kedokteran keluarga
-
Upload
nadia-indri -
Category
Documents
-
view
28 -
download
3
description
Transcript of kedokteran keluarga
1. ANGGARAN DASAR PDKIMUKADDIMAHBahwa sesungguhnya dalam upaya menuju tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, kebahagiaan dan kesejahteraan setiap manusia Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan.Bahwa dalam upaya mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut, setiap manusia Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan pelayanan kedokteran seoptimal mungkin.Bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan setiap manusia Indonesia, pada gilirannya akan menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan setiap keluarga Indonesia.Bahwa salah satu upaya menuju terbinanya keluarga Indonesia yang bahagia dan sejahtera itu adalah dengan menyelenggarakan dan meratakan baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan kedokteran yang bermutu bersama-sama dengan upaya lainnya secara berkelanjutan.Bahwa untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang bermutu perlu diupayakkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dokter praktek umum terutama dibidang kedokteran keluarga secara berkelanjutan dengan kadar dan mutu yang tinggi serta berpegang teguh pada sumpah dokter dan etika kedokteran.Bahwa untuk mencapai cita-cita tersebut, para dokter praktek umum yang akan atau telah menyelenggarakan profesi kedokteran keluarga bersepakat mendeirikan sebuah wadah serta membina dan memperkokoh wadah tersebut untuk pengembangan profesi dokter keluarga, wadah yang berbentuk sebuah organisasi yang dijalankan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga berikut:BAB INAMA, DEFINISI, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKANPasal 1Organisasi ini bernama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia disingkat PDKI atau bahasa Inggeris disebut The Association of Indonesia Family Physicians disingkat AIFPPasal 2DefinisiDokter Keluarga adalah dokter yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan pengembangan kedokteran keluarga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan/pelatihan khusus dibidang kedokteran keluarga serta mempunyai wewenang menyelenggarakan praktek dokter keluarga.Pasal 3Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 1981 dengan nama Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK) yang kemudian pada Kongres Nasional Kedua Dokter Keluarga Indonesia di Bogor pada tanggal 20 Oktober 1990 berubah nama menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI) dan pada Kongres Nasional Keenam di Surabaya pada tanggal 10 Agustus 2003 berubah nama menjadi Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) untu jangka waktu yang tidak ditentukan.Pasal 4Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Keluarga ini berkedudukan di Ibukota Republik IndonesiaBAB II
ASASPasal 5Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia berasaskan PancasilaBAB IIIPEDOMAN DAN SIFATPasal 6Perhimpunan Dokter Keluarga berpedoman pada sumpah dokter dan Kode Etik Kedokteran IndonesiaPasal 7Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia adalah organisasi profesi kedokteran yang menghimpun anggota IDI yang menerapkan profesionalismenya pada bidang pelayanan kedokteran keluarga.BAB IVTUJUAN DAN UPAYAPasal 8Memadukan setiap potensi dokter keluarga di Indonesia guna meningkatkan harkat, martabat dan kehormatan diri profesi kedokteran keluarga, megembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran khususnya dibidang kedokteran keluarga serta meningkatkan derajat kesehatan setiap keluarga di Indonesia menuju masyarakat sehat, adil dan makmur.Pasal 9Upaya organisasi adalah:1. Mewujudkan terselenggaranya praktik dokter keluarga di Indonesia2. Menyelenggarakan pendidikan/pelatihan kedokteran keluarga bagi anggota serta mengadakan penelitian dan memantau pengabdian profesinya didalam masyarakat3. Membantu pemerintah dalam program-program kesehatan, khususnya dibidang kedokteran keluarga.4. Membantu setiap keluarga Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatannya.5. Mengadakan hubungan kerja sama dengan badan-badan lain yang mempunyai tujuan dan wawasan sama atau selaras baik pemerintah maupun swasta, di dalama negeri atau di luar negeri.6. Melakukan usaha-usaha untuk kesejahteraan anggota7. Melaksanakan upaya lain sepanjang tidak bertentangan dengan sifat dan asas organisasi serta berguna untuk mencapai tujuan.BAB VKEANGGOTAANPasal 10Keanggotaan Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia terdiri dari:1. Anggota Biasa2. Anggota Muda3. Anggota Luar Biasa4. Anggota KehormatanBAB VIORGANISASIPasal 11
KEKUASAANKekuasaan organisasi berada pada Kongres Nasional Dokter Keluarga Indonesia, Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia, dan Rapat Anggota.Pasal 12STRUKTUR KEPEMIMPINAN1. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) bernaung dibawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI)2. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia terdiri dari Badan Legistlatif, Badan Eksekutif dan badan-badan khusus.3. Badan Legislatif adalah Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (KONAS PDKI), Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (RAKERNAS PDKI) dan Rapat Anggota (RA)4. Badan Eksekutif adalah Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PP PDKI), Pengurus Cabang Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PC PDKI) dan Pengurus Komisariat Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PK PDKI)5. Badan Khusus adalah badan yang dibentuk secara khusus oleh Pengurus Pusat untuk menjalankan amanat Kongres Nasional dan bertanggung jawab kepada Kongres NasionalBAB VIIPERBENDAHARAANPasal 13Harta benda PDKI diperoleh dari:1. Uang pangkal2. Iuran anggota3. Sumbangan anggota4. Hasil usaha-usaha lain yang sah dan tidak mengikatBAB VIIIPERUBAHAN ANGGARAN DASARPasal 14Perubahan Anggaran Dasar PDKI hanya dapat dilakukan oleh Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (KONAS PDKI)BAB IXPEMBUBARANPasal 15Pembubaran organisasi Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia yang khusus diadakan untuk itu.BAB XATURAN TAMBAHANPasal 16Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini dimuat dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga atau peraturan-peraturan / ketetapan-ketetapan organisasi, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.http://warungcopy.wordpress.com/2008/12/19/perhimpunan-dokter-keluarga-indonesia-pdki/Desember 19, 2008 Penulis: bread jackson sirait
2.
Atasi Kesehatan Keluarga dengan dokter KeluargaSelasa, 29/03/2011 09:00 WIB - Triawati Prihatsari Purwanto Tak banyak yang memahami tentang arti Dokter Keluarga (DK). Apakah DK adalah dokter yang khusus melayani sebuah keluarga? Apa bedanya dengan Dokter Praktik Umum (DPU)? Pasalnya, DPU yang ada dan praktik di tengah-tengah masyarakat saat ini identik dengan dokter batuk pilek. Sebaiknya, orang bisa mengenal lebih dekat dan mengetahui bahwa DPU bisa menjadi DK.Terlebih, berbagai masalah kesehatan seperti munculnya pola penyakit yang berbeda menuntun peran dokter dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan pun berubah. Dokter masa kini, harus siap untuk menolong pasien bukan hanya dengan penyakit akut, tapi juga pasien dengan penyakit kronisnya. Ataupun pasien yang menderita penyakit degeneratif dan tentunya dokter harus siap membantu pasiennya agar hidup sehat dalam kondisi lingkungan yang lebih rumit pada masa sekarang ini. Maka dari itu dia harus mengenal kepribadian dan lingkungan pasiennya. Upaya prevensi pun bergeser dari orientasi kesehatan masyarakat lebih ke arah kesehatan perorangan.Dikatakan Ketua Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), Dr Sugito Wonorekso dr PAH PKK, dalam seminar nasional kedokteran keluarga Prospek Dokter Keluarga Sebagai Provider Layanan Kesehatan Dalam Sistem Pembiayaan Kesehatan Berbasis Asuransi, di Emerald Ballroom Paragon Hotel, akhir pekan lalu, pengaruh berbagai faktor mulai dari dampak pesatnya perkembangan spesialisasi hingga tingginya biaya perawatan mendorong kesadaran pentingnya peningkatan jumlah dan mutu jajaran pelayanan kesehatan tingkat primer.Disiplin ilmu ini berkembang secara epistemologis atas dasar dorongan kebutuhan akan layanan yang kemudian dikenal dengan disiplin kedokteran keluarga. “Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Sedunia (WONCA) telah menekankan pentingnya peranan dokter keluarga dalam mencapai pemerataan pelayanan kesehatan,” ungkap Sugito.Ditambahkan Sugito, DK sebenarnya adalah DPU, hanya saja dalam praktiknya menggunakan pendekatan kedokteran keluarga. Pendekatan kedokteran keluarga itu prinsip pokoknya ada empat, yaitu pelayanan yang bersifat personal (individu), pelayanan yang bersifat primerartinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan primer, lalu komprehensif di mana DK sebagai dokter praktik umum melayani empat ranah pelayanan yakni promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kemudian yang keempat adalah kontinyu. Jangan sampai seseorang itu dilayani oleh banyak dokter, sehingga mengulang pelayanan lagi, pemeriksaan lagi, obatnya jadi dobel-dobel dan seterusnya. Demikian pula DK akan mengontrol, dalam tanda kutip tindakan spesialis, mana yang perlu dan mana yang tidak.MenguntungkanDengan perannya yang sangat penting, maka kompetensi DK harus lebih diasah. Untuk mencapai itu, skill dan knowledge memang harus ditatar, dan dilakukan hal yang sama pada perilaku, begitu pula dengan kinerja. “Kemudian apa yang terjadi jika semua dokter menjadi DK? Bagaimana dengan peran dokter spesialis? Pertanyaan tersebut akan muncul tentunya,” ujar Sugito.Dipaparkan Sugito, konsep DK sebenarnya sangat menguntungkan semua pihak, baik untuk spesialis, atau pengembangan spesialis. Dari segi keilmuan, DK termasuk spesialis pelayanan primer, sedangkan dokter spesialis misalnya spesialis mata atau spesialis anak merupakan dokter spesialis pelayanan sekunder atau bisa dikatakan sebagai tempat rujukan. Akan tetapi, yang terjadi selama ini dokter spesialis pada
umumnya praktik pelayanan primer karena kelemahan sistem. Contohnya dokter spesialis obgyn banyak melakukan tindakan persalinan normal, padahal bidan saja bisa melakukan hal tersebut.Menurut Sugito, dunia kedokteran khususnya di Indonesia menghadapi triple bourden yang pertama adalah penyakit infeksi. Misalnya ISPA, malnutrisi yang sampai saat ini masih memiliki angka kematian tinggi. Kemudian muncul penyakit baru DBD, HIV, flu burung atau flu babi dimana kasusnya lebih berat. Lalu yang ketiga melanda penyakit lama seperti TBC, malaria atau kusta. “Dimana fungsinya, karena dokter praktik umum tidak diberdayakan untuk mengatasi hal tersebut. Angka-angka kematian bagi bayi baru lahir atau ibu tidak bisa diturunkan hanya dengan mengandalkan dokter spesialis obgyn dan dokter anak. Makanya harus dokter praktik umum yang turun tangan,” imbuhnya.Seperti contoh lainnya jika seseorang membutuhkan vaksinasi, maka dia seharusnya datang ke dokter praktik umum. Buat apa ke dokter spesialis, capek-capek dan mahal-mahal sekolah spesialis hanya untuk vaksinasi. Sugito menandaskan, jika dokter praktik umum mengembangkan pelayanan primer, maka spesialis tidak diganggu dengan masalah primer. Dan spesialis dapat mengembangkan pelayanan sekunder yang lebih baik. Sehingga penyelesaian masalah sekunder akan lebih baik.http://harianjoglosemar.com/berita/atasi-kesehatan-keluarga-dengan-dokter-keluarga-39943.html
3.
Dr. Sugito Wonodirekso (Ketua Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia) : Tercapainya Pelayanan Berkesinambungan dengan Dokter Keluarga
Berbagai masalah kesehatan seperti munculnya pola penyakit yang berbeda menuntun peran dokter dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan pun berubah. Dalam upaya kuratif, dokter masa kini harus siap untuk menolong pasien, bukan saja yang berpenyakit akut tetapi juga yang berpenyakit kronis, penyakit degeneratif dan harus siap membantu pasiennya agar dapat hidup sehat dalam kondisi lingkungan yang lebih rumit masa sekarang ini. Untuk itu ia harus mengenal kepribadian dan lingkungan pasiennya. Upaya prevensi pun bergeser dari orientasi kesehatan masyarakat lebih kearah kesehatan perorangan (private health).
Dampak pesatnya perkembangan spesialisasi dan sub spesialisasi telah menyebabkan fragmentasi profesi, hilangnya hubungan dokter-pasien akibat pelayanan kedokteran yang semakin berorientasi ke keterampilan laboratorium dan teknis. Dampak lainnya adalah meningkatnya biaya kesehatan sebagai dampak dari pelayanan spesialistis dan bergantung pada teknologi. Biaya perawatan demikian tingginya dan penanganan spesialistis demikian menonjolnya sehingga kasus-kasus yang telah lanjut memerlukan perawatan canggih dan spesialistik. Beberapa penilaian juga juga menyimpulkan bahwa pendidikan dokter yang menekankan pada pengajaran klinik di ruang perawatan tidak memberikan kemampuan yang memadai kepada peserta didik untuk menangani kasus-kasus di masyarakat dengan pendekatannya yang tentunya sangat berbeda.
Pengaruh berbagai faktor ini, mendorong kesadaran pentingnya peningkatan jumlah dan mutu jajaran pelayanan kesehatan tingkat primer. Disiplin ini berkembang secara epistemologis atas dasar dorogan kebutuhan akan layanan yang kemudian dikenal sebagai disiplin kedokteran keluarga. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Sedunia (WONCA) telah menekankan pentingnya peranan dokter keluarga (DK) ini dalam mencapai pemerataan pelayanan kesehatan.
Menyadari situsai yang demikian, maka sejak tahun 2003 PT Askes (Persero) juga mulai mengembangkan konsep DK ini dalam pelayanan rawat jalan tingkat pertama (RJTP). Tujuannya memang agar peserta bisa mendapatkan pelayanan yang lebih “privat” dibandingkan dengan pelayanan di Puskesmas. Selain itu diharapkan dengan maksimalisasi DK sebagi provider, fungsi gate keeper dari segi pelayanan dan pembiayaan akan lebih baik, sehingga peserta dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari asuransi kesehatan.
Lebih jauh bersama reporter Info Askes, Diah Ismawardani menemui Ketua Perhimpuanan Dokter keluarga Indonesia (PDKI) Dr. Sugito Wonorekso. Dalam kesempatan ini, kita akan simak apa sebenarnya peran dan fungsi DK dalam dunia kesehatan Indonesia. Bagaimana fenomena kecenderungan masyarkat di Indonesia dalam mengakses pelayanan kesehatan serta kompetensi yang harus dimiliki seorang DK dalam tuntutan mampu menerapkan managed care saat memberikan pelayanan.
Dan bagaimana tanggapan Sugito pengembangan DK oleh PT Askes (Persero). Berikut petikannya.
Sebenarnya apa filosofi dari DK?
Sebetulnya istilah dokter umum itu salah, jika dilihat dari istilah bahasa inggrisnya disebut dokter praktek umum. Jadi sebetulnya yang benar istilahnya dokter praktek umum dan dokter praktek spesialis. Sebetulnya di IDI istilah dokter umum sudah tidak dipakai lagi tetapi disebut dokter praktek umum sejak tahun 2000. Juga dalam UU kedokteran dikenal hanya dokter, dan dokter praktek spesialis. Jadi lulusan kedokteran itu namanya dokter praktek umum. Dengan gelarnya adalah dokter.
Sedangkan Dokter Keluarga (DK), sebetulnya adalah dokter praktek umum, hanya dalam prakteknya menggunakan pendekatan kedokteran keluarga. Pendekatan kedokteran keluarga itu prinsip pokoknya ada 4, pelayanan yang bersifat personal (invidual) bukan keluarga, pelayanan yang bersifat primer artinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan primer, lalu komprehensif artinya DK sebagai Dokter praktek umum melayani 4 ranah pelayanan yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Lalu yang ke empat adalah kontinyu, ini yang sering dilupakan para dokter prakter umum padahal hal tersebut sangat penting, the continuity of care atau kesinambungan pelayanan. Jangan sampai seseorang itu dilayani oleh banyak dokter, sehingga mengulang pelayanan lagi, pemeriksaan lagi, obatnya jadi double-double dan seterusnya. Demikian pula DK akan mengontrol, dalam tanda kutip tindakan spesialistis, mana yang perlu dan mana yang tidak.
Tanpa ada penerapan konsep DK Askes akan rugi, kebobolan terus karena tidak ada gate keeper-nya. Akhirnya pengeluaran yang dilakukan bersifat kuratif, padahal kalau mau menghemat biaya harus bagaimana supaya peserta jangan sakit. Bukan bagaimana mengobati setelah sakit. Tidak ada gunanya. Kuratif itu ibaratnya mau menggarami laut, tidak bisa.
Jadi filosofi DK sebagai dokter praktek umum memiliki filosofi dengan pelayanan personal primary continue comprehensive. Jadi memandang manusia seutuhnya sebagai makhluk bio psycho social.
Bagaimana dengan fenomena di Indonesia, seseorang sakit lalu lari ke RS dengan dokter spesialis langsung?
Sebetulnya dokter di Puskesmas harusnya menerapkan fungsi sebagai DK. Sehingga kalau merujuk pasien ke RS itu alasannya jelas. Mengapa dirujuk, apa alasannya, apa gunanya dirujuk, selain itu pasien juga harus tahu. Dan sebetulnya pihak Askes yang ingin rembuist juga berhak bertanya, mengapa pasien itu dirujuk. Padahal misalnya itu masih tergolong pelayanan primer. Disitu sebenarnya fungsi Askes.
Di Indonesia memang dokter di Puskesmas belum menerapkan fungsi DK, karena masih terbentur oleh sistem. Yang kedua terbentur pada dokternya sendiri yang belum menguasai prinsip pelayanan DK. Sistem itu begini, sebenarnya sudah ada bahwa pelayanan kedokteran itu terdiri dari pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Sistem yang ada di program Depkes juga menyebutkan Puskesmas itu hanya melayani Unit Kesehatan Masyarakat (UKM), namun yang terjadi Unit Kesehtan Personal (UKP)-
nya tidak terlayani.Terlayani sih terlayani, tapi tidak manfaatnya kurang terasa. Konsep itu yang seharusnnya ada, namun dilapangan kenyataannya tidak seperti itu. PDKI menghendaki UKM dan UKP berjalan di sebagaimana mestinya, bagaimana UKP adalah bagian dari UKM, dan bisa dikatakan Puskesmas adalah klinik DK. Selain peranannya sebagai UKM.
Namun yang terjadi, malah Puskesmas menjadi UKP, namun UKP-nya tidak berjalan maksimal karena terbentur fungsi Puskesmas sesungguhnya. Contohnya kontrol terhadap pasien tersebut tidak terjadi, karena misalnya dokternya ganti-ganti, atau dokternya sibuk memberikan penyuluhan kesehatan. Padahal kebanyakaan masyarakat kita lari ke Puskesmas jika sakit.
The continuity of care itu kan tujuannya agar semua orang terdaftar, memiliki rekam medis masing-masing. Sehingga dengan rekam medis yang bagus, bisa diaudit, bisa dipertanggungjawabkan, dan keuntungannya terhadap pasien mempunyai rekam medis masing-masing. Jadi DK dan PDKI misalnya duduk bersama membuat rekam medis standar yang bisa baik untuk Askes, untuk dokter praktek umumnya, dan baik untuk Dinkes, dan pesertanya. Dengan begitu akan ada data demografi, data biologi, dan yang ketiga data klinis. Ketiga data ini nanti akan sangat bermanfaat untuk memperhitungkan misalnya cakupan asuransi, estimasi biaya yang dikeluarkan Dinkes untuk meningkatkan derajat kesehatan, dan sebagainya. Manfaatnya sangat besar.
Pelayanan primer dilakukan oleh dokter praktek umum dengan menerapkan prinsip pelayanan DK. Jika dokter praktek umum tanpa penerapan prinsip DK Askes akan rugi. Mau tidak mau, Askes memerlukan DK untuk mengontrol biaya sehingga tidak terlalu tinggi.
The continuity of care ini juga akan meminimalisir perilaku peserta yang windows shopping, akhirnya malah peserta tidak mendapat manfaat yang sebenarnya. Rekam medisnya akan semakin tidak jelas, tidak ada tanggung jawab dari dokter, sehingga peserta tidak bisa menuntut jika terjadi apa-apa, dan sebagainya.
Lalu bagaimana dengan kompetensi DK?
Kalau skill dan knowledge memang harus ditatar, lalu perilaku pun demikian, begitu pula dengan kinerja. PDKI bergerak atas dasar 4 pilar profesionalism, pilar yang pertama adalah perilaku, kedua ilmu, ketiga skill, dan keempat adalah kinerja. Kinerja berkaitan dengan ini semua, misalnya Anda seorang dokter, perilaku baik tidak pernah melanggar etik misalnya, tapi kinerjanya sehari hanya periksa 10 orang, itu kan tidak lucu. Itu kinerja. Belum lagi, seharusnya mengerjakan 10 pasien benar semua, ini bukan kinerja. Makanya itu ada pilar kinerja.Kinerja itu artinya mengerjakan secara benar dan baik, dan produktif. Dari semua keilmuan sama, tapi untuk perilaku dan kinerja ini yang perlu diasah.
Kalau dari institusi pendidikan apakah ada dukungan?
PDKI sebetulnya adalah organisasi yang memelas, karena upaya ini berkembang secara bottom up. Dari bawah ke atas. Jadi bukan top down, atau dengan kata lain dari Depkes. Kami sudah membuat kurikulum fakultas kedokteran (FK) saat ini,
keluarannya atau output-nya dokter praktek umum yang mampu menerapkan prinsip-prinsip DK. Jadi, begitu lulus FK, dokter praktek umum ini akan mampu menjadi DK. Sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Askes sebetulnya. Mereka yang kurikulum 2005 ke atas akan begitu semua. Baru mulai 2005, kira-kira untuk lulusan 2011-2012.
Semua FK di Indonesia, berhasil menyusup kurikulum. Kita bergerilya mulai dari situ. Sekarang ini kita sedang bergerilya lagi, membujuk baik RS maupun institusi pendidikan (FK), untuk mendirikan departement of family medicine. Kalau di RS itu tempat gatekeeper-nya, kalau di FK itu tempat pendidikannya. Akhir tahun ini kira-kira sudah dimulai, yang sambutannya positif saat ini UGM dan UNS.
Setiap dokter memang seharusnya paham apa yang dimaksud dengan konsep dokter keluarga itu sendiri. Karena kenyataannya sekarang banyak dokter yang tidak jelas juntrungannya. Untuk itu PDKI giat melakukan pelatihan dan penataran.
Yang diperlukan di klinik DK itu juga sama dengan di klinik lain. Yang berbeda hanya pendekatannya. Kita juga akan memberikan pendidikan, misalnya cara menghitung kapitasi, karena memang menurut survey yang dilakukan Askes sebanyak 41 persen DK di Askes tidak memahami apa itu kapitasi. Bagaimana menghitung break event point juga diajarkan.
Jika semua dokter menjadi DK bagaimana dengan peran dokter spesialis?
Konsep DK ini sebenarnya sangat menguntungkan semua pihak. Buat spesialis, pengembangan spesialis, juga sangat menguntungkan. Dari segi keilmuan, DK adalah spesialis pelayanan primer, dokter spesialis mata, dokter spesialis anak, adalah dokter spesialis pelayanan sekunder atau bisa dikatakan tempat rujukan. Tetapi yang terjadi, karena kelemahan sistem, dokter spesialis umumnya praktek pelayanan primer. Contohnya dokter spesialis obgyn banyak yang melakukan tindakan bersalinan normal. Padahal bidan saja bisa.
Askes bisa berperan lebih galak menyikapi fenomena ini. Misalnya Askes tidak akan me-reimbust jika paserta langsung ke spesialis, tanpa ada surat rujukan, kecuali emergency. Siapa yang menentukan hal ini, ya tentu DK.
Di Negara ini, kita menghadapi triple bourden, yang pertama adalah penyakit infeksi, agenda yang belum terselesaikan, misalnya ISPA, maalnutrisi, angka kematian masih tinggi. Lalu munculnmya penyakit baru, DBD, HIV, avian flu, flu babi, itu yang lebih berat. Lalu yang ketiga adalah munculnya penyakit lama, TBC, malaria, kusta. Nah dimana fungsinya, karena dokter praktek umum tidak diberdayakan untuk mengatasi itu. IMR (Infant MortalityRrate) dan MMR (Maternal Mortality Rate) tidak bisa diturunkan hanya mengandalkan dokter obgyn dan dokter anak. Harus dokter praktek umum yang turun tangan.
Misalnya vaksinasi harus dengan dokter praktek umum, buat apa ke spesialis. Capek-capek dan mahal-mahal sekolah spesialis hanya untuk vaksinasi. Nah jika dokter praktek umum mengembangkan pelayanan primer, spesialis tidak direcoki masalah primer, dia bisa mengembangkan pelayanan sekunder yang lebih baik, maka penyelesaian masalah sekunder akan lebih baik.
Lalu bagimana dengan legalisasinya?
Di SKN (Sistem Kesehatan Nasional) sudah ada. Secara politis, kalau kita menunggu tidak akan selesai. Kita kembangkan saja, toh tidak melawan hukum. Nama DK sendiri sebenarnya hanya istilah dan bisa disebut sebagai dokter praktek umum karena sifat prakteknya tidak dibatasi oleh golongan usia, jenis kelamin, penyakit, maupun organ. Disebut DK karena pendekatannya karena menggunakan prisip DK dan sisebut dokter pelayanan primer karena kewenangannya sebatas pelayanan primer.
Bagaimana dengan pemahaman masyarakat itu sendiri?
Inilah yang menjadi tantangan untuk si Dokter. Si dokter juga harus professional serta kreatif karena yang dibutuhkan adalah kepercayaan pada si dokter. Pasien akan percaya jika kita bisa menunjukkan prinsip kita. Memang membina kepercayaan itu tidak mudah, namun bisa dipercepat. Misalnya membuat seminar gratis untuk peserta, lalu si dokter-dokter junior ini menjelaskan hal-hal yang kecil, misalnya bagaimana cara menyimpan obat, dan sebagainya. Itu semua diberikan secara bertahap tapi oleh dokter yang masih muda sehingga pasien lama-lama akan kenal.
Dokter juga harus memberikan kemudahan-kemudahan pasien untuk mengakses pelayanan kesehatan. Ini balik lagi ke perilaku si dokter.
Pesan Untuk Askes ?
Untuk itu Kerja sama yang lebih erat dalam pengembangan DK ini. Peserta Askes, berobatlah kepda dokter yang sama sampai dokter tersebut bilang anda harus pindah. Nah untuk dokternya, bagaimana caranya agar pasien terus percaya pada anda. Sebenarnya pasien juga harus diatur, kalau tidak akan abuse.
on February 11, 2010 at 6:55 am http://deeshampoqu.wordpress.com/2010/02/11/dr-sugito-wonodirekso-ketua-perhimpunan-dokter-keluarga-indonesia-tercapainya-pelayanan-berkesinambungan-dengan-dokter-keluarga/
6. 7.
8. 9.
10. Senin, 07 Februari 2011Kebijakan Pengembangan Pelayanan Dokter Keluarga Sebagai Pelayanan Yang
Bermutu Dan Efisien
Oleh :
Subdit Bina Pelayanan Kedokteran Keluarga
DIT. BINA PELAYANAN MEDIK DASAR DEPKES RI
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Organisasi kesehatan sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Se-dunia
(WONCA) telah menekankan pentingnya peranan dokter keluarga ini dalam mencapai
pemerataan pelayanan kesehatan. Sebagai salah satu anggota WHO, Departemen
Kesehatan dan institusi pendidikan serta masyarakat profesional perlu menata
pelayanan kedokteran keluarga dalam suatu struktur yang tersistem. Untuk mendukung
percepatan terselenggaranya pelayanan kedokteran keluarga dan pengadaan dokter
keluarga, kebijakan nasional di bidang pelayanan kesehatan merupakan acuan mutlak
agar perubahan ke arah sistem yang lebih baik berlangsung sinambung.
Saat ini upaya kesehatan, termasuk upaya kesehatan strata pertama belum
terselenggara secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan meskipun sarana
pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah maupun pelayanan kesehatan swasta
berbasis masyarakat terdapat di semua Kecamatan. Begitu pula dengan sistem
rujukan upaya kesehatan perorangan juga belum dapat berjalan dengan baik. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, perubahan yang fundamental harus dilakukan
dalam sistem pelayanan kesehatan, fakultas kedokteran, profesi medik, dan institusi
pendidikan kesehatan lainnya.
Sistem pelayanan kesehatan perlu diarahkan agar lebih terstruktur dan berjenjang
dan ditingkatkan mutunya melalui penerapan pelayanan kedokteran keluarga strata
pertama yang dapat menjamin efektivitas, efisiensi, pemerataan, dan
kesinambungan pelayanan kesehatan. Dokter Praktek di Tingkat Primer yang
mendapat peran utama dalam pencapaian tingkat tersebut harus memiliki
kompetensi yang memadai dalam pelayanan individu dan mampu mengintegrasikan
pelayanan kesehatan individu, keluarga, dan komunitas.
Pembiayaan pelayanan kesehatan harus dikaitkan dengan peningkatan akses terhadap
kebutuhan dan prioritas pelayanan kesehatan. Investasi perlu disediakan untuk
menjamin ketersediaan infrastruktur pada pelayanan kedokteran keluarga di strata
pertama (sumber daya manusia, sarana/ prasarana, peralatan, prosedur
pelayanan,uraian tugas) yang memenuhi standar.
Pelayanan Dokter Praktek di Tingkat Primer harus senantiasa ditingkatkan mutunya
melalui sertifikasi, registrasi, lisensi , pendidikan, dan pelatihan yang sinambung, serta
pemantauan terhadap kinerja dokter dalam menyelenggarakan prakteknya. Sejalan
dengan UU Praktek Kedokteran maka pengadaan peningkatan mutu pelayanan Dokter
Praktek di tingkat Primer harus dikaitkan langsung dengan upaya registrasi yang berada
di bawah tanggung jawab Konsil Kedokteran Indonesia. Sementara itu, tuntutan global
mengharuskan fakultas kedokteran di seluruh dunia mulai mempertimbangkan perannya
dalam pembangunan kesehatan dan menjalin kemitraan dengan institusi dan kelompok
lain di sektor kesehatan dan sosial. Mereka dituntut untuk menghasilkan dokter yang
menjalankan 5 fungsi dasar (“5 star doctor”) yang pada dasarnya adalah ciri pelayanan
dengan pendekatan Kedokteran Keluarga.
Sesuai dengan semangat desentralisasi maka fungsi Departemen Kesehatan adalah
menetapkan regulasi sedang fungsi daerah adalah melaksanakan pelayanan dengan
pendekatan kedokteran keuarga sesuai regulasi yaitu kebijakan,standar, pedoman dan
indikator nasional yang telah disepakati bersama.
Tujuannya adalah memberikan arah bagi pengembangan Pelayanan kedokteran
keluarga di Indonesia guna Mewujudkan Indonesia Sehat 2010 dan Millenium
Development Goal.
Analisa Situasi dan Kecenderungan
Analisa Situasi dan Kecenderungan yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran
keluarga, secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan
a) Pelaksanaan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 Thn 2004 adalah
upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan dasar dan kualitas dokter
praktek umum di Indonesia.
b) Pada SKN 2004 telah digariskan bahwa upaya kesehatan perorangan strata
pertama memakai konsep dokter keluarga.
c) Pendekatan Pelayanan Kedokteran Keluarga di masa depan, merupakan
hasil akhir fakultas kedokteran sebelum menjalankan prakteknya
dimasyarakat.
d) Pendidikan dokter saat ini sedang mengalami transisi untuk mengupayakan
pelayanan kesehatan yang lebih bertanggung jawab dan profesional.
e) Pelaksanaan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No.
40 Thn 2004 yang salah satunya adalah jaminan kesehatan akan menjadi
payung perlindungan sosial setiap rakyat, khususnya akses terhadap
pelayanan kesehatan yang terstruktur dan berjenjang.
2. Masalah
a) Penjenjangan pelayanan kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan
belum tertata baik untuk berkembangnya pelayanan dokter keluarga
b) Mutu upaya kesehatan perorangan strata pertama sangat beragam dan
belum merata.
c) Fokus pelayanan kesehatan strata pertama belum sepenuhnya berorientasi
pada kebutuhan klien (client – driven), masih berorientasi pada provider –
driven.
d) Standar perizinan dan akreditasi belum menjadi bagian dari pembinaan dan
penilaian kinerja institusi pelayanan medik dasar.
e) Sepuluh tahun mendatang dibutuhkan cukup banyak dokter di tingkat primer.
Masih perlu dipertanyakan apakah proporsi tenaga kesehatan sekarang ini
dan 10 tahun mendatang sudah mencerminkan penjenjangan pelayanan
kesehatan
f) Sistem pencatatan dan pelaporan antara pelayanan primer dan rujukan
masih menggunakan klasifikasi berbeda (ICD 9 dan ICD 10).
g) Sumber daya tenaga kependidikan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan
pengadaan dokter keluarga
h) Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan asuransi masih rendah dan
masyarakat belum bisa menyisihkan uang untuk membeli resiko yang tidak
pasti karena penghasilan penduduk rendah.
3. Peluang
a) Pembangunan Kesehatan Menuju Indoneia Sehat 2010 merupakan
momentum yang tepat dalam pengembangan pelayanan kedokteran keluarga
dan pengembangan dokter keluarga serta tenaga lain yang terkait.
b) Kesadaran masyarakat akan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bertanggung jawab dapat dijadikan tenaga pendorong pengembangan
pelayanan dokter keluarga.
c) Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kedokteran keluarga cenderung
dikelola berdasarkan prinsip manajemen yang mantap (“sound management
principles“)
d) Perkembangan industri asuransi dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi
pelayanan kedokteran keluarga .
e) Perkembangan teknologi informasi merupakan peluang untuk memperluas
cakupan, mutu dan efisiensi pelayanan dokter keluarga.
f) Desentralisasi memungkinkan penyediaan dokter keluarga yang lebih merata
dalam memelihara kesehatan masyarakat.
4. Ancaman
a) Membanjirnya investasi asing untuk pelayanan kesehatan tingkat sekunder
dan tersier akan mengancam upaya pengadaan, distribusi dan
pengembangan pelayanan tingkat pertama.
b) Sistem pembiayaan kesehatan yang belum tertata baik, khususnya yang
menyangkut penggajian dokter, dikhawatirkan akan mempengaruhi minat
berkembangnya pelayanan dokter keluarga
c) Pada era pasar terbuka, akan mulai terdapat persaingan pada tingkat lokal,
regional dan global. Persaingan ini akan tampak dalam segi kualitas, efisiensi
maupun citra pelayanan dokter dan termasuk pelayanan dokter keluarga.
d) Ketidaksiapan Departemen Kesehatan mengambil peran dalam masa transisi
ini. Departemen Kesehatan perlu membangun koordinasi yang efektif dengan
institusi pendidikan dan ikatan profesi untuk menata pelayanan dan
akselerasi penyediaan dokter keluarga.
e) Ketidaksiapan birokrasi internal Departemen Kesehatan dalam melakukan
akselerasi pengembangan pelayanan dokter keluarga.
5. Isu Strategis
a) Standar profesi (standar perilaku, standar kompetensi, standar kinerja dan
standar pelayanan) untuk dokter keluarga belum disepakati secara luas.
b) Penjenjangan pelayanan kesehatan/kedokteran (sistem rujukan) belum
berjalan baik antara lain karena belum diterapkannya standar profesi secara
baik dan benar.
c) Sistem pembiayaan kesehatan, khususnya sistim kapitasi dan insentif dokter
keluarga, belum memenuhi azas berkeadilan bagi pemberi pelayanan
kesehatan.
d) Sinergisme diantara para pelaku dalam pelayanan dokter keluarga dan
berbagai pihak dalam pengembangan pelayanan dokter keluarga umumnya
belum optimal.
e) Belum adanya standar sertifikasi dokter keluarga membuat belum jelasnya
masalah perizinan bagi pelayanan DK.
f) Penetapan standar klinik atau standar praktek dokter keluarga yang berbasis
rumah sakit dan komunitas penting sebagai ajang latihan dan pendidikan
calon dokter keluarga.
g) Penetapan perangkat regulasi praktek dokter keluarga (perizinan dan
akreditasi) perlu segera dibakukan untuk akselerasi pengembangan
pelayanan dokter keluarga.
Landasan Pengembangan Pelayanan Kedokteran Keluarga
B. Visi dan Misi
a) Visi : Pada tahun 2010 setiap keluarga mampu mengembangkan
pelayanan kedoktrean keluarga sebagai mitra dalam pemeliharaan
dan peningkatan kesehatannya
b) Misi :
1) Membangun sistem pelayanan kesehatan berjenjang dengan
dokter keluarga sebagai pelaku di tingkat primer
2) Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
pelayanan dokter keluarga agar dapat ditanamkan paradigma
sehat pada seluruh rakyat Indonesia
3) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh,
terpadu, dan bermutu bagi semua keluarga sebagi unit terkecil
dalam masyarakat
4) Mengakselerasi pelayanan dokter keluarga di seluruh
Indonesia
C. Tujuan dan Sasaran
a) Tujuan umum : meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas
hidup setiap anggota keluarga.
Tujuan Khusus :
1) Jangka Pendek
Menetapkan Kebijakan Nasional Pengembangan
Pelayanan Kedokteran Keluarga sebagai landasan
untuk pengembangannya ke seluruh wilayah
Indonesia.
Mewujudkan prototipe pelayanan kedokteran keluarga.
Menyusun komponen kesisteman yang dibutuhkan
untuk mendukung penyelenggaraan praktek dokter
keluarga.
Mereplikasi prototipe praktek dokter keluarga.
2) Jangka Panjang
Setiap keluarga Indonesia mempunyai akses terhadap
pelayanan dokter keluarga.
Menyelenggarakan pendidikan kedokteran keluarga
sesuai KIPDI DK.
b) Sasaran :
Untuk Mewujudkan Indonesia Sehat 2010, diperlukan pelayanan dokter keluarga 1
dokter keluarga berbanding 2500 penduduk/500 KK
C. Strategi
Strategi Pengembangan Pelayanan Dokter Keluarga yang diajukan adalah :
c) Mengembangkan kebijakan teknis, pedoman, standar, prosedur,
indikator pengembangan pelayanan dokter keluarga, termasuk
sistem pembiayaan.
d) Mendorong pemberdayaan masyarakat secara luas
e) Mengembangkan dokter keluarga sebagai pelaku utama dalam
sistem pelayanan Kedokteran keluarga
f) Mengadakan penelitian dan pengembangan untuk menetapkan
langkah yang setepat-tepatnya baik untuk jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang
Strategi ini dilaksanakan oleh organisasi profesi bekerjasama dengan pemerintah
dan organisasi masyarakat lain yang terkait.
D. Rencana Program Pengembangan Pelayanan Dokter Keluarga
Berdasarkan pada Analisa Situasi dan Kecenderungan serta strategi tersebut diatas,
maka perlu dilaksanakan berbagai program yang secara garis besar meliputi :
1. Program pengembangan perangkat kebijakan dan pembinaan
teknis
g) Pengembangan kebijakan teknis pelayanan dokter keluarga,
termasuk penyusunan peraturan perundangan
11. Diharapkan berbagai stakeholders terkait mengembangkan bersama proyek
percontohan. Peraturan perundangan dikembangkan sampai di tingkat petunjuk
teknisnya dengan tujuan tercapainya misi pengembangan pelayanan dokter
keluarga. Peraturan perundangan ini hendaknya memungkinkan profesi, masyarakat
dan pemerintah (Departemen Kesehatan dan BUMN) menjalankan fungsi
pengawasan di sektornya masing - masing.
b) Penyusunan perangkat pembinaan berupa berbagai standar, pedoman, indikator
nasional untuk pelayanan dokter keluarga dan sistem pembiayaan.
Standar, pedoman, instrument Monev pelayanan dokter keluarga disusun oleh
berbagai stakeholders dengan mengacu pada paradigma sehat (mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif) dan prinsip pelayanan kesehatan berjenjang
dengan praktek dokter keluarga sebagai komponen dalam pelayanan tingkat
pertama.
Penyusunan standar, pedoman, dan instrument Monev ini perlu diuji cobakan melalui
proyek percontohan sebelum direpikasi ke seluruh Indonesia.
c) Pengembangan sistim informasi.
Pengembangan sistim informasi diarahkan untuk memungkinkan
(1).Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab, (2).
Mengalirnya arus informasi kesehatan dari unit terdepan ke pusat dan sebaliknya,
(3). Diperolehnya data kesehatan yang akurat, (4). Terselenggaranya pengendalian
mutu dan (5) berlangsungnya pembinaan jarak jauh.
2. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Swasta
Program ini ditujukan untuk meningkatkan peran masyarakat, baik masyarakat
profesi maupun masyarakat umum serta pemberdayaan swasta untuk turut
mengambil bagian dalam penyelenggaraan pelayanan dokter keluarga. Program
pengembangan secara garis besar adalah :
a) Peningkatan peran profesi meliputi penyediaan standar profesi
untuk menjamin mutu pelayanan, pembinaan dan pengawasan
profesi, pengembangan ilmu pengetahuan dan sosialisasi praktek
dokter keluarga.
b) Peningkatan peran serta masyarakat melalui :
1) Penyuluhan bagi individu, keluarga dan masyarakat.
2) Penyuluhan bagi organisasi kemasarakatan
3) Penyuluhan bagi aparatur pemerintah
c) Peningkatan peran serta swasta melalui penyediaan modal dan sarana
prasarana, pasar dan enterpreneurship dalam pengembangan praktek dokter
keluarga
Program Pengembangan Dokter Keluarga
Program Pengembangan dokter keluarga secara garis besar meliputi :
c) Perencanaan kebutuhan dan penyediaan dokter keluarga dengan
ratio dokter keluarga dengan populasi yang dilayani adalah 1
dibanding 2500 penduduk (Indikator Indonesia Sehat 2010)
d) Pendayagunaan dokter keluarga diarahkan untuk mengatasi
permasalahan kesehatan masyarakat dengan
mempertimbangakan pemerataan, peningkatan mutu
berkelanjutan, peningkatan karier dan pembinaan dan penilaian.
e) Pendidikan dan Pelatihan Dokter Keluarga meliputi :
1) Peningkatan metodologi dan teknologi diklat melalui konversi
dokter praktek umum untuk jangka pendek dan melalui
Continuing Professional Development untuk jangka panjang.
2) Peningkatan Sumber Daya diklat meliputi pengajar ( TOT ),
penyelenggara, pembiayaan serta sarana dan prasarana yang
memenuhi Standard dan terakreditasi.
E. Pengawasan, pengendalian dan Penilaian
1. Sejalan dengan Sistim Kesehatan Nasional pengawasan dan pertanggung jawaban
pembangunan Kesehatan dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman, standard
dan indikator nasional.
a. Pengawasan, Pengendalian dan penilaian pelayanan dokter keluarga
dilakukan melalui akuntabilitas penerapan kebijakan teknis, program dan
pemenuhan terhadap pedoman, standar perizinan, standar akreditasi,
standar pelayanan, pencapaian indikator nasional pelayanan dokter
keluarga .
b. Pengawasan, Pengendalian dan penilaian pengembangan dokter keluarga
dilaksanakan melalui penilaian kompetensi secara berkala
(sertifikasi/resertifikasi), registrasi, lisensi dan relisensi dokter keluarga.
c. Pengawasan, pengendalian dan penilaian perencanaan, pendayagunaan
dan diklat dokter keluarga dilaksanakan dengan mengacu pada indikator
nasional
2. Indikator Nasional
Untuk mengetahui keberhasilan pengembangan pelayanan dokter keluarga dan
pengembangan profesi dokter keluarga maka perlu adanya indikator nasional.
F. Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan, Pengawasan, Pengendalian
dan Penilaian meliputi :
1. Untuk keberhasilan pengembangan pelayanan dokter keluarga dengan prinsip
desentralisasi dan otonomi daerah, fungsi Departemen Kesehatan adalah
melakukan asistensi, advokasi dan fasilitasi penerapan kebijakan dan program,
pedoman, standard dan indikator nasional pelayanan dokter keluarga terhadap
daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota)
2. Dinas Kesehatan Propinsi berfungsi merumuskan kebijakan teknis,pembinaan dan
bantuan teknis pelayanan dokter keluarga sesuai kebijakan dan program, standar,
pedoman Departemen Kesehatan serta wajib membuat dan mengirimkan laporan
pelaksanaan dan hasil pengembangan pelayanan dokter keluarga kepada
Departemen Kesehatan
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berfungsi:
a. Merumuskan kebijakan, pemberian izin dan pelaksanaan pelayanan dokter
keluarga sesuai dengan kewenangan desentralisasi
b. Wajib membuat dan mengirimkan pelaksanaan dan hasil pengembangan
pelayanan dokter keluarga kepada Departemen Kesehatan dan Dinas
Kesehatan Propinsi
3. Perhimpunan Profesi Dokter keluarga berfungsi :
a. Melakukan advokasi dan fasilitasi penerapan standar profesi yang
diterapkan terhadap semua anggotanya baik di propinsi maupun
kabupaten kota
b. Secara teratur menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan terhadap
anggotanya
4. Penyebarluasan indikator, standar atau Pedoman dan peraturan perundangan
yang berlaku ke seluruh organisasi kesehatan,baik pemerintah maupun
masyarakat termasuk swasta
5. Pelaksanaan pengawasan yang berupa evaluasi, yaitu membandingkan dan
menilai hasil yang dicapai terhadap indicator, standar maupun peraturan
perundangan yang berlaku
6. Pelaksanaan tindak lanjut berupa tindakan koreksi, baik yang bersifat bimbingan
teknis, maupun fasilitasi yaitu penyesuaian kembali kegiatan terhadap rencana
maupun peraturan perundangan yang berlaku
G. Program Penelitian dan Pengembangan
Program ini meliputi :
a. Pelaksanaan dan Pembiayaan Pelayanan Dokter Keluarga
b. Sistim Manajemen, termasuk manajemen Informasi
c. Sistim Pengawasan, Pengendalian dan evaluasi
Peranan dan tanggung jawab Dokter Keluarga
Dalam pelayanan kedokteran seperti yang diuraikan di atas, seorang dokter keluarga
dituntut untuk menjalankan fungsinya sebagai seorang “The Five-star Doctor” yang
memperlihatkan lima peranan di bawah ini:
1. Pemberi layanan (Care provider)
Sebagai pemberi layanan, dokter keluarga mempertimbangkan kebutuhan pasien
secara total (fisik, mental, dan sosial) baik sebagai individu maupun sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya. Seorang dokter keluarga
memberikan pelayanan dengan komitmen yang kuat terhadap mutu. Karena
pelayanannya bersifat pribadi (personal) maka ia memandang pasien dan
keluarganya sebagai mitra dalam upayanya memelihara kesehatan pasiennya.
2. Pengambil keputusan (Decision maker)
Dokter dalam sistem pelayanan dokter keluarga ini bertindak sebagai mitra bagi
pasiennya dalam mengambil keputusan medis dengan memilih dan menggunakan
teknologi kedokteran dan kesehatan yang tepat secara rasional, beretika, dan sadar
biaya. Dengan demikian sumberdaya pasien dan komunitas yang dilayaninya dapat
dimanfaatkan bagi sebesar-besar manfaat individu dan komunitasnya.
3. Komunikator (Communicator)
Untuk dapat menjalankan kelima perannya dalam sistem pelayanan dokter keluarga
seorang dokter dituntut mampu berkomunikasi penuh empati karena hanya degan
cara itu ia dapat memberdayakan individu maupun kelompok untuk meningkatkan
dan melindungi kesehatannya melalui perilaku hidup sehat. Seorang dokter keluarga
harus dapat menyampaikan pesan kesehatan dengan keteladanan dan penjelasan
yang rasional.
4. Pemimpin kelompok (Community leader)
Dokter keluarga merupakan orang yang memperoleh kepercayaan dari masyarakat
di wilayah kerjanya sehingga ia harus mampu menggalang peran serta masyarakat
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan.
5. Manager
Sebagai koordinator dalam pemeliharaan kesehatan bagi pasien dan keluarganya,
dokter keluarga seyogianya dapat bekerja sama secara harmonis dengan setiap
individu dan institusi, baik di dalam maupun di luar sistem pelayanan kesehatan.
GAMBARAN DOKTER KELUARGA (DK) DALAM
MEWUJUDKAN VISI INDONESIA SEHAT 2010
1. DK berperan sebagai ujung tombak dalam sistim pelayanan kesehatan nasional
yang berhadapan langsung dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan tingkat pertama
2. DK memiliki kemampuan dan karakter “ Five Star Doctor “ yaitu : care provider,
decision maker, communicator, community leader dan manager
3. DK bergabung dengan beberapa dokter untuk membangun dan ikut memiliki klinik
keluarga atau klinik multispesialis yang dikelola berdasarkan prinsip manajemen
yang mantap. Klinik ini harus memenuhi standar perizinan dan dapat menjadi
bagian dari jejaring pelayanan rujukan.
4. DK melayanai pasien yang sebagian besar sudah terdaftar sebagai peserta, baik
yang datang langsung kepadanya atau yang melalui jaringan pelayanan kesehatan
maupun asuransi kesehatan
5. DK menerima pembayaran secara kapitasi dari pasien yang sudah menjadi peserta
(kapitasi perbulan per peserta)
6. DK menjalankan profesinya minimum 40 jam/ minggu di satu klinik dan sebagai
imbalannya DK mendapat penghasilan yang layak untuk menghidupi keluarganya,
termasuk perlindungan asuransi profesi dan tabungan hari tua
7. DK menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
kompetensi dokter keluarga di klinik yang dirancang sesuai dengan prinsip dokter
keluarga dan dilengkapi fasilitasi teknologi informasi yang tepat guna
8. DK secara teratur mengikuti program CME melalui jurnal, website, seminar dan
pelatihan yang diselenggarakan oleh profesinya
9. Klinik DK mengikuti akreditasi yang menjadi syarat menentukan kelayakan
menjalankan praktek dokter keluarga
10. DK mendapat penghargaan (recognition) dari profesinya atas jerih payahnya dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terbaik dan bDKya terjangkau bagi
pasiennya dan atas usahanya memajukan profesi dokter keluarga
11. DK dapat menjalankan profesinya di rumah sakit yang menerapkan prinsip dokter
keluarga dengan berperan sebagai triage
12. DK diberi wewenang untuk merawat pasiennya di rumah sakit sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
Penutup
Dipandang penting bahwa pengabdian dokter keluarga ini dapat memberikan
sumbangan yang berharga dalam rangka reformasi yang mendasar dan terarah
dalam pembangunan kesehatan secara nasional dewasa ini .
Dorongan dan pengaturan pemerintah perlu untuk meningkatkan penyelenggarakan
pelayanan kedokteran keluarga yang bermutu secara merata dan efisien. Demikian
pula kerjasama dengan berbagai organisasi masyarakat yang terkait sangat penting
dalam proses akselerasi ini.
Diposkan oleh Eng_Q di 14:02
http://engkyblog.blogspot.com/2011/02/kebijakan-pengembangan-pelayanan-dokter.html
http://www.slideshare.net/yar_azz/kasus-prinsip-pelayanan-kedokteran-keluarga-5883341
PENYUSUNAN KEBIJAKAN PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA
Fasilitator admin
Penyusunan Kebijakan Pelayanan Kedokteran Keluarga dibuka oleh Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar, diwakili oleh Kepala Sub Direktorat Bina Pelayanan Kedokteran Keluarga, drg. Bulan Rahmadi, M.Kes yang dilaksanakan pada tanggal 13-16 April 2011 dihadiri oleh Dinas Kesehatan Bandung, IDI, PDGI, Kolegium Kedokteran Keluarga Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia, Pusat Kajian Adminstrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI, FKG UNPAD, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FK UI, FK UGM, FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medis, Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Bagian Hukormas, dan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. Pertemuan ini merupakan pertemuan lanjutan dari Penyusunan Kebijakan Pelayanan Kedokteran Keluarga, dimana telah disepakati Kerangka Konsep Pembuatan Kebijakan Pelayanan Kedokteran Keluarga dan masukan-masukan substansi pelayanan kedokteran keluarga, termasuk pentingnya menetapkan sistim pembiayaannya, sistim pendidikannya serta keterkaitan kedudukan dokter keluarga terhadap dokter umum dan puskesmas setempat. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pelayanan kedokteran keluarga merupakan upaya kesehatan perorangan strata pertama dengan pendekatan keluarga sebagai binaannya serta mengacu pada kepentingan status kesehatan setinggi-tingginya. Sampai saat ini telah dilakukan pelatihan kedokteran keluarga sebanyak 66 orang sebagai wakil dari 4 kabupaten/kota, akan tetapi belum adanya kebijakan pada pelaksanaannya, oleh karenanya diperlukan suatu kebijakan pelayanan kedokteran keluarga yang dapat menjadi rujukan bagi pelaksanaannya. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Kegiatan pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Dalam Prioritas pembangunan Kesehatan pada tahun 2010 – 2014 telah ditetapkan delapan fokus prioritas, yaitu: Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita; Perbaikan status gizi masyarakat; Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan; Pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan SDMK; Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan; Pengembangan sistem Jamkesmas; Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; dan Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tertier. Sumber : www.depkes.go.id - Dirjen Bina Upaya Kesehatan
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/?q=content/penyusunan-kebijakan-pelayanan-kedokteran-keluargaBANDUNG : Pemerintah menjanjikan pada 2010 seluruh keluarga di Indonesia sudah memiliki dokter keluarga.
"Pemerintah serius dengan menggulirkan program dokter keluarga, sebagai salah satu program jaminan kesehatan masyarakat. Ini adalah pendekatan pelayanan kesehatan yang bersifat individu, dan menitik beratkan padaupaya promotif dan preventif," tutur Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Pembiayaan dan Ekonomi Kesehatan Naydial Roesdal, di sela-sela Seminar Nasional Kedokteran Keluarga Padjadjaran Medical Fair di Bandung, Senin (18/2).
Sekalipun promotif dan preventif, lanjutnya, namun program ini juga tidak meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitative. Upaya ini bisa dilakukan juga secara efektif dan efisien serta komprehensif dan bersinambungan.
"Dalam pendekatan kedokteran keluarga, kita bukan hanya menyembuhkan sakit, tetapi juga berupaya untuk mencegah penyakit dan memperbaiki perilaku sehat dan bersih," jelasnya.
Dengan mengusung konsep satu dokter untuk satu komunitas, lanjutnya, maka konsep dokter keluarga pun diperkenalkan kepada masyarakat dengan harapan sebagai alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang selama ini dirasakan masih terlalu minim.
Sementara itu, Humas Fakultas Kedokteran Unpad Gozali menambahkan, dokter keluarga sebenarnya sudah menjadi perhatian Depkes sejak 1994. Peraturan pertama dikeluarkan lewat Keputusan Menkes dengan membentuk kelompok kerja pembinaan dokter keluarga, dan terus bertambah lewat keputusan dan peraturan baru.
"Banyaknya keputusan dan peraturan yang dikeluarkan membuat kami yakin, pemerintah sangat bersungguh-sungguh dalam melaksanakan program dokter keluarga ini. Akan tetapi kami melihat bahwa pengetahuan mengenai program ini dan hal-hal yang berkaitan dengan program ini masih sangat kurang," lanjutnya.
Dia menambahkan, untuk menciptakan dokter yang diinginkan tidak hanya membutuhkan pengetahuan mengenai kedokteran keluarga. Masyarakat menginginkan dokter yang bekerja sesuai dengan hati nurani dan pendidikan agama yang dimiliki seorang dokter dapa menunjang hal ini.
Sayangnya, lanjut dia, saat ini banyak orang yang mengaku menganut suatu agama tertentu tetapi tidak mencerminkan perilaku agamanya itu. Karenanya, selain kedokteran keluarga, juga diperlukan upaya penyegaran dan semangat beragama sehingga berbagai pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan hati nurani dan proses terciptanya dokter yang diinginkan dapat lebih tersempurnakanhttp://cpddokter.com/home/index.php?option=com_search&Itemid=71&searchword=organisasi+kedoktera&submit=Search&searchphrase=any&ordering=newesthttp://id.wikipedia.org/wiki/Dokter_keluarga