IPD case
-
Upload
annamegirl -
Category
Documents
-
view
221 -
download
1
description
Transcript of IPD case
Tinjauan Pustaka
• HIPOGLIKEMIA– suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga
dibawah 60 mg/dl. – Sementara pada penderita diabetes, kadar gula
darahnya tersebut berada pada tingkat terlalu tinggi; dan pada penderita hipoglikemia, kadar gula darahnya berada pada tingkat terlalu rendah.
PENYEBAB HIPOGLIKEMIA
• Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas • Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi,
yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
• Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
• Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.
GEJALA HIPOGLIKEMIA– Gelisah– Gemetar– banyak berkeringat– Lapar– Pucat– sering menguap karena merasa ngantuk– Lemas– sakit kepala– jantung berdeba-debar– rasa kesemutan pada lidah, jari-jari tangan dan bibir– penglihatan kabur atau ganda serta tidak dapat berkonsentrasi.
PRINSIP PENGOBATAN
• Prinsip dari pengobatan hipoglikemia adalah menaikan kembali kadar gula darah yang rendah itu sehingga mencapai kadar normalnya.
DIABETES MELLITUS
• Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme kronis yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi tubuh terhadap glukosa.
• Sedangkan menurut WHO, DM secara umum adalah suatu kumpulan masalah anatomik dan kimiawi akibat dari adanya defisiensi insulin absolute ataupun relative dan adanya gangguan fungsi insulin.
Klasifikasi DM menurut ADA (American Diabetes Assosiation) tahun 2005
• Diabetes Mellitus tipe 1; terjadi destruksi sel beta pankreas yang umumnya menjurus kearah defisiensi insulin absolut.– Melalui proses imunlogik– idiopatik
• Diabetes Mellitus tipe 2; bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan sekresi insulin bersama dengan resistensi insulin.
• Diabetes Mellitus tipe lain– Defek genetik fungsi sel beta pancreas:– Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom robson mendenhall.– Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma pankreas, pankreatektomi, neoplasma, fibrosis
kistik,.– Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma.– Pengaruh obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nicotinat, glukokortikoid,, diazoxid, agonis
beta adrenergik.– Infeksi: rubela kongenita, CMV, lainnya.– Sebab imunologi yang jarang: sindrom ’stiff-man’, antibodi-antireseptor insulin, lainnya.– Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner,
dll
• Diabetes Mellitus pada kehamilan (gestasional)
Kriteria Diagnosis DM
• kriteria gejala yang terdapat pada DM• Kriteria Mayor: poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan tanpa disertai sebab yang jelas.
• Kriteria Minor: lemah badan, kesemutan, gatal-gatal, penurunan daya penglihatan, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.
• Diagnosis DM dapat dilakukan dengan tiga cara:– gejala kasik DM + GDS ≥ 200mg/dl, atau– gejala klasik DM + kadar GDP ≥ 126 mg/dl,
atau– kadar GD 2 PP pada pemeriksaan TTGO ≥
200 mg/dl.
TTGO dilakukan dengan cara
• Selama 3 hari terakhir sebelum pemeriksaan mengkonsumsi makanan seperti biasa dan melakukan kegiatan jasmani sehari-hari seperti biasanya.
• Berpuasa pada malam hari tepat sebelum pemeriksaan selama 8 jam.
• Diperiksa kadar GDP• Dilakukan pemberian glukosa 75 gr (dewasa) atau 1,75 gr/KgBB
(anak-anak) terlarut dalam 250 ml air, diminum daam waktu 5 menit.
• Berpuasa lagi selama 2 jam setelah meminum larutan gula, lalu dilakukan pemeriksaan kadar GD 2 PP
• Selama dilakukan pemeriksaan, pasien harus dalam keadaan istirahat dan tidak merokok
Berikut adalah tabel yang menunjukan kadar GDS dan GDP sebagai paotkan diagnosis dan penyaring dengan perbandingan
nilai yang diperoleh dari darah vena dan kapiler.
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
GDS (mg/dl)
Plasma vena <110 110-199 >199
Plasma kapiler < 90 90-199 >199
GDP (mg/dl)
Plasma vena < 100 110-125 >125
Plasma kapiler < 90 90-109 >109
Uji diagnostik dan Pemeriksaan penyaring
• Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala/tanda DM.
• sedangkan pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang tidak bergejala dan memiiki resiko DM.
Pemeriksaan penyaring
• Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan orang-orang dengan salah satu resiko DM sebagai berikut: – Usia > 45 tahun– Berat badan berlebih, BBR > 110% BB idaman atau IMT >
23 kg/m2
– Hipertensi, ≥ 140/90 mmHg– Riwayat DM pada keluarga– Riwayat abortus berulang, atau melahirkan bayi cacat, atau
BBLB (>4000 g), atau riwayat DM selama kehamilan– Riwayat dislipidemia, HDL < 16 mg/dl dan atau trigliserida >
249 mg/dl
• Glukosa dalam darah akan berikatan dengan HbA dan membentuk HbA1c yang mana peningkatannya akan menunjukan hiperglikemia yang telah berlangsung lama.
• Pemeriksaan HbA1c ini dilakukan pada pasien yang sudah terdiagnosis DM dan diperlukan untuk menilai kontrol gula darah pasien selama 1-2 bulan terakhir.
• Kontrol gula darah dianggap normal jika didapatkan HbA1c 3,5-6,0 %, sedangan kontrol gula darah dianggap sedang jika didapatkan HbA1c 7,0-8,0 %, dan dianggap kontrol gula darah buruk jika didapatkan HbA1c > 8,0 %.
DIABETES MELLITUS TIPE 2
• DM tipe 2 adalah gangguan dengan kumpulan gejala yang heterogen yang ditandai dengan adanya resistensi insulin, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi insulin oleh hati.
• Gaya hidup jelas mempunyai peranan penting dan akan menjadi salah satu penyebab DM tipe 2 bila ditemukan obesitas.
Patofisiologi
• Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi defisiensi insulin relative, di mana terjadi resistensi insulin perifer, disertai dengan adanya gangguan produksi insulin oleh sell beta pankreas, yang pada kelanjutannya akan berakhir pada kegagaan sel beta pankreas.
• Adapun pada diabetes melitus tipe 2 juga terjadi keadaan produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang abnormal.
• Resistensi insulin adalah penurunan kemampuan insulin untuk berkerja efektif pada jaringan target, terutama otot, hati dan lemak, dan merupakan gambaran penting DM tipe 2.
• Gangguan sekresi insulin. Pada sebagian besar kasus diabetes melitus tipe 2, terjadi penundaan respon insulin segera yang diikuti dengan fase hipersekresi sekunder insulin, baik itu sebagai akibat dari kerusakan sel beta yang diturunkan maupun yang didapat, atau sebagai respon kompensasi terhadap resistensi insulin perifer untuk menjaga keadaan toleransi glukosa normal.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
• Pilar penatalaksanaan DM– Edukasi (saat pola gaya hidup dan perilaku)– Terapi gizi medis (Kunci keberhasilan TGM adalah
keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri)
– Latihan jasmani (Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur)
– Intervensi farmakologis (Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani)
Perilaku sehat bagi penyandang diabetes
• Perilaku yang diharapkan adalah:– Mengikuti pola makan sehat– Meningkatkan kegiatan jasmani– Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus
secara aman, teratur.– Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada– Melakukan perawatan kaki secara berkala– Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat– Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan
mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes– serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang
diabetes.– Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Obat hipoglikemik oral (OHO)
• Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:– A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
sulfonilurea dan glinid– B. penambah sensitivitas terhadap insulin:
metformin, tiazolidindion– C. penghambat glukoneogenesis (metformin)– D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat
glukosidase alfa.
A. Pemicu Sekresi Insulin
• 1. Sulfonilurea• Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
• 2. Glinid– Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
• Tiazolidindion– Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon)
berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
C. Penghambat glukoneogenesis
• Metformin– Obat ini mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
• Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:• OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan
secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal.– Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum
makan– Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan– Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan– Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan– Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama
makan suapan pertama– Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal
makan.
Insulin• Insulin diperlukan pada keadaan:– Penurunan berat badan yang cepat– Hiperglikemia berat yang disertai ketosis– Ketoasidosis diabetik– Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik– Hiperglikemia dengan asidosis laktat– Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal– Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)– Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan– Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat– Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
• Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:– insulin kerja cepat (rapid acting insulin)– insulin kerja pendek (short acting insulin)– insulin kerja menengah (intermediate acting
insulin)– insulin kerja panjang (long acting insulin)– insulin campuran tetap, kerja pendek dan
menengah (premixed insulin).
Cara Penyuntikan Insulin
• Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
• Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
• Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Penilaian hasil terapi
• hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. – Pemeriksaan kadar glukosa darah– Pemeriksaan A1C– Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)– Pemeriksaan Glukosa Urin– Penentuan Benda Keton
DAFTAR PUSTAKA• Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. 4th ed.
Jakarta: EGC. 1995. P.1112• Emedicine. Scott R Votey. Diabetes Mellitus, Type 2: A Review. Terdapat di:
http://emedicine.medscape.com/article/456872_overview akses: 26 November 2009.
• Sidartawan Soegondo, dkk. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI. 2006.
• Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI : 1868-1869
• Kasper, braunwald, fauci, hauser, longo, jameson. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Vol 11. 17th edition. USA : mc graw hill. 2278-2281
• Florian Lang. Hormon. Di: Stefan Silbernagl & Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta, Indonesia: EGC, 2003: 286-291.
• Coolins, Kumar, Cotran. Robbins Pathologic Basis of Disease. 6th edition. USA. 1999 : 913 – 926
• Lauralee Sherwood. BAB 19:Organ Endokrin Perifer. Di: Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem.ed.2. Jakarta, Indonesia: EGC, 2001: 667-675
• Guyton, Artur C. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Ed.3. Jakarta: EGC,1990 :699-709