IPD.doc

29
MILK FEVER A. Abstrak Milk fever ditemukan pada penyakit metabolis yang paling benyak ditemukan pada sapi perah setelah melahirkan. Dan terutama pada sapi yang berproduksi tinggi. Kadar kalsium dalam darah akan menurun dari 9-12 mg/dl menjadi kurang dari 4mg/dl. Pada milk fever juga ditandai dengan hypofosfatemia, hypomagnesia, dan hypokalsemia (Kronfeld, 1980). Kejadian paling banyak ditemukan setelah 48 jam setelah melahirkan. Milk fever jarang ditemukan pada sapi perah sebelum beranak yang ketiga (Payne, 1964), dan peningkatan umur maka disertai dengan peningkatan penyakit ini. Pada sapi umur lebih 5 tahun penyakit milk fever paling banyak terjadi (Mayer dkk, 1969). Kejadian sebagian besar terjadi 2-3 hari setelah melahirkan (Edward, 2005). Kadar kalsium pada darah dikontrol oleh hormone parathyroid dan hormone calcitonin. Kadar kalsium yang rendah pada saat sapi melahirkan menjadi pemicu Milk Fever. Kalsium dalam darah sebagian terikat dengan protein dan sebagian lagi beberbentuk ion. Bagian terpenting adalah proporsi perbandingan Ca dengan P. (Edward, 2005) B. Riwayat Kasus 1. No : 2 2. Tanggal : 23 Desember 2009 3. Macam hewan : Sapi PFH 4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir 5. Nama hewan : Beauty 6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih

Transcript of IPD.doc

Page 1: IPD.doc

MILK FEVER

A. Abstrak

Milk fever ditemukan pada penyakit metabolis yang paling benyak ditemukan pada sapi

perah setelah melahirkan. Dan terutama pada sapi yang berproduksi tinggi. Kadar kalsium

dalam darah akan menurun dari 9-12 mg/dl menjadi kurang dari 4mg/dl. Pada milk fever juga

ditandai dengan hypofosfatemia, hypomagnesia, dan hypokalsemia (Kronfeld, 1980).

Kejadian paling banyak ditemukan setelah 48 jam setelah melahirkan. Milk fever jarang

ditemukan pada sapi perah sebelum beranak yang ketiga (Payne, 1964), dan peningkatan

umur maka disertai dengan peningkatan penyakit ini. Pada sapi umur lebih 5 tahun penyakit

milk fever paling banyak terjadi (Mayer dkk, 1969). Kejadian sebagian besar terjadi 2-3 hari

setelah melahirkan (Edward, 2005).

Kadar kalsium pada darah dikontrol oleh hormone parathyroid dan hormone calcitonin.

Kadar kalsium yang rendah pada saat sapi melahirkan menjadi pemicu Milk Fever. Kalsium

dalam darah sebagian terikat dengan protein dan sebagian lagi beberbentuk ion. Bagian

terpenting adalah proporsi perbandingan Ca dengan P. (Edward, 2005)

B. Riwayat Kasus

1. No : 2

2. Tanggal : 23 Desember 2009

3. Macam hewan : Sapi PFH

4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir

5. Nama hewan : Beauty

6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih

7. Anamnesis : 2 hari yang lalu sapi ambruk, eksitasi, terengah-engah, anggota gerak

tremor, kaki kadang-kadang kejang, nafsu makan dan minum turun

8. Status praesens

a. Keadaan umum : kurus, kulit kusam, alopecia, gelisah, eksitasi, peka terhadap

rangsangan lingkungan

b. Frekuensi nafas : 60-80 kali/menit

c. Frekuensi pulsus : 90-100 kali/menit

d. Temperatur : 40 derajat Celcius

e. Kulit dan rambut : kering dan kusam

f. Selaput lendir : hiperemi

g. Kelenjar-kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan

Page 2: IPD.doc

h. Pernafasan : keluar leleran serous dari lubang hidung, suara vesikuler meningkat,

nafas torachoabdominal

i. Peredaran darah : cepat, sistole dan diastole hampir tidak ada jeda

j. Pencernaan : tonus rumen lemah (4 kali/menit), palpasi pada legok lapar seperti

papan dan padat.

k. Kelamin dan perkencingan : ambing besar

l. Saraf : sensitif terhadap rangsangan

m.Anggota gerak : gemetar

n. Lain-lain

Kadar Mg : 2-3 mg/kg (normal) menjadi < 1 mg/kg

Kadar Ca : 9-12 mg/kg (normal) menjadi < 5 mg/kg

Berat badan : 400 kg

C. Diskusi dan Pembahasan

Etiologi

Penyebab dari milk fever terdapat beberapa teori yaitu :

Penurunan kadar kalsium dari 9-12 mg menjadi 3-7 mg. penurunan kadar P dari 5-6 mg

menjadi 1 mg/dl. Hal karena metabolism Ca dan P ke dalam kolostrum secara tiba-tiba

saat menjelang melahirkan.

Teori defiseinsi hormone paratiroid. Pada milk fever diketahui terjadi penurunan hormone

paratiroid tetapi penelitian lanjut menyatakan penurunan hormone paratiroid dalam darah

akan diikuit kenaikan dengan cepat. (Kronfeld, 1971)

Teori hormone tirokalsitonin, hormone ini mampu mengatur penyerapan Ca dan kadar Ca

di dalam darah. Jika sapi kelebihan Ca saat bunting maka saat melahirkan kemungkinan

besar menderita milk fever, karena hormone tirokalsitonin terbiasa mengatur Ca dalam

kadar rendah. (Kronfeld, 1971)

Milk fever disebabkan gangguan absorbs kalsum, dugaan tersebut didukung alasan

sebagai berikut : sapi yang nafsu makannya turun kalsium yang diserap turun; absorsi

kalsium yang turun karena tingginya pH, kadar lemak tinggi dalam usus sapi tua, dan

kemampuan menyerap kalsium menurun pada sapi tua; mobilisasi Ca dari tulang

menurun setingkat dengan penambahan usia.

Gangguan produksi vitamin D.

Hormone estrogen dan steroid kelenjar adrenal dapat menurunkan absorpsi kalsium dari

usus dan mobilisasi Ca ke tulang.

Page 3: IPD.doc

Pathogenesis

Sapi yang melahirkan mengalami stress dengan kadar hormone steroid meningkat. Kadar

kalsium dalam darah akan terjadi ketidakseimbangan sehingga kemungkinan terjadi

penurunan Ca dalam darah. Kadar Ca akan mengalami penuruanan dalam waktu singkat

hingga 4 mg/dl. Hypokalsemia akan mengakibatkan :

Terpengaruhnya tonus otot;

Penurunan Ca menghambat asetilkolin, dan terbebasnya ion Ca akan

mengakibatkan kontraksi otot;

Penghambatan insulin sehingga akan terjadi hyperglisemia.

Gejala klinis

Menurut Kronfeld, 1980 stadium milk fever terbagi menjadi tiga yaitu stadium

prodromal, stadium recumbent, dan stadium koma. Pertama sapi akan terlihat eksitasi, sapi

akan menendang-nendangkan kaki belakangnya, tatapan matanya ketakutan, pupil dilatasi.

Beberapa waktu sapi akan jalan sempoyongan, kehilangan keseimbangan, dan jatuh. Pada

tahap ringan sapi akan berusaha untuk berdiri, hingga akhirnya usahanya menjadi sia-sia.

Tanda yang paling khas adalah kepala sapi akan tertarik dan menoleh ke belakang, sapi

mengalami paralisa, sehingga menyebabkan hipersalivasi. Sapi mengalami dypsnoe yang

dalam dan pelan, pulsus cepat dan berat, extremitas terasa dingin, ditandai dengan penurunan

suhu 4-5o di bawah normal. Selanjutnya, sapi mengalami koma dan kematian. (Edward,

2005)

Diagnose

Diagnose dapat melihat gejala klinis yang terjadi. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan

serum, dan melihat adanya penurunan Ca dalam darah, penurunan P dan Mg. Hormone

corticosteroid pada darah akan terlihat naik kadarnya.

Prognosis

Milk fever yang segera memperoleh pertolongan akan berakhir dengan kesembuhan.

Kesembuhan spontan hampir tidak mungkin. Jika ternak mengalami muntah maka ada

kemungkinan akan terjadi pneumonia yang berakhir dengan porgnosisi infausta.

Diferensial diagnose

Milk fever pada tahap awal mirip dengan rabies, terutama gejala rebah, dan kepala

tertarik ke balakang (Edward, 2005). Selain itu penyekit lain yang gejalanya mirip dengan

milks fever adalah mastitis, metritis, peritonitis, ketosis, enzootic bovine leukosis, dan

paralisisnervus obturatorius.

Page 4: IPD.doc

Terapi

Sapi yang sudah tidak dapat bangun perlu diubah posisi tidurnya, sehingga sirkulasi darah

pada kaki-kaki belakang dapat berlangsung dengan baik.

Pengobatan dapat juga dengan menggunakan pemompaan (insufflasi) udara ke dalam

keempat kuartir ambing, sehingga tekanan intra mamer meningkat dan menghentikan

pengeluaran air susu selanjutnya, yang berarti menghentikan pengurasan unsur kalsium ke

dalam ambing.Pengobatan ini terbukti telah mengurangi kematian sebesar 15% (Payne,

1964).

Hasil yang memuaskan diperoleh dengan penyuntikan garam kalsium, yang dapat segera

membangunkan sapi penderita dalam stadium berbaring (Hibbs, 1950).

Sediaan kalsium yang dipakai adalah sebagai berikut :

a. Larutan kalsium klorida 10% atau lebih. Sediaan ini kalau tidak sangat terpaksa

sebaiknya tidak digunakan, karena bila terlalu banyak atau terlalu cepat

pemberiannya dapat mengakibatkan heart block. Larutan ini harus disuntikkan

intraena, karena bila disuntikkan subkutan atau intramuskuler bersifat sangat

mengiritasi, hingga dapt tejadi radang atau abses.

b. Larutan kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 500ml, diberikan intravena, vena

jugulris atau intramamaria untuk sapi seberat ±500 kg. Larutan ini disuntikkan

selama 10-15 menit dengan jarum ukuran 16 G. Jika pemberian terlalu cepat dapat

menyebaban bradikardi yang mungkin diikuti berhentinya kerja jantung.

c. Campuran berbagai sediaan kalsium dengan garam-garam lainnya, antara lain :

Sediaan Calphonn Forte® yang merupakan kombinasi antara kalsium glukonat,

kalsium glukoheptonat dan kalsium sakarat, hingga kadar kalsiumnya mencapai

50%.

Sediaan Calfosals® mengandung kalsium 22%, fosfor, magnesium dan vitamin

D3.

Sediaan Calcitad® yang mengandung kalsium, magnesium, dan fosforil

etanolamida.

Pada tanggal 23 Desember 2009 datang seekor sapi betina PFH milik Bapak Munir

bernama Beauty yang memiliki ciri belang hitam putih. Sapi umur 5 tahun ini datang dengan

menunjukkan gejala klinis eksitasi, terengah-engah, anggota gerak tremor, kaki kadang-

kadang kejang, nafsu makan dan minum turun. Dokter melakukan pemeriksaan darah, hasil

pemeriksaan laboratoris menunjukkan adanya perubahan konsentrasi beberapa mineral. Dari

anamnesa diketahui sapi dalam masa laktasi dan memproduksi susu sangat banyak, Bp.

Page 5: IPD.doc

Munir mengaku hanya memberi pakan sesuai dengan keadaan sahari-hari pada waktu belum

laktasi.

Pada gejala milk fever, sapi akan ambruk dan mengalami kejang karena tonus otot

meningkat (Subronto, 2003). Sapi menjadi gelisah dengan ekspresi muka tampak beringas

(Subronto, 2003). Jika dibarengi penurunan kadar magnesium yang berat akan terlihat

stadium tetani yang panjang (Subronto, 2003). Ini baru merupakan stadium awal (prodormal).

Apabila tidak segera ditangani maka akan melanjut ke stadium rekumben. Pada stadium ini

Sapi tidak mampu berdiri dan berbaring pada sternumnya, dengan kepala mengarah ke

belakang, hingga dari belakang seperti membentuk huruf “S”. Di samping itu, sapi juga

mengalami dehidrasi, sehingga kulit tampak kering, sapi nampak lesu, pupil mata normal

atau membesar, dan reaksi terhadap rangsangan sinar menjadi lambat atau hilang sama sekali

(Subronto, 2003). Sapi tetap memiliki nafsu makan meski intensitasnya berkurang (Subronto,

2003). Dan jika sudah sampai stadium koma di mana sapi tampak lemah, tidak mampu

bangun dan berbaring pada salah satu sisinya (lateral recumbency), pulsus lemah

(120x/menit) dan suhu tubuh turun di bawah normal, pupil melebar dan refleks terhadap sinar

menghilang, dan proses ruminasi dan nafsu makan hilang,sapi makin tambah lesu maka

statusnya bisa menjadi infausta (Subronto, 2003). Diagnosa milk fever di lapangan ditentukan

berdasar waktu kejadian penyakit dan gejala yang diamati. Untuk lebih meyakinkan perlu

diukur kadar kalsium di dalam darahnya, yang digunakan untuk digunakan di lapangan

caranya adalah sebagai berikut :

Masukkan K-EDTA sebanyak masing-masing 0,1 ml ke 5 dalam tabung reaksi. Darah

sebanyak 35 ml diambil dari vena jugularis dengan cepat dan dimasukkan ke dalam 5 tabung

sampai pada batas kalibrasi. Setelah ditutup, dikocok kuat-kuat, dimasukkan ke dalam

waterbath dengan suhu 115oF (46,1oC), dan diamati selama 15 dan 20 menit. Setelah waktu

tersebut rak diangkat dan jumlah tabung yang darahnya menggumpal dihitung (Subronto,

2003).

Setelah didapatkan diagnosa yang tepat maka segera dilakukan pengobatan atau terapi

pada si sapi. Sapi yang sudah tidak dapat bangun perlu diubah posisi tidurnya, sehingga

sirkulasi darah pada kaki-kaki belakang dapat berlangsung dengan baik. Pengobatan dapat

juga dengan menggunakan pemompaan (insufflasi) udara ke dalam keempat kuartir ambing,

sehingga tekanan intra mamer meningkat dan menghentikan pengeluaran air susu

selanjutnya, yang berarti menghentikan pengurasan unsur kalsium ke dalam

ambing.Pengobatan ini terbukti telah mengurangi kematian sebesar 15%. Hasil yang

Page 6: IPD.doc

memuaskan diperoleh dengan penyuntikan garam kalsium, yang dapat segera membangunkan

sapi penderita dalam stadium berbaring.

Sediaan kalsium yang dipakai adalah sebagai berikut :

a. Larutan kalsium klorida 10% atau lebih. Sediaan ini kalau tidak sangat terpaksa

sebaiknya tidak digunakan, karena bila terlalu banyak atau terlalu cepat

pemberiannya dapat mengakibatkan heart block. Larutan ini harus disuntikkan

intraena, karena bila disuntikkan subkutan atau intramuskuler bersifat sangat

mengiritasi, hingga dapt tejadi radang atau abses.

b. Larutan kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 500ml, diberikan intravena, vena

jugulris atau intramamaria untuk sapi seberat ±500 kg. Larutan ini disuntikkan

selama 10-15 menit dengan jarum ukuran 16 G. Jika pemberian terlalu cepat dapat

menyebaban bradikardi yang mungkin diikuti berhentinya kerja jantung.

c. Campuran berbagai sediaan kalsium dengan garam-garam lainnya, antara lain :

Sediaan Calphonn Forte® yang merupakan kombinasi antara kalsium glukonat,

kalsium glukoheptonat dan kalsium sakarat, hingga kadar kalsiumnya mencapai

50%.

Sediaan Calfosals® mengandung kalsium 22%, fosfor, magnesium dan vitamin

D3.

Sediaan Calcitad® yang mengandung kalsium, magnesium, dan fosforil

etanolamida.

Untuk tindakan pencegahannya, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pemberian kalsium hendaknya sekedar untuk pemeliharaan fungsi faali (2,5g/ 100

lb). Jumlah Ca yang ideal dalam pakan sehari adalah 20 g. Kebutuhan kalsium dan

fosfor adalah sebagai berikut :

Kegunaan Ca P

Pemeliharaan (g/100 lb)

Laktasi (g/ lb air susu++)

2,5

1,0

2,0

0,8

++kadar lemak terkoreksi 4%

b. Pemberian mineral block yang mengandung dikalsium fosfat tidak dianjurkan untuk

sapi yang bunting sarat di daerah yang cukup kandungan kalsiumnya dalam pakan

sehari-hari. Pemberian garam kalsium harus ditingkatkan setelah melahirkan.

c. Pemberian vitamin D2 secara oral, 20-30 juta IU/ hari, 2-3 hari sebelum melahirkan

Page 7: IPD.doc

mampu menurunkan kejadian milk fever secara nyata.

d. Pemberian vitamin D3 sebanyak 10 juta IU yang disuntikkan intravena, sekali saja,

2-3 hari sebelum melahirkan dapat juga menurunkan milk fever tanpa diikuti oleh

deposisi kalsium di alat-alat tubuh yang disebutkan di atas.

e. Penambahan 25-OH-cholecalciferol (vitamin D3) pada sapi yang hanya mendapatkan

fosfor kurang dari 40g/ hari dapat menceah terjadinya milk fever pada hewan

tersebut.

D. Kesimpulan

Diagnose pada sapi Bp. Munir dengan meligat gejala klinis, anamnesa, dan pemeriksaan

laboratory menunjukkan sapi menderita Milk fever.

Pengobatan melalui pemberian suplemen kalsium, yaitu calcium borogluconat 20-30%

sebanyak 500 ml secara IV, pada vena jugularis dan vena mamliaris, pada sapi dengan BB

500 kg disuntikkan selama 15 menit jika terlalu cepat dapat terjadi bradikardidan vitamin E.

Dalam pengobatan milk fever juga harus memperhatikan tingkat kompleksitasnya jika

terdapat perlu pemberian P 85 g dengan sediaan sodium acid phospahate deiberikan melalui

mulut dua kali sehari.

Kejadian milk fever dipengaruhi pada jumlah kalsium yang diserap dan bukan pada

kesimbangan Ca dan P. Jumlah ideal Ca dalam pakan 20 g. Pemberian vitamin D2 20-30 juta

IU/hari, selam 3-8 hari sebelum melahirkan dapat mengurangi kejadian milk fever.

Pemberian jangan terlalu lama karena dapat membahayakan karena dapat menyebabkan

anoreksi, stasis usus, dieresis, dantimbunan mineral di dalam jantung, ginjal dan arteri.

(Subronto, 2004)

DAFTAR PUSTAKA

Edward, B. 2005. Black’s Veterinary Dictionary 21st Edition. A & C Black Publishers

Limited : London.

Subronto., Tjahajati, ida. 2004. Ilmu penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press :

Yogyakarta.

INDIGESTI SEDERHANA

A. Abstrak

Page 8: IPD.doc

Penyakit indigesti pada sapi diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu indigesti

primer dan indigesti sekunder. Indigesti primer disebabkan oleh gangguan saraf pada

retikuloruminal pada dinding rumen atau disebabkan karena proses fermentasi yang

mengalami gangguan. Indigesti sekunder disebabkan karena lanjutan indigesti primer atau

penyakit sistemik lainnya. (Smith, 2002)

Indigesti mempunyai arti penyakit yang disfungsi pada retikulominal. Gangguan pada

rumen yang dapat menyebabkan indigesti meliputi abnormalitas fungsi motorik karena ada

gangguan dari fermentasi atau keseimbangan mikroorganisme rumen. Hal tersebut

mengakibatkan bermacam-macam indigesti pada ruminant. (Smith, 2002)

B. Riwayat Kasus

1. No : 2

2. Tanggal : 23 Desember 2009

3. Macam hewan : Sapi PFH

4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir

5. Nama hewan : Beauty

6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih

7. Anamnesis : nafsu makan dan minum turun, kotoran keras, lesu, malas bergerak,

penurunan frekuensi gerak dan tonus rumen, isi rumen padat (dengan eksplorasi

rektal)

8. Status praesens

a. Keadaan umum : malas bergerak, lesu, anoreksia

b. Frekuensi nafas : 30-40 kali/menit

c. Frekuensi pulsus : 70-80 kali/menit

d. Temperatur : 39 derajat Celcius

e. Kulit dan rambut : kering dan kusam

f. Selaput lendir : hiperemi

g. Kelenjar-kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan

h. Pernafasan : normal

i. Peredaran darah : normal

j. Pencernaan : tonus rumen turun

k. Kelamin dan perkencingan : normal

l. Saraf : normal

m. Anggota gerak : normal

n. Lain-lain

Page 9: IPD.doc

Feses sedikit dan konsistensinya lunak

C. Diskusi dan Pembahasan

Etiologi

Penyebab dari simple indigesti adalah perubahan pakan yang tiba-tiba dan berlebihan

(terutama konsentrat) sehingga mikroba alami tidak dapat beradaptasi; mampu beradaptasi

tapi kurang mampu menyamai keadaan normal; dan pakan mengandung produk atau

menghasilkan produk yang dapat menghambat fermentasi. Hal tersebut menghasilkan

ketidakseimbangan mikroba. Selain itu sapi yang menderita pneumonia dan metritis dapat

menyebabkan indigesti. (Anonym, 2004)

Patogensis

Sapi yang memakan pakan yang mempunyai karbohidrat tinggi (serat kasar)

mengakibatkan rumen berusaha mencerna ingesta dengan motilitas gerak rumen yang tinggi,

kegiatan tersebut berlangsung lama dan terus-menerus sebagai usaha rumen dalam mengatasi

timbunan ingesta. Berangsur-angsur rumen mengalami hypomotilitas hingga mengalami

atoni. (Anonym, 2004)

Sapi yang memakan pakan berprotein tinggi memacu gerakan mengkosongkan rumen

dengan cara meningkatkan gerak dan tonus rumen, hingga rumen tidak mampu lagi. Hal

tersebut mengakibatkan pakan tertimbun dalam rumen dan menyebabkan dekomposisi

protein menjadi ammonia. Kandungan ammonia yang tinggi menyebabkan pH naik dan

keadaan rumen menjadi alkalis. Bakteri yang tidak tahan alkalis akan mati sehingga proses

pencernaan secara biokimiawi tidak berjalan efisien. Ingesta menjadi tidak tercerna dan

mengendap. pH yang tinggi mengakibatkan iritasi, rumen yang akan mengalami

hypomotilitas hingga atoni. (Smith, 2002)

Gejala klinis

Sapi akan mengalami penurunan nafsu makan dan terjadi anoreksia, terlihat 1-2 hari

setelah pemberian pakan. Sapi terkadang mengalami diare terlihat 24 jam setelah pemeberian

pakan. Motilitas rumen menurun dan isi rumen tidak berubah. Hal ini dapat memicu

terjadinya bloat. (Smith, 2002)

Prognosa

pengobatan secara konvensional bisa sembuh dalam waktu 24-48 jam. bahkan dapat

sembuh secara spontan yaitu di mana hewan yang mengalami indigesti akan tidak mau

makan, namun masih mau minum. Hal mi menunjukkan adanya usaha mengosongkan isi

rumen. (Smith, 2002)

Pengobatan

Page 10: IPD.doc

Prinsip pengobatan tujuannya adalah mengosongkan isi rumen.

Caranya:

• puasa/dengan sendirinya tidak man makan 24 jam

• minum air ad libitum

• garam dapur secukupnya/garam oralit (3 — 5x dosis manusia)

• obat : parasimpatiko mimetika - meningkatkan peristaltik rumen, retikulum dan usus.

(Hungerford, 1967)

Contoh:

• carbamyl — choline (carbachol)

• lentin 2—4 ml pada sapi/kerbau, suntik SC

• physostigmin

• neostigmin 5mg/iQO kg BB sapi/kerbau SC

• garam dapur (MgSO dosis rendah 50-100 mg/ekor

• *dosis tinggi 100-400mg/ekor hati — hati. Karena bila memang denyutjantung sudah

frekuen

• dan rumen atonia - tidak bolèh diberi dosis tinggi karena terabsorbsi sehingga bisa

menyebabkan kealfaanjantung dan bisa mengeuthanasi. (Hungerford, 1967)

Pada tanggal 23 Desember 2009 datang seekor sapi betina PFH milik Bapak Munir

bernama Beauty yang memiliki ciri belang hitam putih. Sapi umur 5 tahun ini datang dengan

kondisi nafsu makan dan minum turun, lesu, dan malas bergerak. Selain itu juga terjadi

penurunan frekuensi gerak dan tonus rumen. Ketika dilakukan eksplorasi rektal untuk

memeriksa rumen ternyata didapati bahwa isi rumen padat. Feses yang dikeluarkan pun

berwarna gelap dan berlendir dengan konsistensi lunak. Frekuensi pulsus dan napasnya masih

relatif normal. Pada kejadian indigesti sapi akan nampak lesu dan malas bergerak, nafsu

makan hilang sedang nafsu minum mungkin masih ada. Pada hewan yang sedang

menghasilkan air susu, akan mengalami penurunan produksi air susu.

Kejadian indigesti terkadang dapat sembuh secara spontan dengan pemberian makanan

yang seimbang. Pemberian konsentrat terus-menerus dapat memperparah indigesti. Indigesti

berujung pada atoni rumen sehingga proses digesti akan terhambat. Diagnosa indigesti

melalui gejala klinis atau dengan pemeriksaan laboratoris. Pemeriksaan cairan rumen dapat

berguna untuk mengetahui status mikroba dalam rumen dan mengetahui pH rumen, sehingga

dapat menguatkan diagnosa indigesti.

Penanganan kasus indigesti pertama dengan memuasakan sapi dan diberi air ad libitum.

Pengobatan dengan obat simtomatik (caqrbamyl cholin) secara intravena berguna untuk

Page 11: IPD.doc

merangsang gerak rumen. Pemberian MgSO4 berguna sebagai ruminatoria. Obat bersifat

karminativa berguna untuk mengencerkan feses dan isi rumen sehingga proses digesti dapat

berjalan normal. Obat yang mimetika berguna untuk merangsang peristaltik usus dan gerak

rumen.

Saran bagi peternak sebaiknya pemberian konsentrat tidak terlalu banyak. Perbandingan

konsentrat dengan pakan hijauan sebesar 30 : 70, maksimal 40 : 60. pemberian pakan juga

sebaiknya melihat perkembangan berat badan dan kondisi sapi waktu itu.

D. Kesimpulan

Sapi milik Bp. Munir melalui anamnesa, gejala klinis, dan pemeriksaan lab di diagnosa

menderita indigesti sederhana.

Penanganan kasus indigesti pertama-tama dengan dipuasakan dan pemberian air ad

libitutm dan pemberian obat ruminatoria serta obat suportif.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2004. Bovine Medicine Disease dan Husbandry of Cattle 2nd edition. Edited Andrews, A.H., Blowey, R.W., Boyd, H., Eddy, R.G. Blackwell Publishing : USA.

Hungerford, T.G. 1967. Disease of Livestock. Angus and Robertson : Sydney.

.Smith, P.B. 2002. Large Animal Internal Medicine 3th edition. Mosby, Inc : St. Louis,

Missouri.

LEFT DYSPLASIA OF ABOMASUM

A. Abstrak

Displasi abomasum (DA) adalah gangguan pencernaan pada ruminansia yang disebabkan

oleh tergesernya abomasum dari tempat aslinya, ditandai dengan anoreksia total atau parsial,

Page 12: IPD.doc

berkurangnya jumlah tinja yang dikeluarkan, dan pada kebanyakan kejadian ditandai dengan

ketonuria yang persisten. Pergeseran abomasum pada sebagian besar kejadian (sekitar 90%)

mengarah ke kiri, hingga sebagian besar abomasum tergeser dan terletak di sebelah kiri dari

rumen, di belakang omasum, dengan kurvatora mayor abomasum yang terjepit di antara

rumen dan dinding perut sebelah ventral. Pada pergeseran abomasum ke arah kanan lambung

tersebut terjepit di antara hati dan dinding perut sebelah kanan. Dapat juga pada penggeseran

ke arah kanan tersebut abomasum tergeser ke belakang sampai di daerah panggul sebelah

kanan.

B. Riwayat Kasus

1. No : 2

2. Tanggal : 23 Desember 2009

3. Macam hewan : Sapi PFH

4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir

5. Nama hewan : Beauty

6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih

7. Anamnesis : sapi diberikan konsentrat berlebih agar produksi susu meningkat, 2 hari

yang lalu sapi tidak mau makan dan tampak lesu, sapi mengeluarkan kotoran yang

cair

8. Status praesens

a. Keadaan umum : kurus, gelisah, eksitasi, anoreksia, distensi abdomen

b. Frekuensi nafas : 20-30 kali/menit

c. Frekuensi pulsus : 100 kali/menit

d. Temperatur : 39 derajat Celcius

e. Kulit dan rambut : kering dan kusam

f. Selaput lendir : hiperemi

g. Kelenjar-kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan

h. Pernafasan : normal

i. Peredaran darah : cepat dan kuat

j. Pencernaan : atoni abomasum, mencret

k. Kelamin dan perkencingan : normal

l. Saraf : sensitif terhadap rangsangan

m. Anggota gerak : gemetar

C. Diskusi dan Pembahasan

Etiologi

Page 13: IPD.doc

Kejadian LDA paling banyak ditemukan pada saat sapi pada masa bunting hingga setelah

partus. Kondisi setelah partus dapat menyebabkan sapi mengalami LDA, karena uterus yang

membesar menyebabkan organ dalam sapi tergesar. Rumen menjadi terangkat dan

abomasums tergeser ke kiri dan terangkat. (Smith, 2002)

Factor lain adalah gerakan sapi saat menaiki sapi lain pada masa birahi. Sapi yang

terjatuh kerap kali dapat mengalami LDA. Sapi yang mempunyai badan (BCS 4,5-5) besar

lebih mudah mengalami LDA, karena rongga badannya besar. Sapi yang kurang exercise dan

hanya di dalam kandang juga lebih mudah mengalami LDA.

Kejadian kekurangan nutrisi juga dapat menjadi factor pemicu LDA. Pada kasus indigesti

dapat menjadi factor yang memicu LDA. Pemberian konsentrat yang terlalu banyak menjadi

sebab LDA pada masa setelah partus.

Penyebab utama dari LDA bila ditinjau dari klinis adalah adanya gas dan atoni pada

abomasums. Gas dan atoni abomasums mengakibatkan abomasums tidak dapat kembali

semula terjadi displacement. Pada masa kelahiran desakan dari uterus yang berisi janin akan

mendesak abomasums sehingga mengalami displacement. Menurut Eddy (2004), Pada

normalnya abomasums akan kembali ke semula setelah partus tetapi karena adanya gas dan

atoni pada abomasums menyebabkan proses tersebut terhambat atau tidak dapat berlangsung.

Pathogenesis

Kejadian Left Displacement of Abomasum hampir 90% terjadi pada masa post partus,

selang waktu antara 2 hari hingga 2 minggu setelah partus. Pemberian pakan yang

mengandung terlalu banyak konsentrat akan memperburuk kejadian sehingga sapi akan

mengalami displacement abomasums. Pada masa kehamilan, uterus akan terisi oleh fetus dan

perkembangan fetus dari hari ke hari menyebabkan organ dalam terutama rumen dan

abomasums mengalami pendesakan dan pergeseran. Rumen akan terdesak ke atas dan

abomasums terdesak ke kiri dan sedikit ke atas. Normalnya abomasums akan kembali ke

semula karena adanya gerak abomasums dan tarikkan omentum (Eddy, 2004). Proses tersebut

akan terganggu bila abomasums mengalami atoni dan terdapat gas sehingga gerakan

abomasums terhenti.

Menurut Svendson (1969), penghambatan motilitas abomasums terjadi karena kelebihan

pemberian pakan konsentrat yang menandung karbohidrat sehingga produksi VFAs akan

menumpuk pada rumen dan melalui proses peristaltic akan masuk ke dalam abomasums

sehingga menyebabkan penghambatan rangsang saraf. Selain itu kekuangan Ca

(hypocalcaemia) juga menyebabkan atoni abomasums.

Page 14: IPD.doc

Gas akan terbentuk karena fermentasi yang terlalu banyak karena pemberian konsentrat

yang kaya karbohidrat dapat memproduksi gas pada rumen atau abomasums. Gas yang

terdapat pada abomasums menyebabkan menyebabkan membesarnya ukuran abomasums

sehingga abomasums semakin terjepit diantara rumen dan dinding abdomen. Selain itu

abomasums juga dapat mengalami obstruksi dan menambah nyeri pada sapi. (Smith, 2002)

Gas di dalam abomasum itulah yang menciptakan suara ping (ping sound). Selain itu,

obstruksi ini menyebabkan terhentinya aliran makanan sehingga gejala yang muncul adalah

sapi kehilangan nafsu makan, tidak ada defekasi atau diare cair (hanya air yang keluar) dan

berbau sangat menyengat. Akhirnya sapi semakin kurus, mata cekung dan jika dibiarkan

dalam beberapa hari sapi akan mengalami kematian.

Pada kasus endotoxaemia, terjadi pada metritis, mastitis, dan retensi placenta. Kejadian

tersebut akan menghasilkan Interleukin-1 (endogenous pyrogen) yang berpengaruh terhadap

motilitas organ pencernaan. Rangsang saraf akan terhambat karena IL-1 akibat inflamasi pada

metritis, mastitis, dan retensi placenta. Endotoxis dan septis juga dapat menurunkan kadar Ca

dalam darah, yang berujung pada hypomotilitas abomasums. Adanya benda keton dalam

darah (ketonemia) dapat mendepress motilitas gastrointestinal. (Smith, 2002)

Gejala klinis

Nafsu makan terhenti;

Distensi perut sebelah kiri;

Nyeri abdomen sebelah kiri;

Suhu tidak mengalami perubahan yang berarti;

Pulsus meningkat (100 kali/menit);

Frekuensi dan gerak rumen mengalami penurunan;

Tinja berbentuk pasta atau tertutup cairan kental.

Diagnose

Diagnose dilakukan dengan melihat gejala klinis dan anamnesa. Selain itu dengan

auskulasi dan perkusi.

Page 15: IPD.doc

Area auskultasi dimulai dari fossa padalumbar ditarik garis bayangan hingga menembus

costae dan berakhir pada olekranon. Area auskultasi terletak pada costae 8-13.

Area perkusi terletak pada daerah antar costae ke-13 dengan luas daerah kira-kira 20 cm

(Smith, 2002)

Pengobatan

Pengobatan secara oral atau injeksi tidak akan membantu recovery sapi. penanganan

dilakukan dengan atau tanpa operasi. Penanganan tanpa operasi yaitu dengan rolling.

Penanganan dengan operasi yaitu dengan atau tanpa pembedahan.

o Rolling Technique

Teknik rolling yaitu menyentak sapi dari kiri ke kanan. Sapi terlebih dahulu dilakukan

casting dengan teknik Barlley. Ikat kaki sapi, dan setelah sapi direbahkan secara rebah dorsal.

Sentak sapi dari kiri ke kanan, beberapa kali. Lalu lepas ikatan pada kaki dan biarkan sapi

berdiri dan ajak jalan-jalan.

o Teknik operasi

Teknik operasi dilakukan dengan atau tanpa pembedahan. Teknik tanpa pembedahan

dilakukan dengan Roll and Toggle Technique, sedangkan dengan pembedahan dilakukan

dengan cara Right Flank Omentopexy, Ventral Paramedian Abomasopexy, Right Flank

Abomasopexy, dan Left Flank Abomasopexy.

o Roll and Toggle Technique

sapi terlebih dahulu direbah dorsalkan melalui casting. Restrain keempat kakinya.

Auskultasi abdomen sebelah kanan midline dan perkusi. Pada daerah yang berbunyi ping,

lalu lakukan trokarisasi melewati kulit, otot, dan peritoneum, trokarisasi dilakukan pada 10

cm sebelah kanan midline dan 10 cm caudal prosesus xypoideus hingga menembus

abomasums. Setelah itu ambil trokar dan segera masukkan toggle yang telah terikat dengan

benang melalui canula. Sejumlah gas akan terbuang saat proses tersebut. Trokarisasi yang

kedua dilakukan 5 cm cranial dari trokar yang pertama, maka sejumlah gas akan segera

keluar dan tekanan gas pada abdomen menjadi berkurang. Cara yang sama dengan trokar

pertama dilakukan pada trokar yang kedua. Setelah selesai suture (benang) pada toggle diikat

bersama. Sapi dapat diberdirikan lagi. (Turner, 1989).

o Right Flank Omentopexy

Page 16: IPD.doc

Right Flank Omentopexy dilakukan untuk mengobati LDA, RDA atau RTA. Right Flank

Omentopexy adalah adalah teknik untuk memperbaiki letak abomasums dan sekaligus

menfiksasinya agar tidak terjadi hal yang serupa dikemudian hari. Anestesi dilakukan secara

paravertebral blok, L blok atau line blok.

Pertama sapi dilakukan anestesi. Lalu incisisi daerah 4-5 cm dari fossa paralumbar

sebesar 20 cm secara vertical, dari processus transversum vertebrae lumbar. Setelah itu

dengan sarung tangan stresil masukkan tangan hingga ke bagian kiri abdomen dengan

melewati omentum bagian cranial, setelah melewati omentum dan rumen maka pada bagian

caudal akan terpalpasi abomasums yang mengalami distensi pada sebelah kiri rumen.

(Turner, 1989)

Gas dikeluarkan dengan gauge 12-13 dan tube steril. Jarum dan tube dimasukkan ke

dalam rongga abdomen hingga melewati caudal rumen dan ditusukkan pada bagian dorsal

abomasums dan penusukkan secara miring terhadap dinding abomasums. (Turner, 1989)

Setelah selesai, cabut tube. Proses selanjutnya kembalikan posisi abomasums ke posisi

normal dengan tangan. Dengan hati-hati, tangan memindahkan abomasums dengan

menariknya secara perlahan. Hal tersebut dapat terbantu juga dengan menarik omentum kea

rah dorsoventral dengan perlahan. Jika rumen penuh makanan, angkat bagian caudal ventral

blind sac dengan siku. Setelah abomasums kembali ke posisi semula maka duodenum akan

pada posisi horizontal dan biasanya terisi gas dari abomasums. (Turner, 1989)

Langkah selantnya, omentum ditarik keluar melalui melewati incisisi. Tarik ke arah

dorsal dan caudal hingga pylorus terlihat. Kantung omentum dipegang untuk sementara

waktu dan usahakan sedikit ditarik, dengan catgut chromic no 3 jahit omentum satu pada sisi

caudal incise dan satu pada sisi cranial incises, bersamaan dengan muskulus pada dinding

peritoneum dan M. tranversus abdominalis (mattres sutures. Penjahitan tersebut harus 3 cm

dari pylorus. (Turner, 1989)

Langkah selanjutnya jahit (pattern sutures) dengan catgut no 2 atau 3, dinding peritoneum

,M. tranversus abdominalis, dan omentum sambil omentum secara perlahan dimasukkan

kembali ke rongga tubuh. Jahit muskulus internal dan eksternal obliqus abdominalis, lalu

jahit kulit sama dengan teknik flank laparotomi. (Turner, 1989)

o Left Flank Abomasopexy

Page 17: IPD.doc

Teknik ini hanya untuk penanganan LDA saja. Abomasums difiksasi pada baian ventral

dinding abdomen. Bagian kiri flank terlebih dahulu dilakukan anestesi secara paraventral

block, inverted block, atau line block. flank bagian kiri dibuka dengan teknik left flank

laparotomy, incisisi 20-25 cm pada daerah fossa paralumbar. Saat membuka abdomen akan

tampak abomasums yang mengalami distensi. Gas pada abomasums dikeluarkan dengan 12-

gauge dan rubber tube. Tube ditusukan pada bagian dorsal abomasums, penusukan pada

bagian dorsal berguna agar gas tidak kembali lagi ke dalam. (Turner, 1989)

Usahakan abomasums tidak collaps saat pengeluaran gas. Jahit pyloruis abomasums

secara continous suture line sepanjanng 8-12 cm dengan heavy polymerized caprolactam

(Vetafil), pada greater curavature sekitar 5-7 cm dari perlekatan omentum dengan

abomasums. Tandai benang dengan penanda agar dapat dibedakan cranial dan caudalnya.

Reposisi abomasums ke posisi normal, dengan mendorong secara perlahan. Pastikan posisi

abomasums telah kembali ke semula. Lalu tusukkan jarum yang telah terhubung dengan

abdomen melewati bagian ventral dinding abdomen dan ikat dengan kuat. (Turner, 1989)

Setelah selesai keluarkan tangan dan beri antibiotic (penstrep) yang telah diencerkan

dengan NaCl fisiologis umtuk mencegah infeksi rongga abdomen. Tutup luka dengan metode

flank Laparatomi. (Turner, 1989)

Teknik ini digunakan untuk penanganan LDA, RDA, dan RTA. Posisi sapi saat dilakukan

Ventral Paramedian Abomasopexy adalah rebah dorsal. Sapi dilakukan anestesi dengan jenis

sedative (Chloral hydrate secara IV, atau dengan peroral dengan capsul yang bersisi Chloral

hydrate).

Incisisi dilakukan pada daerah sepanjang 20 cm antara midline dan vena abdominal

subcutaneous dexter. Incisi kira-kira 8 cm dari prosesus xyphoideus hingga cranial umbilicus.

Sejumlah cabang vena abdominal subcutaneous jangan sampai terpotong karena dapat

mengganggu homeostasis jaringan dan menyebabkan hematom. Setelah incises pada kulit

dilanjutkan incises pada m. obliqus abdominal external dan internal dan juga m. rectus

abdominalis. (Turner, 1989)

Pada kasus LDA, sebaiknya dilakukan rolling terlebih dahulu sebelum dilakukan

pembedahan agar abomasums kembali ke posisi semula. Pengeluaran gas, dilakukan pada

kasus LDA tidak jarang pada kasus RDA dan RTA juga dilakukan juga. (Turner, 1989)

Setelah abomasums kembali pada posisi normal, selanjutnya menfiksasi pada bagian

greater curvature (daerah yang bebas omentum). Abomasums dijahit pada dinding

peritoneum dan m. obliqus abdominalis internal sebelah kiri dengan catgut no 2, pada 2 cm

dari jarak incisisi, jahit sebanyak 3 kali secara paramedian dari incisisi. Setelah itu tutup

Page 18: IPD.doc

incises dengan menjahit secara bersamaan dinding peritoneum dan m. obliqus abdominalis

internal dan juga abomasums menjadi satu jahitan menggunakan catgut. Setelah selesai, m.

obliqus abdominalis external jahit dengan catgut no 3 dan kulit dengan 0,6 mm polymerized

caprolactam. Setelah selesai, baringkan sapi secara rebah lateral, lalu rebah sterna. (Turner,

1989)

Pada tanggal 23 Desember 2009 datang seekor sapi betina PFH milik Bapak Munir

bernama Beauty yang memiliki ciri belang hitam putih. Sapi umur 5 tahun ini datang dengan

kondisi lesu dan tidak mau makan. Ketika defekasi, feses yang keluar nampak cair.

Pada kasus LDA, sapi akan mengalami penurunan nafsu makan, terutama konsentrat atau

malah nafsu makan hilang sama sekali. Produksi susu turun, feses biasanya sedikit dan

lembek, suhu tubuh dan pernafasan relatif normal.

Ketika dilakukan auskultasi sebelah kiri sisi tubuh terdengar bunyi ping dan suara

cairan yang mengalir pada costae 9-13 dan saat perkusi suara tersebut semakin jelas

terdengar. Dari hal tersebut dapat dipastikan sapi mengalami LDA.

Penanganan pertama dengan rolling, tetapi tidak menunjukkan hasil yang positif karena

sapi masih mengalami LDA. Penanganan lanjut dilakukan operasi dengan left flank

abomasopexy, yaitu dengan membuka rongga tubuh dan menfiksasi abomasum.

D. Kesimpulan

Sapi Bp. Munir setelah dilihat dari gejala klinis, anamnesa, dan pemeriksaan fisik

menunjukkan bahwa sapi menderita LDA.

Penanganan LDA dilakukan dengan penanganan fisik yaitu dengan rolling atau dengan

operasi, penanganan dengan obat atau injeksi tidak memberikan hasil yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2004. Bovine Medicine Disease dan Husbandry of Cattle 2nd edition. Edited

Andrews, A.H., Blowey, R.W., Boyd, H., Eddy, R.G. Blackwell Publishing : USA.

Smith, P.B. 2002. Large Animal Internal Medicine 3th edition. Mosby, Inc : St. Louis,

Missouri.

Turner, A.Simon., McIlwraith, C.W. 1989. Techiques in Large Animal Surgery 2nd. Lea &

Febiger : London.

LAPORAN PRAKTIKUM

Page 19: IPD.doc

ILMU PENYAKIT DALAM

BLOK 15

Oleh:

HEGA SEPTIAGI

07/255003/KH/5889

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2009