Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii
-
Upload
aji-uhfatun-m -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
Transcript of Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan konsep pengembangan wilayah, pemahaman klaster
industri, pemahaman Usaha Kecil Menengah (UKM), konsep Pengembangan
Ekonomi Lokal (LED), Indikator perbedaan antara industri mikro, kecil dan
menengah.
2.1 Konsep Pengembangan Wilayah
Wilayah meliputi lingkungan supra urban atau di luarnya sehingga
pengembangan suatu wilayah adalah proses perumusan dan pengimplementasian
apa yang menjadi tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Terdapat 4
(empat) dasar tujuan pengembangan wilayah, yaitu :
1. Pendayagunaan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan
ekonomi lokal berdasarkan pada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada
suatu wilayah;
2. Mengurangi disparitas antarwilayah (regional inbalances);
3. Berorientasi pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
4. Mempertahankan serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Namun keempat tujuan tersebut tidak dapat dicapai dalam suatu wilayah
karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu pada umumnya dilakukan
pemfokusan pada tujuan, dengan kata lain untuk menghindari tidak terjadinya
tabrakan kepentingan. Dalam pengembangan wilayah secara umum dapat
dibedakan atas tiga bagian yaitu pendekatan sentralisasi, desentralisasi teritorial,
dan integrasi fungsional (Val dalam Hanafiah, 1999 :5)
1. Pendekatan Sentralisasi;
Pembentukkan kutub pertumbuhan yang berciri pada pengembangan
perdesaan dengan mengembangkan sektor industri modern yang umumnya
padat modal. Dari pengembangan titik tertentu ini diharapkan kemajuan dapat
disebarkan ke seluruh wilayah perdesaan.
2. Desentralisasi Teritorial;
Paradigma perencanaan dari bawah (bottom-up) membentuk wilayah tertutup
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
12
sehingga potensi sumber daya di pedesaan tidak mengalir ke kota yang
dianggap sebagai parasit yang menyerap potensi wilayah perdesaan. Wilayah
yang dikembangkan dengan paradigma ini diarahkan untuk tidak saling
berkaitan (loosely connected), sehingga diharapkan berkembang secara
berdikari berdasarkan kekuatan sendiri (self suffiency).
3. Integrasi Fungsional;
Pendekatan yang berupaya untuk menangani antara pemikiran sentralisasi
dengan desentralisasi dalam konsep pengembangan wilayah. Asumsi yang
diambil yakni suatu wilayah merupakan suatu sistem jaringan dari berbagai
ruang/tempat (spatial), yang saling berkaitan dan menyarankan dibentuknya
suatu sistem pusat yang berjenjang dan mempunyai keterkaitan untuk
menyebarkan kemajuan keseluruh wilayah.
Strategi di atas secara esensial merupakan pembangunan pada sektor
utama/terpilih pada lokasi tertentu, akan menyebabkan kemajuan keseluruh bagian
wilayah. Pengertian dari pernyataan di atas bahwa pendekatan ini berbeda dengan
pendekatan pembangunan berimbang (balanced growth). Pendekatan tersebut
terlalu ideal, karena bertujuan untuk mengembangkan berbagai sektor secara
serentak.
Menurut Tommy Firman (1990), teori pertumbuhan wilayah merupakan
teori pertumbuhan ekonomi nasional yang disesuaikan atau dimodifikasi pada
skala wilayah (sub nation), dengan anggapan dasar bahwa suatu wilayah (region)
adalah mini nation. Akan tetapi, menurut Jhon Glasson (1990), sampai begitu jauh
belum ada satupun teori pertumbuhan regional tersebut dapat diterima secara
umum (Seminar Ekonomi Regional se Indonesia, 1990 : 2).
Berkaitan dengan pengembangan wilayah, dan permasalahan umum yang
terjadi di negara berkembang ternyata pertumbuhan wilayah tidak dapat
diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar, seperti apa yang diungkapkan
dalam teori ekonomi Neo Klasik, karena pada kenyataannya mekanisme tersebut
tidak dapat menyelesaikan persoalan di dalam pengembangan wilayah, seperti
masalah kemiskinan dan ketimpangan antara wilayah. Anggapan bahwa hasil
pembangunan dapat menetes dengan sendirinya melalui sektor pembangunan,
yaitu melalui sektor moderen atau melalui ruang kepada sektor yang belum
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
13
berkembang, lokasi geografi lainnya dan golongan miskin, ternyata tidak
sepenuhnya benar. Hasil pembangunan ternyata lebih terkonsentrasi pada
sekelompok kecil masyarakat yang terkait dengan sektor moderen yang pada
umumnya terdapat di kota-kota besar. Akibatnya, ketimpangan antara golongan,
antara wilayah, dan antara desa dan kota, menjadi semakin lebar; pengangguran
dan setengah pengangguran semakin luas, serta masalah kemiskinan tidak teratasi
sehingga semakin meningkat (Sarosa, 1989 : 2).
Berdasarkan kenyataan di atas yang menunjukan kegagalan konsep
pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan suatu konsep pengembangan wilayah
yang lebih menekankan segi pemerataan pembangunan daripada pertumbuhan
ekonomi, berkaitan dengan masalah kemiskinan yang dihadapi. Oleh karena itu
untuk membantu masyarakat yang dianggap miskin atau daerah yang disebut tidak
menguntungkan, maka dibutuhkan kebijaksanaan (Sthor, 1981 : 41). Konsep
pengembangan wilayah yang dikemukakan oleh Sthor, merupakan konsep
pengembangan wilayah terbelakang yang didasarkan pada paradigma
pembangunan dari bawah. Menurut Sthor, hal tersebut dilakukan dengan
memobilisasi maksimum sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
daya institusional masing-masing wilayah dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar masyarakatnya. Lebih lanjut Sthor, menyebutkan bahwa
kebijaksanaan dalam konsep ini berorientasi pada :
1. Pelayanan kebutuhan dasar yang diorganisir secara teritorial;
2. Pembangunan perdesaan;
3. Penerapan teknologi yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia
dan alam secara penuh;
4. Kelembagaan regional berdasarkan keterpaduan teritorial.
Pengembangan wilayah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat
disebut sebagai pengembangan wilayah teritorial. Penekanan pendekatan ini
adalah pemerataan dan peningkatan kualitas hidup seluruh penduduk di wilayah
sasaran (Friedman and Weaver, 1979 : 193). Dalam pendekatan teritorial, ruang
dipandang sebagai distribusi ‘kekuatan’ (territorial power) dan ‘kehendak’
(territorial will). Kebijakan tata ruang teritorial merupakan suatu ‘pengaturan’
terhadap distribusi ‘kekuatan’ dan ‘kehendak’ tersebut (Gore, 1984 : 163).
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
14
Lebih lanjut Sthor, menyebutkan bahwa konsep pengembangan wilayah
tersebut bertujuan pada pengintegrasian sumber daya ekonomi, lingkungan, dan
sosial yang tersedia secara regional semaksimal mungkin. Karenanya hal ini
memerlukan asumsi yang disebut sebagai ‘penutupan selektif’, dalam kaitannya
untuk merintangi efek operasi otonomi dari pasar berskala besar yang mengurangi
potensi pembangunan wilayah yang kurang berkembang. Hal ini secara khusus
berarti memudahkan penahanan faktor-faktor produksi yang diperlukan bagi
pembangunan wilayah tersebut dan mengurangi transfer dari luar yang
melemahkan potensi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang
wilayahnya. Integrasi secara teritorial sumber daya yang tersedia dan struktur
sosialnya akan membentuk suatu basis bagi implus pembangunan yang telah
ditentukan secara lebih internal (Sthor, 1981 : 45).
Pengintegrasian kegiatan diberbagai bidang pembangunan sangat
diperlukan, tetapi untuk mencapai hal tersebut adalah tidak mudah. Untuk
beberapa negara Asia Pasifik, hal tersebut dilakukan melalui pengintegrasian
pembangunan daerah. Hal ini dipandang sebagai bentuk perencanaan antara
tingkat regional dan tingkat lokal. Menurut Rahman; alasannya diberikan
pendekatan ini karena (ESCAP, 1979 : 780) :
1. Untuk pengekploitasian sumber daya lokal, dengan penggunaan modal, tenaga
dan faktor produksi lainnya dengan lebih optimal;
2. Konsep perencanaan lokal dengan melibatkan partisipasi masyarakat dapat
lebih mudah terealisasi pada tingkat lokal dari pada tingkat regional;
3. “Lokal” lebih kecil dari pada “Wilayah”, terlihat lebih homogen dari pada
wilayah, dengan demikian akan dapat mengurangi kompleksitas masalah;
4. Koordinasi implementasi antara bidang-bidang yang terkait menjadi lebih
mudah.
Lebih lanjut disebutkan bahwa terdapat 5 (lima) tingkatan dalam
perencanaan ESCAP, 1979: 71;
1. Macro Stage, merupakan perencanaan nasional dengan tujuan umum;
2. Sector Stage, merupakan perencanaan sektoral berkaitan dengan sektor basis;
3. Interregional Stage, dititikberatkan pada koordinasi antar wilayah;
4. Regional Stage, dititikberatkan pada koordinasi antara sektor pada masing-
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
15
masing wilayah;
5. Micro Stage, merupakan perencanaan lokal dimana tujuan pembangunan lebih
bersifat spesifik.
Terdapat 2 (dua) mekanisme pemikiran yang memberikan pengaruh pada
teori pengembangan wilayah, yaitu :
Mekanisme pemikiran optimis (Hirchsman);
Mengenai efek polarisasi dan penetesan (polarization and trickling down effect),
dimana konsentrasi pembangunan diarahkan pada sektor utama/terpilih yang
ditentukan dengan melihat keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and
backward lingkages) sektor tersebut, dengan pengertian sektor utama akan
mendukung sektor lainnya.
Mekanisme pemikiran pesimis (Myrdal);
Memperkenalkan backwash dan spread effect yang dasarnya tidak berbeda pada
polarisasi dan penetesan. Namun dalam pengertiannya bahwa efek penyerapan
cenderung berperan lebih kuat daripada efek penyebaran sehingga sektor utama
akan menyerap produk-produk unggulan dari sektor lainnya.
Dari pengertian di atas maka sektor utama/terpilih merupakan sektor yang
mampu menarik sektor lainnya, lalu dalam perkembangannya, secara bersama
akan membentuk intensitas pada kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan
pendapatan dari suatu wilayah sehingga pada jangka panjang dapat
mengembangkan suatu wilayah industri atau kawasan industri.
Adapun kebijakan yang mengatur tentang suatu kawasan industri dapat
dilihat pada lampiran 1 yaitu pada Keputusan Presiden No.41 Tahun 1996 tentang
kawasan industri.
2.2 Pemahaman Klaster Industri
Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai pengertian pemahaman klaster,
tipe-tipe klaster dan jaringan kerja sama, model-model untuk mengkaji klaster,
model Diamond Porter serta faktor-faktor penting dan tahapan pengembangan
suatu klaster industri.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
16
2.2.1 Pengertian Klaster Industri
Ada beberapa pengertian klaster yang selama ini berkembang pada
berbagai literatur. Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Schmitz (1992 dalam McCormick, 1999), mendefinisikan klaster sebagai
suatu aglomerasi perusahaan secara geografis dan secara sektoral. Pendekatan ini
berakar dari Marsall (1890) yang menggunakan istilah localized industry atau
industrial district untuk menyebut kosentrasi industri khusus pada wilayah
tertentu, demikian juga dengan Becattini (1990). Lebih lanjut Humprey dan
Schmitz (1996), mengemukakan bahwa apakah di dalam klaster berkembang
spesialisasi dan kerjasama, merupakan satu hal yang diperoleh dari penelitian
empiris, dan tidak dimasukkan ke dalam definisi. Sedangkan apabila klaster
tersebut menunjukkan ciri-ciri efisiensi kolektif maka klaster tersebut dinamakan
distrik industri/industrial district (UNCTAD, 1998). Karakteristik dari distrik
industri tersebut adalah fleksibilitas dan adanya jaringan kerjasama yang kuat
diantara industri kecil yang menghasilkan bentuk spesialisasi dan subkontrak.
Dari perdebatan internasional, muncul atribut-atribut distrik industri yaitu
(Humprey dan Schmitz, 1996) :
Kedekatan geografis.
Spesialisasi sektoral.
Adanya dominasi industri kecil dan menengah.
Kolaborasi antar perusahaan.
Kompetisi antar perusahaan yang berdasarkan pada inovasi.
Adanya identitas sosio-kultural yang menumbuhkan kepercayaan.
Adanya dukungan pemerintah regional.
2. UNIDO (2001) mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan secara
sektoral dan secara geografis yang memproduksi dan menjual serangkaian
produk-produk yang berhubungan, atau produk-produk yang saling melengkapi,
dan mereka menghadapi tantangan dan peluang yang sama.
3. Secara harafiah, menurut Wibrata (1998), pengertian klaster adalah
pengelompokkan suatu kegiatan yang sejenis dalam lingkup wilayah tertentu, atau
dalam pengertian yang lebih sempit diterjemahkan pula klaster sebagai sentra
industri. Sejalan dengan perubahan lingkungan global, maka pengertian konsep
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
17
tersebut menjadi berkembang dan makin luas lingkupnya.
4. Porter (2001) menggunakan istilah klaster untuk menunjukan sekelompok
perusahaan yang saling terhubung berdekatan secara geografis dengan institusi-
institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus; terhubung dengan kebersamaan
dan saling melengkapi. Porter percaya bahwa hubungan di dalam klaster industri
lebih menguntungkan karena berdekatan, tetapi tidak menggunakan kedekatan
geografis sebagai karakteristik definisi klaster. Dengan definisi diatas, suatu
klaster industri dapat termasuk pemasok bahan baku dan input yang spesifik, atau
perluasan ke hilir ke pasar atau ke para exportir. Sebuah klaster menurut
pengertian Porter juga termasuk lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, penyediaan
jasa, dan lembaga lain yang mendukung perusahaan-perusahaan klaster, di
bidang-bidang seperti pelatihan atau penelitian kejuruan lingkup geografis klaster
sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau jalan di daerah kota, sampai
mencakup sebuah kecamatan atau provinsi (Anonim, 2001).
5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Indonesia mendefinisikan klaster
sebagai pengelompokkan industri yang saling berhubungan secara intensif yang
merupakan aglomerasi perusahaan-perusahaan yang membentuk partnership, baik
sebagai industri pendukung maupun industri terkait (Simbolon dam Anonim,
2000).
6. Kotler (1997) mendefinisikan klaster industri atau kelompok industri adalah
segmen-segmen industri yang bersama-sama memiliki kaitan vertikal dan
horizontal. Jika sebuah industri mendiversifikasi bidang-bidang yang merupakan
input ataupun output dari industri itu, maka arah diversifikasi itu bersifat vertikal.
Ada 2 macam kaitan vertikal : kaitan kedepan dan kaitan kebelakang. Kaitan
kedepan adalah kaitan antara industri utama dan industri-industri hilirnya,
sedangkan kaitan kebelakang adalah kaitan antara industri utama dan industri
hulunya. Dari sudut pandang industri utama, semua industri yang terkait disebut
industri pendukung. Sebaliknya, jika sebuah industri tidak berkembang dalam
berbagai arah lewat hubungan input, output, maka arahnya bersifat horizontal.
Kaitan-kaitan horizontal menghubungkan industri lain yang saling melengkapi
dalam teknologi dan/atau pemasaran. Semua industri seperti itu yang terlibat di
kaitan horizontal disebut industri terkait.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
18
7. Tambunan (2001) mendefinisikan klaster sebagai kegiatan yang terdiri atas
industri penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi/sektor-sektor penunjang dan
terkait satu sama lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait.
2.2.2 Tipe-Tipe Klaster dan Jaringan Kerjasama
Ada beberapa perbedaan tipe klaster dan perbedaan sistem
pengklasifikasiannya.
A. McCormick (1999) mengidentifikasi 3 (tiga) tipe klaster yang ada di Afrika
berdasarkan hubungan klaster dengan proses industrialisasi, yaitu :
(1) Klaster yang masih terletak pada dasar untuk proses industrialisasi.
(1) Klaster industri merupakan tahap awal proses industrialisasi.
(1) Klaster industri yang kompleks (complex industrial cluster).
B. Altenburg dan Meyer-Stamer (1999) mengidentifikasi 3 (tiga tipe klaster di
Amerika Latin, yaitu :
(1) Klaster industri kecil dan mikro yang survival, yaitu yang masih
mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Klaster ini memproduksi
barang-barang konsumsi yang berkualitas rendah dan hanya untuk pasar
lokal, dan umumnya merupakan aktivitas halangan masuknya rendah.
(2) Klaster yang terdiri dari produsen yang lebih maju dan berproduksi secara
masal dan terdeferensial. Kelompok ini sebagian besar berhasil pada
periode substitusi impor dan berproduksi untuk pasar lokal.
(3) Klaster korporasi trans-nasional. Aktivitas pada klaster ini secara
teknologi lebih kompleks.
C. Neven dan Droge mengutip Noeworthy dalam Adeboye (1996), meletakkan
klaster industri dari negara-negara yang sedang berkembang ke dalam
kelompok tersendiri, dengan alasan tidak ada dinamika, interaksi, dan
karakteristik belajar. Menurut Neven dan Droge (2001), pengelompokkan
diatas bukan berdasarkan pada hal yang mendasar, tetapi lebih
menggambarkan tahap-tahap perubahannya yang lebih rendah atau lebih
tinggi.
Sedangkan menurut UNCTAD (1998), ada beberapa klaster dan jaringan
kerjasama yang masing-masing tipe mempunyai alasan perkembangan berbeda.
Kriteria-kriteria yang digunakan untuk membedakan klaster tersebut adalah :
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
19
1. Tingkatan teknologi perusahaan-perusahaan yang ada dalam klaster.
2. Keluasan perubahan dalam klaster sepanjang waktu.
3. Tingkat koordinasi dan kerjasama diantara perusahaan-perusahaan dalam
klaster.
Dengan menggunakan kriteria-kriteria diatas, maka klaster dapat
diklasifikasikan menjadi 5 (lima), yaitu :
1. Klaster informal, merupakan bentuk utama klaster di negara-negara yang
sedang berkembang, dan biasanya terdiri dari industri kecil dan mikro yang
mempunyai tingkat teknologi yang relatif rendah, keahlian tenaga kerja juga
rendah, tidak ada continuous learning untuk memperbaiki keahliannya.
2. Klaster Terorganisasi, dicirikan dengan adanya struktur kolektif, terutama
infrastruktur dan pelayanan untuk menghadapi permasalahan secara bersama.
Meskipun kebanyakan perusahaan dalam klaster berskala kecil, akan tetapi ada
yang suda tumbuh dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 200 orang, dan tingkat
keahliannya cenderung meningkat melalui pelatihan dan magang. Yang
membedakan dengan klaster informal adalah adanya kerjasama dan jaringan
kerjasama yang muncul diantara anggota klaster.
3. Klaster yang Berinovasi, biasanya ditemukan di negara-negara maju, (kecuali
klaster teknologi informasi di Bangalore India, dan klaster ubin keramik di Santa
Catarina, Brazil). Perusahaan-perusahaan pada klaster ini cenderung berpusat
pada aktifitas-aktifitas dengan knowledge-intensive, dan mempunyai kapasitas
adaptasi teknologi, merancang produk dan proses yang baru, dan cepat membawa
ke pasar. Mereka juga mempunyai kemampuan bersaing dengan cara berinovasi
secara terus-menerus pada keseluruhan fungsi-fungsi bisnisnya. Technology
Parks, (dan juga EPZs) merupakan klaster lokal yang dihasilkan dari kebijakan-
kebijakan teknologi dan ekspor. Techopoles ditujukan untuk pendirian perusahaan
dan organisasi berteknologi tinggi secara spasial, seperti pusat-pusat penelitian,
small regional science parks, dan pusat-pusat inkubator.
4. Export Processing Zones (EPZs), ditujukan untuk menarik perusahaan-
perusahaan luar negeri. Klaster ini kurang memperlihatkan potensi untuk
pengembangan hubungan positif dengan pelaku ekonomi lokal. EPZs dicirikan
dengan tingkat koordinasi dan jaringan kerjasama yang rendah diantara
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
20
perusahaan-perusahaan yang ada didalam klaster, hubungan subkontrak yang
sempurna, dan tidak ada keterkaitan kedepan dan kebelakang dengan sistem
produksi lokal.
2.2.3 Model-Model Untuk Mengkaji Klaster
Lebih dari satu dekade terakhir, dikembangkan beberapa model untuk
mengkaji klaster, antara lain Kerangka Spesialisasi Fleksibel (The Flexible
Specialization Framework), Model Efisiensi Kolektif, dan Model Diamond Neven
dan Droge (2001). Adapun tabel perbandingan dari ketiga model tersebut dapat
dilihat pada Tabel II.1
Tabel II.1 Perbandingan Model-Model Untuk Mengkaji Klaster
Model Diamond Efisiensi Kolektif Spesialisasi FleksibelDefinisi Klaster Sekelompok perusahaan dan
institusi yag saling berhubungan pada suatu bidang tertentu, yang ada pada suatu lokasi tertentu (Porter, 1998)
Suatu kelompok produsen yang membuat benda yang sama pada suatu lokasi yang saling berdekatan (Schmitz, 1995)
Klaster adalah suatu distrik industri, yaitu kelompok industri kecil yang kurang lebih sama, berada pada suatu kompleks dengan jaringan kerjasama dan persaingan
Gagasan Kunci (Key Construct)
Industri intiKondisi faktorKondisi permintaanIndustri pendukung dan terkait
Eksternalitas Tindakan bersama
FleksibilitasEconomies of scopeInovasiDiferensiasi produk
Sasaran/Fokus
Penciptaan NilaiHolistikDinamis
Efisiensi biaya/resikoTerbatasStatis
Penciptaan NilaiTerbatasDinamis
Key Studies Porter (1998) Schmitz (1995) Piore dan Sabel (1984)Sumber : Neven dan Droge,, 2001
1. The Flexible Specialization Framework
Kerangka flexible specialization dikemukakan oleh Piore dan Sabol (1984)
pada studinya yang menjelaskan pengalaman industri kecil dan menengah Itali.
Kerangka ini lebih sering digunakan untuk mengkaji klaster di negara sedang
berkembang. Paradigma ini dicirikan oleh karakteristik produk (kecuali harga),
segmentasi pasar, adanya economic of scope melalui mesin-mesin adaptif,
partisipasi yang lebih luas dari para pekerja (seperti pada pendekatan TQM),
inovasi produk.
2. Model Efisiensi Kolektif
Schmitz (1990) memperkenalkan konsep efisiensi kolektif (collective
efficiency) untuk menyebut keuntungan yang diperoleh dari klastering. Efesiensi
kolektif diartikan sebagai keunggulan bersaing yang diperoleh dari ekonomi
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
21
eksternal lokal (local external economies) dan tindakan bersama (joint action).
Definisi diatas menekankan 2 dimensi dari efisiensi kolektif, yaitu rencana dan
tidak efisiensi kolektif pasif diperoleh dari keuntungan ekonomi eksternal,
sedangkan efisiensi kolektif aktif melibatkan kolaborasi antar 2 perusahaan atau
lebih di dalam klaster.
3. Model Diamond
Model ini memberikan 4 (empat) hal yang saling berhubungan, yang
menggambarkan determinan keunggulan regional, seperti tercantum pada Gambar
II.1 di bawah. Keempat deteminan itu adalah : (1) industr inti, (2) kondisi
permintaan, (3) kondisi faktor, dan (4) industri pendukung dan industri terkait.
Sedangkan peluang pemerintah merupakan 2 (dua) faktor yang mempengaruhi
keempat determinan, tetapi bukan determinan itu sendiri. Keenam faktor tersebut
membentuk suatu sistem yang membedakan suatu industri/perusahaan bisa
berhasil di lokasi tertentu. Model Diamond Porter ini akan diuraikan lebih lengkap
pada subbab berikut.
2.2.4 Model Diamond Porter
Model Diamond Porter, seperti tercantum pada Gambar II.1,
menggambarkan bahwa suatu keunggulan wilayah atau industri akan sangat
dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor pokok, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan,
industri-industri terkait dan industri-industri pendukung, serta strategi dan
persaingan perusahaan dari industri inti.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
22
Sumber : Neven dan Droge, 2001
Gambar II.1 Model Diamond Porter
1. Kondisi Faktor
Kondisi faktor merupakan kedudukan/posisi faktor-faktor produksi suatu
bangsa/wilayah yang sangat penting bagi suatu industri untuk bisa bersaing.
(1) Kondisi faktor/factor endowment
Dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori :
Sumber daya manusia, dengan berbagai indikator seperti kuantitas,
keahlian, gaji personal, perhitungan standar jam kerja, dan etika kerja.
Sumber daya manusia dapat dibagi dalam beberapa kategori, seperti
toolmakers, sarjana, doktor, programer, dan sebagainya.
Sumberdaya fisik, dengan indikator-indikator kuantitas, kualitas,
aksesibilitas perolehan, harga tanah, air, mineral, sumber daya listrik, serta
iklim, lokasi, dan ukuran geografis.
Sumberdaya pengetahuan, diindikasikan dengan jumlah ilmuwan,
teknokrat, dan pengetahuan pasar terhadap produk dan jasa. Sumberdaya
pengetahuan ini berada di perguruan tinggi, lembaga riset pemerintah,
lembaga riset swasta, badan statistik pemerintah, literatur bisnis dan
pengetahuan, laporan riset pasar dan database, asosiasi perdagangan, dan
berbagai sumber lainnya.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
23
Peran Perubahan
Industri Inti
Kondisi faktor
Kondisi permintaan
Industri terkait dan industri pendukung Pemerintah
Sumberdaya kapital, berupa jumlah investasi yang digunakan untuk
mendukung produk-produk unggulan.
Infrastruktur, dengan indikator seperti kualitas, tipe. Biaya penggunaan
infrastruktur, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan
telekomunikasi, dan sistem pembayaran atau transfer dana.
(2) Hirarki faktor-faktor produksi
Untuk memahami peranan faktor-faktor produksi di atas dalam
menciptakan keunggulan daya saing suatu wilayah, maka faktor-faktor tersebut
perlu dipilih menjadi basic factors dan advanced factors. Faktor yang pertama
meliputi sumber daya alam, iklim, lokasi, tenaga kerja tidak terdidik dan semi
terdidik, serta hutang kapital. Sedangkan faktor kedua lebih merupakan faktor
yang sengaja diciptakan meliputi jaringan infrastruktur, data komunikasi digital
modern. SDM berpendidikan tinggi, serta lembaga riset perguruan tinggi yang
terpercaya.
(3) Kreasi faktor
Kreasi faktor merupakan hasil yang diciptakan melalui investasi, bukan
diwariskan. Mekanisme kreasi faktor meliputi lembaga pendidikan umum dan
dewasa, program-program pendidikan dan latihan, serta lembaga penelitian
pemerintah dan swasta. Untuk menciptakan keunggulan daya saing wilayah,
mekanisme kreasi faktor lebih penting dibandingkan faktor-faktor yang
diwariskan (basic factors)
2. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan merupakan sifat permitaan dalam negeri terhadap
produk barang/jasa yang dihasilkan oleh suatu industri. Ada 3 (tiga) karakteristik
kondisi permintaan yang penting dalam menciptakan keunggulan daya saing,
yaitu: komposisi permintaan dalam negeri, ukuran dan pola pertumbuhan
permintaan, dan internasionalisasi permintaan domestik. Dua karakteristik yang
terakhir sangat tergantung pada karakteristik yang pertama. Kualitas permintaan
dalam negeri adalah lebih penting dalam menentukan daya saing, jika
dibandingkan dengan kualitas permintaan luar negeri.
(1) Komposisi permintaan dalam negeri
Ada 3 (tiga) karakteristik komposisi dalam negeri yaitu :
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
24
Struktur segmen permintaan atau distribusi permintaan untuk jenis
tertentu.
Pada kebanyakan industri, permintaan biasanya tersegmentasi. Ukuran
segmen berperan sangat penting terhadap keunggulan daya saing wilayah, dimana
ada skala ekonomi yang signifikan.
Pembeli menuntut kepuasan yang tinggi
Suatu wilayah akan memperoleh keunggulan daya saing jika pembeli
domestik menuntut kepuasan yang tinggi. Pembeli-pembeli tersebut akan
menekan perusahaan-perusahaan lokal untuk menciptakan standar produk dan jasa
yang tinggi.
Antisipasi kebutuhan pembeli
Perusahaan akan mendapatkan keunggulan jika dapat mengantisipasi dan
memenuhi kebutuhan pembeli dari wilayah sendiri. Jika antisipasi tersebut relatif
lamban, maka perusahaan-perusahaan diwilayah tersebut bisa dikatakan merugi.
(2) Ukuran dan pola pertumbuhan permintaan
Ukuran permintaan domestik
Ukuran pasar domestik menjadi penting bagi keunggulan daya saing suatu
wilayah, melalui industri yang memiliki riset dan pengembangan, skala ekonomi
yang cukup subtansial dalam produksinya, lompatan teknologi yang luas, atau
tigkat ketidak pastian yang tinggi dalam beberapa industri, permintaan domestik
yang besar cukup menarik bagi penanaman infestasi. Namun permintaan domestik
bukan merupakan keunggulan, kecuali untuk segmen-segmen yang dibutuhkan di
wilayah lain.
Jumlah pembeli bebas
Jumlah pembeli bebas dalam suatu wilayah menciptakan lingkungan yang
lebih baik untuk inovasi dibandingkan hanya ada satu-dua pembeli yang
mendominasi pasar domestik untuk barang atau jasa tertentu. Sebaliknya melayani
satu-dua pembeli dominan mungkin menghasilkan efisiensi yang statis, namun
jarang menciptakan tingkat dinamis yang sama.
Laju pertumbuhan permintaan domestik
Laju investasi merupakan fungsi dari cepatnya pertumbuhan pasar
domestik, dimana perusahaan-perusahaan mampu lebih cepat mengadopsi
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
25
teknologi baru, sebaliknya wilayah dengan laju pertumbuhan permintaan yang
relatif sedang, perusahaan-perusahaan cenderung mengekspansi secara
inkremental dan lebih menahan diri untuk memakai teknologi baru.
Permintaan domestik awal
Permintaan awal domestik untuk suatu produk atau jasa sangat membantu
perusahaan lokal untuk bergerak lebih awal dibandingkan persaingan yang berasal
dari wilayah lain. Namun komposisi permintaan dalam negeri lebih penting
dibandingkan dengan ukurannya.
Titik jenuh awal
Penetrasi pasar awal membantu memantapkan perusahaan lokal. Titik
jenuh awal mendorong perusahaan-perusahaan tersebut melanjutkan inovasi dan
perbaikan. Pasar domestik yang jenuh menciptakan tekanan untuk mendorong
turunnya harga, memperkenalkan produk baru, memperbaiki penampilan produk,
dan menghasilkan intensif lainnya bagi pembeli untuk mengganti produk lama
dengan versi baru. Kejenuhan mengangkat persaingan domestik, memperkuat
pemotongan biaya, dan menyingkirkan perusahaan yang paling lemah.
(3) Internasionalisasi permintaan domestik
Komposisi permintaan domestik merupakan akar keunggulan wilayah,
sementara ukuran dan pola pertumbuhan permintaan dapat memperkuat dengan
cara mempengaruhi perilaku investasi, waktu dan motivasi, atau melalui
mekanisme internasionalisasi permintaan domestik serta mendorong produk dan
jasa nasional ke luar negeri.
Pembeli lokal yang bersifat mobile atau multinasional
Jika pembeli produk dan jasa disuatu wilayah merupakan pembeli mobile
atau perusahaan-perusahaan transregional, maka tercipta keunggulan bagi
perusahaan di wilayah tersebut, karena pembeli domestiknya juga sekaligus
pembeli luar negeri. Konsumen yang mobile, yang melakukan perjalanan secara
ekstensif ke luar negeri, menghasilkan basis pembeli di pasar luar negeri.
Pegaruh kebutuhan asing
Kondisi permintaan dalam negeri dapat mendorong penjual ke luar negeri
dengan cara lain, yaitu bila kebutuhan dan keinginan domestik ditransmisikan ke
pembeli di luar negeri, misalnya saat orang asing datang ke wilayah tersebut untuk
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
26
suatu pelatihan. Cara lain yaitu melalui ekspor yang mendiskriminasikan
kebudayaan, seperti program televisi dan film, bisa juga melalui imigrasi.
3. Industri Pendukung dan Industri Terkait
Keunggulan daya saing dalam industri-industri pemasok dan industri
terkait memberikan keunggulan yang potensial bagi industri-industri dalam suatu
wilayah, karena industri-industri seperti itu memproduksi input yang digunakan
secara luas dan penting.
a. Keunggulan daya saing industri pemasok
Kehadiran industri yang bersaing secara global dalam suatu wilayah pada
bidang/sektor yang berkaitan dengan industri lain, dapat memberi keunggulan
daya saing bagi industri tersebut. Secara internasional, industri pemasok
menyediakan input bagi industri hilir, yang akan bersaing dalam harga dan mutu
secara internasional juga. Industri hilir akan lebih mudah dalam mengakses input
beserta teknologi untuk prosesnya, juga mengakses struktur manajerial dan
organisasi yang membuatnya menjadi bersaing.
b. Keunggulan daya saing industri terkait
Keunggulan daya saing akan tercipta jika disuatu wilayah terdapat industri
yang saling terkait dan bersaing secara internasional. Kondisi ini merupakan
kesempatan terbuka untuk koordinasi berbagai kegiatan dalam rantai nilai.
4. Industri Inti/Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Pada determinan keempat merupakan konteks dimana perusahaan dibuat,
diorganisasi, dan dikelola, juga sifat persaingan domestik.
(1) Strategi dan struktur perusahaan domestik
Berbagai aspek yang mempengaruhi cara berorganisasi dan mengelola
perusahaan diantaranya adalah perilaku kewenangan, kemampuan bahasa, nilai
interaksi antar personil, norma sosial (kelompok dan perseorangan), serta standar
profesional. Semua itu tumbuh dari sistem pendidikan, sejarah sosial dan agama,
struktur keluarga, dan berbagai kondisi unik lainnya.
(2) Tujuan perusahaan dan indvidu
Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motifasi
pemilik dan pemegang saham, karakteristik pemerintah, serta proses intensif yang
membentuk motivasi manajer. Suatu wilayah akan sukses dalam sektor
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
27
industrinya bila stuktur kepemilikan dan motivasi manajer selaras dengan
kebutuhan industri.
(3) Persaingan domestik
Pengaruh yang paling kuat terhadap keunggulan daya saing justru berasal
dari persaingan domestik di dalam suatu wilayah persaingan domestik membuat
wilayah tersebut tetap dinamis dan terus menerus memberi tekanan pada
perbaikan dan inovasi. Persaingan domestik memaksa suatu wilayah
mengembangkan produk-produk unggulan baru, memperbaiki produk yang sudah
ada, menurunkan biaya dan harga, mengembangkan teknologi baru serta
memperbaiki kualitas pelayanan.
5. Peran Perubahan
Faktor-faktor yang menunjukkan keunggulan daya saing suatu wilayah
akan membentuk suatu sistem ligkungan tertentu. Lingkungan atau sistem yang
telah terbentuk dapat terganggu oleh apa yang disebut Chance yang terjadi begitu
saja, seperti :
Tindakan Penemuan.
Perubahan besar dalam penemuan teknologi (seperti bioteknologi,
mikroelektronik).
Perubahan dalam biaya input.
Pertambahan permintaan dunia maupun regional yang cukup besar.
Perubahan kebijakan politik negara lain.
Perang, bencana alam, dan lan-lain.
6. Peranan Pemerintah
Pada dasarnya pemerintah tidak berperan sebagai faktor penentu bagi
keunggulan daya saing suatu wilayah. Peran pemerintah hanya sebatas
mempengaruhi kondisi faktor, kondisi permintaan (melalui kebijakan moneter dan
keuangan), serta mengatur perdagangan. Dengan kata lain, pemerintah tidak dapat
menciptakan keunggulan daya saing. Peran pemerintah hanya sebatas
memperbaiki atau menurunkan keunggulan daya saing tersebut. Pengaruh yang
dapat diberikan pemerintah terhadap keempat faktor penentu keunggulan daya
saing adalah sebagai berikut :
(1) Kondisi faktor dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
28
pendidikan, dsb.
(2) Kondisi permintaan dipengaruhi melalui permitaan standar produk unggulan
lokal yang mempengaruhi kebutuhan pembeli, termasuk pemerintah yang juga
merupakan pembeli beberapa produk domestik.
(3) Industri pendukung dan industri terkait di dalam satu wilayah dapat
dipengaruhi oleh pemerintah dengan cara megontrol media periklanan atau
regulasi.
(4) Industri inti/strategi perusahaan, struktur, dan persaingannya dipengaruhi oleh
pemerintah melalui berbagai perangkat seperti regulasi pasar modal, kebijakan
pajak, dan antitrust.
2.2.5 Faktor-Faktor Penting dan Tahapan Pengembangan Suatu
Klaster Industri
Adapun faktor-faktor penting dan tahapan pengembangan suatu klaster
industri, diantaranya sebagai berikut.
A. Prakarsa Pembentukan Klaster
Prakarsa dalam pengembangan klaster industri adalah proses dimana
industri yang berperan secara bersama-sama mengidentifikasi tantangan dan
peluang yang mengarah pada semakin efektifnya bekerjasama dibandingkan
dengan bekerja secara sendiri-sendiri. Suatu klaster tidak tumbuh secara otomatis
karena akan memerlukan pihak pemrakarsa. Prakarsa akan terjadi apa bila para
pelaku/perusahaan telah merasakan suatu tantangan dan peluang yang hanya dapat
diatasi dan dimanfaatkan untuk mendorong rencana strategis pada tingkat
perusahaan. Secara spesifik prakarsa pembentukan klaster akan membawa para
pelaku secara bersama-sama ke arah :
(1) Berpikir secara kontruksi atau dasar fakta untuk melihat potensi mereka dalam
arena persaingan baik sekarang maupun yang akan datang.
(2) Mengidentifikasikan hambatan dalam rangka meningkatkan daya saing dan
peluang dalam pengembangan bisnisnya.
(3) Mengembangkan dan melaksanakan rencana aksi pada tingkat klaster dalam
rangka menghilangkan hambatan dan memanfaatkan peluang.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
29
B. Manfaat Klaster Industri
Apabilah perusahaan bergabung dalam suatu klaster industri, maka ada
beberapa manfaat yang dapat diperoleh seperti :
(1) Terjadinya saling pengertian dengan kebutuhan konsumen serta timbulnya
peluang dalam pasar domestik maupun pasar luar negeri.
(2) Memperbaiki hubungan antara pedagang dan pemasok serta terjaminnya
kebutuhan pelanggan.
(3) Tersedianya tenaga-tenaga ahli, informasi dan infrastruktur yang memadai
yang akan memperkuat platform daya saing (keunggulan kompetitif).
(4) Diperolehnya layanan untuk menuju mutu kelas dunia.
(5) Menurunnya biaya transaksi perusahaan dengan cara menghilangkan
hambatan ekonomi dan biaya ekonomi tinggi.
(6) Terdapatnya peluang kerjasama dalam bidang pengadaan, promosi ekspor, dan
distribusi barang.
(7) Terdapatnya peluang untuk bermitra dengan pemerintah serta mengadakan
diskusi dalam bidang-bidang seperti : perjanjian perdagangan, misi dagang,
pengadaan infrastruktur, serta menggali peluang untuk investasi perdagangan.
(8) Dapat memperoleh informasi yang lengkap serta aksesibilitas terhadap data
yang dimiliki pemerintah sesuai dengan ketentuan.
(9) Dapat memanfaatkan dalam menyelesaikan konflik dan isolasi antar
perusahaan industri dan masyarakat agar dapat tercapai sinergi dan
keuntungan bersama.
Usaha kecil yang tergabung dalam suatu klaster dapat memetik manfaat,
seperti :
a. Memiliki akses data dengan biaya minimal, seperti data pasar, perhitungan
biaya produksi, serta dapat memposisikan diri, perannya dilihat dari
keseluruhan struktur industri.Meningkatkan keunggulan komparatif melalui
riset dan interaksi antar anggota.
b. Mampu untuk mengidentifikasi fasilitas layanan yang tersedia serta dapat
memanfaatkan secara nyata.
a. Peluang untuk berperan dalam diskusi dan kegiatan lainnya dalam rangka
memecahkan masalah dalam klaster, seperti : lembaga litbang, organisasi dan
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
30
fasilitas pelatihan, kebutuhan sarana, serta keahlian-keahlian spesifik.
a. Terdapat peluang untuk menyumbangkan gagasan dalam perumusan kebijakan
pemerintah melalui forum yang ada.
b. Memiliki peluang untuk melaksanakan aliansi strategis dengan usaha yang
berskala besar dengan sasaran untuk meningkatkan kemampuan dan terlibat
C. Faktor Keberhasilan Pembentuk Klaster
Pembentukkan suatu klaster sangat dipengaruhi oleh kondisi yang
mempengaruhinya, namun secara umum akan melibatkan beberapa elemen
kegiatan yang dapat terjadi secara berurutan atau secara simultan, seperti :
a) Mengidentifikasikan pemeran utama serta mitra terkait (stake holder) di dalam
klaster.
b) Perlunya suatu proses agar terjaminnya seluruh pihak yang terlibat mampu
melaksanakan dialog yang konstruktif.
c) Mengembangkan dan meneruskan visi dari klaster.
d) Pengumpulan dan analisis data untuk memperoleh pengertian bersama
terhadap lingkungan persaingan yang sedang dan akan dihadapi.
e) Menentukan prioritas dari berbagai masalah sebagai kunci dalam memperkuat
daya saing dari klaster.
f) Membentuk kelompok kerja untuk memecahkan berbagai masalah serta
memanfaatkan peluang yang telah diidentifikasikan.
g) Melaksanakan tahap-tahap kegiatan secara berkelanjutan dan terfokus pada
program aksi jangka pendek dan jangka panjang dalam rangka meningkatkan
daya saing klaster.
Beberapa hal yang dapat mendorong keberhasilan pembentukkan suatu
klaster antara lain :
a. Keterlibatan aktif dari aparat pemerintah yang senior, pelaku bisnis, serikat
kerja, dan tokoh masyarakat yang memiliki peran dalam pengambilan
keputusan serta memiliki komitmen waktu pada seluruh proses
pembentukkan klaster.
b. Memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara terfokus
terhadap hal-hal yang spesifik.
c. Pengumpulan dan analisis data yang relevan akan menimbulkan dialog
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
31
yang konstruktif dari seluruh partisipan.
d. Beritikad untuk memberikan data kepada anggota klaster dengan catatan
beberapa informasi yang sensisitif dapat dirundingkan dengan pihak
fasilitator yang netral.
e. Memiliki niat untuk belajar, terbuka terhadap gagasan baru dan mampu
untuk berbeda pendapat.
f. Memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerjemahkan prakarsa-
prakarsa strategis ke dalam kegiatan-kegiatan yang praktis.
g. Tercapainya sudut netral yang bertindak sebagai fasilitator dan
koordinator.
2.3 Pemahaman UKM
Pada sub bab ini akan membahas definisi UKM/IKM, permasalahan usaha
kecil menengah serta kebijaksanaan dalam RUTR Kota Bandung menyangkut
aspek ekonomi.
2.3.1 Definisi UKM/IKM
Terdapat beberapa pengertian usaha kecil menengah (UKM) yang
diberikan oleh beberapa lembaga, antara lain:
A. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997
Usaha kecil menengah sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit
Usaha Kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta
(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau usaha yang memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar, dimiliki WNI dan berdiri
sendiri. (Baseline Economic Survey – BLS, Propinsi Jawa Barat)
B. Berdasarkan Kementrian Koperasi dan UKM
Kementrian Koperasi dan UKM mengelompokkan UKM menjadi tiga
kelompok berdasarkan total aset, total penjualan tahunan dan status usaha dengan
kriteria sebagai berikut : Manurung, Adler Haymans, 2005.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
32
(1) Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat
tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak Rp. 100 juta.
(2) Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar
c. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah atau skala besar
d. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk
koperasi.
(3) Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar Rp. 200 juta sampai
dengan paling banyak Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan
usaha
b. Usaha yang berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar
c. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk
koperasi
C. Berdasarkan Bank Indonesia (BI)
Bank Indonesia mengelompokkan UKM menjadi empat kelompok
berdasarkan kekayaan bersih, total penjualan tahunan (omzet), tenaga kerja dan
bersarnya kredit yang diberikan dari bank kepada pelaku UKM dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
33
i. Usaha yang memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp.
50.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
ii. Usaha yang memiliki penjualan tahunan (omzet) kurang dari Rp.
200.000.000/tahun
iii. Usaha yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang
iv. Usaha yang memiliki pinjaman kredit dari bank kurang dari atau sama
dengan Rp. 50.000.000
2. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
i. Usaha yang memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp.
200.000.000/tahun, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
ii. Usaha yang memiliki penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp.
200.000.000 /tahun
iii. Usaha yang memiliki tenaga kerja 6 – 19 orang
iv. Usaha yang memiliki pinjaman kredit dari bank antara Rp. 500.000.000 –
Rp. 5.000.000.000
3. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria
sebagai berikut: :
i. Usaha yang memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp.
1.000.000.000/tahun, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
ii. Usaha yang memiliki penjualan tahunan (omzet) lebih dari atau sama
dengan Rp. 10.000.000.000/tahun
iii. Usaha yang memiliki tenaga kerja lebih dari atau sama dengan 20 orang
iv. Usaha yang memiliki pinjaman kredit dari bank lebih dari Rp.
5.000.000.000
D. Berdasarkan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah (RIP-IKM
Tahun 2002 – 2004) didefinisikan sebagai berikut:
Industri Kecil tergolong dalam batasan Usaha Kecil menurut Undang-undang No.
9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, maka batasan Industri Kecil didefinisikan
sebagai berikut :
“Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
34
rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang
ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan
bersih paling banyak Rp.200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun
sebesar Rp.1 milyar atau kurang”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
E. Berdasarkan BPS
Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri
pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil
mempekerjakan 5 -19 orang.
F. Departemen Keuangan:
Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI
yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp100.000.000 per tahun,
sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1 milyar per
tahun.( SK Menteri Keuangan RI No.40/KMK.06/2003)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dalam studi ini, pengertian
Usaha Kecil Menengah yang digunakan adalah sebagai berikut:
“Kegiatan ekonomi rakyat yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang
tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum yang
mempekerjakan antara kurang dari 5 pekerja sampai 20 pekerja, termasuk
pemilik usaha dan anggota keluarga, memiliki hasil penjualan antara kurang dari
Rp. 200 juta per tahun sampai paling banyak Rp. 10 milyar per tahun, dan
mempunyai aset di luar tanah dan bangunan antara kurang dari atau sama
dengan Rp. 50 juta sampai paling banyak dengan Rp. 10 milyar”.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi penggunaan definisi tersebut yaitu:
Mengacu pada Kementrian Koperasi dan UKM yang menyebutkan bahwa
Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik
perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak
termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp. 200 juta dan atau
mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun
sebanyak-banyaknya Rp. 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
35
Mengacu pada Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan bahwa UKM memiliki
hasil penjualan antara kurang dari Rp. 200 juta per tahun sampai dengan lebih
dari atau sama dengan Rp. 10 milyar per tahun;
Mengacu pada definisi internasional tentang usaha mikro yang umumnya
menyatakan bahwa pekerjanya maksimal 10 orang dan diperkuat dengan
pengamatan lapangan
2.3.2 Permasalahan Usaha Kecil Menengah
Usaha mikro tergolong jenis usaha marginal, ditandai dengan penggunaan
teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan akses terhadap kredit yang
rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Namun demikian sejumlah
kajian dibeberapa negara menunjukkan bahwa usaha mikro berperanan cukup
besar bagi pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja melalui penciptaan
lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, serta
mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha mikro juga merupakan salah
satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal, dan berpotensi
meningkatkan posisi tawar (bargaining position) perempuan dalam keluarga.
Di Indonesia, usaha mikro dan usaha kecil telah memberikan kontribusi
yang signifikan kepada perekonomian nasional. Sebagai gambaran, pada tahun
2000 jumlah UKM di Indonesia sebanyak 38,72 juta unit dan meningkat menjadi
42,4 juta unit pada tahun 2004. Angka tersebut mengambarkan bahwa selama tiga
tahun terakhir bahwa pertumbuhan UKM sebanyak 3,68 juta unit atau
pertumbuhan 3,07 % per tahunnya.
Tabel II.2Profil UKM di Indonesia
Indikator 2000 2004Jumlah Usaha (Juta Unit) 38,72 42,40Tenaga Kerja (Juta Orang) 70,40 79,03Nilai Ekspor (Rp. Triliun) 75,45 75,86Porsi Terhadap Ekspor Non Migas (%) 19,35 19,90Porsi terhadap PDB (%) 54,50 56,70Porsi terhadap Total Kredit (%) 44,61 44,78
Sumber: BPS, 2004
Jumlah tenaga kerja yang diserap juga cukup besar dari 70,4 juta orang
pada tahun 2000 meningkat menjadi 79,03 juta orang pada tahun 2004. Selama
periode tersebut terjadi pertumbuhan tenaga kerja yang diserap sebesar 3,93
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
36
persen per tahunnya. Pertumbuhan ini sangat diharapkan dikarenakan masih
banyaknya masyarakat yang menganggur. Sumbangan UKM terhadap ekspor
nonmigas juga cukup besar sekitar 19,35 persen pada tahun 2000 dan terjadi
kenaikan menjadi 19,9 persen pada tahun 2003. UKM ini mempunyai porsi
terhadap Total Kredit sebanyak 44,61 persen pada tahun 2000 menjadi 44,78
persen pada tahun 2004, Tetapi, sumbangannya terhadap PDB Indonesia juga
besar melebih separuh dari PDB Indonesia. Tahun 2000 sumbangan UKM
terhadap PDB sebesar 54,5 persen dan meningkat menjadi 56,7 persen pada tahun
2004. Peningkatan ini juga menggambarkan bahwa UKM sangat besar kon-
tribusinya, sehingga Pemerintah harus memperhatikan dan membuat kebijakan
yang tepat agar UKM ini dapat bertumbuh di Indonesia.
Usaha mikro bersama usaha kecil juga mampu bertahan menghadapi
goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Indikatornya antara lain, serapan tenaga kerja antara kurun waktu sebelum krisis
dan ketika krisis berlangsung tidak banyak berubah, dan pengaruh negatif krisis
terhadap pertumbuhan jumlah usaha mikro dan kecil lebih rendah dibanding
pengaruhnya pada usaha menengah dan besar. Lebih jauh lagi, usaha mikro dan
usaha kecil telah berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety
valve) dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menyediakan
alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena
dampak krisis.
Permasalahan utama yang banyak dikemukakan usaha mikro adalah
kurangnya modal untuk mengembangkan usaha. Hal ini cukup ironis mengingat
cukup banyak upaya penguatan dalam bentuk bantuan modal yang disediakan
untuk usaha mikro. Sifat dan cara mengelola usaha mikro itu sendiri tampaknya
turut mendukung kurangnya modal. Hasil usaha mikro biasanya digunakan untuk
menutup kebutuhan sehari-hari sehingga tujuan menambah modal sulit terpenuhi.
Bahkan tidak jarang usaha mikro dikorbankan ketika ada kebutuhan keluarga
yang mendesak. Di samping itu, umumnya pengusaha mikro tidak memisahkan
“pembukuan” usaha dengan pengeluaran keluarga sehingga modal usaha sering
terpakai untuk keperluan sehari-hari.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
37
Masalah kedua terbesar yang dihadapi usaha mikro adalah pemasaran.
Untuk memasarkan produk usaha mikro ke pasar yang lebih luas, diperlukan
persyaratan- persyaratan yang umumnya belum dipahami oleh usaha mikro.
Misalnya di Kabupaten Sukabumi, untuk memasukkan kue ke toko-toko besar
usaha mikro harus terlebih dulu memiliki izin dari Departemen Kesehatan, di
samping harus memenuhi beberapa kualifikasi dari segi mutu. Karena sulitnya
pemasaran, banyak usaha mikro yang tergantung kepada para tengkulak
(pengepul) yang biasanya menekan harga jual mereka.
Masalah lainnya adalah ketergantungan usaha mikro yang cukup tinggi
terhadap musim dan permintaan pasar, menyebabkan usaha ini menjadi fluktuatif
dan sulit berkembang. Misalnya saat musim penghujan penjual es tidak dapat
menjual dagangannya sama sekali, atau pada saat libur sekolah, pedagang yang
biasa berjualan di sekolah terpaksa kehilangan pasar. Selain itu masalah legal
formal usaha juga menjadi masalah, terutama untuk usaha mikro di daerah
perkotaan seperti pedagang kaki lima.
Usaha kecil dan menengah (UKM) idealnya memang membutuhkan
peran pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing. Namun yang perlu
diperhatikan adalah bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti kemampuan
untuk bersaing dengan usaha (industri) besar, lebih pada kemampuan untuk
memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi
lingkungan tersebut.
Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal, tetapi lebih pada
membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu kondisi yang mendorong
kemampuan industri kecil dalam mengakses modal (Pardede, 2000). Atau
dengan kata lain, pemerintah harus membina kemampuan industri kecil dalam
menghitung modal optimum yang diperlukan, kemampuan menyusun suatu
proposal pendanaan ke lembaga-lembaga pemberi modal, serta mengeluarkan
kebijakan atau peraturan yang lebih memihak industri kecil dalam pemberian
kredit.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
38
Menurut Haeruman (2000), tantangan bagi dunia usaha, terutama
pengembangan UKM, mencakup aspek yang luas, antara lain :
(1) Peningkatan kualitas SDM dalam hal kemampuan manajemen, organisasi dan
teknologi,
(2) Kompetensi kewirausahaan,
(3) Akses yang lebih luas terhadap permodalan,
(4) Informasi pasar yang transparan,
(5) Faktor input produksi lainnya, dan
(6) Iklim usaha yang sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek
bisnis serta persaingan yang sehat.
Namun permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam upaya
pengembangan wirausaha (pengusaha UKM) yang tangguh adalah pemilihan dan
penetapan strategi (program) untuk dua kondisi yang berbeda. Kondisi yang
dimaksud adalah : (1) mengembangkan pengusaha yang sudah ada supaya
menjadi tangguh, atau (2) mengembangkan wirausaha baru yang tangguh.
Strategi (program) pengembangan untuk kedua kondisi tersebut haruslah
spesifik. Bahkan strategi pengembangan untuk pengusaha yang sudah ada pun
tidak dapat dilakukan dengan “penyeragaman”. Apa yang disebutkan oleh
Haeruman di atas adalah kondisi yang di-generalisasi. Tiap jenis usaha, bahkan
tiap pengusaha pada jenis yang sama akan mempunyai permasalahan yang
berbeda. Diperlukan suatu studi yang matang dan mendalam (diagnosis) untuk
mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang akan
dibina. Tanpa studi dan perencanaan yang matang, maka usaha program
pengembangan (meski dengan niat yang baik) akan menemui banyak kendala,
misalnya : (1) salah sasaran, (2) sia-sia (mubazir), (3) banyak manipulasi dalam
implementasinya.
Kasus munculnya koperasi (UKM) “dadakan” ketika diluncurkan
kebijakan kredit tanpa bunga (kredit dengan bunga yang rendah), dapat dijadikan
salah satu contoh kegagalan usaha pengembangan UKM yang dilakukan
pemerintah.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
39
2.3.3 Kebijaksanaan Dalam RUTR Kota Bandung Menyangkut Aspek
Ekonomi
Berdasarkan Evaluasi Rencanan Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kota
Bandung tahun 2000, RUTR Kota Bandung tidak secara eksplisit mencantumkan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam sektor ekonomi, melainkan hanya
mencantumkan hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian kota.
Hal pokok yang merupakan landasan bagi penyusunan strategi pengembangan
kota, khususnya sektor ekonomi :
1 Perkembangan penduduk Kota Bandung yang mencapai rata-rata 1,86% per
tahun pada periode 1980 - 1990. jumlah penduduk pada tahun. 1990 tercatat
sebesar 2.056.915 jiwa dan akan mencapai 2.388.175 jiwa pada tahun 2000 din
2.509.448 jiwa pada tahun 2005.
2 Peningkatan berbagai kegiatan usaha kota dan peningkatan mobilitas penduduk
yang dicirikan dengan kuatnya kecenderungan perkembangan kawasan
perluasan terutama pada kawasan pinggiran dan kantong-kantong bagian
wilayah selatan dan timur kota sebagai kawasan tempat tinggal dan
penemparan berbagai kegiatan fungsional perkotaan. Walaupun demikian,
dominasi kegiatan masih terlihat pada kawasan kota lama terutama pada
kawasan pusat kota. Secara struktural terlihat adanya poros kegiatan antara
Timur-Barat.
3 Pada wilayah terbangun yang ada, tampak adanya gejala penetrasi kegiatan
komersil pada jaringan jalan utama dan pada kawasan tempat tinggal. Pola
perkembangan. yang terakhir ini menyebabkan terjadinya pola penggunaan
lahan campuran pada beberapa bagian wilayah kota.
Potensi dasar serta pembatas yang dipertimbangkan dalam penyusunan
tujuan dan strategi pengembangan Kota Bandung jangka panjang:
- Potensi ekonomi dalam kerangka pengembangan berbagai sektor kegiatan di
banding memegang peranan penting. Sektor kegiatan pertokoan dan
perbankan mengalami perkembangan pesat.
- Perkembangan ini tidak terlepas dari peran Bandung sebagai pusat untuk
pengembangan wilayah sekitarnya. Bandung merupakan pasar yang akan
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
40
berkembang terus, merupakan pusat ekspor beberapa komoditi (terutama
tekstil dan elektronik).
- Tersebarnya lokasi perguruan-perguruan tinggi yang terkenal di Indonesia di
Kota Bandung
Tujuan pembangunan Kota Bandung jangka panjang :
a. Menyelesaikan permasalahan serta mengembangkan kota secara bertahap
sesuai dengan potensi sumberdaya alam, SDM dan modal yang dimiliki
secara efisien, efektif dan produktif.
b. Usaha ini harus diintegrasikan dalam lingkungan pembangunan yang lebih
luas yang menunjang peningkatan pendapatan nasional dan wilayah serta
kelancaran distnibusi produksi wilayah
c. Meningkatkan kualitas dan taraf hidup penduduk, serta menunjang usaha
pengembangan wilayah untuk keseimbangan dan pemerataan pembangunan
bagi wilayah belakangnya.
Strategi jangka panjang yang menyangkut aspek ekonomi:
1. Pengembangan dan pembangunan Kota Bandung harus diarahkan kepada
kedudukannya sebagai kota utama dalam lingkup Bandung Raya.
Pengembangan Kota Bandung harus dilandaskan kepada fungsinya sebagai
tempat kedudukan pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat, pusat industri,
pusat pendidikan tinggi dan sebagai pusat wilayah inti dan wilayah pengaruh
pengembangan Bandung Raya
2. Secara ekonomis pengembangan Kota Bandung harus diarahkan kepada
perannya sebagai pusat jasa distribusi produksi dari wilayah sekitamya,
khususnya pertanian dan perkebunan serta sebagai pusat budaya dan
pariwisata.
Kebijaksanaan terkait dengan pengembangan ekonomi Kota Bandung:
1) Kebijaksanaan Propinsi Jawa Barat :
Kota Bandung termasuk dalam WP Bandung Raya dengan fungsi:
a. pengembangan daerah industri,
b. pendidikan tinggi,
c. konservasi,
d. pengembangan pertanian,
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
41
e. pengembangan energi dan
f. pusat pemerintahan
2) Kebijaksanaan Kota Bandung
Arah pembangunan diprioritaskan pada pembangunan ekonomi dengan titik
berat pada:
a. Sektor industri melalui peningkatan mutu SDM
b. Perluasan kesempatan kerja
c. Pengembangan aktivitas ekonomi
d. Pendayagunaan aparatur pemerintah
e. Menjaga kelestanian dan keseimbangan SDA dan lingkungan hidup
Usaha/industri kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan
pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital
untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel
dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan
pasar. Mereka juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan
sektor usaha lainnya, dan mereka juga cukup terdiversifikasi dan memberikan
kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Karena itu UKM/IKM
merupakan aspek penting dalam pembangunan ekonomi yang kompetitif.
Di Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada sektor
UKM/IKM. Kebanyakan usaha/industri kecil ini terkonsentrasi pada sektor
perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu dan produk kayu,
serta produksi mineral non-logam. Mereka bergerak dalam kondisi yang amat
kompetitif dan ketidakpastian; juga amat dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro.
Lingkungan usaha yang buruk lebih banyak merugikan UKM/IKM daripada
usaha besar.
Secara keseluruhan, sektor UKM/IKM diperkirakan menyumbang sekitar
lebih dari 50% PDB (kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian)
dan sekitar 10 % dari ekspor. Meski tidak tersedia data yang terpercaya, ada
indikasi bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari
sebesar 10 % dari keseluruhan pekerja pada pertengahan tahun 1980an menjadi
sekitar 5 % di akhir tahun 1990an. Dibandingkan dengan negara maju, Indonesia
kehilangan kelompok industri menengah dalam struktur industrinya. Akibatnya
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
42
disatu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan besar dan di sisi lain melimpahnya
usaha kecil yang berorientasi pasar domestik.
2.4 Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (LED)
Konsep Local Economic Development (LED) telah memperoleh
pengakuan luas selama dekade terakhir ini dan kemunginan akan segera
menggantikan Konsep Spatial Economic. LED yaitu, proses dimana pemerintah
lokal dan atau kelompok didasarkan komunitas mengelola sumberdaya yang ada
dan masuk ke dalam susunan kerjasama (kemitraan) dengan sektor swasta atau
dengan diantara mereka untuk:
1. Menciptakan pekerjaan baru
2. Merangsang kegiatan ekonomi
Sifat pengembangan ekonomi diorientasikan secara lokal, penekanan pada
kebijaksanaan pengembangan endogen (Endogenous Development) dengan
menggunakan potensi:
Manusia
Lembaga
Sumberdaya Fisik
Lokal fokus pada pengembangan prakarsa lokal dalam proses
pembangunan, pemerintah lokal dan atau kelompok masyarakat harus mengambil
peran sebagai pemrakarsa, pemerintah lokal, dengan partisipasi masyarakat dan
menggunakan sumberdaya lembaga berbasis masyarakat yang ada diperlukan
untuk, memperkirakan potensi, menyusun keperluan sumberdaya.
Dalam merencanakan dan mengembangkan perekonomian lokal, konsep
LED akan membawa pemerintah lokal dan organisasi masyarakat untuk
mengambil perspektif baru dan berbeda terhadap prakarsa pengembangan yang
terencana dan terorganisir, dan komunitas besar atau kecil perlu memahami
semiskin atau sekaya apapun pemerintah lokal, masyarakat dan sektor swasta
adalah mitra kerja yang penting dalam proses pengembangan ekonomi.
Suatu Pendekatan endogen menekankan faktor unik lingkungan pergaulan
ruang dimana kegiatan terjadi, dalam waktu yang sama mengetahui melekat dalam
struktur yang lebih besar, pembangunan tunduk pada faktor eksternal yang
menguntungkan, tetapi tidak perlu merupakan hasil dari faktor eksternal.
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
43
1. Ada saling bermain yang diperlukan dengan kekuatan-kekuatan global dan
sifat terbuka yang semakin meningkat dari ekonomi lokal.
2. Memandang pengembangan lokal secara terpisah dari kontek wilayahnya akan
menghasilkan kegagalan dalam memahami aliran modal, tenaga kerja dan
suberdaya yang akan menciptakan ketimpangan wilayah dan akan
menghambat perkembangan lokal.
Di pihak lain edogenous development harus memasukkan nilai-nilai non
ekonomi, harus melibatkan evaluasi nilai-nilai manusia, perubahan perilaku dan
psikologi sosial dari homo economicus ke homo soieties.
2.5 Indikator Perbedaan Antara Pengusaha mikro, Kecil dan
Menengah
Indikator-indikator perbedaan antara pengusaha mikro, kecil dan
menengah di kawasan industri tahu meliputi, indikator tenaga kerja, teknologi
yang digunakan dalam memproduksi tahu, produksi, bahan baku, orientasi
pasar/pemasaran, dan permodalan. Perbandingan antar indikator tersebut dapat
dilihat pada Tabel II.3.
Tabel II.3Indikator Perbedaan Antara Pengusaha
Skala mikro, kecil dan Menengah.
Tahapan PerkembanganMikro Kecil Menengah
Jml. Tenaga kerja 2-4 orang 5-10 orang 10-25 orang
Fasilitas yang diperoleh tenaga kerja
Tidak ada Tidak adaTempat tinggal yang biasanya di dalam pabrik, kendaraan untuk menjual tahu
Jenis teknologiTradisional dan modern
Tradisional dan modern Tradisional dan modern
Cara memperoleh bahan baku
Import Import import
Jml. Penggunaan bhn baku
30 kg 50 kg 1 kuintal
Orientasi pasar LokalLokal dan luar Kota Bandung
Lokal dan luar Kota Bandung
Cara pemasaranLangsung ke pasar
Langsung ke pasar Langsung ke pasar
Permodalan Pinjam Pinjam dan modal sendiri Pinjam dan modal sendiri
Tempat produksi Sewa Sewa dan milik sendiri Milik sendiriSumber : Hasil survei, 2007
________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter
44