hafit mustollah-fkik.pdf
-
Upload
trinhkhanh -
Category
Documents
-
view
250 -
download
0
Transcript of hafit mustollah-fkik.pdf
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN SAPI DAN GELATIN BABI
GUMMY VITAMIN C MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM
DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)
SKRIPSI
HAFIT MUSTOLLAH
NIM : 1110102000002
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2016M/1435H
i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN SAPI DAN GELATIN BABI
GUMMY VITAMIN C MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM
DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Far)
HAFIT MUSTOLLAH
NIM : 1110102000002
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2016M/1435H
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Hafit Mustollah
NIM : 1110102000002
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi
Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDS-
PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide
Gel Electrophoresis)
Gelatin sebagai bahan pembuatan gummy saat ini masih menjadi permasalahan
dari aspek kehalalannya karena sebagian besar masih diperoleh dari sumber non-
halal. Salah satu sumber penghasil gelatin adalah kolagen dari kulit dan tulang
sapi atau babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber gelatin yang
digunakan pada gummy vitamn c dengan menggunakan metode SDS-PAGE
(Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrilamide Gel Electrophoresis). Pada tahap awal
penelitian standar gelatin sapi dan babi dihidrolisis dengan menggunakan enzim
pepsin pada pH 4,5 dengan suhu 60oC selama 1 jam. Gelatin hidrolisat
dielektroforesis masing-masing sebanyak 10µl kedalam tiap-tiap sumuran gel.
Kemudian dilakukan analisis profil protein gelatin sapi standar, gelatin babi
standar, simulasi gummy gelatin sapi, simulasi gummy gelatin babi, gummy
sampel A dan gummy sampel B . Profil protein gelatin sapi menunjukkan pita
spesifik pada berat molekul 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa. Sedangkan
untuk babi 37,10 kDa, 23,73 dan 18,68 kDa. Dengan membandingkan profil
protein sampel dan standar berdasarkan bobot molekul kolom 6 dan 7 adalah
gelatin sapi
Kata kunci: Gelatin sapi, Gelatin Babi, Protein, Bobot Molekul SDS-PAGE, Pita
Spesifik, Cangkang Kapsul Lunak.
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Hafit Mustollah
NIM : 1110102000002
Major : Pharmacy
Judul : Analysis of Protein Pork Gelatin and Bovine
Gummy Vitamin C by Using SDS-PAGE Method
(Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel
Electrophoresis)
Gelatin as an ingredient manufacture of gummy is still a problems of a halal
aspect because obtained from non-halal sources. The Main source of producing
gelatin is collagen from the skin and bones of bovine and pork. This study aims to
determine the protein profile pork gelatin and bovine gelatin using SDS-PAGE
(Sodium Dodecy Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) method. The
early stage of gelatine carried hydrolyzed using by pepsin at pH 4,5 with
temperature 60°C for 1 hour. Gelatin hydrolizate were analyzed by SDS-PAGE
respectively 10 μl into well gel. Then analysis of protein profiles standar bovine
gelatin, pork gelatin standar, gummy bovine gelatin simulation, gummy pork
gelatin simulation, sample A and sample B. Bovine gelatin protein profile showed
specific band on the molecular weight 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa. As
for the pork gelatin 37,10 kDa, 23,73 dan 18,68 kDa. Compared protein profiles
of sample and standar based on the molecular weight of sixth and seventh column,
asumption are bovine gelatin.
Keyword: gelatin, hydrolysis, gummy vitamn c, pepsin, SDS-PAGE.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa Profil Protein Gelatin Sapi
dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDS-PAGE
(Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Secara garis besar skripsi ini berisi tentang profil protein gelatin sapi,
gelatin babi, dan gelatin gummy vitamin c berdasarkan bobot molekulnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. (hc) MK. Tadjudin, Sp.And Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Supandi, M.Si., Apt. dan Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku
dosen pembimbing 1 dan 2 yang telah memberi pengarahan, nasehat
serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Kedua Orang tua, Bapak Sarono dan Ibu Azaria yang selalu mendoakan
dan mendukung penulis.
5. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. sebagai dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Dosen-dosen program studi Farmasi dan FKIK yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
8. Bapak Sandra Hermanto, M.Si., pihak Laboratorium Terpadu UIN
Jakarta serta laboran laboratorium pangan (kakak prita dan kakak pipit)
yang telah membantu dalam teknis penelitian.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan Farmasi angkatan 2010 yang sama-sama
berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini.
10. Sahabat penelitian Chandra Liidansyah Hidayat yang bersama-sama
berjuang menyelesaikan pendidikan ini.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11. Pihak-pihak lain yang terlibat langsung maupun tidak dalam penelitian
ini yang namanya tidak dapat disebutkan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
demi hasil yang lebih baik di lain waktu. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat untuk kita semua.
Ciputat, April 2016
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... .... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ ... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI................................................... ......... iv
ABSTRAK...................................................................................................... ..... v
ABSTRACT.................................................................................................... ..... vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... ..... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................. .. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1 Definisi Gelatin................................................................ ..................... 5
2.2 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin..................................... ......................... 6
2.2.1 Kelarutan (Solubility)................................................................... 7
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Kekuatan Gel ................................................................................ 7
2.2.3 Struktur Kimia Gelatin ................................................................. 8
2.3 Aplikasi Gelatin dalam Industri Pangan dan Farmasi........................ ... 10
2.4 Protein...................................... ............................................................. 11
2.4.1 Struktur Primer Protein...................................................... .......... 12
2.4.2 Struktur Sekunder Protein.................................................... ........ 13
2.4.3 Struktur Tersier Protein............................................... ................. 13
2.4.4 Struktur Quartener Protein ........................................................... 14
2.4.5 Marker Protein ............................................................................. 14
2.5 Hidrolisis ............................................................................................... 14
2.6 Enzim Pepsin ......................................................................................... 16
2.7 Permen .................................................................................................. 18
2.7.1 Definisi Permen ........................................................................... 18
2.7.2 Jenis Permen................................................................................ 18
2.7.2.1 Permen Jelly .................................................................... 19
2.7.2.2 Taffy ................................................................................ 19
2.7.2.3 Nougat ............................................................................. 19
2.7.2.4 Karamel ........................................................................... 20
2.7.2.5 Marshmallow .................................................................. 20
2.7.2.6 Permen Karet ................................................................... 20
2.7.3 Permen Jelly ............................................................................... 21
2.7.4 Macam-macam metode analisa gelatin ...................................... 22
2.7.5 Prinsip Umum Elektroforesis ..................................................... 29
2.7.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Elektroforesis ..................... 29
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.6.1 Medium Penyangga .......................................................... 29
2.7.6.2 Sampel .............................................................................. 30
2.7.6.3 Buffer ................................................................................ 31
2.7.6.4 Medan Listrik ................................................................... 31
2.7.7 SDS-PAGE ................................................................................. 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 38
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 38
3.2 Bahan Penelitian.................................................................................... 38
3.3 Alat Penelitian. ...................................................................................... 39
3.4 Prosedur Penelitian................................................................................ 39
3.4.1 Pengambilan Sampel .................................................................. 39
3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE ................................................... 39
3.4.3 Penyiapan Gel Elektroforesis ..................................................... 40
3.4.4 Pembuatan Simulasi Gummy Vitamin C .................................... 41
3.4.5 Ekstraksi Gelatin ........................................................................ 42
3.4.6 Hidrolisis Gelatin ....................................................................... 42
3.5 Elektroforesis ........................................................................................ 43
3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil SDS_PAGE ............................................. 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... .. 45
4.1 Analisa Profil Protein dengan SDS-PAGE ........................................... 45
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... ... 55
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 55
5.2 Saran ...................................................................................................... 55
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... .... 56
LAMPIRAN 1.................................................................................................. .... 61
LAMPIRAN 2................................................................................................. ..... 62
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Asam Amino pada Gelatin setelah Hidrolisi...................................... 9
Tabel 2. Penyiapan Gel Elektroforesis ............................................................. 40
Tabel 3. Nilai Log BM dan Rf Marker Protein ................................................ 48
Tabel 4. BM Gelatin Standar, Simulasi dan Sampel ........................................ 49
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Kimia Kolagen dan Protein .......................................................... 10
Gambar 2. Struktur Primer Protein .............................................................................. 13
Gambar 3. Struktur Sekunder Protein .......................................................................... 13
Gambar 4. Struktur Tersier Protein .............................................................................. 14
Gambar 5. Reaksi Hidrolisis Ikatan Peptida ................................................................ 15
Gambar 6. Struktur Intermediet Tetrahedral Oleh Pepsin ........................................... 18
Gambar 7. Skema Alur Elektroforesis ......................................................................... 32
Gambar 8. Konformasi Protein Sebelum dan Setelah Penambahan SDS .................... 33
Gambar 9. Efek Penambahan SDS dan Merkaptoetanol pada Protein ........................ 34
Gambar 10. Senyawa Penyususun Poliakrilamida Polimerisasi “Crosslinking” ........ 36
Gambar 11. Visualisasi Gel SDS ................................................................................. 37
Gambar 12. Pembentukan Ikatan Peptida .................................................................... 45
Gambar 13 Gel Hasil Elektroforesis ............................................................................ 47
Gambar 14. Kurva Regresi Linier Standar Marker Protein ......................................... 49
Gambar 15. Hasil Elektroforesis Hermanto et al ......................................................... 50
Gambar 16. Pemotongan Pepsin .................................................................................. 52
Gambar 16. Pita Spesifik Gelatin Sapi dan Gelatin Babi............................................. 53
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gelatin merupakan polipeptida yang diperoleh dari hidrolisis
parsial kolagen yang diekstraksi dari jaringan ikat hewan. Gelatin
memiliki sifat yang unik yakni dapat membentuk gel sehingga digunakan
secara luas dalam makanan, industri kosmetik dan farmasi (Balti et al,
2010).
Industri gelatin umumnya menggunakan kulit dan tulang babi
karena selain mudah dan murah untuk didapatkan, proses pembuatan dari
kulit babi lebih cepat dan tidak memerlukan bahan yang banyak. Hal ini
dikarenakan gelatin pada kulit babi jaringan ikatnya tidak terlalu kuat
dibandingkan sapi, sehingga proses hidrolisis lebih mudah dan tidak
membutuhkan zat penghidrolisis, zat penetral, dan zat pencuci yang terlalu
banyak (Hana, 2011).
Dalam industri makanan, gelatin dapat ditemukan dalam produk
seperti jelly, produk susu seperti yoghurt, es krim, ataupun marshmallow.
Industri farmasi menggunakan gelatin sebagai kapsul (cangkang obat),
dalam bentuk spons untuk mengobati luka, dan sebagai koloid untuk
menambah plasma pada luka yang kehilangan banyak darah (Venien &
Levieux, 2005).
Menurut data perusahaan gelatin multinasional, aplikasi
penggunaan gelatin dalam industri pangan sebesar 60% dan non pangan
40%, dikontribusikan oleh gelatin yang bersumber dari babi sebanyak 40%
dan sapi (termasuk tulang dan kulit) sebesar 60%. Pada industri pangan
jumlah penggunaan gelatin yang disumbangkan oleh babi sebesar 27% dan
dari sapi sebesar 33%. Sedangkan untuk industri farmasi yang
menggunakan gelatin yang berasal dari babi sebesar 7% dan yang berasal
dari sapi sebesar 12% (LPPOM MUI, 2010).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, isu ini tentu saja menimbulkan keresahan di masyarakat karena hal
tersebut menyangkut masalah kehalalan pangan. Hal ini didasarkan atas
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al Ma’idah ayat 3 bahwa Allah
mengharamkan mengkomsumsi bangkai, darah dan daging babi.
Haramnya babi juga dijelaskan dalam Firman Allah QS. Al-baqarah ayat
173, QS. Al-An’am ayat 145, dan QS. An-Nahl ayat 115.
Salah satu produk berbasis gelatin yang perlu diwaspadai adalah
gummy vitamin c. Dalam pembuatannya gummy vitamin c di tambahkan
dengan gelatin yang berfungsi untuk mengatur konsistensi produk,
mengatur daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur
kelembutan dan daya lengket di mulut. Gummy vitamin c merupakan salah
satu jenis permen lunak (soft candy) yang termasuk ke dalam jenis permen
jelly. Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur
lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti
agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan
untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal.
Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Hermanto et al (2013),
tentang perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode SDS-
PAGE dengan terlebih dahulu menghidrolisis gelatin dengan
menggunakan enzim pepsin dengan suhu 60oC dan pH 4,5 sebelum
dianalisis. Hasil penelitian Hermanto et al (2013), mendapati adanya pita
spesifik gelatin babi pada bobot molekul 28,6 kDa dan 36,8 kDa. Hasil ini
dapat digunakan sebagai acuan pembeda gelatin sapi dan gelatin babi.
Namun penelitian diatas dilakukan terbatas pada gelatin murni yang belum
mengalami proses menjadi produk seperti gummy vitamin c. Berdasarkan
ulasan yang telah dipaparkan diatas maka pada penelitian digunakan
metode SDS-PAGE dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin sebelum
dianalisa.
Pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi serta karakterisasi
untuk mengetahui perbedaan kedua sumber gelatin tersebut. Identifikasi
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilakukan dengan membandingkan profil gelatin sapi dan babi pada
sampel setelah di hidrolisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE.
Metode SDS-PAGE merupakan salah satu metode yang mampu untuk
melihat perbedaan gelatin sapi dengan gelatin babi dengan teknik
pemisahan komponen atau molekul berdasarkan tingkat migrasinya, selain
SDS-PAGE terdapat juga beberapa metode yang mampu menganalisi
gelatin babi dan gelatin sapi seperti FTIR, HPLC, LC-MS, ELISA.
Kelebihan yang dimiliki SDS-PAGE dalam menganalisis profil protein
yaitu metode ini dapat memberikan informasi tentang berat molekul
protein, struktur subunit protein dan tingkat kemurnian protein, metode ini
juga relatif mudah digunakan dan reprodusible (Garfin David E, 2003).
Selain itu metode ini sudah lazim digunakan untuk analisa protein, relatif
murah, penyiapan sampel sederhana dan membutuhkan sedikit sampel
untuk dianalisa. (Frank, 1993).
Ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein
dapat diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim
pemecahan ikatan peptida dalam kondisi asam atau basa kuat merupakan
proses hidrolisis kimia dan pemecahan ikatan peptida menggunakan enzim
merupakan proses hidrolisis biokimia reaksi hidrolisis peptida akan
menghasilkan produk reaksi yang berupa satu molekul dengan gugus
karboksil dan molekul lainnya memiliki gugus amina (Juniarso et al,
2007).
Metode hidrolisis yang digunakan adalah hidrolisis enzimatik.
Dalam penelitian ini digunakan enzim pepsin untuk menghidrolisis
gelatin. Pemilihan pepsin sebagai biokatalisator dikarenakan pepsin dapat
menghidrolisis kolagen, yang merupakan suatu protein fiber yang sukar
larut dalam air (Hernawati, 2008).
Selain itu, pepsin memiliki sisi pemotongan spesifik pada ikatan
peptida fenilalanin dan glutamat dimana komposisi asam amino ini pada
gelatin babi dua kali lebih banyak dibandingkan gelatin sapi (Hafidz et al,
2011). Oleh karena itu, pepsin diharapkan dapat menghidrolisis gelatin
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada sisi asam amino fenilalanin dan glutamat sehingga menghasilkan
fragmen gelatin dengan bobot molekul yang relatif berbeda.
Dari hasil analisis SDS-PAGE diharapkan perbedaan profil gelatin
dari kedua sumber yang berbeda dapat diidentifikasi berdasarkan
perbedaan bobot molekulnya.
1.2 Perumusan Masalah
Pada penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Apakah profil protein gelatin sapi dan babi hasil hidrolisis enzim dapat
dibedakan dengan menggunakan metode SDS-PAGE?
2. Bagaimana profil protein hidrolisat gelatin pada gummy vitamin c hasil
analisi SDS-PAGE berdasarkan karakteristik bobot molekulnya?
3. Apakah metode SDS-PAGE mampu menentukan sumber gelatin pada
gummy vitamin c?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi sumber gelatin yang digunakan pada gummy
vitamin c berdasarkan perbedaan bobot molekul fragmen protein hasil
analisis SDS-PAGE setelah dihidrolisis dengan pepsin.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi secara ilmiah
pendahuluan tentang karakter profil protein dari gelatin sapi dan babi yang
terdapat pada gummy vitamin c agar dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan metode analisa kehalalan produk pangan lebih lanjut.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gelatin
Gelatin berasal dari bahasa latin “gelatus” yang berarti kaku atau
beku. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen
yang berasal dari kulit, jaringan ikat dan tulang hewan (Anonim, 1995).
Gelatin merupakan produk hidrolisis yang tidak pernah ditemukan secara
langsung di alam karena hanya dapat diperoleh dari hasil hidrolisis parsial
kolagen. Pembuatan gelatin merupakan upaya untuk mendayagunakan
limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah
pemotongan hewan (Balti et al, 2010).
Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin dapat dikategorikan dalam
2 prinsip dasar yaitu cara alkali dan asam :
1. Gelatin Tipe A, dihasilkan dengan proses asam dari bahan baku
kolagen dan memiliki titik isoelektrik pada pH 7 – 9. Tipe A ini
umumnya diperoleh dari kulit babi, tapi ada juga beberapa pabrik
yang menggunakan bahan dasar tulang. Kulit dari babi muda tidak
memerlukan penanganan alkalis yang intensif karena jaringan ikatnya
belum kuat terikat. Untuk itu disini cukup direndam dalam asam
klorida encer (HCl) selama sehari, dinetralkan, dan setelah itu dicuci
berulang kali sampai asam dan garamnya hilang.
2. Gelatin Tipe B, dihasilkan melalui proses basa atau alkali dan
memiliki titik isoelektrik pada pH 4,8 - 5,2. Bahan dasarnya dari kulit
tua (keras dan liat) maupun tulang ruminasia. Mula-mula bahan
diperlakukan dengan proses pendahuluan yaitu direndam beberapa
minggu/bulan dalam kalsium hidroksida, maka dengan ini ikatan
jaringan kolagen akan mengembang dan terpisah/terurai. Setelah itu
bahan dinetralkan dengan asam sampai bebas alkali, dicuci untuk
menghilangkan garam yang terbentuk (Poppe, 1992).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gelatin adalah istilah umum untuk campuran fraksi protein murni
yang dihasilkan baik dengan hidrolisis parsial asam (gelatin tipe A) atau
dengan hidrolisis parsial basa (gelatin tipe B) dari kolagen hewan yang
diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (hide), kulit babi, dan kulit
ikan. Gelatin mungkin juga campuran dari kedua jenis. Fraksi protein
terdiri hampir seluruhnya dari asam amino bergabung oleh ikatan amida
untuk membentuk polimer linier, yang bervariasi dengan berat molekul
dari 20.000-200.000 (Rowe et al, 2009).
Dalam Formula Nasional, gelatin merupakan produk yang
diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen berasal dari kulit, jaringan
hubung, dan tulang hewan (GMIA, 2012, h. 4). Gelatin juga merupakan
zat yang bersifat amfoter yang mempunyai gugus asam (karboksil) dan
gugus basa (amino, guanidin). Gelatin tersusun dari 50,5% karbon; 6,8%
hidrogen; 17% nitrogen dan 25,2% oksigen. Gelatin mengandung 8-13%
kelembapan, berat jenis gelatin 1,3-1,4 gram/cm (GMIA, 2012). Gelatin
tipe A umumnya berasal dari kulit babi yang memiliki titik isoelektrik
pada pH yang lebih tinggi (7.0 – 9.0) dari pH isoelektrik gelatin tipe B (4.7
– 5.2). Gelatin tipe B biasanya bersumber dari kulit jangat sapi dan tulang
sapi. Sedangkan gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A.
2.2 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin
Gelatin memiliki pemerian lembaran, kepingan atau potongan, atau
serbuk kasar sampai halus; kuning lemah atau cokelat terang, warna
bervariasi tergantung ukuran partikel.larutannya berbau lemah seperti
kaldu. Jika kering stabil di udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika
lembab atau dalam bentuk cairan. Gelatin tipe A menunjukkan titik
isoelektrik antara pH 7 dan pH 9; gelatin tipe B menunjukkan titik
isoelektrik antara pH ,7 dan pH 5,2 (Carr et al,1995).
Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari
jaringan kolagen hewan. Gelatin merupakan protein (larut dalam air panas)
yang mempunyai berat molekul tinggi. Berat molekul gelatin secara umum
berkisar antara 20.000-200.000 Da. Gelatin mengembang dan melunak
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ketika direndam dalam air dingin, secara bertahap menyerap air 5 sampai
10 kali beratnya. Gelatin praktis tidak larut dalam aseton, kloroform,
etanol, dan methanol. Larut dalam gliserin, asam, dan alkalis, dalam asam
kuat dan basa dapat menyebabkan pengendapan. Gelatin larut dalam air
diatas 40°C membentuk larutan koloid dan membentuk gel pada
pendinginan 35 - 40°C (Rowe et al, 2009).
Pada konsetrasi larutan 1% w/v pada suhu 25°C (dapat dipengaruhi
sumber gelatin) Gelatin Tipe A dan B memiliki keasaman dan alkalinitas
berbeda. Tipe A pH = 3,8 – 5,5 dan tipe B 5,0 – 7,5. Gelatin tipe A
memiliki massa jenis 1,32 g/cm3 dan gelatin tipe B memiliki massa jenis
1,28 g/cm3. Gelatin tipe A memiliki titik isoelektrik 7,0 – 9,0 dan gelatin
tipe B memiliki titik isoelektrik 4,7 – 5,4. Memiliki kadar air 9 -11%
(Rowe dkk, 2009).
2.2.1 Kelarutan (Solubility)
Gelatin praktis tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%),
eter, dan metanol. Larut dalam gliserin, asam, dan alkalis, meskipun
asam kuat atau basa. Di dalam air, gelatin mengembang dan lembut, secara
bertahap menyerap antara lima dan 10 kali berat air itu sendiri. Gelatin
larut dalam air di atas 40oC, membentuk larutan koloid, untuk
pembentukan gel pada pendinginan 35-40oC.
Dalam aplikasinya secara komersial, gelatin dikonsumsi dalam
bentuk larutan. Gelatin larut dalam air, asam asetat, larutan cair dari
alkohol polihidrik seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan manitol,
penggunaannya bertujuan untuk mendapatkan sifat keras dari lapisan film
gelatin. Kekentalan larutan gelatin cair meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi dan menurun dengan peningkatan suhu (Tahmid, 2005).
2.2.2 Kekuatan Gel
Penggunaan gelatin yang paling umum adalah pembentukan gel
yang dapat balik dalam larutan cair, sebagai contoh, produk selai makan.
Dalam beberapa hal pembentukan gel dikenal sebagai “sifat penyerapan
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
air”, sebagai contoh, pada daging babi yang dikalengkan, gelatin
ditambahkan pada kaleng sebelum dimasak. Pada pemasakan, tetesan yang
muncul dari daging diserap oleh gelatin dan nampak sebagai gel ketika
kaleng dibuka.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa gelatin dengan berat molekul
yang lebih rendah memiliki larutan dengan kekuatan gel dan kekentalan
yang lebih rendah (BM 100 kDa dan kekuatan gel = 364 g Bloom) serta
komponen dengan berat molekul yang lebih tinggi (BM 200-300 kDa)
memberikan kontribusi yang relatif rendah terhadap kekuatan gel tetapi
berkontribusi tinggi terhadap kekentalannya. Kekuatan dari gel
diperkirakan sebanding dengan konsentrasi gelatin. Kekuatan gel dapat
ditentukan dengan menggunakan metode Gόmez-Guillèn et al (2010)
menggunakan analisa tekstur Model TATX2 (Balti et al, 2010).
2.2.3 Struktur Kimia Gelatin
Gelatin tersusun dari 18 asam amino yang saling terikat, terdiri dari
tirosin sebesar 0,2% dan glisin mencapai 30,5%. Lima asam amino yang
ada umumnya meliputi glisin 26,4% - 30,5%; prolin 14,8 – 18%;
hidroksiprolin 13,3% - 14,5%; asam glutamat 11,1% - 11,7%; dan alanin
8,6% - 11,3%. Asam amino lainnya terdapat dalam jumlah sedikit meliputi
arginin, asam aspartat, lisin, serin, leusin, valin, fenilalanin, treonin,
isoleusin, hidroksilisin, histidin, metionin dan tirosin (Grobben et al,
2004).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1. Asam Amino yang terdapat pada Gelatin setelah Hidrolisis
Asam amino Berat (%) Asam amino Berat (%)
Alanin 11,0 Lisin 4,5
Arginin 8,0 Metionin 0,9
Asam Aspartat 6,7 Fenilalanin 2,2
Asam Glutamat 11,4 Prolin 16,4
Glisin 27,5 Serin 4,2
Histidin 0,78 Treonin 2,2
Hidroksiprolin 14,1 Tirosin 0,3
Leusin dan
Isoleusin
5,1 Valin 2,6
Sumber: Divisi Gelatin PT Samwoo Indonesia (2004)
Susunan asam amino gelatin berupa triplet peptida, yaitu
Glisin-X-Y, dimana X umumnya adalah asam amino prolin dan Y
umumnya adalah asam amino hidroksiprolin. Senyawa gelatin
merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang
asam amino glisin-prolin-prolin dan glisin-prolin-hidroksiprolin yang
bergabung membentuk rangkaian polipeptida (Viro, 1992).
Susunan gelatin menunjukkan seperti rantai polimer acak, dimana
gel yang terbentuk diperkirakan mengandung sebanyak 70% rantai heliks.
Molekul lainnya yang tersisa membentuk struktur non heliks berikatan
dengan wilayah struktur heliks dalam satu matriks. Struktur gel merupakan
kombinasi dari jaringan ikat antara rantai halus dan kasar,
perbandingannya tergantung suhu selama interaksi polimer-polimer dan
polimer-pelarut untuk membentuk ikatan. Hal ini seperti terlihat pada
Gambar 1.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 1. Struktur Kimia Kolagen dan Gelatin
2.3 Aplikasi Gelatin dalam Industri Pangan dan Farmasi
Gelatin merupakan bahan pangan yang sudah lama digunakan
secara luas pada produk pangan. Gelatin tidak memiliki rasa dan memiliki
sifat gel yang sempurna, sehingga dapat digunakan sebagai penstabil,
pengikat, dan pengemulsi yang menjadikannya sebagai bahan pangan yang
ideal. Sebagai bahan pangan, gelatin memiliki keunikan dalam hal
kemampuannya untuk menstabilkan busa, suatu yang dibutuhkan pada
berbagai macam produk permen dan hidangan pencuci mulut yang
diinginkan dan juga pada produk krim (Tahmid, 2005).
Gelatin banyak digunakan di berbagai industri termasuk bahan
makanan sebagai pembentuk gel, agen pembentuk busa, pengental,
plasticizer, emulsifier, dan memperbaiki tekstur. Gelatin banyak
digunakan dalam produk susu dan roti terutama pada es krim, yogurt, keju
dan kue. Selain itu gelatin juga digunakan dalam industri makanan lain
seperti cokelat, es krim, marshmallow, permen, permen karet, mentega,
dan sosis. Dalam produk kebugaran, gelatin banyak digunakan karena
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mudah dicerna, rendah kalori dan tidak mengandung kolesterol (Sahilah et
al, 2012).
Penggunaan gelatin dalam industri pangan misalnya, produk jeli, di
industri daging dan susu dan dalam produk low fat food supplement. Pada
industri non-pangan gelatin digunakan misalnya pada industri pembuatan
film foto. Pada bidang farmasi banyak menggunakan gelatin dalam
pembuatan kapsul lunak maupun keras dan sebagai bahan pengikat dalam
sediaan tablet (Tahmid, 2005).
2.4 Protein
Protein adalah makromolekul yang secara spesifik dan fungsional
kompleks yang melakukan beragam peran penting. Protein adalah polimer
dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul
protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004).
Ada empat tingkat struktur dasar protein, yaitu struktur primer,
sekunder, tersier dan kuartener. Untuk mengetahui jumlah, jenis, dan
urutan asam amino dalam protein dapat dilakukan analisis yang terdiri dari
beberapa tahap, penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri,
pemecahan ikatan antara rantai polipeptida tersebut, pemecahan masing –
masing rantai polipeptida, dan analisis urutan asam amino pada rantai
polipeptida (Poedjiadi, 1994).
Pada rantai polipeptida terdapat banyak gugus >C=O dan gugus
>N-H. Kedua gugus ini dapat berikatan satu dengan yang lain karena
terbentuknya ikatan hidrogen antara atom oksigen dari gugus >C=O
dengan atom hidrogen dari gugus >N-H. Apabila ikatan hidrogen ini
terbentuk antara gugus – gugus yang terdapat dalam satu rantai
polipeptida, maka akan terbentuk struktur heliks (Poedjiadi, 1994).
Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida
atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks
tetapi rantai sejajar yang berkelok – kelok dan disebut struktur lembaran
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berlipat (pleated sheet structure). Ada dua bentuk lembaran berlipat, yaitu
bentuk paralel dan bentuk anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai
polipeptida yang berikatan mealui ikatan hydrogen itu sejajar dan searah,
sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptida berikatan
dalam posisi sejajar tetapi berlawanan arah (Poedjiadi, 1994).
Struktur tersier, menunjukkan kecenderungan polipeptida
membentuk lipatan atau gulungan, dan dengan demikian membentuk
struktur yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan dengan oleh
adanya beberapa ikatan Antara gugus R pada molekul asam amino yang
membentuk protein (Poedjiadi, 1994).
Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit – unit
protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai
polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi
membentuk persekutuan (Poedjiadi, 1994).
2.4.1 Struktur Primer Protein
Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino
dalam molekul protein Poedjiadi, 1994). Struktur primer protein
menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam suatu protein.
Urutan asam amino selalu dituliskan dari gugus terminal amino ke gugus
terminal karboksil. Struktur 3 dimensi protein tersusun dari struktur
sekunder, tersier dan kuartener. Faktor yang menentukkan untuk menjaga
atau menstabilkan ketiga tingkat struktur tersebut adalah ikatan kovalen
yang terdapat pada struktur primer (Fatchiyah et al, 2011).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. Struktur primer protein
(Sumber: http://sciencebiotech.net)
2.4.2 Struktur Sekunder Protein
Struktur sekunder dibentuk karena adanya ikatan hidrogen antara
hidrogen amida dan oksigen karbonil dari rangka peptida. Struktur
sekunder utama meliputi α – heliks dan β – sheet (Fatchiyah et al., 2011).
Gambar 3. Struktur sekunder protein
(Sumber: http://sciencebiotech.net)
2.4.3 Struktur Tersier Protein
Struktur tersier menggambarkan rantai polipeptida yang
mengalami folded sempurna. Beberapa polipeptida folded terdiri terdiri
dari beberapa protein globular yang berbeda yang digabungkan oleh residu
asam amino. Unit tersebut dinamakan domain. Struktur tersier distabilkan
oleh interaksi antara gugus R yang terletak tidak bersebelahan pada rantai
polipeptida. Pembentukkan struktur tersier membuat struktur primer dan
sekunder menjadi saling berdekatan (Biologi Molekular, Fatchiyah, dkk
H99).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4. Struktur tersier protein
(Sumber: http://sciencebiotech.net)
2.4.4 Struktur Quartener Protein
Struktur kuartener melibatkan asosiasi dua atau lebih rantai
polipeptida yang membentuk multisubunit atau protein oligomerik. Rantai
polipeptida penyusun protein oligomerik dapat berbeda atau sama
(Fatchiyah, 2011).
2.4.5 Marker Protein`
Marker protein adalah campuran dari marker protein murni yang
digabungkan secara kovalen dengan pewarna biru yang dapat diuraikan
menjadi 8 pita saat dielektroforesis. Konsentrasi protein diseimbangkan
secara hati – hati pada tiap intensitas. Kopling kovalen dari pewarna untuk
protein mempengaruhi sifat elektroforesis (pemisahan) dalam gel SDS-
PAGE terhadap tiap protein (Laemmli, 1970). Pita marker protein
digunakan sebagai pembanding utama dari protein yang dianalisa
(Mannuchi et al, 1998).
2.5 Hidrolisis
Hidrolisis berasal dari kata hydro yang berarti air dan lysis yang
berarti penguraian. Jadi hidrolisis adalah reaksi penguraian dengan air.
Dalam hal ini adalah proses kimia dimana suatu molekul terurai menjadi
bagian tertentu dengan penambahan sebuah molekul air. Salah satu
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fragmen dari substrat mengikat sebuah ion hidrogen (H+) dari molekul air
dan fragmen yang lain menerima elektron dari ion hidroksil (OH-).
Namun, dalam kondisi normal, hanya sedikit reaksi antara air dan
senyawa organik yang terjadi. Umumnya, asam kuat atau basa kuat harus
ditambahkan untuk mencapai hidrolisis dimana air tidak berpengaruh.
Asam dan basa ini dianggap sebagai katalis yang dimaksudkan untuk
mempercepat reaksi.
Dalam sistem kehidupan, sebagian besar merupakan reaksi
biokimia, termasuk hidrolisis ATP yang berlangsung dengan bantuan
katalis enzim. Kerja katalitik enzim memungkinkan proses hidrolisis
protein, lemak, dan karbohidrat. Misalnya, enzim protease merupakan
enzim yang membantu pencernaan dengan menghidrolisis ikatan peptida
pada protein (Freifelder, 1987).
Berikut adalah reaksi hidrolisis ikatan peptida dalam suasana asam:
Gambar 5. Reaksi hidrolisis ikatan peptide
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Ezim Pepsin
Pepsin adalah kelompok enzim protease yang memecah ikatan
pada rantai peptida. Pepsin memiliki nomor EC 3.4.23.1 dengan nama
pepsin A. Penomoran ini menunjukkan klasifikasi untuk enzim
berdasarkan reaksi kimia yang dikatalisasi. EC 3 menunjukkan enzim
golongan hidrolase yang bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. EC
3.4 menunjukkan reaksi hidrolisis yang terjadi adalah pada ikatan peptida
(NC-IUBMB, 2012).
Pepsin terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein
dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim
ini dihasilkan oleh sel-sel utama lambung dalam bentuk pepsinogen, yaitu
calon enzim yang belum aktif. Nama umum untuk calon enzim ialah
zimogen. Pepsinogen ini diubah kemudian menjadi pepsin yang aktif
dengan adanya asam HCl, sedangkan pepsin yang terjadi dapat menjadi
katalis dalam reaksi perubahan pepsinogen menjadi pepsin (otokatalis)
(Poedjiadi, 1994).
Pepsinogen HCl
Pepsin
Pepsinogen mempunyai bobot molekul sebesar 42.500 Da,
sedangkan bobot molekul pepsin ialah 34.500 Da. Ini berarti bahwa pada
proses pengaktifan pepsinogen menjadi pepsin ada bagian molekul
pepsinogen yang terpisah. Dengan terpisahnya sebagian molekul
pepsinogen tersebut, terbentuk pepsin yang aktif. Jadi bagian yang terpisah
itu semula mentupi bagian aktif enzim. Dengan terbentuknya bagian aktif
enzim, maka dapat terjadi kontak antara substrat dengan enzim, sehingga
terbentuk kompleks enzim-substrat yang lebih lanjut akan membentuk
hasil reaksi (Poedjiadi, 2007).
Pepsin merupakan katalis untuk reaksi hidrolisis protein dan
membentuk polipeptida yang lebih kecil daripada protein. Pemecahan
molekul protein oleh pepsin ini terjadi dengan memutuskan ikatan peptida
yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam amino aromatik (fenilalanin,
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tirosin, triptofan), hidrofobik (leusin, isoleusin, metionin) atau
dikarboksilat (glutamat dan aspartat) (Poedjiadi, 2007).
Pusat aktif dari pepsin mengandung dua residu asam aspartat.
Pertama, yang merupakan bagian dari urutan Ile-Val-Asp-Thr-Gly-Thr-
Ser-Leu dan yang kedua merupakan bagian dari urutan Ile-Val-Asp-Thr-
Gly-Ser-Ser-Asn (Al-Janabi et al, 1972).
Enzim ini memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif pada pH di
atas 6. Enzim pepsin merupakan golongan dari enzim endopeptidase, yang
dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida pada bagian tengah sepanjang
rantai polipeptida dan stabil pada pH 2-5. Enzim ini dihasilkan dalam
bentuk pepsinogen yang belum aktif di dalam getah lambung. Pepsin
berada dalam keadaan inaktif sempurna pada keadaan netral dan alkalis
(Del valle, 1981).
Sisi aktif dari residu asam aspartat ini terdiri dari Asp32 dan
Asp215 dengan adanya molekul air. Secara umum, reaksi katalis oleh
pepsin seperti reaksi asam basa dalam molekul air. Residu Asp215
bertindak sebagai basa yang mengikat proton dalam air dan secara
bersamaan molekul air menyerang kabon karbonil sedangkan residu
Asp32 memberikan bantuan elektrofilik pada oksigen karbonil
menghasilkan intermediet tetrahedral yang dapat memutuskan nitrogen
pada ikatan peptida yang memperoleh proton dari pelarut sehingga
Asp215 dapat memberikan kembali proton yang telah diikat saat
penyerangan oleh molekul air. Gugus amina akan menjadi leaving group
menghasilkan amina dan karboksil (Dunn, 2001). Reaksi katalis pepsin
terhadap substrat terlihat pada Gambar 6.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 6. Struktur intermediet tetrahedral oleh pepsin.
Keterangan: Atom oksigen 1 diperoleh dari molekul air yang menyerang
gugus karbonil dari substrat dan atom oksigen 2 adalah gugus karbonil
substrat. Asp215 mengikat proton dari molekul air dan Asp32
mendonorkan proton pada karbonil (Sumber: Dunn, 2001).
2.7 Permen
2.7.1 Definisi Permen
Permen adalah gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan
mencampurkan gula dengan konsentrasi tertentu ke dalam air yang
kemudian ditambahkan perasa dan pewarna. Permen yang pertama kali
dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah, Mesir, Yunani dan Romawi tidak
menggunakan gula tetapi menggunakan madu. Mereka menggunakan
madu untuk melapisi buah atau bunga untuk mengawetkannya atau
membuat bentuk seperti permen (Toussaint dan Maguelonne 2009).
2.7.2 Jenis Permen
Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar
permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras dan permen
lunak. Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan
pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi
lunak jika dikunyah. Sementara definisi permen lunak menurut SNI 3547-
2-2008 adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau
campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, bertekstur
relatif lunak atau menjadi lunak jika dikunyah.
Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis
permen, permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen. Permen yang
tergolong sebagai permen lunak diantaranya :
2.7.2.1 Permen Jelly
Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur
lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti
agar, gum, pektin, pati, karegenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan
untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal.
Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum
dikemas.
2.7.2.2 Taffy
Taffy adalah permen lunak dan kenyal yang dibuat dari gula
mendidih yang ditarik hingga porous kemudian benang tipis taffy dipotong
dan digulung pada gulungan kertas minyak. Taffy terbuat dari molases,
mentega, dan gula palm (brown sugar). Taffy sering diberi pewarna dan
perasa. Di Inggris, taffy disebut toffy, sedikit lebih keras dibandingkan
taffy di Amerika (Kimmerle 2003).
2.7.2.3 Nougat
Nougat popular di Eropa khususnya Prancis, Spanyol, dan Italia.
Nougat adalah permen yang terbuat dari kacang panggang (kenari atau
hazelnut) dan buah kering yang dimasak dalam madu atau gula hingga
membentuk pasta. Ada dua macam nougat yaitu putih dan cokelat. Nougat
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
putih dibuat dari putih telur yang dikocok sampai halus, sedangkan nougat
cokelat terbuat dari gula yang menjadi karamel dan memiliki tekstur keras.
(Kimmerle 2003).
2.7.2.4 Karamel
Karamel ditemukan di Arab. Awalnya karamel adalah gula hangus
yang digunakan oleh para putri untuk perontok rambut bukan sebagai
permen. Karamel dihasilkan saat gula dipanaskan pada suhu sekitar 320-
350°C sehingga menjadi cairan kental dengan warna keemasan hingga
coklat gelap. Penambahan vanila, sirup jagung, mentega, dan susu
menghasilkan permen yang lengket dan berawarna coklat (Kimmerle
2003).
2.7.2.5 Marshmallow
Marshmallow adalah jenis permen yang memiliki tekstur seperti
busa. Marshmallow terbuat dari sirup jagung, gelatin atau putih telur, gula,
dan pati yang dicampur dengan tepung gula. Marshmallow pada skala
pabrik dibuat dengan mesin ekstrusi. Marshmallow sering dimakan setelah
dipanggang di atas api sehingga bagian luar marshmallow mengalami
karamelisasi sedangkan bagian dalam sedikit mencair (Kimmerle 2003).
2.7.2.6 Permen Karet
Permen karet (chewing gum) merupakan yang pada dasarnya
terbuat dari lateks alami atau sintetis yang dikenal dengan nama
poliisobutilen (Hendrickson 1976). Permen karet pertama yang dijual di
pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun 1800-an tetapi paten
pertama dari permen karet dimiliki oleh William F. Semple pada tahun
1869. Permen karet (chewing gum) memiliki banyak macam varietas,
yaitu :
1. Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam
gum ball machinesdan terdiri dari berbagai warna.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik
unik yaitu dapat ditiup.
3. Sugarfree gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis
buatan.
4. Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen
konvensional dengan permen karet.
5. Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi
tertentu, misalnya Nicogum yang membantu mengatasi
kecanduan perokok dan Vibe Energy Gum yang mengandung
kafein, ginseng, dan teh hijau.
2.7.3 Permen Jelly
Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur
lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti
agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan
untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal.
Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum
dikemas. Aging merupakan proses penyimpanan produk dalam kondisi dan
waktu tertentu untuk mencapai karakter produk yang diinginkan. Permen
lunak yang diproduksi di Indonesia termasuk permen jelly harus
memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 3547-2-2008.
Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan
gel yang digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan
bersifat seperti karet sedangkan jelly agar-agar bersifat lunak dan agak
rapuh. Pektin menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar, tetapi gelnya
lebih baik pada pH rendah, sedangkan karagenan mengasilkan gel yang
bersifat larut air (Buckle et al, 1987).
Permen jelly tergolong sebagai pangan semi basah. Pangan semi
basah adalah produk pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan
satu atau lebih perlakuan, dapat dikonsumsi secara langsung tanpa
penyiapan dan stabil (mengawetkan dengan sendirinya) selama beberapa
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bulan tanpa perlakuan panas, pembekuan, ataupun pendinginan, melainkan
dengan melakukan pengesetan pada formula yaitu meliputi kondisi pH,
senyawa aditif dan terutama aw yang berkisar antara 0.6 sampai 0.85
(diukur pada suhu 25oC) (Muchtadi, 2008). Pemen jelly sebagai pangan
semi basah memiliki umur simpan 6- 8 bulan bila ditempatkan dalam
stoples & 1 tahun jika kemasannya belum dibuka.
Permen jelly memiliki kecendrungan menjadi lengket karena sifat
higroskopis dari gula pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu
ditambahkan bahan pelapis. Permen jelly umumnya memerlukan bahan
pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung gula. Pelapisan ini
berguna untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain dan juga
untuk menambah rasa manis (Kemenristek, 2010).
2.7.4 Macam-macam metode yang digunakan untuk analisa gelatin
A. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy)
Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa yang
tersedia bagi para ilmuwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan
suatu teknik yang didasarkan pada vibrasi atom dalam suatu molekul.
Spektrum dihasilkan melalui pelewatan sinar inframerah pada sampel
uji dan kemudian dilanju tkan dengan penentuan fraksi dalam molekul
yang menyerap sinar tersebut pada tingkatan energi tertentu. Energi
pada tiap puncak dalam spektrum absorbsi yang muncul berhubungan
dengan frekuensi vibrasi dari mbagian senyawa dari sampel tersebut.
Keuntungan analisa menggunakan alat ini adalah dapat menguji semua
bentuk sampel berupa cairan, larutan, pasta, serbuk ataupun gas.
Infra Red (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah
infra merah dengan materi. Spektra Infra Red dari suatu senyawa
memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Spektra IR biasa
dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. Analisa
Infra Red lebih banyak digunakan untuk analisa bahan-bahan organik,
tetapi kadang-kadang juga untuk molekul poliatomik anorganik atau
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
organometalik. Proses instrument spektroskopi FTIR diantaranya
adalah
1. Sumber energi : energi infra merah dipancarkan dari sebuah
sumber yang disebut glowing black-body. Sinar ini kemudian
melewati celah yang dapat mengontrol jumlah energi yang
mengenai sampel.
2. Interferometer : sinar memasuki interferometer dimana
spectral encoding berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan
diubah menjadi sinyal interferogram yang kemudian akan
keluar dari interferometer.
3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan
diteruskan atau dipantulkan oleh permukaan sampel, tergantung
pada jenis analisis yang diinginkan.
4. Detektor : sinar diteruskan ke detektor untuk pengukuran
akhir. Detektor yang digunakan secara khusus dirancang
untuk mengukur sinyal interferogram khusus.
5. Komputer : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim
kekomputer dimana Fourier transformasi berlangsung.
Spektrum inframerah terakhir ini kemudian disajikan kepada
pengguna untuk interpretasi.
Untuk ahli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi IR
adalah untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus
fungsional. Dengan adanya interferometer dan penggunaan laser
sebagai sumber radiasi serta komputer untuk memproses data,
maka metode pengukuran dengan spektroskopi IR berkembang
dengan adanya metode baru yaitu FTIR (Fourier Transform Infa
Red). Dengan metode ini spektroskopi IR dapat menyerap radiasi
hingga frekuensi 4000-400 cm-1
. Perbedaan antaraspektroskopi FTIR
dengan spektroskopi IR adalah pada pengembangan sistem optiknya
sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul
diatomik homonuklear seperti O2, N2 dan H2. Spektra IR dari molekul
poliatomik relatif kompleks karena adanya beberapa kemungkinan
transisi vibrasi, adanya overtone dan perubahan pita. Namun demikian
pita absorpsi untuk beberapa gugus fungsi tertentu cukup tajam dan
karakteristik.Keseluruhan spektra IR dari satu molekul tertentu adalah
karakteristik sehingga sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar terjadi peresapan radiasi
inframerah yaitu :
a) Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat
menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi
yang lebih tinggi.
b) Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama deng an
frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap.
c) Proses absorpsi (spectra IR) hanya dapat terjadi
apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari
momen dua kutub ikatan.
ATR adalah peralatan dimana sampel ditempatkan
dipermukaan kontak dengan elemen ATR (ZnSe kristal, 45o ujung).
ATR digunakan untuk sampel yang menggunakan pelarut air
seperti gelatin. Kelebihan menggunakan ATR yaitu sensitifitasnya
tinggi, tidak memerlukan preparasi sampel dan dapat meningkatkan
reprodusibilitas antar sampel.
B. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Analisis asam amino merupakan metode penentuan komposisi
asam amino atau kandungan protein dan peptida. Untuk
mengidentifikasi adanya asam amino, terlebih dahulu kita perlu
menghidrolisis ikatan amin dengan sempurna untuk memperoleh
asam amino dalam keadaan bebas, kemudian kita memisahkan,
mengidentifikasi dan menghitungnya. Hidrolisis dapat ilakukan pada
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kondisi asam dan basa yang kuat, atau menggunakan enzim spesifik
untuk memperoleh asam amino (Bailey ,1990 ).
Pada hidrolisis asam unsur yang diperlukan adalah HCl 6M, suhu
110oC dan waktu 24 jam. Reaksinya biasanya dilakukan ditabung kaca
yang tertutup. Sementara itu pada hidrolisis basa, ikatan amida dapat
diputus dengan perlakuan terhadap peptida menggunakan NaOH 2M
pada 100oC. Hidrolisis basa menghasilkan destruksi arginin, sistein,
serin dan treonin. Selain itu adapula hidrolisis enzim. Peristiwa ini
terjadi didalam tubuh. Untuk menghancurkan makanan, perut memiliki
enzim dengan kadar tertentu yang dapat dikatalisasi untuk memotong
ikatan peptida yang dikenal sebagai peptidase. Aminopeptidase bekerja
cepat dan efisien dalam hidrolisis ikatan peptida sekaligus memotong
suatu residu asam amino mulai dari ujung N.Tahap selanjutnya, yaitu
pemisahan. Pemisahan yang umum dilakukan adalah dengan cara
kromatografi. Diantara teknik kromatografi yang dapat dilakukan untuk
pemisahan yaitu kromatografi penukar ion, kromatografi kertas, dan
kromatografi cair kinerja tinggi ( Bailey ,1990 ).
Kromatografi penukar ion umumnya sangat efisien dalam
memisahkan campuran asam amino. Metode ini menggunakan kolom
penukar ion secara paralel dengan metode deteksi ninhidrin yang
hasilnya reprodusibel sehingga teknik ini sangat banyak digunakan
dalam pemisahan dan analisis campuran asam amino. Kromatografi
kertas digunakan dalam pemisahan asam amino berdasarkan fakta
bahwa gugus selulosa kertas memiliki afinitas kuat terhadap molekul air
,yang terbentuk oleh ikatan hidrogen dengan gugus OH pada rantai
polisakarida. Jika asam amino tidak dapat dipisahkan dengan sempurna
dengan kromatografi kertas sederhana,maka kromatogram dua dimensi
dapat digunakan.
Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat
memisahkan dua atau tiga komponen dalam suatu campuran. HPLC
atau biasa disebut Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair, yang dapat
digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif.
Analisis kuantitatif dengan teknik KCKT didasarkan pada pengukuran
luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan
luas/area standar. Pada prakteknya, pembandingan kurang
menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan satu standar.
Oleh karena itu, maka pembandingan dilakukan dengan menggunakan
teknik kurva kalibrasi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang
tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom,
sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan
beragam. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) mampu
menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif,
baik dalam komponen tunggal maupun campuran. Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan yang diterima
secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu
sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan
industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk
pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa
biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-
senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering
digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti
asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan
fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.
Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa,
fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan
dimasukkan kedalam fasa gerak dengan penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana
terdapat fase gerak dan fase diam. Fase gerak berupa zat cair yang
disebut eluen atau pelarut, sedangkan fase diam berupa silika gel yang
mengandung hidrokarbon (Pare J.R.J., & Belanger, J.MR, 1997).
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat
untuk memasukan sampel,kolom, detektor, wadah penampung buangan
fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator atau
perekam.
KCKT banyak digunakan untuk analisis asam amino karena analisa
memerlukan waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat dan
teliti. Untuk mendeteksi asam amino dapat digunakan detektor UV atau
detektor fluoresen. Akan tetapi kebanyakan asam amino tidak
mempunyai serapan baik didaerah ultraviolet atau didaerah visibel.
Dalam hal ini asam amino harus diderivatisasi terlebih dahulu supaya
membentuk derivat yang dapat menyerap cahaya UV, tampak, atau
berfluoresensi (Rediatning & Kartini 1987, h. 2-3).
Tujuan dari derivatisasi pada HPLC untuk meningkatkan deteksi,
mengubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan
menghasilkan puncak kromatogram yang lebih baik, mengubah matriks
sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik, dan menstabilkan analit
yang sensitif. Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat
sebagai berikut, yaitu produk yang dihasilkan harus mampu menyerap
baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat membentuk senyawa
berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofotometri, proses
derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar
mungkin (100%), produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses
derivatisasi dan deteksi, serta sisa pereaksi untuk derivatisasi tidak
mengganggu ketika pemisahan pada kromatografi ( Abdul Rohman et
al., 2007 ).
Ada dua macam derivatisasi yaitu derivatisasi pascakolom dan
derivatisasi prakolom. Beberapa metode menggunakan pacakolom
derivatisasi di mana asam amino yang dipisahkan pada kolom
pertukaran ion diikuti dengan derivatisasi dengan ninhidrin, o-
phthalaldehyde. Pada
derivatisasi pascakolom, pemisahan asam amino berdasarkan
pertukaran ion antara gugus amino yang terprotonasi dengan ion Na+
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari resin penukar kation (R-SO3-NA+) pada pH rendah. Pendekatan
lain adalah untuk derivatisasi asam amino sebelum pemisahan pada
kolom HPLC fase terbalik seperti fenil isothiosianat; 6-amino-quinolil-
N-hidroksisuccinimidil karbamate; 9-fluorenil metil kloroformate
(Cooper et al.,vol. 159). Pada kromatografi fase terbalik, silika non
polar dimodifikasi melalui perlekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang
berupa atom karbon 8 atau 18 dan menggunakan pelarut polar berupa
campuran air dan alkohol seperti metanol. Senyawa-senyawa non polar
dalam campuran akan cenderung membentuk interaksi dengan gugus
hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der waals. Senyawa ini
juga kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan waktu untuk
pemutusan hidrogen, sehingga senyawa non polar akan tertahan lebih
lama di dalam kolom, sedangkan molekul-molekul polar akan bergerak
lebih cepat melalui kolom.
C. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu
metode amplifikasi DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang
dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim
polymerase, dimana potongan DNA tertentu dapat dilipat gandakan
(Zyskind dan Bernstain, 1992). Metode ini paling banyak dipelajari
dan digunakan secara luas. Dalam waktu sembilan tahun sejak pertama
kali dikemukakan oleh ilmuan dari Cetus Corporation, Kary Mullis,
PCR telah berkembang menjadi teknik utama dalam laboratorium
biologi molekuler, antara lain untuk transkripsi in vitro dari PCR
template, PCR rekombinan, DNAse I footprinting, sequencing dengan
bantuan phage promoters, dan sebagainya (Putra, 1999).
Menurut Sambrook et al., (2001), tahapan yang terjadi dalam
proses amplifikasi DNA pada PCR yaitu pemisahan (denaturasi) rantai
DNA template, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA
target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi
yang dikatalisis oleh DNA polimerase.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
D. SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel
Electrophoresis)
2.7.5 Prinsip Umum Elektroforesis
Pemisahan senyawa dengan gel ektroforesis dilakukan berdasarkan
perpindahan molekul bermuatan karena pengaruh medan listrik. Suatu
molekul bermuatan Q dalam medan listrik berkekuatan x akan bergerak
dalam kecepatan v karena mengalami gaya sebesar qx. Jika f merupakan
koefisien gesekan (friksi), maka molekul tersebut akan mengalami gaya
hambat sebesar vf, sehingga qx = vf. Koefisien gesekkan menurut Stoke
sebagai berikut:
F = 6 π n v
dengan demikian laju molekulnya sebagai berikut:
n : Viskositas
r : Jari – jari
Mobilitas elektroforesis terutama tergantung pada kekentalan
medium (n), ukuran atau bentuk (r), dan muatan molekul (q). tanda dan
besarnya muatan yang dibawa oleh gugus–gugus yang terionisasi
bervariasi, tergantung pada kekuatan ionic dan pH medium. Oleh karena
itu, pemisahan molekul–molekul efektif dengan cara menyeleksi terlebih
dahulu medium yang tepat (Bintang, 2010).
2.7.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Elektroforesis
2.7.6.1 Medium Penyangga
Teknik elektroforesis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
elektroforesis free boundary dan elektroforesis zona. Elektroforesis free
boundary merupakan pemisahan parsial dalam tabung gelas vertikal dari
campuran protein yang membentuk suatu boundary dengan bufer yang
sesuai. Penerapan arus listrk menghasilkan pergerakan protein, karena
terjadi migrasi dengan laju yang berbeda maka protein akan terpisah
(Bintang, 2010).
v = q
x 6 π n v
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada elektroforesis zona, dengan melakukan pemisahan pada
medium penyangga seperti gel poliakrilamid, akan diperoleh pita protein
yang lebih stabil. Konsentrasi gel harus disesuaikan agar tidak terlalu
encer dan juga tidak terlalu padat (Bintang, 2011). Pada elektroforesis
dalam matriks gel poliakrilamid, protein memisah ketika protein bergerak
melalui matriks tiga dimensi dalam medan listrik. Matriks poliakrilamid
berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran dan
menstabilkan pH buffer agar muatan protein tidak berubah (Fatchiyah,
2011).
2.7.6.2 Sampel
Larutan yang dipisahkan mempengaruhi laju migrasi termasuk
muatan, ukuran, dan bentuk molekul terlarut. Muatan total akan meningkat
apabila laju migrasi meningkat, besarnya muatan biasanya tergantung pada
pH. Ukuran molekul yang lebih besar menyebabkan migrasi menurun dan
kekuatan elektrostatika disekitar larutan meningkat, sedangkan bentuk
molekul yang berbeda dengan ukuran yang sama seperti protein globular
dan fibrous dikarakteristik menghambat migrasi, karena perbedaan bentuk
molekul dapat mempengaruhi pergerakan molekul dan kekuatan
elektrostatik (Bintang, 2010).
Protein merupakan molekul amfoter karena mempunyai gugus
amino positif dan karboksil negatif. Dengan demikian, protein dapat
mengion, baik pada pH basa maupun pada pH asam. Pada pH rendah,
protein bersifat sebagai kation (bermuatan positif) yang cenderung
bergerak kearah katoda (elektroda negatif). Pada pH tinggi, protein bersifat
sebagai anion (bermuatan negatif) yang cenderung bergerak kearah anoda
(elektroda positif). Nilai diantara kedua pH tersebut dinamakan titik
isoelektrik (isoelectric point atau pI) yaitu nilai pH dimana protein
menjadi tidak bermuatan. Pada pH tersebut, jumlah muatan negatif yang
dihasilkan dari proteolisis sebanding dengan jumlah muatan positif yang
diperoleh dari penangkapan proton. Protein yang tidak bermuatan tidak
dapat bergerak pada medan listrik (Fatchiyah, 2011).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hampir semua protein mempunyai pH kurang dari 8,0. Oleh
karena itu, pH buffer elektroforesis yang berkisar 8–9 akan menyebabkan
sebagian besar protein bermuatan negatif yang akan bergerak ke anoda
(Fatchiyah, 2011).
2.7.6.3 Buffer
Sistem bufer digunakan untuk mempertahankan pH didalam
reservoir dan didalam medium penyangga, disamping itu sistem bufer
berfungsi sebagai elektrolit pembawa aliran listrik. Bufer yang digunakan
harus berinteraksi dengan molekul yang dipisahkan dan pH yang
digunakan harus sesuai sehingga campuran molekul dapat dipisahkan satu
sama lain tetapi tidak mengakibatkan denaturasi. pH dipilih berdasarkan
jenis campuran yang akan dipisahkan, umumnya pemisahan maksimal
dapat dicapai pada titik isolistrik (Bintang, 2010).
Kekuatan ionik larutan bufer biasanya berada pada kisaran 0,05–
0,15 dan biasanya diambil nilai diantara kedua nilai ekstrem. Pada
kekuatan ionik yang rendah akan terjadi pergerakan molekul yang cepat
dan produksi panas yang rendah dan terjadi difusi yang nyata. Sedangkan
pada kekuatan ionik yang tinggi, diperoleh pita–pita yang tajam, namun
akan terjadi produksi panas yang lebih tinggi dan terjadi pergerakan
molekul pada jarak yang pendek (Bintang, 2010).
2.7.6.4 Medan Listrik
Sumber arus listrik yang stabil diperlukan untuk menghasilkan
aliran listrik dengan voltase yang konstan. Kekuatan ionik medan listrik
pada kisaran 2–8 V/ cm sesuai untuk suhu ruang. Apabila kekuatan medan
magnet lebih besar dari 10 V/ cm, maka akan terjadi kehilangan air yang
besar karena proses penguapan akibat dari panas yang ditimbulkan.
Larutan bufer kemudian dialirkan kedalam tangki penyangga untuk
menggantikan air yang hilang, dan ini mengakibatkan pergeseran pita–
pita. Pemanasan yang berlebih menyebabkan senyawa terdenaturasi.
Metode–metode pendinginan medium pemisahan dapat dilakukan,
sehingga kekuatan medan 100V/ cm dapat digunakan. Keuntungan
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
elektroforesis pada voltase tinggi adalah terjadinya pemisahan yang cepat
(Bintang, 2010).
2.7.7 SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate PolyAcrylamide Gel
Electrophoresis)
Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi
suatu campuran berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang
bermuatan, dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah
digunakan untuk analisa virus, asam nukleat, enzim dan protein lain, serta
molekul-molekul organik dengan berat molekul rendah seperti asam amino
(Westermeier, 2004).
Sodium Dodecyl Sulfate Poliacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-
PAGE) merupakan elektroforesis gel untuk memisahkan molekul protein
dengan metode two-dimensional gel electrophoresis yaitu menggunakan
dua macam gel dengan masing-masing bufer yang berbeda. Gel yang
digunakan pada SDS-PAGE adalah running gel dan stacking gel (Gambar
7). Prinsip SDS-PAGE adalah memisahkan molekul protein berdasarkan
berat molekul (Alberts et al, 2002).
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 7. Skema Alur Elektroforesis
(Sumber: Bintang, 2010)
Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) adalah deterjen yang mampu
menghambat interaksi hidrofobik antar molekul serta melarutkan molekul
yang hidrofobik tersebut. Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) berfungsi untuk
mendenaturasi protein dalam bentuk protein kompleks (kuarterner, tersier,
dan sekunder) menjadi bentuk yang lebih sederhana (primer atau linear).
Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) juga mengubah seluruh muatan protein
menjadi negatif (Seidman & Moore, 2002: 583). Hal ini seperti terlihat
pada Gambar 8.
Gambar 8. Konformasi protein sebelum dan setelah penambahan SDS
(Sumber: Davidson, 2001)
Menurut Dunn (1989), protein yang terdenaturasi sempurna akan
mengikat SDS dalam jumlah yang setara dengan berat molekul protein
tersebut. Elektroforesis gel SDS dilakukan pada pH sekitar netral dengan
adanya β-merkaptoetanol untuk mereduksi semua ikatan disulfida dalam
rantai yang ada pada protein menjadi gugus sulfihidril.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 9. Efek penambahan SDS dan merkaptoetanol pada protein
(Sumber: Davidson, 2001)
Elektroforesis dapat digunakan untuk keperluan preparatif, selain
bersifat analitik, bentuknya ada yang bersifat kolom, ada pula yang
lempengan. Pada elektroforesis gel, molekul dipisahkan di dalam larutan
buffer melalui suatu polimer matriks gel. Berbagai jenis gel telah
dimanfaatkan oleh teknik ini. Diantaranya oleh gel pati, agarosa dan
sekarang ini para ilmuwan cenderung mempergunakan jenis
poliakrilamida. Akrilamida sebagai senyawa utama yang menyusun gel
adalah merupakan senyawa karsinogenik (Bintang, 2010).
Polimer ini disusun oleh akrilamida dan N-N’-metil-en-bis-
akrilamida yang berpolimerisasi dengan bantuan suatu katalisator/sistem
radikal bebas, seperti ammonium persulfat (APS) dan katalisator
N,N,N’,N’, tetrametilen diamin (TEMED). Ammonium persulfat
berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi
dengan molekul akrilamida yang lainnya membentuk rantai polimer yang
panjang. Apabila APS dilarutkan ke dalam air maka akan membentuk
radikal bebas:
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
S2O32-
→ 2SO42-
Akrilamida yang telah diaktifkan ini selanjutnya bereaksi dengan
molekul akrilamida berikutnya demikian seterusnya, sehingga akan
dihasilkan rantai polimer yang panjang. Meskipun larutan rantai-rantai
polimer ini kental (viscous), akan tetapi belum terbentuk gel. Untuk
terbentuknya gel diperlukan senyawa pembentuk ikatan silang (cross-
linking Agent). Hal ini dapat dicapai dengan melakukan polimerisasi
dengan adanya N,N’-metilena-bis akrilamida.
Bis‐akrilamida berfungsi sebagai cross‐linking agent yang
membentuk kisi‐kisi bersama polimer akrilamida. Kisi‐kisi tersebut
berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara
akrilamida dengan bis akrilamida dapat diatur sesuai dengan berat molekul
protein yang dipisahkan. Semakin rendah berat molekul protein yang
dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan
agar kisi‐kisi yang terbentuk semakin rapat.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 10. (1) Senyawa Penyusun poliakrilamida (2) Polimerisasi dan “crosslinking”
dari akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida
(Sumber: Burden & Whitney, 1958)
Oleh karena itu, ditambahkan TEMED atau β-(dimetilamina)
propionitril pada resolving gel sebagai katalisator pembentuk gel karena
kemampuannya berada dalam radikal bebas (Anonim, 2004).
Visualisasi band protein menggunakan pewarnaan gel dengan zat
pewarna yang dapat berikatan dengan molekul protein. Metode pewarnaan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gel terbagi menjadi Coomassie Blue Staining dan Silver Staining.
Coomassie blue staining berfungsi untuk mewarnai gel SDS menjadi biru.
Kelebihan coomassie blue staining adalah prosesnya cepat, mudah
digunakan, dapat mengikat protein secara spesifik dengan ikatan kovalen,
dan biayanya relatif murah dibandingkan dengan Silver Staining
(Copeland, 1994). Berikut adalah gambar hasil visualisasi SDSPAGE
menggunakan coomassie blue staining:
Gambar 11. Visualisasi gel SDS (Sumber: Molekuler HUB, 2011).
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT)
UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2014 sampai Agustus 2015.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin sapi
(Gelatin, from bovine skin, G 9382-100 G, EC 232-554-6, WGK 3 Type
B) dan gelatin (Gelatin,, from porcine skin, G 2500-100 G, EC 232-554-6,
WGK 3 Type A), sampel gummy vitamin c yang beredar di Indonesia
didapat dari Apotek Kimia Farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111
Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Bahan kimia yang digunakan larutan Akrilamid/ Bis (30%;
2,67%C); SDS 10% (w/ v), sampel buffer (Tris HCl 0,5 M; Glycerol; SDS
dan Bromophenol Blue), Tris HCl 0,5 M pH 6,8, gliserin, enzim pepsin
(from porchine gastric mucosa, P7000-25G Sigma-aldrich), SDS (Sodium
Dodecyl Sulphate) 10%, aquades, Bromophenol Blue, 2-merkaptoethanol,
Natrium asetat, asam asetat (glacial), Ammonium persulfate for
electroforesis 98% sigma-ald A3678-25G, Coomasie Briliant blue R250
(Bio-Rad), asam asetat pekat, TEMED (N,N,N;,N’ –tetra metil etilen
diamin) (E.Merc), HCl 6N, protein standar (prestained broad range)
catalog # 161-0317 Bio-Rad, Larutan Running buffer (Tris basa, Glycerol
dan SDS), larutan pewarna (0,1% commasie blue dalam larutan metanol :
air : asam asetat (5:5:2)), marker protein (prestained SDS-PAGE standar
broad range) dari Bio-Rad dengan ukuran 14,5 kDa–200 kDa. larutan
pembilas (metanol 30% dan asam asetat 10%), gliserol, larutan buffer
asetat 0,1N pH 5, air deionisasi dan aseton.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Alat Penelitian
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung
eppendorf 2 mL, mikro tip, mikropipet (P2, P10, P200 dan P1000)
centrifuge, timbangan digital, votex, pH meter, Waterbath, hotplate stirer,
alumunium foil, pinset, tabung reaksi, gelas beaker (50 mL, 100 mL, dan
250 mL), lemari pendingin, pengaduk kaca, wadah pencetak gelatin, label
penanda, Printer scan Canon PIXMA MG2920, tissue, sarung tangan,
shaker, Power Supply, dan Mini Protean Gel Electrophoresis BioRad.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan berupa gummy vitamin c yang beredar di
Indonesia dan dibeli di apotek Kimia Farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111
Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE
1. Larutan Stok Acrylamide/ Bis (30%%T;2,67%C)
29,2 g akrilamide dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, kemudian
ditambahkan 0,8 ml N’N’ –bis-methylene-acrylamide ke dalam
larutan aduk hingga larut dengan stirer, kemudian larutan disaring dan
disimpan pada suhu 4°C ditempat yang terhindar dari cahaya.
2. SDS 10% (w/v)
10 g SDS dilaritkan dalam 90 ml air deionisasi diaduk dengan hati-
hati kemudia pH disesuaikan hingga 8,8 dengan penambahan 6 N
HCL. Kemudian air deionisasi ditambahkan pada larutan hingga 100
ml, larutan disimpan pada suhu 4°C.
3. 1,5 M Tris-HCl;pH 8,8
18, g Basa Tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan
hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 8,8 dengan penambahan 6
N HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml larutan
disimpan pada suhu ruang.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Sample Buffer
6 g basa tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan hati-
hati kemudian pH disesuaikan hingga 6,8 dengan penambahan 6 N
HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml. Larutan
disimpan pada suhu 4°C.
5. Running Buffer
1,25 ml stacking buffer; 2,5 ml gliserol, 2 ml 10% SDS; dan 0,2 ml
0,5% (w/v) bromphenol blue ditambahkan dalam 3,5 ml air
deionisasi. Air deionisasi ditambahkan hingga volume ditambahkan
hingga volume total 9,5 ml, larutan disimpan pada suhu ruang.
6. 10% APS (Disiapkan ketika akan digunakan).
3.4.3 Penyiapan Gel Elektroforesis
Gel elektroforesis dibuat dengan konsentrasi stacking gel 4% dan
resolving gel 12% dengan formulasi seperti tabel
Tabel 2. Formula gel elektroforesis (Sumber : BioRad)
Persen
Gel
Air deionisasi
(ml)
Akrilamid/bis
(ml)
Gel buffer*
(ml)
10% w/v SDS
(ml)
4% 6,1 1,3 2,5 0,1
12% 3,4 4,0 2,5 0,1
*Resolving Gel Buffer – 1,5M tris-HCL; pH 8,8
*Stacking Gel Buffer – 0,5 M tris-HCL; pH6,6
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4 Pembuatan Simulasi Gummy Vitamin C
Formulasi gummy vitamin c
Sukrosa : 15,5 gram (31 %)
Sirup glukosa : 18 ml (36 %)
Air : 3 ml (6 %)
Gelatin : 7 gram (14%)
Air : 3,5 ml (7 %)
Asam sitrat : 1 gram (2 %)
Vitamin c : 2 gram (4 %)
a) Proses pembuatan :
Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan yang
dibutuhkan menggunakan kaca arloji. Sukrosa sebanyak 15,5 g
dimasukan ke dalam beaker glass 1 dan dicampurkan dengan sirup
glukosa 18 ml dan air 3 ml. Campuran tersebut kemudian dilebur
pada suhu 90o C lalu didiamkan sampai dingin. Gelatin sapi dan
babi ditimbang sebanyak 7 g kemudian dimasukkan kedalam
beaker glass 2 dan ditambahkan air sebanyak 3,5 ml, kemudian
dilebur pada suhu 60o C. Kemudian campuran dalam beaker glass
2 di masukkan ke dalam beaker glass 1 diikuti dengan penambahan
asam sitrat sebanyak 1 g dan vitamin C sebanyak 2 g secara
perlahan-lahan dan di aduk sampai homogen. Massa di tempatkan
kedalam cetakan. Setelah 48 jam gummies dikeluarkan dari
cetakan. Berat total simulasi gummy vitamin C yaitu 50 g.
(Reinhard Schrieber and Herbert Garies, Gelatin Handbook, hal
164 dengan modifikasi).
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.5 Ekstraksi Gelatin
Sebanyak 10 g masing-masing sampel A, B dan simulasi gummy
ditimbang dan ditambahkan 50 mL aquadest dalam tabung reaksi
kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C. Setelah larut
kemudian sampel dan simulasi disentrifuge pada 6000 rpm selama 30
menit. Supernatant yang sudah jernih dipipet dan dipindahkan pada tabung
reaksi baru dan ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:4 (v: v),
gelatin praktis tidak larut dalam aseton, supernatan akan menggumpal
dengan penambahan aseton. Kemudian sampel dan simulasi yang telah
ditambahkan aseton disentrifuge kembali pada 6000 rpm selama 30 menit.
Gumpalan gelatin yang terbentuk diambil dan disimpan dalam cawan
penguap dengan label dan ditutup alumunium foil, kemudian dioven pada
suhu 50 °C selama 1 jam. Endapan kering kemudian ditimbang dan
disimpan dalam suhu ruang (Azira et al., 2012 dengan modifikasi). Gelatin
hasil ekstraksi yang didapatkan adalah simulasi gelatin babi 225 mg,
simulasi gelatin sapi 276 mg, sampel A 124 mg dan sampel B 115mg
3.4.6 Hidrolisis Gelatin
Gelatin standar, sampel dan simulasi yang didapat dari masing-
masing hasil ekstraksi ditimbang sebanyak 100 mg secara akurat dan
dimasukkan kedalam centrifuge tube 50 mL dan ditambahkan 5 mL buffer
asetat 0,1 N pH 4,5 gelatin dilarutkan. Kemudian dibuat larutan pepsin, 3
mg enzim pepsin ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL buffer dalam
tabung reaksi. Sebanyak 1 mL masing-masing gelatin sampel dan simulasi
yang telah ditambahkan buffer asetat dimasukkan kedalam tabung
eppendorf 2 mL, kemudian masing-masing tabung ditambahkan 20 µL
larutan pepsin. Sebagai kontrol digunakan larutan gelatin standar tanpa
penambahan enzim. Selanjutnya masing-masing tube diinkubasi pada suhu
60ºC selama 1 jam. Setelah diinkubasi kemudian gelatin sampel dan
simulasi didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan NaOH 0,01 M
sebanyak 200 µL pada masing-masing sampel dan simulasi. sampel dan
simulasi siap dielektrorofsis (Hermanto et al, 2013 dengan modifikasi).
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5 Elektroforesis
Running buffer dimasukkan ke dalam wadah elektroforesis. Pada
saat penambahan running buffer dilakukan secara hati-hati untuk
mencegah terbentuknya gelembung udara. Running Buffer ditambahkan
sampai melebihi batas atas sumuran.
Larutan sampel dan simulasi gummy vitamin c yang telah
dihidrolisis masing-masing dipipet menggunakan mikropipet f10 sebanyak
10µl dan dimasukkan kedalam tabung effendorf. Kedalam masing-masing
tabung ditambahkan buffer sample sebanyak 10µl, tabung kemudian
dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C selama 5 menit, kemudian
dipipet menggunakan mikropipet f10 sebanyak 10 µl dan dimasukkan
kedalam sumuran gel elektroforesis. (Hames, 1998).
Urutan kolom gel eletroforesis adalah sebagai berikut kolom 1
marker protein, kolom 2 standar gelatin sapi, kolom 3 standar gelatin babi,
kolom 4 simulasi gummy gelatin sapi, kolom 5 simulasi gummy gelatin
babi, kolom 6 sampel A, kolom 7 sampel B dan kolom 8 standar gelatin
sapi tanpa hidrolisis enzim.
Peralatan elektroforesis disambungkan pada power pack. Anoda
(kutub positif) dihubungkan dengan reservoir atas dan katoda (kutub
negatif) dihubungkan dengan reservoir bawah, elektroforesis pada 200
volt, 15mA. Running dilakukan sampai batas gel, 1 cm dari batas bawah
resolving gel. Proses elektroforesis berlangsung selama 60 menit.
Setelah proses elektroforesis selesai gel diwarnai dengan 0,05%
(w/v) comassie blue R-250 dalam methanol 15% (v/v) dan asam asetat 5%
(v/v) pewarnaan dilakukan diatas shaker selama 1 jam, gel kemudian
diangkat dan direndam dalam campuran methanol 40%, asam asetat 7,5%
dan aquadest 52 didalam wadah. Proses perendaman dilakukan diatas
shaker selama 10 jam. Gel kemudian diangkat dan dilakukan identifikasi
pita-pita yang terbentuk (Hames, 1998).
3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil SDS-PAGE
Gelatin yang telah dielektroforesis kemudian di scan. Pita-pita
yang terbentuk pada gel elektroforesis diamati dan dibandingkan dengan
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
standar marker protein standar dari BioRad. Perhitungan dilakukan dengan
mengukur jarak tracking dari stacking gel sampai separating gel (a) dan
mengukur jarak tracking dari stacking gel ke masing-masing pita protein
yang terbentuk (b), kemudian ditentukkan nilai retardation factor (Rf)
dengan cara membagi jarak masing-masing pita dengan jarak tracking
total (b/a)
selanjutnya dihitung nilai log BM dari masing-masing BM pita marker
protein. BM pita sampel dan dimulasi dihotung menggunakan persamaan
linear {Y = a + bX} dimana nila Rf sebagai sumbu X dan log BM sebagai
sumbu Y. Kemudian nilai Rf dimasukkan dalam persamaan regresi linear
dengan rumus y = a + bx (Mahasri, 2010).
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMAHASAN
4.1 Analisa Profil Protein dengan SDS PAGE
Protein dibentuk dari susunan asam amino yang dihubungkan oleh
ikatan peptida.
Gambar 12. Pembentukan ikatan peptida
Ikatan peptida terbentuk oleh asam amino yang berikatan dengan asam
amino lainnya. Atom H dari gugus amina berikatan dengan atom OH dari
gugus hidroksil menghasilkan air.
Enzim pepsin sebagai biokatalisator akan mengkatalis pemotongan
ikatan peptida tersebut. Pepsin akan memecah molekul protein menjadi
polipeptida yang lebih kecil dengan memutus ikatan peptida yang ada pada
sisi NH2 bebas dari asam-asam amino aromatik (fenilalanin, tirosin dan
triptofan), hidrofobik (Leusin, isoleusin dan metionin), atau dikarboksilat
(glutamat dan aspartat). Kondisi lingkungan kerja enzim dibuat
sedemikian dengan tujuan mendapatkan kinerja optimal dari enzim
tersebut.
Analisa profil protein dilakukan menggunakan SDS-PAGE
(Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)
berdasarkan pemisahan protein yang telah dihidrolisis pada kondisi pH 4,5
dan temperatur 60°C selama 1 jam. Metode ini akan memisahkan protein
sesuai dengan berat molekulnya. Metode elektroforesis tidak
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mempengaruhi struktur biopolimer dan sensitif terhadap perbedaan
muatan dan berat molekul yang cukup kecil. (Hammes, B. D. 1998).
Protein akan bergerak dalam satu medium yang mengandung medan listrik
dan menyebabkan protein bermuatan tersebut bergerak dalam medium
yang disebabkan perbedaan polaritas. Mobilitas molekul protein
dipengaruhi beberapa faktor diantaranya bentuk molekul, ukuran molekul,
konsentrasi gel, waktu elektroforesis dan voltase elektroforesis yang
digunakan dalam gel.
Elektroforesis diatur dengan tegangan 150 v dan arus sebesar 40
mA. Pengaturan ini dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan.
Pengaturan tersebut dipilih karena memberikan hasil yang paling baik
diantara percobaan-percobaan yang telah dilakukan. Sumber arus listrik
yang stabil diperlukan untuk menghasilkan aliran listrik dengan voltase
yang konstan. Larutan buffer kemudian dialirkan kedalam tangki
penyangga untuk menggantikan air yang hilang, dan ini mengakibatkan
pergeseran pita–pita. Pemanasan yang berlebih menyebabkan senyawa-
senyawa terdenaturasi. Metode–metode pendinginan medium pemisahan
dapat dilakukan, sehingga kekuatan medan 100V/cm dapat digunakan.
Keuntungan elektroforesis pada voltase tinggi adalah terjadinya pemisahan
yang cepat (Bintang, 2010).
Setelah marker, standar dan sampel dielektroforesis didapatkan
hasil berupa lembaran gel, kemudian lembaran gel tersebut diwarnai
dengan Bromophenol Blue dan diinterpretasikan dengan scaner. Setelah
didapatkan hasil gambar dalam bentuk soft copy, kemudian diukur panjang
tracking pita dari atap sumuran sampai dasar sumuran, jarak tracking tiap
band dari atap sumuran sampai tiap-tiap pita yang terdeteksi dihitung
dengan rumus persamaan regresi linear untuk mengetahui berat molekul
pada masing-masing band pita protein.
Pada penelitian ini sampel terdiri dari dua produk gummy vitamin c
yang berbeda, marker protein serta gelatin standar dan simulasi. Urutan
memasukan kedalam kolom adalah sebagai berikut marker kolom satu,
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
standar gelatin sapi kolom dua, standar gelatin babi kolom tiga, simulasi
gummy sapi kolom empat, simulasi gummy gelatin babi kolom lima,
sampel gummy A kolom enam, sampel gummy B kolom tujuh dan standar
gelatin sapi tanpa hidrolisis enzim kolom delapan.
Dari hasil penelitian diperoleh pita dari masing-masing sampel
gelatin gummy dan gelatin simulasi. Kemudian dilakukan skrining pita-
pita protein untuk ditentukan nilai faktor retensi (Rf) dan berat molekulnya
(BM). Penentuan nilai Rf dari pita marker protein dihitung dengan cara
membagi jarak pita (jarak dari sumuran sampai ke pita) dengan batas akhir
garis elektroforesis. Terbentuk 9 pita marker protein dengan berat molekul
200 KDa, 116 KDa, 97,4 KDa, 66 KDa, 45 KDa, 31 KDa, 21.5 KDa dan
14.5 KDa. Berat molekul marker protein yang telah diketahui kemudian
dihitung nilai BM-nya. Perhitungan logaritma BM dan nilai Rf dapat
dilihat pada tabel 3 dan hasil elektroforesis marker protein dan protein
sampel dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Hasil elektroforesis marker protein dan sampel. Keterangan gambar. M =
Marker, 1 = Standar gelatin sapi, 2 = Standar gelatin babi, 3 = Simulasi gummy vitamin c sapi,
4 = Simulasi gummy vitamin c babi, 5 = Sampel gummy A, 6 = Sampel gummy B, 7 = Standar
gelatin sapi, 8 = Standar gelatin tanpa hidrolisis enzim.
M 1 2 3
KDa
200
116
97.4
66
45
31
21.5
14,4
6,5
4 5 6 7 8
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Analisa diawali dengan perhitungan regresi linear seri log bobot
molekul pita pemisahan marker sebagai sumbu y dan nilai Rf sebagai
sumbu x.
Tabel 3. Nilai Log BM dan Nilai Rf Marker Protein
No BM (KDa) Log BM
(y)
Pergerakan
warna (mm)
Jarak Pita
(mm)
Rf (x)
1 200 2,30 57 5 0,08
2 116 2,06 57 11,5 0,20
3 97,4 1,99 57 16 0,29
4 66 1,82 57 19,5 0,32
5 45 1,65 57 25,5 0,45
6 31 1,49 57 31 0,54
7 21,5 1,33 57 42 0,74
8 14,4 1,16 57 53,5 0,94
9 6,5 0,82 57 57 1
Kemudian dibuat kurva standar nilai Rf yang diperoleh terhadap
nilai log BM yang dapat dilihat pada gambar
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 14. Kurva Regresi Linear Standar Marker Protein
Hasil regresi linear diatas kemudian digunakan untuk menghitung
bobot molekul pita pemisahan protein gelatin. Berdasarkan perhitungan
diperoleh nilai a = 2,262, b = -1,316 dan nilai r = - 0,968. Maka diperoleh
rumus y = -1,316x + 2,262, dengan rumus yang diperoleh dapat
ditentukkan nilai Rf, BM dan Log BM dari pita protein sampel yang
terbentuk.
Tabel 4. Bobot Molekul Pita Gelatin Sapi, Gelatin Babi, Simulasi Gummy Gelatin
Sapi,Simulasi Gummy gelatin Babi dan Sampel
No SGS
(mm)
SGB
(mm)
SGVS
(mm)
SGVB
(mm)
SaA
(mm)
SaB
(mm)
SGSTHE
(mm)
BM
(kDa)
1 21 21 21 21 21 21 - 59,86
2 27 - 27 - 27 27 - 43,51
3 - 30 - 30 - - - 37,10
4 32,4 - 32,4 - 32,4 32,4 - 32,66
5 - 38,4 - 38,4 - - - 23,73
6 - 42,6 - 46,2 - - - 18,68
7 48 - 48 - 48 48 - 16,14
2,3 2,06 1,99
1,82 1,65
1,49 1,33
1,16
0,82
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Log
Bo
bo
t M
ole
kul
Nilai Rf
Kurva Standar Marker Protein
y = 2,262-1,316x R2 = 0,968
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : SGS=Standar Gelatin Sapi, SGB=Standar Gelatin Babi, SGVS=Simulasi Gummy
Vitamin c Sapi, SGVB=Simulasi Gummy Vitamin c Babi, SaA=Sampel gummy A, SaB=Sampel
gummy B, SGSTHE=Standar Gelatin Sapi Tanpa Hidrolisis Enzim.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein gelatin sapi
dan gelatin babi pada sampel yang diuji gelatin sapi gelatin sapi (Gelatin,
from bovine skin, G 9382-100 G, EC 232-554-6, WGK 3 Type B) dan
gelatin (Gelatin,, from porcine skin, G 2500-100 G, EC 232-554-6, WGK
3 Type A), sampel gummy vitamin c yang didapat dari apotek kimia farma,
jalan Ir. H. Juanda No. 111 Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan,
Banten.
Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Hermanto et al dengan
menganalisa profil protein gelatin sapi dan gelatin babi murni bukan
produk dengan dihidrolisi menggunakan enzime pepsin selama 1 jam dan
didapati hasil sebagai berikut
Gambar 15. Hasil Elektroforesis Hermanto et al
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa adanya setelah hidrolisi
selama 1 jam dengan enzim pepsin perbedaan fragmen polipeptida yang
berada pada kisaran berat molekul 36,881 kDa dan 28, 643 kDa, dimana
pada gelatin babi muncul 2 pita sedangkan pada gelatin sapi tidak muncul.
Sedangkan pepsin muncul pada kisaran berat molekul 36,881 kDa-53,045
kDa (Hermanto et al, 2013).
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemisahan protein SDS-PAGE menunjukkan pola pemisahan yang
baik setelah dilakukan hidrolisis menggunakan enzim pepsin dengan
waktu inkubasi 1 jam pada suhu 60°C. Pemilihan waktu inkubasi hidrolisis
enzim pepsin selama 1 jam pada suhu 60°C berdasarkan penelitian
Hermanto et al (2013) dimana pemisahan sudah dapat diidentifikasi
dengan baik setelah hidrolisis menggunakan enzim pepsin selama 1 jam
pada suhu 60°C.
Pada gambar 13 dapat dilihat pada kolom 8 protein yang tidak
terhidrolisis memiliki bobot molekul yang besar dan bertumpuk diatas 200
kDa. Namun setelah dilakukan hidrolisis selama satu jam menunjukkan
adanya fragmen polipeptida yang berada pada kisaran berat molekul 59,86
kDa dan 16,14 kDa. Hal ini menunjukkan aktivitas enzim pepsin dalam
pemotongan ikatan peptida protein menjadi fragmen polipeptida dengan
rentang berat molekul 65,45 kDa sampai 14,49 kDa.
Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari protein menunjukkan
kandungan atau banyaknya protein yang mempunyai berat molekul yang
sama yang berada pada posisi pita yang sama. Sesuai dengan prinsip
pergerakan molekul bermuatan, molekul dengan muatan dan ukuran yang
sama akan terakumulasi pada zona yang sama atau berdekatan
(Soedarmadji, 1996). Hasil berupa pita-pita protein yang mengendap
sesuai dengan berat molekulnya, semakin kebawah berat molekulnya
semakin kecil (Hames, 1990). Dari hasil pengamatan didapatkan pita
protein dengan berat molekul seperti pada tabel 4
Pepsin sebagai enzim yang di gunakan untuk memotong protein
untuk menjadi fragmen-fragmen rantai polipeptida memiliki situs-situs
spesifik pemotongan. Pepsin memotong rantai polipeptida dengan
memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam
amino aromatik (Fenilalanin, tirosin dan triptofan), hidrofobik (leusin,
isoleusing dan metionin) atau karboksilat (glutamat dan aspartat) (Al
Janabi et al., 1972). Perbedaan profil pemisahan protein gelatin pada SDS-
PAGE setelah dihidrolisis dapat terjadi karena urutan asam amino
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyusun protein tidak sama tergantung spesies asalnya (Gorgieva dan
Kokol, 2011).
Pro Ser Gly Asp Lys Gly Asp Thr Gly Gly Pro Pro Gly Pro Gln Gly Leu
Gln Gly Leu Pro Gly Thr Ser Gly Pro Pro Gly Glu Asn Gly Lys Pro Gly
Glu Pro Gly Pro Lys Gly Glu Ala Gly Ala Pro Gly Ile Pro Gly Gly Lys Asp
Ser Gly Ala Pro Gly Glu Arg Pro Pro Gly Ala Gly Gly Pro Pro Gly Pro Arg
Gly Gly Ala Gly Pro Pro Gly Pro Glu Gly Gly Lys Gly Ala Ala Gly Pro
Pro Gly Ser Ala Gly Thr Pro Gly Leu Gln Gli Met Pro Gly Glu Arg Gly
Gly Pro Gly Gly
A . Susunan asam amino kolagen babi
Gly Pro pro Gly Pro Gln Gly Leu Gln Gly Leu Pro Gly Thr Lys Gly Glu
Ala Gly Ala Pro Gly Ile Pro Gly Gly Lys Gly Gly Pro Pro Gly Pro Arg Gly
Ala Gly Ala Gly Pro Pro Gly Pro Ala Gly Thr Pro Gly Leu Gly
Gly Met Pro Gly Glu Arg Gly
B. Susunan asam amino kolagen sapi
Gambar 16. Pemotongan pepsin. Keteranga (A) susunan asam amino rantai alfa
1 kolagen babi, (B) susunan asam amino rantai alfa 1 kolagen babi (Bell et al,
2004).
Gambar 16 menunjukkan bagaimana terjadinya pemotongan
terhadap asam amino dengan panjang yang tidak sama. Hasil studi literatur
menunjukkan kemungkinan terjadinya pemotongan rantai polipeptida
antara leusin dan glutamin pada pH 4 sebesar 100% (palashoff, 2008).
Pada situs ini (leusin-glutamin) dari kolagen sapi dan babi akan terlihat
jumlah asam amino hasil pemotongan tidak sama jumlahnya sehingga
panjang rantai polipeptida yang dihasilkan akan berbeda antara protein
gelatin sapi dan babi. Hal ini akan mempengaruhi bobot molekul fragmen
polipeptida yang dihasilkan.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 17. Pita spesifik standar gelatin sapi dan babi. Keterangan
gambar; M=Marker, 1=Standar Gelatin Sapi, 2=Standar Gelatin Babi,
3=Simulasi Gummy Sapi, 4=Simulasi Gummy Babi, 5=Sampel gummy A,
6=Sampel gummy B, 7=Standar Gelatin Sapi, 8=Standar Gelatin Sapi Tanpa
Hidrolisi Enzim.
Penentuan pita spesifik dari gelatin sapi dan gelatin babi penting
dilakukan karena hal ini menjadi pembanding sumber gelatin sampel. Pita
spesifik ditentukan dengan melihat perbedaan pola pemisahan dari kedua
gelatin. Kemudian dilihat pita yang muncul di salah satu gelatin tetapi
tidak muncul pada pemisahan gelatin lainnya. Pita-pita yang muncul pada
kedua jenis gelatin bukan pita spesifik. Pada penelitian ini diperoleh pita
yang hanya muncul pada gelatin sapi pada bobot molekul 43,51 kDa,
32,66 kDa dan 16,14 kDa. Pita yang muncul pada gelatin babi pada bobot
molekul 37,10 kDa, 23,73 kDa dan 18,68 kDa. Sedangkan pita yang
muncul pada kedua jenis gelatin 59,86 kDa.
Analisis terhadap pita pemisahan sampel gelatin gummy dilakukan
dengan membandingkan keberadaan pita-pita spesifik pada masing-masing
standar gelatin. Dari hasil perbandingan diperoleh pemisahan protein
M 1 3 2 4 7 6 5 8
32,66
43,51
16,14
37,10
18,68
23,73
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gelatin sampel kolom 5 dan 6 menunjukkan 3 pita spesifik gelatin sapi
yaitu pada bobot molekul 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa. Dengan
hasil tersebut kolom 5 dan 6 memilki pita spesfik gelatin sapi.
Dari hasil penelitian ini dapat SDS-PAGE dapat digunakan sebagai
metode untuk membedakan gelatin sapi dan gelatin babi. SDS-PAGE juga
dapat membedakan gelatin yang telah menjadi produk olahan seperti
gummy vitamin c. Tetapi SDS-PAGE hanya dapat melakukan analisis
secara kualitatif.
55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. SDS-PAGE dapat membedakan profil protein gelatin sapi dan babi
setelah dihidrolisis menggunakan enzim pepsin.
2. Profil protein gelatin sapi menunjukkan pita spesifik pada berat
molekul 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa. Sedangkan untuk babi
37,10 kDa, 23,73 dan 18,68 kDa.
3. Dengan membandingkan pola pemisahan protein diperoleh bahwa
sampel A yang mempunyai berat molekul 43,51 kDa, 32,66 kDa dan
16,14 kDa diduga bersumber dari gelatin sapi dan sampel B yang
mempunyai berat molekul 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa
diduga juga bersumber dari gelatin sapi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan analisis lebih lanjut pada pita-pita hasil pemisahan
SDS-PAGE dengan menggunakan LCMS sehingga dapat diketahui
urutan asam amino pada masing-masing pita tersebut.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Al-Janabi, Jasim., Hartsuck J & Tang J. 1972. Kinetics and Mechanism of
Pepsinogen Activation. Journal of Biological Chemistry. Vol 247, No.14,
4628-4632.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta: Dirjen POM 404.
Anonim. 2004. Persiapan Pembuatan Gel Untuk SDS-PAGE. Pelatihan Bio Rad,
27- 29 Desember 2004. Laemmli System.
Anonim (2008), SNI 3457-1-2008. Tentang Definisi Kembang Gula. Badan
Standarisasi Nasional.
Anonim (2008), SNI 3457-2-2008. Tentang Definisi Kembang Gula Lunak. Badan
Standarisasi Nasional.
Apriyantono, A., J. Hermiantono, dan N. Wahid. 2007. Pedoman Produksi
Pangan Halal. Khairul bayan Press. Jakarta.
Azira, Nur T., Amin, I., Che Man, Y.B. 2012. Differentiation of bovine and
porcine gelatins in processed products via Sodium Dodecyl Sulphate-
Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) and principal
component analysis (PCA) techniques. International Food Research
Journal 19 (3): 1175-1180 (2012.)
Balti, Rafik., J. Mourad, A. Sila, N. Souissi, N. Nedjar-Arroume, D. Guillochon,
M. Nasri. 2010. Extraction and Functional Properties of Gelatin From
The Skin of Cuttlefish (Sepia Officinalis) using Smooth Hound Crude Acid
Protease-Aided Process. Article in Press Food Hydrocolloids xxx.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Burden, David W & Whitney, Donald W. 1958. Biotechnology: Protein to PCR:
A Course in Strategies and Lab Techniques. Boston: Birkhäuser.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Carr, J. M., K. Sufferling, & J. Poppe. 1995. Hydrocolloids and their use in the
confectionery industry. Journal of Food Tech.
Copeland, R.A. 1994. Methods for protein analysis. Chapman and Hall, New
York: xi + 228 hlm.
Davidson. 2001. SDS-PAGE. Download dari
www.steve.gb.com/images/science/sdspage. Diakses pada 19 Maret 2014.
Del Valle, F.R. 1981. Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by
Processing. JAOCS. 58 : 519
Departemen Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan Terjemahanya. Cahaya Qur’an :
Depok.
Divisi Gelatin PT Samwoo Indonesia. 2004. Basic Information of Gelatin.
Karawang: PT Samwoo Indonesia.
Dunn, Ben. M. 2001. Overview of Pepsin-Like Aspartic Peptidase. Current
Protocols in Protein Science (2001) 21.3.1-21.3.6. Diakses pada 2 April
2014.
Fatchiyah, Laras, Esti Arumningtyas, Widyarti, Sri dan Rahayu, Sri. 2011. Biologi
Molekular Prinsip Dasar Analisis. Erlangga, Jakarta.
Garfin, David E. 2003. Gel Electrophoresis of Protein. Oxford University Press.
Oxford UK.
GMIA, 2012. Gelatin Handbook, USA: Gelatin manufactures Institute of
America.
Gorgieva, S., Kokol, V. 2011. Collagen- vs Gelatine-Based Biomaterials and their
Biocompatibility. Review and Perspectives, Biomaterials-Applications
forr Nanomedicine, Prof. Rosario Pignatello (Ed.), ISBN: 978-953-307-
661-4.
Grobben AH, Steele PJ, Somerville RA, Taylor DM. 2004. Inactivation of the
ovinespongiform- encephalopathy (BSE) agent by the acid and alkali
processes used the manufacture of bone gelatin. Biotechnology and
Applied Biochemistry 39: 329-338.
Hafidz, R.M, Yaakob, R.N, Amin I, C.M, & Noorfaizan. 2011. Chemical and
Functional Properties of Bovine and Porcine Skin Gelatin. International
Food Research Journal 18: 813 817 (2011).
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hammes, B.D. 1998. Gel Electrophoresis of proteins. Oxford University Press.
New York.
Hana, Abu. 2009. Gelatin Halal dan Gelatin Haram. Download dari
www.republika.co.id/infohalal. Diakses pada 26 Maret 2014.
Hardi, Y. R. 2010. Struktur Molekul Protein. http://sciencebiotech.net/struktur-
molekul-protein/ 26 April 2014.
Hermanto, S. dan Ode L. S. 2013. Differentiation of Bovine and Prochine Gelatin
Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis. Journal of Food and
Phermaceutical Science 1 (2013) 68-73.ikolp;.;pmk
Hermanto, Sandra. 2009. Perbedaan Profil Protein Produk Olahan (Sosis)
Daging Babi dan Sapi Hasil Analisa SDS-PAGE (Sodium Dodecyl
Sulphate – Polyacrilamide Gel Electrophoresis). UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Hernawati. 2008. Bahan Kuliah Struktur Hewan. Materi: Jaringan Ikat.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Jannah, A. 2008. Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi. UIN Press,
Malang.
Juniarso, E., T., Safari, A., dan Pamungkas, R., A., 2007, Pemanfaatan Limbah
Ikan Menjadi Ekstrak Kasar Protease Dari Isi Perut Ikan Lemuru
(Sardinella Sp.) Untuk Proses Deproteinisasi Limbah Udang Secara
Enzimatik Menjadi Kitosan, Universitas Jember.
Kimmerle, Beth (2003). Candy: The Sweet History. Collectors Press, Inc. ISBN 1-
888054-83-2
LPPOM MUI. 2010. Gelatin Halal, Gelatin Haram. Download dari
www.halalguide.info/2010/02/02/gelatin-halal-gelatin-haram/#more-766.
Diakses 29 Maret 2014.
Mahasri, G., Fajriah, U. Dan Subekti, S., 2010. Characterization of Protein
Lernaea cyprinacea by Using SDS-PAGE Electrophoresis Method. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2, No. 1.
Mannucci, PM. Mannucci, Pier Mannuccio. 1998. Hemostatic drugs. N. Engl. J
Med. 339 (4): 245-53.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Molekuler HUB. 2011. SDS-PAGE: Principle and Procedure. Diakses pada 12
April 2014.
NC-IUBMB (Nomenclature Committee of the International Union of
Biochemistry and Molecular Biology), download dari
http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/EC3/cont3bb.html. Diakses
pada 11 April 2014.
Palashoff, Melissa H. 2008. Determining the Specificity of Pepsin for Proteolytic
Digestion. Thesis. Northeastern University Boston, Massachusetts
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Poppe, J. 1992. Gelatin dalam: Imeson (ed). 1992. Tickening and Gelling Agents.
New York: Academic Press.
Sahilah, A. M., Mohd. Fadly, L., Norrakiah, A. S. Aminah, A., Wan Aida, W. M.
Ma’aruf, A. G and 1Mohd. Khan, A. 2012. Halal market surveillance of
soft and hard gel capsules in pharmaceutical products using PCR and
southern-hybridization on the biochip analysis. International Food
Research Journal 19(1): 371-375 (2012).
Seidman, L. A. & C. J. Moore. 2002. Basic laboratory for biotechnology:
Textbook & laboratory reference. Prentice Hall Inc., New Jersey: 751 hlm.
Schriber, R & H. Gareis. 2007. Gelatine Handbook. Wiley VCH Verlag GmbH &
Co, Bicentennial.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Tahmid, Muhammad. 2005. Studi Kelayakan Pendirian Industri Gelatin Tipe B
Berbasis Tulang Sapi di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Toussaint-Samat, Maguelonne (2009). A History of Food. New Jersey: Wiley-
Blackwell.
Venien, A & Levieux, D. 2005. Differentiation of Bovine from Porcine Gelatines
Using Polyclonal Anti-peptide Antibodies in Indirect and Competitive
Indirect ELISA. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 39
(2005) 418-424.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Viro F. 1992. Encyclopedia of Science and Technology. 7th ed. New York: Mc
Graw Hill, 1992: 173.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Penelitian
Simulasi gummy vitamin c
Ekstraksi Gelatin pada vitamin gummy
Hidrolisis dengan pepsin pada pH 4,5 dan inkubasi
pada suhu 60oC selama 1 jam
Centrifuge 3 menit, preparasi
endapan untuk dielektroforesis
Standar gelatin sapi dan babi
Preparasi gel
elektroforesis
Loading 10μl gelatin
kedalam sumuran gel
Analisis pola pemisahan protein
Running gel elektroforesis 40mA pada
tegangan 150 volt (60 menit)
Staining dan Destaining gel setelah proses
elektroforesis
Sampel gummy
vitamin c
Konsentrasi gel
stacking 4% dan
resolving 12%
Pembahasan dan Kesimpulan
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2
Seperangkat alat elektroforesis
Ekstrak gelatin
Pemanasan sampel sebelum di
elektroforesis
Pembuatan gel
Loading sampel
Elektroforesis
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staining
Staining semalaman menggunakan shaker
Destaining
Gel hasil elektroforesis