini langsung diberi tugas sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan bahwa Kerajaan Sorga telah dekat (Mat 10:7) dan untuk menyembuhkan orang-orang sakit (Mat 10:8) dan untuk mengusir roh-roh jahat (Mat 10:8). Mereka juga diingatkan akan menghadapi penganiayaan karena nama Yesus (Mat 10:16-23). Tapi mereka diminta tidak gentar dalam menghadapi penganiayaan itu karena seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. (Mat 10:24).

2. MarkusDalam Injil Markus, pemilihan para rasul ini (Mrk 3:13-19) tidak terlalu jauh letaknya dari pemanggilan empat nelayan (Mrk 1:16-20) dan pemanggilan Lewi (Mrk 2:13-17). Dengan ringkas Markus menceritakan pemilihan empat orang nelayan setelah Yesus dicobai di padang gurun (Mrk 1:12-13) dan Yesus pergi ke Galilea untuk mengabarkan kabar baik dari Allah (Mrk 1:14-15). Setelah memanggil empat nelayan itu, Yesus mengajak mereka menyaksikan mujizat pengusiran setan yang dilakukan-Nya (Mrk 1:21-27). Dan kabar mengenai Yesus mulai tersebar dengan cepat ke seluruh daerah Galilea (Mrk 1:28). Mereka juga diajak Yesus yang memberi pengajaran (Mrk 1:35-39), menyembuhkan orang kusta (Mrk 1:40-45) dan menyembuhkan orang lumpuh (Mrk 2:1-12). Lalu Lewi dipanggil (Mrk 2:13-17) untuk menunjukkan bahwa orang berdosapun dipanggil oleh Tuhan menjadi bagian dari murid-murid-Nya. Dari sekian murid-Nya, Tuhan Yesus menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan (Mrk 3:14-15).Yang menarik dari Injil Markus adalah bahwa setelah menetapkan 12 orang itu, mereka langsung dihadapkan dengan perdebatan antara Yesus dengan keluarganya yang menganggap Dia sudah gila (Mrk 3:21) dan dengan ahli Taurat mengenai kuasa Yesus (Mrk 3:22-29). Lalu Yesus memberi pengajaran bahwa saudara-saudari-Nya bukan lagi dibatasi oleh pertalian darah melainkan disatukan dengan melaksanakan kehendak Allah (Mrk 3:31-35).Nampaknya Markus ingin menyampaikan pesan bahwa panggilan kemuridan itu bukan hanya turut menyertai Tuhan melainkan juga siap sedia menghadapi pertentangan baik dari pihak keluarga maupun tokoh masyarakat. Namun para murid jangan takut dan gentar karena mereka akan memiliki saudara dengan mereka yang melakukan kehendak Tuhan. Kalau dalam bahasanya Paus Yohanes XXIII, mereka yang berkehendak baik. 3. LukasPola yang diambil oleh Lukas dalam menggambarkan soal pemanggilan para rasul sama dengan Injil Sinoptik lainnya. Awalnya yang dipanggil adalah empat orang pelayan (Luk 5:1-11) dan juga pemanggilan Lewi (Luk 5:27-32) baru kemudian pemilihan 12 orang rasul dari para murid-Nya (Luk 6:12-16). Yang menarik dari Injil Lukas adalah bahwa setelah pemilihan 12 rasul ini, Yesus mengajak mereka untuk menyimak Sabda Bahagia dan Sabda celaka (Luk 6:20-26) lalu sabda mengenai mengasihi musuh (Luk 6:27-36), mengenai hal menghakimi (Luk 6:37-42), perumpamaan tentang pohon dan buahnya (Luk 6:43-45) dan kebijaksanaan membangun pondasi (Luk 6:46-49). Nampaknya Lukas mau menyampaikan pesan bahwa setelah pemilihan 12 orang itu Yesus perlu mempersiapkan mereka terlebih dahulu dengan nasihat-nasihat terlebih dahulu sebelum mengutus mereka (Luk 9:1-6).

4. YohanesBerbeda dengan Injil Sinoptik, dalam injil Yohanes, pemanggilan para murid Yesus bukan pertama-tama inisiatif dari Yesus melainkan dari Yohanes Pembaptis yang menunjukkan kepada para muridnya "Lihatlah Anak domba Allah (Yoh 1: 36). Lalu dua murid Yohanes Pembaptis mulai mengikuti Yesus (Yoh 1:38) tapi kemudian mereka ditanya oleh Yesus, apa yang kamu cari? mereka hanya menjawab dengan pertanyaan pula Guru, di manakah Engkau tinggal?. Kemudian Yesu mengundang mereka, Marilah dan kamu akan melihatnya (Yoh 1:39). Setelah mengalami tinggal dengan Yesus, salah seorang dari kedua murid itu, yaitu Andreas lalu menceritakan bahwa dia telah menemukan Mesias kepada Simon Petrus (Yoh 1:41). Dan Simonpun datang kepada Yesus. Demikian pula dengan murid yang lain. Di sini nampaknya para murid itulah yang datang kepada Yesus bukan Yesus yang datang kepada mereka seperti yang digambarkan dalam Injil Sinoptik. Yohanes nampaknya ingin memberi gambaran bahwa Yesus itu sebagai Guru Agung sehingga manusialah yang datang kepada-Nya memohon untuk menjadi murid-Nya dan dengan tangan terbuka Yesus menyambut mereka dan mempersilahkan mereka datang dan tinggal bersama-Nya.

b. Cara Hidup Jemaat PerdanaAda beberapa teks Kitab Suci yang bisa didalami untuk mengetahui cara hidup jemaat perdana setelah mereka ditinggalkan Yesus yang telah naik ke surga, yaitu Kis 2:41-47; Kis 4:32-37; Rm 12: 3-13; 1Kor 12:12-30. Cara hidup jemaat perdana di sini, kita ambil yang Kis 2:41-47 karena sedikit lebih jelas menggambarkan persekutuan di antara jemaat perdana itu.Berikut teksnya:(41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.(42) Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.(43) Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.(44) Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,(45) dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.(46) Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,(47) sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.Mengapa teks ini dapat memperlihatkan Gereja sebagai persekutuan? Ayat 41 dan 44 secara spesifik berbicara tentang orang-orang percaya kepada Kristus dan dibaptis. Ayat 42 dan 44 secara spesifik berbicara tentang persekutuan dan persatuan. Ayat 45-47 secara spesifik berbicara tentang suasana akrab dan sangat bersahabat yang mewarnai dinamika kehidupan beriman jemaat perdana. Berkat cara hidup jemaat perdana dalam persekutuan yang erat, mereka disukai semua orang (ay.47) dan tiap-tiap hari persaudaraan dan persekutuan mereka ditambah oleh Tuhan (ay. 47).3.2. Ajaran Sosial Gereja

Pribadi manusia pada hakikatnya adalah satu makhluk sosial karena Allah yang menciptakan manusia menghendakinya demikian. Kodrat manusia malah menyatakan dirinya sebagai kodrat dari satu makhluk yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Hal ini berlandas pada sebuah subyektivitas relasional, artinya seturut cara satu makhluk yang bebas dan bertanggung jawab yang mengakui keniscayaan untuk memadukan dirinya dalam kerja sama dengan sesamanya manusia, dan yang mampu bersekutu dengan mereka pada tingkat pengetahuan dan cinta kasih.

Oleh karena itu, mutlak diperlukan untuk menekankan aktivitas sosial membawa dalam dirinya sebuah tanda khas tentang manusia dan kemanusiaan dari seorang pribadi yang bergiat di dalam persatuan pribadi-pribadi: inilah tanda yang menentukan ciri pembawaan batiniah manusia dan dalam arti tertentu membentuk kodratnya yang paling dalam. Kekhasan relasional ini dalam terang iman mendapat suatu makna yang lebih mendasar dan tak lekang. Diciptakan seturut gambar dan rupa Allah (bdk. Kej 1:26), dan dibuat kelihatan di alam raya ini agar hidup dalam kebersamaan (bdk. Kej 2:20,22) dan melaksanakan kekuasaan atas bumi (bdk. Kej 1:26,28-30), pribadi manusia karena alasan ini sejak saat paling awal dipanggil untuk hidup di dalam masyarakat: Allah tidak menciptakan manusia sebagai satu makhluk soliter tetapi menghendaki dia menjadi satu makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat karenanya bukan hal luaran bagi manusia: ia hanya dapat bertumbuh dan mewujudkan panggilannya dalam kaitan dengan orang-orang lain. (bdk., Kompendium ASG, 149).

Sebuah masyarakat yang ingin dan bermaksud tetap melayani manusia pada setiap tingkatannya adalah masyarakat yang memiliki kesejahteraan umum, kesejahteraan semua orang dan kesejahteraan seluruh pribadi sebagai sasaran utamanya. Pribadi manusia tidak dapat menemukan kepenuhannya di dalam dirinya sendiri, artinya terlepas dari kenyataan bahwa ia berada bersama yang lain dan untuk yang lain. Kebenaran ini tidak semata-mata menuntut bahwa ia hidup bersama yang lain pada berbagai tingkat kehidupan sosial, tetapi bahwa ia mengikhtiarkan dengan tiada henti-hentinya, kesejahteraan, yakni makna dan kebenaran yang ditemukan dalam bentuk-bentuk kehidupan sosial yang ada. Tak ada satu pun bentuk kehidupan sosial, mulai dari keluarga hingga kelompok-kelompok sosial perantara, paguyuban-paguyuban, usaha-usaha yang bercorak ekonomi, kota-kota, wilayah-wilayah, negara-negara hingga masyarakat bangsa-bangsa, yang bisa meloloskan diri dari persoalan menyangkut kesejahteraan umumnya sendiri, dalam arti bahwa ini merupakan sebuah unsur konstitutif menyangkut makna penting serta alasan yang otentik bagi keberadaannya sendiri. (bdk., KDASG, 165)

Subsidiaritas terbilang di antara prinsip-prinsip yang paling tetap dan khas dari ajaran sosial Gereja. Tidaklah mungkin memajukan martabat pribadi tanpa menunjukkan kepedulian terhadap keluarga, kelompok-kelompok, paguyuban-paguyuban, kenyataan teritorial setempat; singkatnya, apa saja yang menyokong bentuk ungkapan di bidang ekonomi, sosial, budaya, olahraga, rekreasi, profesi dan politik, untuknya orang-orang secara spontan terlibat dan yang memungkinkan mereka untuk menggapai pertumbuhan sosial secara efektif. Inilah ranah masyarakat sipil, yang dipahami sebagai keseluruhan jumlah relasi di antara individu-individu dan pengelompokan-pengelompokan sosial perantara, yang merupakan relasi pertama yang muncul dan yang terwujud berkat kemandirian kreatif warga negara. Jejaring relasi ini memperkokoh tenunan sosial dan menjadi pijakan untuk suatu persekutuan sejati di antara pribadipribadi, seraya memungkinkan pengakuan atas bentuk-bentuk kegiatan sosial yang lebih tinggi. (bdk., KDASG 185)

Pesan ajaran sosial Gereja berkenaan dengan solidaritas jelas-jelas menunjukkan bahwa terdapat sebuah ikatan yang sangat erat antara solidaritas dan kesejahteraan umum. Istilah solidaritas, yang digunakan secara luas oleh Magisterium, mengungkapkan kebutuhan untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua orang dan kelompok-kelompok sosial satu sama lain, ruang yang diberikan kepada kebebasan manusia bagi pertumbuhan bersama di dalamnya semua orang berbagi dan di dalamnya mereka berperan serta. Komitmen kepada tujuan ini diterjemahkan ke dalam kesediaan untuk menyerahkan diri sendiri demi kebaikan sesama, melampaui setiap kepentingan individu atau golongan. (bdk., KDASG 194)

4. Tujuan

1. Agar umat memahami pentingnya persekutuan dalam Kelompok Kecil Umat sebagai jati diri Gereja, persekutuan iman yang paling mendasar dan menjadi cara berpastoral yang strategis.

2. Agar umat semakin bersemangat menghidupi dan mengembangkan Kelompok Kecil Umat sebagai wadah penghayatan iman, pembinaan iman dan sharing iman, melalui relasi antar pribadi

3. Agar umat merancang dan melaksanakan kegiatan konkret dalam rangka mewujudkan Kelompok Kecil Umat yang missioner

5. Aksi Nyata (Alternatif)

1. Kelompok teritorial (lingkungan, wilayah, stasi) dan kelompok kategorial dapat mengagendakan perjumpaan umat dalam persekutuan, secara rutin, dalam bentuk:

a. Sharing iman, pendalaman iman, doa, devosi, arisan atau diskusi

b. Melihat masalah yang ada dalam Kelompok Kecil Umat, melakukan analisa masalah dan melakukan tindakan nyata mengatasi masalah. Misalnya: menggalang bantuan dana mereka yang kesuliatan biaya sekolah, pengobatan atau wirausaha, menjadi anggota dalam Credit Union, menyatukan suara dukungan untuk calon legislatif, menjalin dialog iman / dialog karya dengan umat beragama lain, mensukseskan sensus Keuskupan

c. Menyelenggarakan animasi, seminar, lokakarya, retret dan rekoleksi tentang Mewujudkan Kelompok Kecil Umat yang Misioner, persekutuan, communio

2. Lembaga Pendidikan sebagai karya kerasulan pendidikan merupakan panggilan Gereja dalam rangka pewartaan kabar gembira bagi orang muda, dapat membina kebersamaan dan persatuan di kalangan para murid, dalam pengajaran dan kegiatan yang memupuk nilai sosial terutama solidaritas, subsidiaritas dan kesejahteraan umum.

3. Keluarga, sebagai Gereja kecil meluangkan waktu untuk menghayati iman, membina iman dan sharing iman dalam keluarga. Serta menjadi tempat penanaman nilai pentingnya kebersamaan dalam Kelompok Kecil Umat, berupa ajakan dan keteladanan untuk hadir dan terlibat dalam Kelompok Kecil Umat

4. Pribadi, semakin bersemangat menghidupi dan mengembangkan Kelompok Kecil Umat sebagai wadah penghayatan iman, pembinaan iman dan sharing iman serta berkomitmen terlibat dalam kegiatan konkret di dalam Kelompok Kecil Umat.

4

Monitoring Dan Evaluasi APP 2013HALPERTANYAAN

Bahan Pendalaman Iman dan SosialisasiApakah bahan pendalam iman APP 2013 semakin meneguhkan iman akan kebangkitan Yesus ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Apakah bahan pendalaman iman APP 2013 mengantar umat kepada pertobatan untuk Bekerja dengan Iman ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Apakah bahan pendalaman iman APP 2013menggerakkan umat untuk melakukan aksi nyata ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Pelaksanaan Pendalaman Iman

Apakah pelaksanaan pendalaman iman APP 2013 di komunitas basis umat berlangsung baik secara kualitas dan kuantitas ?

kurangcukupBaikbaik sekali

Apakah pemandu pendalaman iman APP 2013 melaksanakan tugas memandu pendalaman iman dengan baik ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Apakah kehadiran umat dalam pendalaman iman APP 2013 sungguh baik, secara kualitas dan kuantitas ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Pelaksanaan Gerakan / Aksi Nyata APPApakah terlaksana kegiatan amal kasih / pemberdayaan yang selaras dengan Tema APP 2013, Bekerja dengan Iman ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Apakah terlaksana kegiatan pemberdayaan yang selaras dengan Fokus Pastoral Ardas 2013, Tahun Orang Muda Katolik dan Kitab Suci ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Bantuan Dana APPApakah terlaksana kegiatan amal kasih / pemberdayaan, terutama untuk kaum miskin ?

kurangcukupbaikbaik sekali

Usul Dan Saran

Kevikepan

Paroki

Wilayah

Lingkungan

Formulir monitoring dan evaluasi ini menggunakan metode sampling acak, untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan APP 2013. Formulir diisi oleh umat beriman di wilayah Keuskupan Surabaya, dengan asumsi mengikuti pelaksanaan APP 2013, pada saat sosialisasi bahan pendalaman iman APP 2014. Sesudah diisi harap diserahkan segera ke Panita / Tim Katekese APP Kevikepan / Paroki untuk diteruskan ke Panitia APP Keuskupan Surabaya Jl. Majapahit 38 B, Surabaya. Terima kasih atas partisipasi anda.