kasus ca cx residif.doc
description
Transcript of kasus ca cx residif.doc
Pendahuluan
Sekalipun skrining telah menurunkan insiden kanker serviks di negara berkembang,
kanker ini tetap merupakan kanker terbanyak yang diderita oleh kaum wanita dan 80%
nya terjadi di negara yang sedang berkembang.1.2 Sebagian kasus kanker serviks pada
negara berkembang terdiagnosis pada stadium lanjut. Faktor-faktor yang berperan dalam
hal ini adalah kurang efektifnya program skrining baik infrastruktur, tehnik dan
organisasinya. Penyebab lain adalah faktor geografis, finansial dan budaya. Wanita
dengan kanker serviks tampaknya belum merasakan gejala pada stadium dini penyakit
dan sebagian besar mencari pertolongan saat mereka gejala sudah muncul.2
Pada negara berkembang, kanker serviks lebih sering ditemukan pada stadium
dini melalui skrining sitologi rutin dan sebagian besar berada pada stadium I. Meskipun
kebanyakan pasien dengan stadium I mempunyai luaran yang menjanjikan, sekitar 20-
35% diperkirakan mati karena penyakitnya. Status kelenjar getah bening (KGB),
kedalaman invasi dan keterlibatan pembuluh darah merupakan faktor-faktor prognostik
pada pasien ini. 1
Sekitar 30% pasien kanker serviks akan mengalami kegagalan setelah terapi
definitif. Angka ketahanan hidup lima tahun pada pasien dengan kegagalan terapi adalah
3,2 – 13%. Manajemen rekurensi tergantung pada luasnya penyakit, terapi primer dan
status performa atau ada tidaknya komorbiditi. Terapi primer, bentuk kekambuhan dan
karakteristik penampakan adalah faktor penentu setelah terjadinya kekambuhan.3
Ilustrasi Kasus
Seorang wanita usia 30 tahun yang didiagnosis menderita kanker serviks stadium IB1
telah menjalani histerektomi radikal dan limfadenektomi bilateral pada tanggal 9
Desember 2004. Hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan pasca pembedahan
didapatkan :
- karsinoma sel skuamosa serviks (KSS) berdiferensiasi baik dan tidak tidak terdapat
invasi limfatik vascular
- kedua parametrium bebas tumor
- tepai sayatan bebas tumor
- kelenjar getah bening (KGB) bebas tumor
Setelah itu pasien melakukan pemeriksaan pap smear secara teratur tiap 3 bulan
dan tidak ditemukan adanya sel-sel ganas. Pada tanggal 8 September 2005, pasien
mengeluhkan perdarahan pervaginam. Pada pemeriksaan didapatkan massa pada tunggul
vagina yang rapuh dan muda berdarah ukuran 2 x 2 x1 cm. Didapatkan nodul pada
paramaetrium kanan yang mencapai dinding panggul. Dilakukan biopsi dengan
kesimpulan kanker serviks residif.
Pasien tidak mengambil hasil pemeriksaan biopsi dan datang kembali tiga bulan
kemudian dengan perdarahan pervaginam. Pada pemeriksaan didapatkan massa padat di
daerah supra pubis bernodul diameter 10 x 8 x 5 cm. KGB inguinal kiri membesar
diameter 0,5 samapi 0,75 cm. Pada puncak vagina tampak massa eksofitik yang meluas
mencapai 1/3 distal vagina anterior. Hasil biopsi didapatkan KSS dan diputuskan untuk
melakukan kemoradiasi.
Bulan Januari sampai Maret 2006 pasien mendapatkan kemoradiasi komplit
dengan pemeriksaan sitologi setelah kemoradiasi tidak ditemukan sel-sel ganas. Tanggal
8 Mei 2005 pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak tujuh hari. Pada pemeriksaan
didapatkan pembesaran liver sampai dua jari di bawah arkus kosta, berbenjol-benjol. Dari
pemeriksaan ultrasonografi (USG) tampak liver membesar dengan 5 buah nodul. KGB
paraaorta membesar dengan diameter 0,4 cm sampai 2,16 cm. Kesimpulan hematomegali
dan pembesaran KGB karena metastasis jauh.
Diskusi
Sekitar 50% pasien yang mengalami rekurensi setelah pembedahan radikal, KGB dan
batas sayatannya bebas tumor. Terlepas dari stadium klinis dan status KGB, faktor
prediktor yang paling menentukan luaran kanker serviks, perencanaan terapi ajuvan pada
kasus yang dapat diterapi dengan pembedahan tergantung pada faktor-faktor
histopatologi. Peranan faktor-faktor ini masih kontroversial. Hal ini mungkin karena
rendahnya sensitivitas untuk memprediksi perilaku tumor in vivo, tidak adanya kriteria
standar dan rendahnya reproduksibilitas dalam penerapannya.4
Stadium kanker serviks ditetapkan secara klinis. Histopatologi penting dalam dua
situasi khusus. Pertama pada stadium satu dimana tumor tidak dapat diukur secara
makroskopis. Masalah timbul dalam pengukuran kedalaman dan luasnya lesi terutama
bila invasi bersifat multifokal. Peranan kedua histopatologi adalah dalam mengenali
invasi parametrium pada kanker stadium I yang dapat diterapi dengan pembedahan.
Keterlibatan parametrium adalah faktor prognostik buruk pada kanker serviks stadium
terlepas dari status KGB.4
KGB 4
Keterlibatan KGB regional merupakan faktor prognostik jelek pada kanker serviks dan
merupakan indikasi radioterapi ajuvan setelah pembedahan. Insiden metastasis KGB
menigkat dengan meningkatnya stadium, seperti terlihat pada grafik dibawah ini.
Penelitian-penelitian menyatakan bahwa metastasis KGB adalah faktor prognostik bebas
terhadap ketahanan menyeluruh, rekurensi lokal dan interval bebas penyakit baik pada
kanker serviks jenis sel skuamosa dan adenokarsinoma. Rekurensi extra pelvis juga
berhubungan dengan nodul positif. Beberapa penulis menyatakan bahwa status KGB
bukan merupakan faktor penentu bermakna pada stadium dini. Terdapatnya nodul
metastasis berhubungan dengan parameter prognosis buruk lainnya seperti meningkatnya
stadium, diameter tumor, keterlibatan kelenjar limf vaskular (LVSI) dan keterlibatan
parametrium.
Letak dan jumlah KGB yang terlibat juga merupakan faktor prognostik yang
bermakna. KGB paraaorta yang positif berhubungan dengan ketahanan hidup yang lebih
rendah dibandingkan bila hanya KGB pelvis yang positif. Angka ketahanan hidup tiga
tahun pada stadium IB-IIB dengan KGB negatif, KBG pelvis positif dan KGB paraaorta
positif berturut-turut adalah 94, 64 dan 35%.
Batas Sayatan
Status batas sayatan apda histerektomi radikal sebagai faktor prognostik maíz
diperdebatkan. Pada beberapa penelitian, batas sayatan yang mengandung tumor
berhubungan dengan rekurensi lokal yang lebih tinggi, dilaporkan 40% rekurensi lokal
pada stadium IB-IIA dibandingkan 16,7% rekurensi pada batas sayatan negatif. Peneliti
lain tidak menemukan adanya hubungan batas sayatan ini dengan rekurensi lokal, masa
bebas penyakit (disease free survival/DFS ) dan Overall Survival (OS).
Jenis Tumor
Beberapa penelitian pada stadium IB dan IIB menunjukkan peningkatan yang
nyata rekurensi lokal, DFS dan OS pada tumor jenis adenokarsinoma dan adenoskuamosa
dibandingkan jenis karsinoma sel skuamosa. Prognosis yang lebih jelek ini disebabkan
karena tumor biasanya lebih besar, resistensi terhadap radioterapi menigkat dan
penyebaran intraperitoneal yang lebih tinggi.
Derajat diferensiasi
Derajat diferensiasi tumor adalah faktor prognostik yang paling kontroversial.
Alasan utama adalah karena tidak terdapat kriteria yang standar. Secara teoritis tumor
yang berkeratin menunjukkan inti yang plemorfik dan aktifitas motosis nyata yang dibagi
menjadi derajat 1,2 dan 3 tergantung sistem yang digunakan. Masalah kedua adalah
tumor bersifat heterogen sehingga sulit menyamakan atau menentukan estándar penilaian.
Volume Tumor
Pengukuran volume tumor diperkenalkan oleh Burghardt dan Holzer yang
menyatakan ukuran tumor < 420 mm jarang disertai dengan metastasis pada KGB.
Volume tumor mungkin faktor prognostik penting bila status KGB tidak diketahui atau
jenis atau derajat histopatologi tidak dapat dinilai.
LVSI
Menentukan adanya LVSI pada sediaan histologi penting karen pertama, hal ini
akan mengubah manajemen meskipun terdapat pada stadium IA. Kedua karena sangat
banyak kepustakaan yang menyatakan bahwa LVSI merupakan faktor prognostik yang
buruk. Masalah yang timbul dalam menentukan adanya LVSI adalah terjadinya retraksi
stroma disekitar sarang tumor yang menimbulkan keraguan dalam pembacaan sediaan
yang diwarnai dengan hematoxylin & eosin (H&E).
LVSI berkaitan erat dengan status KGB meskipun ia sendiri merupakan indikator
pada stadium I dan II. Sebuah penelitian menemukan adanay LVSI pada kanker stadium
IA2-IIA berhubungan erat dengan risiko metastasis KGB. Meskipun tidak terdapat
keterlibatan KGB, LVSI merupakan faktor prognostik yang kuat dan ini berhubungan
dengan faktor lain seperti jenis tumor dan stadium.
LVSI merupakan faktor penentu terjadinya rekurensi lokal pada stadium IB-IIA.
Terjadinya rekurensi pada stadium IB-IIA yang disertai LVSI adalah 32% dibandingkan
3% pada tumor tanpa LVSI. LVSI juga merupakan faktor penentu DFS dan ketahahan
keseluruhan. Pada penelitian serial terhadap 732 kasus kanker serviks sel skuamosa
stadium IB, DSF selama tiga tahun adalah 77% bila terdapat LVSI dibandingkan 88,9%
bila tanpa LVSI. Relevan dengan stadium I dan II, LVSI juga merupakan faktor risiko
independen terjadinya rekurensi lokal dan ketahanan hidup pada kanker stadium lanjut.
Penelitian Ayhan dkk,5 tentang faktor prognostik pada kanker serviks stadium IB
menyimpulkan bahwa ukuran tumor > 4 cm merupakan faktor prognostik terhadap DFS
dan OS, adapun kedalaman invasi stroma, keterlibatan parametrium, endometrium dan
miometrium bukan merupakan faktor prognostik independent.
Nilai prognostik volume tumor telah dibuktikan oleh berbagai penelitian dengan
mengukur ukuran tumor, kedalaman invasi dan perluasan parametrium dengan hasil yang
bervariasi. Kedalaman invasi stroma merupakan faktor prognostik yang paling penting
pada kanker serviks stadium IA. Pada penelitian yang dilakukan Gynecology Oncology
Group (GOG) kedalaman invasi stroma ini juga merupakan faktor prognostik pada
kanker stadium IB. Penelitian lain melaporkan bahwa kedalaman invasi stroma
berhubungan erat dengan ukuran tumor, keterlibatan KGB dan perluasan ke parametrium
dan tampaknya ini bukan merupakan variabel prognostik independent namun berkaitan
dengan faktor-faktor lainnya. Yuan dkk melaporkan bahwa metastasis KGB meningkat
bila tumor meluas ke parametrium.5
Radiasi ajuvan pelvis direkomendasikan pada pasien-pasien dengan KGB positif
dan batas sayatan positif karena risiko rekurensinya tinggi. Radioterapi terbukti
menurunkan insiden rekurensi lokal meskipun efeknya tidak ada atau sedikit terhadap
survival. Pasien tanpa metastasis KGB, risiko untuk mengalami rekurensi lebih rendah
tapi hampir setengah kejadian rekurensi pada kanker serviks stadium dini terjadi tanpa
metastasis KGB. Hal ini menggambarkan bahwa pasien dengan KGB negatif tapi
mempunyai faktor risiko lain seperti ukuran tumor yang besar, kedalaman invasi dan
LVSI. 5
Indikasi mutlak dilakukannya radiasi ajuvan pada pasien dengan KGB negative
Ayhan dkk menyimpulkan bahwa usuran tumor, kedalaman invasi, LVSI dan raditerap
ajuvan berperan secara signifikan terhadap DFS. OS dipengaruhi oleh usuran tumor,
LVSI, keterlibatan vagina dan radioterapi ajuvan. Interval bebas penyakit, laju dan lokasi
rekurensi tidak berbeda antara pasien yang menjalani histerektomi radikal dengan
histerektomi radikal dan raditerapi.
Hellebrekers dkk,6 melakukan penelitian terhadap 119 pasien yang diberikan
radiasi pasca histerektomi radikal. OS 83% dimana 91% nya dengan KGB negatif dan
53% nya KGB positif. Analisis univariat menunjukkan bahwa status KGB, keterlibatan
parametrium, batas sayatan, LVSI, usuran tumor dan kedalaman invasi secara significan
berhubungan dengan terjadinya rekurensi penyakit. Analisis multivariat membuktikan
bahwa keterlibatan KGB (rasio Hazard 4,4), keterlibatan parametrium, ukuran tumor dan
kedalaman invasi merupakan faktor prognostik nyata yang berhubungan dengan DSF.
Disimpulkan bahwa infiltrasi tumor > 10 mm (rasio Hazard 5,1) mungkin akan lebih baik
bila diberikan radioterapi ajuvan meskipun tidak didapati metastasis KGB, keterlibatan
parametrium atau batas sayatan.
Pada kasus ini, stadium kanker serviks sebelum pembedhaan dilakukan adalah
IB1 yang berarti usuran masa tumor < 4 cm. Hasil pemeriksaan patologi anatomi jeringan
setelah pembedahan, tidak ditemukan adanya faktor risiko pada pasien ini karena batas
sayatan bebas tumor, diferensiasi sel baik, tidak ditemukan LVSI dan KGB pelvis bebas
tumor. Berdasarkan data tersebut maka tidak diberikan radiasi ajuvan pasca pembedahan.
Setelah itu pasien kontrol teratur tiap tiga bulan dan dilakukan pemeriksaan pap
smear , tiga kali pemeriksaan didapatkan hasil negatif. Setahun setelah histerektomi,
pasien mengeluhkan perdarahan pervaginam. Pada pemeriksaan ditemukan adanya lesi di
tunggul vagina, dari pemeriksaan biopsi ditemukan kembali lesi kanker dan ditegakkan
diagnosis stadium IB1 residif. Pasien kemudian diberikan radiasi luar dan brakiterapi
lengkap serta kemoterapi tetapi tiga bulan kemudian ditemukan metastasis di hepar
Bila dilihat secara keseluruhan, pasien ini tidak mempunyai faktor prognostik
sehingga setelah pembedahan radikal diharapkan DFS dan OS baik dengan kekambuhan
yang rendah. Tetapi di luar dugaan pasien mengalami kekambuhan dalam waktu satu
tahun dan enam bulan kemudian terjadi metastasis jauh. Pada kasus ini terdapat satu hal
yang tidak dinilai pada pemeriksaan patologi yaitu kedalaman invasi ke stroma. Berbagai
literatur menyebutkan bahwa kedalamana invasi stroma merupakan faktor prognostik
independen maupun dependen pada kanker serviks.
Lima puluh persen pasien yang mengalami kekambuhan setelah pembedahan
radikal juga tidak ditemukan penyebaran ke KGB dan batas sayatannya bebas tumor, jadi
mungkin terdapat faktor risiko lain sebagai penyebab kekambuhan disamping faktor-
faktor yang disebutkan diatas.
Penatalaksanaan rekurensi pada kanker serviks tergantung pada jenis terpai
primer dan letak rekurensinya. Kekambuhan pelvis setelah operasi primer maka radiasi
adalah pilihan pertama. Pada rekurensi atau metastasis, maka peranan kemoterpai
sebenarnya hanyalah bersifat paliatif dan memperpanjang hidup. Respon lengkap jarang
terjadi dan biasanya terbatas pada pasien dengan metastasis paru. Cisplatin adalah satu-
satunya agen kemoterapi tunggal yang sarankan pada kanker jenis sel skuamosa dengan
dosis 50-100 mg/m2 tiap tiga minggu.7
Pada kasus ini, rekurensi terjadi di daerah pelvis. Karena terpai primer
sebelumnya adalah pembedahan, maka kemoradiasi adalah pilihan saat terjadi rekurensi.
Lesi rekuren dapat diatasi dengan kemoradiasi namun kemudian terjadi metastasis jauh
ke liver. Pada keadaan ini, terapi selanjutnya hanyalah bersifat paliatif karena yang terjadi
adalah metastasis jauh ke liver dan paraaorta sedangkan rekurensi lokal sudah dapat
diatasi dengan kemoradiasi.
Rujukan
1. Birner P. Lymphatic Microvessel Density as a novel prognostik faktor in early-
stage invasive cervical cancer. Int. J. Cancer 2001; 95: 29–33
2. Hacker NF. Cervical cancer. In: Berek JS, Hacker NF, editors. Practical
Gynecologic Oncology. Philadelphia. Lippincott Williams&Wilkins; 2005: 337-
396.
3. Tinker AV, Bhagat K, Swenerton KD, Hoskins PJ.Carboplatin and paclitaxel for
advanced and recurrent cervical carcinoma: the British Columbia Cancer Agency
experience.Gynecol Oncol. 2005 ; 98: 54-8.
4. N. SINGH & S. ARIF, Int J Gynecol Cancer 2004, 14, 741—750
5. Ayhan A, et al. Prognostik faktors in FIGO stage IB cervical cancer without
lymph node metastasis and the role of adjuvant radiotherapy after radical
hysterectomy. Int J Gynecol Cancer 2004; 14: 286—92
6. Hellebrekers BWJ, et al. Surgically-treated early cervical cancer: Prognsotic
faktors and the significance of depth tumor invasion. Int J Gynecol Cancer 1999;
9: 212-9.
7. Hacker NF. Cervical cancer. In: Berek JS, Hacker NF, editors. Practical
Gynecologic Oncology. Philadelphia. Lippincott Williams&Wilkins; 2005: 337-
396.