Jurnal Sahriani F

18
Kelebihan Azitromisin dibanding dengan Eritromisin dalam Meningkatan Waktu-Paruh Pengosongan Lambung pada Pasien Dewasa dengan Gastroparesis Latar Belakang / Tujuan Terapi dengan agen prokinetik yang saat ini digunakan pada gastroparesis dibatasi oleh efek samping dan pilihan. Salah satu macrolide, yaitu Eritromisin (ERY), terkait dengan kematian jantung mendadak terlihat dari perpanjangan gelombang QT dikarenakan inhibisi pada isoenzim P450. Obat alternatif lainnya, yaitu Azitromisin (AZI), mengurangi inhibisi isoenzim P450. Kami membandingkan efek pada waktu paruh pengosongan lambung antara AZI dan ERY pada pasien yang didiagnosis dengan gastroparesis oleh Gastric Emptying Scintigraphy. Metode Pasien menghentikan konsumsi obat yang diketahui dapat mempengaruhi pengosongan lambung, dan kemudian mengkonsumsi 1 telur dadar yang diberi label dengan 18,5-37 MBq dari koloid sulfur technetium-99m diikuti 1

Transcript of Jurnal Sahriani F

Page 1: Jurnal Sahriani F

Kelebihan Azitromisin dibanding dengan Eritromisin dalam Meningkatan

Waktu-Paruh Pengosongan Lambung pada Pasien Dewasa dengan

Gastroparesis

Latar Belakang / Tujuan

Terapi dengan agen prokinetik yang saat ini digunakan pada gastroparesis dibatasi

oleh efek samping dan pilihan. Salah satu macrolide, yaitu Eritromisin (ERY),

terkait dengan kematian jantung mendadak terlihat dari perpanjangan gelombang

QT dikarenakan inhibisi pada isoenzim P450. Obat alternatif lainnya, yaitu

Azitromisin (AZI), mengurangi inhibisi isoenzim P450. Kami membandingkan

efek pada waktu paruh pengosongan lambung antara AZI dan ERY pada pasien

yang didiagnosis dengan gastroparesis oleh Gastric Emptying Scintigraphy.

Metode

Pasien menghentikan konsumsi obat yang diketahui dapat mempengaruhi

pengosongan lambung, dan kemudian mengkonsumsi 1 telur dadar yang diberi

label dengan 18,5-37 MBq dari koloid sulfur technetium-99m diikuti dengan

pencitraan terus menerus selama 120 menit, pada 1 menit per frame. Sebuah garis

sederhana diaplikasikan pada laju pengosongan lambung, dan waktu paruh (t½)

pengosongan lambung dihitung dengan normalnya = 45-90 menit. Pada menit 75-

80, jika telah dipastikan lambung tidak kosong, pasien diberikan salah satu antara

ERY (n = 60) atau AZI (n =60) 250 mg IV dan t½ pengosongan lambung pasca

pengobatan baru dihitung.

1

Page 2: Jurnal Sahriani F

Hasil

Perbandingan t½ pengosongan lambung menunjukkan efek positif yang sama

(rata-rata t½ pengosongan lambung pada AZI = 10,4 ± 7,2 menit; rata-rata t½

pengosongan lambung pada ERY = 11,9 ± 8,4 menit; p = 0,30).

Kesimpulan

AZI setara dengan ERY dalam percepatan pengosongan lambung pada pasien

dewasa dengan gastroparesis. Memberikan duration of action lebih lama, efek

samping lebih baik dan mengurangi interaksi isoenzim P450 dibandingkan dengan

ERY. Penelitian lebih lanjut harus mengevaluasi efektivitas jangka panjang dan

keamanan AZI sebagai pengobatan gastroparesis.

(J Neurogastroenterol Motil 2010, 16:407-413)

Kata Kunci

Azitromisin, pengosongan lambung, gastroparesis

2

Page 3: Jurnal Sahriani F

Pendahuluan

Gastroparesis (GP) atau "penundaan pengosongan lambung" adalah

gangguan motilitas gastrointestinal kronis yang akhir-akhir ini prevalensi serta

biaya pengobatannya meningkat. GP merupakan hasil dari gangguan transit isi

intraluminal dari lambung ke duodenum, tanpa adanya obstruksi mekanik

lambung. Etiologi GP adalah diabetes, pasca-bedah, drug-induced, idiopatik atau

infeksi pasca-virus yang menyebabkan dispepsia fungsional. Kondisi ini adalah

bagian dari spektrum kondisi klinis, yang berkisar dari keterlambatan minimal

pengosongan lambung pada dispepsia fungsional dan keterlambatan besar yang

disebabkan oleh disfungsi neurologis terkait dengan diabetes lama. Gejala pada

GP bervariasi yaitu cepat kenyang, mual dan muntah, sakit perut, kembung dan

gastroesophageal refluks. Selain itu, pasien GP berada pada risiko mengalami

malnutrisi akibat penurunan berat badan yang parah dari mual dan muntah kronis.

Hal ini mengakibatkan biaya kesehatan meningkat hingga harus rawat inap untuk

manajemen gejala. Dibandingkan dengan pasien rawat inap akibat gangguan

pencernaan atas lainnya, pasien GP biasanya memiliki co-morbidities yang lebih,

menjalani prosedur rawat inap yang lebih, waktu rawat inap yang lebih lama

dengan biaya total yang lebih tinggi, dan peningkatan angka kematian. Mengingat

tren ini, pengobatan yang efektif untuk GP menjadi semakin penting.

Saat ini, Eritromisin (ERY) adalah yang paling banyak diterima dan

ampuh untuk pengobatan GP. ERY adalah antibiotik macrolide yang

mempercepat pengosongan lambung. Efek prokinetic dari ERY didokumentasikan

dengan baik dan sebagian dihubungkan dengan efek agonis pada reseptor motilin

3

Page 4: Jurnal Sahriani F

otot polos. ERY adalah prokinetic paling ampuh untuk pengobatan gejala GP

seperti mual, muntah dan nyeri perut. Faktanya, ERY 30% -60% lebih efektif

dalam pengosongan lambung dibanding agen prokinetic lainnya seperti

metoclopramide, cisapride dan domperidone.

Meskipun manfaat ERY telah diketahui, masalah utama adalah pengaruh

obat ini dalam meningkatkan resiko aritmia jantung. Pertama, baik IV dan oral

ERY menyebabkan peningkatan QT interval mencerminkan perpanjangan

repolarisasi jantung, predisposisi pasien untuk terjadinya torsades de pointes dan

kematian jantung mendadak. Kedua, ERY berinteraksi dengan obat lain untuk

meningkatkan resiko aritmia jantung. Dalam sebuah penelitian, pasien yang

mengkonsumsi ERY menunjukkan peningkatan 2 kali lipat dalam angka kejadian

kematian akibat serangan jantung mendadak bila dibandingkan dengan pasien

yang tidak mengkonsumsi ERY. Angka kematian akibat serangan jantung

mendadak meningkat 5 kali lipat dengan adanya inhibitor sitokrom P450 3A

(CYP3A) isozim, seperti calcium channel blocker, statin dan serotonin reuptake

selektif inhibitor. Mekanisme obat ini adalah plasma ERY, substrat diketahui

isozim CYP3A, meningkat secara signifikan pada inhibisi CYP3A,

mengakibatkan peningkatkan risiko aritmia jantung yang serius. Tidak seperti

ERY, Azitromisin (AZI) tidak berinteraksi dengan isoenzim CYP3A dan tidak

terlibat dalam interaksi obat-obat. Temuan pada ERY ini membuatnya menjadi

pilihan yang kurang menarik untuk pasien-pasien GP.

Baru-baru ini kelompok kami menggunakan manometry antroduodenal

untuk menunjukkan bahwa AZI lebih menjanjikan sebagai alternatif dibanding

ERY untuk mengobati GP. Di sini, kami menyampaikan temuan ini dengan

4

Page 5: Jurnal Sahriani F

menggunakan pengujian provokatif dengan Gastric Emptying Scintigraphy,

pemeriksaan gold standard untuk diagnosis GP. Hipotesis bahwa baik AZI dan

ERY setara dalam meningkatkan t½ pengosongan lambung pada pasien selama

fase provokatif Gastric Emptying Scintigraphy (GES) berdasarkan fakta bahwa

kedua obat tersebut agonis motilin dan bertindak sama dalam meningkatkan

pengosongan lambung.

Metode dan Bahan

1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analisis case-control

terhadap 120 pasien yang menjalani GES dengan pengujian provokatif di

University of Florida Departemen of Nuclear Medicine dari bulan Juli

sampai November 2009. Pasien dievaluasi dengan nyeri perut kronis atau

suspek GP. Protokol penelitian disetujui oleh University of Florida Health

Science Center Intstitutional Review Board.

2. Data

Berturut-turut pasien dengan nyeri perut kronis atau suspek GP (n = 120)

mengalami GES. Semua pasien menjalani pemeriksaan fisik sebelum GES

untuk menyingkirkan adanya pasien dengan obstruksi mekanis. Tidak ada

pasien yang mengkonsumsi analgesik narkotika selama 48 jam sebelum

pemeriksaan. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan riwayat obstruksi,

gangguan jiwa atau gangguan makan, alergi macrolide atau keganasan.

Selain itu, pasien dengan penyakit sistemik lainnya selain diabetes atau

5

Page 6: Jurnal Sahriani F

penyakit kolagen vaskuler juga dieksklusikan. Setelah didiagnosis dengan

GP oleh GES, pasien menerima baik IV ERY atau IV AZI tergantung pada

ketersediaan obat di apotek untuk fase pengujian provokatif dari GES.

3. Teknik Gastric Emptying Scintigraphy (GES)

Pasien menghentikan semua konsumsi obat yang diketahui dapat

mempengaruhi pengosongan lambung 48 jam sebelum pemeriksaan

dilakukan. Pasien kemudian menjalani GES dengan mengkonsumsi satu

telur orak-arik (85 kalori) dengan 2 buah roti putih (133 kalori) / 1 olesan

mentega (36 kalori) dan 50-100 cm3 air untuk hitungan kalori total 254

kalori. Makanan tersebut diberi label dengan 18,5-37 MBq dari teknesium-

99m sulfur koloid. Pencitraan dilakukan baik dengan menggunakan

single-headed gamma camera, dilengkapi dengan energi rendah tinggi

resolusi kolimator atau dual-headed camera. Kedua kamera diposisikan

pada posisi miring kiri anterior untuk meminimalkan efek atenuasi

lambung yang bervariasi pada kuantisasi dari pengosongan lambung.

Pengosongan lambung diamati dengan pencitraan secara terus-menerus

selama 120 menit pada 1 menit per frame. Kami menetapkan laju linier

pengosongan dengan data 0-75 menit dan memperoleh

waktu paruh pengosongan (t½ normal = 45-90 menit). Normal nilai untuk

metodologi ini diperoleh dari salah satu penulis menggunakan 60

sukarelawan yang normal (rentang usia: 26-60 tahun) pada 1981-1982 di

Henry Ford Hospital. Semua pasien dalam penelitian ini diberikan salah

satu 250 mg IV ERY (n = 60) atau IV AZI (n = 60) diberikan lebih dari 20

menit pada menit 75-80 dengan 15 menit selanjutnya dilakukan pencitraan

6

Page 7: Jurnal Sahriani F

untuk menentukan waktu paruh pengosongan lambung pasca pengobatan.

AZI ini digunakan untuk pengujian provokatif karena potensi efek

prokinetic nya telah diketahui, dan secara nasional didapatkan kekurangan

IV ERY sehingga IV ERY menjadi sesuatu yang langka. Hal ini

menyebabkan pengobatan beralih ke AZI untuk beberapa bulan ketika IV

ERY tak bisa diperoleh.

4. Metode Statistik

Data pengosongan lambung yang diperoleh selama pengujian provokatif

dibandingkan dengan menggunakan uji 2 tailed t test dengan SPSS 18.

Semua nilai dinyatakan sebagai rata-rata ± SD. Hipotesis null dibangun

dengan asumsi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara IV ERY

dan IV AZI pada pasien selama fase provokatif GES.

Hasil

Pasien dalam kelompok ERY dan AZI dikelompokkan berdasarkan umur,

jenis kelamin, gejala pada presentasi dan diagnosis sebelum studi (Tabel 1). Pada

kelompok ERY, usia rata-rata adalah 47 ± 17 tahun dengan rentang usia 21-71

tahun. Pada kelompok AZI, usia rata-rata adalah 48 ± 15 tahun dengan rentang

usia 14-80 tahun. Gejala pada kelompok ini juga sesuai dengan kelompok ERY

(Tabel 1). Operasi pada kedua kelompok ini termasuk orthoptic transplantasi hati,

cholecystectomy, umbilical hernia repair, Nissen fundoplication, gastric bypass,

appendectomy, repair of liver laseration dan splenectomy. Analisis statistik

menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan pengecualian pada

7

Page 8: Jurnal Sahriani F

pasien sirosis didapatkan jumlah yang lebih tinggi pada kelompok ERY

dibandingkan dengan AZI. t½ pengosongan lambung serupa untuk kedua

kelompok dengan rata-rata t½ pengosongan lambung untuk ERY = 166 ± 68

menit dan rata-rata t½ pengosongan lambung untuk AZI = 178 ± 77 menit. t½

pengosongan lambung pada pasien yang menerima baik ERY maupun AZI

menunjukkan efek positif yang sama dengan rata-rata t½ pengosongan lambung

untuk AZI = 10.4 ± 7.2 menit dan rata-rata t½ pengosongan lambung untuk ERY

= 11.9 ± 8.4 menit. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara

kelompok IV AZI dan IV ERY dengan p = 0,30 (Gbr. 2). Tidak ada efek samping

yang dilaporkan oleh kedua kelompok selama fase provokatif pengosongan

lambung yang kami lakukan.

Pembahasan

Tingginya prevalensi dan biaya GP, serta meningkatnya angka kejadian

aritmia jantung dan interaksi obat-obat terkait ERY telah mendorong minat dalam

mengembangkan pengobatan baru untuk GP. Selain itu, peringatan FDA baru-

baru ini terhadap kejadian tardive dyskinesia pada penggunaan metoclopramide

membuat kebutuhan akan alternatif baru dalam pengobatan GP menjadi penting.

Sebagai hasilnya, kami berusaha mengembangkan sebuah studi macrolide

alternatif, AZI untuk pengobatan pasien dengan GP. Kami menemukan bahwa

ERY dan AZI memiliki efek positif yang sama pada t½ pengosongan lambung

selama fase pengujian provokatif dari Gastric Emptying Scintigraphy (GES).

Hasil ini mendukung penggunaan AZI sebagai alternatif ERY untuk mengobati

GP, serta temuan dari studi sebelumnya dan laporan kasus menunjukkan peran

8

Page 9: Jurnal Sahriani F

AZI dalam pengobatan GP. AZI juga dapat digunakan selama pengujian

provokatif dengan GES untuk mengevaluasi respon pada novel prokinetic yang

sebelumnya belum pernah digunakan dalam literatur untuk tujuan serupa.

Selain itu, penelitian kami lebih lanjut memperluas temuan baru-baru ini

dari lembaga kami dengan manometry antroduodenal yang menunjukkan bahwa

AZI merangsang motilitas antral dengan cara yang mirip dengan ERY, tetapi

dengan duration of action yang lebih lama pada pasien-pasien dengan nyeri perut

kronis dan GP. Selanjutnya, hasi penelitian kami memiliki signifikansi klinis bagi

pasien GP karena efek samping yang merugikan pada ERY, dan bukti baru-baru

ini menunjukkan bahwa interaksi obat antara ERY dan inhibitor CYP3A

menyebabkan peningkatan risiko aritmia jantung dan kematian jantung mendadak.

Dibandingkan dengan macrolides ERY dan lainnya yang tersedia saat ini, AZI

terdiri dari 15 macrolide semi-sintetik yang dikenal memiliki efek samping pada

gastrointestinal yang lebih sedikit, kepatuhan yang lebih baik dan memiliki risiko

gangguan pada jantung lebih rendah dibandingkan dengan ERY. Rendahnya

resiko gangguan pada jantung ini disebabkan oleh kurangnya penghambatan oleh

AZI pada isozim CYP3A, dan interaksi minimal dengan inhibitor CYP3A lainnya

sehingga menghindari terjadinya interaksi obat yang signifikan

terkait dengan ERY. Selanjutnya, dalam sebuah penelitian membandingkan ERY,

klaritromisin dan AZI, baik ERY dan klaritromisin dikaitkan dengan torsades de

pointes pada konsentrasi K+ yang rendah, tetapi berbeda dengan AZI tidak

menunjukkan hal yang sama. Selain itu, AZI memiliki potensi pro-arrhythmic

terendah jika dibandingkan dengan 3 macrolides. Namun demikian, AZI diketahui

terlibat dalam perpanjangan QT dan torsades de pointes dalam laporan kasus

9

Page 10: Jurnal Sahriani F

pasien usia lanjut. Dengan adanya laporan ini dilakukan penelitian prospektif acak

di mana pasien menerima baik AZI atau plasebo. Dari hasil penelitian

disimpulkan bahwa meskipun AZI tidak efektif untuk pencegahan sekunder dari

kejadian koroner, tidak ada peningkatan risiko jantung pada pasien yang diberi

AZI.

Selain efek samping yang lebih baik pada jantung dan lebih sedikit

kemungkinan untuk terjadinya interaksi obat, keuntungan lain dengan

menggunakan AZI dibanding ERY adalah frekuensi kejadian efek samping yang

lebih rendah yang dilaporkan oleh pasien AZI. Pasien yang mengkonsumsi ERY

sering melaporkan adanya mual, muntah dan diare. Efek samping tersebut kurang

sering dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi AZI, meningkatkan

kemungkinan terapi jangka panjang dengan AZI. Selain insiden terjadinya efek

samping yang lebih rendah, AZI juga memiliki duration of action yang lebih

lama, diserap dengan baik, dan memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi.

Dengan bioavailabilitas yang lebih tinggi ini menyebabkan pemberian AZI yang

hanya sekali dalam sehari, karena waktu paruh AZI lebih panjang yaitu 68 jam,

sementara ERY empat kali sehari. Jadi, dengan dosis pemberian sekali sehari ini

membuat AZI memiliki kemungkinan interaksi dengan obat-obat lain lebih kecil,

dan efek samping yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan

pasien dalam mengkonsumsi obat.

Meskipun diketahui beberapa manfaat AZI yang potensial tersebut,

penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini adalah

analisis retrospektif yang dilakukan disatu pusat perawatan tersier dan tidak dapat

memperhitungkan potensial bias. Kedua, dalam penelitian ini subjek hanya

10

Page 11: Jurnal Sahriani F

diberikan obat satu kali dan tidak mencakup penilaian respon gejala. Ketiga,

walaupun penelitian ini menggunakan GES yang dianggap sebagai gold standard,

waktu pengosongan lambung memiliki batasan variabilitas yang tinggi sehari-hari

pada pengujian 2 obat oral yang terpisah. Akhirnya, karena penelitian kami hanya

mengukur respon waktu pengosongan lambung setelah satu dosis pemberian IV

ERY atau IV AZI, penelitian ini tidak dapat menjelaskan kemungkinan terjadinya

tachyphylaxis yang telah diamati baik pada pasien dengan pemberian ERY yang

lama dan pada pasien yang diobati dengan IV ERY jangka pendek.

Akhirnya, penelitian kami memiliki beberapa keutamaan. Penelitian ini

menggunakan GES, yang merupakan gold standard untuk mengkonfirmasikan

diagnosis GP, dan untuk membandingkan respon IV ERY dan IV AZI pada waktu

pengosongan lambung. Selain itu, dengan menunjukkan kesetaraan dari AZI dan

ERY dalam mempercepat pengosongan lambung, penelitian kami mendukung

kemungkinan bahwa AZI mungkin lebih layak dibandingkan ERY untuk

pengobatan GP. Hal ini juga penting bahwa ERY tidak diproduksi dalam

formulasi cair dimana aman digunakan pada pasien anak, sehingga ini

menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan ERY. Selain itu, berdasarkan

pengalaman klinis dengan AZI, kami telah menemukan AZI sangat efektif untuk

pengobatan pasien dengan gejala GP, terutama pada mereka yang sebelumnya

telah gagal dengan pengobatan metoclopramide dan ERY. Pada umumnya hasil

penelitian kami membandingkan kontrol penelitian secara acak dengan kelompok

plasebo untuk mengevaluasi lebih lanjut efikasi dan keamanan AZI dalam

pengobatan GP dan untuk menilai respon pengosongan lambung pada IV AZI

selama fase provokatif dengan GES. Lebih lanjut penelitian ini dapat membantu

11

Page 12: Jurnal Sahriani F

untuk menentukan apakah AZI benar terbukti efektif dan ditoleransi dengan baik

sebagai pengobatan GP.

12