IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan...

27
26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan tepung termodifikasi annealing adalah buah sukun. Penelitian tentang pemanfaatan buah sukun masih belum banyak dilakukan. Berikut ini data hasil analisa bahan baku dibandingkan dengan literatur Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Bahan Baku Dibandingkan Dengan Literatur Parameter Buah Sukun* Buah Sukun** Kadar air (%) 75,36 69,30 [1] Kadar pati (%) 19,02 19,41 [2] Kadar Serat Kasar (%) 2,12 2,20 [2] Keterangan * Hasil Analisa ** Sutikno (2008) [1] , Koswara 2006 dalam Amarilia (2012) [2] Tabel 4.1 menunjukkan kadar air buah sukun sebesar 75,36%. Nilai ini memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur yang bernilai 69,30%. Nilai kadar air berbeda dikarenakan pada pembuatan annealing tepung sukun, umur buah yang dipakai terbilang muda, yaitu sekitar 80 hari terhitung dari munculnya bunga betina, sedangkan umur buah sukun yang dipakai oleh literatur tidak diketahui. Sukun muda memiliki kandungan kadar air yang terbilang tinggi bila dibandingkan dengan sukun yang berumur lebih tua Koswara (2006). Pada buah sukun yang berumur muda, karbohidrat masih banyak dalam bentuk pati dan belum dipecah menjadi gula sederhana seperti glukosa, sukrosa dan fruktosa, sehingga buah cenderung tidak berasa manis. Selain itu, Buah yang berumur muda juga belum mengalami perombakan polisakarida pada dinding sel, sehingga tekstur masih cenderung keras, tidak beraroma dan memiliki rasa yang tawar. Kandungan kadar air tinggi pada buah sukun, diduga disebabkan oleh belum tejadinya pemecahan gula menjadi komponen yang lebih sederhana. Menurut Abidin (1992) Selama pematangan buah terjadi perubahan berbagai segi, antara lain perubahan struktur, tekstur, warna, rasa dan proses biokimia yang ada didalamnya. Kandungan pati pada buah sukun hasil Analisa dibandingkan dengan kandungan pati pada literatur memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Kandungan pati pada buah sukun yang nilainya mencapai 19,02% sedangkan kandungan pati pada literatur bernilai 19,41%. Perbedaan ini diduga diakibatkan oleh perbedaan varietas buah sukun, umur panen buah sukun dan kondisi iklim

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan...

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan tepung

termodifikasi annealing adalah buah sukun. Penelitian tentang pemanfaatan

buah sukun masih belum banyak dilakukan. Berikut ini data hasil analisa bahan

baku dibandingkan dengan literatur

Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Bahan Baku Dibandingkan Dengan Literatur

Parameter Buah Sukun* Buah Sukun**

Kadar air (%) 75,36 69,30[1] Kadar pati (%) 19,02 19,41[2] Kadar Serat Kasar (%) 2,12 2,20[2]

Keterangan * Hasil Analisa ** Sutikno (2008)[1], Koswara 2006 dalam Amarilia (2012)[2]

Tabel 4.1 menunjukkan kadar air buah sukun sebesar 75,36%. Nilai ini

memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur yang

bernilai 69,30%. Nilai kadar air berbeda dikarenakan pada pembuatan annealing

tepung sukun, umur buah yang dipakai terbilang muda, yaitu sekitar 80 hari

terhitung dari munculnya bunga betina, sedangkan umur buah sukun yang

dipakai oleh literatur tidak diketahui. Sukun muda memiliki kandungan kadar air

yang terbilang tinggi bila dibandingkan dengan sukun yang berumur lebih tua

Koswara (2006). Pada buah sukun yang berumur muda, karbohidrat masih

banyak dalam bentuk pati dan belum dipecah menjadi gula sederhana seperti

glukosa, sukrosa dan fruktosa, sehingga buah cenderung tidak berasa manis.

Selain itu, Buah yang berumur muda juga belum mengalami perombakan

polisakarida pada dinding sel, sehingga tekstur masih cenderung keras, tidak

beraroma dan memiliki rasa yang tawar. Kandungan kadar air tinggi pada buah

sukun, diduga disebabkan oleh belum tejadinya pemecahan gula menjadi

komponen yang lebih sederhana. Menurut Abidin (1992) Selama pematangan

buah terjadi perubahan berbagai segi, antara lain perubahan struktur, tekstur,

warna, rasa dan proses biokimia yang ada didalamnya.

Kandungan pati pada buah sukun hasil Analisa dibandingkan dengan

kandungan pati pada literatur memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Kandungan

pati pada buah sukun yang nilainya mencapai 19,02% sedangkan kandungan

pati pada literatur bernilai 19,41%. Perbedaan ini diduga diakibatkan oleh

perbedaan varietas buah sukun, umur panen buah sukun dan kondisi iklim

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

27

dimana buah sukun itu tumbuh. Kadar pati yang cukup tinggi pada buah sukun

berpotensi untuk diolah menjadi tepung ataupun pati. Warna putih pada buah

sukun menjadi kelebihan lainnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan olahan

pangan yang lebih luas.

Nilai serat kasar pada buah sukun hasil analisa bila dibandingkan dengan

nilai serat kasar pada literatur memiliki nilai yang lebih tinggi. Kandungan serat

kasar pada buah sukun nilainya mencapai 2,32% sedangkan serat kasar pada

literatur bernilai 2,20%. Perbedaan yang terjadi diduga disebabkan oleh umur

sukun yang berbeda. Pada buah sukun yang berumur cukup muda, kandungan

serat kasar buah sukun dinilai lebih tinggi apabila dibandingkan dengan buah

sukun yang telah matang.

4.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sukun Termodifikasi annealing

4.2.1 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu komponen yang penting untuk diketahui

pada produk tepung. Kadar air dikatakan penting sebab kandungan kadar air

pada tepung mempengaruhi daya simpan dari tepung. Kadar air yang tinggi

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,

sehingga nantinya akan mengakibatkan perubahan pada tepung. Makin rendah

kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme untuk berkembang biak,

sehingga proses perusakan tepung yang diakibatkan mikroorganisme semakin

lambat dan umur simpan tepung semakin panjang (Winarno, 2002). Selain

berpengaruh terhadap tingkat keawetan tepung, kadar air juga berpengaruh

terhadap penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan.

Rerata kadar air dari tepung sukun termodifikasi annealing berkisar

antara 8,86% - 10,82%. Grafik rerata kadar air tepung sukun modifikasi

annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips

dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

28

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Kadar Air Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.1 menunjukkan adanya kecenderungan nilai kadar air untuk

mengalami kenaikan seiring perubahan waktu perendaman di kedua level suhu,

namun ada juga yang mengalami kecenderungan untuk mengalami penurunan

akibat pengaruh suhu dan lama perendaman chips. Rerata kadar air terendah

didapatkan pada perlakuan Suhu 27C dan lama perendaman 6 jam (8,78%).

Rerata kadar air tertinggi, didapatkan pada perlakuan 27C dan lama

perendaman 18 jam (10,82%).

Hasil analisa ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa

suhu dan waktu perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air.

Selain itu, tidak ada interaksi antara lama perendaman dan suhu perendaman

terhadap kadar air tepung sukun.

Suhu dan waktu perendaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap

nilai kadar air diduga disebabkan oleh perbedaan suhu annealing yang diberikan

terhadap chips. Perlakuan annealing pada suhu 27C tidak berbeda secara

signifikan bila dibandingkan dengan perlakuan annealing pada suhu 40C. Pada

suhu 27C, memungkinkan adanya mikroorganisme alami pada media annealing

chips sukun untuk tumbuh secara optimal. Adanya pati yang tersuspensi dalam

media annealing mendukung mikroorganisme alami dapat tumbuh secara optimal

pada media annealing dan menghasilkan kondisi yang asam. Asam yang

dihasilkan diduga mempengaruhi struktur granula pati yang mengarah terhadap

kerusakan dan mengakibatkan air berpenetrasi masuk kedalam granula. Berbeda

dengan suhu 27C, pada suhu 40C terbukanya granula pati tidak disebabkan

oleh kondisi asam yang dihasilkan oleh mikroba, namun disebabkan oleh

pengaruh suhu. Peningkatan suhu mengakibatkan ikatan antar molekul pati

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

29

semakin lemah, sehingga memudahkan air untuk berpenetrasi masuk kedalam

granula pati.

Penurunan kadar air pada lama perendaman 18 jam pada suhu 40C

diduga terjadi karena granula tidak mampu lagi menampung air. Adanya

pengaruh suhu yang tinggi (40C) mengakibatkan granula terbuka lebih besar

dibandingkan dengan perlakuan suhu 27C, sehingga penetrasi air yang masuk

kedalam granula semakin besar. Granula pati yang terbuka memungkinkan

adanya penguapan air yang lebih besar saat dilakukan pengeringan, sehingga

kadar air tepung yang dihasilkan lebih kecil. Pernyataan ini didukung oleh

pendapat Rosdanelli (2005) mengemukakan bahwa bila ikatan molekul-molekul

air yang terdiri dari unsur-unsur dasar oksigen dan hidrogen dipecahkan, maka

molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya bahan tersebut akan

kehilangan air yang dikandungnya. Selain itu Haryadi (1994) juga berpendapat

bahwa granula pati yang membengkak akan memiliki rongga yang lebih besar

mengakibatkan penguapan air yang terjadi selama pengeringan semakin besar.

4.2.2 pH

pH merupakan salah satu parameter mutu dari produk tepung-tepungan.

Nilai parameter pH juga perlu dianalisa untuk mengetahui pengaruh modifikasi

annealing terhadap pH dari tepung yang dihasilkan. Nilai pH dari larutan tepung

(3 gram tepung sukun dilarutkan kedalam 50 ml aquades) (Wigati, 2013). Tepung

yang baik memiliki pH yang mendekati nilai netral yaitu 7. Grafik rerata nilai pH

tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan

lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap pH Tepung Sukun Termodifikasi Annealing

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

30

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai pH tepung sukun modifikasi

annealing mengalami penurunan akibat perlakuan suhu perendaman dan lama

perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pH pada tepung

sukun modifikasi annealing terendah ada pada perakuan perendaman 40C

dengan lama perendaman 18 jam, sedangkan rerata nilai pH tertinggi ada pada

perlakuan perendaman 27C dengan lama perendaman 6 jam.

Hasil analisa dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan adanya

pengaruh suhu perendaman dan lama perendaman terhadap perubahan nilai pH.

Interaksi antara dua perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH.

Hasil uji lanjut nilai viskositas panas terhadap tepung sukun termodifikasi

annealing dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rerata Nilai pH Tepung Sukun Akibat Interaksi Suhu Perendaman dan Lama Perendaman Chips

Suhu

(C)

Waktu (Jam)

pH Notasi DMRT 5%

6 5,49 a

0,16 – 0,17

27 12 5,22 a

18 5,03 a

40 6 4,48 b

12 4,43 c

18 4,40 d

Keterangan: 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

Tabel 4.2 menunjukkan adanya penurunan pH akibat pengaruh suhu

perendaman dan lama perendaman tepung modifikasi annealing. Hubungan

korelasi antara suhu perendaman dan lama perendaman terhadap nilai pH

adalah berbanding terbalik, dimana semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu

perendaman chips maka nilai pH tepung sukun modifikasi annealing semakin

kecil.

Hal ini diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme yang secara alami

terdapat pada air media annealing sukun. Pada suhu 40C diduga petumbuhan

mikroorganisme alami pada media fermentasi annealing sukun cenderung besar.

Suhu yang tinggi (40C) pada media annealing sukun diduga mengakibatkan

komponen makro pada chips yang tidak bisa mengikat air menjadi leaching di

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

31

media annealing chips sukun. Adanya komponen-komponen yang leaching di

media annealing chips sukun, seperti gula, dimanfaatkan mikroorganisme untuk

tumbuh. Pertumbuhan mikroorganisme alami yang pesat, mengakibatkan

timbulnya kondisi asam yang mengakibatkan pH pada media annealing sukun

mengalami penurunan. Rentan waktu yang semakin lama akan memberikan

waktu bagi mikroorganisme untuk menghasilkan asam-asam organik, yang

nantinya akan mengakibatkan pH semakin menurun.

4.2.3 Kadar Pati

Pati merupakan kandungan utama yang terdapat pada produk tepung.

Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin. Amilosa

merupakan fraksi terlarut sedangkan amilopektin merupakan fraksi tidak terlarut.

Rerata kadar pati tepung sukun modifikasi annealing berada pada nilai 50,97% -

55,09%. Jarak dari rerata kadar pati yang dihasilkan jauh berbeda dengan rerata

kadar pati hasil penelitian (Agustin, 2003) pada tepung sukun modifikasi HMT,

yaitu senilai 50,96% - 55,09%. Grafik rerata kadar pati tepung sukun modifikasi

annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips

dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Kadar Pati Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kadar pati tepung sukun modifikasi

annealing mengalami kenaikan seiring dengan naiknya suhu perendaman dan

lama yang diberikan terhadap chips sukun. Hasil analisa sidik ragam dengan

tingkat kepercayaan 5% menunjukkan tidak adanya pengaruh suhu dan waktu

perendaman terhadap rerata kadar pati tepung sukun. Hubungan korelasi antara

suhu perendaman dan lama perendaman memberikan pengaruh yang tidak

nyata terhadap nilai. Nilai kadar pati tertinggi didapatkan pada perlakuan suhu

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

32

40C dan lama perendaman 18 jam yaitu bernilai 55,09%, Sedangkan nilai

terendah didapatkan pada suhu 27C dan lama perendaman 6 jam yang bernilai

50,97%.

Perlakuan annealing pada suhu 27oC dan suhu 40 oC selama 6 jam, 12

jam dan 18 jam memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Suhu dan waktu

perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar pati diduga

disebabkan oleh granula pati yang hanya mengalami pembengkakan, namun

tidak mengalami pecah granula. Diduga pada suhu 27 oC dan 40 oC penetrasi air

pada granula pati tidak terlalu besar. Penetrasi yang tidak terlalu besar,

disebabkan oleh efek perendaman yang menggunakan suhu dibawah suhu

gelatinisasi. Menurut Rincon et al (2004) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi

dari sukun adalah 73,3 oC. Pengaruh suhu 40 oC juga tidak terlalu berpengaruh

terhadap penetrasi air pada granula, sehingga diduga gugus amilosa dan

amilopektin tidak mengalami pemutusan, namun hanya mengalami

perenggangan.

4.2.4 Kadar Amilosa

Amilosa merupakan salah satu penyusun pati. Amilosa terdiri atas 250 –

300 unit D.Glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4 glikosidik, dan molekulnya

merupakan rantai terbuka. Gugus hidroksil yang banyak terdapat pada senyawa

polimer glukosa menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik. Rerata kadar amilosa

pada tepung sukun termodifikasi annealing berada pada nilai 22,92% - 29,19%.

Grafik rerata kadar amilosa tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai

kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat pada

Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Kadar Amilosa Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

33

Grafik 4.4 menunjukkan kecenderungan kenaikan kadar amilosa seiring

kenaikan waktu perendaman dan perubahan suhu perendaman chips.

Kecenderungan meningkatnya kadar amilosa disetiap level lama perendaman

dan perubahan suhu yang diberlakukan terhadap chips diduga disebabkan oleh

adanya rantai amilopektin yang terputus dan selama proses annealing

berlangsung. Hasil analisa ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan

bahwa perlakuan suhu perendaman dan lama perendaman annealing tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa. Selain itu, interaksi antara kedua

perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa.

Suhu dan waktu perendaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap

kadar amilosa diduga disebabkan oleh perubahan sifat fungsional dari pati akibat

modifikasi annealing. Modifikasi annealing chips sukun mengakibatkan pati

memiliki ketahanan terhadap hidrolisis, dan mengakibatkan pati semakin sulit

untuk dirombak menjadi bentuk yang lebih sederhana. Perubahan sifat

fungsional pati yang diakibatkan modifikasi annealing chips sukun, menyebabkan

perubahan nilai pati yang tidak signifikan, sehingga nilai amilosa yang dihasilkan

juga tidak jauh berbeda.

Kecenderungan amilosa mengalami peningkatan diduga disebabkan oleh

suhu yang diberlakukan terhadap chips sukun. Pada modifikasi chips sukun

metode annealing, suhu yang digunakan berkisar antara 27C-40C dengan

penambahan kadar air diatas 80% pada proses perlakuannya. Kondisi tersebut

berpotensi meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme alami untuk dapat

tumbuh secara optimal, serta meningkatkan kinerja enzim yang dihasilkan oleh

mikrooganisme tersebut.

Proses annealing dilakukan dengan menutup tempat proses pada kondisi

anaerob, dengan jumlah oksigen yang terbatas, sehingga diduga

mikroorganisme yang tumbuh termasuk golongan mesofilik yang bersifat anaerob

fakultatif. Dugaan ini didukung dengan pernyataan Supardi (1999) yang

menyatakan bahwa mikroorgnisme kelompok anaerob fakultatif tumbuh jika ada

oksigen cukup, juga dapat tumbuh secara anaerob. Selain itu, menurut Zulaidah

(2011) bahwa bakteri asam laktat mampu hidup pada kondisi anaerob yang kaya

akan glukosa. Kenaikan suhu dan waktu selama proses annealing berlangsung

dapat meningkatkan kadar amilosa tepung sukun termodifikasi. Menurut Elliason

dan Magnus (2006) menyatakan bahwa keberadaaan air dan suhu yang tinggi

selama proses HMT yang merupakan proses hidrotermal seperti annealing dapat

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

34

menyebabkan berkurangnya kandungan amilopektin dan meningkatkan fraksi

amilosa dan pati.

4.2.5 Swelling Power

Swelling power merupakan kemampuan pati untuk mengembang atau

kenaikan volume dan berat maksimum di dalam air (Balagopalan et al, 1988

dalam Baah, 2009). Proses pengembangan ini disertai dengan pemanasan

sehingga ikatan hidrogen yang menghubungkan antara amilosa dan amilopektin

melemah, sedangkan energi kinetik air meningkat, sehingga mengakibatkan air

berpenetrasi masuk kedalam granula pati dan mengalami pengembangan.

Kemampuan pengembangan dari pati itu sendiri sangatlah dipengaruhi dari sifat

alami patinya. Kekuatan pembengkakan dihitung dengan membandingkan berat

endapan granula pati yang telah dipanaskan dengan berat kering sampel awal

(g/g) (Deasy, 2007).

Rerata nilai swelling power pada tepung sukun modifikasi annealing

berada pada kisaran 8,81 (g/g) – 10,69 (g/g). Grafik rerata nilai swelling power

tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan

lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Swelling Power Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.5 menunjukkan kecenderungan kenaikan nilai swelling power

akibat perlakuan suhu dan lama perendaman chips buah sukun. Kenaikan nilai

swelling power terjadi pada lama perendaman selama 12 dan 18 jam. Namun

pada perlakuan perendaman chips selama 12 jam pada suhu 27C, terjadi

penurunan nilai swelling power. Nilai swelling power tertinggi yaitu sebesar 10,68

pada perlakuan suhu 40C dengan lama perendaman 18 jam. Sedangkan nilai

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

35

swelling power terendah yaitu sebesar 8,81 terdapat pada perlakuan suhu 27C

dengan lama perendaman 12 jam.

Hasil analisa ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa

perlakuan suhu dan lama perendaman memberikan pengaruh tidak nyata

terhadap nilai swelling power, selain itu interaksi kedua perlakuan juga

memberikan pengaruh tidak nyata.

Suhu dan waktu perendaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap

nilai swelling power diduga disebabkan oleh fraksi amilosa yang memiliki bobot

molekul rendah. Fraksi amilosa yang memiliki bobot molekul rendah dipengaruhi

oleh panjang polimer dan sumber patinya. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya

kemampuan pati untuk mengembang lebih besar. Kong dkk (2009) menyatakan

bahwa swelling power pati tergantung komponen amilosanya. Hasil penelitian

Yuliasih dkk (2007) juga menyatakan bahwa komponen pati, mempengaruhi

kemampuan penyerapan air daya pengembangan pati. Rendahnya kemampuan

pati untuk mengembang lebih besar menyebabkan nilai swelling power tidak

berbeda secara signifikan, sehingga tidak berbeda nyata secara statistik.

Kecenderungan meningkatnya nilai swelling power diduga disebabkan

oleh terbukanya granula pati akibat adanya energi panas. Selain itu, pengaruh

suhu juga memberikan energi kinetik yang lebih tinggi kepada air sehingga

semakin memudahkan air untuk berpenetrasi masuk kedalam granula pati. Air

yang masuk akan terperangkap oleh amilosa dan amilopektin dan

mengakibatkan granula mengalami pembengkakan. Pernyataan ini didukung

oleh Meyer (2003) yang menyatakan bahwa pengembangan granula pati terjadi

karena molekul-molekul air masuk kedalam granula pati dan terperangkap pada

susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Berdasarkan data yang

diatas, diketahui bahwa peningkatan suhu dari 27C hingga 40C dapat

meningkatkan nilai swelling power tepung sukun modifikasi annaeling.

Kecenderungan nilai swelling power mengalami penurunan pada suhu

27C di lama perendaman 12 jam, diduga disebabkan oleh adanya

perenggangan antar ikatan molekul penyusun pati dan pembukaan granula

penyusun pati. Pengeringan yang diberlakukan terhadap chips setelah proses

annealing, diduga akan mengakibatkan terjadinya retrogradasi. Air yang masuk

kedalam granula akan keluar akibat pengaruh suhu proses pengeringan. Air yang

keluar dari dalam granula mengakibatkan ikatan antar amilosa yang semula

renggang kembali merapat dan mengakibatkan swelling power mengalami

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

36

penurunan. Menurut Jufri dkk (2006) menyatakan bahwa amilosa dapat

mempengaruhi proses pengembangan pati dan tingkat kekentalan pati. Semakin

tinggi kadar amilosa maka akan mengakibatkan semakin kecilnya kemampuan

pati untuk mengembang, selain itu kekuatan gel juga semakin rendah.

4.2.6 Solubility

Solubility atau kelarutan adalah karakteristik sifat kelarutan pati yang

pada prinsip analisanya dipanaskan pada suhu ±85C selama 30 menit. Nilai

Solubility atau kelarutan diperoleh dengan cara membandingkan berat

supernatan kering dari pati yang telah dipanaskan dengan berat sampel pati

kering. Rerata nilai Solubility atau kelarutan pada tepung Sukun adalah sebesar

16,97% - 27,08%. Grafik rerata nilai kelarutan tepung sukun modifikasi annealing

pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat

dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Kelarutan Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada perlakuan perendaman suhu 27C

ditiap lama perendaman chips mengalami kecenderungan naiknya nilai

kelarutan. Nilai Solubility atau kelarutan terendah diperoleh dari perlakuan

perendaman suhu 40C selam 12 jam yaitu sebesar 16,97%, sedangkan nilai

kelarutan tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman suhu 27C selama 18

jam yaitu sebesar 32,42%.

Hasil analisa ragam dengan tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa

perlakuan suhu dan lama perendaman chips sukun memberikan pengaruh yang

nyata terhadap nilai kelarutan, namun Interaksi kedua perlakuan tidak

memberikan pengaruh nyata. Suhu annealing yang berada pada nilai 40C

diduga dapat mendegradasi ikatan antara molekul amilosa dan amilopektin,

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

37

sehingga terjadi reorganisasi antar ikatan. Menurut Tester dan Karkalas (1996)

dalam Muhamed et al. (2008) menyatakan bahwa pada pemanasan yang

berlangsung lama dan tinggi, ikatan hidrogen yang menstabilkan struktur double

helix dalam kristalin akan mengalami pemutusan dan digantikan oleh air.

Tabel 4.3 Rerata Nilai Kelarutan Tepung Sukun Akibat Pengaruh Lama Perendaman Chips

Waktu (Jam) Kelarutan (g.g) Notasi BNT%

6 20,74 a 12 21,20 ab 3,17 18 23,99 b

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

Tabel 4.3 Menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan nilai kelarutan

disetiap perubahan lama waktu perendaman. Lama perendaman diduga

mengakibatkan merenggangnya struktur pati akibat adanya interaksi air dan

panas. Panas akan melemahkan ikatan hidrogen, sehingga struktur pati akan

lebih menyerap air dan mengalami pembengkakan (Swelling), dan tenggang

waktu yang lama memberikan kesempatan pada air untuk berpenetrasi kedalam

granula. Selain itu, adanya interaksi antara panas dan waktu annealing diduga

mengakibatkan adanya depolimerisasi pati, sehingga dihasilkan amilosa dengan

bobot molekul rendah. Menurut Yuniasih (20007) menyatakan bahwa adanya

peningkatan suhu dan lama perendaman mengakibatkan depolimerisasi pati

yang memiliki berat molekul tinggi menjadi pati yang memiliki berat molekul

rendah. Menurut Fleche (1985) dalam Suriani (2008), Amilosa yang memiliki

rantai pendek lebih mudah larut dalam air.

Tabel 4.4 Rerata Nilai Kelarutan Tepung Sukun Akibat Interaksi Pengaruh

Suhu Perendaman Chips

Suhu (C) Kelarutan (g.g) Notasi BNT%

27C 37,39 a

40C 28,55 b 3,17

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

Pada suhu 27C, memungkinkan adanya mikroorganisme alami yang

diduga tumbuh pada media annealing chips. Pati yang tersuspensi dalam media

annealing mendukung mikroorganisme alami dapat tumbuh secara optimal pada

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

38

media annealing dan menghasilkan suasana asam. Asam yang dihasilkan diduga

mempengaruhi struktur granula pati yang mengarah terhadap kerusakan dan

mengakibatkan air berpenetrasi masuk kedalam granula. Air yang berpenetrasi

masuk kedalam granula, mengakibatkan granula mengembang dan nilai

kelarutan yang dihasilkan tinggi.

Rendahnya nilai kelarutan pada suhu 40oC diduga disebabkan oleh

semakin banyaknya amilosa yang membentuk struktur kristalin (Dimas, 2011).

Amilosa yang memiliki rantai lurus, diduga mengakibatkan amilosa dapat

membentuk gel dengan mudah, sehingga diduga menyebabkan pembentukan

jaringan tiga dimensi berlangsung dengan mudah. Struktur jaringan tiga dimensi

disusun oleh ikatan antar percabangan pendek dari molekul amilosa dan

membentuk daerah yang kristalin. Terbentuknya daerah kristalin diduga

menyebabkan amilosa semakin sulit untuk larut didalam air sehingga kelarutan

cenderung menurun. Menurut (Mestress dkk., 1988 dalam Krisna 2011)

menyatakan bahwa struktur jaringan tiga dimensi dapat menghambat

penggelembungan pati dan meningkatkan gaya kohesi dalam granula pati,

sehingga saat pelarutan pati, tidak banyak yang terlarut.

4.2.7 Viskositas Panas

Viskositas panas adalah kekentalan yang dimiliki oleh pati dan terhitung

saat pati telah mengalami gelatinisasi. Pengukuran viskositas panas holding, dan

dingin menggunakan viskometer dengan rpm 30 dan spindel L2. Viskositas

Panas diukur ketika suspensi pati (5%) dipanaskan hingga mencapai suhu 95C.

Analisa Viskositas panas dilakukan untuk mengetahui kemampuan pati untuk

membentuk pasta selama proses pemanasan terjadi. Viskositas panas juga

dinilai mampi menggambarkan kondisi suhu dan waktu gelatinisasi pati. Rerata

nilai viskositas panas adalah sebesar 12,67 Cps – 19,00 Cps. Grafik rerata nilai

viskositas panas tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi

perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

39

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Viskositas Panas Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.7 menunjukkan kenaikan nilai viskositas seiring dengan

naiknya suhu dan lama perendaman terhadap Chips sukun modifikasi annealing.

Pada suhu 40oC dengan lama perendaman 12 jam, nilai viskositas panas

mengalami kecenderungan untuk mengalami peningkatan. Kenaikan nilai

viskositas panas diduga disebabkan oleh granula pati yang membengkak akibat

pengaruh kombinasi suhu dan media annealing. Nilai tertinggi dari viskositas

panas berada pada perlakuan 27C dengan lama perendaman 6 jam yaitu

bernilai 19 Cps, sedangkan nilai terkecil dari viskositas panas berada pada

perlakuan 40C dengan lama perendaman 6 jam yaitu bernilai 12,67 Cps.

Hasil analisa ragam dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan bahwa

perlakuan lama perendaman chips sukun modifikasi annealing berpengaruh

nyata terhadap nilai viskositas panas, namun perlakuan suhu tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Interaksi antara suhu

perendaman dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap nilai Viskositas

panas yang dihasilkan. Hasil uji lanjut nilai viskositas panas terhadap tepung

sukun termodifikasi annealing dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rerata Nilai Viskositas Panas Akibat Interaksi Suhu Perendaman dan Lama Perendaman

Suhu

(C)

Waktu (Jam)

Viskositas (cP)

Notasi DMRT 5%

6 19,00 a

2,19– 2,41

27 12 17,33 a

18 13,33 ab

40 6 12,67 bc

12 16,67 c

18 14,33 c

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

40

2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

Pada perlakuan suhu 27C dengan lama perendaman 6 jam, 12 jam dan

18 jam, mengalami penurunan nilai viskositas. Penurunan nilai viskositas panas

diduga disebabkan oleh pengaruh mikroorganisme mesofilik yang tumbuh pada

media annealing chips sukun. Annealing yang lama menyebabkan air rendaman

mencapai keadaan asam yang diakibatkan oleh aktifitas mikroorganisme alami,

yang nantinya akan berpengaruh terhadap pemutusan ikatan pada pati. Hal ini

didukung oleh pernyataan Fleche (1985) yang menyatakan bahwa kondisi asam

pada pH yang rendah mengakibatkan pati lebih cepat terhidrolisis pada ikatan α-

(1,4). Menurut Jufri dkk (2006) menyatakan bahwa amilosa berpengaruh

terhadap proses pengembangan pati dan tingkat kekentalan pati. Semakin tinggi

kadar amilosa maka akan mengakibatkan semakin kecilnya kemampuan pati

untuk mengembang, selain itu kekuatan gel yang dihasilkan semakin rendah.

Pada perlakuan suhu 40C dengan lama perendaman 12 jam, nilai

viskositas panas mengalami kenaikan. Hal ini diduga berkaitan dengan nilai

swelling power. Semakin lama modifikasi annealing berlangsung, akan

memberikan jeda waktu air untuk berpenetrasi masuk kedalam granula dan akan

mempengaruhi peningkatkan nilai swelling power, sehingga akan mempengaruhi

kecenderungan peningkatan terhadap nilai. Hal ini didukung oleh pernyataan

Imaningsih (2012) yang menyatakan bahwa nilai viskositas akan semakin

meningkat apabila swelling power juga mengalami kenaikan.

4.2.8 Viskositas Holding

Viskositas holding berperan dalam menentukan ketahanan pati dalam

mempertahankan viskositas ketika proses pengolahan berlangsung. Analisa

viskositas holding dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kestabilan

suspensi pati terhadap perlakuan panas dan gaya gesek. Kestabilan ini

berpengaruh terhadap kehomogenan adonan yang terbentuk. Rerata nilai

viskositas holding adalah 10,33 Cps – 17,33 Cps. Grafik rerata nilai viskositas

holding tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi perlakuan

suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

41

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Viskositas Holding Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.8 menunjukkan terjadinya kenaikan nilai viskositas holding

seiring lama perendaman dan perubahan suhu yang diberikan terhadap chips

sukun. Penurunan nilai viskositas holding terjadi pada perlakuan suhu 40oC

dengan lama perendaman 12 jam. Nilai tertinggi pada viskositas holding berada

pada perlakuan 40C dengan lama perendaman chips 12 jam yang bernilai 18

Cps sedangkan nilai terendah berada pada perlakuan 27C dengan lama

perendaman 6 jam yang bernilai 12,67.Cps

Hasil analisa dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan tidak adanya

pengaruh suhu terhadap nilai viskositas holding, namun lama perendaman

menunjukkan adanya pengaruh terhadap nilai viskositas holding. Tidak adanya

interaksi antara lama perendaman dan suhu perendaman juga terjadi terhadap

nilai viskositas holding.

Tabel 4.6 Rerata Nilai Viskositas Holding Tepung Sukun Akibat Pengaruh

Waktu Perendaman Chips Sukun

Waktu (Jam) Viskositas Holding (Cps)

Notasi BNT%

6 11,50 a 12 15,83 ab 2,64 18 13,67 b

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

Tabel 4.6 menunjukkan kenaikan nilai viskositas holding seiring dengan

kenaikan suhu annealing. Hal ini diduga disebabkan rentang waktu yang lama

memberikan jeda kepada air untuk masuk kedalam granula pati. Adanya suhu

menyebabkan merenggangnya struktur amorf pada granula, dan mengakibatkan

nilai swelling mengalami kenaikan dan nantinya akan berpengaruh juga terhadap

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

42

kenaikan nilai viskositas. Pernyataan ini didukung oleh Putri et al. (2011) yang

menyatakan bahwa proses gelatinisasi merupakan suatu keadaan memanaskan

pati pada suhu tertentu dengan jumlah kadar air berlebih, yang mengakibatkan

pati menjadi mudah berasosiasi dengan air, dan hal ini menurut Hoover (2001)

menyebabkan terjadinya peningkatan nilai swelling power dan viskositas pati.

Penurunan nilai viskositas holding yang terjadi pada suhu 27C dan suhu

40C pada level perendaman 18 jam diduga disebabkan oleh kondisi pati yang

memiliki kemampuan lebih rendah dalam mengikat air. Menurut Winarno (1992)

menyatakan bahwa selama proses gelatinisasi berlangsung, akan terjadi

peningkatan viskositas pati hingga mencapai viskositas maksimum. Setelah pati

mencapai batas viskositas maksimum, akan terjadi penurunan viskositas

kembali. Menurut Elliason dan Magnus (2006) annealing dapat menurunkan

gelatinisasi pati, sehingga diduga nilai viskositas akan cepat mengalami

penurunan karena waktu gelatinisasi mampu dicapai dalam waktu yang singkat.

4.2.9 Viskositas Dingin

Viskositas dingin merupakan parameter yang digunakan untuk melihat

sifat dari gel pati pada kondisi dingin, yaitu pada suhu 50C. Nilai dari viskositas

dingin diukur setelah pasta pati mengalami penurunan dari suhu 95C hingga

mencapai 50C. Rerata nilai viskositas dingin berkisar antara 31,67 Cps–60,67

Cps. Grafik rerata nilai viskositas dingin tepung sukun modifikasi annealing pada

berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat

pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara Lama Suhu Perendaman dan Lama Perendaman terhadap Nilai Viskositas Dingin Tepung Sukun

Modifikasi Annealing

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

43

Gambar 4.9 menunjukkan adanya peningkatan nilai viskositas dingin

yang terjadi pada perlakuan suhu 40C dengan lama perendaman 12 jam.

Penurunan nilai viskositas dingin terjadi pada perlakuan suhu 27C diberbagai

level perendaman dan perlakuan suhu 40C selama 18 jam. Nilai viskositas

dingin tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman suhu 27C dengan lama

perendaman 6 jam yang bernilai 60,67 Cps, Sedangkan nilai terkecil terdapat

pada perlakuan perendaman suhu 40C dengan lama perendaman 6 jam yang

bernilai 31,67.

Tabel 4.7 Rerata Nilai Viskositas Dingin Tepung Sukun Akibat Pengaruh Suhu Annealing Chips

Suhu (C) Viskositas Dingin (Cps)

Notasi BNT%

27 83,67 a 12,58

40 58,67 b

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai viskositas dingin pada

perlakuan suhu 27oC memiliki nilai viskositas dingin yang lebih tinggi

dibandingkan perlakuan suhu 40oC. Tingginya nilai viskositas dingin diduga

disebabkan oleh rusaknya granula yang diakibatkan oleh pengaruh asam.

Pengaruh asam yang dihasilkan mikoorganisme alami mengakibatkan

meningkatnya nilai amilosa. Tingginya nilai amilosa yang diakibatkan mikroflora

alami pada media annealing chips sukun mempengaruhi kemampuan pati untuk

mengalami retrogradasi, dan mempengaruhi nilai viskositas dingin. Menurut

Salim (2014) menyatakan bahwa Retrogradasi pati dipengaruhi oleh kadar

amilosanya. Kenaikan kadar amilosa diduga dapat meningkatkan kemampuan

pati untuk berasosiasi kembali dan membentuk struktur kristalin.

Rendahnya nilai viskositas dingin pada suhu 40oC diduga disebabkan

oleh kandungan amilosa yang rendah. Kandungan amilosa yang rendah

menyebabkan kemampuan pati untuk mengalami retrogradasi cenderung

menurun, sehingga nilai viskositas dingin pada suhu 40 oC cenderung lebih

rendah bila dibandingkan perlakuan suhu 27oC.

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

44

4.2.10 Kecerahan Warna (L)

Karakteristik warna (L) menunjukkan nilai kecerahan pada tepung sukun.

Warna dinilai penting untuk menentukan mutu suatu produk. Skala nilai L*

dimulai dari 0 untuk angka yang paling gelap, hingga nilai 100 untuk angka yang

paling terang. Rerata nilai kecerahan (L) dari tepung sukun berkisar antara 86,03

– 88,57. Grafik rerata nilai kecerahan (L) tepung sukun modifikasi annealing pada

berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat

pada gambar 4.10

Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Kecerahan (L) Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Grafik 4.10 menunjukkan bahwa pada perubahan suhu annealing

mengakibatkan kenaikan dan penurunan nilai kecerahan warna (L) pada tepung

sukun yang dihasilkan. Hasil analisa ragam dengan selang kepercayaan 5%

menunjukkan tidak adanya pengaruh suhu annealing dan waktu perendaman

chips terhadap nilai warna (L) yang dihasilkan. Adanya interaksi antara suhu dan

lama perendaman juga tidak berpengaruh terhadap nilai kecerahan tepung

sukun. Peningkatan suhu yang diberikan selama proses annealing diduga

menjadi salah satu penyebab menurunnya nilai warna (L) pada tepung sukun

yang dihasilkan. Hal ini didukung dengan pernyataan Widiasta (2003) yang

menyatakan bawa proses pemanasan bahan pangan dapat merubah

kemampuan dalam memantulkan, menyebarkan dan meneruskan sinar,

sehingga dapat mengubah warna bahan pangan tersebut. Selain itu, pengaruh

reaksi oksidasi pada saat pengupasan buah sukun juga diduga menjadi

pengaruh menurunnya kecerahan tepung sukun yang dihasilkan.

Pada perlakuan perendaman suhu 27C dan 40C diberbagai level

perendaman terjadi kecenderungan kenaikan nilai kecerahan. Kenaikan nilai

kecerahan diduga disebabkan oleh proses perendaman yang semakin lama,

Page 20: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

45

mengakibatkan pigmen warna pada buah sukun mengalami kerusakan sehingga

ikut luluh didalam air rendaman modifikasi annealing. Selain itu, munculnya

kondisi asam pada media annealing diduga menyebabkan pigmen yang terdapat

pada chips sukun mengalami kerusakan.

4.2.11 Serat Kasar

Serat kasar merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam organ

perut manusia. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Rerata

Kandungan serat kasar pada tepung sukun modifikasi annealing berada pada

nilai 7,03% - 9,72%. Grafik rerata nilai serat kasar tepung sukun modifikasi

annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips

dapat dilihat pada Gambar 4.11

Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Serat Kasar Tepung Sukun Modifikasi Annealing

Gambar 4.11 menunjukkan adanya peningkatan nilai serat kasar yang

terjadi pada perlakuan suhu 27C dan 40C diberbagai lama perendaman. Nilai

tertinggi kadar serat kasar berada pada perlakuan suhu 40C dengan lama

perendaman 18 jam yang bernilai 9,72%, sedangkan nilai terendah berada pada

perlakuan suhu 27C dengan lama perendaman 6 jam.

Hasil analisa ragam dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan bahwa

perlakuan suhu dan waktu berpengaruh nyata terhadap kenaikan nilai serat

kasar. Interaksi antara suhu perendaman dan lama perendaman juga

berpengaruh nyata terhadap kenaikan nilai serat kasar yang dihasilkan. Hasil uji

lanjut nilai viskositas panas terhadap tepung sukun termodifikasi annealing dapat

dilihat pada tabel 4.8.

Page 21: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

46

Tabel 4.8 Rerata Nilai Serat Kasar Tepung Sukun antara Suhu Perendaman dan Lama Perendaman Chips Sukun terhadap Nilai Serat Kasar pada Tepung Modifikasi Annealing

Suhu

(C)

Waktu (Jam)

Serat Kasar (%)

Notasi DMRT 5%

6 7,08 a

0,10-0,11

27 12 8,06 b

18 8,15 c

40 6 8,65 d

12 9,56 e

18 9,73 f

Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

Pada Tabel 4.8 menunjukkan kenaikan nilai serat kasar seiring dengan

kenaikan suhu annealing dan level lama perendaman yang diberikan terhadap

chips sukun. Kenaikan nilai serat kasar pada tepung sukun termodifikasi

annealing diduga disebabkan oleh mikroorganisme yang secara alami terdapat

pada air media annealing chips sukun. Mikroorganisme yang terdapat pada

media annealing menghasilkan enzim yang secara efektif memecah pati menjadi

komponen lebih sederhana, kecuali serat kasar. Dengan demikian kandungan

serat kasar tepung yang dihasilkan semakin meningkat. Menurut Birch, 1985

dalam Sukardi (2012) menyatakan serat kasar dapat didefinisikan sebagai

polisakarida pada makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim sekresi

endogen. Selain itu menurut Kusnandar 2011 dalam Hardiyanti (2013)

Menyatakan bahwa pada pati termodifikasi HMT, dapat mengalami peningkatan

pati resisten yang mempengaruhi meningkatnya nilai serat kasar. Pati resisten

terbentuk selama proses HMT, yang disebabkan oleh pemotongan rantai lurus

pada amilopektin dan pembentukan ikatan amilosa yang membentuk struktur

yang kompak.

4.3 Granula Pati

Modifikasi pati metode annealing merupakan modifikasi pati yang bersifat

hidrothermal yang mampu merubah sifat fungsional pati, tanpa merusak

granulanya. Granula pati yang belum rusak dapat diaplikasikan pada pembuatan

produk-produk yang menggunakan pemanasan didalam proses pengolahannya,

diantaranya yaitu pembuatan bihun, dan mie. Beberapa produk makanan instan

menginginkan terjadinya kerusakan pada granula pati, sebab granula yang rusak

akan mengakibatkan pati mudah larut di air dingin, namun untuk produk seperti

Page 22: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

47

mie dan bihun tidak. Kerusakan granula pati akan mengakibatkan terhambatnya

proses pengolahan sehingga produk akhir yang diinginkan tidak sesuai. Hasil

analisa kenampakan granula pati dengan berbagai level suhu dan lama

perendaman dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Granula Pati Perbesaran 400x Keterangan : A. Perlakuan perendaman 27

oC selama 6 jam, B. Perlakuan perendaman

27oC selama 12 jam, C. Perlakuan perendaman 18 jam selama 18 jam, D. Perlakuan

perendaman 40C selama 6 jam, E. Perlakuan perendaman 40C selama 12 jam, F.

Perlakuan perendaman 40C selama 18 jam

Annealing merupakan suatu modifikasi fisik yang dinilai mampu merubah

karakteristik alami pati dengan cara mempengaruhi rantai amilosa maupun

amilopektin yang terdapat didalam granula pati. Adanya air dalam kondisi

berlebih dapat menyebabkan air tersebut berpenetrasi masuk kedalam granula

pati, namun dalam jumlah yang terbatas. Menurut Winarno (2004) menyatakan

bahwa pati yang direndam pada air dalam suhu ruang, akan mengakibatkan air

berpenetrasi masuk kedalam granula pati namun dalam jumlah yang terbatas,

yaitu 30%. Adanya perlakuan suhu yang cukup tinggi namun masih dibawah

level suhu gelatinisasi (50oC) diduga dapat menyebabkan granula semakin

terbuka dan jumlah air berpenetrasi masuk kedalam granula pati semakin tinggi.

Menurut Ratnayake dan Jackson (2006) menyatakan bahwa energi yang diserap

granula selama pemanasan pada suhu yang lebih rendah dari suhu

Page 23: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

48

gelatinisasinya tidak hanya membuka lipatan heliks ganda amilopektin, namun

juga memfasilitasi pengaturan atau pembentukan baru ikatan-ikatan baru antar

molekul.

Perlakuan annealing pada suhu 27C selama 6 jam menunjukkan kondisi

granula yang berukuran kecil apabila dibandingkan dengan gambar granula pada

lama annealing 12 dan 18 jam di suhu yang sama. Diduga lama waktu yang

diberikan memberikan tenggang pada air untuk mampu berpenetrasi masuk

kedalam granula pati, sehingga ukuran granula yang dihasilkan cenderung lebih

besar. Perbedaan ukuran granula juga tampak pada perlakuan annealing suhu

40C dengan lama perendaman 6 jam, 12 jam dan 18 jam. Pada perendaman

annealing suhu 40C, terlihat bahwa ukuran granula cenderung lebih besar

dibandingkan dengan perendaman annealing suhu 27C. Hal tersebut diduga

disebabkan oleh pengaruh suhu yang diberikan selama proses annealing

berlangsung mengakibatkan granula pati terbuka semakin besar, sehingga air

yang berpenetrasi masuk lebih banyak, dan mengakibatkan pembengkakan

granula. Pernyataan ini didukung oleh Elliason dan Magnus (2006) yang

menyatakan bahwa Panas yang diberikan ketika annealing dapat meregangkan

daerah amorf kristal pada granula pati. Selain itu, Pukkahuta et al., (2007)

menyatakan bahwa pada kondisi kadar air yang tetap (tidak berubah), adanya

peningkatan intensitas panas (suhu dan waktu proses) menyebabkan adanya

peningkatan ukuran dari rongga pati.

Perlakuan perendaman annealing chips sukun juga mampu

menyebabkan terjadinya fermentasi spontan oleh mikroorganisme yang secara

alami terdapat pada air media annealing. Adanya komponen-komponen yang

leaching di media annealing chips sukun, seperti gula, dimanfaatkan

mikroorganisme untuk tumbuh. Adanya aktifitas mikroorganisme menyebabkan

pH mengalami penurunan, dikarenakan pada saat melakukan metabolisme,

mikroorganisme menghasilkan asam-asam organik dan enzim amilolitik yang

nantinya akan mengakibatkan munculya kondisi asam. Kondisi asam hasil

metabolisme mikroorgansme mampu melemahkan bahkan memutus ikatan

antara amilosa-amilosa, amilopektin-amilopektin dan amilosa-amilopektin,

sehingga dapat mempengaruhi karakteristik kimia seperti kadar amilosa dan pati.

Ezim amilolitik dapat mempengaruhi tingkat porositas dari granula (Sujka dan

Jamroz, 2007), dan tingkat porositas granula pati dipengaruhi oleh banyaknya

pori yang dimiliki oleh granula pati. Adanya pori pada granula pati merupakan

Page 24: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

49

salah satu jalan masuk enzim amilolitik untuk masuk dan memecah amilosa dan

amilopektin.

4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik dan Uji T

Berlakuan terbaik diperoleh dengan menggunakan Multiple Attribute

(Zeleny, 1982). Nilai ideal ditentukan dengan masing-masing parameter tepung

sukun modifikasi annealing antara lain kadar air, kadar amilosa, kadar pati,

swelling power, kelarutan, viskositas panas, viskositas holding, viskositas dingin,

kecerahan. Penentuan perlakuan terbaik menunjukkan perlakuan kombinasi

perendaman suhu 40C selama 18 jam pada chips sukun menghasilkan tepung

sukun terbaik. Perbandingan Karakteristik tepung sukun termodifikasi annealing

perlakuan terbaik dengan literatur dapat dilihat pada tabel 4.9.

Berdasarkan tabel 4.9 di bawah ini dapat dilihat bahwa kadar air tepung

sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang lebih tinggi apabila dibandingkan

dengan tepung kontrol. Hal ini disebabkan karena tepung sukun perlakuan

terbaik pada modifikasinya direndam selama 18 jam pada suhu 40C, sedangkan

tepung kontrol hanya direndam pada suhu 27C selama 15 menit. Suhu dan

Waktu memberikan tenggang pada air untuk berpenetrasi masuk kedalam

granula pati, sehingga pati membengkak dan kadar air tepung yang dihasilkan

semakin tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Menurut Wirakartakusumah et

al. (1992), batas kadar air minimum yang baik agar dapat dipertahankan dari

serangan jamur, aktifitas serangga biasanya mencapai 12-14%, sehingga tepung

sukun perlakuan terbaik yang bernilai 9,12% dapat dikatakan sesuai dengan

standar yang diterapkan di Indonesia. Berikut adalah tabel perbandingan hasil

perlakuan terbaik dibandingkan kontrol.

Page 25: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

50

Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Perlakuan Terbaik Dibandingkan Kontrol

Parameter Perlakuan Terbaik

Kontrol

Uji T

Kadar Air 9,12 8,74 tn

pH 4,43 5,84 *

Kadar Pati 55,10 42,06 *

Kadar Amilosa 29,19 22,19 *

Swelling Power 10,67 8,78 *

Kelarutan 20,90 25,17 tn

Kecerahan (*L) 88,70 84,33 *

Viskositas Panas 14,67 12,67 tn

Viskositas Holding 14,00 16,67 *

Viskositas Dingin Serat Kasar

32,33 9,72

16,67 5,34

* *

Nilai pH tepung sukun perlakuan terbaik lebih rendah bila dibandingkan

dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan karena adanya aktifitas

mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam organik. Asam yang dihasilkan

oleh mikroorganisme berasosiasi kedalam granula pati disaat pati mengalami

perenggangan didaerah krsitalin yang diakibatkan oleh pengaruh suhu annealing.

Adanya stabilitas pengaturan terhadap suhu yang diberikan, memberikan kondisi

optimum bagi mikroorganisme untuk dapat tumbuh secara optimal, sehingga

mengakibatkan lebih banyak mikroorganisme yang tumbuh di air rendaman chips

perlakuan terbaik dibandingkan tepung kontrol.

Kadar pati tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang lebih tinggi

bila dibandingkan dengan kadar pati tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan

karena pengaruh kadar air yang tinggi dan suhu annealing yang diberikan

mengakibatkan adanya pengaturan ulang rantai heliks ganda (reorganisasi) yang

mengarah kepada peningkatan keteraturan.

Kadar amilosa tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan oleh

pemutusan amilopektin yang terjadi disaat annealing berlangsung. Pemutusan

amilopektin disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang menghasilkan kondisi

asam, sehingga dihasilkan oligomer dengan derajat polimerisasi yang lebih

pendek, seperti amilosa. Menurut Zulaidah (2011) menyatakan bahwa bakteri

asam laktat mampu tumbuh pada kondisi anaerob yang kaya akan glukosa.

Page 26: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

51

Nilai swelling power tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan

oleh pengaruh suhu dan waktu annealing yang diberikan. Energi panas yang

diberikan mengakibatkan granula pati semakin terbuka, sehingga air berpenetrasi

masuk kedalam granula pati, selain itu waktu annealing yang panjang

memberikan tenggang pada air untuk masuk kedalam granula. Air yang masuk

kedalam granula terperangkap didalam susunan molekul-molekul amilosa dan

amilopektin sehingga meningkatkan nilai swelling power. Menurut Meyer (2003)

menyatakan bahwa pengembangan granula pati terjadi karena molekul-molekul

air masuk kedalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul-molekul

amilosa dan amilopektin.

Nilai kelarutan tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang lebih

kecil bila dibandingkan dengan tepung sukun hasil kontrol. Hal ini diakibatkan

adanya perenggangan antar ikatan yang terjadi di daerah amorf. Adanya proses

pengeringan pada pembuatan tepung sukun mengakibatkan adanya retrogradasi

yang nantinya akan menyebabkan ikatan mengalami perapatan kembali

sehingga mengakibatkan kelarutan menurun. Menurut Belitz dan Grosch (1999)

menyatakan bahwa perubahan konfigurasi amilosa pada bagian amorf yang

semakin rapat, akan mengakibatkan pati semakin sulit untuk larut.

Nilai kecerahan tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini diduga disebabkan

oleh proses annealing yang menggunakan air berlebih melarutkan senyawa fenol

yang terkandung didalam sukun. Fenol yang ikut terlarut diduga dapat

menyebabkan reaksi browning pada pembuatan tepung sukun mengalami

penurunan, sehingga tepung sukun perlakuan terbaik memililiki tingkat

kecerahan lebih tinggi bila dibandingkan tepung sukun kontrol.

Nilai viskositas panas tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang

lebih tinggi bila dibandingkan tepung sukun kontrol. Hal ini diduga disebabkan

oleh granula pati yang membengkak akibat dari adanya kenaikan suhu dan

kondisi air berlebih selama proses annealing terjadi. Air yang berpenetrasi masuk

kedalam granula pati meningkatkan nilai swelling power, sehingga berpengaruh

terhadap kenaikan nilai viskositas panas. Menurut Jufri dkk (2006) menyatakan

bahwa swelling power mempengaruhi kekentalan, yaitu semakin rendah nilai

swelling maka kekentalan semakin rendah.

Page 27: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Bakurepository.ub.ac.id/150409/5/Bab_4_Dhior_Antalimar.pdf · memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur

52

Nilai viskositas holding tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang

lebih rendah bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini dikarenakan

suhu pati yang masih tinggi, menyebabkan amilosa antar amilosa tidak bisa

saling berikatan, sehingga mengakibatkan viskositas menjadi rendah.

Nilai viskositas dingin tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan

kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi. Retrogradasi disebabkan

oleh menurunnya suhu, dari yang semula panas akibat pemanasan viskostas

holding (95C) hingga sampai ke suhu yang lebih rendah (50C), sehingga

mengakibatkan nilai viskositas dingin semakin tinggi. Menurut Winarno (2002)

menyatakan bahwa nilai viskositas dingin erat kaitanya dengan dengan proses

retrogradasi pada pati.

Kadar serat kasar tepung sukun perlakuan terbaik lebih tinggi

dibadingkan dengan tepung kontrol. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan

pati resisten yang mempengaruhi naiknya nilai serat kasar. Peningkatan nilai pati

resisten diakibatkan oleh terputusnya rantai lurus pada amilopektin dan

pembentukan ikatan amilosa dengan struktur yang lebih kompak.