Hubungan Antara Pemberdayaan Psikologis dengan ......pengukuran yang berbeda. Namun pada beberapa...
Transcript of Hubungan Antara Pemberdayaan Psikologis dengan ......pengukuran yang berbeda. Namun pada beberapa...
HUBUNGAN ANTARA PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS DENGAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA
KARYAWAN AGROWISATA SALIB PUTIH SALATIGA
OLEH
STEPHANIE JUSTINE DWIWATI TOEWEH
80 2011 021
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberdayaan psikologis
dengan organizational citizenship behavior (OCB). Penelitian ini menggunakan teori
pemberdayaan psikologis dari Spreitzer (2013) dengan aspek meaningfulness, self-
determination, competence, impact dan teori OCB dari Organ (2013) dengan aspek
altruism, conscientiousness, sportmanship, courtesy, civic virtue. Subjek penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini 65 karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga dari
74 karyawan diambil dengan teknik sampling jenuh. Metode pengumpulan data
menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala pemberdayaan psikologis yang di
adopsi dari Spreitzer (dalam Ahmad et. al, 2014) dan skala OCB yang adopsi dari Kim
et. al (dalam Ahmad et. al, 2014) dengan 22 pernyataan. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan program SPSSv.16. Hasil penelitian ini menunjukan korelasi antara
pemberdayaan psikologis dengan organizational citizenship behavior (OCB)
memperoleh hasil r = 0,278 dengan sig = 0,025 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat
hubungan positif signifikan antara pemberdayaan psikologis dengan organizational
citizenship behavior (OCB).
Kata Kunci : Pemberdayaan Psikologis, Organizational Citizenship Behavior.
Abstract
This research is intend to find out the relationship between psychological empowerment
and organizational citizenship behavior (OCB). This study uses the theory of
psychological empowerment of Spreitzer (2013) with aspects of meaningfulness, self-
determination, competence, impact and OCB theory of Organ (2013) with aspects of
altruism, conscientiousness, Sportsmanship, courtesy, civic virtue. Subjects used in this
study 65 employees from 74 employees in Agrowisata Salib Putih Salatiga taken with
saturation sampling technique. Methods of data collection using the questionnaire using
a scale of psychological empowerment in the adoption of Spreitzer (Ahmad et. Al,
2014) and the OCB scale adoption of Kim et. al (Ahmad et. al, 2014) with 22
statements. Analysis of the data in this study using SPSSv.16 program. These results
indicate a correlation between psychological empowerment with organizational
citizenship behavior (OCB) to obtain results with r = 0.278 sig = 0.025 (p <0.05), which
means that there is a significant positive relationship between psychological
empowerment with organizational citizenship behavior (OCB).
Keyword : Psychological Empowerment, Organizational Citizenship Behavior.
1
Latar Belakang
Organisasi secara umum adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara
sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus guna mencapai
satu atau serangkaian tujuan bersama (Robbins & Judge, 2008:5). Dalam proses
mencapai tujuan organisasi tersebut, setiap organisasi tentunya harus menghadapi
persaingan. Oleh karena itu, setiap organisasi dituntut untuk memiliki produk atau jasa
berkualitas serta memiliki daya saing tinggi. Agar suatu organisasi mampu
menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas dan bersaing, setiap organisasi
diharapkan mampu memberdayakan dan menggunakan sumber daya manusia (SDM)
yang ada dengan benar. Namun memberdayakan SDM yang ada di sebuah organisasi
bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi SDM
seperti tantangan eksternal, internal, dan profesional (Hariandja et. al, 2001).
Sumber daya manusia merupakan aspek penting dalam suatu organisasi dan
negara. Maju dan berkembangnya suatu negara dapat diukur dari kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki negara tersebut. Kualitas sumber daya manusia di Indonesia bisa
dikatakan masih rendah. Berdasarkan data dari UNDP (United Nation Development
Program), IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia pada 2011 berada pada
peringkat menengah yaitu 124 dari 187 negara. Padahal, tahun 2010 Indonesia berada
pada peringkat 108 dari 169 negara. Turunnya peringkat Indonesia tersebut disebabkan
oleh rendahnya pendidikan di Indonesia. Namun pada tahun 2012, Indonesia mengalami
peningkatan yaitu kembali berada di peringkat 108 dari 187 negara untuk kualitas SDM
dan bertahan di peringkat tersebut sampai tahun 2013. Hal ini menunjukan bahwa
peningkatan kualitas SDM di Indonesia masih sangat rendah. Menanggapi persentase
SDM tersebut, maka pengelolaan SDM harus diperhatikan agar dapat menunjang
2
strategi bisnis yang akan diterapkan. Untuk mengelola SDM agar optimal dalam
organisasi, karyawan dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
oleh organisasi. Perilaku yang menjadi tuntutan saat ini tidak hanya in role, tetapi juga
extra role. Perilaku extra role ini disebut juga dengan Organizational Citizenship
Behavior (OCB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Wangi Susetyo H. ( HR & GA
Coordinator) pada tanggal 20 Maret 2015 di Agrowisata Salib Putih Salatiga, fenomena
OCB merupakan hal yang umum terjadi. Karyawan yang bekerja di hotel ini,
diharapkan bersedia untuk harus bekerja lebih karena banyaknya tugas yang harus
diselesaikan dengan cepat dan tidak dapat ditunda, menggantikan tanggungjawab rekan
kerja yang tidak hadir, terlambat atau izin serta membimbing atau membantu karyawan
baru ataupun rekan kerja lainnya. Namun, berdasarkan wawancara dengan sebagian
karyawan, tidak semua karyawan dengan sukarela mau untuk bekerja lebih ataupun
menggantikan rekan kerja yang tidak hadir. Karena merasa pekerjaan yang diemban
oleh karyawan sudah cukup melelahkan dan setiap orang memiliki batasan kemampuan
secara fisik.
Beberapa karyawan juga mengungkapkan bahwa apabila ada rekan yang tidak
dapat masuk kerja dan mau bertukar shift, karyawan tersebut akan bersedia karena
berpikir bila suatu saat karyawan tersebut tidak dapat masuk, rekannya tersebut pasti
bersedia untuk bertukar shift. Selain itu, ada juga karyawan yang beralasan agar tidak
ditugaskan untuk menggantikan rekannya yang tidak masuk. Sebagian karyawan
mengungkapkan beberapa kali terlambat sampai kantor, namun dengan izin terlebih
dahulu. Karyawan juga mengeluhkan adanya situasi yang tidak nyaman muncul seperti
perilaku saling menyalahkan ketika ada kesalahan dalam pekerjaan dan rasa sedikit
3
kesal dengan rekan kerja karena tidak masuk kerja padahal karyawan lain merasa
membutuhkan orang tersebut.
Selain itu, adanya keluhan dimana beberapa rekan yang terkadang lupa
menyelesaikan tugasnya sehingga karyawan yang di shift selanjutnya mau tidak mau
harus menyelesaikan pekerjaan rekannya tersebut. Meskipun demikian, sebaliknya ada
sebagian karyawan yang merasa tidak masalah untuk lebih karena merasa memiliki
tanggung jawab besar terhadap pekerjaannya tersebut, beberapa karyawan juga ada
yang dengan sukarela mau membantu rekan kerja walaupun saat itu bukan jam
kerjanya. Selain itu, berdasarkan observasi peneliti beberapa karyawan di Agrowisata
Salib Putih Salatiga tidak semua bersedia membantu karyawan yang saat itu
membutuhkan bantuan, meskipun ada sebagian karyawan yang dengan cepat langsung
memberikan bantuan pada karyawan yang kesulitan tersebut.
Atas dasar fenomena- fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa ada masalah
yang terkait dengan OCB pada karyawan di Agrowisata Salib Putih Salatiga. Menurut
Organ (dalam Naderi, 2013) menyebutkan terdapat lima aspek OCB yaitu altruism,
conscientiousness, sportmanship, courtesy, dan civic virtue. Karyawan Agrowisata
Salib Putih Salatiga memiliki masalah alturism seperti karyawan mengeluh karena
harus membantu pekerjaan rekan kerja, sportmanship dimana ada situasi yang tidak
nyaman dengan saling menyalahkan karena ada rasa terbebani. Conscientiousness yang
ditunjukan dengan karyawan merasa tidak senang bila harus bekerja lebih. Selain itu,
courtesy karyawan dimana beberapa kali banyak karyawan yang masih sering terlambat.
Untuk civic virtue karyawan tidak tampak ada masalah karena semua karyawan merasa
perlu aktif dengan perkembangan hotel dan mampu menerima kritikan baik dari rekan
maupun atasan.
4
Oleh sebab itu, OCB menjadi penting untuk diteliti karena deskripsi kerja formal
tidak bisa mencakup seluruh perilaku yang diperlukan bagi organisasi untuk mencapai
tujuan (Vanyperen et. al dalam Lishchinsky, 2014). Sementara itu, organizational
citizenship behavior (OCB) merupakan faktor yang paling penting yang dapat
memengaruhi kinerja individu (Podsakoff et. al dalam Kasemsap, 2012). Hal ini
diperkuat oleh penelitian dari Podsakoff et. al yang mengungkapkan bahwa pekerja
yang terlibat dalam OCB cenderung menerima penilaian kinerja yang lebih baik dari
manajer dan Organ et. al yang mengungkapkan bahwa hal ini bisa terjadi karena
karyawan yang terlibat dalam OCB menyukai melakukan OCB dan merasa OCB lebih
dapat menguntungkan (ini telah menjadi dikenal sebagai 'efek halo'), atau mungkin
karena lebih banyak alasan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti keyakinan
manajer yang memainkan peran penting dalam keberhasilan organisasi secara
keseluruhan, atau persepsi OCB sebagai bentuk komitmen karyawan karena sifat
sukarela (dalam Kumaran, 2013). Terutama dalam industri & organisasi seperti hotel,
banyak pekerjaan yang tidak tercakup dalam deskripsi pekerjaan karena jasa yang
ditawarkan berupa layanan kualitas tingkat tinggi dan peningkatan efisiensi operasional
sehingga organisasi membutuhkan perilaku extra-role seperti OCB (Getty et. al dalam
Khalid, 2009). Lievens et. al (dalam Khalid, 2009) mengungkapkan bahwa OCB
terdapat dalam berbagai bidang seperti marketing, manajemen sumber daya manusia,
kesehatan dan ekonomi. Namun, tingkat OCB tersebut tidak tinggi. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian dari Quzwini (2013) yang menyebutkan tingkat OCB terendah
untuk pegawai 15% dan Pramitasari (2013) untuk perawat pada tingkat sangat rendah
mencapai 56,4%. Padahal dalam bidang perhotelan, OCB menjadi suatu hal yang paling
dibutuhkan. Karena OCB memiliki pengaruh besar terhadap kualitas hotel. Hal ini
5
diperkuat dengan pendapat Lazer et. al (dalam Noor et. al, 2014) yang mengungkapkan
bahawa kualitas pelayanan sangat penting untuk sebuah hotel dan telah menjadi
tantangan yang paling penting untuk dihadapi oleh para pelaku bisnis perhotelan.
Dalam suatu kesempatan Smith et. al (dalam Mohammad et. al, 2011)
mengungkapkan OCB dapat memberikan dampak positif bagi karyawan dengan
memberikan fleksibilitas yang diperlukan untuk bekerja dengan banyak keadaan yang
tak terduga dan membantu karyawan dalam suatu organisasi untuk mengatasi kondisi
stres dengan saling bergantung. Selain itu, dampak positif terhadap organisasi yaitu
dapat memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi dan meningkatkan kinerja organisasi
(Fisher et. al dalam Aksel et. al, 2013). Ada berbagai peneliti telah membuktikan OCB
yang tinggi pada karyawan dapat mengurangi tingkat turnover dalam organisasi
(Podsakoff et al, 2009;. Pare dan Tremblay, 2007; Coyne dan Ong, 2007). Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian Podsakoff et. al (dalam Kumaran, 2013) yang
menyatakan bahwa OCB dapat meningkatkan efektivitas organisasi 18-38% dengan
pengukuran yang berbeda. Namun pada beberapa orang OCB dapat memiliki dampak
negatif seperti dalam bentuk mengurangi suara karyawan (Choi dalam Maamari, 2013),
seperti mengurangi keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan pekerjaan
(Bolino et al; Podsakoff & Mackenzie dalam Maamari, 2013).
Sementara itu ada beberapa faktor yang memengaruhi OCB yaitu kepuasan
komunikasi (Kandlousi et. al, 2010) dan komitmen organisasi (Jernigan et. al dalam
Noor, 2009). Faktor pemberdayaan psikologis pun juga ikut memengaruhi munculnya
OCB dalam suatu organisasi, karena karyawan akan cenderung merasa seperti menjadi
bagian dari organisasi dan menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar pada peran
karyawan di tempat kerja (OCB) ketika mereka telah diberdayakan dan karyawan
6
cenderung akan ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan atau
pengaturan ide dalam organisasi (Somech et. al dalam Jim, 2012). Oleh sebab itu,
penulis ingin membuktikan dengan sendirinya dari rumusan masalah yang ada, karena
beberapa peneliti menemukan hasil yang berbeda dalam variabel pemberdayaan
psikologis. Variabel dari pemberdayaan psikologis sangat penting untuk diteliti, supaya
setiap karyawan dapat memaksimalkan OCB dalam mengerjakan pekerjaannya tanpa
perlu selalu dipantau dan dikendalikan. Oleh sebab itu, penulis meneliti OCB dengan
pemberdayaan psikologis.
Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan antara
pemberdayaan psikologis dengan OCB. Pada tahun 2009, Khalesi et. al (dalam Gorji et.
al, 2013) meneliti hubungan antara OCB dan setiap satu dari empat aspek
pemberdayaan karyawan. Dia menyimpulkan bahwa pada akhirnya memberikan
perhatian yang cukup untuk konsep OCB dapat membantu untuk pemukiman yang
sangat berguna dalam meningkatkan sumber daya manusia di pusat-pusat perawatan
kesehatan. Pada tahun 2014, Ahmad & Islam menemukan bahwa pemberdayaan
psikologis secara signifikan berpengaruh positif terhadap OCB pada karyawan hotel.
Karena ditemukan bahwa ketika karyawan merasa bahwa diurus dan kesejahteraan
karyawan adalah tujuan utama organisasi, maka karyawan akan cenderung membalas
dengan OCB yang tinggi. Hal ini memperkuat penelitian dari Chiang & Hsieh (dalam
Liang et. al, 2012) yang menyatakan bahwa pemberdayaan psikologis berpengaruh
positif terhadap OCB pada karyawan hotel. Hasil menunjukan bahwa partisipan yang
memiliki skor meaning dan competence cenderung memiliki OCB yang tinggi, sehingga
ditemukan bahwa meaning melibatkan kepedulian intrinsik individu untuk menghargai
tugasnya dan konsisten dengan cita-cita atau standarnya. Dalam penelitian ini, hasil
7
menunjukan bahwa pemberdayaan psikologis positif berkaitan dengan OCB.
Sebaliknya, Bagheri et. al (2011), menunjukan bahwa karyawan yang memiliki skor
skala pemberdayaan psikologis yang tinggi justru kurang memiliki keinginan untuk
melakukan OCB. Hal ini disebabkan karena hubungan antara dua variabel diperiksa
secara parsial dengan mengendalikan komponen yang hasilnya tidak dikonfirmasi oleh
uji korelasi parsial, populasi penelitian yang digunakan berbeda dengan penelitian
lainnya dan ditemukan bahwa hubungan antara pemberdayaan psikologis dan OCB
tidak signifikan. Selain itu, Lebih lanjut, dijelaskan bahwa OCB secara positif lebih
dipengaruhi oleh organizational justice, job satisfaction, and organizational
commitment (Kasemsap, 2012).
Oleh karena itu, peran pemberdayaan pada karyawan sangat berpengaruh pada
proses peningkatan kualitas SDM. Lawler, Mohrman & Benson, (dalam Ambad et. al,
2012) mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen dari organisasi telah berinisiatif
melakukan pemberdayaan untuk setidaknya sebagian dari tenaga kerja mereka. Namun,
tidak semua organisasi mampu memberdayakan karyawannya dengan baik.
Pemberdayaan dapat membantu meningkatkan partisipasi karyawan secara lebih efektif.
Spreitzer et. al (dalam Taktaz, 2012) menegaskan pengaruh pemberdayaan psikologis
pada prestasi kerja dan rasa percaya bahwa jika karyawan merasa pekerjaan mereka
baik dan berguna, serta jika organisasi memungkinkan karyawan untuk membuat
keputusan dan memberikan fleksibilitas, semua faktor ini cenderung akan meningkatkan
kinerja pekerjaan mereka (Chiang et. al dalam Taktaz, 2012). Deghanan et. al (2014)
mengungkapkan bahwa pemberdayaan psikologis dapat mengubah sumber motivasi
internal karyawan menjadi menurun atau meningkat dan dapat merangsang OCB
karyawan secara pribadi. Ketika karyawan menunjukkan lebih banyak OCB di tempat
8
kerja, mereka lebih banyak usaha dalam pekerjaan mereka, membantu rekan-rekan
mereka yang lebih dan mencari cara terbaik untuk melakukan tugas-tugas mereka yang
pada akhirnya akan mengarah pada efisiensi yang lebih besar. Sehingga nampak bahwa
pemberdayaan psikologis merupakan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya OCB.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang di uraikan diatas dan beberapa
hasil penelitian terdahulu yang memiliki hasil berbeda kepada masing-masing partisipan
maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana hubungan pemberdayaan psikologis
dengan OCB karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga sehingga dapat diketahui
apakah pemberdayaan psikologis memiliki hubungan dengan OCB karyawan
Agrowisata Salib Putih Salatiga atau tidak. Adapun manfaat penelitian ini bagi
Agrowisata Salib Putih Salatiga bisa memberikan informasi tambahan bagi Agrowisata
Salib Putih Salatiga tentang Pemberdayaan Psikologis dengan Organizational
Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga sehingga
dapat dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Manfaat bagi
peneliti, mengaplikasikan konsep-konsep yang telah diterima dalam perkuliahan serta
menambah pengetahuan tentang sumber daya manusia. Sehingga, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pemberdayaan psikologis dengan
OCB karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga. Tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui OCB karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga
terkait dengan pemberdayaan psikologis yang ada di Agrowisata Salib Putih Salatiga
sehingga memiliki manfaat bagi mahasiswa psikologi dan juga secara teoritis dapat
menjadi referensi pada penelitian berikutnya.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Ada ungkapan dari Organ (dalam Alizadeh, 2012, h. 501) yang menyatakan
bahwa OCB sebagai perilaku individu yang diskresioner, tidak secara langsung atau
eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dan bahwa secara agregat meningkatkan
fungsi efektif organisasi, perilaku ini bukan keharusan dilaksanakan dari peran atau
pekerjaan deskripsi, perilaku ini adalah masalah pilihan pribadi OCB yang sering
dikonseptualisasikan sebagai keinginan kelas sosial inheren dari perilaku. Sementara
itu, Smith tahun 1983 (dalam Jenkins et. al, 2012, h. 29) menyatakan bahwa OCB
adalah perilaku individu yang mempunyai kebebasan untuk memilih, yang secara tidak
langsung diakui oleh sistem reward dan memberi kontribusi pada keefektifan dan
keefisienan fungsi organisasi. Hui, Lam, & Law pada tahun 2000 (dalam Qamar, 2012,
h. 104) mengungkapkan bahwa tuntutan organisasi untuk mempertahankan karyawan
yang bersedia dan mampu melakukan tugas-tugas yang tidak dicantumkan dalam
deskripsi pekerjaan mereka. Ada beberapa ahli yang menjelaskan tentang aspek OCB,
seperti Burman (dalam Gorji, 2013) menyebutkan ada tujuh aspek OCB yaitu
generosity, helping behavior, citizenship, conscience, abeyance, faithfulness, self
growth. Sedangkan Garg (2013) menyebutkan ada empat aspek dari OCB yaitu,
altruism, conscientiousness, civic virtue, job satisfaction. Namun, Organ (dalam
Naderi, 2013) menyebutkan terdapat lima aspek OCB yaitu altruism, conscientiousness,
sportmanship, courtesy, dan civic virtue. Aspek OCB menurut Organ (dalam Naderi,
2013) yaitu :
10
1) Altruisme
Perilaku karyawan dalam menolong karyawan lainnya yang mengalami masalah
dan pertolongan yang diberikan sebenarnya bukan merupakan kewajiban yang
ditanggungnya.
2) Conscientiousness
Perilaku karyawan yang melebihi minimum yang diperlukan dari yang diharapkan
pada peran seseorang dalam organisasi.
3) Sportmanship
Perilaku yang mengacu pada toleransi karyawan.
4) Courtesy
Perilaku pencegahan yang membantu agar terhindar dari masalah.
5) Civic Virtue
Perilaku yang melibatkan kepedulian karyawan dan partisipasi dalam organisasi.
Untuk penelitian ini, penulis menggunakan 5 aspek OCB dari Organ karena
aspek tersebut sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dan dapat menunjukan
OCB yang ada dalam organisasi yang akan diteliti (Ahmad et. al, 2014; Naderi et. al,
2013; Kandlousi et. al, 2010; Kim et. al, 2009). Selain itu, aspek-aspek OCB tersebut
juga paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian empiris (Schnake et. al,
2003).
Pemberdayaan Psikologis
11
Pemberdayaan psikologis didefinisikan sebagai seperangkat keadaan psikologis
yang berfokus pada bagaimana karyawan berpikir dan merasakan pekerjaannya
(Spreitzer dalam Najafi et. al, 2011, h. 5243). Ada ungkapan oleh Menon (dalam
Indradevi, 2012, h. 36) yang menyatakan bahwa pemberdayaan psikologis sebagai
perspektif individu karyawan yang ditandai dengan karyawan merasa dikontrol,
karyawan menyadari kompetensi yang dimilikinya, dan internalisasi tujuan dan sasaran
organisasi. Ada pernyataan lain yang menjelaskan bahwa pemberdayaan psikologis
sebagai cara untuk memperkuat rasa tanggung jawab dan akuntabilitas bagi staf untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Pernyataan ini dijelaskan oleh Littrell (dalam
Deghanan et. al, 2014, h. 2). Selain itu, Allahyari (dalam Taktaz, 2012, h. 22)
menyatakan bahwa pemberdayaan psikologis adalah suatu keadaan psikologis yang
berfokus pada bagaimana karyawan berpikir tentang pekerjaan mereka dan untuk
mendapatkan pengalaman, dan berapa banyak mereka percaya pada peran dan pengaruh
organisasi mereka, dan dapat membuat karyawan merasa lebih percaya diri dan
memiliki kemauan untuk sukses.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan aspek pemberdayaan psikologis
menurut Spreitzer (dalam Lin et. al, 2013). Karena aspek tersebut telah terbukti secara
empiris mampu mengungkap pemberdayaan psikologis yang terjadi dalam suatu situasi
(Ahmad et. al, 2014; Stander et. al, 2010; Ambad et. al,2012; Liang et. al, 2012).
Aspek Pemberdayaan Psikologis menurut Speritzer (dalam Moghimi, 2013) :
12
1) Meaningfulness
Makna dari peran pekerjaan, kepercayaan, nilai dan perilaku.
2) Self determination
Perasaan memiliki hak untuk memilih dan menentukan.
3) Competence
Kepercayaan diri seseorang dalam kemampuannya menyelesaikan tugas.
4) Impact
Perasaan akan kemampuan yang dimiliki dalam mempertimbangkan pengaruh dari
strategi, administrasi dan resiko operasional yang ada dalam organisasi.
Hubungan Pemberdayaan Psikologis Dengan Organizational Citizenship Behavior
Faktor pemberdayaan psikologis dapat memengaruhi terjadinya OCB dalam
suatu organisasi, karena karyawan akan cenderung merasa seperti menjadi bagian dari
organisasi dan menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar pada peran karyawan di
tempat kerja (OCB) ketika mereka telah diberdayakan maka karyawan cenderung akan
ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan atau pengaturan ide dalam
organisasi (Somech et. al dalam Jim, 2012). Sementara itu, Garg et. al (2013); Lin
(2013); Gorji et. al (2013) menemukan bahwa OCB lebih dipengaruhi oleh
pemberdayaan psikologis. Karena pemberdayaan psikologis pada karyawan akan
cenderung membuat karyawan merasa seperti menjadi bagian dari organisasi dan
menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar pada peran mereka di tempat kerja
(OCB) ketika mereka telah diberdayakan dan mereka cenderung akan ikut berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan atau pengaturan ide dalam organisasi (Somech et.
al dalam Jim, 2012). Maka itu, perlu adanya pemberdayaan dalam organisasi untuk
dapat memunculkan OCB. Hubungan antara pemberdayaan psikologis dengan OCB
13
juga dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Deghanan et. al (2014)
tentang The role of organizational citizenship behavior on the relationship between
psychological empowerment and job performance (case study: Alborz Insurance
Company). Selain itu, penelitian yang dilakukan Ahmad & Islam (2014) tentang Role
of OCB in the relationship of POS, Psychological Empowerment and intentions to quit:
Evidence from Malaysian Hotel industry. Ditambah dengan penelitian dari Chiang &
Hsieh (dalam Liang et. al., 2012) tentang The influences of psychological empowerment
on work attitude and behavior in Chinese organizations yang menjadikan
pemberdayaan psikologis sebagai variabel yang memengaruhi OCB.
Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Pemberdayaan Psikologis dengan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan.
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara Pemberdayaan Psikologis dengan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel merupakan salah satu tahap penting yang harus ditentukan
dan diperhatikan dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan
Agrowisata Salib Putih di kota Salatiga dengan total 74 karyawan. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan sampling jenuh. Sehingga
14
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 74 orang. Namun kuesioner yang
terkumpul berjumlah 65, sehingga subjek yang digunakan dalam penelitian 65 orang.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian dalam penelitian ini, sebelum dilakukan pengambilan
data, dilakukan survei awal dengan wawancara untuk memperoleh informasi tentang
jumlah karyawan, pemberdayaan psikologis dan OCB karyawan Agrowisata Salib Putih
Salatiga. Data diperoleh dari Agrowisata Salib Putih Salatiga pada tanggal 20 Maret
2015. Pengumpulan data dengan menyebar angket dilakukan pada tanggal 28 Mei 2015
– 8 Juni 2015, peneliti membagikan angket atau kuesioner kepada responden.
Metode Pengumpulan Data
1. Skala Pemberdayaan Psikologis
Penelitian ini menggunakan skala pemberdayaan psikologis yang peneliti adopsi
dari Spreitzer (dalam Ahmad et. al, 2014) dengan 12 pernyataan. 3 item pertama
mengenai competence, kemudian 3 item selanjutnya tentang self determination, 3
item tentang impact, dan 3 item terakhir mengenai meaning. Partisipan akan
diminta menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban yang tersedia, yaitu: “Sangat
Setuju”, “Setuju”, “Tidak Setuju”, dan“Sangat Tidak Setuju”.
2. Skala Organizational Citizenship behavior (OCB)
Peneliti adopsi dari Kim et. al (dalam Ahmad et. al, 2014) dengan 22 pernyataan. 5
item untuk altruism, 3 item untuk conscientiousness, sportmanship 5 item,
courtesy 5 item, dan civic virtue 4 item. Partisipan akan diminta menjawab
15
berdasarkan 4 pilihan jawaban yang tersedia, yaitu: “Sangat Setuju”, “Setuju”,
“Tidak Setuju”, dan“Sangat Tidak Setuju”.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas dan uji validitas dengan
menggunakan program SPSS.v 16.0. Pada hasil penelitian, tingkat reliabilitas pada item
pemberdayaan psikologis yang dipakai sebesar 0,825 dengan 1 item yang gugur. Hal ini
berarti, item yang dipakai dalam angket pemberdayaan psikologis reliabel. Tingkat
reliabilitas pada item OCB yang dipakai sebesar 0,859 dengan 6 item gugur. Hal ini
menunjukan bahawa item yang dipakai dalam angket OCB reliabel. Menurut Azwar
(2012), jika nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,8 ≤ α < 0,9 maka dapat dikatakan “baik”.
Korelasi item pemberdayaan psikologis berada diantara 0,415 – 0, 659 dan korelasi item
OCB berada diantara 0,350 – 0,689. Data ini mengacu pada pernyataan Azwar (2012)
menggunakan batas 0,30.
Uji Normalitas
Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas untuk menguji normal atau
tidaknya data dalam penelitian ini. Pengujian normalitas data menggunakan rumus one
sampel Kolmogrov- Smirnov test pada program SPSS.v 16.0 dan diketahui memiliki
koefisien normalitas pemberdayaan psikologis sebesar 0,068>0,05 dan untuk OCB
sebesar 0,166>0,05. Dengan demikian variabel memiliki distribusi normal p > 0,05.
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Pengujian linearitas data menggunakan SPSS.v 16.0 dan
diketahui hasil analisis linearitas yang menggunakan tabel Anova. Dari nilai Deviation
16
from linearity maka dapat diketahui variabel pemberdayaan psikologis dan OCB
diperoleh nilai F sebesar 0,951 dengan signifikansi p = 0,521 (p > 0,05) yang
menunjukkan hubungan antara variabel pemberdayaan psikologis dengan OCB adalah
linier.
Analisis Deskriptif
Tabel 1.
Kriteria skor Pemberdayaan Psikologis
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1 26 ≤ x ≤ 30,5 Sangat Rendah 11 16,9
2 30,6 ≤ x ≤ 35 Rendah 34 52,3 33,83
3 36 ≤ x ≤ 39,5 Tinggi 11 16,9
4 39,6 ≤ x ≤ 44 Sangat Tinggi 9 13,8
Jumlah 65 100%
SD = 4,30 Max = 44 Min = 26
Data diatas menunjukkan tingkat pemberdayaan psikologis yang diperoleh dari
65 subjek yang berbeda dari tingkat sangat tinggi hingga sangat rendah. Pada kategori
sangat tinggi didapati persentase sebesar 13,8%, kategori tinggi sebesar 16,9%, kategori
rendah 52,3% dan sangat rendah 16,9%. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa
sebagian besar subjek berada pada kategori rendah dengan presentase sebesar 52,3%.
Hasil analisis pemberdayaan psikologis mendapatkan nilai minimum yakni sebesar 26
dan nilai maksimum 44 dengan rata-rata 33,83 dan standar deviasi 4,30. Berdasarkan
seleksi item dan uji reliabilitas terdapat 1 item yang dinyatakan gugur dan 11 item yang
digunakan untuk penelitian.
17
Tabel 2.
Organizational Citizenship Behavior
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1 41 ≤ x ≤ 46,75 Sangat Rendah 6 9,2
2 46,76 ≤ x ≤ 52,5 Rendah 33 50,8 52,09
3 52,6 ≤ x ≤ 58,25 Tinggi 16 24,6
4 58,26 ≤ x ≤ 64 Sangat Tinggi 10 15,4
Jumlah 65 100%
SD = 5,198 Max = 64 Min = 41
Data diatas menunjukkan tingkat Organizational Citizenship Behavior (OCB)
dari 65 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat tinggi hingga sangat
rendah. Pada kategori sangat tinggi didapati 15,4%, kategori tinggi sebesar 24,6%,
kategori rendah 50,8 dan kategori sangat rendah 9,2%. Hasil analisis Organizational
Citizenship Behavior mendapatkan nilai minimum yakni sebesar 41 dan nilai
maksimum 64. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 52,09 dengan standar deviasi
sebesar 5,198. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat Organizational
Citizenship Behavior di Agrowisata Salib Putih Salatiga berada pada tingkat yang
sangat tinggi. Berdasarkan seleksi item dan uji reliabilitas terdapat 6 item yang
dinyatakan gugur dan 16 item yang digunakan untuk penelitian.
Hasil Analisis Data
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji
normalitas dan uji linearitas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan
SPSSv.16.0. Hasil korelasi antara pemberdayaan psikologis dengan Organizational
Citizenship Behavior di Agrowisata Salib Putih Salatiga dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
18
Tabel 3.
Correlations
Pemberdayaan
Psikologis
Organizational
Citizenship
Behavior
Pemberdayaan
Psikologis
Pearson Correlation 1 .278*
Sig. (2-tailed) .025
N 65 65
Organizational
Citizenship
Behavior
Pearson Correlation .278* 1
Sig. (2-tailed) .025
N 65 65
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien pemberdayaan
psikologis dengan Organizational Citizenship Behavior di Agrowisata Salib Putih
Salatiga sebesar 0,278 dengan sig = 0,025 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara pemberdayaan psikologis dengan Organizational Citizenship Behavior
di Agrowisata Salib Putih Salatiga. Dengan begitu semakin tinggi pemberdayaan
psikologis maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya Organizational
Citizenship Behavior pada karyawan. Hal ini dikarenakan hubungan antara
pemberdayaan psikologis dengan Organizational Citizenship Behavior signifikan dan
searah.
PEMBAHASAN
Hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak.
Karena pemberdayaan psikologis memiliki korelasi positif yang signifikan dengan
organizational citizenship behavior (OCB). Hal ini berdasarkan dari koefisien korelasi
(r) pemberdayaan psikologis dan OCB yang sebesar 0,278 dengan signifikansi = 0,025
(p < 0,05). Artinya bahwa pemberdayaan psikologis mampu mendorong karyawan
19
melakukan OCB di Agrowisata Salib Putih Salatiga. Sebaliknya, apabila organisasi
tidak mampu memberdayakan karyawan secara psikologis dengan baik, maka tidak
akan banyak karyawan yang melakukan OCB. Ada beberapa kemungkinan hasil yang
menemukan bahwa pemberdayaan psikologis dan OCB signifikan positif. Pertama,
sebagian karyawan menganggap bahwa pemberdayaan psikologis adalah penting bagi
mereka, sehingga mereka memiliki kepercayaan diri untuk melakukan tugas-tugasnya
sebagai karyawan untuk mencapai OCB. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat
dari Deghanan et. al (2014) yang mengatakan bahwa pemberdayaan psikologis dapat
mengubah sumber internal motivasi staf dan penurunan atau peningkatan motivasi
karyawan serta merangsang OCB karyawan secara pribadi. Penelitian ini diperkuat oleh
penelitian dari Yen et. al (dalam Ahmad et. al, 2014) bahwa pemberdayaan psikologis
dapat meningkatkan motivasi intrinsik karyawan dan membuat mereka bekerja di luar
tugas-tugas mereka yang dijadwalkan. Namun ada penelitian lain yang menolak
pernyataan tersebut. Bagheri et. al (2011) menemukan bahwa pemberdayaan psikologis
tidak memengaruhi karyawan untuk melakukan OCB. Ia menemukan bahwa
komunikatif dan keterampilan yang lebih memengaruhi OCB karyawan.
Kedua, pada umumnya karyawan telah menyadari bahwa pemberdayaan
psikologis dapat mendukung peran mereka yang dinyatakan dalam bentuk kegiatan
bersama seperti camping dengan memberikan games atau aktivitas sehingga karyawan
dapat menjadi lebih produktif dalam mencapai OCB. Kemungkinan ini didukung oleh
penelitian dari Arefin, Arif & Raquieb (2015) yang menyatakan bahwa pemberdayaan
psikologis dengan program pelatihan dan pengembangan yang luas akan meningkatkan
keterampilan, kemampuan dan pengetahuan karyawan, yang selanjutnya memotivasi
mereka untuk menjadi percaya diri sehingga berdampak baik pada organisasi. Penelitian
20
lain juga mendukung kemungkinan ini, Harris, Wheeler, & Kacmar (dalam Naderi et.
al, 2013) menyarankan bahwa karyawan membutuhkan tempat kerja yang memberikan
kebebasan untuk melakukan OCB melalui pemberdayaan psikologis. Selain itu, tidak
ditemukan adanya perbedaan OCB pada karyawan laki-laki dan perempuan. Hal ini
kemungkinan karena karyawan laki-laki maupun perempuan menganggap OCB
merupakan bagian dari pekerjaan mereka.
Jadi pada dasarnya dengan adanya pemberdayaan psikologis dalam suatu
organisasi, karyawan akan merasa adanya kontrol dari organisasi sehingga karyawan
akan berusaha untuk bekerja lebih baik dalam organisasi. Hal ini disebabkan
pemberdayaan psikologis dapat menumbuhkan dan meningkatkan motivasi intrinsik
karyawan dalam bekerja. Hal ini diperkuat oleh penelitian dari Alge, Ballinger,
Tangirala & Oakley (Naderi et. al, 2013) yang berpendapat bahwa karyawan yang
merasa diberdayakan cenderung melihat hubungan antara tindakan mereka dan hasil
organisasi yang lebih luas dan merasa tanggung jawab lebih untuk membantu orang lain
atas dan di atas apa yang ditentukan dalam persyaratan pekerjaan mereka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pemberdayaan psikologis dengan organizational citizenship behavior (OCB) pada
karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga.
21
Saran
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang diperoleh penulis maka dikemukakan
saran sebagai berikut :
1. Bagi Pimpinan Agrowisata Salib Putih Salatiga
Para pemimpin dapat memberikan arahan atau bimbingan kepada karyawan
tentang cara melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Arahan dan
bimbingan tersebut sebaiknya didukung dengan sistem manajemen kinerja yang
adil sehingga karyawan merasa termotivasi dan dihargai hasil kerjanya dan
merasa menjadi bagian dari organisasi.
Mengajak karyawan secara aktif untuk berpikir dan mencari solusi terhadap
permasalahan yang ada. Karyawan diberi kesempatan untuk mengembangkan
ide-ide baru yang diyakini dapat membantu karyawan memaknai pekerjaan yang
diberikan sehingga karyawan akan bersedia memberikan kontribusi maksimal
bagi organisasi melebihi yang tertulis di dalam deskripsi pekerjaannya. Apabila
adanya keselarasan antara makna pekerjaan dengan nilai-nilai individu, maka
individu tersebut akan dapat bekerja dengan lebih baik.
Pimpinan diharapkan memberikan fasilitas bagi karyawan seperti tempat dan
waktu untuk melakukan pemberdayaan psikologis dengan mengadakan kegiatan
bersama sehingga dapat memberikan kesempatan untuk menumbuhkan OCB
karyawan.
Pemimpin mencoba memberdayakan secara psikologis melalui suatu permainan
(games). Pemimpin membagi tim-tim yang terdiri dari karyawan dari divisi yang
berbeda-beda kemudian diberikan misi yang berhubungan dengan jobdes
22
sehingga karyawan dalam satu tim dapat bekerja sama dengan memanfaatkan
dan menunjukan kelebihan mereka berdasarkan kompetensi mereka masing-
masing sehingga karyawan dapat memaksimalkan perannya masing-masing.
Pemimpin mengadakan camping bersama dan membuat aktivitas seperti voting.
Karyawan diminta untuk menuliskan 3 nama karyawan yang dianggap memiliki
kompetensi yang sangat baik, berpengaruh pada pekerjaan mereka baik dalam
membantu atau membimbing, dapat mengatur divisinya dengan baik dan
dianggap sangat menghargai pekerjaannya sehingga selalu aktif, rajin, disiplin
dan menjaga perilakunya. Kemudian saat kegiatan sharing diberitahukan 3 nama
dengan pilihan terbanyak dan beberapa diminta untuk menjelaskan alasannya
memilih karyawan tersebut. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan diri
karyawan yang terpilih serta menjadi informasi tambahan bagi karyawan lainnya
sehingga semua karyawan dapat mengintrospeksi dirinya masing-masing dan
menumbuhkan rasa untuk melakukan OCB.
2. Bagi Karyawan Agrowisata Salib Putih Salatiga
Karyawan aktif mengikuti pertemuan dan kegiatan yang ada dalam organisasi
agar karyawan bisa menjadi lebih dekat dan memahami satu sama lain sehingga
dapat bersama-sama meningkatkan OCB.
Karyawan aktif dalam diskusi dan lebih terbuka dengan saran serta kritik dalam
pertemuan dengan karyawan lainnya sehingga karyawan dapat menyadari
perannya sebagai karyawan dan dapat meningkatkan OCB.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penelitian
selanjutnya. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan juga meneliti faktor- faktor
23
lain yang memengaruhi OCB selain pemberdayaan psikologis, misalnya budaya
dan iklim organisasi, suasana hati, persepsi terhadap dukungan organisasional,
persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan-bawahan, masa kerja,
corporate enterpreneurship, dan lain-lain.
Penulis selanjutnya juga diharapkan untuk menggunakan subjek penelitian yang
lebih luas atau industri perhotelan lainnya, untuk dibandingkan hasilnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Z., & Talat Islam. (2014). Role of OCB in the relationship of POS,
Psychological Empowerment and intentions to quit: Evidence from Malaysian
Hotel industry. Proceedings of the First Middle East Conference on Global
Business, Economics, Finance and Banking (hal. 1-22). Dubai:
www.globalbizresearch.org.
Aksel, I., Serikan, C., Kiziloglu, M., & Aksoy, B. (2013). Assessment of Teachers’
Perceptions of Organizational Citizenship Behaviors and Psychological
Empowerment: An Empirical Analysis In Turkey. Procedia Social and
Behavioral Sciences, 89, 69-73.
Alizadeh, Z., Darvishi, S., Nazari, K., & Emami, M. (2012). Antecedents and
Consequences of Organisational Citizenship Behaviour (OCB). Interdisciplinary
Journal Of Contemporary Research In Business, 3(9), 494-505.
Ambad, S. N. (2012). Psychological Empowerment : The Influence on Organizational
Commitment Among Employees in The Construction Sector. The Journal of
Global Business Management, 8(2), 73-81.
Arefin, M. S., Arif, I., & Raquib, M. (2015). The mediating role of psychological
empowerment in the relationship between high performance work systems and
organizational citizenship behavior. European Scientific Journal, 11(2), 264-
277.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: prosedur pendekatan praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, S. (2012). Metode Penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Aroef, M., & Djamal, J. S. (2009). Grand techno economic strategy: siasat memicu
produktivitas untuk memenangkan persaingan global. Bandung: Mizan Media
Utama .
Asgari, M. H., Taleghani , M., & Salma. (2012). The Relationship between
Psychological Empowerment of Employees with Corporate Entrepreneurship of
Guilan Payamnour University. Journal of Basic and Applied Scientific Research,
2(4), 3181-3187.
Badan Pusat Statistik. (2012). Statistik restoran rumah makan. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
25
Bagheri, G., Matin, H. Z., & Amighi, F. (2011). The relationship between
empowerment and organizational citizenship behavior of pedagogical
organizational employees. Iranian Journal of Management Studies, 4(2), 53-62.
Darmono. (2007). Perpustakaan Sekolah: pendekatan aspek manajemen dan tata kerja.
Jakarta: Grasindo.
Dehgahan, H., & Mafakeri, F. (2014). The role of organizational citizenship behavior on
the relationship between psychological empowerment and job performance (case
study: Alborz Insurance Company). A Journal of Economics and Management,
3(12), 1-11.
Garg, A., & Suri, S. (2013). analyzing the impact of psychological empowerment on
organizational citizenship behaviour in public banking sector. International
Journal of Marketing, Financial Services & Management Research, 2(7), 80-94.
George, J. M., & Brief, A. P. (1992). Feeling good-doing good: a conceptual analysis of
the mood at work-organizational spontaneity relationship. Psychological
Bulletin, 112(2), 310-329.
Givens, R. J. (2011). The role of psychological empowerment and value congruence in
mediating the impact of transformational leadership on follower commitment in
American churches. International Journal of Leadership Studies, 6(2), 187-214.
Gorji , M. B., & Ranjbar, M. (2013). Relationship Between Psychological
Empowerment of Employees and Organizational citizenship behavior.
Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 7(1), 67-75.
Greenberg, J., & Baron, R. A. (2000). Perilaku Organisasi. Jakarta: Prentice Hall.
Hariandja, M. T., & Hardiwati, Y. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Grasindo.
Indradevi, R. (2012). The impact of psychological empowerment on job performance
and job satisfaction in indian software companies. International journal of
multidisciplinary management studies, 2(4), 36-48.
Jenkins, J., & Steinke, G. (2012). Towards a Theory of Trusted Performance in
Software Development Projects. Communications of the IIMA, 12(1), 27-34.
Jim, T. W., Hi , B., Shing , L. K., Si, O., Yasmin, S., & Kadar, S. (2013). The Factors
Affecting Organizational Citizenship Behavior in Banking Industry.
International Journal of Management Sciences, 1(5), 178-192.
Kandlousi, N. S., Ali, A. J., & Abdollahi, A. (2010). Organizational Citizenship
Behavior in Concern of Communication Satisfaction: The Role of the Formal
26
and Informal Communication. Canadian Center of Science and Education,
5(10), 51-61.
Kasemsap, K. (2012). Factors Affecting Organizational Citizenship Behaviorof
Passenger Car Plant Employees In Thailand. Journal of Social Sciences,
Humanities, and Arts, 12(2), 129-159.
Kementrian Perindustrian. (2013). Mengukur Industri Nasional Jelang AEC 2015.
Jakarta: Kementrian Perindustrian.
Khalid, S. A., Ali, H., Ismail, M., Rahman, N. A., Kassim, K. M., & Zain, R. S. (2009).
Organizational Citizenship Behavior Factor Structure among Employees in
Hotel Industry. International Journal of Psychological Studies, 1(1), 16-25.
Khammarnia, M., Ravangard, R., & Asadi, H. (2014). The relationship of psychological
empowerment and readiness for organizational changes in health workers,
Lorestan, Iran. Journal of Pakistan Medical Association, 64(5), 537-541.
Kim, H., & Gong, Y. (2009). the role of tacit knowledge and OCB in the relationship
between group based pay and firm performance. Human Resource Management
Journal, 19(2), 120-139.
Koesindratmono, F., & Septarini, B. G. (2012). Hubungan antara masa kerja dengan
pemberdayaan psikologis pada Karyawan PT. Perkebunan Nusantara X
(Persero). Jurnal Insan Media Psikologi, 13(1), 50-57.
Kumaran, C. M., & Sivasubramanian, M. (2013). A study on organizational citizenship
behavior and organizational commitment among employees. International
Journal of Management, 4(4), 103-110.
Levy, P. S., & Lemeshow, S. (2008). Sampling of Populations: Methods and
Applications. New Jersey: John willey & sons, Inc.
Liang , W. J., & Zhen, W. H. (2012). The influences of psychological empowerment on
work attitude and behavior in Chinese organizations. Journal of Business
Management, 6(30), 8938-8947.
Lin, L. F., & Tseng, C. C. (2013). The influence of leadership behavior and
Psychological empowerment on job satisfaction. International Journal of
Organizational Innovation, 5(4), 21-29.
Lishchinsky, O. S., & Tsemach, S. (2014). Psychological empowerment as a mediator
between teachers perceptions of authentic leadership and withdrawal and
citizenship behavior. Educational Administration Quarterly, 675-712.
27
Lishchinsky, O. S., & Tsemach, S. (2014). Psychological empowerment as mediator
between teacher's perception of authentic leadership and their withdrawal and
citizenship behavior. Educational Administration Quarterly, 50(4), 675-712.
Maamari, B. E., & Messarra, L. C. (2012). An Empirical etudy of the relationship
between organizational climate and organizational citizenship behavior.
European journal of management, 12(3), 165-176.
Moghimi, M., & Firozabad. (2013). The mediating effects of psychological
empowerment and job satisfaction in the relationship between transformational
leadership and organizational citizen behavior. Journal of Basic and Applied
Scientific Research, 3(5), 237-244.
Moghimi, M., & Firozabad. (2013). The Mediating Effects of Psychological
Empowerment and Job Satisfaction in the Relationship between
transformational leadership and organizational citizenship behavior. Journal of
Basic and Applied, 237-244.
Mohammad, J., Habib, F. Q., & Alias, M. A. (2011). Job satisfaction and organisational
citizenship behaviour: an empirical study at higher learning institutions. Asian
Academy of Management Journal,, 149-165.
Mohammad, J., Habib, F. Q., & Alias, M. A. (2011). Job satisfaction and organizational
citizenship behavior: an empirical study at higher learning institutions. Asian
Academy of Management Journal, 16(2), 149–165.
Naderi, N., & Reza, H. (2013). The relationship between Organizational Citizenship
Behavior (OCB) and Human Resources Empowerment (HRE) Case study :
University of Isfahan (Iran). International Journal of Human Resource Studies,
3(2), 69-78.
Najafi, S., Noruzy, A., Azar, H. K., Shirkouhi, S. N., & Dalvand, M. R. (2011).
Investigating the relationship between organizational justice, psychological
empowerment, job satisfaction, organizational commitment and organizational
citizenship behavior: An empirical model. African Journal of Business
Management, 5(13), 5241-5248.
Noori, M., & Azma, F. (2013). Relationship between Perceived Empowerment by
Employees and Organizational Citizenship Behavior (Case study: Public
Organizations in Bojnourd). International Journal of Academic Research in
Business and Social Sciences, 3(8), 434-442.
Organ, D. W., & Ryan, K. (1995). A meta-analytic review of attitudinal and
dispositional predictors of organizational citizenship behavior. Personnel
Psychology, 48, 775-802.
28
Organ, D. W., Podsakoff, P. M., & MacKenzie, S. B. (2006). Organizational
Citizenship Behavior: Its Nature, Antecedents, and Consequences. SAGE
Publications.
Paré, G., & Tremblay, M. (2007). The influence of high-involvement human resources
practices, procedural justice, organizational commitment, and citizenship
behaviors on information technology professionals’ turnover intentions. Group
Organization Management, 32(3), 326-357.
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., & Bommer, W. H. (1996). Transformational
Leader Behaviors and Substitutes for Leadership as Determinants of Employee
Satisfaction,. Journal of Management, 22(2), 259-298.
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000).
Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the Theoretical and
Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of
Management, 26(3), 513-563.
Pramitasari, R. E. (2013). Organizational citizenship behavior pada perawat. Jurnal
ilmiah psikologi terapan, 1(2), 430-446.
Qamar, N. (2012). Job satisfaction and organizational commitment as antecedents of
organizational citizenship behavior (OCB). Interdisciplinary journal of
contemporary research in business, 4(7), 103-122.
Quzwini, M. (2013). Organizational citizenship behavior pada pegawai lapas kelas 1
Lowokwaru Malang. Jurnal Online Psikologi, 1(1), 133-142.
Riggio, R. E. (1990). Biases in editorial decisions and the blocking issue. Journal of
Social Behavior and Personality, 5(6), 503-504.
Robbins, & Judge. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Shore, L. M., & Wayne, S. J. (1993). Commitment and employee behavior: Comparison
of affective commitment and continuance commitment with perceived
organizational support. Journal of Applied Psychology, 78(5), 774-780.
Sloat, K. C. (1999). Organizational citizenship. Professional Safety, 44, 20-23.
Soegiono. (2011). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sommers, M. S., & Kewley, P. D. (1996). Modeling formant frequency discrimination
of female vowels. Journal of the Acoustical Society of America, 99(6), 3770-
3781.
29
Spreitzer, G. M. (1995). Psychological empowerment in the workplace: dimension,
measurment and validation. Academy of Management Journal, 38(5), 1442-
1465.
Stander, M. W., & Rothmann, S. (2010). Psychological empowerment, job insecurity
and employee engagement. SA Journal of Industrial Psychology, 36(1), 1-8.
Sunaryo, S., & Suyono, J. (2013). A Test of Model of the Relationship between Public
Service Motivation, Job Satisfaction and Organization Citizenship Behavior.
Society of Interdisciplinary Business Research, 2(1), 384-398.
Taktaz, B., Shabaani, S., Kheyri, A., & Rahemipoor, M. (2012). The Relation between
Psychological Empowerment and Performance of Employees. SINGAPOREAN
Journal Of business Economics, and management studies, 1(5), 19-16.
Yaghoubi, N. M., Salarzehi, H., & Moloudi, J. (2013). The relationship between human
resource productivity (HRP) and organizational citizenship behavior (OCB).
African Journal of Business Management, 7(32), 3168-3176.