Implementasi K13 pada Pembelajaran Matematika dalam...
Transcript of Implementasi K13 pada Pembelajaran Matematika dalam...
1
Implementasi K13 pada Pembelajaran Matematika dalam Meningkatkan
Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Oleh : Maifalinda Fatra dan Tita Khalis Maryati
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Abstract
Adequate education will ensure the continuity and reliability of human life. Educated people have the
power of thought, reason and intelligence more advanced enabling them to overcome the problems
that arise in their lives better. The ability to critical thinking and creative thinking mathematic is
ability think that needs to growing developed. This study aimed to analyze the effect of the application
of K13 in mathematics learning of the ability to critical thinking and creative thinking mathematic at
MTsN students in Jakarta. Samples were students grade 9 as many as 173 people who came to 5
MTsN in Jakarta. The method in this research is descriptive method, with a descriptive analysis
techniques. The results showed that: (1). Learning math is done by teachers are in accordance with the
standards learning process are apply scientific approach phases invitation to observe, question, gather
information, reasoning and communicating; (2) Obstacles in the implementation of K13 the problems
of teachers knowledge about K13, teachers book and students book are not yet available in hard copy
as well as still a lot of mistakes the content and technical errors, students have not been used to
establish the concept of independent and assessment methods are complex, so difficult for teachers;
(3) The ability of critical thinking and creative thinking mathematic student atMTsN to apply K13 is
low.
Keywords: K13, critical thinking and creative thinking mathematic.
A. Pendahuluan
Mencerdaskan kehidupanbangsa dan menciptakan manusia Indonesia seutuhnya
merupakan salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tercantum pada pembukaan
UUD 1945.Sebagai manifestasi dari tujuan tersebut, maka diadakan program pendidikan
nasional.Sehubungan dengan itu pemerintah telah mengambil kebijakan-kebijakan,
diantaranya pelaksanaan pendidikan dewasa ini yang lebih diorientaskan pada peningkatan
mutu.
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran inti mempunyai peranan yang sangat
penting bagi mata pelajaran lainnya.Matematika dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan
dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa.Jika dikaitkan dengan konteks kehidupan maka
pada setiap aspek kehidupan dimana dan kapanpun akan selalu berkaitan dengan matematika.
Tujuan pembelajaran matematika adalah (1). melatih cara berpikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi; (2). Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-
2
coba; (3).Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; (4).Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui
pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Ekawati, P4TK
Matematika,2011).
Jika dilihat rumusan Kompetensi Inti (KI) berdasarkan Permen Dikbud No.21 tahun
2016, pada aspek pengetahuan dan keterampilan pada setiap jenjang pendidikan hampir
sama. Rumusan KI untuk satuan pendidikan SMP/MTs pada aspek pengetahuan adalah
memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif
pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berdasarkan rasa ingin tahunya tentang: a. ilmu
pengetahuan, b. teknologi, c. seni, d. budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
dan kenegaraan terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Untuk aspek keterampilan
adalah : Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara: a. kreatif b.
produktif, c. kritis, d. mandiri, e. kolaboratif, dan f. komunikatif,dalam ranah konkret dan
ranah abstrak sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang teori.
Berpikir kritis merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran, namun
kemampuan ini belum dapat dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan
karenakemampuan berpikir kritis tidak dibiasakan sejak usia dini. Rohmayasari (2010:68)
mengatakan bahwa pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih jarang sekolah
yang membiasakan siswanya untuk berpikir kritis. Proses pembelajarannya lebih menekankan
pada penyelesaian soal secara prosedural sehingga siswa hanya menghapal rumus tanpa
mengembangkan kemampuan berpikirnya, siswa menyerap informasi secara pasif , proses
pembelajaran masih terpusat pada guru. Hal ini merupakan salah satu yang menyebabkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tidak berkembang termasuk didalamnya kemampuan
berpikir kritis dan kreatif.
Hasil studilain juga menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu yang cukup
menggembirakan, namun fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir
matematika siswa masih jarang dikembangkan. Rohaeti (2008: 4) mengungkapkan bahwa
rendahnya kemampuan berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir
kritis di sekolah-sekolah jarang dilakukan.Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematika
siswa matematis siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam mengerjakan soal-
soal matematika di sekolah yang masih belum memuaskan. Utomo dan Ruijter (Suparno,
2000: 31) memaparkan bahwa pada latihan pemecahan masalah ternyata hanya sebagian kecil
siswa yang dapat mengerjakannya dengan baik, sebagian besar tidak tahu apa yang harus
3
dikerjakan. Setelah diberi petunjuk pun, mereka masih juga tidak dapat menyelesaikan soal-
soal tersebut, sehingga guru menerangkan seluruh penyelesaiannya.Dalam memecahkan
masalah matematik diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Materi matematika dan keterampilan berpikir kritis merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui berpikir kritis, dan berpikir
kritis dilatih melalui belajar matematika.Krulick dan Rudnick (Sabandar, 2008)
mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kritis matematis adalah berpikir yang menguji,
mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi
ataupun suatu masalah. Berpikir kritis tersebut bisa muncul apabila dalam pembelajaran
adanya masalah yang menjadi pemicu dan diikuti dengan pertanyaan: “Menyelesaikan soal itu
dengan cara yang lain”, “Mengajukan pertanyaan …… bagaimana jika”, “Apa yang salah”,
dan “Apa yang akan kamu lakukan”.
Kemampuan berpikir kritis matematis merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan modern, karena dapat membuat manusia menjadi lebih terbuka dan mudah
menyesuaikan dengan berbagai situasi dan permasalahan. Johnson (2006) mengemukakan
bahwa kemampuan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara
sistematis, menghadapi berbagai tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan
pertanyaan inovatif, dan merancang permasalahan yang dipandang relatif baru.
Disamping keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatifpun sangat
penting bagi peserta didik. Didalam pelajaran matematika peserta didik diajarkan cara
menyelesaikan masalah dengan berbagai cara dan strategi, hal ini bertujuan untuk melatih
pemikiran kratif mereka.Learning and Teaching Scotland (LTS, 2004) bila kemampuan
berpikir kreatif berkembang pada seseorang, maka akan mengasilkan banyak ide, membuat
banyak kaitan, mempunyai banyak perspektif terhadap suatu hal, membuat dan melakukan
imajinasi, dan peduli akan hasil.
Jika permasalahan yang dikemukakan di atas dikaitkan dengan rumusan KI dan
proses pembelajaran yang diterapkan pada K13 ini, menjadi menarik untuk diteliti
“bagaimana dampak implementasi K13 ini pada pembelajaran matematika dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa?”. Oleh karena itu
dijabarkanlah beberapa rumusan masalah sebagai berikut. (1). Bagaimana pelaksanaan
pembelajaran matematika di kelas pada madrasah yang menerapkan K13?; (2). Apa saja
kendala yang dialamai oleh guru Matematika dan Madrasah dalam menerapkan K13; (3).
Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada madrasah Tsanawiyah yang
4
menerapkan K13?; (4). Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada
madrasah Tsanawiyah yang menerapkan K13?.
B. Kajian Teori dan Pengujian Hipotesis
1. Konsep Kurikulum 2013
Terjadinya perubahan kurikulum di negara kita tentunya bukan tanpa pertimbangan
yang komprehansif. Ada alasan rasional yang menjadi dasar untuk melakukan perbaikan dan
penyempurnan kurikulum tersebut, alasan rasional perubahan tersebut antara lain adalah:
a). Tantangan Pengembangan
Selain adanya ketentuan legal-formal yang mengharuskan adanya perubahan dan
penyempurnaan kurikulum, masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia mengalami
perubahan yang sangat cepat dan dalam dimensi yang beragam terkait dengan kehidupan
individual, masyarakat, bangsa dan umat manusia. Fenomena globalisasi yang membuka
batas-batas fisik (teritorial) negara dan bangsa dipertajam dan dipercepat oleh kemajuan
teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Kemajuan ilmu pengetahuan memperkuat dampak globalisasi dan kemajuan teknologi
tersebut. Perubahan yang terjadi dalam dua dasawarsa terakhir mengalahkan kecepatan dan
dimensi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia di abad-abad sebelumnya.
Perubahan tersebut telah menjangkau kehidupan manusia dari tingkat global, nasional, dan
regional serta dari kehidupan sebagai umat manusia, warga negara, anggota masyarakat dan
pribadi.
Perubahan dan penyempurnaan tersebut menjadi penting seiring dengan kontinuitas
segala kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan perkembangan masyarakat, ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni budaya pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di
masa depan.
Rekonseptualisasi ide kurikulum merupakan penataan ulang pemikiran teoritik
kurikulum berbasis kompetensi. Teori mengenai kompetensi dan kurikulum berbasis
kompetensi diarahkan kepada pikiran pokok bahwa konten kurikulum adalah kompetensi, dan
kompetensi diartikan sebagai kemampuan melakukan sesuatu (ability to perform) berdasarkan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Hal tersebut terumuskan dalam Kompetensi Inti (KI)
dan Kompetensi Dasar (KD).
Ketetapan yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Agama
memperlihatkan arah yang jelas bahwa kurikulum baru yang dikembangkan perlu
mempedulikan aspek-aspek potensi manusia yang terkait dengan domain sikap untuk
pengembangan soft-skills yang seimbang dengan hard-skills, seiring dengan ruh Pendidikan
5
Agama Islam itu sendiri.
Desain pengembangan kurikulum baru harus didasarkan pada pengertian bahwa
kurikulum adalah suatu pola pendidikan yang utuh untuk jenjang pendidikan tertentu. Desain
ini menempatkan mata siswaan sebagai organisasi konten kurikulum yang terbuka dan saling
mempengaruhi. Desain kurikulum yang akan digunakan untuk mengembangkan kurikulum
baru harus mampu mengaitkan antar konten kurikulum baik yang bersifat horizontal maupun
vertikal.
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang
dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Di samping itu, dalam
menghadapi tuntutan perkembangan zaman, perlu adanya penyempurnaan pola pikir dan
penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi. Selain itu yang tidak
kalah pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban
belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang
dihasilkan.
b). Penyempurnaan Pola Pikir
Untuk memenuhi pengembangan kerangka berpikir yang sesuai dengan kebutuhan,
maka kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:
1) pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta
didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang disiswai untuk
memiliki kompetensi yang sama;
2) pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran
interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/media
lainnya);
3) pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh
melalui internet);
4) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif
mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains);
5) pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);
6) pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia;
7) pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan
memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik;
8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran
ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan
6
9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
c). Penguatan Tata Kelola
Pelaksanaan kurikulum selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai daftar mata
siswaan. Pendekatan Kurikulum 2013 diubah sesuai dengan kurikulum satuan pendidikan.
Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata kelola sebagai berikut:
1) tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi tata kerja yang bersifat
kolaboratif;
2) penguatan manajeman madrasah melalui penguatan kemampuan manajemen kepala
madrasah sebagai pimpinan kependidikan (educational leader); dan
3) penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses pembelajaran.
d). Karakteristik Kurikulum
Setiap kurikulum dirancang memiliki ciri dan karakteristik tertentu, kurikulum 2013 ini
dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1) mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa
ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2) madrasah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang disiswai di sekolah ke masyarakat
dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3) mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di madrasah dan masyarakat;
4) memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan,
dan keterampilan;
5) kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut
dalam kompetensi dasar mata siswaan;
6) kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasian (organizing elements) kompetensi
dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk
mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
7) kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata siswaan dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).
2. Berpikir Kritis Matematis
Berpikir merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi dilingkungan masyarakat dan
prosesnya dilakukan dalam kegiatan sehari-hari.Berpikir otak manusia yangmempengaruhi
7
pandanga seseorang terhadap stimulus-stimulus yang ia terima dengan melibatkan proses
sensasi, persepsi dan memori.
Apabila seseorang menghadapi suatu permasalahan dan mengambil keputusan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional maka seseorang tersebut dapat
dikatakan telah berpikir kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Cottrell (2005: 3) berpikir
kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional
yang diarahkan untuk memutuskan apakah menyakini atau melakukan sesuatu, kemudian
menganalisis serta mengevaluasinya. Dari pendapat Cottrell dapat ditarik kesimpulan bahwa
berpikir kritis adalah kegiatan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan mengarahkan
kepada suatu tujuan yaitu: mempertimbangkan, menganalisis dan mengevaluasi suatu
permasalahan yang pada akhirnya memungkinkan seseorang untuk mengambil sebuah
keputusan.
Inch, dkk (2006: 5) mengatakan “Critical thinking is a process in which a person tries
to answer rationally those questions that cannot be easily answered and for which all the
relevant information is not available”. Berpikir kritis lebih berfokus untuk melakukan
sesuatu, mahasiswa yang mampu berpikir kritis tidak langsung menyakini penjelasan dari
dosen, akan tetapi mahasiswa tersebut berusaha mempertimbangkan penalarannya dan
mencari informasi lain untuk memperoleh sebuah kebenaran. Pernyataan ini sejalan dengan
pendapat Kurfiss (Inch, et.al, 2006: 5) “Critical thinking as an investigation whose purpose
is to explore a situation, phenomenon, question, or problem to arrive at a hypothesis or
conclusion about in that integrates all available information and that therefore can be
convincingly justified”.
Sihotang, dkk (2012: 2) mengemukakn berpikir kritis ditandai oleh kegiatan-kegiatan
rasional seperti menafsirkan suatu informasi berdasarkan kerangka teori tertentu,
menghubungkan teori dengan praktik, mengajukan klaim dan menjustifikasinya,
memanfaatkan data-data dalam mendukung argumentasi, membuat relasi atau hubungan antar
berbagai gagasan, mengajukan pertanyaan, mengevaluasi pengetahuan, memprediksi,
mendeskripsikan sesuatu, menganalisis, mensintesa, mengkategorisasi, membandingkan atau
mengkontraskan, mengidentifikasi masalah dan memecahkannya.Lebih lanjut Dewey
mengatakan berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti
mengenani sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan
menyertakan alasan-alasan yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan yang
logis(Sihotang, dkk, 2012: 3).
8
Berpikir kritis tidak bisa terbentuk dalam waktu yang singkat, berpikir kritis
memerlukan pembiasaan, latihan yang rutin, karena berpikir kritis adalah keterampilan, sikap,
dan komitmen untuk terus menerus mempertanyakan sesuatu. Untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis menurut Cottrell (2005: 2) ada beberapa langkah yang perlu
dilakukan yaitu: (1) Mengenali masalah; (2) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk
menangani masalah; (3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan untuk
penyelesaian masalah; (4) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak ditanyakan; (5)
Menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas dalam membicarakan suatu persoalan atau
suatu hal yang diterimanya; (6) Mengevaluasi data dan menilai fakta serta pernyatan-
pernyataan; (7) Mencermati adanya hubungan logis antara masalah-masalah dengan jawaban-
jawaban yang diberikan; (8) Menarik kesimpulan-kesimpulan atau pendapat tentang isu atau
persoalan yang sedang dibicarakan.
Berpikir kritis menuntut dipenuhinya beberapa kemampuan dasar, yaitu: (1)
Kemampuan untuk menentukan dan mengambil posisi yang tepat dalam mendiskusikan atau
membicarakan sebuah topik; (2) Pemikiran yang diberikan harus relevan dengan topik yang
sedang dibicarakan; (3) Argumen-argumen yang disampaikan harus rasional; (4)
Mengemukakan alasan-alasan yang jelas ketika memutuskan untuk menerima atau menolak
sebuah keputusan atas klaim yang dibuat oleh orang lain; (5) Keputusan yang dibuat harus
datang dari diri sendiri, bukan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar (Meyers, 1986:
4).
Karakteristik dari berpikir kritis menurut Ennis terdiri dari dua hal yaitu: pertama
adalah “the ability to reflect sceptically”, maksudnya seseorang yang berpikir kritis adalah
seseorang yang meragukan apa yang diperolehnya, kedua adalah “the ability to think in a
reasoned way”, maksudnya seseorang yang berpikir kritis adalah seseorang yang
menggunakan penalarannya untuk mendapatkan apa yang akan diperolehnya (Cottrell, 2005:
2). Jadi seseorang yang berpikir kritis akan terbiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
tepat, memahami informasi-informasi serta menganalisis informasi tersebut sehingga mereka
bisa menyusun informasi tersebut secara efektif dan efisien menjadi informasi yang lebih
baik. Selain itu ia juga memiliki nalar yang bisa diterima oleh akal atas informasi yang
disusunnya sehingga bisa bermanfaat bagi yang lainnya.
Facione (Filsaime, 2008) membagi enam kemampuan berpikir kritis, yaitu interpretasi
(interpretation), analisis (analysis), evaluasi (evaluation), penarikan kesimpulan (inference),
penjelasan (explanation) dan kemandirian (self-regulation). Berpikir kritis dalam matematika
menurut Glazer adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya,
9
penalaran matematis dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan atau
mengevaluasi situasi matematis yang kurang dikenal dalam cara yang reflektif (Gulo, 2009:
24).
Pembelajaran yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi, baik melalui
pemberian soal yang tidak prosedural maupun melalui penjelasan materi yang tidak langsung.
Hal ini dimaksudkan agar siswa terlibat secara aktif selama proses pembelajaran dan terlibat
langsung dalam menemukan konsep.
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwasanya kemampuan berpikir kritis
dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika.Di sini guru mempunyai peranan yang
cukup penting dalam mendesain pembelajaran matematika agar siswa mendapatkan
kesempatan yang luas untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis
mereka.Peranan guru dalam mendesain model pembelajaran merupakan hal yang krusial,
karena tanpa adanya peranan guru, kemampuan berpikir kritis siswa belum tentu bisa
berkembang secara maksimal.
Berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis pada bidang ilmu matematika, dengan
demikian berpikir matematis adalah proses berpikir kritis yang melibatkan pengetahuan
matematika, penalaran matematika dan pembuktian matematika. berpikir kritis dalam
matematika merupakan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah matematis.
Peneliti merumuskan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika
adalah: (1) Kemampuan membuat generalisasi dan mempertimbangkan hasil generalisasi,
yaitu kemampuan menentukan aturan umum dari data yang tersaji dan kemampuan
menentukan kebenaran hasil generalisasi beserta alasannya; (2) Kemampuan mengidentifikasi
relevansi, yaitu kemampuan menuliskan konsep-konsep yang termuat dalam pernyataan yang
diberikan dan menuliskan bagian-bagian dari pernyataan-pernyataan yang menggambarkan
konsep yang bersangkutan; (3) Kemampuan merumuskan masalah ke dalam model
matematis, yaitu kemampuan menyatakan persoalan ke dalam simbol matematis dan
memberikan arti dari setiap simbol tersebut; (4) Kemampuan mendeduksi dengan
menggunakan prinsip, yaitu kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pernyataan-
pernyataan yang disajikan dengan menggunakan aturan matematis.
3. Barpikir Kreatif Matematik
Menurut McGregor (2007), berfikir kreatif adalah berfikir yang mengarah pada
pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam
memahami sesuatu. Sementara menurut Martin (2009), kemampuan berfikir kreatif adalah
10
kemampuan untuk menghasilkan idea atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk. Pada
umumnya, berfikir kreatif dimunculkan oleh masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran
yang mendalam.
Sabandar (2008), mengatakan bahawa berfikir kreatif sesungguhnya adalah suatu
kemampuan berfikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang
dihadapi, bahwa situasi itu dilihat atau dipastikanadanya masalah yang ingin diselesaikan.
Selanjutnya ada unsur keaslian gagasan yang muncul dalam pikiran seseorang berkaitan
dengan apa yang telah diketahui.
Johnson dalam Siswono (2004) mengatakan bahwa berfikir kreatif yang mengisyaratkan
ketekunan, disiplin pribadi dan perhatian melibatkan aktivitas-aktivitasmental seperti
mengajukan masalah, mempertimbangkan aturan-aturan baru dan idea-idea yang tidak biasa
dengan suatu fikiran terbuka, membuat hubungan-hubungan, khususnya antara sesuatu yang
sama, mengaitkan satu dengan yang lain dengan bebas, melaksanakan imaginasi pada setiap
situasi yang membangkitkan idea baru dan berbeda, dan memperhatikan intuisi. Selanjutnya
Coleman dan Hammen dalam Sukmadinata (2004) menjelaskan bahwa berfikir kreatif adalah
suatu kegiatan mental untuk meningkatkan keaslian (originality), dan ketajaman pemahaman
(insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating).
Puccio dan Murdock dalam Costa, (2001), berfikir kreatif mengandung aspek
kemampuan kognitif dan metakognitif antara lain mengetahui masalah, menyusun masalah,
memahami data yang relevan dan tidak relevan, produktif, mengahasilkan banyak ide-idea
yang berbeda dan produk atau ide yang baru dan memuat kesimpulan bersikap terbuka, berani
mengambil keputusan, bertindak cepat, bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah
sebagian dari keseluruhan yang kompleks, menggunakan cara berfikir orang lain dengan
kritis, dan sikap sensitif terhadap perasaan orang lain.
Jonshon (2007) mengemukakan bahwa berfikir kreatif adalah kegiatan yang berkaitan
dengan perhatian kita terhadap gerak hati, menghidupkan imaginasi, berusaha menjabarkan
kemungkinan-kemungkinan baru, membuka cara pandang yang luar biasa dan memunculkan
ide-ide yang tak terduga. Berfikir kreatif melibatkan aktivitas mental seperti: mengajukan
masalah, mempertimbangkan aturan baru dan ide yang tak biasa dengan fikiran terbuka,
membuat hubungan, khususnya dari hal-hal yang berbeda, menghubungkan berbagai hal
dengan bebas, melaksanakan imaginasi pada setiap situasi, serta menggunakan intuisi.
Menurut Schank dalam Sternberg, (2007) suatu sikap kreatif adalah sekurang-
kurangnya sama pentingnya dengan kecerdasan berfikir kreatif. Ciri-ciri seorang yang kreatif
biasanya selalu ingin tahu, memilki minat yang luas, dan menyukai tantangan dan aktivitas
11
yang kreatif. Torrance dalam Filsaime,(2007) mengemukanan ada empat karakteristik berpikir
kreatif, sebagai sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas, kelancaran,
fleksibilitas dan elaborasi. Ditambahkan pula oleh Sumarmo (2010), mengemukakan bahwa
ada lima inti berpikir kreatif antara lain:
(1) Self-efficacy) yaitu kemampuan dan kemandirian dalam mengontrol diri; berani
menghadapi masalah; optimis, percaya diri, masalah sebagai tantangan dan peluang.
(2) Luwes (Flexibility) yaitu berempati, menghargai, menerima pendapat yang berbeda,
bersikap terbuka, mantap/ toleran menghadapi ketidakpastian, memiliki rasa humor.
(3) Kemahiran/ kepakaran yaitu bekerja secara eksak, teliti, tepat, dan tuntas, punya visi
dan tujuan yang jelas, selalu melakukan pengujian terhadap kegiatan yang dilakukan.
(4) Kesadaran yaitu melakukan kegiatan secara sadar, berfikir metakognisi, memberikan
alasan rasional terhadap kegiatan yang dilakukannya.
(5) Rasa ketergantungan yaitu saling memberi dan menerima, menunjukkan keterkaitan,
konflik sebagai sesuatu yang berguna.
Pentingnya kreativitas dalam matematik dikemukakan oleh Bishop dalam Pehnoken
(1997) yang menyatakan bahwa seseorang memerlukan dua kecerdasan berfikir matematik,
berfikir kreatif yang sering disamakan dengan gerak hati dan kemampuan berfikir analisis
yang disamakan dengan kemampuan berfikir secara logik. Menurut Livne (2008), berfikir
kreatif matematik mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan penyelesaian berbeda-beda
yang bersifat baru terhadap masalah matematik yang bersifat terbuka.
Berfikir kreatif dalam matematik dapat dikatakansebagai orientasi atau pemikiran
mengenai tujuan matematik, termasuk tugas penemuan dan penyelesaian masalah.Silver
(1997) mengemukakan bahawa aktivitas matematik seperti pemecahan masalah dan
penyelesaiann masalah berkaitan erat dengan kreativitas yang meliputi kefasihan, keluwesan,
dan hal-hal baru.
Menurut Martin dalam mahmudi, (2008), kemampuan berfikir kreatif adalah
kemampuan untuk menghasilkan ide atau cara baru dalam menghasilkan suatu produk.
Individu bijak mempunyai kemampuan lebih untuk mesintesis berbagai pengetahuan atau
konsep dan melihat suatu masalah dari berbagai perspektif atau perwakilan. Hal ini memberi
kesempatan mereka untuk mampu menyelesaikan masalah atau menghasilkan produk kreatif.
Namun demikian, kecerdasan bukan syarat mutlak untuk tumbuhnya kreativitas. Hal ini
dikemukakan Hayes dalam mahmudi, (2008) bahwa kreativitas tidak hanya mensyaratkan
kecerdasan, melainkan juga perlu didukung oleh tumbuhnya motivasi yang tinggi.
12
Sementara Kiesswetter dalam Mahmudi, (2010). menyatakan bahwa kemampuan
berfikir fleksibel yang merupakan salah satu aspek kemampuan berfikir kreatifmerupakan
kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah matematik.
Menurut Livne dalam Mahmudi (2010), berfikir kreatif matematik mengacu pada kemampuan
untuk menghasilkan penyelesaian berbeda-beda yang bersifat baru terhadap masalah
matematik yang bersifat terbuka.
Menurut Harris (2000) terdapat tiga aspek kemampuan berfikir kreatif, yaitu
keberhasilan, kecekapan, dan keterkaitan.Menurut Martin (2009) mengemukakan tiga aspek
kemampuan berfikir kreatif, ialah produktivitas, originalitas atau keaslian, dan fleksibiliti atau
keluwesan.Sedangkan Singh dalam Mann, (2005), mengatakan kreativitas matematik
digambarkan seperti "proses dari perumusan hipotesis tentang penyebab yang mempengaruhi
dalam situasi matematik, menguji hipotesis dan membuat asumsi-asumsi dan mempresentasi
hasil akhirnya. Berfikir kreatif adalah penting dalam pembelajaran matemati, karena dengan
berfikir kreatif seorang siswa akan mampu mencipta berbagai kreativitas dalam belajar.
Pengukurankemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematik menurut
Worthington (2006), dapat dilakukan dengan cara mengeksplorasi hasil kerja siswa yang
merepresentasikan proses berpikir kreatifnya. Menurut Livne (2008), berfikir kreatif
matematik merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan penyelesaian berbeda-beda yang
bersifat baru terhadap masalah matematik yang bersifat terbuka.Selain itu pula dapat
dilakukan dengan cara membuat jawaban yang berbeda-beda dan cara yang berbeda pula baik,
secara lisan maupun tertulis (McGregor, 2007). Jensen dalam Park, (2004) mengukur
kemampuan berfikir kreatif matematik dengan memberikan tugas membuat sejumlah masalah
atau pernyataan berdasarkan aturan pada soal-soal yang diberikan.Soal-soal yang diberikan
tersebut disajikan dalam bentuk narasi, grafik, atau diagram.
Getzles dan Jackson (Silver, 1997) mengemukakan cara lain untuk mengukur
kemampuan berfikir kreatif matematik, yakni dengan masalah terbuka (open-ended problem).
Menurut Becker dan Shimada (Livne, 2008), masalah terbuka (open-ended problem) adalah
masalah yang mempunyai berbagai jawaban. Dalam hal ini, aspek-aspek yang diukur adalah
kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan kerincian.
Berdasar pendapat ahli yang sudah disampaikan diatas, maka peneliti meyimpulkan
bahwa kemampuan berfikir kreatif adalah kemampuan seseorang untuk membuat dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda-beda untuk menghasilkan kesimpulan dan
produk baru yang ditandai dengan kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), kebaruan
(oroginality) dan kerincian (elaboracy).
13
a. Keterampilan berpikir lancar ( fluency )
Keterampilan berpikir lancar dapat didefinisikan sebagai keterampilan dalam
mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberikan
banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, serta selalu memikirkan lebih dari satu
jawaban.
b. Keterampilan berpikir luwes ( flexibility )
Seseorang dengan keterampilan berpikir luwes akan mampu menghasilkan jawaban,
gagasan, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang
yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu
mengubah cara pemikiran atau cara pendekatan.
c. Keterampilan berpikir orisinal (originality)
Kemampuan berpikir orisinal adalah kemampuan untuk melahirkan ungkapan yang
baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, dan kemampuan
membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
d. Keterampilan merinci ( elaboration )
Keterampilan memerinci adalah kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan atau produk, serta menambahkan atau memerinci detil-detil dari suatu objek, gagasan
atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Madrasah TsanawiyahNegeri (MTsN) di Wilayah DKI
Jakarta meliputi Wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan
Jakarta Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dsekriptif.Karena
dalam penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan sebuah masalah atau fenomena yang
terjadi di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) di DKI Jakarta terkait dengan dampak
implementasi Kurikulum 2013 dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif
matematis siswa.Sampel dalam penelitian ini adalah Madrasah Tsanawiyah Nageri (MTsN)
terdiri dari 5 Madrasah yang sudah menerapkan K13 pada tahun pelajaran 2014/2015 yakni
MTsN 3, MTsN 4, MTsN 5, MTsN 12 dan MTsN 21 yang dipilih melalui teknik area random
sampling. Dari tiap Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) tersebut dipilih 1kelas, siswa
kelas 9 dari kelas paralel yang ada secara acak.
Instrumen pengumpul data berupa tes kemampuan berfikir kritis yang terdiri dari 5
butir soal dan 5 soal pula untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif matematis. Proses
validasi instrument tes dilakukan dengan teknik konten analisis melalui penelaahan oleh ahli.
Disamping itu peneliti juga menggunakan lembar wawancara dan lembar observasi.Teknik
14
analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.Data disajikan dalam bentuk tabel,
grafik dan diagram serta persentase.Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum
tentang kemampuan berpikir kritis dan kretatif siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
di DKI Jakarta.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis
dan kreatif matematis siswa.Tes yang diberikan berupa soal kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematis yang disusun dalam bentuk uraian yang terdiri masing-masing 5 butir
soal.Setelah semua sampel diberikan tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis,
maka diperoleh nilai kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa.
Disamping tes, alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
lembar observai kelas dan panduan wawancara. Lembar observasi digunakan untuk
mengamati proses pembelajaran dikelas sedang lembar wawancara digunakan untuk
memperoleh data tentang problematika pembelajaran menerapkan K13
Berikut ini akan disajikan data hasil tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis siswa.
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
Data tes yang diberikan kepada 173 siswa dari 5 MTsN di Jakarta yang pembelajarannya
menerapkan K13 diperoleh nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 84,38 Sebesar 10,98% siswa
memperoleh nilai terendahdan 0,58% siswa memperoleh nilai tertinggi. Dari hasil analisis
deskriptif kemampuan berpikir kritis matematis siswa MTsN yang pembelajarannya
menerapkan K13 diperoleh nilai rata-rata sebesar 26,92, median 27,70 dan modus 33,42.
Varian data tersebut 182,84 dan simpangan baku sebesar 13,52. Hal ini menunjukan bahwa
kemampuan berfikir kritis matematis siswa MTsN relative menyebar. Berikut penyebaran
data hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis pada siswa MTsN.
Tabel 1
Tabel Distribusi Frekuensi
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa MTsN
No Interval Frekuensi Persentase (%)
1 0 - 8 19 10,98
2 9 – 17 19 10,98
3 18 - 26 40 23,12
4 27 - 35 64 36,99
5 36 - 44 16 9,25
15
6 45 - 53 9 5,20
7 54 - 62 4 2,31
8 63 - 71 1 0,58
9 72 - 80 0 0,00
10 81 - 89 1 0,58
Jumlah 173 100
2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa MTsN
Data hasil tes yang diberikan kepada 173 siswa dari 5 MTsN di Jakarta yang
pembelajarannya menerapkan K13 diperoleh nilai siswa terendah 1,25 dan nilai tertinggi 50.
Siswa yang memperoleh nilai terendah sebesar 12,14% dan nilai tertinggi 0,58%. Dari analisis
deskriptif, diketahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa MTsN yang
pembelajarannya menerapkan K13 dengan nilai rata-rata sebesar 15,69, median, 15,56, modus
16,50, dan varians 69,33 serta simpangan baku sebesar 8,33. Data ini menunjukan
kemampuan berfikir kritis matemasis siswa masih sangat rendah. Ragam dari data tersebut
tidk terlalu besar yang artinya kemampuan berfikir kretif matematis siswa hampir sama.
Berikut sebaran data kemampuan berpikir kreatif matematis pada siswa MTsN dalam bentuk
tabel.
Tabel 2
Tabel Distribusi Frekuensi
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa MTsN
No Interval Frekuensi Persentase (%)
1 1 – 5 21 12,14
2 6 – 10 26 15,03
3 11 – 15 39 22,54
4 16 – 20 43 24,86
5 21 – 25 27 15,61
6 26 – 30 11 6,36
7 31 – 35 2 1,16
8 36 - 40 2 1,16
9 41 - 45 1 0,58
10 46 - 50 1 0,58
Jumlah 173 100
16
3. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTsN)
Kemampuan berpikir kritis matematis siswa MTsN yang pembelajarannya
menerapkan K13 masih sangat rendah.Demikian juga halnya dengan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa.Untuk lebih rinci mengenai kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis
Siswa MTsN
Statistik Deskriptif
Kemampuan Berfikir
Kritis Kreatif
Jumlah Siswa 173 173
Maksimum (Xmaks) 84,38 50
Minimum (Xmin) 0 1,25
Rata-rata 26,92 15,69
Median (Me) 27,70 15,56
Modus (Mo) 33,42 16,50
Varians 182,84 69,33
Simpangan Baku 13.52 8,33
Pada tabel 3 terlihat jelas bahwa kemampua berfikir kritis dan kreatif siswa MTsN
DKI Jakarta masih sangat rendah. Jika dilihat dua kemampuan tersebut, maka kemampuan
berfikir kritis lebih baik dibandingkan berfikir kretatif.Karena ada siswa yang mencapai nilai
relativ tinggi yaitu 84, sedangkan pada kemampuan berfikir kretaif hanya mencapat nilai 50.
Kemampuan rata-rata siswa pada dua kemampuan berfikir tingkat tinggi ini masih sangat
rendah, rata-ratanya dibawah 30
a. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa MTsN Per-Indikator
1) Kemampuan Deduksi dengan Menggunakan Prinsip
Kemampuan deduksi dengan menerapkan prinsip berperan untuk mengetahui variasi
dari jawaban siswa.Darijawabansiswa pada tes yang diberikan terlihat bahwa
kemampuan mendeduksi dengan menerapkan prinsip baru mencapai 22,8% Sebagai
gambaran umum tentang kemampuan berpikir kritis matematis siswa, berikut ini akan
ditampilkan beberapa jawaban siswa.
17
Gambar 1
Contoh Hasil Jawaban Siswa untuk soal no. 5
Contoh jawaban siswa di atas, merupakan jawaban yang paling banyak dibuat siswa
atas soal berikut “Diketahui fungsi f dan g, fungsi f memetakan x ke x + 3, dan fungsi g
memetakan x ke 3x-2. a. Apakah terdapat daerah hasil yang sama dari fungsi f dan g
?Jelaskan!; b.Kesimpulan apakah yang kalian dapatkan antara fungsi f dan fungsi g?”.
Siswa belum mampu melakukanproses deduksi dengan menerapkan prinsip untuk menarik
kesimpulan.Pada soal ini sebagian besar nilai siswa tidak dapat menyeleaikan masalah
sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan.
2) Kemampuan Menggeneralisasi dan Mempertimbangkan Hasil Generalisasi
Kemampuan menggeneralisasi dan mempertimbangkan hasil generalisasi baru
mencapai 32,1%. Kemampuan ini lebih baik dari kemampuan mendeduksi menggunakan
prinsip. Meskipun demikian, kemampuan menggeneralisasi masih pada kategori sangat
rendah. Sebagai gambaran umum, berikut ini akan ditampilkan salah satu jawaban siswa.
Gambar 2
Contoh Jawaban Siswa untuk soalno. 1
Dari contoh jawaban siswa pada gambar 2 terlihat jawaban akhirnya sudah benar,
tetapi sistimetika penyelesaian yang dibuat belum lengkap. Ini adalah contoh terbaik dari
jawab siswa menjawab permasalahan yang diberikan
18
3) Kemampuan Merumuskan Masalah Kedalam Model Matematika
Dari soal yang diberikan,sebagian siswa sudah mampu membuat model
matematika. Hal ini karena siswa sudah menguasai model matematika sehingga dapat
menyelesaikan masalah dengan benar. Dari perhitungan statistik deskriptif, diperoleh
kemampuan siswa dalam merumuskan masalah kedalam model matematika sebesar 32,6%.
Artinya kemampuan merumuskan masalah ke dalam model matematik baru sekitar 32,6%
dari 100% kemampuan yang seharusnya dikuasai. Kemampuan siswa pada indikator ini
hampir sama dengan kemampuan menggenaralisasi. Berikut ini salah satu contoh jawaban
siswa untuk soal no.4
Gambar 3.
Contoh Jawaban Siswa untuk soal no.4
Pada gambar diatas terlihat bahwa siswa sudah mampu membuat model matematika
dari soal yang diberikan.Berikut soal tersebut “Seorang pedagang kain membeli dua
macam kain dengan total harga Rp. 126.000.Kain yang pertama dibeli dengan harga Rp.
4.500 per meter dan yang kedua dibeli dengan harga Rp. 2.400 per meter lebih
mahal.Kain yang kedua dibeli 3 kali lebih banyak dari kain yang pertama. Panjang kain
kedua yang dibeli adalah?”. Kemampuan pada indikator ini adalah yang terbaik
dibandingkan indikator yang lain. Meskipun demikian, kemampuan siswa dalam membuat
model matematika dari masalah yang diberikan masih sangat rendah.
4) Kemampuan Mengidentifikasi Relevansi
19
Kemampuan mengidentifikasi relevansi merupakan proses yang penting, jika siswa
tidak mampu menginfentifikasi relevansi dengan baik, maka penyelesaian akhir tidak
akantercapai. Dari soal tes yang diberikan, diperoleh jawaban bahwa kemampuan
mengidentifikasi relevansi baru mencapai 19,9%. Kemampuan pada indikator ini adalah
yang paling rendah dibandingkan dengan 3 indikator yang lain. Sebagai gambaran umum
mengenai kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator mengidentifikasi relevansi,
berikut ini akan ditampilkan salah satu jawaban siswa.
Gambar 4
Contoh Jawaban Siswa untuk soalno. 3
2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) Per-Indikator
1) Kelancaran (Fluency)
Kemampuan berpikir kreatif pada indikator kelancaran yaitu kemampuan
membangun banyak ide, semakin banyak ide yang didapat maka semakin bagus
alternative penyelesaian masalah tersebut.Dari soal tes yang diberikan, diperoleh data
kemampuan siswa pada indikator kelancaran sebesar 38,9%. Sebagai gambaran umum,
berikut ini akan ditampilkan jawaban pada indikator ini.
Gambar 5
Contoh Hasil Jawaban Test No. 4 Siswa K13
20
Sebagian siswa sudah lancar dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Terlihat
dari jawaban siswa pada gambar 5. Mereka sudah mampu membuat penyelesaian dengan
baik.Tetapi dilihat dari keseluruhan jawaban siswa, sebagian besar siswa masih belum
lancar menjabarkan masalah tersebut dan masih banyak yang mendapat nilai rendah.
2) Keluwesan (Flexibility)
Kemampuan berpikir kreatif pada indikator keluwesan memiliki banyak fungsi
dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan, karena keluwesan membangun ide yang
beragam membuat siswa berani mencoba berbagai pendekatan atau cara dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan. Dari jawaban siswa dalam menyelesaikan
masalah, diperoleh kemampuan siswa indikator keluwesan sebesar 1,79%. Siswa hanya
menyelesaikan soal sesuai dengan algoritma yang dicontohkan.Perhatikan jawaban siswa
berikut.
Gambar 6
Conton Jawaban Siswa untuk soal No. 5
3) Kerincian
Kemampuan berpikir kreatif pada indikator kerincian atau yang biasa disebut elaborasi
merupakan kemampuan untuk menguraikan jawaban sehingga dapat menyelesaikan
masalah atau soal yang diberikan. Namun pada soal tes yang diberikan, diperoleh hasil
kemampuan berpikir kreatif pada indikator elaborasi sebesar 26,48%. Kemampuan siswa
pada indikator ini lebih baik dibandingkan indikator keluwesan.Berikut salah satu contoh
jawaban siswa yang paling baik dibandingkan yang lain.
21
Gambar 7
Contoh Hasil Jawaban Test No. 3
Terlihat dari jawaban siswa, bahwa mereka belum mampu menguraikan secara rinci
permasalahan dalam soal sehingga belum dapat menyelesaikan masalah dengan tepat.Baru
sebagian kecil siswa yang mengerti tentang penyelesaian masalah, sehingga siswa mampu
menjawab soal dengan benar.
4) Kebaruan
Kemampuan berpikir kreatif pada indikator kebaruan atau originality ini merupakan
tahapan paling sulit diantara tahapan lain karena siswa dituntut untuk menjawab soal
dengan cara yang tidak biasadan harus unik. Kemampuan berpikir kreatif pada indikator
kebaruan baru mencapai 2,66%, sedikit lebih baik dibandingkan indikator keluwesan.
Berikut salah satu jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah pada indikator kebaruan.
Gambar 8
Contoh Jawaban Siswa untuk Soal no. 1
Kemampuan berfikir kritis dan kreatif matematika siswa sebagaimana uraian di atas
masih jauh dari harapan.Baik kemampuan berfikir kritis maupun berfikir kreatif matematis
siswa rata-rata nya masih sangat rendah.Meskipun demikian, kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa kedua kelompok masih sangat rendah.Hal ini diduga, siswa belum
terbiasa dengan soal-soal berfikir kreatif karena soal-soal tersebut belum ada dalam buku
paket pelajaran dan guru juga jarang memberikan masalah berfikir tinggak tinggi. Data ini
memperkuat hasil TIMMS dan PISA yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat
22
tinggi peserta didik Indonesia masih tergolong rendah dan mendapatkan posisi paling
bawah dari keseluruhan Negara peserta.
Pada pembelajaran K13 siswa dituntut untuk mampu membangun konsep secara
mandiri, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Dilihat dari perkembangan usia siswa
MTs rata-rata 12-15 tahun yang masih memerlukan bimbingan. Disamping itu
pembelajaran yang biasanya dilakukan guru selama ini belum melatih siswa untuk belajar
mandiri. Guru menjelaskan konsep secara rinci dan siswa hanya diminta aktif untuk
mengerjakan latihan-latihan soal, tidak pada membangun konsep. Berdasarkan teori
belajar konstruktivisme yang sekarang digunakan sebagai landasan pembelajaran di
sekolah mestinya siswa dapat membangun konsep secara mandiri, tetapi pada
kenyataannya siswa masih belum terbiasa sehingga ini menjadi kendala.
4. Pembelajaran Matematika di Madrasah yang Menerapkan K13
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dibeberapa Madrasah Tsanawiyah
Negeri (MTsN) Jakarta tentang pelaksanaan pembelajaran matematika. Pada umumnya guru
sudah mencoba melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang terdiri dari 5
tahapan pembelajaran yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi
atau menalar serta mengkomunikasikan.
Pada tahap mengamati beragam aktifitas yang dilakukan oleh guru dan siswa.
Kegiatan yang dimaksud antara lain, guru meminta yang ada, ada juga yang melakukan
simulasi sesuai dengan materi yang di sampaikan. Kegiatan lain yang juga dilakukan oleh
guru pada tahapan awal pembelajaran adalah menjelaskan materi di depan kelas dengan
bantuan multi media dan siswa diminta untuk mendengarkan penjelasan guru.
Menanya merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati. Siswa ditantang oleh
guru untuk membuat dan mengajukan pertanyaan sesuai hasil membaca, mendengar,
mengamati atau melakukan aktifitas.Pertanyaan yang dibuat siswa sanagat beragam sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Kebanyakan dari siswa baru mampu yang membuat
pertanyaan faktual terkait materi yang dipelajari bahkan meskipun demikian ada juga yang
mampu membuat pertanyaan hipotetik misal “jika matrik A adalah matrik yang mempunyai
elemen sama, apakah matrik tersebut memiliki transpose matrik?’
Mengumpulkaninformasi/eksperimen merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, dan
wawancara dengan guru. Pada tahap ini sebagaian besar aktifitas yang dilakukan oleh guru
matematik adalah meminta siswa untuk membaca kembali dan membuat contoh lain sesuai
23
dengan materi yang diberikan. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok agar terjadi
interaksi dan saling kerjasama diantar sesame peserta didik.Disamping itu ada juga sebagian
guru menyiapkan bahan ajar tambahan yang dikembangkan sendiri oleh guru untuk
memperkaya konsep yang dipelajari oleh siswa.
Mengolah informasi merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa pengolahan
informasi yang sudah dikumpulkan baik dari hasil kegiatan mengumpulkan informasi,
eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati.Pada tahap ini secara umum aktifitas
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa adalah mengerjakan soal-soal latihan yang ada pada
buku paket dan soal tambahan dengan guru berupa soal pengembangan.
Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa menyampaikan
hasil pengamat dan penarikan kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan siswa
baik secara individual maupun kelompok. Hampir seluruh hasil pengamatan menunjukan
bahawa pada tahap ini siswa baik secara individu maupun secara berkelompok diminta
mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas.
Dari data yang sudah disajikan diatas terlihat bahwa pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru matematika madrasah sudah mengacu kepada pendekatan saintifik sesuai
dengan standar proses pelaksanaan pembelajaran K13. Hanya saja dalam menerapkan
langkah-langkah pembelajaran tersebut, guru masih terlihat agak kaku karena sangat
berfokus pada buku pedoman guru. Dalam hal ini dibutuhkan keberanian dan kemauan guru
melakukan berbagai inovasi dalam menerapkan berbagai model dan strategi yang tepat supaya
tujuan yang diharapkan dalam K13 dapat tercapai.
Berdasarkan standar proses secara tegas dijelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran
K13 menerapkan pendekatan saintifik dengan berbagai model pembelajaran. Model-model
tersebut diantaranya discovery learning, inkuiry, problem based learning, cooperative
learning dansebagainya. Yang pada intinya pembelajaran yang mendorong siswa untuk mau
belajar (pembelajaran yang membelajarkan) secara mandiri ataupun kelompok.
C. Kendala Pelaksanaan K13 di Madrasah
Pelaksanaan K13 Madrasah secara massif baru berjalan dua tahun.Banyak persoalan
yang dihadapi madrasah khususnya guru mata pelajaran matematika dilam
mengimplementasikan kurikulum baru tersebut.Terdapat beberapa kendala dalam menerapkan
kurikulum 2013 yaitu (a).masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang
pelaksanaan pembelajaran terutama terkait dengan metodologi pembelajaran yang lebih
memberdayakan dan menekan keterlibatan siswa secara aktif; (b). hard copybuku guru dan
buku siswa belum tersedia diseluruh madrasah, sehingga guru mengambil bahan dalam
24
bentuk solf copy dan menggandakan sendiri demikian juga hal nya dengan buku
siswa.Akibatnya tidak semua siswa mempunyai bahan ajar, padahal buku ajar adalah sumber
utama dalam melaksanakan pembelajaran dikelas; (c).siswa belum terbiasa mengkonstruk
pengetahuan dari berbagai aktivitas yang dilakukan dikelas sehingga masih sering terlihat
guru lebih dominan; (d). sarana dan prasarana yang tersedia dikelas belum memadai untuk
mendukung terlaksana proses pembelajaranyang sesuai dengan tuntutan K13; (e). bahan ajar
(buku guru/siswa) K13 masih banyak kesalahan sehingga perlu perbaikan dan
penyempurnaan, baik secara konten maupun teknis; (f). metode penilaian sangat kompleks
dan menyita waktu sehingga membingungkan guru dalam proses penilaian.Termasuk untuk
penginputan nilai kedalam sistem banyak menyita waktu sehingga dapat mengalihkan fokus
dan perhatian guru dari pembelajaran; (g).materi ajar yang terlalu padat sehingga proses
pembelajaran tidak maksimal karena guru menjadi sangat fokus terhadap pencapaian
kurikulum. Padahal dalam KI dan KD terdapat rumusan yang lebih menekankan pada proses
pembentukan pengetahuan melalui proses pembelajaran yang baik.
E. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian sudah dilaksanakan di MTsN DKI Jakarta mengenai
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menerapkan
K13 dan KTSP, diperoleh beberapa kesimpulan. 1).Pembelajaran matematika yang dilakukan
oleh guru sudah sesuai dengan standar proses pemembelajan yaiatu menerapkan pendekatan
saintifik dangan tahapan mengamati, menannya, mengumpulkan informasi,
mangasosiasi/menalar dan mengkomunikasikan. Meskipun demikian karena pendekatan ini
merupakan sesuatu yang baru baik oleh guru maupun siswa tentu perlu perbaikan dan
pembiasaan. 2).Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan K13 di kelas diantaranya
kengetahuan guru tentang K13, buku guru dan siswa belum tersedia dalam bentuk hard
copyserta masih banyak kesalahan konten dan teknis, siswa belum terbiasa membangun
konsep secara mandiri serta metode penilaian yang komplek sehingga menyulitkan guru.
3).Kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari nilai
rata-rata siswa 26,92 untuk kemampuan berpikir kritis dan 15,69 untuk kemampuan berpikir
kreatif siswa. Kemampuan berfikir kreatif matematis siswa jauh lebih rendah dibandingkan
kemampuan berfikir kritis matematis siswa
Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan terkait hasil penelitia ini antara lain
(1). Pemahaman awal siswa terhadap materi harus ditingkatkan sebab dalam pembelajaran
K13 ini memerlukan kegiatan diskusi dan mandiri, oleh sebab itu siswa harus memiliki
pemahaman terhadap konsep yang baik mengenai materi prasarat, sehingga pembelajaran
25
matematika dapat berjalan dengan baik. (2).Untuk penelitian lebih lanjut, dapat melakukan
penelitian tentang pengaruh penerapan K13terhadap kemampuan matematik lainnya terutama
untuk higth order thinking skill. (3).Secara umum kemampuan berpikir kritis dan kraatif siswa
MTsN masih sangat rendah, oleh karena itu disarankan kepada guru matematika dapat
membuat soal dan masalah matematika berfikir kritis dan kreatif sehingga kemampuan
berfikir tingkat tinggi siswa dapat ditingkatkan. (4). Dosen-dosen Perguruan Tinggi
khususnya prodi pendidikan matematika dapat menyusun program pengabdian masyarakat
dalam hal pendampingan guru matematika menyusun instrument berfikir kritis dan kreatif
khususnya dan instrumen berfikir tingkat tinggi (high order thinking) pada umumnya.
Daftar Pustaka
Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. Bandung.
Aldous, C. R. (2007). Creativity, Problem Solving and Innovative Science Insights From
History, Cognitive Psychology and Neuroscience.International Education Journal,
8(2), 176 – 186. [Online] Tersedia
:http://ehlt.flinders.edu.au/education/iej/articles/v8n2/Aldous/paper.pdf.[6 Mei 2013].
Amber, H.N. (2011), Pembelajaran Matematika Open Ended untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SD, Skripsi UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Amri, S.danAhmadi, I. K.(2010).Proses PembelajaranInovatifdanKreatif. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Baron, J. B and Sternberg, R. J. (1987).Teaching Thinking Skills: Theory and Practice. New
York: W.H. Freeman and Company.
Cotton, K. (1991). Theaching Thinking Skills.School Improvement Research Series.
Creswell, J.W (2013). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, edisi
ketiga. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Depdiknas (2006).Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Standar Kompetensi Matematika
SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas
Direktorat Pendidikan Agama Islam (2013).Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum
2013, Kementerian Agama Direktorat Pendidikan Islam, Jakarta.
Direktorat Pendidikan Agama Islam (2013).Modul Pelatihan Kurikulum 2013. Kementerian
Agama Direktorat Pendidikan Islam, Jakarta.
Direktorat Pendidikan Agama Islam (2013).Pedoman BIMTEK dan Implementasi Kurikulum
2013, Kementerian Agama Direktorat Pendidikan Islam, Jakarta.
Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking.United States of America: Prentice-Hall Inc.
26
Ernest, Paul. (1994), Constructing Mathematical Knowledge:Epistemology and Mathematic
Education. USA: The Falmer Press.
Facione, Holistic Critical Thinking Scoring Rubric. [Online]Tersedia:
http://www.calstatela.edu/academic/aa/assessment/assessment_tools_resources/rubrics
/scoringrubric.pdf , [5 Desember 2012]
Fisher A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, terjemahan Benyamin Hadinata dari
Critical Thinking: An Introduction. Erlangga, Jakarta.
Glazer, E. (2001).Using Web Sources to Promote Critical Thinking in High School.[Online]
Tersedia: http://math.unipa.it/Aglazer [17 September 2012]
Harsanto R, (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis, Kanisius, Yogyakarta
HOSA (2011).Creative problem solving.Event Guidelines. [Online] Tersedia
:http://www.hosa.org/natorg/sectb/cat-iv/cps.pdf. [6 Mei 2013].
Isaksen, S. G. (1995). “ On the conceptual foundation of creative problem solving: a response
to Magyari-Beck”.Journal of Cretivity and Innovation Management. 4, (1), 52-63.
Isaksen, S. G. (1996). Transforming Dreams Into Reality: The Power of Creative Problem
Solving. [Online] Tersedia: http://www.cpsb.com/research/articles/creative-problem-
solving/Dreams-Power-of-Creative-Problem-Solving.pdf. [7 Agustus 2012 ]
Isaksen, S. G. (2005). Creative Problem Solving: The History, Development, and Implications
for Gifted Education and Talent Development. New York: Cambridge University.
Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif.Disertasi
pada Sekolah Pascasarjana UPI.Tidak diterbitkan.
Jihad, A & Haris, A. (2009).Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Johnson. Elain, (2006), Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC
Lavonen, J., Autio, O., and Meisalo, V. (2004). “Creative and collaborative problem solving
in technology education: A case study in primary school teacher education. The
Journal of Technology Studies, Vol. 75, 105-115.
Lie, A. (2002). Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang
Kelas.Jakarta: Gramedia
Mahmudi A. (2010), Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Makalah
disampaikan pada Konferensi Nasional Matematika XV, UNIMA Menado, 30 Juni – 3
Juli.
Mahmudi, A. (2010A). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan
Disposisi Matematis, serta Persepsi Terhadap Kreativitas.Disertasi pada Sekolah
Pascasarjana UPI.Tidak diterbitkan.
27
Mandasari, E.P. (2015). Pengaruh Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual)
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: tidak dipublikasikan.
Marzano, R. J. (1989). Dimention of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction.
Alexanderia US: Association for Supervision and Curriculum Development.
Maxwell, K. (2001). Positive Learning Dispositions in Mathematics.[Online] Tersedia:
http://www.education.auckand.ac.nz/uoa/fms/default/education/docs/word/research/fo
ed_paper/issue11/ACE_Paper_3_Issue_11.doc [07 Desember 2012]
Mayadiana, D. (2009). Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha
Karya.
Mitchel, W. E, dan Thomas F. (1999).Kowalik.Creative Problem
Solving.GenigraphicsInc.Cet.III.
Myrmel, M. K. (2003). Effects of Using Creative Problem Solving in English Grade
Technology Education Class at Hopkins North Junior High School.A Research paper,
The Graduate school, University of Wisconsin-Stout, August 2003. [Online].
Tersedia: http://www2.uwstout.edu/content/lib.thesis/2003/2003myrmel.pdf. [25
Oktober 2013]
NCTM (2000).Principles and Standards for School Mathematics.Reston: Virginia
NCTM (1991).Evaluation of Teaching: Standard 6: Promoting Mathematical Disposition.
[Online]. Tersedia:
http://www.fayar.net/east/teacher.web/math/Standards/previous/ProfStds/EvTeachM6.
htm. [5 November 2012]
Nilson C. (2014). Developing Children’s Critical Thinking through Creative Arts Exposure,
The International Journal of Art Education, Champaign, Ilinois, USA.
Overview TIMSS and PIRLS 2011, Mathematic and Science Achievement, 2016,
(http://timssandpirls.bc.edu/data-release-211/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-211-
Achievement.pdf)
Pepkin, K. L. (2000). Creative Problem Solving in Math. [Online] Tersedia: http://m2s-
conf.uh.edu/honors/honors-and-the-schools/houston-teachers-institute/curriculum-
units/pdfs/2000/articulating-the-creative-experience/pepkin-00-creativity.pdf ,[28
Nopember 2012].
Permatasari, I. (2014). Pengaruh Metode IMPROVE terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Siswa, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak dipublikasikan.
PISA 2012 Result in Focus: “What 15-year-old know and what theycan do with what they
know”.OECD,2014.P.14.
Polya, G.(1973).How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press, 2nd edition.
Rahman, dkk.(2013), Pemikiran Kritis dan Kreatif.Tanjong Malim Perak: UPSI
28
Rajendran, N.S. (2013), Teaching & Acquiring Higher Order Thinking Skills Theory &
Practice, Tanjong Malim Perak: UPSI
Rasiman (2014), Penelusuran Proses Berpikir Kritis Dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika Bagi Siswa dengan Kemampuan Matematika Tinggi,
ejournal.ikippgrismg.ac.id/index.php/aksioma/ article/download/221/192.
Rohmayasari, N. (2010). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Kontekstual (CTL) terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Analitis dan Kreatif
siswa SMP di Jawa Barat.Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNPAS.
Tidak diterbitkan
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta
Lainnya.Bandung: Tarsito
Sabandar, J. (2008). Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Tersedia:
http://file.upi.edu/...JOZUA.../Berpikir_Reflektif2.pdf , [15 April 2013].
Santrock, J. W. (2008). Psikolagi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Cet.2.
Siswono, T. (2008).Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif.Semarang: Unesa
University Press.
Soedjadi, R. 1995. Pendidikan, Penalaran, Konstruktivisme, Kreativitas sajian dalam
Pembelajaran Matematika. Makalah tidak diterbitkan.
Somakim (2010).Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa
Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika
Realistik.Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI.Tidak diterbitkan.
Sudjana (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono (2008).Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta. Cet. Ke-4.
Sukmawati, E. (2010), Pengaruh Pembelajaran ‘Kuasai’ terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa SMP, Skripsi UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2013), Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya, Kumpulan
Makalah Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak dipublikasikan.
Sumarmo, U. (2010). BerpikirdanDisposisiMatematik:Apa, Mengapa,
danBagaimanaDikembangkanPadaPesertaDidik. Bandung: FPMIPA UPI.
Treffinger, D.J., S.G. Isaksen, K.B. Dorval. (2003). Creative Problem Solving (CPS Version
6.1𝑇𝑀) A Contemporary Framework for Managing Change. [Online] Tersedia:
http://www.creativelearning.com/PDF/CPSVersion61.pdf [9 Juli 2013]
Yuli, T. (2008), Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, Surabaya: Unesa
University Press.