Jbptunpaspp Gdl Inggasuwan 374 1 Penolaka u
-
Upload
dannyworsnop -
Category
Documents
-
view
55 -
download
5
description
Transcript of Jbptunpaspp Gdl Inggasuwan 374 1 Penolaka u
PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USAHA INTERNASIONAL UNTUK
MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Strata Satu (S1) Pada Jurusan Hubungan Internasional
Disusun Oleh :
Ingga Suwandana 012030094
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Hunungan Internasional
Universitas Pasundan Bandung
2006
LEMBAR PENGESAHAN
PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL KYOTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USAHA
INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL
Oleh : Ingga Suwandana NIM 012030094
Telah Diujikan tanggal
……………………….
Menyetujui : Pembimbing,
Oman Heryaman, S.IP., M.Si., NIPY 151 10 30
Mengetahui :
Dekan Ketua Jurusan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Ilmu Hubungan Internasional
Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah, MS Iwan Gunawan Drs, M.Si
NIP 131 411 843 NIPY 151 101 37
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar-benar hasil pekerjaan
penelitian saya sendiri. Adapun ssemua referensi / kutipan (baik kutipan langsung
maupun kutipan tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain tiap-tiap
satunya telah saya sebutkan sumbernya sesuai etika ilmiah. Apabila di kemudian
hari skripsi ini terbukti hasil meniru / plagiat dan terbukti mencantumkan kutipan
karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sanksi
penangguhan gelar kesarjanaan dan menerima sanksi dari lembaga yang
berwenang.
Bandung, 8 mei 2006,
Ingga Suwandana
012030094
Pemahaman sejati jauh lebih bermakna daripada sekedar kata-kata,
dan penting karena hasilnya,
bukan sekedar retorika yang indah.
Mereka yang bisa menumpahkan kebahagiaan mereka dalam kata-kata,
sebenarnya hanya merasakan sedikit kebahagiaan.
Karena apa yang kurasakan telah tumbuh begitu besar,
Sampai-sampai setengahnya pun tak bisa kugambarkan dengan kata-kata -Juliet in “Romeo and Juliet by William Shakespeare-
Ku Persembahkan karya yang kecil ini buat
Kedua orang tuaku yang tercinta,
adik-adikku
Dan semua keluarga
ABSTRAK
Suhu bumi yang semakin panas dari waktu ke waktu mulai merebut
perhatian para ahli. Mereka mulai memikirkan suatu tindakan bersama untuk menghadapi ancaman pemanasan global. Konferensi digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan kerjasama internasional antar Negara. Berbagai konferensi diadakan untuk membicarakan masalah pemanasan global dan dampaknya terhadap perubahan iklim. konferensi-konferensi ini menghasilkan keputusan bersama yang salah satunya adalah Konferensi Kyoto tahun 1997 yang menghasilkan sebuah protocol yang disebut “PROTOKOL KYOTO” yang isinya mewajibkan bagi Negara-negara khususnya Negara industri maju untuk mengurangi tingkat emisi karbondioksidanya sebesar 5,2 % dibawah level tahun 1990 pada tahun 2010. namun penolakan Amerika Serikat yang juga merupakan penghasil emisi terbesar di dunia untuk meratifikasi Protokol Kyoto menghambat efektivitas Protokol ini.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengeksplorasi dan mendeskripsikan factor-faktor penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto. Selanjutnya juga ingin mengetahui, memahami dan mendeskripsikan bagaimana implikasinya terhadap usaha dunia internasional untuk meminimalisir pemanasan global. Sedangkan manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah secara teoristis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khasanah pengembangan ilmu hubungan internasional, khususnya yang menyangkut politik luar negeri dan politik internasional.
Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah deskripsi yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena dalam hal ini kebijakan Amerika Serikat untuk tidak meratifikasi Protokol Kyoto mengesampingkan usaha internasional untuk menyelamatkan bumi dari bahaya pemanasan global.
Hasil dari penelitian ini adalah ada dua factor yang menjadi sebab mundurnya Amerika Serikat dari Proses Ratifikasi yaitu faktor internal yaitu factor ekonomi dimana dengan mengurangi emisi sebesar 7 % maka perekonomian Amerika Serikat akan terancam dan kelompok-kelompok kepentingan seperti kelompok industri menjadi actor yang mempengaruhi actor Negara (Presiden George W. Bush) dalam membuat kebijakan ini. Tekanan-tekanan dari Domestik juga membuat Amerika Serikat mengambil kebijakan yang bertolak belakang dengan dunia internasional. Sedangkan factor eksternal yang melatar belakangi pernyataan Amerika Serikat adalah tidak diikut sertakannya Negara berkembang seperti India dan China dalam protokol ini. Bagi Amerika Serikat tidak diikut sertakannya negara-negara berkembang adalah suatu ketidakadilan bagi Negara mereka. Dan usaha-usaha internasional meminimalisir pemanasan global dengan pembentukan Protokol Kyoto. Kata Kunci : Penolakan AS terhadap Protokol Kyoto
ABSTRACT The earth hot temperature begins to attract the experts attention. They
begin to think the collective action to face the threat of global heating. Conference is used to the tool to establish the international co-operation. Many conference are held to talk about this and its effect on climate changing. These conference result many decision. One of these is Kyoto Conference in 1997 which resulted a protocol called Kyoto Protokol which obliges countries to reduce the carbondioxide emission as much as 5,2 % under 1990 level in 2010. the United State of America refuses to ratify this protocol. This refusal become the biggest hindrance on the efectivity of this protocol.
This research intended to understand, explore and describe the factor of USA refusal on the Kyoto Protocol. The writer want also to know, understand and describe what implication of the world efforts to minimalize the global heating. While the aim and purpose of this research, theoretically, is that, this research will be expected to increase the develoving the science of international relations, especially in related with the foreing politicsl snd international politics.
The method in dealing with this research is a descriptive that intended to desribe a phenomena, in this case the political wisdom of the United State of America not to ratify Kyoto Protocol avoid the international effort to save the eart from the danger of global heating.
The results of this research are : two factor which are the cause of United State of America resignation from the ratification process which is the internal factor. It is economic factor because by reducing the emission as much as 7 %, United State of America will be threatened and the need group like industrial group who are the influential group who influence the most important actor George W. Bush (American President) to take the will. Domectic Preassure also make United State of American take the wisdom which is against international want. While the external factor is because develoving countries like China and India do not take part of this protocol. And it is an unfairness for them. And also this research result international effort minimalize the global heating with this Kyoto Protocol. Key word : United State of American Refusal to the Kyoto Protoco
ABSTRAK Suhu bumi nu janten panas ti waktos ka waktos ngawitan nyandak
perhatian para ahli. Anjeunna ngawitan ngemutan hiji tindakan sadayana kanggo ngahadapi ancaman pamanasan global. Konferensi dianggo kanggo sarana ngawujudkeun kerjasama internasional antar bangsa. Tos seueur konferensi diayakeun kanggo nyarioskeun masalah keputusan sarerea nu salah sahijina nyaeta Konferensi Kyoto taun 1997 nu ngahasilkeun hiji protocol nu di sebatna “Protokol Kyoto” nu eusina ngawajibkeun kanggo Negara-negara khususna Negara industri maju supados tiasa nyaeutikkeun tingkat emisi karbondioksida na sa ageing 5,2 % dihandap level taun 1990 dina taun 2010. tapi penolakan Amerika Sarikat nu oge mangrupakeun penghasil emisi nu paling ageing di dunia kanggo ngaratifikasi Protokol Kyoto ngahambat efektifitas protocol iyeu.
Nu janten udagan panalungtikan ieu nyaeta hoyong terang, ngaeksplorasi sarta ngadeskripsikan factor-faktor penolakan Amerika Serikat kana protocol Kyoto. Salajengna oge hoyong apal paham tur ngadeskripsikeun kumaha implikasina kana usaha dunia internasional kanggo ngaminimalisir pamanasan global. Sedangkeun mangpaat atanapi gunana panalungtikan ieu nyaeta secara teoritis, panalungtikan ieu dihareupkeun mangfaat kanggo nambihan elmu pangaweruh ngenaan Hubungan Internasional khususna nu nyangkut Politik Luar negeri sareng politik internasional.
Metode nu digunakeun dina panalungtikan ieu nyaeta deskripsi nu ngagaduhan udagan kanggo ngagambarkeun hiji kaayaan dina ha lieu kebijakan Amerika Serikat supados teu ngaratifikasi Protokol nganyampingkeun usaha internasional kanggo nyalametkeun bumi ti bahaya pamanasan global.
Hasil tina panalungtikan ieu nyaeta : aya dua factor nu janten sabab mundurna Amerika Serikat tina proses ratifikasi nyaeta factor internal, nyaeta factor ekonomi numana upami ngurangan emisi saageung 7 %, perekonomian Amerika Serikat bakal ka ancam sareng kelompok-kelompok kepentingan sapertos kelompok industri janten aktor nu ngapengaruhan aktor Negara (Presiden George W. Bush) kana ngadamel kebijakan ieu. Tekanan-tekanan ti domestic oge ngajieun Amerika Serikat nyandak kebijakan nu ngalatar belakang na pernyataan Amerika Serikat nyaeta moal diajak nyartakeun Negara berkembang sapertos India sareng China kana protocol ieu. Kanggo Amerika Serikat teu diajak nyartakeun Negara-negara berkembang nyaeta hiji ka teu adilna kanggo Negara eta. Sareng usaha-usaha internasional ngaminimalisir pamanasan global sareng ngabentuk Protocol Kyoto Kecap Konci : Penolakan Amerika Serikat kana Protokol Kyoto
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh,
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai
dengan harapan dan kemampuan yang penulis miliki. Skripsi yang mengangkat
judul “Penolakan Amerika Serikat Terhadap Protokol Kyoto dan
Implikasinya Terhadap Usaha Internasional Untuk Meminimalisir
Pemanasan Global”, disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menempuh ujian siding strata satu (S1) pada jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
Bandung.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman penulis yang masih terbatas, sehingga penulis senantiasa
mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan saran dan kritiknya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
bapak Oman Heryaman, S.IP., M.Si., selaku dosen pembimbing yang selalu
penuh dengan kesabaran dan kebijaksanaannya telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, nasehat serta saran yang sangat berguna dalam
membantu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis
juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi. M.Si. Selaku Rektor Universitas
Pasundan Bandung.
2. Ibu. Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah. M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
3. Bapak. Drs. Aswan Haryadi M.Si. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
4. Bapak. Drs. H. Asep Kusdiman Jauhari. M.Si. Selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
5. Bapak. Drs. Awang Munawar M.Si. Selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
6. Bapak. Drs. Iwan Gunawan M.Si. Selaku Ketua Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
Bandung.
7. Bapak. Drs. Kunkunrat M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
Bandung.
8. Bapak Drs. Iwan B. Irawan, M.Si., Bapak Drs. Fahremi Imri, M.Si.,
Bapak Drs. Setia Permana, Bapak M.Budiana, S.IP., Bapak Drs. T.
May Rudi, SH., MIR., MSC., Bapak Drs. Sigit Harimurti, Bapak Drs.
Alif Oktavian, Bapak Drs. Agus Herlambang, M.Si., Bapak Anton
Winardi, S.IP., M.Af., Ibu Dra. Dewi Astuti Mudji, Ibu Dra. Hj. Rini
Afriantari, beserta seluruh staff dosen jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Pasundan Bandung.
9. Tidak lupa untuk Pak Ridwan Wijaya, Pak Jajang, Bu Sri, Bu Yeni, Bu
Kiki, Pak Adeng, Pak Jono, Pak Cucu dan seluruh staff Tata Usaha dan
Perpustakaan yang telah banyak membantu penulis untuk kelancaran
penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan TERIMA KASIH YANG TAK TERHINGGA pada :
1. Kedua Orang Tua, Bapak…Maaf AA belum bisa seperti bapak, kelak satu
hari nanti AA pengen membuktikan kalo AA bias lebih dari Bapak…and
My Lovely Mom, Mamah maaf AA selalu nyusahin Mamah, Doain AA
biar bias jadi orang yang berguna buat semua…Amien…Sekali lagi AA
minta beribu-ribu maaf….!!!
2. My Big Family, semua Keluarga Besar Hj. DEDEH Jamaras di
Bandung dan Keluarga Besar H. S.D SUWANDA Garut…Terima Kasih
untuk semuanya, maafin AA kalo AA banyak salah, kalo AA sering
ngerepotin..!!!
3. My Little Brother, Dimaz Yudatama…Kuliah yang bener !!!! kasian
Mamah !!!! hehehe ntar motor AA pasti Lebih Keren dari Mio Item jelek
ntu !!! Yudha Ramdhana Jelek…!!! AA ntar pasti bakalan jadi orang
sukses ga ? Liatin lah jangan orang aja yang diliatin teh…AAnya juga
diliatin dunk…!!! LOVE U ALL…
4. My Lovely Honey, ANGRENI E. SULASTRI…27 January 2001 until
forever, Makasi ya sayang, apa yang pernah Hany pernah kasi ke AA ga
bakalan pernah AA lupain semuanya, satu hari nanti AA pengen bales
semuanya biar AdHe bias ngebuktiin Kalo Adhe ga salah Pilih
Orang….!!! Skarang Kita mesti Nyari duit Buat tumpengan hehehe…!!!
5. THE ONYETrs…!! Whole member of Onyet Family EH Kita Lulus
euy..!!! Ogie…Ayah Tarung teh bawa modal nu loba, langgeng yah ma
EA ☺ !!!! Iyus….Bagong kumaha EO the urang can papangih wae,
jangan sakit aja atuh inget skripsi !!! Ivan Pante…NARUTO sampe ka
sabaraha euy, Tropic lagi yuk…kangen nech..!!! Egie & Sandy, Bos di
Rumah ge kering PISAn…dah lama euy kpengen…!!!!
Alby…sombonglah ci onyet mah geus S2 teh, dagoan Urang di Jogja !!
Erie…Ceut, PUNCAK Gmana? Aduh sayang Bro…CP aja lah yang
deket…!!! I Am Gonna Miss U all My Beloved Fren
6. Semua Anak-Anak HI B 2001 ULY, ly…lu ninggalin gw..awas lu !!
Kendedes, Dini, Tedy, Dimas Hendra PRAYA, Agung, Didit, Yoyo,
Andri, Buyung, Gani, Andri…Mex iraha maneh lulus?? Makasi
semuanya
7. Temen-Temen ku…Teh Ine..Buruan Bu selesein kul-nya masa kalah ma
adhe, Vie Markunyun khatur nuhun…makasi dah bantuin..!!! Tesna Woi
manager iraha da event lagi ?, Teh Melly Makasi dah ngenalin Unpas
hehehe , Fili n Risa skarang pada dimana euy ?? Rurie….neng umbrella
kapan atuh, ga kuat ney..!!!!!
8. Temen-Temen WARTEL 86…Aji & Emon (HATUR NUHUN NU
KAPUNGKUR nya…!!!), Ble’E (big Bro..), Erwin, Brur, Bubun Evan,
Iki BkoQ, dadaNg, Panji, Thanks Bro..!!! Arie, Meta,Uba…UMAR
Bro…..!!!!
9. The Last, Buat NU AINK….!!! PERSIB MAUNG BANDUNG…!!!
Come On Bantai Semua Lawan Mu…!!
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang diberikan kepada penulis, dan
tanpa mengecilkan peran mereka, penulis mengucapkan terima kasih. Amin
Yaa Rabball’allamiin…..
Bandung Mei 2006
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA PRIBADI PENULIS
1. Nama Lengkap : Ingga Suwandana
2. Tempat, tanggal lahir : Mataram, 6 Maret 1983
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Gg. Jamaras III no 87 Bandung Timur 72
6. Telp : (022) 7230577 081809225125
DATA ORANG TUA PENULIS
1. Nama Ayah : Ir. Asep Suwandi, Sp-1
2. Nama Ibu : Ir. Etty Rukhmiati Sopian, MM
3. Alamat Orang tua : Jl. Lalu Mesir no 196 Turida Babakan
Cakranegara Mataram NTB
DATA PENDIDIKAN FORMAL PENULIS
1. Tahun 1995 : Lulus SDN 4 Karang Jangkong Cakranegara
2. Tahun 1998 : Lulus SMPN 2 Mataram
3. Tahun 2001 : Lulus SMUN 5 Mataram
4. Tahun 2001 : Diterima sebagai mahasiswa jurusan Hubungan
Internasional Universitas Pasundan Bandung
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………...……i
PERNYATAAN …………………………………………………..…ii
MOTTO DAN DEDIKASI ……………………………………………iii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ……………………………………iv
ABSTRACT (Terjemahan Abstrak Bahasa Inggris) ……………………iv
ABSTRAK (Terjemahan Abstrak Bahasa Sunda) …………………….v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………xi
DAFTAR ISI …………………………………………………………...xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………...xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………….1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………10
1. Pembatasan Masalah ……………………………………11
2. Perumusan Masalah ……………………………………11
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian ……………………………………12
1. Tujuan Penelitian ……………………………………………12
2. Kegunaan Penelitian ……………………………………12
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis ……………………………………13
1. Kerangka Teoritis ……………………………………………13
2. Hipotesis ……………………………………………24
3. Operasional Variabel dan Indikator ……………………………24
4. Skema Kerangka Pemikiran ……………………………………26
E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ……………………27
1. Metode Penelitian ……………………………………………27
2. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………27
F. Lokasi dan Lamanya Penelitian ……………………………………28
1. Lokasi Penelitian ……………………………………………28
2. Lamanya Penelitian ……………………………………………28
G. Sistematika Penulisan ……………………………………………29
BAB II PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP
PROTOKOL KYOTO …………...……………………………....31
A. Pandangan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan Hidup
……………31
1. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Mengenai
Lingkungan Hidup …………………………………..………..31
2. Kebijakan Amerika Serikat Atas Lingkungan Hidup ……………36
B. Aktor-aktor Pembuat Keputusan Atas Lingkungan Hidup
……………38
1. Presiden dan Kongres ……………………………………………38
2. Departemen Luar Negeri ……………………………………39
3. Departemen Energi ……………………………………...…….40
4. Environmental Protection Agency (EPA) ……………...…….40
C. Faktor-faktor Penolakan Amerika Serikat Terhadap
Protokol Kyoto ………………………………..…………………..41
1. Faktor Internal …………………...……………………………….43
1.1 Pengaruh Kelompok Kepentingan Dalam
Kebijakan Lingkungan Amerika Serikat ……………43
2. Faktor Internal ……………..……………………………………..45
2.1 Persaingan Ekonomi Antar Negara-negara Maju…………..45
BAB III PROTOKOL KYOTO SEBAGAI USAHA INTERNASIONAL
UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN GLOBAL ……48
A. Kondisi Lingkungan Hidup Global ………..…………………………..48
B. Pemanasan Global Sebagai Isu Lingkungan HidupInternasional ……51
1. Efek Rumah Kaca ………………...………………………….51
2. Ancaman yang ditimbulkan pemanasan Global…...………………53
C. Munculnya Isu Lingkungan Hidup dan Signifikasinya dalam
Hubungan Internasional ……………………………………………60
1. Konferensi PBB, Stockholm 1972 …...……………………….60
2. The Earth Summit, Rio de Janeiro, 1992 ……..……………..64
3. Tindak Lanjut KTT Bumi, 1992 ……………………………68
4. KTT Kyoto, Jepang 1997 …………..………………………..69
D. Konferensi menjelang terbentuknya Protokolm Kyoto…………………..70
1. Conference on Parties I (CoP 1), Berlin, 1995 ……………………70
2. Conference on Parties II (CoP II), Jenewa 1996……….………….73
3. Conference on Parties III (CoP III), Kyoto, 1997…………………73
BAB IV MEMAHAMI USAHA INTERNASIONAL UNTUK
MENGHAMBAT PEMANASAN GLOBAL MELALUI
PROTOKOL KYOTO DENGAN PENOLAKAN AMERIKA
SERIKAT………………………………………………………..…..76
A. Implementasi penolakan Amerika Serikat dalam Protokol Kyoto ……76
1. Statement Resmi Terhadap Protokol Kyoto …………...……….76
2. Pakta Lingkungan Baru …………………………………....80
B. Implikasi Penolakan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan hidup...…..82
1. Tidak Bulatnya Komitmen Dunia ….………………………..82
2. Ekologi Lingkungan Hidup akan Semakin Terancam……..…….87
C. Efektifitas Protokol Kyoto Pasca Penolakan ……………..……………..99
1. Kepentingan Negara-negara Yang Berkaitan Dengan Aspek
Topografi ……………………………………………………99
2. Kepentingan Negara Dibidang Ekonomi …………..………101
BAB V KESIMPULAN ………………………………..…………………105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Operasionalisasi Variabel dan Indikator ……………………………25
Tabel Skema Kerangka Pemikiran ……………………………………26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lingkungan Hidup Makin banyak menarik perhatian masyarakat luas.
Baik kalangan pemerintah, universitas, media massa maupun msyarakat umum
membicarakannya. Permasalahan lingkungan hidup, atau secara pendek
lingkungan mendapat perhatian yang besar di hampir semua negara. Ini terutama
terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya konferensi PBB tentang
lingkungan hidup di Stokholm dalam tahun 1972. konperensi itu terkenal pula
sebagai Konperensi Stokholm. Hari pembukaan konperensi itu, 5 Juni telah
disepakati sebagai Hari LIngkungan Hidup Sedunia. Dalam konperensi Stokholm
telah disetujui banyak resolusi tentang lingkungan hidup yang digunakan sebagai
landasan tindak lanjut. Salah satu diantaranya ialah didirikannya badan khusus
dalam PBB yang ditugasi untuk mengurus permasalahan lingkungan, yaitu United
Nation Environmental Programme, disingkat UNEP. Badan ini bermarkas besar
di Nairobi, Kenya.
Terdapat kesan dan dalam pengertian umum, permasalahan lingkungan
hidup adalah sesuatu hal yang baru. Hal ini disebabkan oleh perhatian terhadap
dan kegiatan dalam bidang lingkungan hidup yang meningkat selama dasawarsa
1950-an dan 1960-an, dan memuncak dalam dasawarsa 1970-an. Namun
sebenarnya permasalahan itu telah ada sejak manusia ada di bumi.
Bahkan apabila kita meninjaunya lebih luas daripada segi manusia,
permasalahan itu ada sejak bumi ini tercipta. Jika perubahan iklim,
kejadian geologi yang bersifat malapetaka dan kepunahan massal hewan
serta tumbuhan kita gunakan sebagai petunjuk permasalahan lingkungan,
dapatkah kita ketahui, bumi kita telah banyak mengalami permasalahan
lingkungan yang besar.
Perubahan iklim sudah hampir menjadi kosakata umum dalam percakapan sehari-hari. Namun demikian, fenomena ini masi belum dipahami secara tepat oleh masyarakat karena prosesnya memang cukup rumit. Sehingga tidak jarang terjadi kesalahpahaman atau kesulitan dalam membedakan antara perubahan iklim dengan variasi iklim yang kadang-kadang terjadi dengan gejala yang agak ekstrem dan membawa dampak seketika yang cukup signifikan. Perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan kegiatan alih-guna lahan.
Pemanasan global adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK terjadi karena adanya gas dalam atmoser yang menyerap sinar panas, yaitu sinar inframerah, yang dipancarkan oleh bumi. Gas itu disebut gas rumah kaca (GRK). Dengan penyerapan itu sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu permukaan bumi.
Istilah efek rumah kaca (greenhouse effect) berasal dari pengalaman petani di daerah iklim sedang. Dalam musim rontok, musim dingin dan musim semi pada waktu suhu masih dingin, petani menanam sayuran dan bibit tanaman dalam rumah kaca. Pada siang hari pada waktu hari cerah suhu dalam rumah kaca itu lebih tinggi daripada di luar bangunan rumah kaca. Kenaikan suhu dalam rumah kaca itu disebut efek rumah kaca. Kenaikan itu disebabkan oleh terperangkapnya panas dalam rumah kaca. Keterangan di atas menunjukan efek rumah kaca tidaklah berkaitan dengan dibangunnya banyak gedung yang berdinding kaca.
Seandainya tidak ada GRK dan arena itu tidak ada ERK, suhu permukaan
bumi rata-rata akan hanya -180C saja, terlalu dingin bagi kehidupan mahluk
hidup. Dengan adanya ERK suhu bumi adalah rata-rata 150C, seperti yang kita
kenal. Jadi ERK sanagt berguna bagi kehidupan di bumi. Tetapi pada akhir-akhir
ini tercatat naiknya kadar GRK dalam atmosfer, yaitu CO2 dan beberapa gas lain.
Dengan naiknya kadar GRK dikhawatirkan intensitas ERK pun akan meningkat
sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula. Inilah yang disebut pemanasan
global, seperti disebut diatas.1
Pemanasan global akan mempunyai berbagai macam dampak ; Pertama dengan naiknya suhu daerah pertanian di Amerika Utara dan Eropa akan bergeser ke utara. Dampak ini menguntungkan bagi negara di daerah yang letahknya di utara, misalnya Kanada, Finlandia, Swedia, dan Norwegia.
Kedua, naiknya suhu akan menyebabkan perubahan iklim sedunia, yaitu perubahan curah hujan. Misalnya di daerah pertanian di Amerika Serikat yang sekarang merupakan lumbung gandum diperkirakan curah hujan akan berkurang. Sebaliknya di sebagian Afrika curah hujan akan bertambah. Tetapi kenaikan curah hujan ini kurang dapat dimanfaatkan karena tidak adanya prasarana pertanian yang baik. Dengan adanya perubahan iklim itu bermilyar dollar akan diperlukan untuk membangun prasarana pertanian untuk dapat memanfaatkan curah hujan yang lebih banyak itu.
Ketiga, pemanasan global akan menaikkan frekuensi maupun intensitas
badai. Negara yang kini telah banyak mengalami badai, seperti Bangladesh dan
Filipina, akan menderita lebih berat lagi. Satu contoh terbaru adalah Badai Katrina
yang memporakporandakan New Orleans, Amerika Serikat. Dalam penelitian
yang telah dikaji, ternyata suhu di Teluk Mexiko lebih tinggi 2-3° C lebih tinggi
dari biasanya. Suhu tinggi menyediakan sumber energi yang luar biasa sehingga
merupakan kondisi yang sempurna bagi pembentukan badai.2
Keempat, pemanasan global juga akan menaikan suhu permukaan laut. Kenaikan suhu itu akan menyebabkan bertambahnya volume air laut. Pemanasan global juga akan menyebabkan melelehnya air es abadi (gletser) di pegunungan dan daerah kutub. Inipun akan menaikan volume air laut. Dengan naiknya volume air laut permukaan laut akan naik. Dengan laju kenaikan kadar GRK seperti sekarang diperkirakan pada sekitar tahun 2030 suhu akan naik dengan 1,5-4,5°C. kenaikan suhu ini akan menyebabkan naiknya permukaan laut dengan 25-140 cm.
Dampak naiknya permukaan laut ialah tergenangnya daerah pantai yang
rendah, misalnya tambak, sawah di daerah pasang surut dan bagian kota yang
1 Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta :
Djambatan, 2004), hlm. 15. 2 “Tahukah Anda Mengurangi Emisi”, Harian Kompas, Jakarta 29 Oktober 2005, hlm. 39
rendah seperti daerah pantai di Jakarta, Surabaya dan Semarang atau negara-
negara yang memiliki daratan lebih rendah dari daerah pantai, seperti Belanda dan
Bangladesh. Masalah peresapan air air laut di sungai dan di bawah tanah juga
akan makin berat. Kenaikan permukaan laut juga akan menyebabkan naiknya laju
erosi pantai. Untuk setiap kenaikan permukaan laut 1 cm garis pantai akan
mundur 1 m sehingga kenaikan permukaan laut 25 sampai 140 cm akan
menyebabkan mundurnya garis pantai sejauh 25 sampai 140 m. Sudah lama Pulau
Tuvalu, Kiribati, dan Kepulauan Marshall di Samudra Pasifik tenggelam di musin
hujan sehingga pindah ke Selandia Baru.3
Banyak ahli meramalkan penenggelaman pulau akan semakin meningkat, terutama di samudra Pasifik dan Samudra India. Indonesia sendiri menjelang pertengahan abad ke-21 diperkirakan menderita penenggelaman 2.000 pulau kecil di musim hujan dan peni9ngkatan frekuensi banjir di kawasan pesisir.
Uraian di atas menunjukan betapa besarnya kerugian sosial-ekonomi yang dapat diakibatkan oleh pemanasan global. Harapan untuk dapat diambilnya tindakan yang tepat nampaknya mulai banyak digalakkan oleh berbagai pihak, baik itu secara individu perorangan, organisasi, maupun oleh negara-negara. Dengan harapan kelangsungan hidup umat manusia yang lebih lama, kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup dapat ditumbahkan dan ditanamkan oleh seluruh masyarakat. Misalnya pada bulan Juni 1992, di Rio de Janeiro, Brazil, telah diadakan Konperensi PBB tentang lingkungan hidup. Konperensi ini yang bernama Konperensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) terkenal juga dengan nama KTT Bumi karena yang hadir adalah para kepala negara dan pemerintahan yang membicarakan adalah tentang masalah keselamatan bumi. KTT Bumi yang dihadiri oleh lebih dari 100 kepala negara dan kepala pemerintahan yang menghasilkan
(1) Deklarasi Rio,
(2) Konvensi tentang Perubahan Iklim,
(3) Konvensi tentang Keanekaan Hayati,
3 “Membangun Tanpa Gas Rumah Kaca”, Harian Kompas, Jakarta 21 Maret 2005,
hlm. 10
(4) Prinsip tentang Hutan.4
Mengadopsi dari KTT Bumi di Rio de Janeiro tersebut maka dibuatlah
sebuah Protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
yang dilakukan di kota Kyoto, Jepang pada Desembar 1997. Nama resmi
persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework
Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka
Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Dibuka untuk penanda tanganan pada 16
Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada
16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan oleh Rusia pada 18
November 2004. menurut syarat-syarat persetujuan protocol, ia mulai berlaku
pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang 55 Pihak Konvensi telah
memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan. Dari
syarat tersebut, bagian “55 pihak” dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia
meratifikasi dan ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat
“55 persen” dan menyebabkan persetujuan itu mulai berlaku 16 Februari 2005.
Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protocol tersebut termasuk
Indonesia, Kanada, Jepang, Selandia Baru dan 24 negara anggota Uni Eropa. Ada
enam negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protocol
Kyoto. Antara lain Australia, Monako, Amerika Serikat. Sisanya adalah : Kroasia,
Kazakhstan, dan Zambia.5
4 Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta : Djambatan
, 2004), hlm. 19 5 “Kyoto Detail”, dalam http://www.climnet.org/EUenergy/ratification/calendar.html. ,
diakses 23 November 2005
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya,.
Protokol Kyoto diprediksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca di negara-
negara industri sebesar 5.2% dibandingkan keadaan pada tahun 1990. Tetapi
dibandingkan dengan tanpa adanya Protokol Kyoto, target ini berarti pengurangan
emisi sebesar 29%. Ketentuan utama Protokol Kyoto yaitu mewajibkan negara-
negara maju untuk mengurangi total emisi rata-rata mereka sebesar 5,2% di
bawah tingkat emisi mereka pada tahun 1990 dalam periode tahun 2008 – 2012.6
Protokol Kyoto juga bertujuan untuk membantu negara-negara
berkembang dalam proyek-proyek yang berhubungan untuk memperbaiki keadaan
iklim bumi atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga
jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan
pemanasan global. Setiap negara-negara industri yang setuju dengan Protokol
Kyoto dapat melakukan jual beli emisi untuk menjual atau membeli batas emisi
sesuai Protokol Kyoto. Misalnya, Rusia yang saat ini memiliki emisi gas rumah
kaca di bawah kuota, dapat saja menjual ‘emisi’ kepada Kanada yang emisinya di
atas kuota Protokol Kyoto. Negara-negara juga dapat menerima bantuan dalam
bentuk carbondioxide sinx. Carbondioxide sink adalah kebalikan dari sumber
karbon. Carbondioxide sink berfungsi untuk menjerat karbon dari atmosfer bumi.
Contoh-contoh carbondioxide sink adalah:
6 “The Kyoto Protokol ; Status Of Agreement”, dalam
http://www.cnn.com/SPECIALS/1997/global.warming/stories/treaty.html., diakses 23 November 2005
• Hutan. Pohon-pohon menyerap karbondioksida dan mengeluarkan
oksigen.
• Lautan. Lautan dapat menyimpan karbondioksida, sedangkan plankton-
plankton akan mengkonversi karbondioksida menjadi oksigen.
• Pemampatan geologis, yaitu penyimpanan limbah karbondioksida pada
lapisan bumi.
Amerika Serikat yang merupakan negara yang paling banyak
mengeluarkan emisi gas rumah kaca sepertinya tidak punya niatan untuk
memperbaiki kondisi bumi. Sikap Amerika Serikat juga mempengaruhi negara-
negara lain seperti Kanada dan Australia dalam menyikapi Protokol
Kyoto.Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dituangkan
dalam surat tertanggal 12 Maret 2001. Presiden George W Bush mengatakan
bahwa Protokol Kyoto akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi AS. Amerika
Serikat beralasan bahwa Protokol Kyoto terlalu mahal untuk diikuti. Mematuhi
protocol berarti AS harus mengganti bahan bakar pabrik dan desain mesin-
mesinnya. Hal ini pada gilirannya akan membuat industri Amerika merosot daya
saingnya. Bush mengatakan bahwa protokol Kyoto akan menghancurkan ekonomi
Amerika Serikat dalam sebuah wawancara televisi di London Inggris. Menurut
Bush, menyangkut soal isu pemanasan global, AS akan berbicara kepada
pemimpin lainnya mengenai teknologi baru sebagai jalan keluar untuk mengatasi
masalah pemanasan global.
Amerika juga berpendapat bahwa motif protokol adalah politik dan
ekonomi, dan diterapkan secara tidak fair, karena penerapan pembatasan tidak
dilakukan terhadap Negara-negara yang pesat perkembangan industrinya. Dalam
hal ini RRC dan India, yang jumlah penduduknya sepertiga penduduk dunia.
Lebih dari itu, AS juga menilai bahwa pemahaman tentang pemanasan
global tidak didasarkan pada sains yang akurat. Namun untuk yang terakhir ini,
sikap AS terlihat aneh, lebih-lebih apabila mengingat bahwa AS adalah Negara
yang amat maju perkembangan sainsnya. Menengok ke belakang, riset mengenai
pemanasan global juga bukan mulai dilakukan setahun atau satu decade terakhir,
tetapi sudah lebih dari seabad silam. Adalah seorang ilmuan asal Perancis yang
muncul pada abad ke 19 pertama kali meneliti mengenai pemanasan global yang
kemudian diperkuat oleh ilmuan lain, seperti Svante Arrhenius dari Swedi dan tak
kurang oleh ilmuan Amerika sendiri, yakni Charles David Keeling. Bahkan
dalam sebuah laporan yang dikeluarkan oleh The Intergovernmental Panel on
Climate Chage yang dikeluarkan tahun 1990 menegaskan berdasarkan
pengamatan selama 50 tahun terakhir, pemanasan global yang berdampak pada
perubahan iklim adalah akibat aktivitas manusia.7
Syarat sebuah protokol kini telah terpenuhi sehingga protocol bisa
diberlakukan. Secara umum harus dikatakan bahwa protocol merupakan satu
monument kesepakatan global yang ditujukan dalam upaya mengamankan masa
depan Bumi. Tetapi jelas ia belum sempurna, karena Amerika Serikat – dengan
7Nasru Alam Aziz, “Mekanisme Pembangunan Bersih, Berdagang Karbon Untuk Anak
Cucu”, Harian Kompas, Jakarta 29 Oktober 2005, hlm. 39
statistic yang telah dikemukakan diatas – belum ikut dalam protocol. Pemanasan
global adalah masalah semua umat manusia sehingga diperlukan upaya
penanggulangan secara global, oleh seluruh warga dunia.
Kasus pemanasan global ini menarik dikaji dalam hal melihat
keselamatan Bumi dan Umat manusia. Dalam hal ini penulis tertarik dalam
mengkaji dan menganalisa masalah tersebut, dengan menitik beratkan pada
penolakan Amerika Serikat untuk bergabung (meratifikasi) dalam Protokol Kyoto
Maka penulis mengambil judul “PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT
TERHADAP PROTOKOL KYOTO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN
GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM DUNIA”
B. Identifikasi Masalah
Masalah lingkungan adalah sebuah masalah yang kompleks, maka diperlukan sebuah usaha bersama secara terpadu untuk menanggulanginya. Perubahan iklim menuntut satu tanggapan global bersama. Protokol Kyoto adalah satu langkah kecil guna memperlambat pemanasan global.
Posisi Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan merupakan negara
maju yang memiliki kelebihan diberbagai bidang. Namun disamping itu
Amerika Serikat merupakan negara penghasil emisi gas pemanas bumi
terbesar di dunia. Usaha untuk memperbaiki lingkungan akan belum
terasa sempurna tanpa bantuan Amerika yang memiliki banyak kelebihan
dalam berbagai macam bidang untuk membantu mengurangi berbagai
dampak buruk dari pemanasan global yang merupakan sebuah ancaman
yang begitu besar bagi keselamatan bumi. Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengajukan beberapa indentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apa Alasan-alasan Amerika Serikat tidak meratifikasi Protokol
Kyoto ?
2. Bagaimana usaha dunia internasional dalam meminimalisir
pemanasan global ?
3. Bagaimana dampak penolakan Amerika Serikat untuk bergabung
dalam Protokol Kyoto terhadap usaha dunia internasional untuk
meminimalisir pemanasan global ?
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal ini penulis membahas khususnya masalah penolakan Amerika
Serikat bergabung dalam Protokol Kyoto dan implikasinya terhadap usaha
memperlambat pemanasan global. Penulis juga membatasi penelitian pada tahun
1997-2005. Tahun dimana Prosoes pembentukan Protokol Kyoto dilakukan.
2. Perumusan Masalah
Dari uraian yang telah dikemukakan dalam identifikasi masalah dan
pembatasan masalah tersebut di atas, maka penulis mengajukan perumusan
masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor apa yang mendorong pemerintah
Amerika Serikat untuk tidak bergabung dalam usaha memperlambat
pamanasan global yang tertuang dalam Protokol Kyoto dan implikasinya
terhadap usaha dunia internasional dalam meminimalisir pemanasan
global”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian mengenai penolakan Amerika Serikat bergabung
dalam Protokol Kyoto serta implikasinya terhadap usaha-usaha untuk
memperlambat pemanasan global ini adalah :
a) Untuk mengetahui latar belakang penolakan Amerika serikat bergabung dalam
Protokol Kyoto.
b) Untuk mengetahui bagaimana usaha-usaha dunia internasional dalam
meminimalisir pemanasan global.
c) Untuk mengetahui bagaimana dampak penolakan Amerika Serikat terhadap
Protokol Kyoto untuk meminimalisir pemanasan global.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
a) dengan penelitian ini diharapkan akan memperoleh dan menambah
pengetahuan teoritis maupun praktis khususnya yang berkaitan dengan scope
Ekonomi Politik Internasional dan Organisasi Internasional serta Hukum
Internasional yang merupakan salah satu scope Ilmu Hubungan Internasional.
b) dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan teori-teori hubungan internasional, dan dapat memberikan
wawasan bagi peneliti maupun para akademis ilmu Hubungan Internasional
lainnya yang menaruh minat khususnya pada politik internasional yaitu,
penolakan Amerika Serikat bergabung dalam Protokol Kyoto dan
implikasinya terhadap usaha memperlambat pemanasan global.
c) untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian sarjana Strata Satu (S1)
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik jurusan Hubungan Internasional Universitas
Pasundan Bandung.
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
1. Kerangka Teoritis
Kerangka pemikiran ini mempunyai tujuan untuk menentukan arah serta
mempermudah dalam menyelesaikan konsep-konsep yang diharapkan dapat
mendukung keakuratan data yang akan diteliti. Untuk mengkaji masalah tersebut,
penulis menggunakan pendekatan institusi (pendekatan kelembagaan).
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam kerangka pemikiran
ini, maka penulis mengutip beberapa pendapat atau teori dari para ahli yang
tentunya berkaitan dengan objek yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk
memberikan dasar pemikiran yang mendukung suatu penelitian sehingga diakui
kebenarannya.
Studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional,
yaitu perilaku para aktor, negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi
internasional. Perilaku itu bias berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan
aliansi, interaksi dalam organisasi internasional, dan sebagainya.
Adapun pengertian Hubungan Internasional adalah :
sesuai untuk mencakup segala macam hubungan antara bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan tekanan-tekanan, proses-proses yang menentukan cara hidup, cara bertidak dan cara berfikir manusia8
Pengertian lain mengenai hubungan internasional, adalah
hubungan yang terjadi dengan melampaui batas ketatanegaraan. Hubungan internasional tidak saja menyangkut politik internasional, melainkan mencakup juga bentuk-bentuk hubungan yang non politis antara berbagai subjek yang tidak memegang monopoli kekuasaan seperti yang terjadi dengan Negara.9
Persoalan pertama yang ditimbulkan oleh istilah hubungan internasional
terletak pada kenyataan, bahwa istilah itu sering disamakan dengan istilah politik
internasional. Penyamaan itu sebagian dapat dibenarkan, tetapi untuk sebagian
lain tidak dapat dibiarkan. Pada akhirnya inti hubungan internasional ialah politik
internasional.
Adapun pengertian politik internasional adalah
politik internasional mencakup kepentingan dan tindakan beberapa atau semua negara serta proses interaksi antar negara maupun antara negara dan organisasi internasional pada tingkat pemerintah.10
Politik internasional sebenarnya studi tentang kebijakan politik luar negeri
dimana kebijakan ini didefinisikan sebagai keputusan-keputusan yang
merumuskan tujuan, menentukan prosedur atau tidakan-tindakan tertentu.11
Adapun pengertian lain mengenai politik internasional adalah
merupakan situasi yang berlangsung apabila suatu negara melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi situasi politik negara lain, atau yang mengakibatkan
8 Suwardi Wiriaatmadja, Pengantar Hubungan Internasional, (Surabaya : Pustaka Tinta
Mas, 1983), hlm. 3 9 Budiona Kusumohamidjojo, Hubungan Internasional Kerangka Studi Analitis,
(Bandung : Bina Cipta, 1987), hlm. 11 10 Ibid. 11 K.J Holsti, Politik Internasional Suatu kerangka analitis, diterj. Oleh Wawan Djuanda,
(Bandung : Bina Cipta, 1987), hlm. 28
terjadinya dampak politik. Perhatian utama dalam politik internasional adalah masalah distribusi kekuasaan internasional, perlombaan kekuatan antar negara-negara dan pola-pola konflik dan kerjasama antar negara-negara non blok dan blok lain (alignment); hubungan antar bangsa yang didorong oleh perdagangan, ekonomi dan saling ketergantungan; usaha-usaha terhadap pengawasan persenjataan dan pelucutan senjata; dan lembaga-lembaga yang memberikan kesempatan perdamaian dan kerjasama internasional.12
Politik internasional, sebagaimana halnya dengan semua politik, ialah
perjuanagn untuk mencapai kekuasaan. Apapun yang menjadi tujuan utama
politik internasional, kekuasaanlah yang menjadi tujuan terdekatnya.13 Negarawan
dan bangsa pada akhirnya mungkin secara pokok mencari kebebasan,
kesejahteraan, kemakmuran, atau kekuasaan itu sendiri.
Politik internasional tidak dapat dikurangi menjadi peraturan hukum dan
lembaga hukum. Politik internasional beroperasi dalam rangka kerja peraturan-
peraturan demikian dan melalui peralatan lembaga-lembaga tersebut. Dalam
politik internasional khususnya, kekuatan bersenjata sebagai suatu ancaman atau
suatu kekuatan, merupakan pembuat factor material terpenting bagi kekuatan
politik bangsa. Apabila hal ini terjadi suatu keadaan yang sesungguhnya dalam
masa perang, ini berarti penggantian militer dengan kekuasaan politik.
Adapun pengertian dari kekuasaan politik adalah
hubungan psikologis antara mereka yang menjalankannya dengan mereka atas siapa dijalankan. Ia memberikan kepada yang disebut pertama penguasaan atas tindakan tertentu dari yang disebut belakangan melalui pengaruh yang digunakan oleh yang disebut pertama kepada pikiran yang disebut belakangan. Pengaruh itu mungkin digunakan melalui perintah, ancaman, bujukan, atau kombinasi dari ketiganya.14
Politik internasional dan politik dalam negeri hanyalah merupakan dua
manifestasi yang berbeda dari suatu kejadian yang sama, perjuangan untuk
12 BN Marbun, Kamus Politik, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Bangsa, 2003), hlm. 446 13 Hans J.Morgenthau, Politik Antarbangsa Perjuangan Untuk Kekuasaan dan
Perdamaian, diterj. Oleh MANNA, (Bandung : Binacipta, 1990), hlm. 15 14 Ibid., hlm. 16
mencapai kekuasaan. Manifestasinya berbeda dalam dua lingkungan yang berbeda
disebabkan perbedaan moral, politik, dan keadaan social umum yang berlaku
dalam tiap lingkungan.15
Dalam hubungan satu sama lain, negara-negara biasanya melakukan
diplomasi, baik itu dalam bidang ekonomi, militer, dan politik. Adapun pengertian
diplomasi adalah Praktek pelaksanaan hubungan antarnegara melalui perwakilan
resmi. Diplomasi dapat mencakup seluruh proses hubungan luar negeri,
pembentukan kebijaksanaan luar negeri, serta pelaksanaannya.16
Berdasarkan judul penelitian, maka penulis menekankan pada penolakan
Amerika untuk meratifikasi, bergabung dalam protocol Kyoto sebagai usaha
untuk memperlambat pemanasan global dan perubahan iklim dunia. Untuk lebih
memahaminya, maka penulis memberikan gambaran mengenai perjanjian, hukum
internasional dan komponen-komponen di dalamnya.
Adapun pengertian dari Protokol Kyoto adalah
Protokol Kyoto adalah sebuah perjanjian yang membahas mengenai usaha-usaha untuk mengatasi atau pencegahan dari pemanasan global yang memiliki kekuatan hukum. Atau sebuah instrument hukum (legal instrument) yang dirancang untuk mengimplementasikan KOnvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumahkaca (GRK) agar tidak mengganggu system iklim bumi17
Protokol Kyoto dibuat atas usaha bersama untuk mengurangi efek dari
pemanasan global yang sangat mengancam kehidupan umat manusia. Adapun
pengertian dari pemanasan global adalah
15 Ibid., hlm. 26 16 Jack C.Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional, diterj. Oleh Wawan
Juanda, (Putra A Bardin 1999), hlm. 201 17 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya bagi Negara Berkembang, (Jakarta :
penerbit buku Kompas, 2003), hlm. 8
Pemanasan global adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK terjadi karena adanya gas dalam atmoser yang menyerap sinar panas, yaitu sinar inframerah, yang dipancarkan pleh bumi. Gas itu disebut gas rumah kaca (GRK). Dengan penyerapan itu sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu permukaan bumi.
Istilah efek rumah kaca (greenhouse effect) berasal dari pengalaman petani di daerah iklim sedang. Dalam musim rontok, musim dingin dan musim semi pada waktu suhu masih dingin, petani menanam sayuran dan bibit tanaman dalam rumah kaca. Pada siang hari pada waktu hari cerah suhu dalam rumah kaca itu lebih tinggi daripada di luar bangunan rumah kaca. Kenaikan suhu dalam rumah kaca itu disebut efek rumah kaca. Kenaikan itu disebabkan oleh terperangkapnya panas dalam rumah kaca. Keterangan di atas menunjukan efek rumah kaca tidaklah berkaitan dengan dibangunnya banyak gedung yang berdinding kaca.
Seandainya tidak ada GRK dan arena itu tidak ada ERK, suhu permukaan bumi rata-rata akan hanya -180C saja, terlalu dingin bagi kehidupan mahluk hidup. Dengan adanya ERK suhu bumi adalah rata-rata 150C, seperti yang kita kenal. Jadi ERK sanagt berguna bagi kehidupan di bumi. Tetapi pada akhir-akhir ini tercatat naiknya kadar GRK dalam atmosfer, yaitu CO2 dan beberapa gas lain. Dengan naiknya kadar GRK dikhawatirkan intensitas ERK pun akan meningkat sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula. Inilah yang disebut pemanasan global, seperti disebut diatas.18
Pemanasan global tidak terjadi secara seketika, tetapi berangsur-
angsur. Namun demikian, dampaknya sudah mulai kita rasakan disini dan
sekarang. Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850,
konsentrasi salah satu GRK penting yaitu CO2 diatmosfer baru 290 ppmv
(part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai
sekitar 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup[, dan pertumbuhan
penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO2
diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari
zaman pra industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan
datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5°C dengan dampak
terhadap berbagai sector kehidupan manusia yang luar biasa besarnya.
Menurunnya produksi pangan, terganggunya fluktuasi dan distribusi
18 Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta :
Djambatan, 2004), hlm. 15.
ketersediaan air, penyebaran hama dan penyakit tanaman, dan manusia
adalah diantara dampak social ekonomi yang dapat ditimbulkan.19
Hukum internasional dapat dirumuskan sebagai kumpulan hukum (body of
law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati
dalam hubungan antara negara-negara satu sama lain, yang juga meliputi :
a. Peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi itu masing-masing serta hubungannya dengan negara-negara dan individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.20
Adapun pengertian lain dari hukum internasional adalah
hukum internasional publik, yang harus dibedakan dari hukum perdata internasional. Hukum internasional public adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.21
Perjanjian internasional dapat didefinisikan dalam dua buah pengertian ;
a. Treaty Contract maksudnya adalah perjanjian-perjanjian yang seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata hanya mengakibatkan hak-hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu. Atau dengan kata lain perjanjian yang berlaku bersifat khusus yaitu mengikat negara-negara yang menandatangani perjanjian tersebut.
b. Law Making Treaties atau Traite-Lois maksudnya adalah perjanjian yang ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Atau dengan kata lain perjanjian yang berlaku mengikat semua negara walau negara tersebut tidak turut serta menandatanganinya.22
Dari uraian diatas dapat kita dapat menyimpulkan Protokol Kyoto
termasuk ke dalam Treaty Contract.
Adapun pengertian dari protocol adalah Merupakan suatu persetujuan yang sifatnya kurang resmi dibandingkan treaty atau konvensi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala Negara. Istilah ini melipati : sebagai tambahan pada konvensi, sebagai alat tambahan
19 Ibid., hlm 2 20 Teuku May Rudy, Hukum Internasional 1, (Bandung : Refika Aditama, 2002), hlm. 1 21 Ibid., hlm. 1 22 Ibid., hlm. 12
bagi konvensi, traktat yang sama sekali berdiri sendiri, sebagai catatan mengenai pemufakatan
Dalam membuat perjanjian internasional dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
a. Perundingan (negotiation)
b. Penandatanganan (signature)
c. Pengesahan (ratification)
Apabila suatu Negara berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu
tidak dapat menyetujui sepenuhnya isi dari perjanjian yang bersangkutan. Dalam
hal demikian Negara itu tentu saja bias memutuskan untuk sama sekali tidak turut
serta dalam perjanjian itu. Untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi oleh Negara
tersebut maka Negara yang bersangkutan dapat turut serta dalam perjanjian itu
dengan mengajukan suatu atau beberapa persyaratan (reservation). Ini berarti
bahwa Negara itu menerimaisi perjanjian itu dengan syarat-syarat yang diajukan
atau bahwa beberapa bagian dari perjanjian tidak berlaku baginya. Persyaratan
demikian bias diajukan pada waktu perjanjian ditandatangani, pada waktu
melakukan ratifikasi atau pada waktu menyatakan turut serta pada perjanjian
(accession). Mengenai persyaratan ini terhadap perjanjian multilateral, praktek
yang berlaku hingga beberapa tahun lalu adalah bahwa suatu persyaratan hanya
berlaku apabila peserta-peserta lain dalam perjanjian itu menerima persyaratan
yang diajukan. Dengan kata lain suatu Negara yang mengajukan persyaratan
terhadap suatu perjanjian tidak dapat menjadi peserta perjanjian itu apabila satu
Negara saja menjadi peserta perjanjian tersebut menolak persyaratan yang
diajukan.
Adapun tahapan-tahapan membuat perjanjian atau traktat internasional
antara lain :
1. Penunjukan para negosiator, kuasa penuh dan surat-surat kepercayaan
Sekali suatu Negara memutuskan untuk memulai negoisasi-negoisasi
dengan Negara-negara lain untuk pembuatan traktat tertentu, maka
langkah pertama yang dilakukan adalah mengangkat wakil-wakil untuk
melakukan negoisasi-negoisasi. Jelas penting bahwa setiap wakil itu harus
diakreditasi sebagaimana mestinya ke Negara lain dan harus dilengkapi
dengan kuasa yang diperlukan yang bukan saja statusnya sebagai utusan
resmi, melainkan juga kewewenangannya untuk menghadiri dan ikut serta
dalam negoisasi-negoisasi, juga untuk menutup dan menandatangani Final
Act traktat, meskipun secara tegas kewewenangan untuk mendatangani
tidak diperlukan untuk tahap negoisasi-negoisasi.
2. Negoisasi dan Adopsi
Negoisasi-negoisasi mengenai suatu traktat yang dilakukan baik melalui
pourparlers dalam hal traktat bilateral maupun melalui Konferensi
Diplomatik, prosedur ini lebih lazim jika suatu traktat multilateral akan
diadopsi. Dalam kedua hal tersebut para delegasi tetap memelihara
hubungan dengan pemerintahnya, mereka boleh mengadakan konsultasi
dengan pemerintahnya serta, dipandang perlu, meminta instruksi-instruksi
baru.sebagai praktek yang umum, sebelum membubuhkan tanda tangan
mereka pada Final Act traktat, para delegasi meminta instruksi-instruksi
baru untuk menandatangani instrument tersebut yakni mengenai apakah
harus ada reservasi atau tidak.
3. Penandatanganan dan Pertukaran Instrumen-instrumen
Apabila rancangan akhir traktat atau perjanjian telah disepakati, maka
instrument tersebut siap untuk dilakukan penandatanganan.
4. Ratifikasi
Secara teori, ratifikasi adalah persetujuan oleh kepala Negara atau kepala
pemerintahan dari Negara penandatangan yang dibubuhkan pada
perjanjian itu wakil-wakil yang berkuasa penuh yang telah diangkat
sebagaimana mestinya. Namun dalam praktek modern ratifikasi lebih
penting daripada konfirmasi saja, yang dianggap merupakan pernyataan
resmi oleh suatu Negara tentang persetujuannya untuk terikat oleh traktat.
5. Aksesi dan Adhesi
Dalam prakteknya, apabila suatu Negara tidak menandatangani suatu
perjanjian, maka Negara tersebut hanya dapat melakukan aksesi (accede)
atau adhesi (adhere) pada perjanjian itu. Aksesi meliputi kesertaan sebagai
peserta keseluruhan perjanjian dengan penerimaan penuh dan utuh atas
semua ketentuannya kecuali reservasi-reservasi terhadap suatu klausa,
sedangkan adhesi dapat berupa penerimaan hanya sebagian dari perjanjian.
6. mulai berlakunya perjanjian
mulai berlakunya perjanjian bergantung atas ketentuan-ketentuan
perjanjian itu atas apa yang disepakati Negara-negara peserta perjanjian (
konvensi Wina Pasal 24 ayat 1 ). Banyak perjanjian-perjanjian yang
berlaku sejak tanggal penandatanganannya, tetapi apabila diperlukan
ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, maka kaidah umum hukum
internasional adalah bahwa perjanjian yang bersangkutan mulai berlaku
hanya setelah pertukaran dan penyimpanan ratifikasi, penerimaan atau
persetujuan oleh semua Negara penandatanganan.
7. Pendaftaran dan Publikasi
Charter Perserikatan Bangsa-bangsa dalam pasal 102 menentukan bahwa,
semua traktat dan perjanjian internasional yang dibentuk oleh anggota
PBB harus mungkin “sesegera mungkin” didaftarkan kepada Sekretariat
Organisasi dan dipublikasikan oleh secretariat.
8. Pemberlakuan dan Pelaksanaan
Ada ketentuan pemberlakuan perjanjian sebelum mulai dilaksanakan
apabila perjanjian itu sendiri mengatur demikian dan disetujui oleh
pesertanya. Dalam prakteknya diperlukan kesiapan tugas tindak lanjut
untuk menjamin bahwa pesrta benar-benar memberlakukan instrument
yang mengikat mereka tersebut.23
Ketika pemerintah berbagai Negara mengadopsi Konvensi Kerangka
Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations
Fremework Convention on Climate Change, UNFCCC) di Rio de Janeiro, Brazil,
pada tahun !992, mereka menyadari bahwa konvensi tersebut dapat merupakan
suatu landasan peluncuran yang lebih kuat untuk tindakan di masa depan. Melalui
konvensi juga dapat dilakukan proses peninjauan, diskusi, dan pertukaran
23 Ibid., hlm. 20
informasi untuk mengadopsi komitmen tambahan untuk memberikan tanggapan
terhadap perubahan dalam ilmiah dan kemauan politik.24
Tinjauan pertama dilakukan terhadap komitmen Negara-negara maju
sebagaimana diisyaratkan dalam siding pertama Konferensi Para Pihak
(First Session of the Conference of Parties, CoP1) yang diadakan di Berlin
Jerman, tahun 1995. para pihak memutuskan bahwa komitmen Negara-
negara maju yang bertujuan untuk mengembalikan emisi ke tingkat tahun
1990 menjelang tahun 2000, sangat tidak memadai untuk mencapai tujuan
jangka panjang konvensi untuk menghindari pengaruh manusia yang
membahayakan system iklim Bumi. Oleh karena itu, para menteri dan
para pejabat tinggi lainnya menanggapinya dengan menekankan
dimulainya suatu proses yang memungkinkan pengambilan tindakan pada
periode setelah tahun 2000, termasuk penguatan komitmen negara-negara
maju.
Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dianggapnya
cacat cukup merepotkan banyak pihak.. Sekiranya protocol dilaksanakan,
AS sebagai pembuang utama gas rumah kaca di dunia, harus menutup
sejumlah pabriknya yang menjadi sumber polusi.AS kelihatanya tidak rela
meski taruhannya besar bagi lingkungan. Tindakan ini telah membuat
efektivitas Protokol Kyoto tertunda dari perkiraan banyak orang,
penolakan ini menghambat upaya bersama mengurangi bahaya
pemanasan global. Padahal , bumi sedang berada di pinggiran krisis
ekologi yang besar. Lingkungan terus dihancurkan antara lain oleh proses
pembangunan yang merusak.
Berdasarkan konsep dan teori diatas, sekaligus sebagai kerangka konseptual bagi
penelitian ini, peneliti merumuskan serangkaian asumsi, yaitu :
1) Amerika Serikat beralasan bahwa Protokol Kyoto bersikap tidak adil,
pasalnya, kewajiban mengurangi emisi karbon dioksida tidak mencakup
24 Daniel Murdiyarso, Op.Cit, hlm. 3
Negara-negara yang tengah berkembang pesat industrinya, seperti Cina atau
India. Amerika Serikat juga beranggapan bahwa Protokol Kyoto akan
merugikan perekonomian Amerika karena harus menutup sejumlah pabrik
yang menjadi sumber polusi.
2) Protokol Kyoto dibuat sebagai usaha bersama dunia internasional untuk
mengurangi efek dari pemanasan global yang sangat membahayakan ekologi
lingkungan dunia dan mangancam keselamatan umat manusia. Dunia
internasional disyaratkan untuk menekan emisi gas rumah kaca hingga kurang
dari 2,5 persen.
3) Tanpa Amerika Serikat sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di
dunia, usaha internasional untuk meminimalisir pemanasan global yang
tertuang dalam Protokol Kyoto akan mengalami hambatan
2. Hipotesis Berdasarkan keseluruhan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di
atas, maka penulis menarik kesimpulan sementara, yaitu : “Jika Amerika Serikat
tetap bersikukuh untuk tidak meratifikasi Protokol Kyoto maka upaya
internasional untuk meminimalisir pemanasan global dan perubahan iklim
dunia akan mengalami hambatan”
3. Operasionalisasi Variabel Dan Indikator
Kemudian untuk membantu didalam menganalisa masalah penelitian
lebih lanjut, maka penulis membuat pengoperasian variabel, agar dapat melakukan
verifikasi atau pembuktian terhadap hipotesis, dengan tolak ukur menggunakan
tolak ukur berdasarkan konsep teoritik, konsep empirik dan konsep analisis
melalui tabel operasionalisasi variabel dibawah ini :
Tabel I
Operasional Variabel dan Indikator
Variabel (Konsep Teoritik)
Indikator (Konsep Empirik)
Verifikasi (Konsep Analisis)
Variabel bebas : “Jika Amerika Serikat
tetap bersikukuh tidak
meratifikasi Protokol
Kyoto
1) Adanya penolakan
Amerika Serikat untuk
meratifikasi Protokol
Kyoto
2) Adanya kebijakan
Amerika Serikat untuk
tetap menolak
meratifikasi Protokol
Kyoto
1) Mengenai data dan fakta
penolakan Amerika
Serikat untuk meratifikasi
Protokol Kyoto
2) Mengenai data dan fakta
Amerika Serikat untuk
tetap menolak
meratifikasi Protokol
Kyoto
Variabel terikat :
Maka Usaha
internasional untuk
meminimalisir
3) Adanya komitmen
untuk mengurangi
emisi atau pengeluaran
3) Data dan fakta komitmen
internasional untuk
mengurangi emisi
perubahan iklim akan
terhambat
karbon dioksida
4) Ekologi lingkungan
hidup akan semakin
terancam
5) Efektifitas Protokol
Kyoto Dipertanyakan
4) Data dan fakta ekologi
lingkungan hidup yang
semakin terancam
5) Data dan Fakta
efektifitas Protokol
Kyoto
Gambar 1
Alur pemikiran Penolakan Ratifikasi AS dalam Protokol Kyoto
E. Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Penelitian
Amerika Seikat
Usaha Untuk Meminimalisir
Pemanasan Global
Konflik Antara Kebijakan Di
Bidang Ekonomi dan
Usaha Mengurangi Pemanasan
Global
Protokol Kyoto
Penolakan Meratifikasi
Protokol Kyoto
Ketentuan Negara Maju
Wajib Mengurangi
Emisi
Proses
Ratifikasi
Ancaman Terhadap Keadaan Ekologi Lingkungan Dunia
- naeknya suhu permukaan bumi - mencairnya es di kutub - naiknya permukaan air laut - penenggelaman pulau - badai
Metode penelitian berfungsi sebagai data dalam penyusunan penelitian ini.
Untuk penelitian ini, penulis menggunakan dua bentuk metode penelitian, yaitu :
Metode Deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang menggambarkan
fenomena-fenomena yang sedang berlangsung, yang kemudian hasil penelitian
dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada dan selanjutnya dapat disimpulkan oleh
penulis.
Dengan metode penelitian ini, penulis memaparkan tentang penolakan
Amerika Serikat untuk meratifikasi Protokol Kyoto, dan akibat yang ditimbulkan
penolakan tersebut.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang
menunjang dalam menyusun laporan penelitian yang dilakukan melalui dtudi
kepustakaan yang bersumber dari bahan-bahan tulisan, baik dari buku, dokumen-
dokumen, media massa, majalah, jurnal, kliping, dan data-data dari internet.
Dalam memperoleh data juga dilakukan dengan melakukan wawancara dengan
orang atau pihak yang berkaitan dengan laporan penelitian.
F. Lokasi Dan Lamanya Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dalam penyusunan laporan skripsi ini akan penulis lakukan pada
lokasi-lokasi :
a. Kantor PBB ( United Nations Environmental Programme (UNEP) )
Jl. M.H Thamrin No 15, Jakarta Pusat
b. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Jl. Gatot Soebroto No. 10, Jakarta
a. Center For Strategic International Studies (CSIS)
Jl. Tanah Abang III No. 23-27, Jakarta Pusat
b.Departemen Luar Negeri
Jl. Taman Pejambon No. 4, Jakarta Pusat
c. United Nation Information Centre (UNIC)
Jl. M.H Thamrin, Kav ( lt. 14 Surya Building, Jakarta Pusat
d.Pusat Informasi Kompas
Jl. Palmerah Selatan No. 23-24, Jakarta
2. Lamanya Penelitian
Lamanya penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan, dari
bulan Februari sampai bulan Juli 2005, lebih jelasnya dapat dilihat dari table
jadwal rencana kegiatan penyusunan skripsi ini.
TABEL 1 JADWAL RENCANA KEGIATAN PENELITIAN
Januari-Juni 2006
G. Sistematika Penulisan
Dimana dalam sistematika penulisan penulis menggambarkan penyusunan
penulisan ini. Adapun gambarannya, sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan.
Dimana dalam bab ini penulis menjelaskan latar belakang penelitian, identifikasi
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan hipotesis,
metode penelitian dan teknik pengumpulan data, lokasi dan lamanya penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II Latar Belakang Penolakan Amerika Serikat Terhadap Protokol
Kyoto
Bab ini penulis mencoba untuk menjelaskan faktor-faktor penolakan Amerika
Serikat untuk meratifikasi Protokol Kyoto.
Bulan Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan a.Konsultasi judul b.Pengajuan judul
Penyusunan Proposala.Seminar Proposal b.Pengurusan surat izin
3 Pelaksanaan pengumpulan data 4 Analisis data
Penyusunan Laporan Dalam bentuk skripsi
1
2
5
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
NO Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni
BAB III Protokol Kyoto Sebagai Usaha Internasional Untuk meminimalisir
Pemanasan Global
Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai bagaimana latar belakang
diadakannya Protokol Kyoto, apa dan bagaimana isi perjanjian dari Protokol
Kyoto tersebut, tujuan dan maksud dibuatnya Protokol Kyoto.
BAB IV Memahami Usaha Dunia Internasional Untuk Menghambat
Pemanasan Global Melalui Protokol Kyoto dengan Penolakan Amerika
Serikat
Pada bab ini penulis mencoba menganalisa dari hasil pengamatan berdasarkan
pengujian hipotesis, serta menjelaskan keterkaitan atara veriabel-veriabel
penelitian sebelumnya, yang didukung oleh gambaran data dan analisis data.
BAB V Kesimpulan
Pada bagian bab ini penulis membuat suatu kesimpulan dari bab-bab sebelunya,
yang merupakan jawaban atas rumusan masalah yang telah ditentukan pada
bagian awal, sesuai dengan sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II
PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROTOKOL
KYOTO
A. Pandangan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan Hidup
1. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Mengenai Lingkungan Hidup
Pola-pola kebijakan merupakan suatu cara menurunkan dan
menggambarkan tujuan Politik Luar Negeri. Politik Luar Negeri terdiri dari
tujuan-tujuan dimana para pejabat negara berusaha untuk mencapainya di luar
wilayah negaranya dengan nilai-nilai yang mendukung tujuan tersebut dan cara-
cara untuk mencapainya. Tujuan-tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat
secara relatif konstan bila dibandingkan dengan cara yang digunakan untuk
mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.25 Namun tujuan Politik Luar Negeri Amerika
Serikat pada umumnya ini dapat dirubah oleh Presiden yang memiliki
kewenangan akibat tekanan-tekanan dari domestik dan juga sejarah.
Politik Luar Negeri Amerika Serikat setelah periode Perang Dunia II
menandai suatu era politik luar negeri yang mengglobal.26 Secara garis besar
Politik Luar Negeri Presiden George W. Bush pada dasarnya masih mengacu pada
kebijakan umum politik luar negeri pemerintah / administrasi sebelumnya, dimana
faktor dalam negeri banyak menentukan arah politik luar negerinya. Disamping
itu kondisionalitas dalam melangsungkan hubungan bilateral dan perdagangan
internasional semakin menonjol. Dalam kaitan menyongsong abad ke 21, Amerika
Serikat menekankan tekad membangun yaitu pendekatan baru di bidang kebijakan
25 Charles W. Kegley & Eugene R Witkoft. American Foreign Policy : Patern and Process, (5th Ed. New York : Saint Martin Press, 1996), hlm3.
26 Ibid.
politik luar negeri. Kebijakan ini dikatakan akan melihat kedepan dan
menjawab berbagai tantangan di masa yang akan datang. Dengan kata lain,
kebijakan tersebut tidak melihat kebelakang dan bukan meruakan kebijakanpasca
perang dingin. Untuk itu mulai dicanangkan pembnagunan kerangka hubungan,
kemitraan dan berbagai lembaga yang baru, disamping yang telah ada dalam
rangkat memperkuat keamanan dan kemakmuran masyarakat Amerika Serikat.27
Pemerintah memberikan prioritas utama pada kepentingan nasional, ekonomi,
kepentingan perdagangan dan hak asasi manusia menjadi fokus dalam tingkat
yang berbeda-beda.28
Ancaman militer terhadap kepentingan nasional Amerika Serikat masa
perang dingin telah digantikan oleh datangnya ancaman dari perubahan
lingkungan hidup yang berpengaruh terhadap perekonomian gaya hidup dan
kepentingan Politik Luar Negeri Amerika Serikat.29 Dalam hal ini, isu lingkungan
hidup telah memaksa Pemerintah Amerika Serikat secara serius
mempertimbangkan gagasan mengenai keadilan sebab masalah lingkungan hidup
merupakan jantung bagi politik dan ekonomi Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika Serikat saat ini bersedia menerima keadilan dalam
politik lingkungan hidupnya: dimana hal ini erat kaitannya dengan banyak hal
seperti perekonomian Amerika Serikat dan keamanan lingkungan hidup. Hal ini
27 Departemen Luar Negeri, Laporan Operasional Amerika Serikat 2001/2001, hlm 32 28 China Institute of Contemporary Internasional Relation, Contemporer Internasional
Relation, vol 12, 2002, hlm 8 29 Paul G Harris, Environment Security & Internasional Equity : Burden of America and
Other Great Power dalam PACIFICA Review : Peace, Security & Global Change, (vol 11, 1999), hlm 31.
termasuk tekanan politik dari domestik dan internasional yang telah menyerukan
ide tentang keadilan sebagai nilai dalam lingkungan hidup Amerika Serikat.
Tujuan Politik Luar Negeri Amerika Serikat mengadopsi gagasan
mengenai keadilan adalah untuk pertama, menjaga kesehatan dan kesejahteraan
umat manusia.
Kedua, mempromosikan isu HAM secara nasional. Ketiga, membantu
mengentaskan kemiskinan. Keempat, bertanggung jawab atas ketidakadilan yang
diterima negara-negara berkembang di masa lalu. Serta kelima membantu
mendamai perbaikan kerusakan lingkungan hidup global.30
Pada dasarnya tidak ada perbedaan kebijakan antara Presiden Bush dan
pendahulunya. Hanya saja ada sedikit perubahan kebijakan setelah tragedi 11
September 2001 terjadi. Hal ini dapat dijelaskan dengan dikeluarkannya kebijakan
pengunduran diri Amerika Serikat dari Anti Ballistic Missile (ABM) Treaty tahun
1972 pada tanggal 13 Desember 2001 Amerika menarik diri dari perjanjian ini
dikarenakan Amerika Serikat beranggapan bahwa perjanjian ini dianggap gagal
juga menganggap bahwa perjanjian initidak melindungi kepentingan nasionalnya
terutama keamanan nasionalnya. Demikian hanya dengan lingkungan hidup,
Amerika Serikat yang menarik diri protokol Kyoto yang sudah ditanda tangani
oleh 178 negara pada tahun 1997.31
Saat ini Amerika Serikat memasukan lingkungan hidup dalam politik luar
negerinya dengan alasan bahwa, petama kerusakan lingkungan hidup global telah
mengancam kesehatan bangsa Amerika dan masa depan ekonomi Amerika
30 Ibid., hlm 38 31 China Institute of Contemporary, Op.Cit., hlm 30
Serikat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi emakin memperburuk masalah ini
dan mempunyai konsekuensi yang melewati batas-batas nasinal. Lingkungan
hidup dapat dijaga dengan sangat efektif jika bangsa-bangsa yang diterapkan
menjadi perhatian utama politik luar negeri Amerika Serikat.
Kedua, masalah lingkungan hidup merupakan jantung dari politik dan
ekonomi yang menantang Amerika Serikat untuk menghadapi dunia. Amerika
Serikat, tidak melalsakanakan tugasnya sebagai “Peace Makers” dan pencetus
demokreasi jika tidak mampu mengatasi masalah lingkungan hidup gobal.
Ketiga, seperti yang dikatakan Presiden Kennedy “Problem Oriented by
Man can be Solued by Man”. Masalah lingkungan hidup saat ini bukanlah sebagai
akibat dari adanya kekuatan alam, melainkan disebabkan oleh umat manusia.
Masalah ini dapat diatasi jika bangsa amerika dapat bekerja sama dengan
Pemerintah NGO’S dan kelompok bisnis yang memahami komitmen Amerika
Serikat akan dunia yang lebih bersih dan sehat.32
Politi Luar Negeri Amerika Serikat dipengaruhi oleh struktur dan proses
yang tergabung dalam suatu sistem politik internasional. Sehingga apabila ada
perubahan dalam sistem tersebut maka kebijakan yang diambil harus disesuaikan.
Begitu pula halnya dalam lingkungan, Amerika Serikat menyesuaikan diri dengan
sistem yang ada dimana dengan bermunculannya negara-negara saingan membuat
Amerika Serikat mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan kepentingan
nasional Amerika Serikat.33
32 “The Kyoto Protokol ; State Agreement”, dalam www. State. Gov
/www/global/oes/earth.html. diakses 6 Maret 2006 33 Charles W Kegley, Op.Cit., hlm 182
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memusatkan perhatiannya pada
5 isu utama lingkungan hidup global saat ini yang hanya dapat diatasi secara
bersama-sama oleh bangsa-bangsa di dunia. Ke 5 isu tersebut adalah masalah
perubahan lingkungan iklim global, limbah kimia beracun dan pertisida,
kelangkaan keanekaragaman hayati, kerusakan hutan serta penurunan kualitas
laut.
Sebagai negara ekonomi terbesar dan penghasil emisi terbesar, Amerika
Serikat mempunyai tanggung jawab khusus untuk bertindak mengatasi masalah
perubahan iklim. Bertindak sendiri tidak akan mengatasi masalah. Lebih dari ¾
emisi global berasal dari luar Amerika Serikat. Sebagian negara berkembang
seperti India dan Cina akan terus meningkat secara ekonomi sehingga ekonomi
merekapun akan meningkat. Hal ini akan memperbesar masalah yang dihadapi.
Amerika Serikat bekerja sama dengan negara-negara utama di eluruh
dunia untuk mengembangkan inisiatif dalam mengatasi masalah perubahan iklim.
Hal ini dilakukan dengan mengusulkan efisiensi energi, menjaga kelestarian hutan
serta mempromosikan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
Kemampuan tiap negara dalam mengatasi masalah lingkungan hidup di
wilayahnya masing-masing mempunyai implikasi penting bagi stabilitas politik
dan perekonomian internal negara tersebut, bagi wilayah sekitarnya dan juga bagi
Politik Luar Negeri Amerika Serikat. Saat ini pengimplementasikan Politik Luar
Negeri Amerika Serikat oleh Diplomat Amerika Serikat diseluruh dunia berarti
berusaha bagi kebaikan lingkungan hidup.
Dengan pernyataan penarikan diri Amerika Serikat dari protokol Kyoto,
Presiden Bush dianggap telah mengabaikan ancaman pemanasan global dan
penipisan lapisan ozon. Padahal sebagai negara penghasil polusi terbesar didunia
seharusnya Amerika Serikat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih bersahabat
dengan lingkungan. Dengan jumlah penduduk hanya 4% dari seluruh total jumlah
penduduk dunia, Amerika Serikat menjadi penyumbang emisi (emitor terbesar di
dunia yaitu lebih dari 30%.34
Ada beberapa ancaman lingkungan hidup yang tidak dapat dihadapi publik
Amerika Serikat sendiri. Tetapi dunia menghadapi masalah yang sama. Bumi
sedang dalam keadaan kritis karena perubahan iklim global, penipisan lapisan
ozon dan pertumbuhan populasi yang pesat.35 Hal ini berarti Amerika Serikat
memegang peranan penting dalam isu ini. Jika Amerika Serikat tidak mengambil
inisiatif untuk melakukan tindakan bersama dengan negara-negara di dunia maka
hasilnya tidak akan maksimal sedangkan protokol Kyoto mewakili sikap negara-
negara dalam meningkatkan rezim iklim internasional. Setiap bangsa-bangsa
seharusnhya diwajibkan untuk menerima keputusan-keputusan yang dibuat
didalam Protokol Kyoto dalam rangka untuk mesntabilkan gas rumah kaca pada
level yang aman dan juga sebagai awal untuk kemudian negara-negara mengambil
tindakan-tindakan lebih jauh dalam mengurangi emisi rumah kaca.
34 “United State Departement of Energy, Energy Information Administration and The
Carbon Emissions from the Consumption” dalam Http : // worldbank.org / wbi/climate/pdf/UNCCF., diakses 6 Maret 2006.
35 “Governor Bill Clinton & Senatore Al Gore, Putting People First, How We Can All Change” dalam Http : // www. Epa. Gov/ globalwarming/actions/global/us.html., diakses 6 Maret 2006.
2. Kebijakan Amerika Serikat Atas Lingkungan Hidup
Ditingkat internasional, Amerika Serikat memainkan peranan aktif dalam
mempromosikan konferensi lingkungan hidup di Stockholm pada tahun 1972, dan
juga berperan dalam mendirikan United Nation Environment Program (UNEP).
Pemerintah Amerika Serikat seringkali mendapat banyak kritikan dari
beberapa negara Eropa dan juga kaum pemerhati lingkungan Amerika
dikarenakan terlalu lemah dalam menanggapi permasalahan perubahan iklim
global.
Dalam pandangan Amerika Serikat, potensial perubahan iklim
berpengaruh pada sistem awal, ekonomi dan kualitas lingkungan hidup fakta yang
diungkapkan oleh para ilmuan menyatakan bahwa perubahan iklim mengganggu
kesehatan umat manusia, ekosistem penyediaan makanan dan air di beberapa
wilayah di dunia.36
Amerika Serikat mempunyai sejarah yang mengagumkan dengan
teknologi. Hal ini dipahami sebagai komponen dari kesejahteraan AS. Baru-baru
ini Amerika Serikat menyadari bahwa penerapan teknologi yang salah dapat
menjadi sumber masalah utama, termasuk kerusakan lingkungan hidup. Namun
Amerika Serikat tetap mempertahankan kehidupan mereka. Amerika Serikat akan
selalu menghadapi masalah polusi jika tanpa secara radical mengubah gaya hidup
mereka. Amerika Serikat merupakan bagian dunia dengan pertumbuhan populasi
yang cepat. Dengan standar taraf hidup yang tinggi menunjukkan kebutuhan yang
36 Ibid.
tinggi pula akan konsumsi energi dan bahan-bahan mentah. Amerika Serikat
menjadi ketergantungan pada bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui.37
Sebagai negara penghasil polusi (Polluter) terbesar di dunia, Amerika
Serikat memiliki kewajiban utama untuk memperbaiki kesalahan masa lalu yang
menyebabkan terjadinya polusi global, sementara pemerintah Amerika Serikat
mulai menyadari bahwa perubahan lingkungan dapat mengancam kepentingan
Amerika Serikat. Namun sudah terlambat bagi Amerika Serikat untuk memajukan
keadilan mengurangi ancaman yang mempengaruhi kepentingan Amerika
Serikat.38
Perubahan iklim merupakan tantangan lingkungan hidup di abad 21 dan
resiko yang ditimbulkannya membutuhkan langkah-langkah pencegahan yang
bijaksana. Menanggapi hal ini merupakan salah satu yang penting bagi Amerika
Serikat karena menyangkut generasi saat ini dan generasi yang akan datang.39
Dalam masyarakat domestik, masalah ada pada para ahli politik yang
masih mempertimbangkan pengurangan emisi CO2 merupakan ancaman bagi
ekonomi Amerika Serikat dalam waktu dekat. Sehingga mereka mengelak
mendukung kebijakan pengurangan emisi pada tingkat Internasional. Perjanjian
antar bangsa seringkali terganggu oleh adanya pemikiran akan daya saing
internasional dan pembayaran ekonomi.
37 Ibid. 38 Donald R Kelly, Kenneth R Stunkel, Richard R Nescott, The Economics Super Power
and the Environment (San Fransisco : WH Freeman & Co, 1976), hlm 266-269. 39 Paul G. Harris, Op.Cit., hlm 30
Pada tingkat internasional situasi ini digambarkan pada posisi Amerika
Serikat bahwa segala tindakan secara unilpteral hanya akan menempatkan
perekonomian Amerika Serikat pada persaingan yang tidak menguntungkan.40
B. Aktor-aktor Pembuat Keputusan Atas Lingkungan Hidup Amerika
Serikat
1. Presiden dan Kongres
Presiden mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
pembuatan keputusan dalam politik Luar Negeri Amerika Serikat. Selain itu,
Presiden pun mengeluarkan inisiatif mengenai perubahan iklim seperti ide untuk
memotong pajak. Kedua hal tersebut akan terus brlangsung atau berlanjut untuk
mengurangi emii namun tetap bijaksana secara ekonomi.41 Presiden Amerika
Serikat memegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Presiden menjalankan peran
kepemimpinan dan pelaksanaan kebijakan domestik dan luar negeri. Dalam
perumusan Politik Luar Negeri, Presiden membagi wewenang dan tanggung
jawab dengan kongres. Dalam Pemerintah Amerika Serikat, peranan kongres
dapat dikatakan sebagai pengimbang kekuasaan Presiden. Akan tetapi, Presiden
sebagai perancang utama Politik Luar Negeri memegang peranan penting dalam
penyusunan kesepakatan dengan negara lain Presiden memerlukan dukungan dari
banyak pihak terutama dari kongres yang mewakili rakyat. Biasanya komposisi
kongres dikuasai anggota partai lawan dari Presiden yang sedang menjabat di
Gedung Putih.
40 Governor Bill Clinton & Senator Al Gore, Op.Cit. 41 David Harum, Internasional Cooperation on Global Warming & The Right of Future
Generation, (Netherland : Kluwer Academic Publiser, 1993) hlm 25-33
2. Departemen Luar Negeri
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mmepunyai peranan penting
dalam proses pembuatan Politik Luar Negeri Amerika Serikat. Pengaruh dan
tekanan dari kelompok bisnis dan industri seringkali mempengaruhi keputusan
yang dibuat. Sehingga keputusan tersebut umumnya mencerminkan kepentingan
dari kelompok bisnis dan industri di Amerika Serikat.42
Deplu menggabungkan isu lingkungan hidup ke dalam agendanya untuk 3
tujuan. Pertama membantu menciptakan kestabilan karena polusi atau kelangkaan
sumber daya alam mendorong terciptanya ketegangan politik.
Tujuan memasukan isu lingkungan hidup dalam proses perdamaian adalah
untuk mengubah sumber konflik menjadi sumber bagi perdamaian. Kedua, untuk
memungkinkan bangsa-bangsa bekerja sama untuk mengembangkan inisiatif
dalam mengatasi masalah lingkungan hidup. Ketiga untuk lebih memperat
hubungan diantara bangsa-bangsa.
3. Departemen Energi
Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat adalah berusaha untuk menjaga
kepentingan, menjamin daya saing ekonomi dan menciptakan pasar baru bagi
ekspor Amerika Serikat sambil berusaha untuk membatasi kerusakan lingkungan
hidup global dari perkembangan ekonomi internasional. Hal ini dilaksanakan
melaui penerapan kebijakan dan kerjasama multilateral untuk mengatur energi dan
42 Governor Bill Clinton & Senatore Al Gore, Op.Cit.
lingkungan hidup, sebagaimana kebijakan yang mendukung posisi persaingan
industri Amerika Serikat di Luar Negeri.
Meningkatnya penyatuan ekonomi global dan aspek-aspek global dari isu
lingkungan hidup menambah nilai kerjasama internasional dalam pembuatan dan
penerapan kebijakan. Departemen Energi memimpin sebagian besar aktivitas ini
dengan mempengaruhi kabinet atau rekan setingkat Menteri dinegara maju dan
juga di negara berkembang.43
4. Environmental Protection Agency (EPA)
EPA didirikan pada bulan Juli tahun 1970 dalam rangka menanggapi
meningkatnya permintaan publik atas lingkungan hidup yang bersih. EPA
dipimpin oleh administrasi yang dipilih oleh Presiden. EPA merupakan gabungan
dari seluruh pembuat Undang-Undang Lingkungan Hidup Federal. Badan ini
mengawasi kualitas lingkungan hidup dan berusaha mengontrol polusi yang
disebabkan oleh limbah racun, pestisida, polusi suara dan radiasi.
EPA bertugas menangani berbagai riset (penelitian), pengawasan serta
pelaksanaan fungsi secara cepat dalam membantu menyampaikan setiap informasi
kepada publik mengenai masalah pemanasan belajar memahami manfaat
pengurangan emisi gas rumah kaca.44
C. Faktor-faktor Penolakan Amerika Serikat Terhadap Protokol Kyoto
43 United States Departement of Energy, Op.Cit 44 United States Departemen of Energy, Energy & US Economic Productivity,
Environment Quality & National Security, (The Departemen of Energy Organization Act, Juli, 1995), hlm 65.
Pada saat ini, perekonomian Amerika Serikat masih cukup kuat bila
dibandingkan dengan bangsa lainnya. Kenyataan ini menjamin bahwa Amerika
Serikat masih tetap mempunyai pengaruh atas kekuatan politik dan ekonomi
untuk beberapa dekode mendatang. Dalam hal ini, termasuk melanjutkan
kepemimpinan di bidang teknologi di beberapa wilayah, sektor pertanian yang
efisien serta orientasi ekonomi pasar bebas.45
Sejauh perekonomian Amerika Serikat cukup sehat dan kuat maka
keadaan ini akan tetap dipertahankan. Tetapi kekacauan ekonomi yang terjadi
khususnya di Asia tetap membawa dampak terhadap perekonomian dunia secara
keseluruhan termasuk Amerika Serikat, maka upaya membuat dampak tersebut
sekecil mungkin merupakan hal terbaik yang dapat dilakukan Amerika Serikat.
Dalam hal ini kebijakan yang ditempuh Amerika Serikat sudah jelas yaitu bahwa
bisa suatu negara menunjukkan kesungguhan untuk melakukan reformasi
ekonomi, maka wajib bagi Amerika Serikat untuk memberikan bantuan.
Perekonomian Amerika Serikat yang cukup kuat bila dibandingkan
dengannegara-negara lain didukung dengan tindakan-tindakan oleh pemimpin
negara yang mana khususnya dalam masa kepemimpinan Bus ini memiliki 3
tujuan utama yaitu pertama, mendorong publik memiliki keinginan untuk
menabung dimana dengan menabung akan menciptakan suatu perbaikan ekonomi
dan menciptakan lapangan pekerjaan : kedua, memberikan peluang pada individu
dan kalangan bisnis untuk menginvestasikan modal yang mereka miliki dan
ketiga, memberikan bantuan pada warganya yangmenjadi pengangguran.
45 Ibid
Sejak awal kepemimpinannya, Bush mulai melakukan tindakan-tindakan
yang dapat mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Misalnya, pada tahun 2001, Bush memenuhi janjinya untuk
mengurangi beban pajak warganya. Dengan mengurangi resensi ekonomi
merupakan masalah yang dangkal dalam sejarah modern Amerika, membantu
pengangguran termasuk menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para
pengangguran.46
Pemerintah Amerika Serikat menyadari bahwa banyak kalangan yang
enggan untuk mengadakan perjanjian perdagangan dengan negara mitra dagang,
yang didasarkan atas kekhawatiran bahwa perjanjian semacam itu akan berakibat
standar yang lebih rendah dibidang lingkungan dan perburuhan, serta dampaknya
yang buruk terhadap lapangan pekerjaan di dalam negeri. Dibidang perdagangan
internasional, pemerintah menekankan pada pentingnya pengembangan ekspor
Amerika Serikat melalui negosiasi perdagangan dengan negara mitra dagang.
Perdagangan merupakan kunci untuk meningkatkan daya saing Amerika
Serikat dimasa depan, Amerika Serikat harus siap terikat dalam ekonomi global
dan tetap terjaga posisinya sebagai pemimpin untuk mendapatkan keuntungan dari
datangnya abad baru yang penuh dengan persaingan.
Kepemimpinan Amerika Serikat dalam hal tanggung jawab dalam
mengatasi tantangan atas perubahan global khususnya berupaya untuk
melanjutkan dampak pertumbuhan lingkungan hidup dunia. Untuk mengatasi
46 Thomas D Lairson & David SkidMore, IPE : The Stugle for Power and Wealth, (Orlando : Harcourt Brace College Publisher, 1997), hlm 38
masalah ini perlu pengorbanan yang mungkin akan mengganggu daya saing
perdagangan dan kesejahteraan masyarakat Amerika Serikat.
Keadaan ini telah menimbulkan perdebatan dan diskusi panjang dalam
Protokol Kyoto. Dalam menilai kebaikan Protokol Kyoto, Amerika Serikat
berusaha memahaminya sebagai langkah awal dan kerangka kerja bagi tindakan
masa depan untuk menghadapi tantangan yang datang.
1. Faktor Internal
1.1 Pengaruh Kelompok Kepentingan Dalam Kebijakan Lingkungan
Hidup Amerika Serikat
Pembuatan kebijakan lingkungan hidup Amerika Serikat ditandai oleh
adanya persaingan hebat antara lobi lingkungan hidup dengan kelompok bisnis
dan industri. Ketika lobi lingkungan hidup kekurangan power, kebijakan biasanya
mengekspresikan kepentingan kelompok bisnis dan industri.
Kelompok bisnis dan industri Amerika Serikat telah melakukan lobi yang
sangat efektif melawan penggunaan emisi gas rumah kaca.
Kelompok kepentingan menggunakan beragam teknik untuk
mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh birokrasi federal, antara lain melobi
secara langsung atau mempengaruhi birokrasi dengan mempengaruhi kongres atau
anggota kongres.47 Kelompok bisnis dan industri serta kelompok masyarakat
(kelompok konsumen/lingkungan hidup) adalah peserta efektif dalam proses
pembngunan, kelompok bisnis lebih efektif secara umum. Ada kombinasi
47 “ Democracy History” , dalam Http : //www.whitehouse.gov/news/relese/2003.html
diakses 6 Maret 2006
pengaruh politik di kelompok bisnis dan industri melawan tindakan pemerintah
yang menentang keputusan kelompok tersebut. Sikap pemerintah yang
mendukung Protokol Kyoto ini terwujud mendapat tanggapan negatif dari
kelompok kepentingan khususnya kelompok industri. Seperti contohnya Exxon
Mobile yang menyatakan bahwa dengan meratifikasi Protokol Kyoto akan
menyebabkan banyaknya terjadi pengangguran. Exxon Mobile merupakan salah
stu penyumbang dalam anggaran dana negara. Melihat kepentingannya dalam
mempertahankan industrinya, Exxon Mobile menjadi “Otak” dalam kebijakan
Presiden dalam lingkungan hidup.
Partai Republik yang mencalonkan George W Bush sebagai pemimpin
atau terteinggi dalam pemerintahan pun tak lain banyak mendapat dukungan dana
dari kalangan industri saat berkampanye. Maka dari itu, kelompok industri
memiliki posisi yang menguntungkan dalam pemerintahan karena kelompok ini
dianggap sudah berjasa bagi partai Republik yang sedang berkuasa saat ini.48
Kelompok industri berargumen bahwa penjelasan teori mengenai
pemanasan global dan dampaknya yang diakibatkan oleh gas rumah kaca yang
dihasilkan dari industri belum dapat diterima kebenarannya. Oleh sebab itu
mereka memiliki pandangan yang berbeda mengenai pemanasan global dengan
kelompok lainnya.
Berlawanan dengan kelompok industri, keputusan Bush mendapat
kecaman dari kelompok lingkungan hidup seperti World Wide Fund (WWF) dan
48 Departemen Luar Negeri, Laporan Operasional Amerika Serikat, 200/2001 hlm 97
Green Peace mereka menentang kebijakan Amerika Serikat yang dianggap tidak
bersahabat dengan lingkungan.
Banyak para pelobi adalah para ahli dalam berbagai bidang yang dapat
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan
kebijakan maupun Undang-undang. Dan aktivitas para pelobi ini menjadi lebih
efektif karena dilengkapi dengansejumlah dana.
2. Faktor Eksternal
2.1 Persaingan Ekonomi antar Negara-negara Maju
Menganalisis hubungan antara kebijakan lingkungan hidup dan daya saing
internasional adalah suatu hal yang sulit. Kebijakan lingkungan hidup dapat
mempunyai dampak positif dan negatif terhadap daya saing. Daya saing sering
kali dipandang sebagai sumber potensial bagi konflik antara lingkungan hidup dan
kebijakan perdagangan.49
Proses negoisasi antara Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang pada KTT
Kyoto berlangsung cukup sukar. Hal ini meyakinkan Amerika Serikat bahwa Uni
eropa dan Jepang adalah pesaing dagang yang tangguh. Perjuangan kedua negara
tersebut dalam pasar global serta keputusan yang diambil pada KTT Kyoto tidak
hanya menyuarakan lingkungan hidup tetapi juga kepentingan hubungan masing-
masing negara satu sama lain.
Salah satu tantangan utama yang akan melanda Amerika Serikat beberapa
dekade mendatang yakni akan adanya persaingan efektif dalam pasar internasional
49 Paul S. Hernson, The Interest Group Connection : Electioneering, Lobbying and policy Making in Washington, (New Jersey, Chatham House Publisher Inc., 1998), hlm 214
untuk energi dan teknologi lingkungan hidup. Penggunaan dan perubahan bentuk
energi merupakan sumber utama dari polusi udara dan gas rumah kaca. Perubahan
iklim global berpotensi menyebabkan masalah lingkungan hidup yang sering kali
berhubungan dengan produksi dan penggunaan energi.
Sebagaimana lingkungan hidup global, ekonomi internasional dibentuk
oleh suatu hubungan yang sangat kompleks, melewati batas-batas nasional dan
mempengaruhi seluruh area global. Tidak semua negara yang terlibat dalam
ekonomi internasional menerima keuntungan yang sama dari arus perdagangan
internasional dan kegiatan ekonomi lainnya.50
Hubungan ekonomi internasional tidak dapat dipisahkan dari kepentingan
politik suatu negara. Perdagangan menjadi penting ketika suatu negara tidak
memiliki sumber daya alam atau negara bagian ekonomi lainnya atau ketika
negara mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Setiap
negara saat itu cenderung ntuk berpacu dalam meningkatkan pembangunan
ekonominya karena muncul persaingan antar negara dalam perekonomian global.
Sebagai reaksi dari peristiwa ini adalah tumbuhnya proteksionisme. Misalnya
dengan mengeluarkan produk-produk sejenis di pasar Internasional dengan harga
yang jauh lebih murah. Hal ini ditunjukkan untuk mengeluarkan negara saingan
dari bisnis tersebut.51
50 “Global Economic” dalam Http : //www.heatisonline.org/disinformation.cfm, diakses 6
Maret 2006 51 Enhancing Trade & Environment Linkages in Selected Environmentally Vunerably
Export Oriented Sector of Escap Region, (New York : United Natiom, 1996) hlm 99
Realitas ekonomi memberikan dorongan kuat bagi para pembuat
keputusan untuk memiliki kerjasama ekonomi. Walaupun ada pertumbuhan utnuk
bekerjasama namun perlu dipahami pula akan dampak dari konflik kepentingan.
Dunia ekonomi kapitalis memiliki kekuatan untuk mendorong terciptanya
persaingan bagi negara ataupun juga bagi perusahaan. Kerjasama dan konflik
merupakan 2 situasi yang berbeda dan dunia nyata hampir selalu dipenuhi
percampuran keduanya. Kerjasama bukanlah suatu situasi dimana 2 negara
bertindak dalam hubungan yang harmonis. Kerjasama termasuk proses tawar
menawar antara 2 negara atau lebih yang membatasi tingkah laku masing-masing
negara agar menerima sikap balasan serupa dengan negara lain. Tujuannya adalah
untuk kembali pada situasi dimana negara mengatur tingkah laku mereka untuk
mencapai tujuan utama yang tidak dapat dicapai sendiri.
Kerjasama diantara negara industri, maju penting dan bertambah sulit
dalam 2 dekade terakhir ini. Kemampuan negara untuk mengadakan tawar
menawar dan mengatur tingkah laku serta kebiasaan menjadi ebih penting karena
adanya globalisasi. Hal ini banyak dipengaruhi oleh suatu sistem dominasi
Amerika Serikat. Tawar menawar dan kepentingan merupakan prasyarat untuk
bekerja sama. Kerjasama telah menuntut kebebasan yang tidak seimbang oleh
Jepang dan Uni Eropa.
BAB III
USAHA INTERNASIONAL UNTUK MEMINIMALISIR PEMANASAN
GLOBAL
Pemanasan Global dalam Hubungan Internasional
Bumi tempat kita tinggal, kini dirasakan kian hari kian panas.
Dibandingkan dengan zaman sebelum revolusi industri terjadi, suhu atmosfer
telah meningkat cukup signitifan meningkatnya suhu udara membawa berbagai
macam perubahan pada kehidupan manusia dan juga pada itu sendiri. Masalah-
masalah yang timbul akibat-akibat semakin panasnya suhu dibumi demi
kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri.
A. Kondisi lingkungan Hidup Global
Lingkungan hidup dapat diartikan sebagai berikut: “lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup,
termasuk didalamnya manusia&perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan & kesejahtraan mausia, beserta mahluk hidup lainnya.52
Secara ekologis manusia adalah, bagian dari lingkungkungan, komponen yang ada
disekitar manusia yang sekaligus sebagai sumber mutlak kehidupannya.
Lingkungan hidup inilah yang menyediakan berbagai sumberdaya alam
merupakan segala sesuatu yang terdapat di alam untuk masa yang akan datang.
52 N.H.T. Siahaan, Ekologi Pembangunan dan Tata Lingkungan, (Jakarta : Penerbit
Erlangga, 1991), hlm 230
Kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan lingkungannya,
sebaiknya keutuhan lingkungan tergantung dari kearipan manusia dalam
mengelolanya. Oleh karena itu,lingkungan hidup tidak semata-mata dipandang
sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai tempat hidup yang
mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup.
Masalah lingkungan hidup muncul karena adanya pemanfaatan sumber
daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang berlebihan, sehingga meningkatkan
berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup baik dalam bentuk kelangkaan
sumber daya alam dan pencemaran,maupun kerusakan lingkungan hidup ainnya.
Berbagai masalah lingkungan hidup terutama yang berkaitan dengan pemanasan
global, kepunahan jenis flora dan fauna serta berlubangnya ozon, pencemaran dan
kemiskinan telah menjadi masalah global, karena dampaknya mempengaruhi
seluruh bagian bumi.53
Diakui pua bahwa kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi yang pesat
saat ini menjadikan Sumber Daya Alam bukan lagi satu-satunya penentu tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Teknologi berfungsi sebagai alat
pengolah Sumber Daya Alam yang akan dimanfaatkan untuk pemenuhan
kebutuhan tersebut.
Selain itu manusia harus berusaha agar lingkungan hidup yang
mengelilinginya tidak menjadi rusak atau tercemar, yang mana hal tersebut dapat
53 Otto Soemarwoto, Indonesia dalam Isu Lingkungan Hidup Global, (Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm 1-2.
menyulitkan mutu hidup, baik bagi dirinya pada masa itu maupun bagi manusia di
masa yang akan datang.
Bumi merupakan suatu sistem yang terbatas, dimana bumi menerima
energi dari matahari untuk tetap menjaga siklus hidup dan hal ini dapat terganggu
oleh adanya sedikit perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal.
Maka dari itu, kemudian muncul suatu bukti bahwa aktifitas manusia mempunyai
dampak langsung terhadap nasib bumi ini. Karena sifatnya yang fleksibel, bumi
akan bereaksi dengan kebiasaan manusia dan hasilnya akan dirasakan dimasa
yang akan datang.54
Masalah lingkungan hidup sebenarnya telah memerlukan ozon sejak lama,
seperti masalah perubahan iklim, penipisan ozon, penebangan hutan, limbah
beracun, pencemaran (air, udara, tanah) serta kelangkaan keanekaragaman hayati.
Yang paling membedakan masalah perubahan iklim dengan masalah lingkungan
hidup lainnya adalah dampak yang ditimbulkannya tidak dirasakan pada waktu
yang sekarang ini, tetapi lebih dirasakan pada waktu yang sekarang ini, tetapi
lebih dirasakan dikemudian hari, sehingga dalam hal ini yang paling dirugikan
dan menderita adalah generasi yang akan datang. Pemanasan global dan
perubahan iklim merupakan masalah global yang dapat mempengaruhi seluruh
masyarakat.55 Malah dapat dikatakan bahwa pemanasan global merupakan
masalah yang paling rumit yang dapat mempengaruhi bumi kita ini.
54 Peter F. Smith, Option for A Flexibel planet : The Euidence, The Policies and Possible
Remedies, (Great Britain : University of East London, 1996), hlm 5 55 Andrew Hurrel and Benedict Kingsbury, The Intenasional Politics of Environment :
Actor, Interest and Situation, (Clarendon Press, Oxford, 1992), hlm 256-257
Kebijakan lingkungan harus mempertimbangkan hak-hak generasi
mendatang akan kondisi lingkungan yang lebih sehat. Jadi pembuatan kebijakan
yang sulit harus diambil sebagai dasar pertimbangan antara resiko-resiko masa
depan yang masih suram dan sejumlah konsekuensi ekonomis maupun
konsekuensi lainnya yang mungkin lebih cepat tumbuh. Dari sekian banyak
masalah lingkungan hidup, yang paling rumit dan sensitif secara ekonomis adalah
masalah perubahan iklim.56
Kelangsungan hidup manusia sangat bergantung pada keutuhan
lingkungannya, dan sebaliknya keutuhan lingkungan juga bergantung pada
kearifan manusia dalam mengelolanya. Namun, dengan semakin pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah lingkungan juga mengalami
peningkatan, salah satunya adalah masalah pemanasan global yang kemudian
akan berpengaruh pada perubahan iklim global.
B. Pemanasan Global sebagai Isu Lingkungan Hidup Global
1. Efek Rumah Kaca
Peningkatan suhu bumi disebabkan oleh timbunan gas rumah kaca di
Atmosfer, gas-gas yang dimaksud adalah karbondioksida, metana, ditroksida,
hidrofluorokarbon sulfurhexaflorida dan ozon. Menurut IPCC ada 2 hal dapat
dipastikan mengenai pemanasan global. Pertama ada efek rumah kaca. Efek
rumah kaca disebabkan oleh radiasi gelombang panjang yang dipantulkan kembali
oleh sisa-sisa gas di atmosfer paling atas, sehingga suhu bumi dipermukaan
56 Ibid., hlm 166
bertambah panas. Matahari merupakan sumber energi bagi pengendalian iklim.
Dengan adanya radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi, 31 dipantulkan
kembali ke angkasa dan sisanya diserap oleh tanah, biota, laut, es dan atmosfer.
Dalam keadaan alamiah, tenaga matahari yang diserap bumi diimbangi
dengan lepasnya radiasi di bumi dan atmosfer. Radiasi ini berbentuk gelombang
panjang infra merah yang dipisahkan oleh suhu dan sistem atmosfer bumi.
Keseimbangan antara radiasi dan penyerapan dapat berubah karena peristiwa alam
di bumi.57
Kedua gas-gas yang menyebabkan emisi rumah kaca ini meningkat
jumlahnya di atmosfer akibat ulah manusia ; contohnya : karbondioksida (CO2),
berasal dari pemakaian energi transportasi, proses-proses industri dan
pengundulan hutan, metana (CH4), berasal dari pemakain energi untuk produksi
sehari-hari dari bentuk yang digunakan untuk agrikulkur, nitrooksida (N2O),
berasal dari zat penyubur tanah, pembakaran biomasa dan pembakaran bahan
bakar fosil dan klorofluorokarbon (CFC), berasal dari aktifitas industri,
penggunaan lemari pendingin dan Aerosol.
Namun sebenarnya, bila gas-gas polutan tersebut jumlahnya tidak
berlebihan maka suhu bumi akan tetap stabil. Bagaimana tidak, tanpa gas-gas
yang mampu menahan pantulan gelombang panas ini, suhu rata-rata bumi
hanyalah minus 18oC. Suhu sedingin ini tentu saja sangat tidak nyaman bagi
kehidupan manusia dan segenap makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang
biak dimuka bumi ini. Dengan adanya gas-gas penahan panas, bumi akan menjadi
57 Peter F. Smith, Op.Cit, hlm 10-11
lebih hangat. Kemampuan gas-gas tersebut menahan panas agar tidak keluar ke
angkasa ini kemudian lebih dikenal dengan nama efek rumah kaca.
Karbon dioksida merupakan gas rumah kaca terpenting yang mampu
menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Emisi gas ini
menyumbangkan lebih dari setengah keseluruhan panas yang ditimbulkan oleh
gas-gas rumah kaca lainnya (kurang lebih 80%), sehingga menimbulkan asumsi
bahwa karbondioksida merupakan satu-satunya kekuatan utama yang mengancam
bumi melalui pemanasan global.58 Lebih jauh lagi, karbondioksida telah berada di
atmosfer sejak ratusan tahun yang lalu. Inilah saat pertama pemanasan global
terbentuk yang terus berlanjut seiring dengan pertambahan waktu. Bertambahnya
gas rumah kaca secara langsung berhubungan dengan naiknya fluktuasi iklim
yang menimbulkan ketidakpastian pada kondisi alam semesta.59 Dampak yang
ditimbulkan oleh pemanasan global sudah jelas, dari khatulistiwa sampai pada
kutub-kutub.
Penebangan hutan secara global yang menjadi sumber emisi CO2 yang
memberi sumbangan terhadap pemanasan global. Telah diprediksikan bahwa
pemanasan global akan membawa kerusakan besar terhadap ekosistem dan akibat
dari pengrusakan hutan akan menjadi sumber lebih lanjut terhadap emisi CO2,
yang membuat pemanasan global menjadi ebih buruk.
Perubahan iklim sebagai salah satu akibat dari meningkatnya jumlah emisi
gas karbondioksida dapat diartikan sebagai perubahan di daam “Cuaca rata-rata”
yang diaami oleh berbagai kawasan. Cuaca rata-rata yang dimaksud disini
58 International Project for Sustainable Energy Patths/ IPSEP, vol.2 59 Peter F. Smith, Op.Cit, hlm 10-11
termasuk semua ciri-ciri yang kita hubungkan dengan cuaca dan besarnya
perubahan iklim global yang terjadi dalam waktu yang lama akan membawa
implikasi bagi ekosistem alamiah.
2. Ancaman yang ditimbulkan oleh Pemanasan Global
Berikut dapat dijelaskan sejumlah ancaman kerusakan lingkungan akibat
perubahan iklim global.
1. Perubahan Suhu Global60
Peningkatan suhu akan membawa perubahan pada berbagai aspek dari
cuaca, seperti pola angin, jumlah dan tipe hujan salju, dan juga tipe dan
frekuensi dari badai angin dan angin topan yang lebih hebat dan akan lebih
sering terjadi. Perubahan pola angin diperkirakan akan membawa perubahan
pula pada frekuensi banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Sebaliknya,
penurunan suhu global akan mengakibatkan masyarakat dunia, khususnya
yang berada di belahan bumi utara akan menghadapi “zaman es”. Kenaikan
suhu global yang drastis sebaliknya akan menyebabkan mencarinya es di
kutub-kutub bumi sehigga meningkatkan permukaan air laut. Hal ini
mengancam kota-kota dan daerah-daerah di pesisir. Kenaikan air laut sebesar
15 kali saja sudah cukup menjadi ancaman serius bagi kota-kota utama di
dunia. Bencana alam juga mulai banyak terjadi, seperti banjir besar yang
melanda Korea dan Bangladesh pada tahun 1987, kemudian tahun 1988
60 Mochtar Mas’oed dan Rita Noerafni, Isyu-isyu Global Masa Kini, (Pusat antar
Universitas Sosial, UGM, 1992), hlm 205
Bangladesh mengalami banjir lagi dan banyak korban meninggal akibat angin
puyuh pada awal tahun 1991.
Sedangkan Kepulauan Maladewa mengalami banjir akibat ombak
pasang pada tahun 1987. banjir besar juga melanda Asia Selatan, seperti India,
Bangladesh Nepal dan Cina. Banjir yang melanda pertengahan Jui 2004
kemarin mencatat sebagai banjir terburuk dalam satu dekade ini.61
Perubahan suhu secara global juga mengancam bidang pertanian.
Pemanasan global akan menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan
bagi pertanian di beberapa negara, terutama karena perkembangan populasi
serangga yang meningkat. Produktivitas pangan akan menurun tajam,
khususnya bagi negara-negara agraris, karena aliran sungai yang sedianya
digunakan untuk pengairan mengering. Tanaman-tanaman pun akan
mengalami kelambatan pertumbuhan, bahkan cenderung kerdil.62
2. Meningkatnya Kadar dan Konsentrasi Karbondioksida di
Atmosfer.63
Seperti sudah diuraikan, peningkatan unsur-unsur CO2 menciptakan
apa yang dikenal dengan efek rumah kaca yang menyebabkan sinar matahari
yang masuk ke bumi tidak dapat dipantulkan kembali ke ruang angkasa,
sehingga menyebabkan permukaan bumi semakin panas. Hal yang terkait
dengan masalah ini adalah penggunaan bahan-bahan yang berasal dari fosil
(seperti minyak bumi dan batu bara) sebagai bahan bakar utama dan hutan.
61 “Asia Selatan Terendam”, Pikiran Rakyat, 31 Juli 2004 62 “Ozonku Sayang, Bumiku Malang”, Harian Kompas, Jakarta 12 September 2004 hlm
41 63 Mochtar Mas’oed dan Rita Noerafni, Op.Cit., hlm 188.
Penggunaan bahan bakar gosil adalah penghasil utma CO2. Masalahnya adalah
belum ditemukannya bahan bakar alternatif yang lebih bersih dan efiesien.
Sedangkan keberadaan hutan juga terancam oleh berbagai usaha
industrialisasi.
3. Penipisan Lapisan Ozon (Ozon Pepletion)
Lapisan ozon yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet, telah
menipis selama tahun-tahun terakhir. Bahkan suatu gambaran hasil penelitian
pada tahun 1985, menunjukkan bahwa terjadi penipuan lapisan ozon secara
drastis diatas kutub selatan, tepatnya di Hally Bay, Antartika.64 Secara umum,
menipisnya lapisan ozon mengakibatkan kanker kulit pada manusia, bahkan
kanker dapat menyerang beberapa hewan65, dan membahayakan ekosistem
perairan. Selain dapat menyebabkan kanker kulit, sinar ultraviolet yang terlalu
banyak masuk ke permukaan akibat menipisnya lapisan ozon juga dapat
menyebabkan kerusakan mata, penurunan kekebalan tubuh dan perusakan sel-
sel hidup pada manusia dan hewan.66
4. Perubahan Iklim Global yang datang dari Pencemaran air.
Pencemaran air, baik dari sungai, danau atau laut, biasanya diakibatkan
oleh limbah buangan. Unsur besi adalah pencemar utama, disusul dengan
pestidida dan minyak. Akibat langsung dari pencemaran air terhadap iklim
64 “American Council for Capital Formation” dalam
http://www.accf.org/publications/testimonies/test-impactkyoto-march25-1999.html 65 Jonathan A.Lesser, Daniel E. Dodds and Richard O. Zerbe Jr., Environmental
Economic and Policy, (Addison-Wesley Education Publiser Inc. 1997), hlm 654 66 Ozon, Payung Dunia yang terkoyak, Pikiran Rakyat, Bandung, 09 Desember 2004 hlm
18
adalah terjadinya hujan asam. Hujan ini berasal dari sumber-sumber air,
seperti sungai dan danau yang tercemar oleh sulfurdioksida (SO2). Selain SO2
pengaseman juga disebabkan oleh nitrogenoksida (NOX), yang berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dan amonia (NH3) yang berasal dari proses
pertanian. Kandungan yang berlebihan akan meningkatkan keaseman air hujan
dan seringkali korban hujan asam berada sangat jauh dari sumber
pencemarnya. Hujan asam berdampak pula dengan berkurangnya
pertumbuhan beberapa pula dengan berkurangnya pertumbuhan beberapa jenis
tanaman tertentu dan berkurang populasi beberapa jenis spesies sungai atau
danau.
5. Peningkatan Populasi Serangga.
Perubahan iklim akan menciptakan kondisi yang mendukung bagi
pertumbuhan populasi serangga. Hal ini sepertinya akan membawa efek yang
tidak menguntungkan pada bidang pertanian dan kesehatan manusia,
contohnya adalah penyebaran malaria dan penyakit tropis lainnya. Pemanasan
global mengakibatkan arbovirus seperti dengue danm parasit protozoa seperti
malaria sudah menyebar ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak ada.
Dengan adanya pemanasan global, nyamuk yang menjadi vektor, mampu
untuk berkembang biak di daerah yang sebelumnya dianggap terlalu dingin
untuk bisa berkembang biak67
6. Peningkatan Ketinggian Pemrukaan Air Laut
67 Nyamuk Ganas Akibat Pemanasan Global, Pikiran Rakyat, Bandung, 20 September
2004, hlm 19
Permukaan air laut dalam beberapa tahun ini akan naik, suhu bumi
yang semakin panas akan menyebabkan es di kutub utara akan mencair.
Gletser (sungai es) yang mencair karena udara yang semakin panas, akan
meningkatkan udara yang semakin panas, akan meningkatkan ketinggian
permukaan air laut, kemudian sebesar 0,6 meter pada akhir abad selanjutnya.68
Belum lama ini dewan Kutub Utara mengeluarkan peringatan bahwa suhu di
Kutub Utara memanas 2 kali lebih cepat dibanding berbagai kawasan lain di
muka bumi. Hal ini disebabkan karena air dan daratan yang terbuka (tidak lagi
tertutup es) makin cepat menyerap panas.69 Selain itu peningkatan suhu dalam
lau takan menyebabkan penghancuran dan oemutihan batu karang (coral
bleacting) di seluruh dunia.70
7. Ancaman Lainnya
Ancaman-ancaman lain dari pemanasan global diantaranya adalah kebakaran
hutan, terjadinya musibah kelaparan, karena hasil-hasil produksi pangan yang
berkurang dan terjadinya peningkatan urbanisasi. Selain ancaman kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh pemanasan global, bahaya akan perubahan di
sektor sosial dan politik. Kejadian-kejadian klimatik yang ekstrem menyebabkan
biaya sosial yang tinggi. Seperti yang terjadi pada tahun 1982, angin topan saat
merusakan lebih dari setengah produksi pertanian di Tonga dan pada tahun 1988
68 Kutub Utara Meleleh, Ancaman Bagi Semua, Harian Kompas, Jakarta, 22 November
2004, hlm 10 69 Ibid. 70 “Coral Bleching” dalam Http : //archive.greenpeace.org/climate/cbt.html
Topan Gilbert menyebabkan kerugian yang diperkirakan lebih dari US$ 870 juta
di Jamaika.71
Memperlambat pemanasan global dapat mungkin dilakukan mellaui
pengontolan atas emisi block carbon dan bahan-bahan organik. Emisi black
carbon berasal dari penggunan bahan bakar diesel, dan pembakaran rumput dan
kayu. Pengontrolan emisi black carbon dapat memperlambat pemanasan global
lebih cepat dibandingkan pengontrolan tas karbondioksida dan metana.
Mengurangi emisi balck carbon dan bahan-bahan organik juga dapat memperbaiki
kesehatan manusia. Partikel yang terbang diudara seperti black carbon dapat
memperburuk kondisi pernapasan seperti asma dan bronchitis yang akan
membawa pada kematian sebelum waktunya.
Emisi ERK juga dapat dikurangi dengan mengembangkan suatu teknologi
yang dapat menekan emisi penyebab GRK, seperti pembangkit listrik tenaga air
untuk dikonversi menjadi energi listrik. Reboisasi juga dapat membantu
mengurangi emisi GRK asalkan ada komitmen yang jelas dari negara-negara
untuk menggiatkan penanaman pohon yang bertujuan untuk memperlambat
penimbunan GRK.
Masalah dunia global itu merupakan tanggung jawab global. Sudah
saatnya dunia internasional memikul tanggung jawab bersama dalam menghadapi
masalah lingkungan hidup ini. Partisipasi dan kesadaran akan bahaya yang akan
dihadapi jika tidak ada pencegahan dini perlu terus untuk disosialisasikan.
Pembangunan yang ramah lingkungan pun harus terus ditingkatkan. Selain itu,
71 H.Jhamtani, Pemanasan Global, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, Kophalindo, 1993),
hlm 40.
dukungan untuk penelitian mengenai pemanasan global ini perlu untuk terus
ditingkatkan guna mendapatkan perhatian dan dukungan dari dunia internasional
adalah pelaksanaan protokol Kyoto. Diharapkan dengan adanya Protokol Kyoto
ini, dunia internasional mulai melihat, mengetahui dan tidak meremehkan masalah
lingkungan hidup, khususnya yang menyangkut masalah pemanasan global.
Pemanasan global yang ditimbulkan karena berebihnya jumlah gas-gas
rumah kaca di atmosfer akan seperti diantaranya adalah perubahan akibat
perubahan suhu global, penipisan lapisan ozon, peningkatan ketinggian
permukaan air laut dan yang lainnya. Masalah pemanasan global ini memerlukan
tanggung jawab global, sudah saatnya dunia internasional memikul tanggung
jawab bersama dalam menghadapi masalah ini.
C. Munculnya Isu Lingkungan Hidup dan Signifikansinya dalam Hubungan
Internasional
1. Konferensi PBB, Stockholm, 1972.
Persoalan lingkungan hidup dan ekologi mengemukakan sebagai agenda
dalam pembicaraan internasional. Pada tahun 1970 an, isu ini mendapat perhatian
dari sejumlah forum internasional, dalam bentuk misalnya, konferensi. Salah
satunya adalah konferensi PBB tentang lingkungan hidup pada tahun 1972 di
Stockholm Swedia. Forum ini terbentuk setelah delegasi Swedia di ECOSOC
(Economic dan Social Council) mengajukan persoalan lingkungan hidup pada
tahun 1968. Sidang Umum PBB kemudian merekomendasikan penyelenggaraan
konferensi mengenai persoalan ini di Stockholm pada tahun 1972. Konferensi ini
membicarakan isu-isu lingkungan hidup yang terjadi dan selain itu juga
membicarakan bagaimana kebijakan lingkungan di buat, bagaimana program aksi
dirancang, dijalankan dan dikelola, bagaimana dana disesuaikan dan oleh siapa,
jenis organisasi internasional apa yang akan dibentuk menangani persoalan-
persoalan ini dan bagaimana ia di bentuk.72
Konferensi ini menghasilkan keputusan, yaitu pertama, sebuah deklarasi
tentang prinsip-prinsip lingkungan hidup yang dapat dijadikan patokan dalam
menyusun kebijakan lingkungan hidup, baik ditingkat nasional maupun
internasional. Kedua, 20 butir program disepakati bersama sebagai untuk memulai
memecahkan permasalah-permasalahan yang dihadapi bumi kita. Meskipun butir-
butir tersebut lebih banyak bersifat seruan daripada menerapkan suatu tindakan
tertentu, konferensi tersebut berhasil membuat sistem pemantauan global yang
disebut Earthwatch untuk mengawasi dan mengukur tingkat pencemaran
lingkungan hidup global. Ketiga, pembentukan dewan dan sekretariat permanen di
PBB untuk mengkoordinasikan upaya-upaya perbaikan lingkungan hidup
diseluruh dunia yang kemudian dikenal dengan nama UNEP (United Nations
Environment Programme). Keempat, penyediaan dana sebesar US $ 100 juta,
yang akan digunakan untuk menjalankan program-program lingkungan hidup di
seluruh dunia.
Konferensi Stolkholm dihadiri oleh 114 negara, 500 organisasi non
pemerintah dan individu yang mewakili berbagai gerakan masa. Kelompok-
72 Mochtar Mas’oed dan Rita Noerafni, Op.cit., hlm 209.
kelompok tertentu. Meskipun akor-aktor non negara tidak mempunyai hak suara,
mereka ikut berpengaruh dalam konferensi tersebut. Aktor-aktor non negara dapat
menyampaikan sikap dan pandangan mereka langsung kepada anggota delegasi
resmi dalam sebuah forum lingkungan hidup yang diadakan oleh PBB. Aktor-
aktor non negara juga memiliki peranan penting dalam persiapan konferensi yang
memakan waktu 2 tahun. Panitia persiapan menyusun agenda umum konferensi
dan menyerahkan pengembangannya kepada berbagai organisasi internasional
antar pemerintah, non-pemerintah dan lembaga penelitian swasta, misalnya
International Union for Concervation of Nature and Natural Resources, diberi
kepercayaan besar untuk merancang usulan mengenai isu konservasi.73
Bagaimana konferensi ini dikelola juga mencerminkan peran penting
aktor-aktor non nasional. Berbagai keputusan final diusahakan agar benar-benar
disepakati bersama secara bulat. Sekjen konferensi, Mourise Strong beserta
stafnya tidak mewakili negara manapun, namun ia berperan sebagai perantara
dalam konferensi, mengkompromikan aktor-aktor serta menyiapkan prosedur
untuk memastikan bahwa setiap negara dapat menyepakati usulan agenda
konferensi.74
Meskipun peranan aktor non negara tidak dapat dikatakan kecil, namun
aktor utama tetaplah negara bangsa karena dalam konferensi tersebut hanya aktor
negara saja yang memenuhi hak suara. Dalam konferensi ini terjadi perdebatan
sengit antara negara-negara maju, yang mendominasi adalah negara-negara Barat,
melawan negara-negara berkembang di pihak lain.
73 Ibid., hlm 210-211 74 Ibid., hlm 212
Mengingat pencemaran adalah masalah utama yang dirasakan oleh negara-
negara maju, dan karena merekalah yang mendominasi percaturan tentang
lingkungan, maka isu pencemaran menjadi sinonim dengan masalah lingkungan.
Hal ini terlihat pada konferensi Stockjolm, pusat perhatian adalah pada masalah
pencemaran lingkungan.
Bagi negara berkembang, pencemaran bukanlah masalah mereka,
melainkan masalah negara maju. Negara berkembang mempunyai kekuatiran
kalau isu lingkungan hidup menjadi penghambat bagi mereka untuk melakukan
pembangunan, karena masalah lingkungan ini menjadi prasyarat baru untuk
mendapatkan bantuan negara maju misalnya, Amerika Serikat pada tahun 1969
membuat sebuah peraturan yang mengharuskan dilakukannya analisa mengenai
dampak penting bagi lingkungan hidup. Peraturan itupun diikuti dengan ketentuan
bahwa persyaratan tersebut juga berlaku bagi bantuan luar negeri, karena itu
dikuatirkan akan menyusutkan bantuan pembangunan bagi negara berkembang.75
Pada waktu itu terdapat pandangan umum bahwa kerusakan lingkungan
tidak dapat dihindari dalam proses pembangunan. Isu yang berkembang pada
waktu itu adalah “mana yang harus didahulukan, pembangunan atau
lingkungan?”. Negara dihadapkan pada pilihan membangunm atau melindungi
lingkungan. Keduanya saling berlawanan dan tidak dapat dipertemukan. Bagi
negara berkembang, pilihannya jelas, yaitu untuk mengurangi kemelaratan dan
keterbelakangan. Industri merupakan komponen penting dalam pembangunan.
Kekuatiran akan terdesaknya pembangunan oleh isu lingkungan hidup
75 Otto Soemarwoto, Dari Stockholm ke Rio : Implikasinya Bagi Pembangunan Nasional,
(Jakarta, CSIS, Analisis no 6 tahun XXI, Nov-Des 1992), hlm 500
menyebabkan timbulnya sikap menentang dari negara-negara sedang berkembang
terhadap konferensi Stockholm.76
Dengan adanya tantangan ini Sekjen Maurice Strong melakukan usaha-
usaha untuk mengatasi masalah tersebut dan mengadakan konferensi persiapan
yang diadakan di Swiss. Dalam konferensi persiapan tersebut disimpulkan bahwa
kerusakan lingkungan yang ada di negara berkembang dikarenakan tidak adanya
atau kurangnya pembangunan, meskipun dimensi itu tidak dinyatakan secara
eksplisit dalam nama konferensi pendapat ini meluluhkan tantangan dari negara-
negara berkembang.
Walaupun diperlkukan, pembnagunan haruslah memenuhi persyaratan
tidak merusakan lingkungan, maka berkembangkah konsep “decode velopment”
(pembangunan berwawasan lingkungan). Menurut konsep ini, pembangunan dan
kerusakan lingkungan tidaklah bertentangan.
Bahkan jika dinegara berkembang tidak ada pembangunan, lingkungan
tidak akan berkembang dan akan mengalami kemerosotan, misalnya yang telah
terjadi di daerah Sahel Afrika, terjadi over gracing (perumputan oleh ternak) dan
pebenangan pohon oleh pendudukan setempat untuk diambil kayunya, sehingga
terjadi penggurunan didaerah tersebut. Hal tersbeut dapat diatasi dengan
pembangunan sistem pertanian dan peternakan yang memperhatikan aspek-aspek
lingkungan.77 Dengan dimasukannya konsep ecodevelopment tersebut, tentangan
dari negara berkembang surut dan mereka bersedia ikut serta dalam konferensi
Stockholm.
76 Ibid. 77 Ibid., hlm 501
Namun setelah konferensi Stokholm diselenggarakan, sangat sedikit hasil-
hasil yang diimplementasikan konsep pembangunan berwawasan lingkungan pun
masih belum ditetapkan danakibatnya kerusakan lingkungan makin bertambah.78
Sementara itu berkembang pula isu mengenai perubahan iklim dan pemanasan
global, serta menurunnya tingkat keanekaragaman hayati. Karena masalah-
masalah tersebut bersifat global dan penyebabnya juga bersifat global,
penanganannya akan efektiof jika dilakukan secara global. Maka PBB
mensponsori kembali sebuah konferensi mengenai lingkungan hidup yang
diselenggarakan di Rio de Janeiro pada bulan Juni Tahun 1952.
2.The Earth Summit, Rio de Janeiro, 1992
Pada bulan Juni tahun 1992, PBB mensponsori sebuah konferensi tingkat
tinggi mengenai lingkungan hidup dan pembangunan (United Nations Conference
on Environment and Development) atau yang lebih dikenal dengan nama The
Earth Summit atau KTT Bumi Tema Sentral dalam KTT ini adalah pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development) dan melalui tema ini negara maju dan
negara berkembang sama-sama merasakan diperhatikan kepentingannya.
Konferensi ini dihadiri oleh 114 Kepala pemerintahan dan beberapa ribu
perwakilan lain, termasuk perwakilan dari PBB, pemerintahan, NGGOs dan
media massa. 79Harapan dilaksanakannya konferensi ini adalah bahwa konferensi
ini tidak hanya menjelaskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah
kemunduran lingkungan, merehabilitasi, ekosistem yang telah rusak, dan
78 Ibid., hlm 502. 79 Mitchell Beazley, Caring For the Earth : A Strategi for Survival (Reer Internasional
Book Ltd, 1993), hlm 152.
mempertinggi pembangunan, tetapi juga menjamin komitmen untuk menyediakan
dana untuk kegiatan-kegiatan tambahan dan meletakan dasar bagi terjadinya
reformasi di dalam sistem PBB.80
Isu pembangunan berkelanjutan mencuat setelah diumumkannya laporan
komisi dunia tentang lingkungan hidup dan pembangunan (World Commision on
Environment and Development/WCED) atau yang lebih dikenbal dengan nama
Komisi Bruntland, pada tahun 1987. Kepedulian terhadap lingkungan hidup
disatukan dalam konsep pembangunan dengan menjunjung bendera pembangunan
berkelanjutan. Sebagai sebuah tahap baru pertumbuhan ekonomi, masa depan
bersama untuk kemanusiaan hanya dapat dicapai dengan pembangunan
berkelanjutan.
Yang paling penting dari laporan komisi tersebut adalah dampak
politiknya. Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dengan cepat dapat
diterima oleh banyak pemimpin negara dan menjadi isu utama dalam percaturan
internasional. Di kalangan lembaga swadaya masyarakat dan masyarakt ilmiah,
pembangunan berkelanjutan mendapat perhatian yang besar pula. Tidaklah
mengherankan jika pembangunan berkelanjutan menjadi tema sentral dalam KTT
Bumi.
Dalam konferensi ini, negara maju memiliki kepentingan dalam
mengendalikan berbagai masalah lingkungan yang gawat, misalnya pemanasan
global dan perubahan iklim. Negara maju juga sangat membutuhkan Sumber Daya
Genetik yang terdapat di negara-negara sedang berkembang untuk pembangunan
80 Ibid.
industri mereka. Negara-negara lingkungan tersebut, misalnya dalam kasus
pemanasan global dan perubahan iklim, akan terjadi peningkatan intensitas dan
frekuensi badai, sehingga rata-rata negara seperti Bangladesh dan Filipina akan
menderita akibat bad ai yang akan sering menimpa mereka. Disamping itu,
pemanasan global dan perubahan iklim juga akan meningkatkan ketinggian air
laut. Negara-negara yang mempunyai daerah-daerah delta yang luas seperti Mesir
dan Bangladesh akan mengalami kerugian yang lebih besar dari kenaikan air laut
tersebut. Bahkan, beberapa negara juga terancam keberadaannya kalau permukaan
air laut terus naik. Negara-negara kecil Maladewa lama-kelamaan akan
tenggelam.81
Uraian diatas menunjukkan adanya saling ketergantungan antar negara
maju dan negara berkembang. Kesaling ketergantungan itu membuat KTT Rio
berbeda dengan KTT Stockholm. Di KTT Rio, negara berkembang mnempunyai
posisi tawar menawar, karena baik negara maju maupun negara berkembang
sama-sama merasa terancam oleh masalah lingkungan hidup. Terasa pula adanya
suasana urgensy untuk dapat berhasilnya KTT Bumi. Hal tersebut membuat kedua
kelompok negara tersbeut berkompromi.
Dalam konferensi ini dihasilkan 5 perjanjian utama yang beberapa tahun
lalu sangat sulit untuk dinegoisasikan. Dua diantara perjanjian tersebut adalah
perjanjian kerangka kerja. Dalam dua perjanjian ini, diatur prinsip-prinsip yang
lebih jelas apa saja tindakan yang harus dilakukan berdasarkan kerangka kerja,
protokol-protokol pengorientasian tindakan-tindakan tersebut akan segera
81 Ibid., hlm 505
dicocokan. Climate Change Conventaion/konvensi perubahan iklim ditanda
tangani oleh 154 negara, dimana konvensi ini ditujukan terutama untuk
memperlambat dan akhirnya penghentian global warming/pemasanasan global.
Kemudian, Biodiversity Convention yang ditandatangani oleh 153 negara yang
ditujukan untuk melindungi ekosistem dan species yang ada di bumi. Ke dua
konvensi ini perlu untuk diratifikasi oleh setidaknya 30 negara agar konvensi ini
dapat menghasilkan suatu perubahan yang nyata. Kemudian ke-3 perjanjian lain
yang berhasil dicapai dalam KTT Bumi ini adalah Deklarasi Rio, Agenda 21 dan
pernyataan prinsip-prinsip kehutanan/The Statement of Forest Principles.
Walaupun ke 3 perjanjian ini tidak mengikat, namun merupakan komitmen moral
yang mana pemerintah akan sulit untuk tidak memperhatikannya.82
Deklarasi Rio sebagai salah satu hasil dari KTT Bumi, menyerukan
pentingnya pembangunan berkelanjutan sebagai dasar kemitraan global yang
baru; sementara konvensi perubahan iklim dan keanekaragaman hayat, kemudian
prinsip tentang hutan dan Agenda 21, merupakan program-program yang disetujui
untuk dilaksanakan demi tercapainya pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu, ruang lingkup agenda 21 sangat luas karena mencakup
berbagai aspek, baik fisik maupun non-fisik. Agenda 21 merupakan rekomendasi
bagi langkah-langkah untuk menghadapi masalah lingkungan, termasuk
perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, pencemaran air dan udara,
penggundulan daratan, pengrusakan hutan, terkikisnya tanah, limbah beracun dan
lenyapnya cadangan ikan dan sumber laut lainnya. Agenda tersebut juga
82 Andrew Hurrel and Banedict Kingsbury, Op.Cit., hlm 204.
membahas tentang pola-pola mendasar dari pembangunan yang menyebabkan
tertekannya lingkungan, antara lain kemiskinan dan hutang luar negeri dari negara
berkembang, pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, tekanan
penduduk dan perekonomian internasional.83 Untuk menjamin diwujudkannya
Agenda 21 ke dalam tindakan, konferensi ini merekomendasikan pembangunan
satu komisi tingkat tinggi mengenai pembangunan berkelanjutan yang akan
berfungsi sebagai salah satu badan tambahan di Dewan Ekonomi dan Sosial
(ECOSOC).84
Komisi mengenai pembangunan berkelanjutan akan memantau kemajuan
dalam pelaksanaan Agenda 21. Komisi akan menerima laporan dan
pemberitahuan dari pemerintah mengenai kegiatan mereka dalam menggalakkan
pembangunan berkelanjutan dan juga dari organisasi-organisasi antar pemerintah,
seperti Bank Dunia dan lembaga-lembaga Swadaya masyarakat yang relevan,
termasuk dari para ilmuan dan sektor swasta.
3.Tindak Lanjut KTT Bumi, 1992
Perjanjian yang terjadi dalam The United Nation Framework Convention
on Climate Change (UNFCC) merupakan agenda dari The United Nation
Conference on Economic Developmentdi Rio de Janeiro pada belum Juni 1992.
Amerika Serikat merupakan negara peraktifikasi pertama perjanjian tersebut
bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada titik
tertentu, sehingga dapat mencegah pengaruh tidak baik yang mungkin
83 Michell Beazley, Op.Cit., hlm 152-153 84 Kantor Penerangan PBB, Pengetahuan Mendasar dari PBB, (Jakarta, UNIC, 1993),
hlm 143.
ditimbulkan akibat aktifitas manusia terhadap sistem iklim global. Kerangka kerja
konvensi menjadi dasar bagi kerjasama internasional untuk mewajibkan negara
industri maju menurunkan emisinya pada level 1990 pada tahun 2000.
Sejak kerangka kerja konvensi memasuki pembicaraan internasional, para
ilmuan terus menerus melaksanakan peringatan akan efek negatif perubahan iklim
global terhadap kehidupan manusia. Dikatakan bahwa akan terjadi perubahan
lingkungan hidup dan hal ini pun akan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi.
Melalui Intergoverment Panel on Climate Change (IPCC) yang menghadirkan
lebih dari 200 ilmuan, diperkirakan bahwa rata-rata suhu global akan meningkat.
Untuk menindaklanjuti KTT Bumi 1992, maka diadakan pertemuan persiapan
KTT Bumi + 5 yang berlangsung pada tanggal 6-17 Februari 1995 di New York.
Dalam pertemuan ini terjadi perdebatan sengit antara negara industri maju
(annex I) dengan negara-negara berkembang (non-Annex I)
Negara industri maju umumnya berpendapat bahwa target Rio, yang
menginginkan pengurangan semisi Co2 sebesar 5% pertahun, tidaklah cukup
mencegah jumlah signifikasi CO2 di atmosfer untuk menghambat pemanasan
global. Negara-negara penghasil minyak yang tergabung di dalam OPEC, seperti
Rusia dan Cina berpendapat bahwa target Rio terlalu muluk, sedangkan Amerika
Serikat berjanji akan menekan negara peserta yang masih enggan berkomitmen
untuk mengurangi emisinya sebelum tahun 2000.
4. KTT Kyoto, Jepang 1997
KTT Kyoto yang diselenggarakan pada tanggal 1 – 10 Desember 1997,
Merupakan pertemuan yang diadakan khsusu untuk membahas pemanasan global
dan dampaknya secara global. Sebelum KTT Kyoto (COP 3) ini berlangsung,
sudah diadakan pertemuan-pertemuan sebelumnya, yaitu COP 1 di Berlin,
Jerman, tahun 1995, dan COP 2 di Jenewa Swiss, tahun 1996. COP 3
menghasilkan Protokol Kyoto sebagai kesepakatan bersama antara negara-negara
untuk memperlambat terjadinya kenaikan suhu bumi dengan mengurangi emisi
CO2 sebesar 5,2 %. Ketiga Konferensi ini akan dibahas lebih mendalam di sub
bab selanjutnya.
D. Konferensi Menjelang Terbentuknya Protokol Kyoto
1. Conference on Parties I, Berlin 1995
COP I negara peratifikasi UNFCCC dibuka secara resmi oleh sekretaris
eksekutif konvensi, Michael Zammit Gutajen do Berlin Jerman. Konferensi yang
berlangsung 28 Maret sampai 7 April 1995 ini akan membahas komitmen negara
maju dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya CO2, COP I bertujuan
untuk mendiskusikan kemajuan yang didapat dari kerangka kerja konvensi tentang
perubahaniklim (The United Framework Convention on Climate
Change/UNFCCC) yang ditanda tangani dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro pada
tahun 1992. COP I dihadiri oleh 170 delegasi yang berasal dari delegasi negara-
negara, organisasi non pemerintah dan organisasi antar pemerintah.85 Ketika para
anggota konvensi mengadakan konferensi yang pertama diBerlin ini. COP
membentuk sebuah kelompok Ad Hoc (Adhoc Group on Berlin mandate. A
GBM) yang ditugasi menyiapkan sebuah protokol tentang penurunan emisi gas
85 World News, UNEP Industry and Environment, April-September 1995, hlm 109-110
rumah kaca. Namun selama beberapa hari, konferensi berlangsung, COP I masih
belum mengadopsi masalah utama yaitu dihasilkannya protokol pengurangan
emisi CO2 oleh negara-negara industri maju.
Seperti negoisasi-negoisasi internasional lainnya, kesepakatan akhir yang
akan dicapai dalam COP I menyimpan beberapa pandangan yang berbeda COP I
diselenggarakan terutama untuk membahas komitmen negara-negara maju dalam
mengurangi gas rumah kaca. Tetapi negara-negara maju tidak ingin memberikan
komitmennya dalam bentuk protokol yang mengikat pada pertemuan ini.
Walaupun tidak menghasilkan protokol pengurangan emisi CO2, COP I
menghasilkan mandat Berlin mellaui konsensus. Mandat Berlin merupakan suatu
proses untuk memungkinkan negara-negara peserta mengambil langkah tepat
dalam periode setelah tahun 2000. Termasuk juga menekankan komitmen negara
annex I untuk menurunkan emisinya. Beberapa hal penting dari COP I Berlin
antara lain adalah dihasilkannya fase percobaan bagi Joint Implementation,
dimana suatu negara menanamkan modal dalam suatu proyek penurunan emisi
gas rumah kaca (efisiensi energi) di negara lain jika proyek ini berhasil
mengurangi emisi gas rumah kaca maka negara pemilik modal tidak berhak
mendapatkan penghargaan selama fase percobaan masih berhubungan dengan
joint implementasi adalah dihasilkannya alih teknologi bagi negara berkembang
mengurangi emisi gas rumah kacanya seiring dengan pertumbuhan ekonomi
negara berkambang.
Konvensi menuntut negara maju untuk mengambil langkah-langkah
seperti mempromosikan, memajukan dan membantu proses langkah-langkah
teknologi beserta perdanaannya kepada negara berkembang. Selain itu, pada COP
1 ini ditentukan sekretariat tetap konvensi. Tujuannya adalah untuk memudahkan
pelaksanaan alih teknologi yang efektif dan menyuarakan kepentingan lingkungan
hidup sekaligus tidak menghambat proses perekonomian negara maju. Sesuai
dengan kesepakatan negara peserta konferensi maka kota Bonn, Jerman
ditetapkan sebagai sekretariat tetap konvensi.
Seperti negoisasi internasional lainnya, perjanjian akhir yang dicapai
dalam konferensi di Berlin ini menyimpan beberapa pandangan yang berbeda.
Beberapa negara maju ingin pertemuan berjalan lebih jauh dan menyetujui target
mengikat pengurangan emisi gas rumah kaca dengan cepat.
Jalannya konferensi banyak pemanasan global karena industri banyak
menggunakan bahan-bahan yang menghasilkan energi dan aktivitasnya juga
menghasilkan emisi gas rumah kaca. Implementasinya konvensi perubahan iklim
mempunyai implikasi penting bagi sektor industri.
COP 1 ditandai oleh banyaknya perhatian dari kelompok industri yang
mendukung konvensi dan ingin melihat kemajuan atas usaha joint implementation
yang dipandang mampu menurunhkan emisi mereka. Hal ini mengekspresikan
perhatian kelompok industri terhadap seputar dampak yang ditimbulkan
perubahan iklim terhadap kelanjutan industri di masa depan. Dengan kaca serta
dampak potensial pada iklim dunia menuntut solusi internasional yang egektif.
Mandat Berlin merupakan langkah awal dari proses negoisasi selama 2
tahun untuk menghasilkan suatu protokol yang lebih spesifik, secara legal
mengikat target dan waktu untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dalam
kerangka waktu yang spesifik pula. Setelah konferensi di Berlin maka untuk
penyempurnaan langkah berikutnya setelah disusun dengan COP II yang
berlangsung di Jenewa, Swiss.
2. Conference of Parties II, Jenewa, 1996
COP II diadakan di Jenewa pada tanggal 08-19 Juli 1996. Turut ambil
dalam petemuan tersebut wakil dari pemerintah, organiasi antar pemerintah dan
juga organisasi non pemerintah.86 COP II merupakan suatu kesempatan bagi
negara-negara untuk membuat keputusan mengenai aktivitas perlindungan
masalah perubahan iklim di masa yang akan datang pada tingkat nasional dan
internasional. Ada beberapa faktor yang menentuukan keberhasilan COP II yang
harus dilakukan oleh negara-negara Annex I dalam mengurangi emisi yaitu
pertama, COP II pada akhirnya khusus mengadopsi seluruh prosedur peraturan-
peraturan. Kedua, harus segera diambil keputusan yang penting mengenao
dampak kebijakan dari IPCC Second Assesment Report. Ketiga, COP II harus
memutuskan bahwa negara-negara annex I yang diproyeksikan pada tahun 2000
mengurangi emisinya di bawah level tahun 1990 harus segera melakukan
tindakan-tindakan penting pada level nasional.87
3. Conference of Parties III, Kyoto, 1997
86 “The Kyoto Protokol ; State Agreement”, dalam www. State. Gov
/www/global/oes/earth.html. diakses 6 Maret 2006
87 Ibid.
COP III kembali diadakan pada tanggal 01-10 Desember 1997 dan dihadiri
oleh perwakilan 170 negara. Yang menjadi topik bahasan dalam konferesi ini
masih mengenai pemanasan global dan upaya-upaya untuk mengatasinya.
Tujuan dari COP III adalah memenuhi amanat mandate Berlin. Konferensi
ini merupakan ajang pertemuan yang menegoisasikan protokol penurunan emisi
sehingga pertemuan baru dinilai berhasil bila mampu menghasilkan suatu
protokol. COP III menghasilkan sebuah protokl yaitu protokol Kyoto sebagai
kerangka kerja internasional untuk menentukan target peurunan emisi gas rumah
kaca. Protokol Kyoto bersifat mengikat negara-negara mengenai pengurangan
emisi CO2 sebesar 5,2 %. Protokol ini mencakup diantaranya mengenai masalah
penetapan mekanisme joint implementation diantara negara industri dan negara
berkembang yang menginginkan pembangunan berkelanjutan serta mendukung
dan utama protokol Kyoto.88
Pertemuan di Kyoto mempunyai arti penting bagi AS karena menyangkut
kepentingan utama AS. Berdasarkan ilmu pengetahuan dan konsensus
internasional, AS datang ke Kyoto dengan 2 tujuan. Pertama untuk memenuhi
target dan kerangka waktu pengurangan emisi gas rumah kaca diantara negara-
negara industri dengan menerapkan mekanisme pasar. Kedua AS menuntut
partisipasi negara berkembang dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.89
Sebelum UNFCC di Kyoto dimulai, kebanyakan negara peserta akan
mengumumkan posisi apa yang mereka inginkan untuk dibawa ke negoisasi.
Dalam hal ini AS mengumumkan proposalnya yag dinyatakan dalam pidato
88 Ibid. 89 Ibid
Presiden Clinton pada tanggal 22 Oktober 1997 di National Geographic Society di
Washington.
AS menyatakan akan mengurai emisi karbondioksida pada level 1990
untuk tahun 2008-2012 dan pengurangan selanjutnya akan menyusul 5 tahun
kedepan. Pemerintah AS merencanakan $5 juta untuk Research and Development
(R&D), pajak, standar efisiensi energi, insiatif energi pemerintah federal, serta
sistem perdagangan emisi secara nasional & internasional.
Isu yang dibahas dalam COP III ini tidak hanya soal pengurangan emisi,
karena ada masalah-masalah lain yang di bicarakan dalam referensi ini seperti
masalah administrasi prosedural, keuangan, alih teknologi, dll.
BAB IV
MEMAHAMI USAHA INTERNASIONAL UNTUK MENGHAMBAT
PEMANASAN GLOBAL MELALUI PROTOKOL KYOTO DENGAN
PENOLAKAN AMERIKA SERIKAT
A. Implementasi penolakan Amerika Serikat dalam Protokol Kyoto
1. Statement resmi terhadap Protokol Kyoto.
Suatu penanganan bersama telah terbentuk pada tahun 1997 di Kyoto,
Jepang, dimana sebelumnya telah diadakan pertemuan-pertemuan antar aktor
untuk membicarakan lebih lanjut masalah pemanasan global.
Seperti yang diadakan di NewYork yang lebih dikenal dengan KTT Bumi
+5 pada bulan Juni 1997 dan Conference on Parties I di Bonn, Berlin, Jerman
pada bulan November 1995. Pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh wakil-wakil
negara-negara berkembang ini tidak menunjukkan adanya kemajuan. Pertemuan-
pertemuan yang diadakan tidak menghasilkan kesepakatan bersama yang dapat
dijadikan sebagai aturan yang mengikat negara-negara anggotanya. Negara-negara
besar seperti Amerika Serikat masih mengutamakan kepentingan nasionalnya
sehingga Amerika Serikat masih bersikap untuk menolak seruan negara-negara
Eropa dan negara berkembang untuk mengurangi emisi karbondioksidanya.
Pada awalnya, Amerika Serikat dalam KTT Bumi di markas PBB, New
York, yang diwakili oleh Presiden Bill Clinton menolak untuk mengikuti
kesepkatan dengan negara-negara lain untuk mengurangi kadar emisi
karbondioksida bumi. Clinton hanya dapat berjanji bahwa ia akan berusaha untuk
meyakinkan masyarakat negaranya bahwa pemanasan global yang berakibat pada
perubahan iklim sudahlah nyata dan tidak dapat diselesaikan hanya dengan teori-
teori alam yang ada.
Amerika Serikat sebagai negara adidaya merupakan negara industri yang
mengeluarkan emisi karbondioksida terbesar dibandingkan dengan negara-negara
lainnya di dunia. Dengan jumlah populasi penduduk hanya 4% dari populasi
dunia, Amerika Serikat menyumbangkan emisi lebih dari 30% dari emisi total
yang diproduksi negara-negara didunia. Dan hal ini diakui oleh Clinton dalam
KTT Bumi di New York pada bulan Juni 1997.90 Maka dari itulah clinton hanya
dapat berjanji bahwa beliau akan berusaha membawa komitmen Amerika Serikat
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam konferensi Kyoto bulan Desember
1997.91 Dengan hanya berjanji mengandung suatu arti bahwa Amerika Serikat
belum mau terikat pada pengurangan emisi karbondioksidanya sebesar 7% selama
10 tahun terhitung dari kadar emisinya pada tahun 1990-an.
Sikap Amerika Serikat ini bertolak belakang dengan sikapnya pada saat
diadakan KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dimana pada saat itu
Amerika Serikat berjanji untuk menstabilkan emisi karbondioksidanya pada level
tahun 1990 sampai 2000. Namun pada kenyatannya Amerika Serikat mengingkari
komitmen yang sudah dibuatnya sendiri, karena lima tahun setelah KTT di Rio de
Janeiro tersebut, emisi karbondioksida Amerika Serikat naik menjadi 15% lebih
banyak.
90 “Anggap Tidak Adil dan Merugikan Ekonomi, Amerika Serikat Tanggalkan Protokol
Kyoto 1997”, Media Indonesia, 30 Maret 2001 91 Ibid
Sikap Amerika Serikat dalam KTT New York ini mendapat banyak
kecaman dari negara-negara anggota konferensi lainnya seperti negara-negara
Eropa yang sudah bersedia untuk mengurangi emisi karbondioksidanya sampai
15% pada tingkat 1990 sebelum 2010.92
Penolakan Amerika Serikat terhadap Protokol Kyoto yang dianggapnya
“cacat” memang cukup merepotkan banyak pihak. Dalam situasi kecemasan dunia
akan bahaya yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, Amerika Serikat justru
menolak untuk menerima dan meratifikasi Protokol Kyoto. Penolakan Presiden
Bush atas Protokol Kyoto tersebut memanglah sangat tidak mengejutkan, bila
melihat arah kebijakan lingkungannya.
Statement resmi Amerika Serikat dikeluarkan Presiden George W. Bush
pada tanggal 28 Maret 2001 melalui juru bicara Gedung Putih, Ari Fleisher,
mengumumkan bahwa Amerika Serikat hendak meninggalkan Protokol Kyoto.
Berikut kutipan pernyataan Presiden George W. Bush melalui juru bicaranya :
“ I oppose The Kyoto Protocol because it exempts 80 percents of
the world, including major population centres such as China and
India, from compliance, and world cause serious harm to the
Unites States economy”.93
Secara garis besar penolakan Amerika Serikat atas Protokol Kyoto didasarkan
atas 6 alasan utama, yaitu :
1. Jika Amerika Serikat harus mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai
dengan ketentuan Protokol Kyoto, maka akan berdampak negative bagi
92 “Clinton Dikecam NGO INternasional”, Kompas, 28 Juni 1997 93 “State Leave Behind the Kyoto Protocol” dalam Http ://www.cseindia.org/html/au4.
diakses 6 Maret 2006
ekonomi Amerika Serikat. Khususnya pengurangan emisi gas rumah kaca
akan memperlambat pertumbuhan ekonomi, karena Amerika Serikat harus
mengurangi produksi industrinya, hal ini dapat menyebabkan
pengangguran, dan harga barang-barang konsumsi naik. Selain itu juga
dikatakan bahwa penggantian pembangkit energi dari batubara menjadi
gas akan sangat mahal.
2. Tidak masuk diakal Negara berkembang besar seperti China dan India yang
termasuk mengemisi Gas Rumah Kaca cukup besar, tidak diharuskan
mengurangi emisinya dalam Protokol Kyoto. Amerika Serikat mengaggap
bahwa negar-negara tersebut juga ikut andil dalam peningkatan suhu
global.
3. Protokol Kyoto adalah cara mengatasi masalah perubahan iklim global
yang tidak adil dan tidak efektif
4. CO2 menurut Undang-Undang Amerika Serikat, “Clean Air Act” tidak
dianggap sebagai pencemar sehingga secara domestic tidak perlu diatur
emisinya.
5. Kebenaran Ilmiah Perubahan iklim dan cara-cara untuk memecahkan
persoalannya didukung oleh pemahaman ilmiah yang terbatas.
6. Target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca tidak berdasarkan
pertimbangan sains yang cukup. Amerika Serikat, berdasarkan Protokol
Kyoto diharuskan mengurangi emisi sebanyak 7% dari tingkat emisi tahun
1990.
2. Pakta Lingkungan Baru.
Menengok kembali riwayat Protokol Kyoto yang mana tercatat bahwa
Amerika Serikat tetap menarik diri. Setelah itu Amerika Serikat selalu menjadi
sasaran ancaman kecaman dunia yang merisaukan bumi yang semakin panas
sehingga gunung-gunung es dikawasan kutub meleleh, tingginya permukaan air
laut serta perubahan cuaca dan iklim dunia.
Semakin tak menentunya iklim dunia dan efek dari pemanasan global yang
ditimbulkan Amerika Serikat beserta enam Negara lainya, menyepakati pakta
kerja sama lingkungan dikawasan Asia-Fasifik untuk mengembangkan teknologi
energi yang lebih bersih dan menangani persoalan lingkungan.
Enam Negara tersebut, selain Amerika Serikat yang menjadi pemimpin,
adalah China, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan India. Kesepakatan yang
disebut dengan “The Asia-Pasific Partnership on Clean Development and
Climate” itu berupaya mencari teknologi yang lebih baru, yang bias
meminimalisasi pengaruh rumah kaca sehingga tidak merugikan perkembangan
perekonomian di masa mendatang.94
Keenam Negara, yang mayoritas tergolong sebagai Negara industri dan
penyumbang polusi terbesar di dunia, itu dalam kesepakatan bersama secara
94 “Pakta Lingkungan Baru AS cs Tak Mau Saingi Protokol Kyoto”, Kompas, 29 Juli
2005., hal 1
tertulis menyatakan, mereka akan mencari jalan untuk menangani isu-isu energi,
perubahan iklim, dan polusi udara dalam paradigma perkembangan ekonomi.
Kesepakatan ini diyakini akan membuka berbagai kemungkinan untuk
pengembangan, penggunaan, dan penciptaan teknologi yang lebih efisien,
termasuk misalnya nuklir, angin, dan tenaga surya.
Pakta baru ini telah disepakati pada tanggal 28 Juli 2005 setelah
berlangsungnya acara ASEAN Ministerial Meeting ke-38 di Vientiane, Laos.
System dan mekanisme yang lebih jelas dibicarakan di Adelaide, Australia pada
bulan November 2005 atau tepatnya sebelum konferensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang perubahan iklim global yang digelar di Kanada.95
Para anggotanya juga beranggapan bahwa pakta lingkungan baru ini
merupakan win-win solution bagi semua Negara, baik untuk Negara berkembang
maupun Negara maju. Namun kerjasama lingkungan yang baru ini memunculkan
kekhawatiran, hal tersebut akan menyaingi kesepakatan-kesepakatan yang telah
terjadi melalui Protokol Kyoto. Bahkan muncul tudingan bahwa keenam Negara
yang menjadi anggota pakta lingkungan tersebut mencoba untuk mengalihkan
perhatian dan menghindari persyaratan yang telah ditetapkan Protokol Kyoto.
Seperti yang diketahui bersama, selama ini Amerika Serikat dan Australia
termasuk dalam dua Negara maju yang menolak ratifikasi Protokol Kyoto dengan
alasan, Protokol Kyoto akan membatasi perkembangan perekonomian di kedua
Negara tersebut. Protokol Kyoto mensyaratkan agar emisi gas rumah kaca bias
dikurangi hingga kurang dari 5,2 persen. Sebaliknya China dan India telah
95 Ibid.
meratifikasi Protokol Kyoto, namun sebagai Negara berkembang mereka tidak
harus memenuhi kewajiban dalam fase pertama Protokol Kyoto yang berakhir
tahun 2012.
Kecaman terhadap pakta lingkungan ini juga datang dari para aktivis
lingkungan di Australia yang menurut mereka sangat mementingkan diri sendiri
dan menutupi kegagalan pemerintah Australia meratifikasi Protokol Kyoto. Uni
Eropa juga ikut meragukan pakta lingkungan yang dipelopori Amerika Serikat
yang berupaya mengembangkan teknologi energi bersih demi mengatasi
pemanasan global. Uni Eropa menilai, teknologi energi bersih tidak akan cukup
untuk mengatasi pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Pakta ini juga
tidak dapat menggantikan Protokol Kyoto, karena hal ini hanya sekedar
pelengkap. Uni Eropa berkeyakinan perubahan lingkungan hanya bias ditangani
oleh rezim global dan dalam konteks global. Namun mereka juga menyambut
baik pakta itu, munculnya pakta ini telah menunjukan adanya kesadaran akan
pentingnya Negara-negara di dunia mengatasi pemanasan global.96
B. Implikasi Penolakan Amerika Serikat Terhadap Lingkungan Hidup.
1. Tidak Bulatnya Komitmen Dunia.
Negara maju maupun negara berkembang memiliki pendangan yang
berbeda dalam menghadapi isi pemanasan global. Oleh sebab itu negara meju dan
negara berkembang memiliki kebijakan yang berbeda pula dalam mencari
kesepakatan bersama terutama mengenai masalah distribusi, masalah biaya.
96 “Pemanasan Global EROPA MERAGUKAN PAKTA LINGKUNGAN BARU”,
Kompas, 30 Juli 2005, hlm 9
Negara maju mengaggap bahwa negara-negara berkembang turut andil dalam
meningkatkan suhu global, terutama negara-negara di Asia seperti Taiwan, Korea
Selatan dan Cina. Untuk itulah mereka menuntut suatu pembagian biaya yang
adil. Sedangkan berpendapat bahwa kerusakan lingkungan hidup adalah akibat
dari aktivitas industri negara-negara maju. Pada awalnya, negara-negara
berkembang berada di posisi yang tidak mengutungkan. Namun setelah konferensi
Stockholm 1972, posisi negara-negara berkembang berubah secara substansian.
Posisi negara-negara berkembang menjadi lebih kuat dalam usahanya melindungi
lingkungan hidup dan juga pergerakan pola pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan.
Dengan posisi yang menguntungkan ini, negara-negara berkembang
memanfaatkannya dengan mengeluarkan suatu tuntutan pada negara-negara maju
terutama dalam pembagian biaya yaitu, pertama, negara berkembang menuntut
negara maju yang seharusnya mempunyai inisiatif pertama dalam menghadapi
ancaman lingkungan global. Kedua, negara berkembang menuntut negara maju
untuk menyediakan bantuan bagi negara-negara untuk menutup biaya yang
diperlukan untuk melakukan suatu tindakan dalam mengatasi ancaman global.
Ketiga, negara berkembang meminta supaya tidak terlalu dilibatkan dalam
masalah-masalah lingkungan di negara mereka yang secara tidak langsung
mempengaruhi negara-negara maju.97
Perdebatan tidak hanya terjadi antara negara maju dan negara berkembang
tetapi perdebatan juga terjadi antar negara maju. Perdebatan itu terjadi seputar
97 Andrew Hurrel & Benedict Kingsbury..The Intenasional Politics of Environment :
Actor, Interest and Situation, (Clarendon Press, Oxford. 1992).hlm 40
masalah pembagian biaya dalam melakukan suatu hal tindakan bersama antar
negara maju.98 Kemudian timbul suatu kesadaran bahwa yang diperlukan
sebenarnya adalah suatu kerjasama antar negara bukanlah hanya perdebatan-
perdebatan saja. Namun sayangnya hal ini juga mendapat hambatan karena
meskipun kesadaran kerjasama antar negara-negara berkembang dan negara maju
muncul atau itu timbul, tetap saja ada hambatan yang menghalangi terjadinya
suatu kerjasama yang lebih baik lagi. Negara-negara berkembang mengajukan
persyaratan bahwa negara-negara berkembang mau bekerja sama dengan negara
maju dalam mengurangi emisi karbondioksida di atmofer sepanjang perjanjian
kerjasama itu tidak terlalu mengikat negara berkembang.99 Hal ini dapat
disebabkan karena setiap negara memiliki kepentingan nasional yang ingin
mereka capai.
Setelah konferensi Stockholm 1972, negara-negar maju terus bergerak
dengan peningkatan industri dan transportasinya dengan laju yang tinggi.
Pencemaran semakin meningkat dan dampaknya sudah tidak lagi bersifat lokal
melainkan global.
Demikian pula setelah KTT Bumi 1992, masalah lingkungan hidup
semakin bertambah. Konferensi yang semula diharapkan mampu mengurangi
masalah pada lingkungan hidup global justru tidak sama sekali membawa hasil
yang maksimal. Negara-negara industri terus melakukan pembangunan di segala
bidang tanpa menghiraukan keselamatan lingkungan hidup global. Kesepakatan
yang dicapai yang dalam konferensi di Stockholm maupun KTT Bumi telah
98 Ibid. hlm 306. 99 Ibid., hlm 307
dilanggar oleh negara-negara maju yang tak lain hany untuk mengejar
kepentingannya sendiri, terutama bagi kemajuan perekonomian negara-negar
tersebut.
Memasuki era pasar bebas ( Free Trade Area) ini, secara tidak langsung
setiap negar akan berusaha untuk bertahan supaya negaranya dapat bersaing
secara ekonomi dengan negara lain. Pasar bebas membuat negar-negar akan
meningkatkan aktivitas ekonominya tanpa harus dipungkiri bahwa untuk meraih
perekonomian yang lebih baik lagi, seringkali mereka mengabaikan keseimbangan
lingkungan hidup. Persaingan ekonomi membuat negara maju dan negara
berkembang melakukan apapun untuk meningkatkan perekonomian mereka tanpa
dimbangi dengan kesadaran lingkungan.
Perekonomian yang semakin liberal, membuat negara-negara harus siap
bersaing secara bebas untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional negaranya.
Sehingga dalam era pasar bebas ini terdapat kompetisi dan konflik. Pasar bebas
membuat negar-negara bebas melakukan apa saja untuk mempertahankan
eksistensi perekonomian negaranya. Kompetisi dapat didefinisikan sebagai
kemampuan negara untuk memperoleh banyak keuntungan dalam industri. Dalam
suatu kerjasama tidak jarang pula terjadi suatu konflik dimana suatu negara
mempertahankan kepentingan ekonominya terhadap negar lain. Benturan
kepentingan ini membuat negar-negara menyadari perlu adanya suatu aturan yang
harus dipatuhi bersama.
Untuk itulah kemudian dibentuk General Agreement on Tarrifs and Trade
(GATT) pada tahun 1947. disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangn
bahwa hubungan antar negara dibidang ekonomi dan perdagangan harus
dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan
kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan, pemanpaatan
sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas produksi serta pertukaran
barang. Namun meskipun sudah dibentuk GATT masih terdapat masalah yang
selalu mengancam kelancaran dan ketertiban perdagangan internasional yang
tidak hanya efisien dan efektif tetapi juga adil (Fair Trade), yakni karena masi
terjadi ketidakpatuhan negara-negara (terutama negara-negara dengan
perekonomian yang kuat) terhadap ketentuan GATT.
Dalam tahun-tahun berikutnya berbagai tambahan dan penyempurnaan
telah dilakukan melalui berbagai perundingan yang biasa disebut putaran
perundingan (Round). Putaran terakhir diselenggarakan di Uruguay sehingga
putaran ini terkenal dengan nama Uruguay Round (1986-1994). Putaran terakhir
ini mengahasilkan suatu perjanjian pembentukan organisasi perdagangan yang
dinamakan WTO ( World Trade Organization) pada tahun 1995. berdirinya WTO
merupakan suatu jawaban akhir dari perdebatan negara mengenai keefektifan dan
keefesienan GATT. Bahkan beberapa peraturan GATT diintegrasikan ke dalam
salah satu perjanjian yang merupakan Anex perjanjian WTO yakni Multilateral
Agreement on Trade in Goods. WTO didirikan dengan maksud bahwa kegiatan-
kegiatan ekonomi negara-negara anggota harus dilaksanakan dengan maksud
untuk meningkatkan standart hidup, menjamin lapangan kerja sepenuhnya,
peningkatan penghasilan nyata, memperluas produksi dan perdagangan barang
dan jasa. Dengan penggunaan optimal sumber-sumber daya dunia sesuai dengan
tujuan pembangunan berkelanjutan sebagai organisasi perdagangan internasional
WTO pun memiliki perhatian terhadap lingkungan hidup. Bagi WTO ada
hubungan antar perdagangan dan lingkungan hidup. WTO menghadapi suatu
tantangan tersendiri dengan menigkatnya secara kompleks hubungan antara
kebijakan perdagangan dan lingkungan hidup. WTO tidak menghalangi
pemerintah suatu negara yang berusaha melindungi lingkungan hidup dari
perusakan yang dihasilkan dari produksi dan konsumsi produk yang diproduksi
yang melewati batas negar-negara. Beberapa prinsip dasar WTO juga dihasilkan
dan disesuaikan dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Perlu diambil suatu tindakan untuk mencapai tujuan perubahan iklim.
Bagaimanapun fleksibilitas WTO hanya memperpanjang peraturan-peraturan
produk-produk domestik yang diproduksi, produk import dan proses domestik.
Tetapi aturan-aturan ini tidak mencakup tindakan-tindakan yang berhubungan
dengan proses produksi bagi negara pengekspor. Jika sebuah produk yang di
impor ke sebuah negara telah di produksi melalui sebuah proses yang
menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih banyak dianggap dapat menerima
menurut peraturan yang dibuat negara pengimpor, hal ini dapat diperlukan secara
berbeda dengan produsi sejenis yang merupakan produk domestik semata-mata
hanya karena proses yang dilakukan dalam pengerjaan barang tersebut. Hal ini
hanyalah merupakan salah satu aturan WTO yang mengatur perdagangan antar
negara yang dikaitkan dengan lingkungan hidup. Peraturan WTO seharusnya
dapat diterapkan tanpa mengorbankan lingkungan sehingga kerjasama
internasional dan perlindungan lingkungan dapat dilaksanakan tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip perdagangan dan hak-hak.
2. Ekologi Lingkungan Hidup akan Semakin Terancam
Penolakan Amerika Serikat terhadap pelaksanaan Protokol Kyoto
membawa implikasi yang sangat besar terhadap usaha dunia internasional yang
berupaya untuk meminimalisir pemanasan global. Penolakan ini akan
mengurangi target maksimum yang dicanangkan oleh Protokol Kyoto. Hal ini
tentu akan mengakibatkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang
diakibatkan tingginya jumlah emisi gas rumah kaca diatmosfer.
Pemanasan global akan membawa dampak terjadinya perubahan iklim,
yang mempengaruhi kehidupan di bumi, seperti meningkatnya curah hujan di
sebagian belahan bumi sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan
belahan bumi yang lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan
disebabkan adanya kenaikan suhu.100
Seperti diketahui, pemanasan global disebabkan oleh pelbagai pencemaran
yang kompleks. Kontributur pemanasan global terbesar adalah karbondioksida,
nitrogendioksida, metana dan chorofluorkarbon (CFCs). Meningkatnya
konsentrasi ketiga gas pertama sebenarnya merupakan konsekuensi dari
pertambahan penduduk bumi. Sedangkan meningkatnya konsentrasi gas terakhir,
semata-mata karena meningkatnya kebutuhan tersier manusia, seperti alat
pendingin (kulkas), AC, plastic dan lain-lain. Padahal dalam jangka panjang gas
CFC inilah yang sangat membahayakan. Gas ini mengakibatkan efek rumah kaca
100 Makalah Perubahan Iklim dan Pemanasan Global, LSM PELANGI Indonesia, hlm 12.
seperti halnya karbondioksida yang menjadi factor utama timbulnya pemanasan
global. Selain itu, gas ini juga menghancurkan lapisan ozon di stratosfer yang
berfungsi menahan sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari.
Dewasa ini pelbagai upayatelah dilakukan untuk menghentikan pemakaian
gas CFC tersebut, namun kepentingan beberapa gelintir perusahaan multinasional
tampaknya jauh lebih berpengaruh di berbagai forum dunia dibandingkan
kepentingan sebagian besar umat manusia.
Kenyataannya memang mendukung, betapa Negara-negara berkembang
banyak yang kurang peduli terhadap masalah lingkungan. Pembangunan industri
di Negara berkembang yang masyarakatnya belum well concerned terhadap
pencemaran, telah mengdegradasikan kualitas lingkungan hidup secara pasif.
Perbagai industri, pabrik dan industri perkayuan (penebangan hutan) telah
mengakibatkan kerusakan lingkungan secara global.
Bagi Negara-negara maju, kerusakan hutan tropis di Negara-negara
berkembang sangat menghawatirkan. Sebeb hutan tropis dianggap sebagai paru-
paru yang mampu mensirkulasikan dan mentransformasikan karbondioksida
menjadi oksigen. Bila hutan tropis hancur, maka bisa dibayangkan seluruh dunia
akan terkena dampaknya. Dewasa ini, menurut World Bank, tiap tahun 10 sampai
20 juta hektar hutan tropis hancur. Padahal, hutan tropis merupakan ekosistem
yang amat penting bagi bumi. Sebagian besar mahluk hidup di bumi berada di
hutan tropis. Bila keadaan demikian terus dibiarkan maka diperkirakan pada abad-
21 hutan tropis akan lenyap dari muka bumi. Saat ini di dunia hanya Brazil dan
Indonesia yang mempunyai hutan tropis yang laus, namun hutan tropis di kedua
Negara it uterus berkurang.101 Bias kita bayangkan, seandainya hutan tropis
musnah maka tidak hanya global warming yang semakin menjadi, tapi juga
biodiversitas (keanekaragaman hayati) akan musnah, seperti kita ketahui, hutan
tropis merupakan tempat kehidupan lebih dari 70 % jenis species yang ada di
bumi. Bila hutan tropis musnah berarti sama dengan kiamat sebagian besar
mahluk hidup. Padahal, berdasarkan system ekobiologis, tiap species sebenarnya
merupakan mata rantai kehidupan yang tidak bias dipisahkan satu sama lain. Bila
mata rantai itu putus, niscaya bahaya akan terjadi pada manusia. Jarring-jaring
produsen makanan untuk manusia pun akan terputus. Dunia akan dilanda krisis
pangan yang parah.
Perubahan iklim akibat pemanasan global bias menggiring jutaan species
hewan dan tumbuhan di dunia menuju kepunahan pada tahun 2050, suatu
kematian missal seperti dinosaurus punah. Selain itu, berdasarkan studi atau
penelitian yang dimuat jurnal Nature dikatakan bahwa seperempat hewan dan
tumbuhan yang hidup di daratan akan musnah, bila polusi dan efek rumah kaca
akibat gas buangan telah membentuk semacam selimut di atmosfer yang
menghalangi panas keluar dari bumi, dan mengakibatkan perubahan iklim.
Dalam laporan berjudul “Resiko Kepunahan Karena Perubahan Iklim”,
para ilmuan mendeskripsikan penelitian mereka terhadap enam wilayah yang kaya
keanekaragaman hayati yang mewakili 20 % wilayah daratan bumi. Menggunakan
model computer, para peneliti menstimulasikan bagaimana sekitar 1.103 species
termasuk berbagai tumbuhan, mamalia, reftil, burung, katak, kupu-kupu, dan
101 Hadi S. Alikondra “Global Warming dan Ambisi Kekuasaan”, Suara Pembaruan, 14
Mei 2000.
berbagai macam hewan yang tak bertulang belakang akan terpaksa berpindah
karena perubahan iklim dan suhu. Mereka ingin melihat bagaimana kemampuan
hewan dan tumbuhan itu bertahan atau berpindah menghadapi perubahan iklim,
baik pada tingkat minimum, sedang, atau maksimum. Adapun data perubahan
suhu dan perkiraannya diperoleh dari Intergovermental Panel on Climate Change.
Hasilnya menunjukan sekitar 15-37 % species di wilayah yang diteliti
Australia, Brazillia, Eropa, Mexico, Afrika Selatan, dan Costa Rica akan punah
karena perubahan iklim, dalam jangka waktu sekarang hingga tahun 2050.102
Selain itu, species yang bertahan tidak akan memiliki lagi habitat yang
nyaman sementara sebagian lain harus bermigrasi cukup jauh untuk memperoleh
tempat yang lebih mendukung hidupnya. Padahal banyak species memiliki
keterbatasan dalam kemampuan beradaptasi sehingga bila iklim terus berubah,
maka mereka akan punah.
Species-species yang terancam punah antara lain pelbagai tumbuhan di
Amazon, Kupu-kupu Australia, Elang Imperial Spanyol, Burung Hantu Kerdil,
Burung Layang-layang Merah, mamalia kecil seperti tikus rusa, kadal Boyd
Australia, bunga kebanggan Afrika Selatan King Protea dan masih banyak lagi.
Sementara itu, Dr.Klaus Toepfer, pemimpin UNEP mengatakan “bila
species punah maka bukan hanya dunia hewan dan tumbuhan serta keindahan
planet itu yang akan hilang, milyaran orang, terutama di Negara-negara
102 Perubahan Iklim Ancaman Jutaan Species, Kompas, 12 Januari 2004
berkembang juga akan menderita karena banyak diantaranya yang mengandalkan
alam untuk hidupnya.103
The United State National Climatik Data Center menampilkan dengan
mengemukakan bahwa Juli 1998 merupakan tahun tertinggi temperature
globalnya dan merupakan tahun terpanas dan decade 90-an merupakan decade
terpanas 600 tahun kebelakang.
Hal tersebut diatas juga semakin memperkuat dengan diperolehnya kabar
baru dampak pemanasan global dan perubahan iklim dari beberapa daerah di
dunia. Gunung Kalimanjaro di Tanzania salah satu tempat di equator dimana
dapat dijumpai es dan salju, diperkirakan akan kehilangan es abadinya pada tahun
2015 karena perubahan iklim. Tepatnya pada bulan Februari 2002 telah dicapai
bahwa paling tidak 1/3 permukaan es di gunung Kalimanjaro telah hilang, atau
meleleh pada belasan tahun terakhir. Lebih dari 80 % permukaan es tersebut
hilang semenjak pertama kali dipetakan pada tahun 1912. hal ini akan menjadi
bencana besar, khususnya bagi Negara-negara di Afrika sebagai Negara pertama
yang akan merasakan gejala perubahan iklim terburuk yang merupakan salah satu
dampak dari pemanasan global. Namun bukan hanya mencairnya es dan gletser
yang menjadi kekhawatiran masyarakat internasional, masalah yang tidak kalah
pentingnya akan timbul adalah terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan.
Hal ini sudah mulai terlihat pada Negara Maroko yang diperkirakan 2/3 dari
Negara tersebut akan mengalami kusim kemarau terburuk selama 3 tahun
103 Ibid.
berturut-turut, dan permukaan es di pegunungan Atlas akan diperkirakan mencair
dan hilang, yang akan mengakibatkan persediaan air minum akan sedikit.
Bahkan IPCC, suatu kelompok yang terdiri dari 2500 ilmuan di seluruh
dunia, mengeluarkan laporan terakhirnya mengenai perubahan iklim. Menurutnya,
dalam jangka waktu 100 tahun, suhu global rata-rata akan mengalami kenaikan
sebesar 6º C. hal ini ternyata akan sangat mengahawatirkan mengingat
kemampuan dari ekosistem lingkungan hidup dunia yang hanya mampu
mentolelir kenaikan suhu global sebesar 2º C sehingga kenaikan 6º C tersebut
dikhawatirkan kan menimbulkan resiko serta kerusakan dan ketidakseimbangan
ekosistem lingkungan hidup dunia.104 Jika jumlah emisi gas rumah kaca terus
terbentuk di atmosfer maka diperkirakan pada tahun 2030 temperature bumi akan
mengalami kenaikan sampai 1,5ºC-4,5ºC
Peningkatan temperature panas bumi akan menimbulkan perubahan iklim
yang mengakibatkan naiknya permukaan laut, meluasnya padang pasir,
pengasinan sumber air minum, banjir besar disetiap Negara kepulauan dan
bencana kelaparan di seluruh dunia karena daerah-daerah pertanian akan musnah
serta ekosistem akan mengalami kehilangan sebagian besar keanekaragaman
species.
Dampak dari perubahan iklim global memunculkan ancaman baru.
Menurut kajian para ahli lingkungan, peningkatan temperature global akan
berdampak laur biasa. Abad ini jutaan orang diberbagai belahan dunia
104. “Tahun 2015, Permukaan Es di Gunung Kalimanjaro akan Hilang karena Perubahan
Iklim”, dalam www.pelangi.or.id/berita/html diakses 6 Maret 2006
diperkirakan akan menderita kelaparan sebagai akibat langsung dari perubahan
iklim.
Mereka menyimpulkan produksi pertanian akan menurun cukup tajam di
Asia. Kemudian menyusul persediaan air di Australia dan Selandia Baru, serta
meningkatnya resiko banjir di Eropa. Sedangkan daerah pesisir timur Amerika
Seikat diperkirakan akan mengalami gelombang badai besar dan erosi di wilayah
pantai dan pesisir. Meskipun secara keseluruhan wilayah Amerika Serikat
mempunyai sedikit daerah yang mudah diserang akibat perubahan iklim global,
namun wilayah seperti Florida memiliki resiko tertinggi atas naiknya permukaan
air laut. Sedangkan di Afrika, ancaman yang mungkin terjadi adalah meluasnya
padang pasir gersang di benua ini.
Tidak ada Negara yang dapat menghindar atau mengabaikan transformasi
alami yang akan segera terjadi pada manusia dan lingkungan. Ada beberapa
perubahan fisik yang memang sudah terjadi saat ini diantaranya adalah lautan es
di kutub utara akan menyusut sampai 10-15 % yang menyebabkan mencairnya
kutub es ini. Sementara itu laut Es Antartika mundur ke selatan sebesar 2,8 derajat
pada tahun 1970-an sampai sekarang ini.
Peristiwa-peristiwa yang menggambarkan dampak dari gejala perubahan
iklim dan pemanasan global yang terjadi di dunia, dapat dilihat beberapa
diantaranya dibawah ini.105
1. Agustus, 1999, Amerika Serikat, lebih dari 250 korban tewas akibat
gelombang panas yang banyak melanda daerah timur laut. Areal pertanian
105 Information Sheet, LSM Pelangi Indonesia hlm 3-4
dinyatakan rusak pada 15 negara bagian. Untuk wilayah West Virginia
diperkirakan menelan kerugian lebih dari US $ 80 juta.
2. November, 1999, India, angin topan melanda daerah timur India,
menewaskan lebih dari 10.000 orang dan menyapu bersih seluruh desa di
Teluk Bangal.
3. Desember, 1999, Venezuela, lebih dari 30.000 korban tewas dan 150.000
kehilangan tempat tinggal akibat bencana banjir.
4. Desember, 1999, Perancis, hujan badai melanda Perancis, menewaskan 83
orang dan menyebabkan banyak daerah yang aliran listriknya terputus
selama 2 tahun.
5. Februari, 2000, Afrika bagian selatan, bencana banjir yang menyebabkan
100.000 orang kehilangan tempat tinggal di Mozambique, Botswana dan
Afrika Selatan.
6. April, 2000, Ethiopia, bencana kekeringan dan kebakaran hutan
menggagalkan panen secara langsung mengancam kelangsungan hidup 8
juta orang di Kenya dan Ethiopia.
7. Agustus, 2000, India, banjir besar yang melanda daerah timur laut India,
menyebabkan paling sedikit 4,5 juta orang kehilangan tempat tinggalnya,
menewaskan lebih dari 400 orang dan menggagalkan panen serta merusak
infrastruktur.
8. Agustus 2000, Amerika Serikat, kebakaran hutan melanda Amerika
Serikat dan merusak lebih dari 1,74 juta hektar. Kebakaran ini tercatat
sebagai salah satu kebakaran hutan terparah yang pernah melanda Amerika
Serikat dengan kobaran api setinggi 26m
9. sepanjang tahun 2000, Indonesia, tercatat ada 33 kejadian banjir,
kebakaran hutan, kemarau, dan bencana angina topan yang membawa
kerugian sebesar US$ 150milyar dan 690 nyawa hilang.
Karena itulah ancaman global mesti diantisipasi melalui pengurangan gas emisi
rumah kaca. Berikut ini perkiraan kerusakan yang diakibatkan oleh pemanasan
global menurut Draft Geneve IPCC 2001.106
1. Afrika
Hasil tanaman pangan diperkirakan akan menurun
Ketersediaan air bersih makin berkurang
Pembentukan padang pasir atau disertivikasi diperburuk oleh reduksi
atau berkurangnya rata-rata curah hujan tahunan, khususnya dibagian
selatan dan barat Afrika.
2. Asia
Temperatur meningkat, musim kering panjang, banjir dan degradasi
lapisan tanah. Ini mengakibatkan berkurangnya produksi pangan di
bagian kawasan kering dan tropis di Asia.
Kawasan utara Asia, produktivitas mungkin terlihat justru meningkat,
namun terjadi peningkatan air laut dan topan badai tropis lebih sering
terjadi
106 “perubahan Iklim Memunculkan Kelaparan”, Refublika, 20 Februari 2001
Penduduk kawasan di pesisir yang lebih rendah dengan suhu tropis
Asia perlu dipindahkan, jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta
orang
3. Eropa
Eropa bagian selatan cenderung mudah terkena musim kering dan di
wilayah lain banjir meningkat
Sebagian dari sungai atau gletser Alpina akan menghilang pada akhir
abad 21
4. Daerah kutub
Perubahan iklim dikawasan kutub diperkirakan akan berpengaruh
paling besar dibantingkan kawasan lainya di muka bumi ini
Saat ini sudah terjadi pentusutan dan pengurangan ketebalan kutub es
di kutub utara
Distribusi dan limpahan spesies akan berpengaruh
Stabilitas gas rumah kaca dan pengaruhnya pada sirkulasi global dan
tingkat permukaan air laut
5. Pulau-pulau kecil
Diperkirakan permukaan air laut akan meningkat sekitar 2/10 inci
pertahunnya selama 100 tahun kedepan. Ini tentunya akan
mengakibatkan erosi di pesisir pantai, kerusakan ekosistem,
tenggelamnya pulau-pulau kecil dan dislokasi penduduk
Terumbu karang akan rusak dan tentu akan berpengaruh pada
kehidupan ikan di dalam laut
Bahkan dalam laporan Pentagon (Markas Departemen Pertahanan AS)
memperingatkan, perubahan iklim bias melahirkan malapetaka global yang
mengancam nyawa jutaan orang. Ancaman itu lebih besar dibandingkan dengan
bahaya terorisme. Laporan itu dibuat ats permintaan penasihat pentagon, namun
pimpinan Departemen Pertahanan AS menutup-nutupi laporan itu selama empat
bulan, yang kemudian diperoleh sebuah mingguan Inggris The Observer.107
Kebocoran laporan itu sangat mengundang amarah atas kebijakan militer
dan lingkungan AS, soalnya Washington menolak meratifikasi Protokol Kyoto.
Laporan Pentagon yang dikomandoi Andrew Marshall, meramalkan bahwa
perubahan iklim yang tiba-tiba dan kasar bias membuat planet kea rah anarki.
Soalnya banyak Negara mengembangakn teknologi nuklir untuk mempertahankan
dan mengamankan bahan makanan, air, dan pasokan energi. Gangguan dan
konflik akan mewarnai kehidupan sehari-hari. Sekali lagi, peperangan akan
dijadikan alasan untuk menyelamatkan kehidupan.
Penulis laporan itu adalah Peter Schwartz, seorang konsultan CIA dan
mantan Kepala Perencanaan di Group Royal Dutch/Shell (perusahaan Minyak)
dan Doug Randall dari Global Business Network yang bermarkas di California.
Dituliskan, perubahan iklim itu harus dijadikan sebagai isu utama untuk dibahas
segera di jajaran militer dan politik, tidak semata-mata menjadi perdebatan di
tingkat sains tetapi di keamanan nasional Amerika Serikat. Dibeberkan sejumlah
scenario yang mungkin muncul dalam laporan yang dramatis itu, seperti Inggris
akan memiliki musim dingin yang setara dengan Siberia (suhu bias mencapai
107 “Bencana 8.200 tahun lalu Bisa Terulang Kembali”, Kompas, 25 Februari 2004
minus 40 derajat Celcius) sekarang ini karena suhu di Eropa akan anjlok drastic
pada 2020. Pada tahun 2007 badai besar dan dahsyat akan membuat sebagian
besar lahan di Belanda tak bias dihuni. System pengairan di California yang
memasok air ke wilayah berpenduduk padat di California selatan akan kering atau
hancur.
Eropa dan Amerika Serikat akan menjadi Negara terbuka untuk
membiarkan jutaan bermigrasi karena tempat tinggal mereka lenyap akibat
naiknya permukaan air laut atau juga akibat kekeringan besar. Kekurangan besar
air minum dan bahan baker akan mendorong terjadinya perang yang meluas pada
2020. Randall menyebutkan temuan itu sebagai hal yang menakutkan dan
mengatakan “barangkali langkah untuk mengatasi hal itu sudah terlambat”
Efek perubahan iklim diatas menunjukan betapa berbahayanya pengaruh
dari perubahan iklim bagi kebutuhan lingkungan serta kehidupan di bumi. Apabila
efek-efek tersebut diatas benar-benar terjadi secara terus menerus maka dapat
dipastikan bahwa kebutuhan lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia di
bumi akan mengalami kepunahan.
C. Efektifitas Protokol Kyoto Pasca Penolakan Amerika Serikat.
Protokol Kyoto Akhirnya resmi berkekuatan hokum secara internasional
tepat pada tanggal 16 Februari 2005, setelah melewati berbagai negoisasi yang a
lot dan cukup panjang sejak 1997. Dan keberhasilan dunia membuat Protokol
Kyoto berkekuatan hokum tanpa Amerika Serikat sebagai kontributor emisi
terbesar dunia menunjukan bahwa komunitas internasional mengakui perubahan
iklim merupakan masalah global yang harus ditangani bersama. Mungkin saja
Traktat Kyoto terlampau ambisius dengan target pengurangan emisi yang
ditetapkan, yakni 5, 2 % dibawah tingkat emisi tahun 1990 pada periode 2008-
2012. tetapi, dipihak lain memang juga kenyataan bahwa emisi it uterus berlanjut
di Negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Pelanggaran
terhadap kesepakatan ini akan dikenakan sanksi politis dan penambahan penalty
30 persen pada period eke II. Sebagai contoh, bila ketentuan reduksi karbon 10
ton hanya terpenuhi 9 ton, pada periode berikutnya akan ada penambahan
kewajiban 30 persen dari 1 ton yang belum terpenuhi.108 Negara-negara yang ikut
meratifikasi Protokol Kyoto ini umumnya memiliki kepentingan-kepentingan
yang ingin dicapai. Mereka menganggap bahwa Protokol Kyoto ini perlu untuk
diratifikasi :
1. Kepentingan Negara-negara Yang Berkaitan Dengan aspek Topografi.
Salah satu ancaman terbesar dalam kaitannya dengan masalah lingkungan
bagi semua Negara-negara kepulauan adalah perubahan iklim glonal. Dengan
adanya beberapa Negara kepulauan kecil yang ketinggian permukaannya hanya
108 “Protokol Kyoto Berlaku Efektif 16 Februari 2005”, Kompas, 12 Februari 2005
beberapa meter diatas permukaan air laut, bahkan peningkatan permukaan air laut
yang kecilpun dapat dianggap sebagai ancaman yang potensial bagi keberadaan
mereka.109
Bagi beberapa Negara kepulauan kecil yang tergabung dalam AOSIS
(Alliace of Small Island States), ancaman yang ditimbulkan dari pemanasan
global khususnya kenaikan permukaan air laut, sangat berbahaya bagi keberadaan
Negara mereka dan oleh karena itu perlu adanya tindakan pencegahan yang
didukung semua pihak. Banyak Negara-negara AOSIS yang ketinggian
daratannya hanya beberapa meter diatas permukaan air laut. Peningkatan
ketinggian permukaan air laut yang disebabkan oleh melelehnya kantung-kantung
es di kutub karena pemanasan global dapat dengan cepat memusnahkan
keseluruhan pulau. Salah satu Negara yang terancam keberadaanya adalah
Tuvalu,sebuah Negara kepulauan kecil yang terletak 3400 km dari Australia.
Perdana Menteri Tuvalu, Bikenibeu Paeniu mengatakan bahwa korban pertama
dari pemanasan bumi adalah Tuvalu. Akhir-akhir ini setiap 2 tahun terjadi air
pasang tinggi yang merusak lahan-lahan pertanian mereka.
Bagi sebagian besar Negara-negara yang tergabung dalam AOSIS, selain
ancaman akan hilangnya Negara mereka, negara-negara kecil tersebut pada
umumnya bergantung pada mata pertanian sebagai mata pencaharian utama.
Kenaikan suhu yang dipicu pemanasan global akan berakibat langsung terhadap
pertanian mereka. Selain itu peningkatan ketinggian air laut juga dapat
mengganggu keterbatasan persediaan air tawar. Air laut yang semakin tinggi akan
109 Davis W. J., The Alliance of Small Island States (AOSIS) : The International
Conscience, (Asia-Pacific Magazine No.2,1996), hlm 17-22
memaksa masuk ke dalam persediaan air bawah tanah, yang merupakan kolam air
utama bagi kebanyakan Negara-negara kepulauan. Suhu air laut yang menghangat
juga akan mengganggu beberapa habitat karang yang ikut menyumbang dalam
daur biologi bagi kehidupan ikan-ikan tropis, hal ini dapat mengancam
mengurangi sumber pokok ekonomi Negara-negar pulau yang memang sudah
terbatas. Dengan kata lain, kenaikan temperature suhu yang drastic akan
menghancurkan suatu Negara.
2. Kepentingan Negara-Negara di Bidang Ekonomi.
Jika bagi negara Amerika Serikat, Protokol Kyoto akan berdampak
negative bagi perekonomian Amerika Serikat, maka tidak dengan Negara-negara
yang tergabung dalam Uni Eropa. Uni Eropa sebaliknya malah mengatakan bahwa
GDP akan naik jika meratifikasi protocol tersebut.
Kenaikan GDP tidak hanya berlaku bagi Negara-negara Uni Eropa saja.
Studi simulasi yang dibuat oleh WWF (World Wide Fund for Nature) bersama
dengan Shonan Environmental Research Force, Shonan Econometrics. Inc Tokyo
menunjukan Jepang akan menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi dan
mendapatkan pangsa pasar dalam teknologi baru jika mereka meratifikasi
Protokol Kyoto.110
Bagi Jepang, jika secara proaktif melaksanakan ketentuan Protokol Kyoto
akan memberikan kenaikan GDP sebesar 0,9 % atau 47,3 milyar dollar AS.
Simulasi ekonomi yang menghitung produksi, impor dan ekspor, konsumsi dan
110 Http : //www.pelangi.or.id/reports.php diakses 6 Maret 2006
butir ekonomi lainnya di beberapa Negara besar di 9 kawasan, juga menunjukan
dampak perkembangan ekonomi ekonomi Jepang akan memberi keuntungan bagi
sebagian negar Asia dan Eropa Timur. Studi menunjukan akan terjadi kenaikan
GDP kurang lebih 11,5 milyar dollar AS di Asia Tenggara serta India dan
peningkatan sebesar 13,9 milyar dollar AS di Eropa Barat. Sebaliknya, GDP
Amerika Serikat akan menurun sekitar 0,6 % atau sekitar 4,5 milyar dollar AS,
terutama akibat industri permesinan tidak terdorong untuk menjadi inovatif.
Pertumbuhan ekonomi di Jepang terutama, menurut studi itu, karena harus
mengurangi emisi gas rumah kaca, industri di Jepang menjadi inovatif
menghasilkan teknologi baru yang bersih dan meningkatkan efisiensinya.
Studi lain yang dilakukan di Eropa juga menunjukan bahwa Uni Eropa
Bisa memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 85 % tanpa
mengurangi daya saing ekonominya. Jika Uni Eropa mencapai target Protokol
Kyoto, hanya akan berdampak pada 0,06 % dari GDP tahun 2010. Selain itu,
karena pencapaian target tersebut berarti pengurangan pencemaran udara di
Eropa, maka untuk biaya teknologi pencegahan pencemaran untuk mengurangi
hujan asam pun dihemat. Jadi tidak benar jika Jepang dan Uni Eropa meratifikasi
Protokol Kyoto akan mengurangi daya saing perekonomian mereka.111
Kemudian, IPCC (Intergoverment Panel on Climate Change) juga
mengatakan bahwa mobil-mobil mesin Hybrid dan teknologi Fuel-Cell atau
teknologi bahan baker hydrogen telah berkembang pesat. Mobil yang
111 “Amerika Serikat Tolak Protokol Kyoto Demi Konglomerat”, Sinar Harapan, Jakarta
22 Juli 2001
menggunakan Fuel-Cell ini telah ada dipasaran tahun 2003 yang lalu. Semakin
banyak teknologi yang secara ekonomi makin menguntungkan112
Negara-negara berkembang juga sudah menunjukan kepeloporan dalam
pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. China dengan jumlah penduduk terbanyak
di dunia telah berhasil mengurangi emisi Gas Rumah Kacanya sebesar 19 %
antara tahun 1997-1999. sementara pertumbuhan ekonominya tidak terhambat,
bahkan semakin pesat. Pengurangan ini sama besarnya denagn emisi dari sector
transport Amerika Serikat sebesar 450 juta ton karbon pertahun.
Bagi Negara berkembang lain, khususnya Indonesia, partisipasi dalam
Protokol Kyoto juga membawa keuntungan ekonomi tersendiri, secara teknis
dapat berpartisipasi melalui salah satu dari tiga mekanisme Kyoto, yaitu
mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM).
Dan Indonesia adalah salah satu Negara peratifikasi Protokol Kyoto pada tanggal
19 Oktober 2004.
Dari segi bisnis, ratifikasi Protokol Kyoto akan menarik dana investasi
baru melalui CMD, dimana kegiatan investasi itu akan memberikan dana
tambahan sebagai kompensasi atas penghambatan emisi Gas Rumah Kaca karena
proyek tersebut dilaksanakan pada sector-sektor yang mampu menekan emisi atau
meningkatkan penyerapan karbon. Sebagai catatan Indonesia memiliki potensi
CDM 3 % dari potensi pasar dunia atau setara dengan 125 juta ton karbon,
beberapa pakar lain bahkan mengatakan bahwa potensi besar karbon Indonesia
112 Ibid.
dapat mencapai 5 % dari pasar dunia atau setara 125-300 juta ton karbon.113 Dari
segi lingkungan jelas proyek-proyek semacam ini akan menyumbang secara
langsung pengurangan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer.
Selain Indonesia yang berharap akan mendapatkan keuntungan melalui
perdagangan emisi adalah Polandia. Polandia juga berharap hal yang sama dengan
meratifikasi Protokol Kyoto ini. Mereka dapat berpartisipasi dalam mekanisme
fleksibel yang akan membrikan tambahan investasi bagi Negara mereka.
Partisipasi dalam protocol ini juga akan mengintensifkan kolaborasi dngan
Negara-negara lain, seperti Jepang, Kanada, Uni Eropa dalam sector energi.
Pemerintah Jepang menunjukan komitmennya terhadap Protokol Kyoto
untuk menghadapi pemanasan global dengan menyediakan dana lingkungan hidup
690 milyar yen atau sekitar Rp 5,175 trilyun. Selain berupa dukungan materi
Jepang juga menyiapkan 4.600 sumber daya manusia selama tiga tahun untuk
khusus menangani dan mengantisipasi segala sesuatu yang berkaitan dengan
lingkungan hidup. Dana dan bantuan itu disediakan sebagian besar berasal dari
Official Development Assistance (ODA) yang disediakan khusus oleh Negara
maju untuk Negara-negara berkembang.114
113 Protokol Kyoto dan Mekanisme Pembangunan Bersih, Harian KOMPAS, 01 Juli 2004 114 “Jepang Siapkan Dana Lingkungan”, Kompas, 22 Juli 2004, hlm 10
BAB V
KESIMPULAN
Berakhirnya perang dingin membawa suatu perubahan bagi studi
hubungan internasional secara keseluruhan, termasuk juga terhadap isu-isu yang
pada masa pasca perang dingin mulai mengemuka yang salah satu diantaranya
yaitu lingkungan hidup yang mulai mendapat perhatian lebih dari aktor-aktor
hubungan internasional terutama Negara-negara di dunia.
Suhu bumi yang semakin panas dari waktu ke waktu mulai merebut
perhatian para ahli. Mereka mulai memikirkan suatu tindakan bersama untuk
menghadapi ancaman pemanasan global. Konferensi dipakai sebagai sarana untuk
mewujudkan kerjasama internasional antar Negara. Berbagai konferensi diadakan
untuk membicarakan masalah pemanasan global dan dampaknya terhadap
perubahan iklim. Konferensi-konferensi ini menghasilkan keputusan bersama
salah satunya adalah Konferensi Kyoto pada tahun 1997 yang menghasilkan
sebuah protocol yang disebut “Protokol Kyoto” yang isinya mewajibkan bagi
Negara-negara khususnya Negara industri maju untuk mengurangi tingakt emisi
karbondioksida sebesar 5,2 % dibawah level tahun 1990 pada tahun 2010.
Keberhasilan pelaksanaan pengurangan emisi karbondioksida tergantung
pada kerjasama dan tindakan Negara-negara yang terlibat di dalam protocol
tersebut. Negara-negara industri maju yang memiliki emisi karbondioksida lebih
besar, memiliki tanggung jawab lebih dibandingkan dengan Negara-negara
berkembang.
Namun secara mengejutkan Presiden George W. Bush melalui juru
bicaranya Ari Fleischer pada tanggal 28 Maret 2001 mengumumkan penarikan
diri Amerika Serikat dari perjanjian bersama ini. Sedangkan tanpa keterlibatan
Amerika Serikat, sebagai penghasil emisi karbondioksida terbesar, maka Protokol
Kyoto ini tidak akan berjalan dengan efektif, dan tidak dapat mencapai tujuan
yaitu memperlambat kenaikan suhu bumi. Ketidakkonsistenan (inkonsistensi)
Amerika Serikat dalam membuat suatu kebijakan dan menentukan sikap,
menimbulkan tanggapan dan reaksi dari Negara-negara dan aktor-aktor lainya di
dunia.
Rezim internasional diperlukan bagi Negara-negara untuk dapat mengatasi
permasalahan pemanasan global. Dalam penelitian ini rezim internasional berupa
tindakan bersama antar Negara untuk memperlambat terjadinya pemanasan
global. Peraturan-peraturan (rezim) ini dibuat bertujuan supaya ada tindak lanjut
dari Negara-negara berupa tindakan-tindakan pencegahan kenaikan suhu bumi
(Collective action). Interdepedensi atau saling ketergantunagan dipakai untuk
menjelaskan penelitian ini, juga karena keefektifan dari pelaksanaan Protokol
Kyoto ini tergantung dari kebersediaan Amerika Serikat dalam menjalankan
komitmennya untuk mengurangi emisi karbondioksidanya sebesar 7 %.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan pluralis dimana
agenda yang dibahas bersifat meluas tidak hanya politik dan ekonomi. Selain itu
aktor yang berperan dalam pengambilan keputusan bukanlah hanya aktor Negara
yaitu Presiden George W. Bush tetapi juga aktor non Negara (kelompok
kepentingan yaitu kelompok industri yang memanfaatkan kerjasama mereka
dengan aktor Negara.
Didalam penelitian ini dijelaskan bahwa Amerika Serikat merupakan
penyubang emisi (emitor) terbesar di dunia sebesar lebih dari 30 % dengan jumlah
penduduknya yang hanya 4 % dari total jumlah penduduk dunia. Tanpa
keterlibatan Amerika Serikat maka Protokol Kyoto akan menjadi kurang efektif.
Untuk itu penulis mengambil kesimpulan bahwa factor-faktor yang
melatar belakangi penolakan Amerika Serikat atas Protokol Kyoto ini berupa
factor internal yaitu factor ekonomi dimana Amerika Serikat menyatakan bahwa
Protokol Kyoto akan mengancam perekonomian Amerika Serikat. Apabila
Amerika Serikat mengikuti aturan-aturan dalam protocol ini maka Amerika
Serikat akan mengalami kerugian besar karena dengan mengurangi 7 % emisi
karbondioksidanya maka Amrika Serikat harus mengurangi produksi industrinya.
Selain itu kelompok industri misalnya Exxon Mobile juga mempunyai
kepentingan dalam hal ini. Kelompok industri menyatakan bahwa banyak
industri-industri yang akan dirugikan bila pengurangan emisi ini diberlakukan.
Hal ini juga akan menimbulkan terciptanya pengangguaran. Tekanan dari
domestic khususnya kelompok kepentingan membuat Amerika Serikat menarik
diri dari Protokol Kyoto. Dalam hal ini Negara sebagai pembuat jeputusan
dipengarushi oleh aktor lain yang mana hal ini adalah kelompok industri untuk
membuat suatu kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan global
Sedangkan factor eksternal yang melatar belakangi adalah persaingan
ekonomi Amerika Serikat dengan Negara-negara lainnya baik Negara
berkembang ataupun Negara maju. Amerika Serikat merasa khawatir tersaingi
oleh keberadaan Negara-negara pesaingnya seperti Uni Eropa, Jepang dan China
terutama dalam perekonomiannya. Ketidakterlibatan Negara berkembang yang
dianggap juga sebagai penyumbang emisi karbondioksida seperti India dan China
mengundang keberatan Amerika Serikat. Hal ini tersirat dalam pernyataan Bush
dimana dikatakan bahwa tidak adil apabila hanya Amerika Serikat dan Negara
industri lainnya yang diwajibkan mengurangi emisi karbondioksidanya. Amerika
Serikat menganggap bahwa Negara-negara berkembang seperti Cina dan India
turut adil juga dalam peningkatan suhu global, akan tetapi Negara tersebut tidak
dibebani hal yang sama seperti yang dibebankan kepada Amerika Serikat.
Dalam situasi seperti ini, kesan yang kita tangkap dari Negara seperti
Amerika Serikat adalah “rupanya kepentingan Politik dan ekonomi lebih penting
daripada masa depan bumi”. Amerika Serikat mengakui adanya ancaman dan
pentingnya untuk menghambat pemanasan global, tetapi itu harus upaya seluruh
dunia, tanpa menyadari bahwa pihaknyalah yang paling besar memancarkan gas
yang menyebabkan pemanasan tersebut.
Namun Protokol Kyoto Akhirnya resmi berkekuatan hukum secara
internasional tepat pada tanggal 16 Februari 2005, setelah melewati berbagai
negoisasi yang a lot dan cukup panjang sejak 1997. Dan keberhasilan dunia
membuat Protokol Kyoto berkekuatan hukum tanpa Amerika Serikat sebagai
kontributor emisi terbesar dunia menunjukan bahwa komunitas internasional
mengakui perubahan iklim merupakan masalah global yang harus ditangani
bersama. Secara umum harus dikatakan bahwa protocol Kyoto merupakan satu
monument kesepakatan global yang ditujukan dalam upaya mengamankan masa
depan bumi. Tetapi jelas ia belum sempurna, karena Amerika Serikat-dengan
statistic tang telah dikemukakan-belum eikut dalam protocol.
Sebaliknya, keberatan Amerika Serikat pun baik juga satu hari nanti
menjadibahan pertimbangan bahwa Negara-negara berkembang juga harus ikut
dalam pemangkasan emisi, apalagi yang industrinya maju seperti China dan India.
LAMPIRAN
Terjemahan Protokol Kyoto115
PROTOKOL KYOTO UNTUK KONVENSI KERANGKA KERJA PBB
TENTANG PERUBAHAN IKLIM
Para Pihak Protokol ini, Adalah Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, yang selanjutnya disebut “Konvensi”, Untuk mencapai tujuan utama Konvensi sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2, Mengingat ketentuan Konvensi, Dibimbing oleh Pasal 3 Konvensi, Menurut Mandat Berlin yang disetujui melalui Keputusan 1/CP.1 dari Konferensi Para Pihak Konvensi dalam siding pertamanya, Telah menyetujui hal-hal sebagai berikut :
PASAL 1
Untuk kepentingan Protokol ini, maka definisi-definisi yang terdapat dalam Pasal 1 Konvensi Perubahan Iklim juga berlaku. Sebagai tambahan :
1. “Konferensi Para Pihak” berarti Konferensi Para Pihak Konvensi. 2. “Konvensi berarti Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
yang diadopsi di New York pada tanggal 9 Mei 1992. 3. “Panel Antarpemerintah tentang Perubahn Iklim” berarti Panel
Antarpemerintah tentang Perubahn Iklim yang didirikan pada tahun 1988 secara bersama-sama oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP).
4. “Montreal Protocol” berarti Protokol Montreal tentang Bahan Perusak Lapisan Ozon, yang diadopsi di Montreal pada tanggal 16 September 1987 dan yang kemudian disesuaikan dan diamandemen.
5. “para Pihak yang hadir dan memberi suara” berarti Para Pihak yang hadir dan memberikan suara yang setuju atau negative (tidak setuju)
115 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya bagi Negara Berkembang, (Jakarta :
penerbit buku Kompas, 2003), hlm. 131-169
6. “Pihak” berarti jika tidak ditentukan lain oleh konteksnya adalah Pihak Protokol ini.
7. “Pihak yang termasuk dalam Annex I” berarti suatu Pihak yang termasuk dalam AnneI Konvensi, yang dapat diamandemen atau suatu Pihak yang telah memberitahukan keberadaannya menurut Pasal 4, ayat 2 (g) Konvensi.
PASAL 2
1. Setiap pihak yang termasuk dalam Annex I, dalam mencapai pembatasan emisi yang ditentukan dan komitmen pengurangan menurut Pasal 3, untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan, harus : (a) Melaksanakan dan atau lebih menyempurnakan kebijakan dan
tindakan sesuai dengan keadaan nasionalnya, seperti : (i) Peningkatan efisiensi energi dalam sector-sektor yang relevan
dengan ekonomi nasional ; (ii) Perlindungan dan peningkatan rosot (sinks) dan cadangan
(reservoirs) gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal, dengan memperhatikan komitmennya menurut perjanjian lingkungan internasional yang bersangkutan, mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, aforestasi dan reforestasi ;
(iii) Mendorong bentuk-bentuk kegiatan pertanian yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan perubahan iklim ;
(iv) Riset tentang promosi, pengenbangan, dan peningkatan penggunaan bentuk-bentuk energi baru dan terbarukan, teknologi penyerapan karbondioksida, serta teknologi maju dan inovatif yang ramah lingkungan ;
(v) Pengurangan progresif atau penghapusan serta bertahap terhadap ketidaksempurnaan pasar, insentif fiscal, pembebasan pajak, bead an subsidi dalam semua sector yang mengeluarkan gas rumah kaca yang bertentangan dengan tujuan konvensi dan penggunaan instrument pasar ;
(vi) Mendorong dilakukannya pembaruan yang tepat dalam sector-sektor yang relevan yang bertujuan untuk meningkatkan kebijakan dan tindakan yang membatasi atau mengurangi emisi gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal ;
(vii) Tindakan untuk membatasi dan atau mengurangi emisi gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dalam sector transportasi ;
(viii) Pembatasan dan atau pengurangan emisi metana melalui penangkapan dan pemanfaatan dalam pengolahan limbah serta dalam produksi, transportasi dan distribusi energi ;
(b) Bekerjasama dengan Para Pihak lain untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan tindakan individu dan gabungan yang diadopsi
menurut Pasal ini, sesuai dengan Pasal 4, ayat 2 (e) (i) Konvensi. Untuk mencapai tujuan ini, Para Pihak ini harus mengambil langkah-langkah untuk berbagi pengalaman mereka dan bertukar informasi tentang kebijakan dan tindakan tersebut, termasuk mengembangkan tindakan untuk meningkatkan komparabilitas ; transparansi, dan efeektivitas mereka. KOnferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak ini harus, dalam sidangnya yang pertama atau sesegera mungkin setelah itu, mempertimbangkan tindakan untuk mempermudah kerjasama dengan mempertimbangkan tindakan untuk mempermudah kerjasama dengan mempertimbangkan semua informasi yang relevan.
2. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus melanjutkan pembatasan atau pengurangan emisi gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dari penerbangan dan bahan baker yang tersimpan di lautan, berturut-turut melalui Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Organisasi Kelautan Internasional (IMO)
3. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus berupaya keras untuk melaksanakan kebijakan dan tindakan menurut Pasal ini sedemikian rupa sehingga mengurangi dampak yang merugikan, termasuk dampak merugika dari perubahan iklim, dampak terhadap perdagangan internasional dan dampak social, lingkungan dan ekonomi yang terjadi atas Para Pihak lain, terutama Para Pihak Negara-negara berkembang khususnya yang diidentifikasi dalam Pasal 4, ayat-ayat 8 dan 9 Konvensi, dengan memperhatikan Pasal 3 Konvensi. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan dari Para Pihak Protokol ini boleh mengambil tindakan lebih lanjut, yang sesuai, untuk meningkatkan implementasi ketentuan ayat ini.
4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, jika akan mengambil keputusan yang menguntungkan koordinasi setiap kebijakan dan tindakan dalam ayat 1 (a) di atas, perlu memperhatikan keadaan nasional dan pengaruh potensial yang berbeda, dan harus mempertimbangkan tindakan untuk menyempurnakan koordinasi kebijakan dan tindakan.
PASAL 3
1. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I, secara individu atau bersama-sama, memastikan bahwa agregat emisi setara karbon dioksida gas-gas rumah kaca antropogenik yang tercantum dalam Annex A mereka tidak melebihi jatah yang ditetapkan, yang dihitung menurut komitmen pembatasan dan pengurangan emisi yang tercantum dalam annex B dan sesuai dengan ketentuan Pasal ini, dengan mengingat pengurangan emisi gas-gas tersebut secara keseluruhan paling sedikit 5 persen dibawah tingkat emisi pada tahun 1990 dalam periode komitmen dari tahun 2008 sampai 2012
2. Setiap pihak yang termasuk dalam Annex I harus, menjelang tahun 2005, telah mencapai kemajuan yang dapat ditujuakan dalam mencapai komitmennya menurut Protokol ini.
3. Perubahan neto dalam emisi gas rumah kaca oleh sumber dan penyerapan oleh rosot yang diakibatkan oleh pengaruh langsung manusia melalui kegiatan alih guna lahan dan kehutanan, khususnya aforestasi, reforestasi dan deforestasi sejak tahun 1990, yang diukur sebagai perubahan yang dapat dibuktikan dalam bentuk cadangan karbon pada setiap periode komitmen, harus digunakan untuk memenuhi komitmen menurut pasal ini dari setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I. Emisi gas rumah kaca oleh sumber dan penyerapan oleh rosot yang berkaitan dengan kegiatan tersebut harus dilaporkan dalam suatu cara yang transparan dan dapat diperiksa atau dibuktikan kebenarannya dan ditinjau kembali sesuai dengan Pasal-pasal 7 dan 8.
4. Sebelum siding pertama Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, masing-masing Pihak yang termasuk dalam Annex I harus memberikan data kepada Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan teknologi untuk menentukan tingkat cadangan karbon pada tahun 1990 dan untuk memperkirakan perubahannya pada tahun-tahun berikautnya. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya atau sesegera mungkin setelah itu harus menentukan aturan, cara dan pedoman mengenai cara dan jenis kegiatan tambahan yang dilakukan manusia yang berkaitan dengan perubahan dalam emisi gas rumah oleh sumber dan penyerapan oleh rosot dalam kategori tanah pertanian dan kegiatan alih guna lahan dan kehutanan harus ditambahkan pada atau dikurangkan dari, besarnya jatah emisi Para Pihak yang termasuk dalam Annex I, dengan memperhatikan ketidakpastian, transparansi dalam pelaporan, kebenaran laporan, metodologi Panel Antar Pemerintah tentang perubahan iklim, saran yang diberikan oleh Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi sesuai dengan Pasal 5 dan keputusan tentang Konferensi Para Pihak. Keputusan tersebut harus berlaku dalam periode komitmen kedua dan selanjutnya. Suatu Pihak boleh memilih untuk menerapkan keputusan tentang kegiatan tambahan yang dilakukan manusia pada periode komitmen pertamanya, asalkan kegiatan tersebut dilakukan sejak tahun 1990.
5. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang sedang mengalami proses transisi ke suatu ekonomi pasar yang tahun atau periode awalnya ditentukan menurut keputusan 9/CP.2 Konferensi Para Pihak dalam siding keduanya harus menggunakan tahun atau periode awal tersebut untuk mengimplementasi komitmen mereka menurut pasal ini. Setiap pihak lain yang termasuk dalam Annex I yang sedang mengalami proses transisi ke suatu ekonomi pasar yang belum menyerahkan komunikasi nasional pertamanya menurut Pasal 12 Konvensi, boleh juga memberitahu Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini bahwa Pihak tersebut bermaksud menggunakan suatu tahun atau periode awal histories selain dari tahun 1999 untuk implementasi komitmen
menurut pasal ini. Konferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai pertemuan Para Pihak Protokol ini harus memutuskan tentang penerimaan pemberitahuan tersebut.
6. Dengan memperhatikan Pasal 4, ayat 6 Konvensi, para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang mengalami proses transisi ke suatu ekonomi pasar, selain menurut Pasal ini harus diizinkan oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak untuk mengimplementasikan komitmennya dengan tinggkat keluwesan tertentu.
7. Dalam pembatasan dan pengurangan emisi pada periode komitmen pertama dari tahun 2008 sampai 2012, jatah emisi setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus sama dengan persentase yang tercantum dalam Annex B dari agregat emisi setara karbondioksida gas-gas rumah kaca antropogenik yang tercantum dalam Annex A dalam tahun 1990 atau tahun awal atau periode awal yang ditetntukan sesuai dengan ayat 5 diatas, dikalikan dengan lima.jika kegiatan alih guna lahan dan kehutanan Para Pihak termasuk dalam Annex I merupakan sumber neto emisi gas rumahkaca pada tahun 1990, harus memasukan dalam tahun atau periode awal emisi pada tahun 1990, agregat emisi setara karbondioksida gas-gas rumah kaca antropogenik oleh sumber dikurangi penyerapan oleh rosot pada yahun 1990 dari alih guna lahan untuk tujuan menghitung jatah emisi.
8. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I boleh menggunakan tahun 1995 sebagai tahun awalnya untuk hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksaflo\uorida, untuk tujuan menghitung seperti yang dimaksudkan dalam Ayat 7 diatas.
9. Komitmen untuk periode berikutnya untuk Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditetapkan dalam amandemen atas Annex B Protokol ini, yang harus diadopsi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat 7. konferensi Para pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus membuat pertimbangan komitmen tersebut paling sedikit 7 tahun sebelum berakhirnya periode komitmen pertama yang dimaksudkan dalam Ayat 1 diatas.
10. Setiap unit pengurangan emisi, atau sebagian dari jatah emisi, yang diperoleh oleh suatu Pihak dari Pihak lain sesuai dengan ketentuan Pasal 6 atau pasal 17 harus ditambahkan kepada jatah emisi Pihak yang memperolehnya.
11. Setiap unit pengurangan emisi atau sebagian dari jatah emisi, yang dialihkan oleh suatu Pihak ke Pihak lain sesuai dengan ketentuan Pasal 6 atau Pasal 7 harus dikurangkan dari jatah emisi Pihak yang mengalihkan.
12. Setiap pengurangan emisi yang disertifikasi yang diperoleh suatu Pihak dari Pihak lain sesuai dengan ketentuan Pasal 12 harus ditambahkan kepada jatah emisi Pihak yang memperoleh.
13. Jika emisi dari suatu Pihak yang termasuk dalam Annex I dalam suatu periode komitmen lebih kecil dari jatah emisi menurut Pasal ini, perbedaan ini harus, atas permintaan Pihak itu, ditambahkan ke Pihak itu untuk periode komitmen berikutnya.
14. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus berupaya keras untuk melaksanakan komitmen yang disebut dalam ayat 1 diatas sedemikian rupa untuk mengurangi dampak social, lingkungan dan ekonomi yang merugikan terhadap Pihak Negara-negara berkembang, khususnya yang diidentifikasi dalam Pasal 4, ayat 8 dan 9 Konvensi. Sejalan dengan keputusan yang relevan dari Konferensi Para Pihak tentang implementasi ayat-ayat tersebut, Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya harus mempertimbangkan tindakan yang diperlukan untuk meminimumkan pengaruh merugikan dari perubahan iklim dan atau dampak dari tindakan untuk menanggapi perubahan iklim terhadap Para Pihak yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Diantara isu-isu yang harus dipertimbangkan adalah pengadaan dana, asuransi dan alih teknologi.
PASAL 4
1. Para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang telah mencapai suatu
perjanjian untuk memenuhi komitmen bersama mereka menurut Pasal 3, harus dianggap telah memenuhi komitmen itu, asalkan agregat emisi setara karbondioksida gas-gas rumah kaca antropogenik yang tercantum dalam Annex A tidak melebihi jatah emisi, yang dihitung menurut pembatasan emisi dan komitmen pengurangan yang ditentukan dalam Annex B dan sesuai dengan ketentuan Pasal 3. tingkat emisi yang dialokasikan kepada masing-masing Pihak yang melakukan perjanjian harus ditetapkan dalam perjanjian itu.
2. Para Pihak dalam perjanjian tersebut harus memberitahukan kepada secretariat tentang kerangka perjanjian pada saat menyerahkan instrument ratifikasi, penerimaan atau persetujuan Protokol ini, atau aksesi.selanjutnya secretariat harus memberitahukan kepada Para Pihak dan para penandatangan Konvensi tentang kerangka perjanjian tersebut.
3. Setiap perjanjian harus tetap berlaku selama periode komitmen yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat 7.
4. Jika Para Pihak bertindak bersama, hal itu dapat dilakukan dalam organisasi integrasi ekonomi regional, jika keanggotaan organisasi tersebut mengalami perubahan setelah Protokol ini diadopsi komitmen terhadap Protokol tidak terpengaruh. Perubahan keanggotaan hanya diterapkan untuk keperluan Pasal 3 menyusul perubahan tersebut.
5. Jika Para Pihak dalam perjanjian tersebut gagal mencapai pengurangan emisi gabungan, masing-masing Pihak harus bertanggung jawab atas tingkat emisinya sendiri, yang dinyatakan dalam perjanjian.
6. Jika Para Pihak bertindak secara bersama, hal itu dapat dilakukan dalam organisasi intregasi ekonomi regional yang merupakan Pihak Protokol ini, jika terjadi kegagalan dalam mencapai pengurangan emisi gabungan total masing-masing Negara anggota dari organisasi integrasi ekonomi regional secara individu dan bersama-sama dengan organisasi integrasi ekonomi
regional yang bertindak sesuai dengan Pasal 24 bertanggung jawab untuk tingkat emisinya sebagaimana diberitahukan sesuai dengan pasal ini.
PASAL 5
1. Masing-masing Pihak yang termasuk dalam Annex I paling lambat satu tahun sebelum periode komitmen pertama satu tahun sebelum periode komitmen pertama dimulai sudah harus memiliki suatu system nasional untuk memperkirakan emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot atas semua gas rumah kaca, yang tidak diatur oleh Protokol Montreal. Pedoman untuk system nasional itu yang harus menggabungkan metodologi yang ditentukan dalam Ayat 2 di bawah ini, harus diputuskan oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya.
2. Metodologi untuk memperkirakan emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot semua gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal harus merupakan metodologi yang diterima oleh Panel Antar pemerintah tentang perubahan iklim dan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dalam siding ketiganya. Jika metodologi tersebut digunakan, penyesuaian yang tepat harus digunakan sesuai dengan metodologi yang disetujui oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya. Menurut hasil kerja Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim dan saran yang diberikan oleh Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi, Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara teratur meninjau kembali dan jika diperlukan, merevisi metodologi dan penyesuaian itu, dengan memperhatikan sepenuhnya keputusan yang relevan yang dibuat oleh Konferensi Para Pihak tetapi revisi atas metodologi atau penyesuaian harus hanya digunakan untuk kepentingan memastikan penaatan terhadap komitmen menurut Pasal 3 dalam periode komitmen manapun yang diadopsi menyusul revisi tersebut.
3. Potensi pemanasan global yang digunakan untuk menghitung kesetaraan karbondioksida dari emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot terhadap gas-gas rumah kaca yang tercantum dalam Annex A harus yang diterima oleh Panel Antar pemerintah tentang perubahan iklim dan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dalam siding ketiganya. Menurut hasil kerja Panel Antarpemerintah tentang perubahan iklim dan saran yang diberikan oleh Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi, KOnferensi Para Pihak yang berfungsi sebagai pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara bertahap tetap meninjau kembali dan sebagaiman perlu merevisi potensi pemanasan global dari setiap gas rumah kaca tersebut dengan sepenuhnya memperhatikan keputusan yang relevan oleh Konferensi Para Pihak. Setiap revisi atas potensi pemanasan global hanya berlaku terhadap komitmen manapun diadopsi menyusul revisi tersebut.
PASAL 6
1. Untuk kepentingan memenuhi komitmennya menurut Pasal 3, setiap Pihak
yang termasuk dalam Annex I boleh mengalihkan atau memperoleh unit pengurangan emisi kepada atau dari Pihak lain yang diperoleh dari proyek yang bertujuan untuk mengurangi emisi antropogenik oleh sumber atau meningkatkan penyerapan antropogenik oleh rosot gas-gas rumah kaca di setiap sector ekonomi, asalkan : (a) Proyek tersebut telah disetujui oleh Para Pihak yang terlibat ; (b) Proyek tersebut memberikan suatu pengurangan dalam emisi oleh
sumber ; atau suatu peningkatan penyerapan oleh rosot, yang bersifat tambahan terhadap proyek yang dengan cara lain akan terjadi ;
(c) Unit pengurangan emisi tersebut menaati kewajiban yang diisyaratkan menurut Pasal 5dan 7 ; dan
(d) Perolehan unit pengurangan emisi harus bersifat suplemen terhadap tindakan domestic untuk memenuhi komitmen menurut Pasal 3.
2. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya atau segera setelah itu, boleh menyempurnakan pedoman untuk implementasi Pasal ini, termasuk untuk verifikasi dan pelaporan.
3. Setiap Pihak yang termasuk dalm Annex I boleh memberi wewenang kepada entisitas hokum untuk ikut serta, tetapi Pihak tersebut bertanggung jawab, dalam kegiatan untuk menghasilkan, memperoleh, mengalihkan unit pengurangan emisi menurut Pasal ini.
4. Jika teridentifikasi suatu pertanyaan tentang implementasi Pasal ini oleh suatu Pihak yang termasuk dalam Annex I, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 8 yang relevan, pengalihan dan perolehan unit pengurangan emisi boleh tetap dilakukan setelah pertanyaan tersebut telah diidentifikasikan, asalkan unit tersebut tidak boleh digunakan oleh suatu Pihak untuk memenuhi komitmrnnya menurut Pasal 3 sampai isu tentang penaatan itu selesai.
PASAL 7
1. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus memasukan emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rasot gas-gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dalam inventaris tahunnannya, untuk diserahkan sesuai dengan keputusan Konferensi Para Pihak yang releven, informasi tambahan yang diperlakukan untuk memastikan penaatan terhadap Pasal 3, yang akan ditentukan sesuai dengan ayat 4 dibawah ini.
2. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus memasukan dalam komunikasi nasional informasi tambahan yang diperlukan untuk
menunjukan penaatan terhadap komitmen menurut Protokol ini, yang diserahkan menurut Pasal 12 Konvensi, yang akan ditentukan sesuai dengan Ayat 4 dibawah.
3. Setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I setiap tahun harus menyerahkan informasi yang disyaratkan oleh ayat 1 diatas ; dimulai dengan inventarisasi pertama yang telah diselesaikan menurut Konvensi pada tahun pertama periode komitmen setelah Protokol ini efektif. Setiap Pihak tersebut harus menyerahkan informasi yang diisyaratkan oleh Ayat 2 diatas sebagai bagian dari komunikasi nasional pertama menurut Pasal ini harus ditentukan oleh konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dengan memperhatikan jadwal penyerahan komunikasi nasional yang diputuskan oleh Konferensi Para Pihak.
4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol dalam siding pertamanya harus mengadopsi dan meninjau kembali secara periodic setelah itu, pedoman untuk penyusunan komunikasi nasional oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang diasopsi oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini juga harus, sebelum periode komitmen pertama, memutuskan modalitas perhitungan jatah emisi.
PASAL 8
1. Informasi yang diserahkan menurut Pasal 7 oleh setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditinjau kembali oelh tim peninjau ahli menurut keputusan Konferensi Para Pihak yang relevan dan sesuai dengan pedoman yang disetujui untuk keperluan ini oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini menurut Ayat 4 dibawah. Informasi yang diserahkan menurut Pasal 7 ayat 1, oleh setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditinjau kembali sebagai bagian dari kompilasi dan perhitungan tahunan inventarisasi emisi dan jatah emisi. Selain itu, informasi yang diserahkan menurut Pasal 7 Ayat 2 oleh masing-masing Pihak yang termasuk dalam Annex I harus ditinjau kembali sebagai bagian dari tinjauan komunikasi.
2. Tim peninjau ahli harus dikoordinasikan oleh secretariat dan harus terdiri dari ahli-ahli yang dipilih dari mereka yang dicalonkan oleh Para Pihak kepada Konvensi itu dan, sebagai mana perlu oleh organisasi-organisasi Antar pemerintah, sesuai dengan pedoman yang diberikan untuk kepentingan ini oleh Konferensi Para Pihak.
3. Proses peninjauan itu harus memberi suatu penilaian teknis yang menyeluruh mengenai semua aspek implementasi oleh suatu Pihak Protokol ini. Tim peninjau ahli tersebut harus menyusun suatu laporan kepada Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, dengan menilai implementasi komitmen dari Pihak itu dan mengidentifikasi masalah-masalah potensial didalamnya, dan factor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan komitmen. Laporan itu harus diedarkan
oleh secretariat kepada semua Pihak Konferensi. Secretariat harus mencantmkan pertanyaan-pertanyaan implementasi yang ditijukan dalam laporan tersebut untuk dipertimbangkan lebih lanjut oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini.
4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dalam siding pertamanya, harus mengadopsi dan meninjau kembali secara periodic setelah itu, pedoman untuk meninjau kembali implementasi Protokol ini oleh tim peninjau ahli dengan memperhatikan keputusan-keputusan Konferensi Para Pihak yang relevan.
5. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus, dengan bantuan badan Pembantu Implementasi dan jika diperluakan, Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi mempertimbangkan (a) Informasi yang diserahkat oleh Para Pihak menurut Pasal 7 dan
laporan tentang tinjauan para pakar yang dilakukan menurut pasal ini ; dan
(b) Pertanyaan-pertanyaan tentang implementasi yang dicantumkan oleh secretariat menurut ayat-ayat 3 diatas serta pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh Para Pihak.
6. Dengan mempertimbangkan informasi yang dimaksud dalam ayat 5 diatas, Konferensi pertemuan Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus mengambil keputusan tentang hal yang dibutuhkan untuk implementasi Protokol ini
PASAL 9
1. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara berkala meninjau kembali Protokol ini menurut informasi ilmiah terbaik yang tersedia, penilaian tentang perubahan iklim dan dampaknya serta informasi teknis, social, dan ekonomi yang relevan. Peninjauan tersebut harus dikoordinasikan dengan tujuan yang berkaitan peninjauan Konvensi, khususnya yang disyaratkan oleh Pasal 4 Ayat 2 (d) dan Pasal 7 Ayat 2 (a) Konvensi. Berdasarkan peninjauan ini Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol ini harus mengambil tindakan yang sesuai.
2. Peninjauan pertama harus dilakukan pada siding kedua Konferensi para Pihak yang bertindak sebagai pertemuan Para Pihak Protokol. Peninjauan selanjutnya harus terjadi pada interval yang teratur dan tepat waktu.
PASAL 10
Semua Pihak, dengan memperhatikan tanggung jawab bersama yang dibedakan dan prioritas tujuan dan persoalan pembangunan nasional dan regional mereka yang spesifik, tanpa memperkenalkan komitmen baru untuk Para Pihak yang tidak termasuk dalam Annex I, tetapi memperkuat komitmen yang ada menurut Pasal 4
Ayat 1 Konvensi, dan tetap mengupayakan implementasi komitmen ini untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan Pasal 4 Ayat-ayat 3,5, dan 7 Konvensi, harus :
(a) Merumuskan, jika relevan dan memungkinkan, program nasional dan jika sesuai regional yang hemat, untuk memperbaiki kualitas factor emisi local, data kegiatan dan atau model-model yang mencerminkan kondisi social ekonomi dari masing-masing Pihak untuk mempersiapkan perbaikan berkala inventarisasi nasional emisi antropogenik oleh sumber dan penyerapan oleh rosot semua gas rumah kaca yang tidak diatur oleh Protokol Montreal dengan menggunakan metodologi yang dapat dibandingkan yang akan disetujui oleh Konferensi Para Pihak dan konsisten dengan pedoman untuk persiapan komitmen nasional yang diadopsi oleh Konferensi Para Pihak.
(b) Merumuskan, mengimplementasikan, menerbitkan, dan secara teratur memperbaharui program nasional dan jika sesuai program regional yang berisi tindakan untuk mitigasi perubahan iklim dan tindakan untuk mempermudah adaptasi yang memadai bagi perubahan iklim : (i) Program tersebut antara lain akan berkenaan dengan sector-sektor
energi, trnsportasi dan industri serta pertanian, kehutanan dan pengelolaan limbah, selanjutnya teknologi dan metode adaptasi untuk meningkatkan perencanaan tataruang akan meningkatkan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan ;
(ii) Para Pihak yang termasuk dalam Annex I harus menyerahkan informasi tentang tindakan menurut Protokol ini, termasuk program nasional, sesuai dengan Pasal 7 dan Para Pihak lain harus berusaha memasukan dalam komunikasi nasional mereka, sebagaimana perlu, informasi tentang program yang berisi tindakan yang dipercaya Pihak tersebut akan memberikan kontribusi untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak yang merugikan, termasuk pengurangan kenaikan dalam emisi gas rumah kaca dan peningkatan oleh penyerapan prosot, pengembangan kapasitas dan tindakan adaptasi.
c) Bekerjasama dalam peningkatan modalitas yang efektif untuk pengembangan, penggunaan dan difusi, dan mengambil semua langkah yang praktis untuk meningkatkan, mempermudah dan membiayai pengalihan dari atau akses terhadap teknologi ramah lingkungan, keterampilan, praktik-praktik dan proses-proses yang berkaitan dengan perubahan iklim khususnya di Negara berkembang, termasuk perumusan kebijakan dan program untuk pengalihan secara efektif teknologi ramah lingkungan yang dimiliki oleh masyarakat atau yang terdapat di dalam domain masyarakat dan penciptaan suatu keadaan yang memungkinkan bagi sector swasta untuk memajukan dan meningkatkan pengalihan dari, dan akses ke, teknologi ramah lingkungan.
d) Bekerjasama dalam riset dan teknik ilmiah dan meningkatkan pemeliharaan dan pengembagan pengamatan yang sistematik dan pengembangan arsip data untuk mengurangi ketidakpastian yang berkaitan
dengan system iklim, dampak yang merugikan dari perubahan iklim dan konsekuensi ekonomi dan social dari berbagai strategi tanggapan dan meningkatkan pengembangan dan memperkuat kapasitas dan kapabilitas endogen untuk ikut serta dalam usaha internasional dan antar pemerintah, program dan jaringan riset dan pengamatan sistematis, dengan memperhatikan Pasal 5 Konvensi.
e) Meningkatkan kerja sama tingkat internasional, jika tepat, dengan menggunakan badan-badan yang ada, untuk pengembangan dan implementasi program pendidikan dan pelatihan, termasuk penguatan kapasitas nasional, khususnya kemampuan manusia dan kelembagaan dan pertukaran atau dukungan personel untuk melatih para pakar dalam bidang ini, khususnya untuk Negara-negara berkembang, dan mempermudah proses penyadaran masyarakat tentang perubahan iklim pada tingkat nasional dan akses masyarakat terhadap informasi tentang perubahan iklim. modalitas yang cocok harus dikembangkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan ini melalui badan-badan Konvensi yang relevan dengan memperhatikan Pasal 6 Konvensi.
f) Memasukan dalam komunikasi nasional Para Pihak, informasi tentang program dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan menurut Pasal ini, sesuai dengan keputusan-keputusan relevan dari Konferensi Para Pihak ; dan
g) Memberikan pertimbangan penuh dalam melaksanakan komitmen menurut Pasal ini terhadap Pasal 4, ayat 8 dari Konvensi.
PASAL 11
1. Dalam implementasi pasal 10, Para Pihak harus memperhatikan ketentuan Pasal 4, ayat-ayat 4, 5, 7, 8, dan 9 Konvensi.
2. Dalam konteks implementasi Pasal 4 Ayat 1 Konvensi, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat 3 dan Pasal 11 Konvensi, dan melalui entitas-entitas yang dipercaya untuk menyelenggarakan mekanisme keuangan Konvensi, maka Para Pihak Negara maju dan Para Pihak maju lainnya yang termasuk dalm Annex II Konvensi harus : (a) Menyediakan sumberdaya keuangan baru dan tambahan untuk
memenuhi seluruh biaya yang disetujui yang dikeluarkan oleh Para Pihak Negara berkembang dalam memajukan implementasi komitmen yang ada menurut Pasal 4 Ayat 1 (a) Konvensi yang dicakup dalam Pasal 10 sub-ayat a, dan
(b) Juga menyediakan sumberdaya keuangan, termasuk untuk alih teknologi yang diperlukan oleh Para Pihak negara berkembang untuk memenuhi seluruh biaya tambahan yang telah disetujui untuk memajukan implementasi komitmen yang ada menurut Pasal 4 Ayat 1 Konvensi yang dicakup oleh Pasal 10, dan yang disetujui antara suatu Pihak Negara berkembang dengan entitas atau entitas-entitas
internasional yang dimaksud dalm Pasal 11 Konvensi, sesuai dengan pasal itu.
Implementasi komitmen yang ada ini harus mencukupi dan dapat diperkirakan arus dananya dan penting berbagi beban yang sesuai diantara para Pihak Negara maju. Pedoman untuk entitas atau atita-entitas yang dipercaya untuk menyelenggarakan mekanisme keuangan Konvensi dalam keputusan relevan dari Konferensi Para Pihak, termasuk yang disetujui sebelum persetujuan Protokol ini, harus berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan ayat ini.
3. Para Pihak Negara maju dan para Pihak Negara maju lain dalam Annex II Konvensi juga boleh menyediakan sumberdaya keuangan untuk implementasi pasal 10 melalui jalur-jalur bilateral, regional, dan multilateral kepada para Pihak Negara berkembang
PASAL 12
1. Suatu mekanisme pembangunan bersih dengan ini diberikan definisinya. 2. Tinjauan dari mekanisme pembangunan bersih adalah untuk membantu
Para Pihak yang tidak termasuk dalam Annex I dalam mencapai pembangunan berkelanjuatan dan untuk membantu Para Pihak yang termasuk dalam Annex I dalam mencapai penaatan terhadap komitmen pengurangan dan pembatasan emisi menurut Pasal 3.
3. Dibawah mekanisme pembangunan bersih : a) Para Pihak yang tidak termasuk dalam Annex I akan mendapat
keuntungan dari kegiatan proyek yang menghasilkan pengurangan emisi yang disertifikasi ; dan
b) Para Pihak yang termasuk dalam Annex I boleh menggunakan pengurangan emisi yang disertifikasi yang diperoleh dari kegiatan proyek tersebut untuk memberikan kontribusi untuk memenuhi komitmen pengurangan dan pembatasan emisi menurut Pasal 3, sebagaimana yang ditentukan oleh Konferensi para Pihak yang merupakan pertemuan para Pihak Protokol ini.
4. Mekanisme pembangunan bersih harus tunduk kepada wewenang dan pedoman dari Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini dan harus diawasi oleh suatu badan eksekutif mekanisme pembangunan yang bersih.
5. Pengurangan emisi yang dihasilkan dari setiap kegiatan proyek harus disahkan oleh entitas operasional yang akan ditunjuk oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol ini atas dasar ; a) Partisipasi sukarela yang disetujui oleh masing-masing Pihak yang
terlibat b) Keuntungan nyata, dapat diukur dan berjangka panjang yang
berkaitan dengan mitigasi perubahan iklim ; dan
c) Pengurangan dalam emisi yang merupakan tambahan atas pengurangan yang akan terjadi jika tidak ada kegiatan yang disahkan.
6. Mekanisme pembangunan bersih harus membantu dalam mengadakan pendanaan yang memadai atas kegiatan proyek yang disahkan.
7. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan para Pihak Protokol ini harus dalam sidang pertamanya, menyempurnakan modalitas dan prosedur dengan tujuan menjamin transparansi, efisien dan pertanggungjawaban melalui pemeriksaan dan verifikasi yang independent atas kegiatan proyek.
8. Konferensi para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protkol ini harus memastikan bahwa suatu bagi hasil dari kegiatan proyek yang disahkan digunakan untuk menutup biaya administrasi serta untuk membantu Negara-negara berkembang yang sangat rawan terhadap pengaruh yang merugikan dari perubahan iklim untuk memenuhi biaya adaptasi.
9. Partisipasi dalam mekanisme pembangunan bersih, termasuk kegiatan-kegiatan yang disebut dalam ayat-ayat 3 (a) diatas untuk menghasilkan pengurangan emisi yang disertifikasi, boleh melibatkan entitas swasta dan atau pemerintah dan akan harus tunduk terhadap semua pedoman yang diberikan oleh badan eksekutif mekanisme pembangunan bersih.
10. Pengurangan emisi yang disertifikasi yang diperoleh dari suatu periode setelah tahun 2000 sampai dengan permulaan periode komitmen pertama dapat digunakan untuk mencapai penaatan dalam periode komitmen pertama.
PASAL 13
1. Konferensi Para Pihak, badan tertinggi Konvensi, harus yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini.
2. Para Pihak Konvensi yang bukan Para Pihak Protokol ini boleh berpartisipasi sebagai pengamat dalam acara-acara siding Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan para Pihak Protokol ini. Ketika Konferensi Para Pihak merupakan pertemuan Para Pihak Protokol harus mengambil keputusan Protokol, maka keputusan harus diambil hanya oleh mereka yang merupakan Para Pihak protocol ini.
3. jika Konferensi Para pihak merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini, setiap anggota Biro Konferensi Para Pihak yang mewakili suatu Pihak Konvensi, yang pada waktu itu tidak merupakan suatu Pihak Protokol ini, harus diganti oleh anggota tambahan yang dipilih oleh dan dari antara Para Pihak Protokol ini.
4. Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus secara teratur meninjau implementasi Protokol ini dan harus mengambil, dalam batas-batas mandatnya, keputusan-keputusan yang perlu untuk meningkatkan efektivitas implementasinya. Pertemuan
tersebut harus melaksanakan fungsinya yang diberikan oleh Protokol dan harus : a) Melakukan penilaian terhadap inplementasi Protokol yang
dilakukan oleh para Pihak atas dasar informasi yang tersedia sesuai dengan ketentuan Protokol ini, pengaruh yang ditimbulkan oleh implementasi Protokol ini, khususnya pengaruh terhadap lingkungan, ekonomi social serta dampak kumulatif dan tingkat kemajuan dalam mencapai tujuan Konvensi.
b) Memeriksa secara berkala kewajiban-kewajiaban para Pihak menurut Protokol ini dengan memberikan pertimbangan yang wajar atas tinjauan yang diisyaratkan oleh Pasal 4 Ayat 2 (d) dan Pasal 7 Ayat 2 Konvensi, menurut tujuan Konvensi tersebur, pengalaman yang diperoleh dalam implementasinya dan evolusi pengetahuan ilmiah dan teknologi dan dalam hal ini mempertimbangkan dan menyetujui laporan rutin tentang implementasi Protokol ini.
c) Meningkatnya dan mempermudah pertukaran informasi tentang tindakan yang diambil oleh Para Pihak untuk mengatasi perubahan iklim dan pengaruh-pengaruhnya, dengan memperhatikan keadaan, tanggung jawab, dan kemampuan yang berbeda dari Para Pihak dan komitmen mereka masing-masing menurut Protokol ini.
d) Atas permintaan dua Pihak atau lebih mempermudah koordinasi tindakan yang diambil oleh mereka untuk mengatasi perubahan iklim dan pengaruhnya dengan mempertimbangkan keadaan, tanggung jawab dan kemampuan yang berbeda-beda dari Para Pihak dan Komitmen mereka masing-masing menurut Protokol ini.
e) Meningkatkan dan membimbing sesuai dengan tujuan Konvensi dan ketentuan Protokol ini dan sepenuhnya memperhatikan keputusan-keputusan Konferensi Para Pihak yang relevan, pengembangan dan penyempurnaan berkala metodologi yang dapat diperbandingkan untuk implementasi protocol ini secara efektif, untuk disetujui oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini.
f) Membuat rekomendasi tentang setiap hal yang perlu untuk mengimplementasi Protokol ini.
g) Berusaha untuk menggunakan sumberdaya keuangan tambahan sesuai dengan Pasal 11 Ayat 2.
h) Mendirikan badan-badan pembatu jika dipandang perlu untuk melaksanakan Protokol ini.
i) Mencari dan memanfaatkan, jika tepat, pelayanan, kerjasama dan informasi yang diberikan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten, badan-badan antarpemerintah dan non pemerintah ; dan
j) Melaksanakan fungsi-fungsi lain sebagaimana diisyaratkan untuk implementasi Protokol ini dan mempertimbangkan tugas yang timbul dari suatu keputusan Konferensi Para Pihak.
5. Aturan prosedur Konferensi Para Pihak dan prosedur-prosedur keuangan yang digunakan berdasarkan Konferensi harus berlaku mutatis mutandis atas Protokol ini, kecuali diputuskan berdasarkan consensus Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini.
6. Sidang pertama Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus diadakan oleh secretariat sehubungan dengan siding pertama Konferensi Para Pihak yang dijadwalkan setelah Protokol Kyoto efektif. Sidang biasa Konferensi Para Pihak Protokol berikutnya harus diadakan setiap tahun dan sehubungan dengan siding-sidang biasa Konferensi Para Pihak, jika tidak ditentukan lain oleh Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini.
7. Sidang-sidang luar biasa Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus diadakan pada waktu-waktu lain jika dipandang perlu oleh Konferensi Para Pihak Protokol ini, atau atas permintaan tertulis setiap Pihak, asalkan dalam waktu 6 bulan permintaan tersebut telah dikomunikasikan kepada Para Pihakoleh secretariat dan didukung oleh paling sedikit 1/3 dari Para Pihak.
8. PBB, badan-badan khususnya, dan Badan Atom Internasional serta Negara pengamat atau bukan anggota Konvensi, boleh diwakili pada sidang-sidang Konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini sebagai pengamat. Badan-badan nasional atau internasional, pemerintah atau non pemerintah yang layak dalam hal yang sedang diliputi oleh Protokol ini dan yang telah memberitahu kepada secretariat tentang keinginannya untuk diwakili di sidang konferensi Para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini sebagai seorang pengamat, dapat diizinkan kecuali jika paling sedikit 1/3 dari Para Pihak yang hadir menolaknya. Pengizinan dan partisipasi para pengamat harus tunduk kepada aturan prosedur, seperti yang dimaksud dalam Ayat 4 di atas.
PASAL 14
1. Sekretariat yang dibentuk melalui Pasal 8 konvensi akan menjadi secretariat Protokol.
2. pasal 8 Ayat 2 Konvensi tentang fungsi secretariat dan pasal 8 Ayat 3 Konvensi tentang pengaturan berfungsi secretariat, harus berlaku mutatis mutandis atas Protokol ini. Selain itu, secretariat harus melaksanakan fungsi-fungsi yang diberikan Protokol ini.
PASAL 15
1. Badan pembantu untuk Saran Ilmiah dan teknologi dan Badan Pembantu untuk Implementasi yang dibentuk berdasarkan Pasal-pasal 9 dan 10 Konvensi akan menjadi Badan pPembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi dan Badan Pembantu untuk Implementasi Protokol ini.
Ketentuan yang berkaitan dengan berfungsinya dua badan tersebut menurut Konvensi harus berlaku mutatis dan mutandis atas Protokol ini. Sidang-sidang dari pertemuan Badan Pembantu untuk Saran Ilmiah dan Teknologi dan Badan Pembantu untuk Implementasi Protokol ini harus diadakan sejalan dengan pertemuan-pertemuan Badan pembantu untuk Saran Ilmiah dan teknologi dan badan Pembantu untuk Implementasi Konvensi.
2. Para Pihak Konvensi yang bukan merupakan Para Pihak protocol ini boleh berpartisipasi sebagai pengamat acara-acara sidang badan-badan pembantu. Jika badan-badan pembantu subsidiary merupakan badan-badan pembantu Protokol ini, keputusan-keputusan protocol ini harus diambil hanya oleh mereka yang merupakan Para Pihak Protokol ini.
3. Jika badan-badan pembantu yang dibentuk berdasarkan Pasal-pasal 9 dan 10 Konvensi tersebut melaksanakan fungsi-fungsi mereka mengenai hal-hal tentang Protokol ini, setiap anggota Biro dari badan-badan pembantu tersebut yang mewakili suatu Pihak Konvensi, tetapi pada waktu itu bukan merupakan Pihak Protokol ini, harus diganti oleh anggota tambahan yang akan dipilih oleh dan dari antara Para Pihak Protokol ini.
PASAL 16
Konferensi para pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus sesegera mungkin mempertimbangkan penerapan Protokol ini dan jika perlu memodifikasi proses konsultasi multilateral yang dimaksud dalam Pasal 13 Konvensi, sehubungan dengan keputusan-keputusan yang relevan yang dibuat oleh Konferensi para Pihak. Setiap Proses Konsultasi multilateral yang boleh digunakan untuk Protokol ini harus beroperasi tanpa mengurangi arti prosedur dan mekanisme yang ditentukan sesuai dengan Pasal 18
PASAL 17
Konferensi Para Pihak harus menentukan prinsip, modalitas, aturan dan pedoman yang relevan, khususnya untuk verifikasi, pelaporan dan pertanggungjawaban untuk perdagangan emisi untuk memenuhi komitmen mereka berdasarkan Pasal 3. setiap perdagangan harus merupakan kegiatan tambahan dari tindakan domestic untuk memenuhi komitmen pembatasan dan pengurangan emisi menurut pasal itu.
PASAL 18
Konferensi para Pihak yang merupakan pertemuan Para Pihak Protokol ini harus dalam sidang pertamanya menyetujui prosedur dan mekanisme yang tepat dan efektif untuk menentukan dan mengemukakan kasus-kasus ketidaktaatan terhadap
ketentuan Protokol ini, termasuk melalui pengembangan suatu daftar indikatif tentang konsekuensi dengan memperhatikan sebab, jenis, tingkat dan frekuensi ketidaktaatan. Setiap Prosedur dan mekanisme menurut Pasal ini yang memiliki konsekuensi yang mengikat harus diadosi dengan cara amandemen atas Protokol ini.
PASAL 19
Ketentuan pasal 14 Konvensi tentang penyelesaian perselisihan harus berlaku mutatis mutandis atas Protokol ini.
PASAL 20
1. Setiap Pihak Boleh mengusulkan amandemen atas Protokol ini. 2. Amandemen atas protocol harus disetujui dalam suatu sidang biasa
Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak ini. Teks dari setiap amandemen yang diusulkan atas Pihak Protokol ini harus dikomunikasikan ke Para Pihak oleh secretariat paling sedikit enam bulan sebelum pertemuan yang akan membahas dan mengadopsi amandemen dilaksanakan. Secretariat juga harus mengkomunikasikan teks amandemen yang diusulkan kepada Para Pihak dan para penandatangan Konvensi dan kepada Depositori unutk informasi.
3. Para Pihak harus berusaha untuk mencapai persetujuan secara consensus atas setiap amandemen Protokol. Jika semua usaha yang ditempuh melalui consensus telahhabis dan belum mencapai persetujuan, maka sebagai pilihan terakhir amandemen tersebut harus disetujui oleh tiga per empat suara mayoritas Para Pihak yang hadir dan memberi suara pada pertemuan tersebut. Amandemen yang diadopsi harus dikomunikasikan oleh secretariat kepada Depositori, yang akan mengedarkan kepada semua Pihak untuk diterima oleh mereka.
4. Instrumen penerimaan dalam hal amandemen harus disimpan pada Depositori. Suatu amandemen yang disetujui dengan Ayat 3 diatas harus berlaku efektif bagi Para Pihak yang telah menerimanya pada hari ke-90 setelah tanggal penerimaan oleh paling sedikit tiga per empat dari Pihak Protokol ini.
5. Amandemen tersebut akan berlaku efektif untuk Pihak lain pada hari ke-90 setelah Pihak tersebut menyerahkan instrument yang menerima amandemen yang dimaksud kepada Depositori.
PASAL 21
1. Annex-annex Protokol ini harus merupakan suatu bagian integral dari perjanjian ini, kecuali jika dinyatakan tidak demikian, pada waktu yang
sama rujukan kepada Protokol ini juga merupakan rujukan untuk setiap annex tersebut. Setiap annex yang diadopsi setelah berlakunya Protokol ini harus dibatasi pada daftar, formulir, dan bahan-bahan lainnya yang bentuknya deskriftif atau bersifat ilmiah, teknis, procedural atau administrative.
2. Setiap Pihak boleh membuat usulan-usulan untuk suatu annex atas Protokol ini dan boleh mengusulkan amandemen atas annex-annex Protokol ini.
3. Annex-annex Protokol ini dan amandemen atas annex-annex Protokol ini harus diterima dalam satu sidang biasa dari Konferensi Para Pihak Protokol ini. Teks setiap annex atau amandemen atas suatu annex yang diusulkan harus dikomunikasikan kepada Para Pihak oleh secretariat paling sedikit enam bulan sebelum pertemuan yang akan membahas dan mengadopsi dilaksanakan. Secretariat juga harus mengkomunikasikan teks setiap annex atau amandemen atas suatu annex yang diusulkan kepada para Pihak dan para penandatangan Konvensi dan kepada Depositori untuk informasi.
4. Para Pihak harus berusaha untuk mencapai suatu persetujuan atas suatu annex atau amandemen atas suatu Annex yang diusulkan melalui consensus. Jika semua usaha yang ditempuh melalui consensus telah habis dan belum mencapai persetujuan, maka sebagai pilihan terakhir annex atau amandemen atas suatu annex tersebut harus disetujui oleh tiga per empat suara mayoritas Para Pihak yang hadir dan memberi suara pada pertemuan tersebut. Annex atau amandemen atas suatu annex yang diadopsi harus dikomunikasikan oleh secretariat kepada depositori, yang harus mengedarkannya kepada semua Pihak untuk diterima mereka.
5. Suatu annex atau amandemen atas suatu annex selain Annex A atau Annex B, yang telah diadopsi sesuai dengan ayat-ayat 3 dan 4 diatas harus berlaku bagi semua Pihak Protokol ini enam bulan setelah tanggal komunikasi oleh Depositori kepada Para Pihak tenyang adopsi annex atau amandemen atas annex, kecuali untuk Para Pihak yang telah memberitahukan kepada Depositori secara tertulis dalam jangka waktu 6 bulan tentang ketidaksetujuan mereka tentang annex atau amandemen atas annex tersebut. Annex atau amandemen atas suatu annex harus berlaku bagi Para pihak yang menarik kembali pemberitahuan mereka tentang ketidaksetujuan pada hari ke-90 setelah tanggal penarikan pemberitahuan tersebut telah diterima oleh Depositori.
6. Jika adopsi suatu annex atau amandemen atas suatu annex melibatkan suatu amandemen atas Protokol ini, annex atau amandemen atas suatu annex tidak boleh berlaku sampai amandemen atas protocol ini berlaku.
7. Amandemen atas Annex-annex A dan B Protokol ini harus diadosi dan berlaku sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam Pasal 20, asalkan amandemen atas Annex B harus diadopsi hanya dengan persetujuan tertulis dari Pihak yang bersangkutan.
PASAL 22
1. Masing-masing Pihak harus menpunyai satu hak suara, kecuali
sebagaimana yang ditentukan dalam Ayat 2 di bawah. 2. Organisasi-organisasi integral ekonomi regional, dalam hal-hal sebatas
konpetensi mereka, harus melaksanakan hak mereka untuk menggunakan hak suara mereka dengan jumlah hak suara yang sama dengan jumlah Negara anggota mereka yang merupakan Para Pihak Protokol ini. Organisasi semacam itu tidak boleh melaksanakan hak-haknya untuk hak suara jika setiap Negara anggotanya melaksanakannya haknya dan sebaliknya.
PASAL 23
Sekretariat Jendral PBB harus merupakan Depositori Protokol ini.
PASAL 24
1. Protokol ini harus terbuka bagi tandatangan dan dapat dilakukan ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh Negara-negara dan organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional yang merupakan Para Pihak Konvensi. Protokol ini juga harus terbuka bagi tandatangan di Markas Besar PBB di New York dari 16 Maret 1998 ke 15 Maret 1999. Protokol ini harus terbuka bagi aksesi setelah tertutup bagi tandatangan. Intrumen-instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan dan aksesi harus disimpan oleh Depositori.
2. Setiap organisasi integrasi ekonomi regional yang menjadi suatu pihak Protokol ini tanpa Negara anggotanya yang menjadi Pihak harus terikat oleh semua kewajiban menurut Protokol ini. Dalam hal organisasi semacam itu, jika suatu Negara anggota atau lebih yang menjadi Pihak protocol ini, maka organisasi itu dan Negara anggotanya harus memutuskan tanggung jawab mereka masing-masing atas implementasi kewajiban-kewajiban mereka menurut Protokol ini. Dalam kasus-kasus semacam itu, organisasi tersebut dan Negara-negara anggiotanya tidak layak untuk melaksanakan hak-hak menurut Protokol ini secara bersama-sama.
3. dalam hak instrument ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi mereka, organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional harus menyatakan tingkat kompetensi mereka tentang hal-hal yang diatur oleh protocol ini.
4. organisasi-organisasi ini juga harus memberitahu kepada Depositori yang pada gilirannya harus memberitahu mengenai perubahan substansial dalam tingkat kompetensi mereka.
PASAL 25
1. Protokol ini harus berlaku pada hari ke-90 setelah tidak kurang dari 55 Pihak dalam Konvensi, termasuk para Pihak yang termasuk dalam Annex I yang telah memberikan paling sedikit 55 persen dari jumlah emisi karbondioksida untuk tahun 1990 dari Para Pihak yang termasuk dalam Annex I, telah menyerahkan atau aksesi mereka
2. Untuk kepentingan pasal ini, jumlah emisi karbon dioksida untuk 1990 dari Para pihak yanmg termasuk dalam Annex I berarti jumlah yang dikomunikasikan pada atau sebelum tanggal adopsi Protokol ini oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I dalam komunikasi nasional mereka yang diserahkan sesuai dengan Pasal 12 Konvensi.
3. untuk setiap Negara atu organisasi integrasi ekonomi regional yang meratifikasi, menerima atau menyetujui Protokol ini atau yang mengaksesi setelah syarat-syarat yang diterangkan dalam ayat 1 diatas untuk berlakunya telah dipenuhi, Protokol ini harus berlaku pada hari ke 90 setelah tanggal penyerahan intrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi.
4. Untuk kepentingan pasal ini, setiap instrument yang disimpan oleh suatu organisasi integrasi ekonomi tidak boleh dianggap sebagai suatu instrument yang disimpan oleh Negara-negara anggota organisasi tersebut.
PASAL 26
Tidak ada reservasi yang boleh dilakukan untuk Protokol ini.
Pasal 27
1. Pada suatu saat setelah 3 tahun sejak protocol ini berlaku bagi suatu Pihak, Pihak itu boleh mengundurkan diri dari Protokol ini dengan memberikan pemberitahuan tertulis kepada Depositori.
2. Setiap pengunduran diri harus berlaku setelah satu tahun kadaluarsa terhitung dari tanggal penerimaan oleh Depositori, tentang pemberitahuan pengunduran diri atau pada tanggal yang lebih dulu mundur yang ditentukan dalam pemberitahuan pengunduran diri.
3. Setiap Pihak yang mengundurkan diri dari Konvensi harus juga dianggap telah mengundurkan diri dari Protokol ini.
PASAL 28
Bentuk asli Protokol ini merupakan naskah berbahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol yang sama-sama otentik, harus disimpan pada Sekretaris PBB. DILAKUKAN di Kyoto pada hari kesebelas bulan Desember tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh. SEBAGAI SAKSI DEMIKIANLAH penandatangan, yang benar-benar diberi wewenang untuk hal itu, telah membubuhkan tanta tangan mereka atas Protokol ini pada tanggal yang ditujukan