keracunan diazinon
-
Upload
welly-husain -
Category
Documents
-
view
214 -
download
7
description
Transcript of keracunan diazinon
INTOKSIKASI DIAZINON
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK FK UWKS BANGKALAN D
DOKTER MUDA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
(Periode 24 Desember 2012 - 3 Januari 2013)
Pembimbing
Drs. Putu Sudjana, apt, SH
Penyusun :
1. FAESAL A. SUMANSYAH (06700256)
2.WELLY HUSAIN S. (07700162)
3.WAHYU DHANA P (07700303)
4.INDRIA YEKTI W (07700230)
5.I WAYAN EKA S (07700277)
DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
1
2
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : INTOKSIKASI DIAZINON
Nama : Kegiatan Tugas Kepaniteraan Klinik Lab.IKK FK UWKS
Penulis : 1. FAESAL A. SUMANSYAH (06700256)
2. WELLY HUSAIN S. (07700162)
3. WAHYU DHANA P (07700303)
4. INDRIA YEKTI W (07700230)
5. I WAYAN EKA S (07700277)
Pembimbing: Drs. Putu Sudjana, Apt, SH
DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN
MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
Surabaya, Januari 2013Dosen Pembimbing
Drs. Putu Sudjana, Apt, SH
3
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya sehingga tugas baca yang berjudul INTOKSIKASI DIAZINON ini dapat selesai
dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Forensik di RSUD Dr.Soetomo Surabaya,
dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermafaat bagi pengetahuan
kita.
Dalam penulisan referat ini, tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. H. Agus M. Alghozi, dr., SpF (K), DFM, SH sebagai Kepala Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya
2. Prof. DR. Med. H. M. Soekry Erfan Kusuma, dr., SpF (K), DFM sebagai Kepala
Instansi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
3. Dr. H.Hoediyanto Sp.F(K) selaku Ketua Departemen Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya
4. Drs. Putu Sudjana, Apt, SH selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.
5. Segenap Staf Pengajar serta Karyawan Instalasi Kedokteran RSUD. Dr. Soetomo
Surabaya.
6. Seluruh dokter PPDS Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
7. Rekan-rekan Dokter Muda yang menjalani kepaniteraan klinik di Laboratorium
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
8. Almamater kami Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
4
Semoga makalah ini bisa berguna bagi para pembaca sekalian. Kami menyadari
tugas baca ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik maupun saran yang
membangun selalu diharapkan .
Surabaya, Januari 2013
Penyusun
5
DAFTAR ISI
Halaman judul i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi v
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar
vii
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
C. Manfaat 3
D. Sasaran Penulisan 3
Bab II Tinjauan Pustaka 4
A. Definisi dan Sifat Kimia Diazinon 4
B. Patofisiologi 8
C. Cara Terjadinya Keracunan
10
D. Tanda dan Gejala Klinik
11
E. Sebab Kematian
12
F. Pemeriksaan Jenazah
12
F.1. Pemeriksaan Luar
12
F.2. Pemeriksaan Dalam
12
6
F.3. Pemeriksaan Toksikologi
13
G. Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal
17
Bab III Kesimpulan
21
Daftar Pustaka
22
Lampiran
25
7
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kadar AChE dalam Darah 14
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Kimia Diazinon 4
Gambar 2 Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik 8
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini penggunaan racun serangga (pestisida) dalam kehidupan sehari-hari
sudah menjadi hal lumrah, baik dibidang pertanian maupun dalam kebutuhan rumah
tangga. Disamping dampak positif yang dihasilkan, penggunaan racun serangga juga dapat
memberikan dampak negatif, mengingat zat yang dikandung merupakan zat yang bersifat
toksik pada tubuh manusia. Dalam kadar tertentu pestisida hanya berdampak untuk
membunuh serangga, namun karena faktor lain, baik di sengaja atau tidak mudahnya
mendapatkan pestisida menyebabkan tingginya tingkat penyalahgunaan pestisida tersebut.
Salah satu kasus yang sering terjadi adalah percobaan bunuh diri dengan meminum racun
serangga. Selain itu juga dapat terjadi karena kecelakaan salah guna dan tindak kriminal
yang dengan sengaja menggunakan racun serangga untuk mencelakai seseorang. Perkiraan
terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus
keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit
akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil
dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri keracunan ringan
dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja
pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun
(Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000 kasus keracunan
pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk memperkirakan jumlah keracunan
pestisida kronis di seluruh dunia sangat sulit.
Insektisida terbagi atas beberapa golongan, namun yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dapat di golongkan atas 3 golongan, yaitu organofosfat, carbamat dan
organoklorin. Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah
sedikit saja dapat menyebabkan kematian. Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat).
Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar,
menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat:
10
a. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon.
b. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu
yang lama
c. Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme
d. Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan
dengan organoklorine.
e. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym cholinesterase.
Golongan organofosfat sendiri ada beberapa macam, yang banyak ditemukan
diindonesia yaitu tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion, malation dan diazinon.
Sedangkan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan adalah diazinon dan
malathion Insektisida ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan
saluran pernafasan, akan mengikat enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase
ini adalah mengatur bekerjanya saraf. Bila enzim yang berada dalam darah tersebut diikat,
akan menimbulkan gejala-gejala yang secara nyata tampak pada sistem biologis yang dapat
menyebabkan kesakitan (salah satunya kegagalan pernafasan akut) sampai kematian.2
Dalam suatu studi kasus yang diadakan di Sumatra pada tahun 1993 terhadap petani
wanita, menemukan 87% menyemprotkan insektisida di rumahnya sebanyak dua kali
sehari. Lebih dari 75% menggunakan insektisida jenis organofosfat atau carbamate, dan
tercatat 21% yang menyemprotkan insektisida pada kebunnya mengalami tiga atau lebih
gejala keracunan. Tercatat kasus-kasus keracunan akibat insektisida sejumlah 500.000an
pada tahun 1972, dan diperkirakan meningkat menjadi 25.000.000an pada awal 1990.4 Dan
setiap tahunnya sekitar tiga ribu kasus yang merupakan kasus berat. Kejadian keracunan
karena insektisida yang berakibat kematian lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit
infeksi pada negara-negara berkembang. Dalam hal ini mortalitas akibat keracunan
insektisida diakibatkan karena tertelannya zat tersebut dalam kasus bunuh diri.2
Mengingat luasnya penggunaan organofosfat golongan diazinon di masyarakat dan
cukup banyaknya kejadian keracunan baik karena penggunaannya dibidang pertanian
maupun akibat penyalahgunaan (bunuh diri ataupun pembunuhan), maka perlu untuk
menjabarkan secara lebih spesifik mengenai diazinon itu sendiri.
11
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Definisi dan Sifat Kimia Diazinon
2. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Patofisiologi Intoksikasi Diazinon
3. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Cara Intoksikasi Diazinon
4. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Tanda dan Gejala Intoksikasi
Diazinon.
5. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Sebab kematian pada Intoksikasi
Diazinon.
6. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Luar yang didapatkan
pada Intoksikasi Diazinon.
7. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Dalam yang didapatkan
pada Intoksikasi Diazinon.
8. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Toksikologi Pada
Keracunan Diazinon.
9. Sebagai bagian dari salah satu tugas penulis selama menjalani masa
kepaniteraan klinik di bagian / SMF Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal
RSU Dr. Soetomo Surabaya.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan referat ini adalah :
1. Menambah pengetahuan tentang insektisida golongan organofosfat jenis
Diazinon secara umum.
2. Menambah pengetahuan tentang toksikologi Intoksikasi Diazinon dalam
kaitannya dengan kasus-kasus dibidang forensik.
3. Menambah pengetahuan tentang aspek medikolegal Intoksikasi Diazinon.
D. Sasaran Penulisan
Sasaran penulisan referat ini adalah mahasiswa kedokteran, dokter dan institusi
kedokteran.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Sifat Kimia Diazinon
Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan suatu bahan
kimia yang efektif digunakan untuk membasmi serangga, yang bekerja dengan cara
menghambat enzim kolinesterase secara irreversibel, dimana enzim ini berfungsi dalam
pemecahan asetilkolin yang bersifat merangsang saraf otot.7
Diazinon digunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam industri pertanian.
Zat ini juga efektif dalam membasmi serangga di dalam tanah dan ectoparasit seperti kutu
pada domba. Untuk penggunaan rumah tangga, diazinon juga efektif untuk membasmi
kecoa, semut, kutu karpet, dan serangga pada hewan piaraan. Nama dagang untuk diazinon
adalah Knox-Out, Dianon, atau Basudin.8
1. Struktur Komponen9
Senyawa diazinon merupakan thiophosphoric acid ester, yang diperkenalkan oleh
Ciba-Geigy pada tahun 1952 (sekarang dikenal dengan nama Novartis), yang merupakan
sebuah perusahaan kimia di Swiss. Diazinon memiliki rumus bangunan molekuler sebagai
berikut.
Gambar Struktur Kimia Diazinon
13
Nama IUPAC Diethoxy-[(2-isopropyl-6-methyl-4-pyrimidinyl)oxy]-
thioxophosphorane
Nama lain O,O-Diethyl-O-(2-isopropyl-6-methyl-pyrimidine-4-
yl)phosphorothioate
Molecular formula C12H21N2O3PS
Molar mass 304.35 g/mol
Appearance Colorless to dark brown liquid
Data ini didapatkan pada kondisi standar (suhu 25 °C, dengan 100 kPa)
2. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Diazinon
Sifat fisik diazinon yang berkaitan dengan lingkungan adalah mempunyai titik didih
83-84oC, tekanan uap 1.4 10-4 mmHg pada 20oC, koefisien partisi oktanolair adalah 4,
kelarutan dalam air 40 μg ml-1 pada 25oC, sedikit larut dalam air (kirakira 0.04%) dan dapat
dicampur dengan pelarut organik (Merck Index 1998). Stabil dalam lingkungan alkali
lemah tetapi sedikit terhidrolisis dalam air dan asam encer. Diazinon sangat sensitif
terhadap oksidasi dan suhu tinggi, serta cepat terurai pada suhu di atas 100oC (Hayes &
Laws 1991).
Matsumura (1976) menyatakan bahwa sebagian besar diazinon mengalami
degradasi membentuk asam dietiltiofosfonat. Persisten diazinon dalam air tawar dan air laut
masing-masing adalah 11% dan 30% setelah aplikasi 17 hari, sedangkan residu dalam
lumpur permukaan (2 mm) masih terdapat 0.05-2% setelah 21 hari aplikasi.
Diazinon sangat mobil pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah sampai
sedang, dan immobil pada kandungan bahan organik tinggi (Arienzo et al. 1994). Koefisien
partisi oktanol-air mengindikasikan diazinon bisa diakumulasi secara biologis dalam
organisme, dan ini telah dijumpai pada ikan pada konsentrasi maksimum 300-360 kali
konsentrasi di air. Volatilitas diazinon adalah 2.4 mg m-3 pada 20oC dan 18.6 mg m-3 pada
40oC. Diazinon mempunyai waktu paruh (half-life) 30 hari dan koefisien serap oleh tanah
14
Koc=1.000 E (Wauchope et al. 1992), sedangkan konsentrasi diazinon sebesar 0.2-5.2 mg l-
1 dapat membunuh ikan (Smith et al. 2007)
Diazinon mempunyai spektrum daya bunuh yang luas terhadap serangga dan
berbagai cacing tanah. Toksisitas diazinon terhadap mamalia adalah sedang (II), dengan
lethal doses (LD50) oral akut masing-masing 96-967 mg kg-1 pada tikus jantan dan 66-635
mg kg-1 pada tikus betina dan LD50 dermal akut masing-masing tikus adalah >2000 mg kg-1
(katagori III), LD50 inhalasi akut pada tikus 3.5 mg l-1 termasuk kategori III (Pesticide Fact
Handbook 1986). LD50 untuk beberapa spesies burung 3-40 mg kg-1 dan spesies ikan 0.4-8
μg ml-1 (Sumner et al. 1985 laporan CIBA-GEIGY tidak dipublikasi).
3. Alur Biokimia pada Reduksi Diazinon di Alam
Residu pestisida secara alamiah dapat hilang atau terurai dengan baik dalam
lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam
penguraian pestisida adalah penguapan, pencucian, pelapukan dan dengan degradasi baik
secara kimia, biologi maupun fotokimia. Hidrolisis diazinon menjadi IMPH (2-isopropyl-4-
methyl-6-hydroxy pyrimidine) terutama diatur oleh proses abiotik, degradasi dari diazinon
meningkat oleh mikroorganisme tanah, sehingga mikroorganisme menjadi faktor yang lebih
dominan dari faktor abiotik (Leland 1998).
Formulasi diazinon terdegradasi menjadi sejumlah tetraetilpirofosfat, menghasilkan
sulfotepp (S,S-TEPP) dan monothiotepp (O,S-TEPP), kedua senyawa tersebut mempunyai
sifat toksik yang lebih tinggi dibandingkan diazinon dan merupakan inhibitor enzim
kolinesterase terutama O,S-TEPP yaitu 14000 kali lebih toksik dari diazinon (Allender &
Britt 1994). Oksidasi diazinon menjadi bentuk diazoxon yang lebih toksik, terjadi pada
jaringan hewan dan tumbuhan (Mc Ewen & Stevenson 1989). Pada vertebrata, oksidasi
terjadi di mikrosom hati, dalam kondisi ada oksigen dan NADPH2. Pada insekta, oksidasi
terjadi dalam lemak tubuh dan metabolitnya dikeluarkan. Kecepatan oksidasi diazinon
menjadi diazoxon, dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10oC dari 10o–60oC, diazoxon
tidak bisa diisolasi dari tanah (Leland 1998). Selanjutnya dikatakan bahwa degradasi
diazinon lebih cepat pada air dengan suhu lebih hangat, maka degradasi menjadi 2-4 kali
15
lebih cepat pada air dengan suhu 21oC dibandingkan pada air dengan suhu (Moore et al.
2007).
Proses pembentukan metabolit diazinon (reaksi transformasi enzimatik) terjadi
melalui reaksi primer yaitu hidrolisis yang diikuti oleh reaksi pemecahan rantai cincin
diazinon, sehingga diazinon terdegradasi pada reaksi primer menjadi 2-isopropyl-4-methyl-
6-pyrimidinol (IMP) dan tiofosfonat. Menurut Ku et al. (1997) bahwa diazinon mengalami
dekomposisi secara fotolisis pada pH 3 menghasilkan bentuk organik antara yang bisa
diekspresikan sebagai jumlah dari 2-isopropyl-4-methyl-6-pyrimidinol (IMP) dan
tiofosfonat sebagai C diikuti dengan pembentukan ion SO4-2.Produk hidrolisis dan fotolisis
tersebut diidentifikasi sebagai senyawa yang sifat toksiknya lebih rendah dibandingkan
senyawa diazinon (Bollag 1974).
Degradasi diazinon di air disebabkan oleh hydrolisis, terutama pada kondisi asam.
Pada kondisi air streril half life diazinon selama 12 hari pada pH 5 dan pada air netral half
life selama 138 hari pada pH 7 (US-EPA 2006). Diazinon mengalami degradasi dengan
cahaya membutuhkan waktu 17.3-37.4 jam (Howard 1991) dan di tanah akan terurai
menghasilkan CO2 (Roberts & Hutson 1999). Degradasi diazoxon yang diaplikasi pada
tanah silt loam pada pH 8.1 dan suhu 25oC ditemukan mengikuti kurva linier dan half-life
dalam tanah ditemukan 18 jam (Getzin 1968). Half-life diazinon studi laboratorium di tanah
dengan pH 7.8 selama 39 hari (US-EPA 2007).
Diazinon dan diazoxon dihidrolisis menjadi 2-isopropyl-4-metil-6-
hydroxypyrimidine (IMHP) yang memiliki toksisitas sangat rendah dan ada dalam dua
bentuk isomer yaitu keton dan enol. Pada pH 8.4 kecepatan hidrolisis diazoxon, adalah 10
kali diazinon. Diazinon dan diazoxon masing-masing dikatalis dalam kondisi asam dan
basa. Pada kondisi pH air alami 5.5-8.5 dan suhu kurang dari 25oC, residu diazinon akan
bertahan lama Gomma et al. (1969). Hidrolisis di dalam tanah, nampaknya diadsorpsi dari
pada dikatalisis asam (Konrad et al. 1967). Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses
biotik dan abiotik ditunjukan pada Gambar di bawah ini.
16
Gambar. Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik (Leland 1998)
B. Patofisiologi
Secara umum, organofosfat merupakan insektisida yang paling toksik diantara
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia, dengan diazinon dan
malathion merupakan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan. Efek
sistemik yang timbul pada manusia ataupun pada binatang percobaan yang terpapar, baik
secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit, terutama disebabkan oleh penghambatan enzim
asetilkolinesterase (AChE) oleh Diazoxon, senyawa metabolit aktif dari diazinon.11
Penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) terjadi pada hubungan antara saraf
dan otot, serta pada ganglion sinap. Asetilkolin merupakan suatu neurotransmiter dari
impuls saraf pada post-ganglionik, serabut saraf parasimpatik, saraf somatomotorik pada
otot bergaris, serat saraf pre-ganglionik baik parasimpatis dan simpatis serta sinap-sinap
tertentu pada susunan saraf. Secara normal, asetilkolin dilepaskan melalui perangsangan
pada saraf, yang kemudian akan diteruskan dari motor neuron ke otot volunter, misalkan
pada bronkus atau jantung. Asetilkolin yang dilepaskan tersebut kemudian akan dihidrolisa
menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim asetilkolinesterase.11
Sebagai antikolinesterase organofosfat, diazinon menghambat AChE dengan
membentuk kompleks fosforilasi yang stabil, sehingga tidak mampu memecah asetilkoline
17
pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap, sehingga terjadi
penumpukan asetilkoline pada reseptorm asetilkolin, yang menyebabkan terjadinya
stimulasi yang berlebihan dan berkelanjutan pada serat-serta kolinergic pada parasimpatis
postganglionik, hubungan neuromuskular pada otot skeletal, dan hiperpolarisasi dan
desentisasi sel-sel pada sistem saraf pusat.11
Reaksi-reaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi :
1. Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada beberapa organ,
antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan terhadap kelenjar (salivasi,
lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin, muntah, nyeri perut, diare,
bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan sekresi bronkus, vasodilatasi, bradikardia,
dan hipotensi.
2. Efek nicotinik, terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada hubungan otot skeletal dan
simpatism preganglionik. Gejal-gejala yang muncul seperti muscular fasciculations,
kelemahan, midriasis, takikardia, dan hipertensi.
3. Efek pada sistem saraf pusat terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada tingkat
cortical, subcortical, dan spinal, terutama pada korteks serebral, hipocampus, dan sistem
motorik ekstrapiramidal. Gejala-gejalanya seperti depresi pernafasan, cemas, insomnia,
nyeri kepala, lemas, gangguan mental, gangguan konsentrasi, apatis, mengantuk,
ataksia, tremor, konvulsi, dan koma.10,11
4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stres oksidatif pada sel darah. Jika
antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang terbentuk akibat
terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel, dan menyebabkan
terjadinya stres oksidatif.12
5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga meningkatkan
pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan glikogenolisis dan
glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya Diabetes Mellitus.12
18
C. Cara terjadinya keracunan
a. Self poisoning
Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang
berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat
ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang
hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat
membahayakan dirinya.
b. Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida,
tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir
dalam penggunaan dosis.
c. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan
sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya
memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar
pestisida.
d. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja
meracuni seseorang. Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara
molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik.
Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya
yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk
keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana
senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.
Sedangkan untuk jalan masuknya sendiri dapat dibagi atas :
1. Dermal, absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama
pestisida masih ada di kulit.
2. Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja
(bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg
paling sering terjadi karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.
19
3. Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung,
tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat
berupa bubuk, droplet atau uap.
D. Tanda dan Gejala Klinik
Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka,
mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan. Melalui saluran pernafasan gejala
timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup dalam konsentrasi kecil dapat hanya
menimbulkan sesak nafas dan batuk. Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan
waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat
menyebabkan akibat terlokalisir. Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan
keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja.
Pajanan pada mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan kabur saja. 1,4,11
Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala
dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau depresi yang diikuti oleh
stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi
berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama
pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada
efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,
pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada susunan saraf pusat
menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit kepala, emosi tidak stabil, neurosis,
mimpi buruk, apatis, bingung, tremor, kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi
pernafasan dan koma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam,
tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila
gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal
tersebut jarang terjadi.4,11
20
E. Sebab Kematian
Kematian akibat keracunan diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan. Hal
ini disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi, kelumpuhan otot-otot
pernafasan, kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan sekresi bronkus, dan depresi saraf
pusat yang kesemuanya itu akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung
seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit ditemukan sebagai penyebab
kematian.11
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan
organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam
8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala yang timbul berupa kelemahan
progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada
jari dan kaki berupa foot drop.4,11
F. Pemeriksaan Pada Jenazah
Pada korban yang meninggal akibat keracunan diazinon atau senyawa organofosfat
lainnya, pada otopsi akan dijumpai tanda-tanda sebagai berikut:
F.1. Pemeriksaan Luar
1. Busa atau buih putih kemerahan dari hidung atau mulut, yang kadang tercium bau
pelarut insektisida tersebut, yaitu minyak tanah.
2. Kuku dan jari tampak sianosis
3. Pakaian terkadang berbau minyak tanah, jika sebelumnya korban muntah.
F.2. Pemeriksaan Dalam
1. Pada permukaan rongga torak dan abdomen biasanya tercium bau minyak tanah,
terutama waktu membuka lambung, usus, bronkus dan paru
2. Pada beberapa kasus, paru-paru akan tampak mengalami odem, dan berbuih yang
dapat dilihat dengan memasukkan ke dalam air. Bintik-bintik perdarahan pada pleura
tampak konstan, terutama pada daerah hipostatik, yang mana akan menampakkan
gambaran kolap pada pleura.
21
3. Penelitian Limaye tahun 1966, menyebutkan tanda-tanda yang tampak pada sistem
gastrointestinal antara lain tampak warna kehitaman pada usus, adanya darah dalam
usus, kongesti pada mukosa usus dengan bintik-bintik perdarahan pada lapisan
submukosa usus, dan bisa juga terjadi erosi dan perlukaan pada usus.
4. Adanya cairan yang berminyak dalam lambung atau usus
5. Tidak ditemukan kelainan organ yang spesifik, tetapi terkadang terdapat edema paru,
dilatasi kapiler dan kongesti organ-organ visera.11
F.3. Pemeriksaan toksikologi
Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya
setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis.
1. Spesimen untuk pemeriksaan toksikologi
Secara umum sampel yang harus diambil adalah :
a. Stasiun I
Lambung dengan isinya : ± 250 gram
Usus halus dengan isinya : ± 250 gram
b. Stasiun II
Hati : ± 250 gram
Ginjal : ½ kanan dan ½ kiri
Otak : ± 250 gram
Hanya pada racun yang ekskresinya melalui paru-paru : ± 250 gram
c. Stasiun III
Pada keracunan kronis :
Rambut
Lemak
Tulang
Kuku
Bahan lain :
Darah dari vena femoralis
Urin
22
2. Tempat
Tempat yang dipakai untuk diisi jaringan harus :
Bersih
Sedapat-dapatnya baru
Bermulut lebar
Dapat diberi tutup rapat, kemudian dilapisi parafin
Diberi label dan segel, sehingga tidak mungkin membukanya tanpa merusak
segel
Disimpan dalam lemari yang terkunci
3. Sebagai bahan pengawet dipakai :
Dry ice
Es batu
Ethyl alkohol 95%
Dalam hal terpaksa dapat digunakan minuman keras sebagai pengawet dengan
kadar alkohol minimum ≥ 40%
4. Yang perlu diikut sertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan toksikologi :
Contoh pengawet yang dipakai, juga diberi label dan segel
Surat permohonan pemeriksaan toksikologi dan laporan bahan yang dikirim
dan contoh materai
Berita acara mengenai peristiwa keracunan
Laporan otopsi
Berita acara tentang cara membungkus dan memateraikan bahan
Untuk penentuan kadar AChE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara
tintometer (Edson) dan paper-strip (Acholest)
Cara Edson
berdasarkan perubahan pH darah
23
Caranya adalah dengan mengambil darah korban, dan menambahkan indikaor
brom-timol-biru, didiamkan, dan setelah beberapa saat akan terjadi perubahan warna.
Warna tersebut dibandingkan dengan warna standar pada comparator disc, maka dapat
ditentukan kadar AChE dalam darah.
Tabel Kadar AChE dalam Darah
% Aktifitas AChE Darah Interpretasi
75%-100% dari normal Tidak ada keracunan
50%-75% dari normal Keracunan ringan
25%-50% dari normal Keracunan
0%-25% dari normal Keracunan berat
Cara Acholast
Caranya dengan mengambil darah korban, dan meneteskan pada kertas Acholast
bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholast sudah terdapat ACh
dan indikator. Kemudian dicatat waktu perubahan warna pada kertas tersebut. Perubahan
warna harus sebanding dengan perubahan warna pembanding (serum normal), yaitu warna
kuning telur.
Jika waktu yang dikeluarkan kurang dari 18 menit, tidak ada keracunan. Jika 20-35
menit, termasuk dalam keracunan ringan. Jika 35-150 menit, termasuk keracunan berat.
Untuk pemeriksaan toksikologi lainnya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Kristalografi
24
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan atau minuman, muntahan, dan isi
lambung dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat
yang didapat diteteskan ke dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian
dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, berarti termasuk ke
dalam golongan hidrokarbon terklorinasi.
Kromatografi Lapisan Tipis (TLC)
Kaca berukuran 20 cm x 20 cm dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan
aluminium oksida, lalu dipanaskan ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 1 jam. Filtrat
yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban, disertai dengan tetesan
lain yang telah diketahui golongan, jenis, dan konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung
kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut (biasanya dengan Hexan), namun celupan tidak
boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya kapilaritas, maka pelarut akan ditarik
ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan, lalu
disemprot dengan reagen Faladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan
Difenilamin 0,5% dalam alkohol. Jika ditemukan warna hitam (gelap) berarti golongan
hidrokarbon terklorinasi. Jika ditemukan warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan
organofosfat.
Untuk menentukan jenis dalam golongannya, dapat dilakukan dengan menentukan
R.f. masing-masing bercak, dengan rumus sebagai berikut.
bn
Angka yang didapatkan, dicocokkan dengan standar, sehingga jenisnya dapat ditentukan.
Selain pemeriksaan di atas, dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan cara
Spektrofotometri dan Kromatografi gas
G. Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal
25
Toksikologi Forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan
pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh dan
cairan korban. Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam
rangka membantu penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun,
menyusun dan menilai barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar
dapat membuat terang suatu kasus yang ada indikasi korbannya meninggal akibat racun.
Dokter pemeriksa pada kewenangannya tidak akan menyebutkan korban mati akibat bunuh
diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan, tapi jelas menyebutkan penyebab kematiannya
akibat keracunan zat-zat, obat-obatan, dan racun tertentu atau dengan kata lain
ditemukannya gangguan pada organ-organ tubuhnya akibat sesuatu zat-zat, obat-obatan,dan
racun tertentu tersebut.
1. Aspek hukum
Sebagaimana diatur dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang menegaskan “dalam
hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.”
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa apabila ada kasus mati karena keracunan
yang diduga tindak pidana, penyidik berwenang mendatangkan dan meminta keterangan
seorang ahli.
Sedangkan "Keterangan ahli" menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP adalah "keterangan
yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan".
Dengan adanya definisi diatas maka yang dimaksud dengan seorang yang memiliki
keahlian khusus dalam keracunan adalah seorang toksikologi.
Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga karena suatu
tindak pidana, perlu diketahui oleh pihak pengadilan, karena menentukan kesalahan yang
telah dilakukan terdakwa, sehingga hakim dapat menjatuhkan pidana seadil mungkin.
Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena kealpaannya) maka terdakwa
dapat dijatuhi pidana berdasarkan : pasal 203, 205, dan 359 KUHP.
26
Pasal 203
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang
sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air
minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain,
sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang
yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-
bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita.
Pasal 359
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
Pasal 202
27
(1) Barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau
ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-
sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun.
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Apabila terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut berbahaya bagi jiwa atau
kesehatan, tetapi ia tidak mengatakan dengan berterus terang sifat bahaya dari pada barang
tersebut kepada orang yang berkepentingan, maka ia dapat dipidana berdasarkan pasal 204
KUHP.
Pasal 204
(1) Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang
yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat;
berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun.
28
Apabila tindakan pembunuhan dengan racun itu dilakukan dengan direncanakan
terlebih dahulu, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 304 KUHP.
Pasal 304
“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam
keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Apabila tidakan itu dilakukan atas permintaan korban, tedakwa dapat dipidana
berdasarkan pasal 344 KUHP.
Pasal 344
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.”
Seseorang yang sengaja menghasut, membantu atau memberi sarana untuk
membunuh diri dengan racun, sehingga korban meninggal dunia maka terdakwa dapat
dijatuhi pidana berdasarkan pasal 345 KUHP
Pasal 345
“Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”
29
BAB III
KESIMPULAN
1. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik, yang
dalam dosis toksik menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.
Berat ringannya keracunan dipengaruhi oleh cara masuk, umur, kondisi tubuh,
kebiasaan, idiosinkrasi, alergi, dan waktu pemberian.
2. Keracunan dapat terjadi akibat usaha bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan
Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah menemukan racun atau
sisa racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban, dan adanya kontak dengan racun.
3. Keracunan insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri,
dan digolongkan menjadi Hidrokarbon Terklorinasi dan Inhibitor Kolinesterase, yang
Organofosfat dan Karbamat.
4. Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan bahan kimia
yang efektif digunakan untuk membasmi serangga. Efek yang timbul pada manusia
akibat terpapar pada senyawa ini, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit.
Diazinon bekerja sebagai antikolinesterase organofosfat yaitu dengan menghambat
AchE. Kematian keracunan Diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan dan
aritmia jantung.
5. Pengobatan untuk keracunan akut, diberikan sulfas atropin dan dilanjutkan dengan
pemberian kolinesterase reaktivator. pemberian harus diberikan dengan cepat
mengingat masa kritis dalam 4-6 jam pertama. Untuk keracunan kronis dapat diketahui
dengan penentuan kadar AChE dalam darah.
6. Pemeriksaan pada jenasah, meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan
pemeriksaan tambahan. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan buih putih kemerahan
dari hidung atau mulut dengan bau pelarut insektisida tersebut (minyak tanah), kuku
dan jari tampak sianosis. Pada pemeriksaan dalam, secara umum tidak ditemui kelainan,
tetapi dapat ditemukan bau minyak tanah pada rongga torak dan abdomen, dan edema
organ-organ dalam. Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan toksikologi
dan penentuan kadar AChE dalam darah atau plasma.pemeriksaan toksikologi
30
menggunakan jaringan hati, limpa, paru-paru, lemak badan, isi muntahan atau sisa
makanan yang dicerna, dan darah, yang umumnya menggunakan cara kristalografi dan
kromatografi lapisan tipis. Sedangkan untuk menentukan kadar AChE dalam darah dan
plasma, dapat menggunakan cara tintometer (Edson) dan paper strip (Acholest).
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.
2. Benbrook, C.M.. How Do We Live with the Use of Chemicals to Feed the World.
In: Symposium Annual Meeting of the AAAS, Can We Feed The World Without
Poisoning the Earth. Washington DC; February 19, 2005. Available from:
http://www.biotech-info.net. AAAS_2005.htm. Acessed: May 21th, 2008
3. Sampurna, Budi & Samsu, Zulhasmar. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan
Hukum. Jakarta; 2003.
4. Gagnon, M. Diazinon. George Washington University School of Public Health;
PubH 243. 2001
5. Katzung, B.G & Trevor, A.J. Introduction to Toxicology in: Pharmacology,
Examination and Board Review. 6th ed. United States of America; Lange Medical
Book/McGraw Hill. 2002.
6. Jaga, Kushik & Dharmani, Chandrabhan. Sources of Exposure to and Public Health
Implications of Organophosphate Pesticides in: Rev Panam Salud Publica/Pan AmJ
Public Health. Vol 14(3). 2003.
7. Busby, A. et al. The In Vivo Quantitation of Diazinon, Chlorpyrifos, and Their
Major Metabolites in Rat Blood for the Refinement of a Physiologically-Based
Pharmacokinetics/Pharmacodynamic Models. In: U.S. Department of Energy
Journal of Undergraduated Research. Vol. 10. 2004 .Available from:
http://www.scied.science.doe.gov. Acessed: May 21th, 2008
32
8. Buffin, D.. Diazinon. in: Pesticides News. No. 49. September 2000. p.20. Available
at: http://www.pan-uk.org/search/index.html. Acessed: May 21th,2008
9. Wikipedia.. Diazinon. in: Wikipedia, the Free Encyclopedia. U.S.; Wikimedia
Foundation, Inc. 2008. Available at: http://en.wikipedia .org/wiki/ Diazinon.
Acessed: May 21th, 2008
10. Kamanyire, R. & Karalliedde, L. In-Depth Interview, Organophosphate Toxicity
and Occupational Exposure. in: Occupational Medicine. Vol.54. p. 69-75. 2004.
11. CDC. Diazinon. 2004.. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/ toxprofiles/tp86-
c3.pdf Accessed : May 23th, 2008
12. Teimori, F, et al. Alteration of Hepatic Cells Glucose Metabolism as a Non-
cholinergic Detoxication Mechanism in Counteracting Induced Oxidative Stress. In:
Human & Experimental Toxicology. Vol.25. p.697-703. 2006. Available at:
www.sagepublications.com. Acessed : May 21th, 2008
13. Sudjana Putu. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal: Toksikologi,hal(127-
177). Surabaya; 2010.
33
Lampiran I
Kasus 1 : Seorang laki-laki berusia 70 tahun ditemuka sudah tidak bernyawa lagi
didapurnya, disisinya terdapat botol kosong berlebel Alaxon®, sebelumnya pasien tampal
depresi, pernah beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Pada otopsi menemukan
kongesti alat dalam yang non spesifik dan difus dan tampak bintik-bintik perdarahan di
sepanjang saluran pernapasan. Tampak sirosis mikronodular, dan disangka sebagai
keracunan alcohol. Tidak ada tanda-tanda kekerasan.darah femoral, urin dan cairan
lambung diambil jaringannya sebagai sampel untuk analisis toksikologi.
Kasus 2 : Seorang tukang kebun berusia 63 tahun ditemaka tergeletak tidak
sadarkan diri di atas tempat tidurnya. Didekatnya ada botol Perfekthion®. Saat di dalam
ambulance terjadi cardiac arrest. Walaupun telah dilakukan perawatan secara intensif,
laki-laki itu meninggal setelah 3 hari berada di rumah sakit. Pada pemeriksaan post mortem
ditemukan anoksia ensefalopati yang difus dan infark serebral akut. Tidak ditemukan tanda
kekerasan. Cairan plasma dikumpulkan ke rumah sakit antara lain darah femoral, isi
lambung, hati dan kandung empedu untuk dilakukan analisis toksikologi. Dalam kandung
kemih tidak ada urin.
34