Informed Consent Dan Rujukan
-
Upload
vina-subaidi -
Category
Documents
-
view
675 -
download
0
Transcript of Informed Consent Dan Rujukan
LAPORAN KASUS
“INFORMED CONSENT DAN RUJUKAN MEDIS”
Oleh
Arief Hariyadi Santoso
K1A005011
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOETIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
Periode 26 Oktober – 6 Desember 2009
A. SURAT RUJUKAN MEDIS
Rujukan Medis ialah merupakan suatu upaya pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab pasien dari satu strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang lebih mampu, dan sebaliknya untuk pelayanan kesehatan
tindak lanjut yang diperlukan. Tujuan utama dilakukannya Rujukan Pasien ialah untuk
meningkatkan kualitas dan harapan hidup pasien dengan menyembuhkan penyakit atau
memulihkan status kesehatan pasien.
Di Indonesia, masalah Rujukan medis di atur dalam Undang-Undang RI No 29
Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran Pasal 51 huruf b. Adapun isi Pasal tersebut
adalah “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan”.
Undang-Undang RI No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran Pasal 79 huruf c,
menjelaskan sanksi yang akan di dapat. Adapun isi pasal tersebut ialah “Dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 51”.
Dalam hal ini, wajib hukumnya bagi setiap dokter atau dokter gigi untuk melakukan
rujukan demi memulihkan status kesehatan pasiennya. Adapun dalam merujuk pasien
memiliki tata cara, yaitu :
1. Alasan dilakukannya rujukan harus dijelaskan selengkap-lengkapnya kepada pasien,
2. Dokter yang melakukan rujukan harus berkomunikasi secara langsung dengan dokter
tempat rujukan,
3. Keterangan tentang pasien yang disampaikan pada surat rujukan harus lengkap, dan
4. Dokter yang diminta bantuan pelayanan rujukan bersedia merujuk kembali pasien
tersebut apabila pelayanan rujukan telah selesai dilaksanakan.
B. INFORMED CONSENT
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum
bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan
sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan Pasal 45 UU RI No.29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI
tahun 2008. maka Informed consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya.
Tiga elemen Informed consent
1. Threshold elements
Sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang
kompeten (cakap). Secara hukum seseorang dianggap cakap apabila telah dewasa,
sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa
diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan
keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit
mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi
terganggu.
2. Information elements
Terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa
konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure)
sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam
hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3
standar, yaitu :
a. Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi
ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Dalam
standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai
dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna”
(menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial
pasien.
b. Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.
c. Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
umumnya orang awam.
3. Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada
tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang
dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak
menyetujui tawarannya.
Consent dapat diberikan :
a. Dinyatakan (expressed)
i. Dinyatakan secara lisan
ii. Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan
bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang
beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun
melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun
consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling
banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang
menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil
darahnya.
Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan
syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat
orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah
suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Hal ini di atur dalam PerMenKes no
290/MenKes/Per/III/2008 Pasal 4 dan 7.
Keluhan pasien tentang proses informed consent dalah bahasa yang digunakan untuk
menjelaskan terlalu teknis, perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian
atau tidak ada waktu untuk tanya jawab, pasien sedang dalam keadaan stress emosional
sehingga tidak mampu mencerna informasi, dan pasien dalam keadaan tidak sadar atau
mengantuk. Sementara itu, keluhan dokter tentang informed consent yang biasa
ditemukan ialah pasien tidak mau diberitahu, pasien tak mampu memahami, risiko terlalu
umum atau terlalu jarang terjadi, dan situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.
SURAT RUJUKAN MEDIS PERTAMA
Isi Surat Rujukan Medis :
Dari Puskesmas : II Sumbang
Kabupaten : Banyumas
Kepada RS : Margono
Poliklinik : Bedah
Kepada Sejawat Yth
Bersama ini mohon konsul dan pertolongan lebih lanjut atas penderita :
Nama : Warun Jumanto
Umur : 35 tahun
Alamat : Banjarsari Wetan RT 02/05
No Jamkesmas / SKTM : 0001343531334
Diagnosis : Vulnus Laserasi
Pembahasan Surat Rujukan
1. Sudah ada judul “Surat Rujukan” yang menggambarkan tujuan dari surat tersebut.
2. Sudah ada nomor surat rujukan dari pihak yang merujuk, menunjukkan resmi nya surat
tersebut.
3. Sudah ada tempat dan tanggal penulisan surat, kepala surat, serta cap instansi yang
melakukan rujukan. Hal ini menunjukkan resmi nya surat tersebut.
4. Sudah tercantum nama instansi serta spesialisasi medis tempat dilakukannya rujukan.
5. Sudah tercantum nama, umur, alamat, dan No Jamkesmas yang bisa dijadikan sebagai
identitas pasien. Mungkin lebih baik lagi jika ditambahkan informasi mengenai jenis
kelamin, pekerjaan, status perkawinan dari pasien tersebut.
6. Tidak disebutkan alasan dilakukannya rujukan.
7. Tidak ada hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik ataupun temuan lainnya yang
mendukung ke arah diagnosis. Seharusnya dicantumkan juga temuan-temuan (hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan) yang
mendukung diagnosis.
8. Tidak ada diagnosis banding dan atau diagnosis kerja sementara yang dicantumkan di
surat rujukan. Semestinya ditulis diagnosis yang disimpulkan dari pemeriksaan
sebelumnya oleh pihak yang melakukan rujukan, hal ini berguna bagi pihak yang dimintai
rujukan tidak hanya sebagai dokumentasi tapi juga untuk bertindak dengan cepat, tepat,
dan cermat. Kalaupun diagnosis nya adalah Vulnus laserasi, maka harus ditulis keaaan
luka, seperti ukuran luka, sifat luka, bentuk luka, jumlah luka, dan lokasi luka, serta
gambaran kejadian.
9. Tidak tercantum jenis terapi atau tindakan yang telah diberikan oleh pihak yang
melakukan rujukan. Seharusnya ditulis semua jenis tindakan dan terapi serta dosis yang
telah diberikan oleh pihak yang melakukan rujukan, sehingga pihak yang dimintai
rujukan dapat menangani dengan lebih baik lagi.
10. Alamat pasien yang tertulis pada surat rujukan, berbeda dengan alamat pasien yang
tertulis pada informed consent.
11. Sudah ada nama dokter yang melakukan rujukan tersebut.
INFORMED CONSENT PERTAMA
Isi lembar Informed consent di atas :
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Tn. Ruwanto
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Karang soka, Kembaran
Dengan ini menyatakan persetujuan untuk dilakukan :
Tindakan : Perawatan Luka, wt-ht
Terhadap saya/...saudara... Saya
Nama : Jumanto
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Banjarsari kidul 02/05 Sumbang
Pembahasan Informed Consent
1. Tidak tercantum nama dokter yang memberi tindakan medis.
2. Tidak tercantum nama pemberi informasi.
3. Tidak tercantum nama penerima informasi.
4. Tidak tercantum semua isi informasi yang diberikan kepada penerima informasi. Padahal,
dalam Pasal 45 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran memberikan
batasan minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu Diagnosis dan
tata cara tindakan medis, Tujuan tindakan medis yang dilakukan, Alternatif tindakan lain
dan risikonya, Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan Prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan.
5. Tidak tercantum nama terang dari dokter yang memberi informasi dan nama terang dari
pihak yang menerima informasi.
6. Alamat pasien yang tertera pada surat rujukan ialah “Banjarsari Wetan RT 02/05
sementara yang tertera pada informed consent ialah “Banjarsari kidul 02/05”. Terjadi
ketidakcocokan alamat.
7. Tidak tercantum nama terang dari Saksi I dan Saksi II.
8. Dari penilaian tersebut di atas, informed consent ini hanya memenuhi pengisian 48,57 %.
Dengan perbandingan rata-rata pengisian informed consent IGD RSMS bulan Oktober
2009 yaitu 47,61%. Untuk informasi yang wajib diberikan kepada pasien, informed
consent ini memenuhi pengisian 0%.
9. Informed consent di atas, belum dapat memenuhi amanat PerMenKes RI Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 ayat 1; Pasal 1 ayat 2; Pasal 7 ayat 3; Pasal 8; Pasal
9 ayat 1; Pasal 9 ayat 2; dan Pasal 10.
SURAT RUJUKAN MEDIS KEDUA
Isi Surat Rujukan
Mohon pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan lebih lanjut atas orang sakit:
Nama : P.Wiryono
Umur : 47 tahun (Laki-Laki)
Pekerjaan : -
Alamat : Desa/Kelurahan Makam 4/6 Kec.Rembang Kab : Purbalingga
Diagnosis sementara : Insufisiensi Renal + Insufisiensi Hepar
Telah kami berikan : Terapi Inj Refotaxim 2x1 gram
Lab 29/10/09
SGOT :42 Asam Urat :9,6
SGPT :187 GDS :117
Ureum :109,2 Trombosit :51rb
Kreatinin :8,3 Hb :8,1
Pembahasan surat rujukan :
1. Tidak ada judul “Surat Rujukan” yang menggambarkan tujuan dari surat tersebut. Akan
lebih baik bila diberikan judul “Surat Rujukan”, walaupun dalam surat ini sudah terdapat
kata-kata pengantar bagi instansi yang dimintai rujukan.
2. Tidak ada nomor surat rujukan dari pihak yang merujuk. Kesan bahwa surat ini tidak
terlalu resmi.
3. Sudah ada tempat dan tanggal penulisan surat.
4. Tidak ada kepala surat, serta cap instansi yang melakukan rujukan. Hal ini mengesankan
bahwa surat ini tidk terlalu resmi.
5. Sudah tercantum nama instansi serta spesialisasi medis tempat dilakukannya rujukan.
6. Sudah tercantum nama, umur, alamat, jenis kelamin yang bisa dijadikan sebagai identitas
pasien. Mungkin lebih baik lagi jika ditambahkan informasi mengenai No. Jamkesmas,
pekerjaan, status perkawinan dari pasien tersebut.
7. Tidak disebutkan alasan dilakukannya rujukan.
8. Tidak ada hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik ataupun temuan lainnya yang
mendukung ke arah diagnosis. Seharusnya dicantumkan juga temuan-temuan (hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan) yang
mendukung diagnosis. Dalam “Surat Rujukan” di atas, sudah tercantum pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan.
9. Sudah ada diagnosis kerja sementara yang dicantumkan di surat rujukan. Akan lebih baik
bila juga dicantumkan diagnosis banding dari pemeriksaan sebelumnya oleh pihak yang
melakukan rujukan.
10. Sudah tercantum jenis terapi atau tindakan yang sedang / telah diberikan oleh pihak yang
melakukan rujukan. Jika terdapat lebih dari satu terapi, ditulis semua jenis tindakan dan
terapi serta dosis yang telah diberikan oleh pihak yang melakukan rujukan, agar pihak
yang dimintai rujukan dapat menangani dengan lebih baik lagi.
11. Tidak ada nama dokter yang melakukan rujukan tersebut. Padahal tata cara merujuk
pasien adalah dokter yang merujuk harus memberitahu langsung dokter yang dimintai
rujukan, walaupun hanya tertulis di surat tersebut.
INFORMED CONSENT KEDUA
Isi lembar Informed Consent
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Tn. Wahyu
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Makam 4/5 Rembang, Purbalingga
Dengan ini menyatakan persetujuan untuk dilakukan :
Tindakan : Terapi + Lab
Terhadap saya/...ayah... Saya
Nama : Tn.Wiryono
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : SDA
Pembahasan
1. Sudah tercantum nama dokter yang memberi tindakan medis.
2. Tidak tercantum nama pemberi informasi.
3. Tidak tercantum nama penerima informasi.
4. Kecuali diagnosis, tidak tercantum isi informasi yang diberikan kepada penerima
informasi. Padahal, dalam Pasal 45 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada
pasien, yaitu Diagnosis dan tata cara tindakan medis, Tujuan tindakan medis yang
dilakukan, Alternatif tindakan lain dan risikonya, Risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
5. Sudah tercantum nama terang dari dokter yang memberi informasi.
6. Tidak ada nama terang dari pihak yang menerima informasi.
7. Identitas pasien dan pihak yang melakukan persetujuan sudah tercantum.
8. Sudah tercantum tempat dan waktu pelaksanaan informed consent.
9. Tidak tercantum nama terang dari Saksi I dan Saksi II.
10. Dari penilaian tersebut di atas, informed consent ini hanya memenuhi pengisian 54,29 %.
Dengan perbandingan rata-rata pengisian informed consent IGD RSMS bulan Oktober
2009 yaitu 47,61%. Untuk informasi yang wajib diberikan kepada pasien, informed
consent ini memenuhi pengisian 10%.
11. Informed consent di atas, belum dapat memenuhi amanat PerMenKes RI Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 ayat 1; Pasal 1 ayat 2; Pasal 7 ayat 3; Pasal 8; Pasal
9 ayat 1; Pasal 9 ayat 2; dan Pasal 10.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
2. Samil, Ratna Suprapti. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo : 45-8
3. Sampurna,, Budi., et al. 2006. Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran. Jakarta. Konsil
Kedokteran Indonesia.
4. Undang-undang RI No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta. Sinar
Grafika. 2005