Hubungan Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan...
Transcript of Hubungan Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan...
Hubungan Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
SKRIPSI
Rani Soraya
NIM: 201210230311174
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rani Soraya
NIM : 20121023031174
Fakultas / Jurusan : Psikologi
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul:
Hubungan antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak
bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.
Malang, 31 Januari 2016
Mengetahui,
Ketua Program Studi Yang menyatakan
Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si Rani Soraya
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan
antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi”, skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk
serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas segala
bantuan yang telah diberikan terutama kepada:
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang dan pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan kesabaran
untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berharga, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang dan dosen wali yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan
arahan sejak awal perkuliahan hinggan selesainya skripsi ini.
3. Adhyatman Prabowo, M.Psi selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu,
tenaga, dan kesabaran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berharga,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Kepada seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang
telah memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
5. Kepada keluargaku, Ayah Anhar, Ibu Adjizah, dan adikku Irsyad, serta seluruh keluarga
yang selalu memberikan dukungan, do’a, dan kasih sayang serta kebahagiaan dalam
hidup sehingga dapat menambah motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. Totok Waluyanto, M.Si selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Cabang Dinas
Pendidikan Kecamatan Buduran, Sidoarjo, beserta staf yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan Psikologi kelas F angkatan 2012 khususnya “uyuh” yang
selalu memberikan dukungan dan semangat, serta mengalami suka duka bersama selama
perkuliahan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
iv
8. Teman-teman tercinta “ebes” dan teman-teman alumni SMAN 3 Sidoarjo khususnya
Heni yang selalu mendukung dan menjadi penyemangat, serta tempat curhat sehingga
penulis dapat menyelesaikan segala proses perkuliahan dan skripsi ini.
9. Kepala seluruh Pejabat Struktural SD dan SMP yang telah menjadi subjek penelitian,
terima kasih atas bantuan dan partisipasinya.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan
saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Malang, 31 Januari 2016
Penulis
Rani Soraya
v
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ........................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................................................... v
Daftar Tabel .................................................................................................................................. vi
Daftar Lampiran ........................................................................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 2
Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi .................................................................................. 5
Machiavellianism ................................................................................................................... 8
Hubungan Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi .......... 9
Hipotesis ................................................................................................................................. 10
METODE PENELITIAN ............................................................................................................. 10
Rancangan Penelitian ............................................................................................................. 10
Subjek Penelitian .................................................................................................................... 10
Variabel dan Instrumen .......................................................................................................... 10
Prosedur dan Analisa Data ..................................................................................................... 12
HASIL PENELITIAN .................................................................................................................. 13
DISKUSI ...................................................................................................................................... 14
SIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................................................................... 17
REFERENSI ................................................................................................................................. 18
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 21
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint Skala Machiavellianism ............................................................................. 11
Tabel 2. Blueprint Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi ............................................ 12
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian .................................................................................. 13
Tabel 4. Perhitungan T-Skor Skala Machiavellianism ............................................................. 13
Tabel 5. Perhitungan T-Skor Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi............................ 13
Tabel 6. Korelasi Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi . 14
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Blueprint Skala ..................................................................................................... 22
Lampiran II Hasil Uji Coba Skala ............................................................................................ 25
Lampiran III Skala Penelitian................................................................................................... 36
Lampiran IV Tabulasi Data Penelitian ..................................................................................... 42
Lampiran V Hasil Uji Korelasi Pearson .................................................................................. 55
Lampiran VI Surat Keterangan Turun Lapang ........................................................................ 59
1
HUBUNGAN ANTARA MACHIAVELLIANISM DENGAN
KECENDERUNGAN PERILAKU ANTI-KORUPSI
Rani Soraya
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang [email protected]
Korupsi merupakan permasalahan yang banyak terjadi, termasuk pada pejabat publik di Dinas Pendidikan maupun pejabat struktural di sekolah. Pejabat struktural memegang wewenang dan tanggung jawab terkait pengelolaan sekolah sehingga cenderung memiliki kesempatan melakukan korupsi. Salah satu faktor penyebab korupsi adalah kepribadian, seperti machiavellianism. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional. Subjek penelitian ini adalah pejabat struktural sejumlah 50 orang dan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sampling. Instrumen yang digunakan adalah skala machiavellianisme dan skala kecenderungan perilaku anti-korupsi. Uji analisa menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi, dengan r = - 0,343 dan p = 0,015. Sumbangan efektif machiavellianism sebesar 11,8%, dan sisanya adalah faktor lain. Jadi, semakin tinggi machiavellianism seseorang, semakin rendah kecenderungan perilaku anti-korupsinya, dan sebaliknya.
Kata Kunci: Korupsi, machiavellianism, kecenderungan perilaku anti-korupsi, pejabat struktural Corruption is a common problem that often happens, even to public officials at the Department of Education and structural official at school. Structural officials who have the authority and responsibility to the school management can lead to corruption practice. One of the causes is personality, such as machiavellianism. This study was aimed at investigating the correlation of machiavellianism with the tendency of anti-corruption behavior. This correlational research employed 50 structural officials as participants through cluster sampling technique. The data were obtained by using machiavellianism and tendency of anti-corruption behavior scale, which then analyzed by using Pearson correlation. The result showed that there was a negative correlation between machiavellianism and tendency of anti-corruption behavior, with r = - 0.343 and p = 0.015. The effective contribution of machiavellianism was 11.8%, and the rest was the others. So, the higher someone’s machiavellianism was, the lower their tendency to anti-corruption behavior, and vice versa. Keywords: corruption, machiavellianism, tendency of anti-corruption behavior, structural officials
2
Di Indonesia, masalah korupsi tidak lagi dipandang sebagai masalah sosial kecil yang bisa diremehkan banyak orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa, korupsi merupakan masalah sangat besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Korupsi seperti halnya budaya yang telah berkembang tidak hanya pada kelompok elit tertentu tapi juga masyarakat pada umumnya. Data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sebagaimana dilansir oleh Transparansi Internasional tahun 2003 adalah 1.9, 2004 adalah 2.0, 2005 adalah 2.3, dan 2006 adalah 2.4 (Santiago, 2014). Tahun 2010, Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan tingkat korupsi paling tinggi di Asia Pasifik, IPK Indonesia tahun 2011 adalah 3.0 peringkat 100 dari 183 negara di dunia (Montessori, 2012) Saat ini, perilaku anti-korupsi sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa yang lebih baik. Perilaku anti-korupsi menunjukkan bahwa seseorang akan menghindari tindakan-tindakan yang bisa mengarah pada perilaku korupsi. Salah satu upaya yang telah dilakukan sebagai wujud sikap anti-korupsi adalah dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2002. Puluhan kasus korupsi telah berhasil terungkap oleh KPK. Di lain pihak, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menyatakan bahwa Polri tahun 2013 telah menangani 1363 kasus, naik 187 kasus dari tahun 2012 (Santiago, 2014). Fiardini (2015), menambahakan baru-baru ini didirikan Gerakan Anti Korupsi (GAK) yang dideklarasikan alumni beberapa universitas di Indonesia di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, pada 29 September 2015 lalu. GAK merupakan organisasi yang hadir bersama masyarakat guna mendukung dan mengawal Trisula penanggulangan korupsi oleh Polri, Kejaksaan, dan KPK. Namun demikian, menurut Mauro (dalam Mashal, 2011), memerangi korupsi bukanlah hal yang mudah. Pendapat demikian mengacu pada strategi “saling melengkapi”, dimana jika salah satu agen melakukan sesuatu maka akan menjadi lebih menguntungkan bagi agen lain untuk melakukan hal yang sama. Montessori (2012), mengatakan salah satu cara untuk memerangi korupsi adalah dengan menerapkan pendidikan anti-korupsi secara formal di sekolah, yang memiliki beberapa keunggulan seperti anggaran yang diperlukan rendah, kontinuitas, dan sistematisasi program. Namun, pelaksanaannya belum memenuhi hasil yang diharapkan, terutama dalam mengembangkan sikap dan karakter anti-korupsi siswa. Dapat dikatakan bahwa sekolah menjadi salah satu sarana yang dapat digunakan dalam upaya anti-korupsi bagi masyarakat sejak dini. Dalam pelaksanaannya, tentu anak didik di sekolah memerlukan role model yang dapat dicontoh sehingga hal ini dapat terlaksana dengan baik. Korupsi merupakan permasalahan yang bisa melibatkan berbagai pihak, tak terkecuali para pendidik di sekolah yang seharusnya bisa menjadi contoh bagi para siswa. Peran besar dunia pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 menjadi harapan besar bangsa dalam mengatasi korupsi, namun justru menjadi lahan yang subur terjadinya korupsi. Anti-Corruption Clearing House (2015), menjelaskan adanya potensi korupsi di dunia pendidikan. Laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi Pendidikan ICW 2013 menyatakan bahwa dalam periode 2003-2013 ditemukan 296 kasus dana pendidikan dan sepanjang 2013, pendidikan termasuk jajaran tiga besar sektor tersubur terjadinya korupsi di bawah sektor infrastruktur dan keuangan daerah. Laporan Pemantauan Lapang Dana Pendidikan Tahun 2014 menyebutkan akar permasalahan pengelolaan anggaran pendidikan disebabkan oleh lemahnya pengendalian internal, lemahnya sistem administrasi, adanya kekosongan pengawasan, dan lemahnya kontrol publik. Tim Pencegahan KPK menyebutkan banyak sekali varian penyalahgunaan anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada satuan pendidikan dasar dan menengah. Beberapa potensi kebocoran dana BOS terkait keterlibatan pihak sekolah seperti
3
manipulasi jumlah siswa penerima BOS lewat entri data yang dilakukan oleh pihak sekolah, pengalokasian dana BOS yang tidak sesuai dengan 13 item pembelanjaan dalam Petunjuk Teknis, serta laporan tahunan yang terjadi seringkali terlambat, bahkan terjadi manipulasi laporan. Sektor pendidikan menjadi salah satu fokus KPK dalam pemberantasan korupsi, tidak semata-mata melihat dari sisi penindakan, namun juga pencegahan. KPK juga melakukan koordinasi dan supervisi (korsup) penindakan dengan kejaksaan dan kepolisian yang terkait dengan korupsi di bidang pendidikan. Contoh kasus korupsi yang terjadi terutama di dunia pendidikan seperti yang diberitakan Sudiono (2015), dimana kasus kredit fiktif dengan jaminan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar Rp 12 miliar yang berhasil ditarik dari Bank Perkreditan Rakyat Delta Artha Sidoarjo (BPR DAS) melibatkan Bendahara Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan (UPTD Dindik) Kecamatan Tanggulangin selaku tersangka utama, Atik Munziati berstatus Guru Taman Kanak-kanak (TK), Yunita selaku pekerja swasta, dan Munawaroh selaku Kepala Sekolah SDN Ganggangpanjang, Tanggulangin. Kasus lain terkait tindak pidana korupsi seperti yang diberitakan Zein (2013) juga melibatkan kepala sekolah salah satu SMA Negeri bekas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Sidoarjo. Pungutan biaya sekolah yang besar dengan tidak sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi serta tindakan kepala sekolah yang tidak tranparan dalam mengelola anggaran membuat kepala sekolah ini terindikasi korupsi dana BOS. Korupsi merupakan perilaku yang tidak jujur atau ilegal dan termasuk salah satu contoh dari unethical behavior. Beberapa perilaku tidak etis di tempat kerja seperti korupsi, penipuan penjualan atau penggunaan teknik memanipulasi klien (Zińczuk, Cichorzewska & Walczewski, 2013). Perilaku tidak etis seperti ini bisa dipengaruhi dari perilaku curang di masa lalu. Contohnya, hasil survei Josephson Institute (dalam Stone, Kisamore, Kluemper, & Jawahar, 2012), menunjukkan orang-orang yang mengaku menyontek ujian di sekolah tinggi lebih cenderung berbohong kepada pelanggan, klien, bos mereka, dan lain-lain serta terlibat perilaku tidak etis lainnya seperti menggembungkan klaim biaya untuk penggantian. Lebih lanjut, Stone, Jawahar dan Kisamore (dalam Stone et al., 2012) menemukan kecurangan dan/atau menjiplak di sekolah dikaitkan dengan sabotase dan pencurian di tempat kerja. Hal ini membuktikan bahwa melakukan kecurangan kecil seperti menyontek di masa sekolah juga berkaitan dengan tindakan korupsi dan akan berdampak pada kehidupan mereka bahkan setelah bekerja. Tempat kerja seperti telah menjadi lahan bagi banyak oknum untuk melakukan tindakan korupsi. Banyak ditemukannya kesempatan, serta contoh orang yang telah melakukan korupsi menjadi dorongan tersendiri bagi pelaku korupsi di tempat kerja. Perilaku anti-korupsi jelas menjadi kebutuhan penting mengingat besarnya kemungkinan untuk terlibat korupsi dan dampak buruk yang didapatkan pelaku korupsi. Salama (2014) melalui studi yang dilakukannya terhadap dua pelaku korupsi, didapati hasil mengenai dampak buruk terhadap pelaku korupsi itu sendiri maupun orang-orang di sekitarnya: (1) masuk penjara, membuat hidup menjadi sengsara dengan segala keterbatasan akan kebebasan dalam hidup, (3) dampak terhadap keluarga, timbul rasa malu dan kesulitan pencarian nafkah terutama apabila pelaku adalah sumber pencari nafkah keluarga, serta timbul kekhawatiran akan munculnya efek psikologis yang kurang baik terhadap keluarga, khususnya anak, dan (4) memiliki hutang baru yang lebih besar, untuk menutup hutang lama yang sebelumnya dimiliki. Sari (2015) juga menjelaskan bahwa anak yang mempunyai orang tua yang menyandang gelar koruptor lebih cenderung menutup diri baik dengan teman terdekatnya maupun dengan
4
lingkungan dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak melakukan korupsi, sehingga kesejahteraan psikologis anak tidak dapat tercapai. Mauro (dalam Mashal, 2011) menjelaskan bahwa korupsi tersebar luas di negara-negara berkembang, bukan karena orang-orang mereka berbeda dari orang-orang di tempat lain, tetapi karena kondisi yang memungkinkan untuk itu, seperti: (1) Motivasi untuk memperoleh pendapatan sangat kuat karena kemiskinan, gaji/upah yang rendah, dan adanya risiko yang tinggi dari berbagai hal (penyakit, kecelakaan dan pengangguran, kurangnya asuransi), (2) Peluang untuk terlibat dalam korupsi banyak, peraturan yang lebih mengarah ke peluang yang lebih tinggi untuk korupsi, (3) Lemah legislatif dan yudikatif sistem, (4) Hukum dan prinsip-prinsip etika yang kurang berkembang, (5) Penduduk bergantung terhadap sumber daya alam yang besar, serta (6) Ketidakstabilan politik dan kemauan politik yang lemah. Menurut Stachowitsh (dalam Dayakisni, 2015) ada 3 aspek utama penyebab korupsi berdasarkan beberapa studi empiris, yaitu aspek psikologis atau individual (faktor kepribadian dan moral), aspek lingkungan (tekanan kelompok atau peer-group), dan aspek iklim organisasi. Telah diketahui sebelumnya bahwa ada hubungan signifikan antara kepribadian, niat untuk berbuat tidak etis, dan sikap terhadap korupsi, dimana kepribadian merupakan prediktor paling potensial terhadap kecenderungan perilaku korupsi. Kepribadian sangat berpengaruh pada pemaknaan individu mengenai nilai, membentukan ide/gagasan, serta motivasi untuk melakukan suatu tindakan. Hasil studi Adejumo (2010), membuktikan bahwa kepribadian, niat berbuat curang, dan motif berprestasi, serta ketakutan akan kejahatan menjadi prediktor sikap terhadap korupsi. Dayakisni (2015), pada aspek psikologis yang dikaitkan dengan perilaku tidak etis, faktor kepribadian seperti the big five, motif sosial, locus of control, integritas, atau disengagement moral lebih banyak menjadi fokus perhatian sebagai penyebab korupsi. Masih sedikit dan jarang ada studi empiris yang mengaitkan antara unethical behavior seperti korupsi dengan sisi gelap kepribadian (dark side personality) seperti machiavellianism, narcissism, dan psychopathy. Machiavellianism adalah kepribadian dengan kecenderungan manipulatif yang sangat berorientasi pada tujuan. Seseorang dengan machiavellianism akan menggunakan berbagai cara bahkan walaupun tidak etis demi mendapatkan tujuan, yang nantinya akan terkait kecenderungan melakukan perilaku-perilaku tidak etis dan munculnya perilaku kerja yang buruk. Kepribadian ini dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku korupsi yang juga mengarah pada perilaku tidak etis. Korupsi adalah perilaku yang tidak etis dan ilegal karena merusak dan bertujuan memperkaya diri demi kepentingan pribadi, seperti terkait suap, penggelapan, menyalahgunaan jabatan, dan sebagainya, yang tentunya akan menimbulkan kerugian pada lingkup kerja di sekitarnya. Beberapa studi yang mendukung seperti, meta-analisis baru-baru ini oleh O'Boyle, Forsyth, Bank, & McDaniel (dalam Spain, Harms, & Lebreton, 2013) yang menemukan bahwa machiavellianism memiliki korelasi lemah dengan job performance. Selain itu, berdasarkan studi Kish-Gephart, Harrison, & Trevino (dalam Spain et al, 2013) ditemukan korelasi yang cukup kuat antara machiavellianism dan pengambilan keputusan yang tidak etis dalam organisasi. Hasil lain studi Bruk-Lee, Khoury, Nixon, Gh & Spector, (dalam Spain et al., 2013) membuktikan bahwa machiavelllianism berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja, hal ini terkait machiavellians dengan kecerdasan yang cenderung rendah tidak berhasil karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk mencocokkan situasi sosial dengan intensinya dan terhalang oleh ketidakmampuan untuk membaca dan memanipulasi emosi orang lain,
5
sehingga mereka akan cenderung menggunakan cara-cara tidak etis saat berhubungan dengan orang lain, termasuk dengan memanipulasi demi memperoleh keuntungan. Hasil serupa terlihat dari penelitian penggunaan skala Machiavellian Personality Scale (MPS) yang baru. Dari studi yang telah dilakukan, machiavellianism berkorelasi negatif dengan outcomes seperti kepuasan kerja dan kinerja tugas, serta berkorelasi positif dengan perilaku kerja yang tidak produktif. Machiavellianism dikonseptualisasikan sebagai kecenderungan seseorang untuk tidak mempercayai orang lain, terlibat dalam manipulasi amoral, mencari kontrol atas orang lain, dan mencari status untuk diri sendiri. Dengan kata lain, machiavellianism terkait dengan kecenderungan munculnya perilaku tidak etis (Dahling, Whitaker, & Levy, 2009). Adanya kecenderungan berperilaku amoral, tidak mengherankan pekerja tipe mach bertindak tidak etis dan kontraproduktif di tempat kerja, mereka akan mudah terlibat penyimpangan interpersonal dan pengambila keputusan tidak etis yang tercermin dalam hal seperti mencuri, berbohong, sabotase, dan kecurangan lainnya (Dahling, Kuyumcu, & Librizzi, 2015). Studi lainnya, Weber & Getz (dalam Zińczuk et al., 2013) menyebutkan bahwa korupsi menunjukkan pemanfaatan kekuasaan untuk keuntungan keuangan pribadi, yang meliputi penggelapan, penyalahgunaan uang publik, eksploitasi informasi sensitif. Hal demikian juga disampaikan Budgol (dalam Zińczuk et al., 2013), korupsi dapat mengambil karakter intra-organisasi, dimana seseorang akan memanifestasikan dirinya melanggar aturan, standar sosial dan peraturan hukum. Korupsi membuat seseorang melakukan tindakan-tindakan tidak etis demi mendapatkan keuntungan pribadi. Korupsi adalah salah satu perilaku tidak etis yang terjadi di tempat kerja. Dengan berdasarkan fenomena yang telah dikemukakan di atas, terlihat bahwa korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan masalah sosial yang sangat berbahaya sehingga perilaku anti-korupsi menjadi satu kebutuhan yang sangat diperlukan bagi masyarakat terutama di dunia pendidikan yang merupakan salah satu wadah bagi masyarakat untuk mengembangkan sikap dan perilaku anti-korupsi. Penelitian ini akan difokuskan pada pejabat struktural SD, SMP, dan SMK di salah satu kecamatan di Sidoarjo sebagai subjeknya. Hal ini dikarenakan bahwa pejabat struktural memegang wewenang dan tanggung jawab untuk segala hal terkait pengelolaan sekolah dan cenderung memiliki kesempatan yang tinggi untuk melakukan tindakan tidak etis demi mendapatkan keuntungan pribadinya. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi? Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan sebagai literatur baru dalam bidang ilmu Psikologi Sosial terkait tema perilaku anti-korupsi, khususnya hubungan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Manfaat untuk instansi adalah dapat memberikan masukan pada instansi terkait mengenai keterkaitan machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rekrutmen pejabat struktural.
Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Schiffman (dalam Deliani, 2012), intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku tertentu. Deliani menyimpulkan
6
bahwa intensi adalah suatu kemungkinan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Fishbein dan Ajzen (dalam Wahyuni, 2015), intensi adalah representasi kognitif kesiapan seseorang untuk menerapkan perilaku tertentu dan dipandang sebagai yang paling dekat dengan perilaku. Dengan demikian intensi dapat pula dikatakan sebagai kecenderungan. Anti-korupsi adalah perilaku seseorang untuk menghindari tindakan-tindakan yang mengarah pada perilaku korupsi. Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai perilaku dari pejabat publik yang secara tidak wajar atau illegal dan tujuan memperkaya diri sendiri dan orang-orang dekatnya dengan cara melakukan penyalahgunaan kekuasaan publik yang telah dipercayakan kepada mereka. Sedangkan berdasarkan kamus hukum, korupsi berarti merusak, seperti menerima suap, menggelapkan uang atau barang milik perusahaan atau negara, menerima uang dengan menggunakan jabatan publik untuk keuntungan pribadi, penyalahgunaan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai seorang yang bekerja untuk kepentingan pribadi maupun orang lain (Wahyuni, 2015). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan mengenai kecenderungan perilaku anti korupsi yaitu kemungkinan seseorang untuk berperilaku menghindari tindakan-tindakan negatif yang dilakukan dengan tujuan memperkaya diri dan orang-orang di sekitar dengan cara yang tidak wajar demi kepentingan pribadi maupun orang lain. Salama (2014), korupsi seringkali dilihat sebagai sesuatu yang terkait dengan faktor ekonomi, hukum, politik, dan kekuasaan, dan sangat jarang dikaitkan dengan segi lain yaitu dimensi yang melekat pada manusia, khususnya dimensi perilaku. Korupsi merupakan perilaku yang menyimpang dari norma dalam masyarakat dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi yang dilakukan pegawai publik. Berkaitan dengan definisi di atas, korupsi tidak hanya menyangkut aspek hukum, ekonomi, dan politik saja tapi juga menyangkut aspek perilaku manusia yang menjadi bahasan utama dari ilmu psikologi. The Independent Commission Against Corruption Act 1988 menjelaskan bahwa perilaku korupsi terjadi ketika: (1) seorang pejabat publik tidak benar menggunakan, atau mencoba untuk menggunakan secara tidak benar, pengetahuan, kekuasaan atau sumber dari posisi mereka untuk keuntungan pribadi atau keuntungan dari orang lain, (2) seorang pejabat publik secara tidak jujur melaksanakan fungsi resmi, tidak benar melaksanakan fungsi resmi secara parsial, melanggar kepercayaan publik atau menyalahgunakan informasi atau materi yang diperoleh selama pelaksanaan fungsi resminya, dan (3) anggota dari publik mempengaruhi, atau mencoba untuk mempengaruhi, pejabat publik untuk menggunakan posisi nya dengan cara yang tidak jujur, bias atau pelanggaran kepercayaan publik. Selain itu, Salama (2014) menambahkan bahwa korupsi juga bisa dimungkinkan terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana, dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi.
Mengenai perilaku anti-korupsi, Wahyuni (2015) menyebutkan beberapa tipe korupsi: (1) slippery, korupsi yang sengaja memberikan suap untuk mendapatkan keputusan yang menguntungkan untuk penyuap dan orang disuap, (2) extortion system (sistem pemerasan), menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi, berlindung di legitimasi dan kekuasaan, dan (3) provocation system (sistem provokasi), lebih dikenal sebagai kejahatan konspirasi korupsi atau kolusi, yang memberikan kesempatan bagi mitra untuk mencari peluang yang berkaitan dengan perlindungan hukum, peraturan dan kekuatan yang dapat membawa keuntungan atau kelompok pribadi. Selanjutnya dikembangkan dalam enam dimensi kecenderungan anti korupsi, yaitu anti-suap (anti-bribe), anti-gratifikasi (anti-
7
gratification), anti-penipuan (anti-fraud), anti-menggembungkan (anti-mark up), anti-pemerasan (anti-black mail), dan anti-nepotism (anti-nepotism).
Menurut Alatas (1986), bentuk-bentuk korupsi mencakup tiga hal, yaitu: (1) penyuapan (bribery), bentuk korupsi dimana seseorang menerima pemberian dari orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi penerima pemberian demi memberikan perhatian istimewa terhadap kepentingan pemberi, (2) pemerasan (extortion), bentuk korupsi dimana ada permintaan pemberian-pemberian atau hadiah termasuk penggunaan ancaman kekerasan ataupun memunculkan informasi-informasi yang beresiko dapat menghancurkan demi mempengaruhi orang lain agar bisa diajak bekerja sama, dan (3) nepotisme, tindakan memilih keluarga, teman-teman, ataupun orang-orang tertentu dengan berdasarkan pertimbangan adanya hubungan satu sama lain, bukan karena kemampuan ataupun hasil kerja yang dimiliki seseorang dan dengan tidak mempertimbangkan konsekuensinya apa kesejahteraan publik. Garner (2009) dalam Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai beberapa bentuk korupsi yang telah disebutkan di atas, sebagai berikut: (1) bribe: harga, imbalan, hadiah atas permohonan yang diberikan sesuai yang telah dijanjikan dengan maksud untuk memutarbalikkan penilaian atau mempengaruhi tindakan seseorang dalam hal kepercayaan. (2) gratification: sebuah kesukarelaan memberikan imbalan atau balasan untuk layanan atau manfaat yang telah didapatkan; gratifikasi. (3) fraud: sebuah kekeliruan dalam mengetahui kebenaran atau penyembunyian fakta material untuk mendorong orang lain bertindak yang justru merugikan dirinya sendiri. Penipuan biasanya perbuatan melawan hukum, namun dalam beberapa kasus (terutama ketika perilaku dengan sengaja melakukan) mungkin kejahatan. (4) mark up: jumlah yang ditambahkan ke biaya barang untuk menentukan harga jual, meningkatkan harga barang, merevisi atau mengubah (tagihan legislatif, aturan, dan lain-lain) dan dituliskan ke dalam laporan akhir sebelum laporan tersebut dilaporkan. (5) black mail: Sebuah permintaan yang mengancam dibuat tanpa justifikasi; pemerasan. Tindakan atau praktek memperoleh sesuatu dengan cara ilegal, seperti dengan kekerasan atau paksaan. (6) nepotism: Pemberian bantuan resmi pada seorang kerabat terutama dalam perekrutan. Djaja (2010) berdasarkan UURI No. 31 Tahun 1999 juncto UURI No. 20 Tahun 2001, juga menambahkan beberapa definisi istilah bentuk korupsi terkait, sebagai berikut: (1) suap: sejumlah uang atau benda berharga yang diterima oleh pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara sebagai hasil dari perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan yang ada atau kedudukan untuk memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi menggunakan uang atau aset orang yang melakukan penyuapan. Penyuapan selalu melibatkan pihak yang melakukan suap dan pihak yang menerima suap, (2) pemerasan: pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara meminta bahkan cenderung melakukan pemerasan kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan atau bantuan pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara tersebut, dan (3) gratifikasi: pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara tidak tahu menahu kalau akan diberi sejumlah uang atau benda berharga, tidak ada deal atau kesepatakan besar nilai uang atau benda, mengenai dimana, dengan siapa, dan kapan penyerahannya di antara kedua belah pihak, tetapi secara sepihak dan tanpa diduga pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara tersebut menerima pemberian atau gratifikasi. Beberapa definisi dan penjelasan bentuk korupsi di atas dapat dibuat kesimpulan mengenai dimensi kecenderungan anti korupsi, sebagai berikut:
8
1. Anti-Bribe: perilaku menghindari pemberian dan penerimaan uang atau benda tertentu yang memiliki maksud mempengaruhi tindakan penerima demi kepentingan pemberi yang bertentangan dengan hukum dan wewenang penerima
2. Anti-Gratification: perilaku menghindari penerimaan imbalan atau balasan atas layanan atau keuntungan yang telah didapat pemberi, yang sebelumnya bahkan tidak ada kesepakatan awal di antara kedua belah pihak.
3. Anti-Fraud: perilaku menghindari penyembunyian atau pemutarbalikan fakta, juga termasuk perilaku yang justru mendorong orang lain melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri
4. Anti-Mark up: perilaku menghindari penambahan (menggelembungkan) biaya item, pengubahan tagihan, aturan dan lain-lain dalam menentukan harga jual yang nantinya dituliskan ke dalam laporan akhir sebelum akhirnya laporan tersebut dilaporkan.
5. Anti-Black mail: perilaku menghindari pemerasan dan ancaman, atau tindakan ilegal lain yang serupa seperti penggunaan kekerasan, paksaan, ataupun memunculkan informasi-informasi beresiko yang dapat menghancurkan demi mendapatkan suatu kesepakatan dengan seseorang.
6. Anti-Nepotism: perilaku menghindari tindakan memilih keluarga, teman, atau kerabat lainnya dengan tidak mempertimbangkan kemampuan atau hasil kerja melainkan hanya berdasar hubungan pribadi, terutama dalam perekrutan.
Abidin & Siswadi (2014), menjelaskan mengenai adanya faktor-faktor psikologis (internal) perilaku korupsi, seperti: (1) kepribadian, faktor kepribadian yang diungkap berupa the big five personality (openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism); (2) motivasi, teori motivasi yang digunakan adalah teori motivasi McClelland (need for achievement, need for power, dan need for affiliation); dan (3) locus of control, Laveson membagi konsep locus of control menjadi tiga (internality, powersful others, dan chance), selain perilaku korupsi dipengaruhi juga oleh faktor-faktor eksternal seperti birokrasi, penegakan hukum, sistem politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Dari studi yang dilakukan Abidin & Siswadi didapati hasil bahwa faktor-faktor psikologis di atas juga terkait dengan perilaku korupsi. Chance, power motive, dan complience (indikator agreeableness) yang tinggi memiliki kecenderungan tinggi untuk melakukan korupsi. Seorang yang locus of control-nya masuk dalam kategori chance, cenderung berperilaku berdasarkan persepsinya tentang ada tidaknya peluang atau kesempatan yang bersifat eksternal. Jika kesempatan atau peluang untuk melakukan korupsi di tempat kerjanya terbuka lebar maka besar kemungkinan dia akan melakukan korupsi. Apalagi jika didukung power motive dan complience yang juga tinggi (dengan lingkungan sekitar yang mungkin juga korup). Machiavellianism
Christie dan Geis (dalam Gunnthorsdottir, McCabe, & Smith, 2002) menjelaskan konsep machiavellianism adalah kepribadian seseorang yang berdasarkan pada risalah Machiavelli “The Prince” dan “Discourses on the First Decade of Titus Livius”, dimana machiavelliansim merupakan kepribadian dengan kecenderungan manipulatif dan adanya keyakinan bahwa hasil akhir membuat seseorang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.
Beberapa hal terkait studi tentang machiavellianism dimana orang dengan kepribadian machiavellianism ini kemudian disebut sebagai “mach”. Tipe mach cenderung menggunakan
9
taktik persuasi dan menjilat dalam mencapai tujuan mereka. Niat untuk berperilaku tidak etis juga ditemukan dari tipe mach. Mereka menjadi cenderung lebih toleran terhadap perilaku yang tidak etis tersebut. Dibandingkan dengan tipe mach rendah, tipe mach tinggi memiliki motif intrinsik dan prioritas lebih pada hal seperti sex, uang, bisnis, kekuasaan, persaingan, serta minat sosial yang rendah. Dalam memilih pekerjaan mereka cenderung lebih memilih pekerjaan yang berorientasi bisnis daripada yang berorientasi membantu orang lain (Jones & Paulus, 2009). Seperti yang dikemukakan Christie (dalam Dahling et al., 2015), mach tinggi cenderung memiliki tiga karakteristik (aspek). Pertama, cynical view of human nature, mereka mengadopsi pandangan sinis dari dunia dan orang lain, mengharapkan bahwa setiap orang diinvestasikan semata-mata kepentingan pribadi sendiri. Kedua, interpersonal tactics, mereka bersedia untuk memanfaatkan taktik manipulatif untuk mempengaruhi orang lain dan mengamankan hasil yang diinginkan. Ketiga, disregard for conventional morality, mereka cukup bersedia keluar dari standar etika ketika perilaku yang tidak etis dinilai memberikan keuntungan yang diperlukan atas orang lain. Demi mencapai hal ini, orang tipe mach memerlukan kebebasan dari pertimbangan-pertimbangan etis.
Corral & Calvete (2000), ada 4 model berbeda terkait struktur faktor machiavellianism pada skala Mach IV: (1) Model 1, machiavellianism sebagai struktur faktor tunggal; (2) Model 2, machiavellianism sebagai struktur 2 faktor (interpersonal tactics dan cynical view of human nature); (3) Model 3, machiavellianism sebagai struktur 3 faktor (interpersonal tactics, cynical view of human nature, dan disregard for conventional morality. Ini adalah model asli struktur faktor machiavellianism; dan (4) Model 4, machiavellianism sebagai struktur 4 faktor (positive interpersonal tactics, negative interpersonal tactics, positive view of human nature, dan cynical view of human nature).
Hubungan Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Tipe mach adalah seseorang dengan kecenderungan manipulatif yang sangat berorientasi pada tujuan dan memiliki prioritas seperti pada bisnis, uang, kekuasaan, persaingan, serta penghargaan akan berusaha mendapatkan tujuannya dengan berbagai cara walaupun harus menggunakan cara yang tidak etis. Seperti yang diketahui sebelumnya, hasil studi menjelaskan bahwa tipe machs diketahui memiliki kecenderungan memanipulasi dan berperilaku amoral, menggunakan taktik manipulasi pikiran, penipuan, dan menjilat demi mendapatkan tujuan mereka. Mereka juga lebih toleran terhadap perilau tidak etis dan mudah terlibat penyimpangan di tempat kerja, termasuk seperti mencuri, berbohong, sabotase, dan kecurangan lainnya. Hal ini dapat dihubungkan dengan perilaku korupsi yang juga mengarah pada perilaku tidak etis. Beberapa pengertian korupsi dan studi terkait juga telah menunjukkan bahwa korupsi adalah perilaku yang tidak etis dan ilegal karena merusak dan bertujuan memperkaya diri demi kepentingan pribadi, seperti terkait suap, penggelapan, menyalahgunaan jabatan, dan sebagainya. Pemanfaatan kekuasaan atau otoritas untuk keuntungan keuangan pribadi yang meliputi penggelapan, penyalahgunaan uang publik, dan eksploitasi informasi sensitif. Korupsi akan membuat seseorang memanifestasikan dirinya melanggar aturan, standar sosial dan peraturan hukum sehingga membuat mereka melakukan tindakan-tindakan tidak etis demi mendapatkan keuntungan pribadi.
10
Dengan adanya kesamaan antara tipe mach dengan perilaku korupsi yaitu pada penggunaan cara dalam pencapaian tujuan yang secara tidak etis, dan bahwa keduanya sama-sama berorientasi pada tujuan atau kepentingan pribadi maka dapat ditemukan keterkaitan dimana machiavellianism dan perilaku korupsi memiliki arah yang sama dan menjadi berkebalikan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Hipotesis
Ada korelasi negatif antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi, artinya semakin tinggi machiavellianism seseorang maka semakin rendah kecenderungan perilaku anti-korupsinya, dan sebaliknya semakin rendah machiavellianism seseorang maka semakin tinggi kecenderungan perilaku anti-korupsinya.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan kuantitatif korelasional dua variabel, yang bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu machiavellianism dan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Penelitian korelasional adalah penelitian yang mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yaitu sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan variabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antarvariabel atau untuk menyatakan besar kecilnya hubungan antara kedua variabel (Noor, 2014)
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pejabat struktural SD, SMP, dan SMK se-wilayah UPTD Kecamatan “X” sejumlah 50 orang, baik laki-laki maupun perempuan. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling, pengambilan sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu memilih pejabat struktural di Kecamatan “X”. Dalam penelitian ini teknik cluster sampling digunakan karena populasi cukup luas sehingga sebelumnya telah ditetapkan terlebih dahulu daerah mana yang dijadikan sebagai sampel. Terdapat 21 SD, 9 SMP, dan 6 SMK di Kecamatan “X”. Dari total 36 SD, SMP dan SMK, sebanyak 25 sekolah dijadikan sampel dengan mengambil 2 orang pejabat struktural untuk tiap sekolahnya.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat dua variable yaitu variable bebas dan variable terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah machiavellianism, sedangkan variabel terikat dari penelitian ini adalah kecenderungan perilaku anti-korupsi. Machiavellianism merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak manipulatif disertai keyakinan untuk bisa menggunakan segala cara demi mencapai segala tujuan yang diinginkan, bahkan walaupun sampai bertindak secara tidak etis. Machiavellianism ditandai seperti
11
adanya penggunaan taktik licik serta sering kali tidak etis demi melancarkan pencapaian tujuan di tempat kerja mereka, melakukan tindakan yang berorientasi pada bisnis, mengutamakan uang, kekuasaan, dan persaingan, serta kurang memiliki prioritas terkait hubungan sosial. Skor yang diperoleh subjek penelitian dari skala Mach IV menunjukkan machiavellianism seseorang. Sedangkan untuk variabel terikatnya, kecenderungan perilaku anti-korupsi merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku menghindari tindakan negatif yang bertujuan memperkaya diri dan orang-orang di sekitar dengan cara yang tidak wajar. Kecenderungan perilaku anti-korupsi ditandai dengan adanya penolakan terhadap suap, penggelapan uang, penggunaan atau pengadaan barang-barang di luar tanggung jawab pribadi, pemerasan, maupun nepotisme dalam pekerjaan. Skor yang diperoleh subjek penelitian dari skala kecenderungan perilaku anti-korupsi menunjukkan seberapa tinggi kecenderungan seseorang berperilaku anti-korupsi. Instrument yang digunakan untuk mengetahui machiavellianism seseorang adalah skala machiavellianism, yaitu skala adaptasi Mach IV yang disusun Christie dan Jolie (1970), dimana dari 3 aspek skala machiavellianism yaitu interpersonal tactics, cynical view of human nature, dan disregard for conventional morality dikembangkan dalam 4 faktor (positive interpersonal tactics, negative interpersonal tactics, positive view of human nature, dan cynical view of human nature). Skala Mach IV disusun dalam 20 item. 10 item mengindikasikan mach tinggi dan 10 item mengindikasikan mach rendah. Subjek diminta untuk menilai sejauh mana mereka setuju atau tidak setuju dengan pernyataan pada 6-point (1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Sedikit Tidak Setuju, 4 = Sedikit Setuju, 5 = Setuju dan 6 = Sangat Setuju). Koefisien alpha versi asli skala ini adalah .70, dengan masing-masing subskala bernilai: .50, .53, .62. dan .40 untuk positive view of human nature, cynical view of human nature, positive interpersonal tactics, dan negative interpersonal tactics. Setelah dilakukan try out dengan menggunakan versi bahasa Indonesia, diketahui koefisien alpha .918 dengan 17 item valid. Tabel 1. Blueprint Skala Machiavellianism
Aspek skala Favorable Unfavorable Item Valid setelah
Try Out
Jumlah Item Valid
setelah Try Out
Negative Interpersonal Tactics Positive Interpersonal Tactics Cynical View of Human Nature Positive View of Human Nature
1, 2, 12, 15 5, 8, 13,17, 18, 20
3, 6, 7, 9, 10, 16 4, 11, 14, 19
1, 12, 15 3, 6, 9, 10, 16 5, 8, 13,17, 18, 20 4, 11, 14
3 5 6 3
Jumlah 10 10 17 17 Untuk kecenderungan perilaku anti-korupsi, skala yang digunakan adalah skala kecenderungan perilaku anti-korupsi yang disusun oleh Wahyuni, Z. A., Adriani, Y., & Nihayah, Z., yang kemudian jumlah butir dari masing-masing aspek skala dikembangkan. Aspek-aspek yang terdapat dalam skala tersebut antara lain, anti-suap (anti-bribe), anti-
12
gratifikasi (anti-gratification), anti-penipuan (anti-fraud), anti-menggembungkan (anti-mark up), anti-pemerasan (anti-black mail), dan anti-nepotisme (anti-nepotism). Subjek diminta untuk menilai sejauh mana mereka setuju atau tidak setuju dengan pernyataan pada 4-point (1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Setuju dan 4 = Sangat Setuju). Versi asli skala ini hanya memiliki 1 item untuk masing-masing subskala sehingga skala dikembangkan terlebih dahulu dan diperoleh 30 item yang kemudian setelah diujicobakan didapati 22 item valid dengan koefisien alpha .861.
Tabel 2. Blueprint Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Aspek skala Favorable Unfavorable Item Valid setelah
Try Out
Jumlah Item Valid
setelah Try Out
Anti- Suap Anti-Gratifikasi Anti-Penipuan Anti-Menggembungkan Anti-Surat Kaleng Anti-Nepotism
1, 13, 20 2, 10, 24 3, 11, 30 4, 15, 25 16 6, 9, 28, 29
14, 22, 27 8 18, 21 7 5, 12, 19, 26 17, 23
13, 14, 20, 22, 27 8, 10, 24 11, 18, 21 4, 7, 15 12, 16, 19, 26 6, 17, 23, 29
5 3 3 3 4 4
Jumlah 17 13 22 22 Prosedur dan Analisa Data
Prosedur penelitian ini diawali dengan menyusun instrumen penelitian berupa skala likert. Untuk skala machiavellianism, digunakan skala adaptasi machiavellianism versi IV (Mach IV) yang disusun Christie dan Jolie dengan jumlah item 20. Sedangkan untuk skala anti-korupsi, digunakan skala kecenderungan perilaku anti-korupsi yang disusun oleh Wahyuni, Z. A., Adriani, Y., & Nihayah, Z., yang kemudian dikembangkan jumlah item dari masing-masing aspek dalam skala tersebut, jumlah total item skala menjadi 30 item. Setelah itu, dilakukan penyebaran angket untuk try out terhadap 50 orang guru dan staf di sekolah pada tanggal 18 – 23 November 2015. Skala disebar dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas dari instrumen. Pada skala adaptasi machiavellianism versi IV diketahui koefisien alpha .918 dengan 17 item valid. Sedangkan pada skala kecenderungan perilaku anti-korupsi, 22 item valid dengan koefisien alpha .861. Pada tahap pelaksanaan, skala dengan item valid setelah try out disebar untuk mendapatkan data penelitian pada subjek yang sesuai penelitian. Penelitian dilaksanaan pada tanggal 14 Desember 2015 – 4 Januari 2016 terhadap 50 pejabat struktural SD, SMP, dan SMK se-wilayah UPTD Kecamatan “X”. Skala penelitian diserahkan pada UPTD dan pendistribusian skala kepada masing-masing pejabat struktural dilakukan oleh petugas dari UPTD kecamatan tersebut. Uji analisa dilakukan setelahnya, data diinput dan diolah menggunakan analisa Korelasi Pearson dalam melakukan analisa data hasil instrument (skala) yang digunakan dalam penelitian ini. Uji analisa dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. SPSS versi 21.0 digunakan dalam melakukan analisa data. Hasil analisa dibahas secara keseluruhan dan peneliti mengambil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
13
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa hasil yang akan dijelaskan melalui tabel-tabel berikut. Karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian dijelaskan pada tabel pertama bab hasil penelitian ini. Subjek yang digunakan sejumlah 50 orang yang merupakan pejabat struktural SD, SMP, dan SMK se-wilayah UPTD Kecamatan “X”. Uraian lebih rinci mengenai subjek penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
Laki – Laki Perempuan Usia
31 – 40 Tahun 41 – 50 Tahun 51 – 60 Tahun 61 – 70 Tahun
26 24 11 12 26 1
52% 48% 22% 24% 52% 2%
Tabel 3 menunjukkan deskripsi subjek yang digunakan dalam penelitian ini. Diketahui subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah 26 orang atau sebesar 52% dan subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 24 orang atau sebesar 48%. Antara subjek yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan jumlahnya tidak terlalu berbeda. Ditinjau dari segi usia, subjek yang berusia 31 – 40 tahun sejumlah 11 orang atau sebesar 22%, usia 41 – 50 tahun sejumlah 12 orang atau sebesar 24%, usia 51 – 60 tahun sejumlah 26 orang atau sebesar 52%, dan usia 61 – 70 tahun sejumlah 1 orang atau sebesar 2%. Tabel 4. Penghitungan T-Skor Skala Machiavellianism
Kategori Interval Frekuensi Persentase
Tinggi Rendah
T-Skor ≥ 50 T-Skor < 50
25 25
50% 50%
Total 50 100%
Berdasarkan skala yang telah disebar maka diperoleh data bahwa subjek yang memiliki machiavellianism tinggi dan subjek yang memiliki machiavellianism rendah jumlahnya sama. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil yang diperoleh yaitu dari 50 subjek penelitian yang digunakan, 25 subjek dikategorikan memiliki machiavellianism tinggi dan 25 subjek dikategorikan memiliki machiavellianism rendah. Dapat pula dikatakan, besar persentase subjek pada masing-masing kategori adalah 50%. Selanjutnya berikut ini hasil t-skor skala kecenderungan perilaku anti-korupsi:
Tabel 5. Penghitungan T-Skor Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Kategori Interval Frekuensi Persentase
Tinggi Rendah
T-Skor ≥ 50 T-Skor < 50
29 21
58% 42%
Total 50 100%
14
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa subjek yang memiliki kecenderungan perilaku anti-korupsi tinggi lebih banyak daripada subjek yang memiliki kecenderungan perilaku anti-korupsi rendah. Hal tersebut dapat diketahui melalui data hasil penelitian, dimana subjek yang memiliki kecenderungan perilaku anti-korupsi tinggi sejumlah 29 orang, yang berarti 58% dari total subjek. Sedangkan subjek yang memiliki kecenderungan perilaku anti-korupsi rendah sejumlah 21 orang, yang berarti 42% dari total subjek.
Dari total keseluruhan subjek, 52% berjenis kelamin laki-laki dan 48% berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan skala Mach IV, untuk subjek berjenis kelamin laki-laki, 14 orang atau 28% tergolong mach tinggi dan 12 orang atau 24% tergolong mach rendah, sedangkan untuk subjek berjenis kelamin perempuan, 11 orang atau 22% tergolong mach tinggi dan 13 orang atau 26% tergolong mach rendah. Berdasarkan skala kecenderungan perilaku anti-korupsi, untuk subjek berjenis kelamin laki-laki, 14 orang atau 28% tergolong pada kategori tinggi dan 12 orang atau 24% tergolong pada kategori rendah, sedangkan untuk subjek berjenis kelamin perempuan, 15 orang atau 30% tergolong pada kategori tinggi dan 9 orang atau 18% tergolong pada kategori rendah.
Selanjutnya, mengenai hasil korelasi antara kedua variabel dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Korelasi Antara Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-
Korupsi
Koefisien Korelasi (r) Indeks Analisis
Koefisien Korelasi (r) Koefisien Determinasi (R2) Tingkat Signifikansi Nilai Signifikansi (p)
-0,343 0,118 5% (0,05) 0,015
Berdasarkan tabel korelasi dari perhitungan SPSS, diketahui adanya hubungan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi pada tingkat signifikansi 5% atau 0,05. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan nilai signifikansi yang ditunjukkan yaitu sebesar 0,015, lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan yaitu 0,05 (0,015 < 0,05). Skor koefisien korelasi (r) yaitu sebesar 0,343 dengan arah korelasi negatif, menunjukkan bahwa antara variabel machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi memiliki hubungan negatif. Artinya, semakin tinggi machiavellianism seseorang maka semakin rendah kecenderungan perilaku anti-korupsinya, dan sebaliknya semakin rendah machiavellianism seseorang maka semakin tinggi perilaku anti-korupsinya. Koefisien determinasi (R2) variabel machiavellianism berdasarkan hasil analisa data tersebut diketahui yaitu 0,118 yang berarti sumbangan efektif dari machiavellianism yang diberikan terhadap kecenderungan perilaku anti-korupsi adalah sebesar 11,8%. Ini berarti, 88,2% sisanya merupakan faktor lain terhadap kecenderungan perilaku anti-korupsi.
DISKUSI
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya hubungan negatif antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Hal ini berarti, semakin tinggi machiavellianism seseorang maka semakin rendah kecenderungan perilaku anti-korupsinya,
15
dan sebaliknya semakin rendah machiavellianism seseorang maka semakin tinggi kecenderungan perilaku anti-korupsinya. Pengaruh atau sumbangan efektif dari machiavellianism yang diberikan terhadap kecenderungan perilaku anti-korupsi hanya sebesar 11,8%, sehingga 88,2% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada korelasi negatif antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Korupsi yang merupakan masalah sangat besar saat ini menjadikan pentingnya untuk mengembangkan perilaku anti-korupsi di masyarakat. Selain berbagai upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Trisula penanggulangan korupsi seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan, serta gerakan anti-korupsi yang dilakukan masyarakat, upaya pencegahan juga menjadi wujud perilaku anti-korupsi. Salah satu upaya pencegahan korupsi yang dapat dilakukan untuk bisa lebih mengembangkan perilaku anti-korupsi, yaitu melalui pendidikan formal di sekolah. Hakim (2012) menambahkan upaya pencegahan budaya korupsi di masyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa melalui pendidikan. Penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku anti-korupsi dilakukan melalui sekolah karena sekolah adalah proses pembudayaan. Menjadikan peserta didik sebagai target, dan menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permisif (serba membolehkan) untuk korupsi merupakan dua langkah pencegahan pada anak didik di usia dini yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga pendidik yang baik dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi terutama di bidang pendidikan ini. Perilaku anti korupsi menjadi bahasan yang sangat menarik mengingat banyak kasus dan studi yang membahas mengenai korupsi. Korupsi dapat dikaitkan dengan perilaku unethical behavior. Studi terkait machiavellianism dengan unethical behavior, Turan (2015), menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara machiavellianism dengan psychological withdrawal behavior, physical withdrawal behavior dan antagonistic behavior. Tipe mach tinggi lebih mungkin untuk mewakili tingkat atas perilaku penarikan baik psikologis, fisik, maupun perilaku antagonis. Withdrawal behavior adalah serangkaian sikap dan perilaku yang diambil ketika seseorang sudah tidak banyak berpartisipasi dalam pekerjaan mereka, seperti terkait absensi, keterlambatan, intensi untuk meninggalkan pekerjaan, dan lain-lain. Antagonistic behavior mengacu pada perilaku seperti berdebat dengan sesama pekerja, tidak mematuhi supervisor, sengaja menyebarkan rumor atau gosip, dan lainnya. Tipe mach tinggi yang memiliki kecenderungan untuk melakukan unethical behavior seperti withdrawal behavior dan antagonistic behavior, menjadi memiliki kecenderungan pula untuk berbuat tidak etis seperti korupsi. Dapat dikatakan kecenderungan perilaku anti-korupsi tipe mach adalah rendah. Beberapa studi lainnya, penelitian terkait korupsi atau lebih yang difokuskan pada unethical behavior dihubungkan dengan personality banyak difokuskan pada big five personality dan lainnya, namun kita dapat menemukan keterkaitan antara big five personality tersebut dengan machiavellianism. Seperti hasil temuan Lee dan Ashton (2005), yang melakukan penelitian terhadap psychopathy, machiavellianism, dan narcissim dihubungkan dengan big five personality dan HEXACO model of personality structure. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi negatif yang kuat antara machavellianism dengan faktor honesty-humanility HEXACO. Machiavellianism juga menunjukkan adanya korelasi yang negatif dengan agreeableness big five. Baik dihubungkan dengan big five personality maupun HEXACO model of personality structure, ditemukan adanya hubungan negatif yang dikaitkan dengan machiavellianism. Seseorang dengan machiavellianism tinggi akan memiliki kecenderungan
16
untuk bertindak tidak jujur dan sulit dalam penerimaan, sehingga kemungkinan untuk melakukan tindakan tidak etis seperti korupsi pun juga cenderung tinggi. Selain itu, studi lain yang juga sesuai dengan hasil penelitian di atas, dilakukan Paulhus dan Williams (2002). Machiavellianism berkorelasi dengan big five personality yaitu disagreeableness dan diketahui rendah pada conscientiousness. Hasil menunjukkan bahwa tipe mach cenderung sulit dalam hal penerimaan dan memiliki kesadaran rendah, kemungkinan untuk bertindak tidak etis pun juga akan cenderung tinggi. Tipe mach yang berorientasi pada hasil akan melakukan berbagai cara demi tercapainya tujuan mereka walaupun mungkin saja yang mereka lakukan melanggar norma, mereka akan sulit menerima apabila tujuan mereka tidak tercapai. Studi menunjukkan kecenderungan yang tinggi tipe mach terhadap perilaku tidak etis seperti korupsi berkaitan dengan perilaku anti-korupsi tipe mach yang rendah. Hasil uji korelasi dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, ditemukan adanya kesesuaian hasil penelitian, ada hubungan negatif antara kedua variabel penelitian, dengan angka korelasi 0.343. Semakin tinggi machiavelianism seseorang, semakin rendah kecenderungannya untuk berperilaku anti-korupsi. Tingginya machiavellianism seseorang dapat dikaitkan dengan tingginya kecenderungan seseorang untuk berperilaku tidak etis seperti melakukan korupsi, dan menjadi memiliki kecenderungan rendah dengan perilaku yang lebih etis seperti anti-korupsi. Antara tipe mach dan perilaku korupsi yang sama-sama berorientasi pada hasil atau tujuan pribadi serta cenderung melakukan perbuatan yang tidak etis dalam mencapai tujuan tersebut menunjukkan adanya dinamika atau keterkaitan antara machivellianism dengan korupsi. Tipe mach yang memiliki kecenderungan melakukan korupsi menunjukkan bahwa perilaku anti-korupsi tipe mach adalah rendah, sehingga dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu machivellianism dengan korupsi menjadi berkorelasi negatif. Tipe Mach tinggi memiliki kecenderungan manipulatif dan sangat berorientasi pada hasil atau tujuan, bahkan walaupun harus menggunakan cara yang tidak etis. Kecenderungan memanipulasi dan berperilaku amoral, menggunakan taktik manipulasi pikiran, penipuan, dan menjilat banyak digunakan demi mendapatkan tujuan mereka. Dengan lebih tolerannya mereka dengan perilaku amoral, kecenderungan mereka untuk bertindak secara tidak etis di tempat kerja pun semakin tinggi. Korupsi bisa menjadi salah satu perilaku tidak etis yang mereka dapat lakukan mengingat perilaku ini memiliki tujuan memperkaya diri atau untuk kepentingan pribadi. Hal-hal yang dilakukan seperti terkait suap, penggelapan, penyalahgunaan jabatan dan lain-lain membuat seseorang bertindak menyalahi aturan, norma, dan hukum demi kepentingan pribadi. Perilaku seperti ini sangat mungkin terjadi di tempat kerja terutama pada seseorang yang memiliki kesempatan atau peluang tinggi bertindak demikian, baik karena kedudukan atau jabatan, maupun desakan situasi yang ada. Tingginya kecenderungan tipe mach untuk melakukan korupsi, tidak menunjukkan adanya kecenderungan untuk berperilaku anti-korupsi. Kontribusi pengaruh machiavellianism terhadap kecencerungan perilaku anti-korupsi menunjukkan kontribusi yang rendah. Besarnya pengaruh yang diberikan machiavellianism terhadap kecenderungan perilaku anti-korupsi hanya sebesar 11,8% yang dapat diketahui melalui nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,118. Dapat dikatakan 88,2% lainnya merupakan kontribusi pengaruh dari faktor-faktor lain. Banyak faktor yang menjadi konstributor lain seperti faktor kepribadian lain, lingkungan, maupun iklim organisasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
17
Machiavellianism merupakan salah satu tipe kepribadian yang telah dibuktikan memengaruhi kecenderungan perilaku anti-korupsi seseorang. Namun demikian, masih banyak faktor-faktor kepribadian lain seperti big five personality, motif sosial, locus of control, integritas, atau disengagement moral serta faktor motivasi. Faktor lainnya berasal dari faktor eksternal seperti birokrasi, penegakan hukum, system politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain. Artinya, machiavellianism bukanlah satu-satunya faktor kepribadian yang memengaruhi, dan faktor kepribadian sendiri bukan juga satu-satunya faktor yang memengaruhi kecenderungan perilaku anti-korupsi seseorang, atau dapat dikatakan masih banyak faktor lain yang bisa menjadi penyebab kecenderungan perilaku anti-korupsi seseorang. Pada skala machiavellianism 50% subjek berada pada kategori tinggi dan 50% subjek berada pada kategori rendah. Sedangkan pada skala kecenderungan perilaku anti-korupsi 58% subjek berada pada kategori tinggi dan 42% subjek berada pada kategori rendah. Menjadi hal yang menarik karena diketahui frekuensi subjek pada kategori tinggi dan rendah skala machiavellianism adalah sama. Artinya, secara keseluruhan, machiavellianism subjek tidak terlihat lebih pada kategori tinggi atau pada kategori rendah, sehingga sumbangan efektif machiavellianism terhadap kecencerungan perilaku anti-korupsi menjadi tidak begitu besar. Hasil tersebut bisa terkait dengan jumlah subjek penelitian yang hanya 50 orang dan sebagai keterbatasan dalam penelitian ini. Jumlah subjek hanya 50 karena hanya difokuskan pada satu daerah (Kecamatan “X”), membuat penelitian ini terkesan kurang bisa mewakili populasi. Hal ini terkait pula dengan adanya keterbatasan waktu dan kondisi.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima karena terdapat hubungan yang negatif antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan sebesar 0,015 (< 0,05) dan dengan hasil koefisien korelasi (r) sebesar 0,343 dengan arah korelasi negatif. Sumbangan efektif (R2) dari machiavellianism yang diberikan terhadap kecenderungan perilaku anti-korupsi adalah sebesar 11,8%. Dengan demikian, semakin tinggi machiavellianism seseorang maka semakin rendah kecenderungan perilaku anti-korupsinya, dan sebaliknya semakin rendah machiavellianism seseorang maka semakin tinggi perilaku anti-korupsinya. Implikasi dari penelitian ini, yaitu terhadap instansi terkait diharapkan dapat dijadikan masukan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rekrutmen pejabat struktural, hal ini dikarenakan ditemukan adanya keterkaitan antara machiavellianism dengan kecenderungan perilaku anti-korupsi. Sehingga dalam perekrutan pejabat nantinya bisa lebih dihindari adanya perekrutan pejabat yang terindikasi memiliki machiavellianism tinggi dan pejabat terpilih merupakan pejabat dengan kepribadian yang baik. Kemudian, bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait variabel kecenderungan anti-korupsi disarankan untuk menghubungkan dengan varibel lainnya menggunakan tipe kepribadian lainnya, atau bahkan mencoba mengaitkan dengan aspek psikologi lain selain kepribadian, yang mungkin saja juga memiliki sumbangan efektif lain terhadap kecenderungan perilaku anti-korupsi. Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan dengan menggunakan subjek lain secara lebih luas dan dengan jumlah subjek yang lebih banyak sehingga hasil penelitian nantinya akan lebih bisa bersifat menyeluruh tidak terkait dengan instansi tertentu.
18
REFERENSI
Abidin, Z. & Siswadi, G.P. (2014). Faktor-faktor psikologis perilaku korupsi dan peran
psikologi dalam pemberantasan korupsi. Dalam A. Supratiknya, Faturochman, & Hana Panggabean (Eds), Bunga rampai psikologi 2 (hal. 45-68). Jakarta: HIMPSI.
Adejumo, A. O. (2010). Relationship between psycho-demographic factors and civil servants
attitudes to corruption in osun state, nigeria. Internet Journal of Criminology, 1-13. Alatas, S. H. (1986). Sosiologi korupsi: Sebuah penjelajahan dengan data kontemporer.
Jakarta: LP3ES. Anti-Corruption Clearing House. (2015). Potensi korupsi dunia pendidikan. (Online). Diakses
pada 31 Januari 2015 diperoleh dari http://acch.kpk.go.id/tema/-/blogs/potensi-korupsi-dunia-pendidikan
Corral, S. & Calvete, E. (2000). Machiavellianism: Dimensionality of the mach iv and its
relation to self-monitoring in a spanish sample. The Spanish Journal of Psychology, 3 (1), 3-13.
Dahling, J. J., Kuyumcu, D., & Librizzi, E. H. (2015). Implications for individual well-being.
In Robert A. Giacalone & Mark D. Promislo (Eds), The handbook of unethical work behavior (hal. 183-194). New York: Routledge.
Dahling, J. J., Whitaker, B. J., & Levy, P. E. (2009). The development and validation of a
new machiavellianism scale. Journal of Management, 35 (2), 219-257. Dayakisni, T. 2015. Hubungan sinisme sosial dengan sikap remaja terhadap korupsi.
Seminar Psikologi & Kemanusiaan (Psychology Forum UMM, ISBN: 978-979-796-324-8) 401-406.
Deliani, E. (2012). Pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli pada remaja.
Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Djaja, E. (2010). Memberantas korupsi bersama KPK: kajian yuridis UURI no. 31 tahun
1999 juncto UURI no. 20 tahun 2001 versi UURI no. 30 tahun 2002 juncto UURI no. 46 tahun 2009. Jakarta: Sinar Grafika.
Fiardini, R. (2015). Alumni lintas universitas deklarasikan gerakan anti-korupsi. (Online).
Diakses pada 31 Januari 2015 diperoleh dari http://news.okezone.com/read/2015/09/29/337/1222932/alumni-lintas-universitas-deklarasikan-gerakan-anti-korupsi.
Garner, B. A. (Ed.). (2009). Black’s law dictionary (9th ed.). Opperman Drive: West. Gunnthorsdottir, A., McCabe, K., & Smith, V. (2002). Using the machiavellianism
instrument to predict trustworthiness in a bargaining game. Journal of Economic Psychology, 23, 49–66.
19
Hakim, L. (2012). Model integrasi pendidikan anti korupsi dalam kurikulum pendidikan islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim, 10 (2), 141-156.
Independent Commission Against Corruption, New South Wales. What is corrupt conduct?
(Online). Diakses pada 5 Oktober 2015 diperoleh dari http://www.icac.nsw.gov.au/about-corruption/what-is-corrupt-conduct.
Jones, D. N. & Paulhus, D. L. (2009). Machiavellianism. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds).
Individual differences in social behavior (hal. 93-108). New York: Guilford. Lee, K. & Ashton, M. C. (2005). Psychopathy, machiavellianism, and narcissism in the five-
factor model and the hexaco model of personality structure. Personality and Individual Differences, 38, 1571-1582.
Mashal, A. M. (2011). Corruption and resource allocation distortion for “ESCWA” countries.
International Journal of Economics and Management Sciences, 1 (4) 71-83. Montessori, M. (2012). Pendidikan antikorupsi sebagai pendidikan karakter di sekolah. Jurnal
Ilmiah Politik Kenegaraan, 11 (1), 293-301. Noor, J. (2014). Metodologi penelitian: skripsi, tesis, disertasi, dan karya ilmiah. Jakarta:
Kencana. Paulhus, D. L. & Williams, K. M. (2002). The dark triad of personality: narcissism,
machiavellianism, and psychopathy. Journal of Research in Personality, 36 556-563. Salama, N. (2014). Motif dan proses psikologis korupsi. Jurnal Psikologi, 41 (2), 149-164. Santiago, F. (2014). Strategi pemberantasan kejahatan korupsi: Kajian legal sosiologis. Jurnal
Lex Publica, 1 (1), 55-69. Sari, I. P. (2015). Korupsi dan dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis anak. Seminar
Psikologi & Kemanusiaan (Psychology Forum UMM, ISBN: 978-979-796-324-8) 169-174.
Spain, S. M., Harms, P. & Lebreton, J. M. (2013). The dark side of personality at work.
Journal of Organizational Behavior. Published online in Wiley Online Library (wileyonline library.com) doi : 10.1002/job.1894.
Stone, T. H., Kisamore, L. J., Kluemper, D., Jawahar, I. M. (2012). Whistle-blowing in the
classroom?. Journal of Higher Education Theory and Practice, 12 (5), 11-26. Sudiono, A. (2015). Bendahara UPTD dindik di sidoarjo dalangi pembobolan BPR Rp 12 M.
(Online). Diakses pada 31 Januari 2015 diperoleh dari http://www.beritasatu.com/nasional/272864-bendahara-uptd-dindik-di-sidoarjo-dalangi-pembobolan-bpr-rp-12-m.html.
20
Turan, A. (2015). Examining the impact of machiavellianism on psychological withdrawal, physical withdrawal and antagonistic behavior. International Journal of Global Business and Managment, 7 (3), 87-103.
Zińczuk, B., Cichorzewska, M., & Walczewski, M. (2013). The analysis of unethical
behavior among employees in enterprises – a pilot study in the automotive industry. Paper presented at the Management, Knowledge and Learning, International Conference, Zadar, Croatia, 19-21 June 2013.
Zein. (2013). Kepsek sman 1 sidoarjo terindikasi korupsi dana BOS. (Online). Diakses pada
31 Januari 2015 diperoleh dari http://harianjayapos.com/detail-4573-kepsek-sman-1-sidoarjo--terindikasi-korupsi-dana-bos.html.
Wahyuni, Z. I., Adriani, Y., Nihayah, Z. (2015). The relationship between religious
orientation, moral integrity, personality, organizational climate and anti corruption intentions in Indonesia. International Journal of Social Science and Humanity, 2 (10), 860-864.
23
Blueprint Skala Tryout Machiavellianism
Aspek skala Favorable Unfavorable Jumlah
Item
Negative Interpersonal Tactics 1, 2, 12, 15 4
Positive Interpersonal Tactics 3, 6, 7, 9, 10, 16 6
Cynical View of Human Nature 5, 8, 13,17, 18, 20 6
Positive View of Human Nature 4, 11, 14, 19 4
Jumlah 10 10 20
Blueprint Skala Penelitian Machiavellianism
Aspek skala Favorable Unfavorable Jumlah
Item
Negative Interpersonal Tactics 1, 10, 13 3
Positive Interpersonal Tactics 2, 5, 7, 8, 14 5
Cynical View of Human Nature 4, 6, 11, 15, 16, 17 6
Positive View of Human Nature 3, 9, 12 3
Jumlah 9 8 17
24
Blueprint Skala Tryout Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Aspek skala Favorable Unfavorable Jumlah Item
Anti- Suap 1, 13, 20 14, 22, 27 6
Anti-Gratifikasi 2, 10, 24 8 4
Anti-Penipuan 3, 11, 30 18, 21 5
Anti-Menggembungkan 4, 15, 25 7 4
Anti-Surat Kaleng 16 5, 12, 19, 26 5
Anti-Nepotism 6, 9, 28, 29 17, 23 6
Jumlah 17 13 30
Blueprint Skala Penelitian Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Aspek skala Favorable Unfavorable Jumlah Item
Anti- Suap 8, 15 9, 17, 21 5
Anti-Gratifikasi 5, 19 4 3
Anti-Penipuan 6 13, 16 3
Anti-Menggembungkan 1, 10 3 3
Anti-Surat Kaleng 11 7, 14, 20 4
Anti-Nepotism 2, 22 12, 18 4
Jumlah 10 12 22
28
Output Data Skala Machiavellianism
Reliability Machiavellianism
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.902 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 52.30 219.112 .732 .892
item_2 51.54 232.947 .256 .906
item_3 53.70 226.908 .648 .895
item_4 52.80 225.469 .498 .898
item_5 52.18 216.396 .708 .892
item_6 53.82 235.742 .339 .901
item_7 53.12 239.047 .183 .905
item_8 52.26 222.727 .552 .896
item_9 53.96 241.100 .345 .901
item_10 53.94 240.833 .339 .901
item_11 52.78 217.359 .740 .891
item_12 52.12 213.740 .682 .892
item_13 52.42 212.044 .722 .891
item_14 52.60 219.633 .772 .891
item_15 52.66 217.045 .735 .891
item_16 52.78 222.869 .726 .893
item_17 52.62 222.322 .569 .896
item_18 53.54 215.723 .729 .891
item_19 51.10 232.500 .233 .908
item_20 52.26 219.584 .434 .902
29
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.918 17
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 41.56 184.088 .728 .910
item_3 42.96 190.366 .676 .912
item_4 42.06 189.935 .492 .916
item_5 41.44 180.945 .722 .910
item_6 43.08 199.422 .331 .919
item_8 41.52 186.744 .566 .914
item_9 43.22 204.665 .316 .919
item_10 43.20 203.592 .359 .919
item_11 42.04 184.243 .682 .911
item_12 41.38 178.526 .693 .911
item_13 41.68 177.732 .714 .910
item_14 41.86 184.694 .763 .909
item_15 41.92 181.871 .741 .909
item_16 42.04 188.202 .698 .911
item_17 41.88 185.087 .619 .913
item_18 42.80 180.041 .752 .909
item_20 41.52 181.847 .483 .920
30
Output Data Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Reliability Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.846 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 93.42 72.820 .328 .842
item_2 94.10 75.888 .015 .851
item_3 93.36 72.358 .358 .841
item_4 93.10 71.071 .561 .836
item_5 93.74 73.258 .230 .845
item_6 93.26 73.013 .321 .842
item_7 93.86 70.286 .343 .842
item_8 93.64 70.643 .466 .838
item_9 93.62 76.444 -.043 .855
item_10 93.50 71.561 .386 .840
item_11 93.40 72.531 .351 .841
item_12 93.28 72.247 .316 .842
item_13 93.28 71.104 .378 .840
item_14 93.28 70.206 .551 .836
item_15 93.00 72.041 .518 .838
item_16 93.22 71.522 .473 .838
item_17 93.72 69.512 .520 .836
item_18 93.54 72.253 .320 .842
item_19 93.32 69.569 .590 .834
item_20 93.12 71.904 .340 .842
31
item_21 93.68 69.691 .503 .836
item_22 93.50 70.214 .462 .838
item_23 93.30 70.459 .530 .836
item_24 93.58 72.820 .301 .843
item_25 93.24 71.615 .294 .844
item_26 93.24 70.390 .415 .839
item_27 93.54 69.029 .556 .834
item_28 93.44 73.598 .207 .846
item_29 93.46 72.662 .313 .842
item_30 93.40 74.531 .153 .847
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.863 25
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 78.42 64.616 .288 .861
item_3 78.36 64.317 .305 .861
item_4 78.10 62.663 .554 .854
item_6 78.26 64.523 .310 .860
item_7 78.86 62.164 .320 .862
item_8 78.64 62.031 .482 .856
item_10 78.50 62.786 .412 .858
item_11 78.40 63.878 .361 .859
item_12 78.28 63.716 .314 .861
item_13 78.28 62.491 .390 .859
item_14 78.28 61.757 .555 .854
item_15 78.00 63.633 .503 .856
item_16 78.22 63.114 .464 .857
32
item_17 78.72 60.777 .553 .853
item_18 78.54 63.233 .364 .859
item_19 78.32 61.120 .597 .852
item_20 78.12 63.210 .355 .860
item_21 78.68 61.079 .523 .854
item_22 78.50 61.480 .490 .855
item_23 78.30 62.133 .519 .855
item_24 78.58 64.044 .321 .860
item_25 78.24 63.329 .276 .863
item_26 78.24 62.145 .399 .858
item_27 78.54 60.376 .583 .852
item_29 78.46 64.090 .313 .861
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.863 24
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 75.00 60.449 .275 .862
item_3 74.94 60.139 .295 .862
item_4 74.68 58.426 .558 .855
item_6 74.84 60.219 .314 .861
item_7 75.44 58.211 .302 .864
item_8 75.22 57.849 .481 .856
item_10 75.08 58.402 .429 .858
item_11 74.98 59.571 .367 .860
item_12 74.86 59.511 .310 .862
item_13 74.86 58.082 .408 .859
item_14 74.86 57.633 .549 .854
33
item_15 74.58 59.473 .491 .857
item_16 74.80 58.939 .458 .857
item_17 75.30 56.622 .553 .854
item_18 75.12 59.169 .348 .860
item_19 74.90 57.071 .586 .853
item_20 74.70 59.235 .331 .861
item_21 75.26 56.686 .545 .854
item_22 75.08 57.136 .506 .855
item_23 74.88 58.067 .506 .856
item_24 75.16 59.647 .335 .861
item_26 74.82 57.702 .420 .858
item_27 75.12 56.026 .604 .852
item_29 75.04 59.917 .304 .862
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.862 23
34
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_3 71.70 57.480 .278 .861
item_4 71.44 55.802 .539 .854
item_6 71.60 57.510 .301 .861
item_7 72.20 55.429 .302 .864
item_8 71.98 55.040 .486 .855
item_10 71.84 55.525 .440 .856
item_11 71.74 56.645 .382 .858
item_12 71.62 56.730 .308 .861
item_13 71.62 55.424 .398 .858
item_14 71.62 54.934 .543 .853
item_15 71.34 56.760 .480 .856
item_16 71.56 56.170 .456 .856
item_17 72.06 53.813 .561 .852
item_18 71.88 56.475 .338 .860
item_19 71.66 54.311 .588 .852
item_20 71.46 56.417 .333 .860
item_21 72.02 54.020 .539 .853
item_22 71.84 54.300 .515 .854
item_23 71.64 55.337 .502 .855
item_24 71.92 56.687 .352 .859
item_26 71.58 54.902 .424 .857
item_27 71.88 53.251 .610 .850
item_29 71.80 57.061 .309 .861
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
35
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.861 22
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_4 68.14 53.062 .524 .854
item_6 68.30 54.541 .310 .860
item_7 68.90 52.500 .307 .863
item_8 68.68 52.263 .479 .854
item_10 68.54 52.621 .445 .855
item_11 68.44 53.680 .391 .857
item_12 68.32 53.651 .328 .860
item_13 68.32 52.549 .400 .857
item_14 68.32 52.059 .547 .852
item_15 68.04 53.794 .492 .855
item_16 68.26 53.217 .467 .855
item_17 68.76 51.125 .549 .851
item_18 68.58 53.555 .342 .859
item_19 68.36 51.541 .583 .851
item_20 68.16 53.647 .322 .860
item_21 68.72 51.430 .517 .853
item_22 68.54 51.478 .515 .853
item_23 68.34 52.556 .495 .854
item_24 68.62 53.751 .358 .858
item_26 68.28 52.042 .426 .856
item_27 68.58 50.453 .610 .849
item_29 68.50 54.296 .295 .860
37
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG JL. Raya Tlogomas No.246 464318 Malang 65144
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan guna penyusunan skripsi, saya Rani
Soraya mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, dengan rasa
hormat memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk membantu memberikan data penelitian dengan
cara mengisi skala yang saya sediakan. Hasil dari pengisian skala ini tidak ada kaitannya
dengan prestasi atau kinerja Bapak/Ibu dan juga tidak berimplikasi terhadap penilaian diri
Bapak/Ibu. Selain itu, dalam skala ini tidak ada jawaban benar maupun salah. Oleh karena itu,
dimohon untuk tidak ragu-ragu dalam menjawab setiap pernyataan yang ada sesuai dengan
diri pribadi Bapak/Ibu. Hasil penelitian ini sangat bergantung pada data yang Bapak/Ibu
berikan. Kelengkapan dalam pengisian skala ini sangat saya harapkan dan saya akan
menjamin kerahasiaan dari data yang diberikan.
Terima kasih atas kesediaan serta kerjasama Bapak/Ibu dalam meluangkan waktu
mengisi lembar skala penelitian ini. Semoga partisipasi Bapak/Ibu bermanfaat untuk
pengembangan pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat saya,
Rani Soraya
38
Nama / Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :
Petunjuk pengisian :
Di bawah ini ada sejumlah pernyataan, dimana masing-masing mewakili pendapat
Anda dan dalam hal ini tidak ada jawaban benar maupun salah. Apabila Anda menemukan
pilihan nomor yang tidak sesuai dengan pendapat Anda maka pilihlah salah satu yang terdekat
dengan keadaan yang Anda rasakan.
Bacalah setiap pernyataan secara seksama, kemudian berikan tanda silang (X) pada
kolom angka sesuai tingkat persetujuan Anda pada tiap pernyataan, angka-angka tersebut
memiliki arti sebagai berikut :
1 = Sangat Tidak Setuju 4 = Sedikit Setuju
2 = Tidak Setuju 5 = Setuju
3 = Sedikit Tidak Setuju 6 = Sangat Setuju
No. Item 1 2 3 4 5 6
1. Jangan pernah memberi tahu seseorang alasan
sebenarnya Anda melakukan suatu hal kecuali jika
memberitahukannya dapat mendatangkan manfaat.
2. Seseorang hendaknya bertindak ketika dia yakin bahwa
tindakan tersebut tidak menyalahi norma.
3. Kebanyakan orang pada dasarnya baik dan ramah.
4. Saya rasa sah-sah saja untuk beranggapan bahwa semua
orang memiliki sisi buruk dan sifat tersebut dapat
muncul ketika mereka diberi kesempatan.
5. Kejujuran adalah jalan terbaik untuk setiap persoalan.
6. Pada umumnya, seseorang tidak akan bekerja keras
kecuali apabila mereka dipaksa untuk melakukannya.
39
No. Item 1 2 3 4 5 6
7. Setelah dipikirkan, lebih baik menjadi rendah hati dan
jujur daripada menjadi orang terpandang dan tidak
jujur.
8. Ketika meminta seseorang melakukan sesuatu untuk
Anda, sebaiknya Anda memberikan alasan sebenarnya
mengapa Anda menginginkannya daripada memberi
alasan yang dibuat-buat.
9. Kebanyakan orang sukses di dunia ini mengedepankan
kehidupan yang bersih dan bermoral.
10. Mempercayai orang lain sepenuhnya sama saja dengan
mencari masalah.
11. Perbedaan terbesar antara para kriminal dan orang-
orang pada umumnya adalah bahwa mereka cukup
bodoh untuk tertangkap.
12. Kebanyakan orang itu pemberani.
13. Menyanjung-nyanjung orang-orang penting itu hal yang
wajar.
14. Bersikap baik di setiap keadaan itu mungkin untuk
dilakukan.
15. Barnum (nama tokoh) salah apabila berpikir bahwa
setiap menit ada seorang pecundang yang dilahirkan.
16. Anda sulit untuk maju apabila tidak berbuat curang.
17. Kebanyakan orang lebih mudah melupakan kapan
mereka kehilangan ayah daripada kapan mereka
kehilangan harta benda.
40
Petunjuk pengisian :
Di bawah ini ada sejumlah pernyataan, dimana masing-masing mewakili pendapat
Anda dan dalam hal ini tidak ada jawaban benar maupun salah. Apabila Anda menemukan
pilihan nomor yang tidak sesuai dengan pendapat Anda maka pilihlah salah satu yang terdekat
dengan keadaan yang Anda rasakan.
Bacalah setiap pernyataan secara seksama, kemudian berikan tanda silang (X) pada
kolom angka sesuai tingkat persetujuan Anda pada tiap pernyataan, angka-angka tersebut
memiliki arti sebagai berikut :
1 = Sangat Tidak Setuju 3 = Setuju
2 = Tidak Setuju 4 = Sangat Setuju
No. Item 1 2 3 4
1. Saya tidak pernah berpikir untuk menggelembungkan harga
pada pembelanjaan kantor.
2. Objektivitas dan profesionalitas sangat penting untuk diterapkan
dalam bekerja.
3. Biaya tagihan dalam laporan dapat diubah/direvisi jika dirasa
terlalu merugikan.
4. Mendapatkan hadiah sebagai imbalan setelah melaksanakan
tugas adalah hal yang menyenangkan.
5. Saya menolak pemberian hadiah atas pekerjaan yang telah saya
lakukan walaupun orang yang memberikan hadiah tersebut tulus
dan ikhlas.
6. Saya akan melaporkan kecurangan yang terjadi di tempat kerja
saya kepada pihak berwenang.
7. Saya meminta seseorang membayar lebih apabila mereka ingin
permintaannya segera dipenuhi.
8. Pemberian hadiah apapun tidak akan mempengaruhi saya dalam
bekerja.
9. Saya melaksanakan pekerjaan yang diminta seseorang setelah
orang tersebut memberikan hadiah kepada saya.
41
No. Item 1 2 3 4
10. Harga barang dalam laporan belanja harus dituliskan sesuai
harga asli barang tersebut.
11. Saya tidak akan melakukan pemerasan dan pemaksaan terhadap
seseorang demi mendapatkan kesepakatan.
12. Saya dengan senang hati menerima permintaan teman saya yang
meminta agar anaknya dapat dipastikan diterima di sekolah
tempat saya bekerja sebagai tanda pertemanan.
13. Mobil kantor yang sekiranya bisa bermanfaat akan saya gunakan
untuk pulang dan saya kembalikan keesokan harinya.
14. Penggunaan ancaman terhadap orang lain wajar dilakukan
apabila kondisi sedang mendesak demi memperoleh sesuatu.
15. Menerima sejumlah uang dalam jumlah besar sekalipun, untuk
pekerjaan yang bertentangan dengan hukum adalah hal yang
tidak dapat dibenarkan.
16. Saya akan menggunakan printer kantor untuk mencetak lembar
tugas anak saya apabila printer di rumah rusak.
17. Apabila saya melanggar aturan lalu lintas dan saya ditilang oleh
polisi, saya akan memberikan uang agar tidak disidang.
18. Pengangkatan kerabat sebagai staf/karyawan tanpa tes di instansi
yang saya pimpin adalah hal yang seharusnya dilakukan.
19. Menurut saya, pemberian parcel kepada staf/karyawan tidak
penting dan tidak perlu dilakukan.
20. Ketika mengetahui seseorang memanipulasi hasil laporan
pekerjaan, saya meminta sejumlah uang sebagai uang tutup
mulut.
21. Saya biasanya memberikan uang/barang tertentu untuk
mempermudah urusan saya.
22. Saya menolak apabila ada keluarga yang meminta agar dapat
bekerja di instansi yang saya pimpim tanpa tes.
43
Input Data Penelitian Skala Machiavellianism
No. Item
Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 4 3 2 5 2 4 2 4 2 4 4 5 4 2 6 3 6 62
2 6 1 2 5 2 5 2 2 3 3 2 6 3 1 1 2 1 47
3 4 2 5 2 2 2 2 2 2 3 2 4 2 2 2 1 2 41
4 3 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 3 3 2 2 1 2 29
5 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 5 1 2 1 43
6 4 1 2 2 1 5 1 2 1 2 4 2 5 1 1 1 1 36
7 3 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 3 3 2 6 1 1 32
8 6 1 2 5 1 3 1 2 2 2 1 6 4 5 1 1 1 44
9 4 1 2 4 2 2 1 2 2 4 2 3 2 2 1 1 1 36
10 3 1 2 4 1 2 1 2 2 2 2 3 3 1 2 1 5 37
11 3 1 2 5 1 3 1 2 1 3 5 3 4 2 2 1 2 41
12 4 1 5 3 1 4 2 5 5 4 3 4 4 5 3 2 3 58
13 3 2 3 5 2 4 2 3 3 3 4 2 2 1 1 2 1 43
14 3 2 3 5 2 4 2 3 3 4 3 3 5 6 1 2 1 52
15 3 1 2 5 1 2 1 2 2 2 2 3 3 2 2 1 1 35
16 6 1 2 5 1 3 1 2 1 3 5 5 5 5 1 1 1 48
17 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 29
18 5 1 2 5 1 5 1 2 1 2 2 4 5 3 1 1 1 42
19 2 2 3 5 2 4 2 3 3 4 3 2 2 1 2 2 3 45
20 5 2 3 5 2 4 2 3 3 4 3 5 5 3 2 2 3 56
21 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 30
22 3 2 3 2 2 4 2 3 2 3 4 3 3 2 3 2 2 45
23 4 1 3 2 1 3 1 2 1 2 2 2 3 1 2 1 2 33
24 2 2 2 5 2 5 2 2 2 3 2 2 2 2 6 2 1 44
25 2 3 2 5 3 5 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 43
26 6 1 2 5 1 2 1 2 2 1 5 6 6 3 1 1 1 46
27 3 2 2 5 2 2 2 2 2 4 2 3 3 3 2 2 2 43
28 3 2 2 5 2 3 2 2 2 4 3 2 2 2 5 2 3 46
29 5 1 2 5 2 4 2 2 2 4 3 3 3 2 6 2 6 54
30 3 1 2 5 1 2 1 2 3 4 2 3 3 2 1 1 1 37
31 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 3 5 2 2 42
32 3 1 2 5 1 2 1 2 2 4 2 3 3 3 2 1 2 39
33 2 1 2 5 1 3 1 2 1 5 5 2 3 3 2 1 2 41
34 4 1 2 2 2 2 2 2 2 4 2 4 3 3 2 1 2 40
35 2 1 2 5 1 2 1 2 2 4 2 2 2 2 1 1 1 33
36 4 2 1 2 2 2 1 1 1 4 4 4 4 2 2 2 2 40
37 2 1 1 2 1 2 1 1 1 4 4 2 4 2 2 1 3 34
38 5 3 3 5 3 4 3 1 3 4 4 4 4 2 2 3 3 56
39 2 1 2 1 1 4 1 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 32
40 4 2 4 2 2 4 2 4 4 2 2 4 3 2 6 2 6 55
44
41 3 2 2 5 2 2 2 2 2 3 4 3 3 4 3 2 1 45
42 2 2 2 5 2 1 2 2 2 4 3 2 2 2 5 2 4 44
43 6 3 2 5 3 5 3 2 2 5 4 5 3 3 1 3 1 56
44 3 1 2 5 2 2 2 2 2 2 1 3 5 2 5 1 2 42
45 2 3 2 4 3 4 3 1 2 4 3 2 2 2 3 3 3 46
46 3 2 2 4 2 2 1 2 3 4 2 3 3 2 1 1 1 38
47 6 1 2 5 1 2 1 2 3 4 2 6 4 2 1 1 1 44
48 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 6 26
49 5 1 2 2 1 4 1 2 2 3 5 4 4 2 2 1 2 43
50 3 1 2 2 1 2 1 2 3 4 2 3 3 2 1 1 1 34
45
Input Data Penelitian Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
No.
Item
Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 4 1 2 2 2 3 3 2 2 55
2 4 4 3 2 3 2 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 70
3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 4 3 1 4 3 3 4 3 3 3 68
4 3 3 4 2 2 2 4 4 2 3 3 4 3 3 3 3 3 3 1 4 2 3 64
5 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 71
6 4 4 2 2 2 2 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 1 4 4 3 72
7 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 84
8 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 81
9 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 2 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 75
10 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 76
11 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 1 2 3 4 3 3 4 3 4 4 3 72
12 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 73
13 3 3 3 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 68
14 4 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 68
15 3 3 2 2 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 3 60
16 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 2 2 3 4 3 3 4 3 4 4 3 74
17 4 3 4 2 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 3 63
18 4 4 4 2 2 2 3 4 3 4 4 2 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 71
19 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 71
20 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 70
21 3 3 2 2 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 4 61
22 4 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 2 2 3 4 3 3 4 3 3 4 3 68
23 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 1 2 4 4 3 4 1 4 3 4 4 76
24 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 3 3 77
25 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 79
26 4 4 4 4 3 4 2 4 3 4 4 2 2 3 2 1 3 3 4 3 3 3 69
27 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 2 4 3 3 4 4 2 3 3 2 68
28 4 4 2 2 2 2 3 3 3 4 4 3 4 4 4 2 1 1 3 1 1 4 61
29 4 3 2 3 3 2 3 3 1 4 4 3 3 3 4 2 1 1 2 1 1 3 56
30 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 2 2 4 4 3 3 4 3 4 4 3 75
31 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 2 2 4 3 3 3 4 2 4 4 3 72
32 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 2 2 4 3 3 3 4 2 4 4 3 73
33 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 72
34 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 2 4 4 3 77
35 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 2 2 4 4 3 3 3 3 4 4 3 74
36 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 1 2 2 4 4 3 4 4 1 4 4 3 72
37 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 1 4 4 4 79
38 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 2 2 4 4 4 3 4 1 4 3 3 73
46
39 3 3 3 2 2 2 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 3 65
40 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 1 3 3 2 55
41 4 3 3 3 3 3 4 4 2 4 4 2 3 2 4 4 4 4 4 1 2 3 70
42 4 4 2 2 2 2 3 3 2 4 4 4 3 4 4 2 1 1 3 1 1 3 59
43 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 2 4 4 3 69
44 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 2 2 3 4 4 3 4 2 4 3 3 72
45 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 66
46 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 2 2 4 4 3 3 4 3 4 4 3 74
47 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 74
48 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 82
49 4 4 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 1 2 4 3 3 4 3 4 4 3 73
50 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 2 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 78
47
Output Data Penelitian Skala Machiavellianism
Reliability Machiavellianism
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.739 17
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 38.66 57.494 .355 .724
item_2 40.60 61.020 .455 .722
item_3 39.94 60.629 .398 .723
item_4 38.32 57.487 .319 .729
item_5 40.48 62.540 .318 .730
item_6 39.16 56.586 .465 .713
item_7 40.58 59.800 .610 .714
item_8 40.02 59.693 .502 .717
item_9 40.02 60.224 .406 .722
item_10 39.02 59.816 .325 .727
item_11 39.42 58.942 .322 .727
item_12 38.94 57.609 .377 .722
item_13 38.94 61.160 .245 .734
item_14 39.74 60.564 .248 .734
item_15 39.76 60.839 .110 .759
item_16 40.60 58.980 .659 .710
item_17 40.04 61.100 .131 .752
48
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.779 13
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 28.58 38.412 .366 .772
item_2 30.52 41.398 .487 .761
item_3 29.86 41.184 .411 .765
item_4 28.24 38.104 .345 .777
item_5 30.40 42.612 .355 .770
item_6 29.08 37.218 .516 .752
item_7 30.50 40.582 .622 .754
item_8 29.94 41.160 .438 .763
item_9 29.94 40.711 .431 .763
item_10 28.94 39.853 .382 .767
item_11 29.34 39.902 .315 .776
item_12 28.86 38.898 .364 .771
item_16 30.52 40.010 .658 .750
49
Output Data Penelitian Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Reliability Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.830 22
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 67.50 45.684 .413 .824
item_2 67.52 45.275 .470 .822
item_3 68.22 45.522 .333 .826
item_4 68.34 45.168 .392 .824
item_5 68.46 45.396 .436 .823
item_6 68.30 43.235 .574 .816
item_7 67.86 45.347 .315 .827
item_8 67.82 42.518 .479 .819
item_9 67.88 43.210 .523 .818
item_10 67.56 45.802 .369 .825
item_11 67.68 45.651 .289 .828
item_12 68.34 47.821 .008 .841
item_13 68.08 46.034 .228 .830
item_14 67.86 45.756 .285 .828
item_15 67.66 43.658 .417 .822
item_16 68.12 43.087 .579 .816
item_17 68.24 40.880 .737 .806
item_18 67.86 43.633 .348 .827
item_19 68.46 45.886 .124 .841
item_20 67.86 42.000 .516 .817
50
item_21 67.90 41.357 .585 .813
item_22 68.10 45.520 .412 .824
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.855 19
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 58.72 40.859 .353 .852
item_2 58.74 40.156 .467 .848
item_3 59.44 40.333 .337 .852
item_4 59.56 40.007 .395 .850
item_5 59.68 40.304 .426 .849
item_6 59.52 38.296 .562 .843
item_7 59.08 40.157 .319 .853
item_8 59.04 37.549 .477 .847
item_9 59.10 37.929 .555 .843
item_10 58.78 40.542 .384 .851
item_11 58.90 40.663 .265 .855
item_14 59.08 40.442 .304 .854
item_15 58.88 38.802 .394 .851
item_16 59.34 38.474 .525 .845
item_17 59.46 36.049 .730 .834
item_18 59.08 37.830 .419 .851
item_20 59.08 36.116 .612 .840
item_21 59.12 35.781 .655 .837
item_22 59.32 40.753 .347 .852
51
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 50 100.0
Excludeda 0 .0
Total 50 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.855 18
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
item_1 55.18 38.600 .330 .853
item_2 55.20 37.837 .459 .849
item_3 55.90 37.929 .342 .853
item_4 56.02 37.734 .381 .851
item_5 56.14 38.000 .415 .850
item_6 55.98 36.061 .552 .844
item_7 55.54 37.764 .322 .854
item_8 55.50 35.316 .470 .848
item_9 55.56 35.476 .575 .843
item_10 55.24 38.349 .352 .852
item_14 55.54 38.172 .289 .855
item_15 55.34 36.637 .375 .852
item_16 55.80 36.122 .530 .845
item_17 55.92 33.626 .754 .833
item_18 55.54 35.356 .436 .851
item_20 55.54 33.682 .633 .839
item_21 55.58 33.310 .682 .836
item_22 55.78 38.461 .331 .853
52
Uji Kenormalan Data
Frequencies
Statistics
mach anti_korupsi
N Valid 50 50
Missing 0 0
Skewness .343 -.553
Std. Error of Skewness .337 .337
Kurtosis -.100 .194
Std. Error of Kurtosis .662 .662
Frequency Table
mach
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
26 1 2.0 2.0 2.0
29 2 4.0 4.0 6.0
30 1 2.0 2.0 8.0
32 2 4.0 4.0 12.0
33 2 4.0 4.0 16.0
34 2 4.0 4.0 20.0
35 1 2.0 2.0 22.0
36 2 4.0 4.0 26.0
37 2 4.0 4.0 30.0
38 1 2.0 2.0 32.0
39 1 2.0 2.0 34.0
40 2 4.0 4.0 38.0
41 3 6.0 6.0 44.0
42 3 6.0 6.0 50.0
43 5 10.0 10.0 60.0
44 4 8.0 8.0 68.0
45 3 6.0 6.0 74.0
46 3 6.0 6.0 80.0
47 1 2.0 2.0 82.0
48 1 2.0 2.0 84.0
52 1 2.0 2.0 86.0
54 1 2.0 2.0 88.0
53
55 1 2.0 2.0 90.0
56 3 6.0 6.0 96.0
58 1 2.0 2.0 98.0
62 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
anti_korupsi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
55 2 4.0 4.0 4.0
56 1 2.0 2.0 6.0
59 1 2.0 2.0 8.0
60 1 2.0 2.0 10.0
61 2 4.0 4.0 14.0
63 1 2.0 2.0 16.0
64 1 2.0 2.0 18.0
65 1 2.0 2.0 20.0
66 1 2.0 2.0 22.0
68 5 10.0 10.0 32.0
69 2 4.0 4.0 36.0
70 3 6.0 6.0 42.0
71 3 6.0 6.0 48.0
72 6 12.0 12.0 60.0
73 4 8.0 8.0 68.0
74 4 8.0 8.0 76.0
75 2 4.0 4.0 80.0
76 2 4.0 4.0 84.0
77 2 4.0 4.0 88.0
78 1 2.0 2.0 90.0
79 2 4.0 4.0 94.0
81 1 2.0 2.0 96.0
82 1 2.0 2.0 98.0
84 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
54
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
mach 50 26 62 42.14 8.142
anti_korupsi 50 55 84 70.50 6.698
Valid N (listwise) 50
56
Input Data Korelasi
No. Mach Anti_Korupsi Zmach Zanti_korupsi T_mach T_anti_korupsi
1 62 55 2.43932 -2.31402 74.39 26.86
2 47 70 0.59693 -0.07465 55.97 49.25
3 41 68 -0.14002 -0.37323 48.6 46.27
4 29 64 -1.61393 -0.97039 33.86 40.3
5 43 71 0.10563 0.07465 51.06 50.75
6 36 72 -0.75415 0.22394 42.46 52.24
7 32 84 -1.24545 2.01543 37.55 70.15
8 44 81 0.22846 1.56756 52.28 65.68
9 36 75 -0.75415 0.67181 42.46 56.72
10 37 76 -0.63132 0.8211 43.69 58.21
11 41 72 -0.14002 0.22394 48.6 52.24
12 58 73 1.94801 0.37323 69.48 53.73
13 43 68 0.10563 -0.37323 51.06 46.27
14 52 68 1.21106 -0.37323 62.11 46.27
15 35 60 -0.87697 -1.56756 41.23 34.32
16 48 74 0.71976 0.52252 57.2 55.23
17 29 63 -1.61393 -1.11969 33.86 38.8
18 42 71 -0.0172 0.07465 49.83 50.75
19 45 71 0.35128 0.07465 53.51 50.75
20 56 70 1.70236 -0.07465 67.02 49.25
21 30 61 -1.4911 -1.41827 35.09 35.82
22 45 68 0.35128 -0.37323 53.51 46.27
23 33 76 -1.12263 0.8211 38.77 58.21
24 44 77 0.22846 0.97039 52.28 59.7
25 43 79 0.10563 1.26898 51.06 62.69
26 46 69 0.47411 -0.22394 54.74 47.76
27 43 68 0.10563 -0.37323 51.06 46.27
28 46 61 0.47411 -1.41827 54.74 35.82
29 54 56 1.45671 -2.16473 64.57 28.35
30 37 75 -0.63132 0.67181 43.69 56.72
31 42 72 -0.0172 0.22394 49.83 52.24
32 39 73 -0.38567 0.37323 46.14 53.73
33 41 72 -0.14002 0.22394 48.6 52.24
34 40 77 -0.26285 0.97039 47.37 59.7
35 33 74 -1.12263 0.52252 38.77 55.23
36 40 72 -0.26285 0.22394 47.37 52.24
37 34 79 -0.9998 1.26898 40 62.69
38 56 73 1.70236 0.37323 67.02 53.73
39 32 65 -1.24545 -0.8211 37.55 41.79
40 55 55 1.57954 -2.31402 65.8 26.86
41 45 70 0.35128 -0.07465 53.51 49.25
42 44 59 0.22846 -1.71685 52.28 32.83
57
43 56 69 1.70236 -0.22394 67.02 47.76
44 42 72 -0.0172 0.22394 49.83 52.24
45 46 66 0.47411 -0.67181 54.74 43.28
46 38 74 -0.5085 0.52252 44.92 55.23
47 44 74 0.22846 0.52252 52.28 55.23
48 26 82 -1.9824 1.71685 30.18 67.17
49 43 73 0.10563 0.37323 51.06 53.73
50 34 78 -0.9998 1.11969 40 61.2
Reliabilitas Skala Machiavellianism
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.779 13
Reliabilitas Skala Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
.855 18
Korelasi Machiavellianism dengan Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Correlations
mach anti_korupsi
mach
Pearson Correlation 1 -.343*
Sig. (2-tailed) .015
N 50 50
anti_korupsi
Pearson Correlation -.343* 1
Sig. (2-tailed) .015
N 50 50
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
58
Sumbangan Efektif Machiavellianism terhadap Kecenderungan Perilaku Anti-Korupsi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .343a .118 .100 6.356
a. Predictors: (Constant), mach
T-Skor
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
T_mach 50 30.18 74.39 50.0000 10.00000
T_anti_korupsi 50 26.86 70.15 50.0000 10.00000
Valid N (listwise) 50