hipersensitivitas tipe 3
Transcript of hipersensitivitas tipe 3
aa1
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap anti gen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
I. Pembagian Reaksi Hipersensitivitas Menurut Waktu Timbulnya
Reaksi a. Reaksi Cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik,
menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara antigen dan IgE pada
permukaan sel mast menginduksi mediator vasoaktif. Manifestasi
cepat berupa reaksi sistemik atau anafilaksis lokak. b. Reaksi
Intermediet Reaksi ini terjadi setelah beberapa jam dan menghilang
dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan kompleks imun IgG dan kerusakan
jaringan melalui aktivasi komplemen d an atau sel NK/ADCC (Antibody
Dependent Cell (mediated) Cytotoxicity). Manifesta si reaksi
intermediet dapat berupa: i. Reaksi transfuse darah :
eritoblastosis fetalis. Dan anemia hemolitik au to imun. ii. Reaksi
Arthus local dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulit
is nekrotis, glomerulonefritis, AR, SLE. c. Reaksi Lambat Reaksi
lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan
dengan anti gen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH
(Delayed Type Hipersensitivity), sitokin yang dilepas sel T
mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan k erusakan
jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.
tube rculosis dan reaksi penolakan tandur. II. Pembagian Reaksi
Hipersensitivitas Menurut Gell and COOMBS a. Reaksi Tipe III atau
Kompleks Imun Reaksi kompelks antigen dan antibodi yang akan
mengaktifkan komplemen dan member ikan respom inflamasi melalui
infiltrasi masif neutrofil. Dalam keadaan normal kompleks imun
dalam sirkulasi akan diikat dan diangkur erit rosit ke hati, limpa,
dan di sana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuclear, teru tama di
hati, limpa, dan paru tanpa bantuan komplemen. Gangguan fungsi
fagosit merupakan salah satu penyebab mengapa komplesk imun suli t
dimusnahkan. Meski kompleks imun berada di dalam sirkulasi untuk
jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya, tetapi akan bermasalah
jika kompleks tersebut me ngendap di jaringan. 1. Kompleks Imun
Mengendap di Dinding Pembuluh Darah Infeksi dapat disertai antigen
dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tanpa ada re spon antibody
yang efektif. Makrofag yg diaktifkan kadang belum dapat menyingkir
kan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk
melepas berba gai bahan yang merusak jaringan. Kompleks imun
diendapkan di membrane basal vascular dan membrane basal ginjal ya
ng menimbulkan agregrasi trombosit, aktivasi makrofag, perubahan
permeabilitas v ascular, aktivasi sel mast, produksi dan
pengelepasan mediator inflamasi dan bah an kemotaktik serta influx
neutrofil, Bahan toksik yang dilepas neutrofil menimb ulkan
kerusakan jaringan setempat. 2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan
Hal ini dimungkinkan karena ukuran kompleks yang kecil dan
permeabilitas vaskula r yang meningkat, a/l karena histamin yang
dilepas oleh sel mast. 3. Reaksi Lokal (Fenomena Arthus) Ketika
arthus menyuntikan serum anti kuda ke dalam kelinci secara
intradermal se cara berula kali ditempat yang sama menimbulkan
reaksi yang makin menghebat di t empat suntikan. Mula-mula terjadi
eritema ringan dan edem dalam 2-4 jam sesudah suntikan, yang
kemudian akan menghilang keesokan harinya. Penyuntikan selanjutny a
menimbulkan edem yang lebih besar. Dan pada suntikan ke 5-6
menimbulkan pendar ahan dan nekrosis yang sulit sembuh. Pada
pemeriksaan mikroskopik, terlihat neutrofil menempel pada endotel
vaskular dan bermigrai ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan.
Reaksi yang timbul be rupa kerusakan jaringan lokal dan vaskular
akibat akumulasi cairan (edem) dan SD M (eritema) sampai nekrosi.
Reaksi tipe Arthus dapat terjadi pada intra pulmoner yang diinduksi
kuman, spora jamur, atau protein fekal kering yang dapat menimbu
lkan pneumonitis atau alveolitis atau Farmer s lung. Terbentuknya
aktivasi komplemen C3a dan C5a (anafilatoksin), meningkatkan
permea
bilitas pembuluh darah yang dapat menimbulkan edem. C3a dan C5a juga berfungsi s ebagai faktor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan di tempat rea ksi dan menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah. Sasaran anafilatoks in adalah pembuluh darah kecil. Sel mast, otot polos, dan leukosit perifer yang menimbulkan kontraksi otot polos, degranulasi sel mast, peningkatan permeabilita s vaskular dan respon tripel terhadap kulit. Neutrofil yang diaktifkan memakan k ompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai baha n seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi perdarahan yang disertai nekrosis setempat. Reaksi Arthus di dalam klinik dapat berupa vas kulitis. 4. Reaksi Sistemik- serum sickness Reasi sistemik ini sering terlihat pada pemberian antitoksin yang mengandung ser um asing seperti antitetanus atau antidifteri asal kuda. Antibodi yang sering berperan biasanya jenis IgM dan IgG. Komplemen yang diaktif kan melepas anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. Mediator lainnya dan MCF (Macrophage Chemotactic Factor) (C3a, C5a, C 5, C6, C7) mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan protein plika tionik. Kompleks imun lebih mudah untuk diendapkan di tempat dengan tekana darah a yang meninggi dan disertai putaran arus, misalnya di kapiler glomerolus, bifur kasi pembuluh darah, pleksus koroid, dan korpus siler mata. Pada LES, ginjal mer upakan tempat endapan kompleks imun. Pada RA. Sel plasma dalam sinovium membentu k anti-IgG (FR berupa IgM) dan membentuk kompleks imun di sendi. Komplemen menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mikrotombin dan melepas amin vasoaktif. Bahan vasoaktif yang dilepas menimbulkan vasodilatasi, peningkat an permeabilitas vaskular, dan inflamasi. Neutrofil dikerahkan dan menyingkirkan kompleks imun. Neutrofil t=yang terkepung di jaringan akan sulit menangkap dan memakan kompleks, tetapi akan melepas granulnya (angry cell) yang akan menimbulk an banyak kerusakan jaringan. Makrofag melepaskan berbagai mediator a/l enzim-en zim yang dapat merusak jaringan. Dalam beberapa hari/minggu setelah pelepasan se rum asing, terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan, dan ra sa sakit di beberapa bagian tubuh, sendi, dan KGB yang dapat berupa vaskulitis s istemik (arteritis), glomerulonefritis dan artritis. Reeaksi tersebut disebut re aksi Priquet dan Schick. Reaksi Herxheimer adalah serum sickness yang terjadi sesudah pemberian pengobata n terhadap penyakit infeksi kronis (sifilis, tripanosomiasis, dan bruselosis). B ila mikroorganisme dihancurkan dalam jumlah besar juga melepaskan berbagai antig en yang bereaksi dengan antibodi yang sudah ada dalam sirkulasi. Contoh dari reaksi ini adalah : Demam reuma Infeksi streptococ golongan A dapat menimbulkan inflamasi dan kerusakan jantung, sendi, dan ginjal. Berbagai antigen dalam membran streptococ bereaksi silang de ngan antigen dari otot jantung, tulang rawan, dan membran glomerulus. Diduga ant ibodi terhadap streptococ mengikat antigen jaringan normal tersebut dan mengakib atkan inflamasi. . Artritis rheumatoid Kompleks yang dibentuk dari ikatan antara faktor rheumatoid (anti IgG yang berup a IgM) dengan Fc dari IgG akan menimbulkan inflamasi di sendi dan kerusakan yang khas.
Infeksi lain Pada beberapa penyakit infeksi lain seperti malaria dan lepra, antigen mengikat Ig dan membentuk kompleks imun yang ditimbun di beberapa tempat. . Farmer s lung Pada orang yang rentan, pajanan terhadap jerami yang mengandung banyak spora act inomycete termofilik dapat menimbulkan gangguan pernafasan pneumonitis yang terj adi 6-8 jam setelah pajanan. Pada tubuh orang tersebut, diproduksi banyak IgG ya ng spesifik terhadap actynomycete termofilik dan membentuk kompleks antigen-anti bodi yang mengendap di paru-paru.