Glaukoma Absolut
-
Upload
achmad-kurniawan -
Category
Documents
-
view
25 -
download
2
description
Transcript of Glaukoma Absolut
-
BAB I
PENDAHULUAN
Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik. Pada
beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga akan menyebabkan
kerusakan saraf optik. Dapat pula terjadi tekanan bola matanya masih normal tetapi
dapat terjadi kerusakan saraf optic yang disebabkan kerusakan saraf optiknya
sendiri.1,3
Galukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata
dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang)
yang khas. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi.2
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan berkurangnya lapangan pandang.2,4
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil
saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.1,5
Di Amerika Serikat, kira-kira 2,2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih
tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000 adalah buta disebabkan penyakit ini.
Banyaknya orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan
sekitar 3,3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300.000 kasus glaukoma
yang baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma pada orang
kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit
putih.6
-
Di Indonesia penyakit glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal
cukup banyak orang yang menjadi buta karenanya. Pada glaukoma kronik dengan
sudut bilik mata depan terbuka misalnya, kerusakan pada saraf optik terjadi perlahan-
lahan hampir tidak ada keluhan objektif. Hal ini menyebabkan penderita dating
terlambat ke dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, keadaan
glaukomanya sudah lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran atau pendidikannya
masih kurang, dokter perlu secara aktif dapat menemukan kasus glaukoma.2
Survei Departemen Kesehatan RI 1992 menunjukkan, angka kebutaan di
Indonesia mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan nomor dua (0,2%) setelah katarak. Berbeda dengan kebutaan
akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan akibat glaukoma bersifat permanen.
Mengingat fatalnya akibat glaukoma terhadap penglihatan, deteksi dini glaukoma
untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi sangat penting.2
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut. Sedangkan
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dibagi menjadi
dua, yaitu glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka. Dari semua jenis
glaukoma diatas, glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium akhir semua
glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri.3,4,5
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan ekskavasi
glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas
terutama diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular. Peningkatan tekanan
intraokular merupakan faktor resiko signifikan untuk terbentuknya glaukoma (lebih
dari 20 mmHg). Seseorang mungkin saja mengalami kerusakan saraf pada tekanan
yang relatif lebih rendah ketika orang lainna dapat memiliki tekanan intraokular
tinggi dalam jangka waktu lama tanpa mengalami kerusakan saraf. Glaukoma yang
tidak diterapi dapat menyebabkan kerusakan permanen saraf optik yang akhirnya
mengarah ke kebutaan.1,3,5
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut. Sedangkan
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dibagi menjadi
dua, yaitu glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka. Dari semua jenis
glaukoma diatas, glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium akhir semua
glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri.2
B. Fisiologi Aqueus Humor
Aqueus humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 l, dan kecepatan pembentukannya
yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 l/men.2,4
Aqueus humor diproduksi oleh corpus siliar. Setelah memasuki kamera
posterior, aqueus humor mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan
trabekular di sudut kamera anterior.2,4
-
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula
memperbesar ukuran pori-pori di jalanan tersebut sehingga kecepatan drainase aqueus
humor juga meningkat.2,4
Aqueus humor ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan
saluran-saluran transeluler siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis
Schlemm menyalurkan cairan ke dalam system vena. Sejumlah kecil aqueus humor
keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran
uveoskleral).2,4
Gambar 2.1 Kamera Okuli Anterior dan Aliran Aqueus Humor
C. Klasifikasi glaukoma
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering
dijumpai. Sekitar 0,4-0,7 % orang berusia lebih 40 tahun dan 32-3 % orang berusia
lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma primer sudut terbuka. Diduga
glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada 50 %
penderita, secara genetic penderitanya adalah homozigot. Terdapat faktor resiko pada
-
seseorang untuk mendapatkan glaukoma seperti diabetes mellitus, hipertensi, kulit
berwarna dan myopia.1,6
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau
lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh
penderita. Gangguan saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa penciutan
lapang pandang.1,5
b. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup dibagi menjadi 4, yaitu: glaukoma sudut tertutup akut
primer, glaukoma sudut tertutup subakut, glaukoma sudut tertutup kronik dan iris
plateau. Hanya glaukoma sudut tertutup akut primer yang akan dibahas karena
merupakan suatu kedaruratan oftalmologik.2,3
Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil.
Hal ini biasanya terjadi pada malam hari, saat tingkat pencahayaan berkurang. Hal
tersebut juga dapat terjadi pada dilatasi pupil untuk oftalmoskopi.1,4
Glaukoma sudut tertutup akut primer ditandai oleh munculnya kekaburan
penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, mual serta muntah. Temuan-temuan
lain adalah peningkatan mencolok tekanan intraokular, kamera anterior dangkal,
kornea berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi sedang dan injeksi siliar.1
2. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital
primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada sudut kamera
anterior;(2) anomali perkembangan segmen anterior-sindrom Axenfeld, anomali
Peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris dan kornea juga abnormal;(3)
berbagai kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis,
sindrom Lowe dan rubella congenital. Pada keadaan ini, anomali perkembangan pada
sudut disertai dengan kelainan okular dan ekstraokular lain. Gejala paling dini dan
paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan pengurangan kilau kornea.
-
Peningkatan tekanan intraokular adalah tanda cardinal. Pencekungan diskus optikus
akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting.3
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah
diderita sebelumnya atau pada saat itu.3,4,6
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya
adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan perdarahan
ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. 3
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena
korpus siliar yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan
trabekular dapat tersumbat oleh sel-sela radang dari kamera anterior, disertai edema
sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan yang spesifik
diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).3,6
Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula,
sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut, yang semuanya
meningkatkan glaukoma sekunder.2,3
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup)
dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut.3
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit. Sering
dengan mata buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan
rasa sakit sekali akibat timbulnya gaukoma hemoragik.3
-
D. Patofisiologi Glaukoma
Tingginya tekanan intraokular tergantung pada besarnya produksi aqueus
humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran aqueus humor
melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan,
keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera.
Tekanan intraokular dianggap normal kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga
disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25
mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).2,5
Mekanisme Utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi
atrofi, prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.2,3,6
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga
disebabkan oleh: gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi
berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang
sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan
intraokular. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
cekungan pada papil saraf optik.2,3,6
E. Gejala klinis
Gejala klinis pada glaukoma absolut adalah terdapat nyeri pada mata yang
terkena yang menjalar hingga ke kepala, mata merah serta mata tidak dapat melihat
sama sekali. Gejala-gejala terjadi karena peningkatan tekanan bola mata. Penyakit
berkembang secara lambat namun pasti. Sering mata dengan kebutaan ini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit
berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
-
timbulnya glaukoma hemoragik. Pada pemeriksaan fisik juga kornea terlihat keruh,
bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa dan mata keras
seperti batu dengan rasa sakit.1,4
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan tonometer
aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat
disebut dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan
kelenturan bola mata (ballottement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua
jari tangan.1,5
2. Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut
bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti
benda asing. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di
dataran depan kornea setelah diberikan lokal anastesi. Lensa ini dapat digunakan
untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 3600.1,5
3. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan ini penting untuk penegakan diagnosis, meliputi perjalanan
penyakitnya, dan untuk menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu
diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapamg pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang
pandangan sentral sudah menunjukkan adanyamacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga memberikan kelainan berupa
penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu
dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, yaitu
seolah-olah melihat melauli teropong dan akhirnya menjadi buta.1,5
-
4. Pemeriksaan oftalmoskopi
Pada pemeriksaan ini, akan terlihat penggaungan dan atrofi tampak pada papil
N. II. Ada yang mengatakan, bahwa pada glaukoma sudut terbuka, di dalam saraf
optik didapatkan kelainan degenerasi yang primer, yang disebabkan oleh insufisiensi
vaskular. Sebab menurut penelitian kemunduran fungsinya terus berlanjut, meskipun
tekanan intraokulernya telah dinormalisir dengan obat-obatan ataupun dengan
operasi. Juga penderita dengan kelainan sistemik seperti DM, arteriosklerosis, lebih
mudah mendapat kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan intraokular, dari pada
yang lain. Kelainan dikatakan bermakna bila ada pembesaran cup-to disc ratio (CDR)
lebih besar dari 0,5 dan asimetri CDR antara dua mata 0,2 atau lebih.1,5
5. Tes provokasi
Tes provokasi yang sering dilakukan adalah uji kopi, uji minum air, uji steroid,
uji variasi diurnal, dan uji kamar gelap.1,5
G. Penatalaksanaan
Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis glaukomanya.
Pengobatan ditujukan pada penyebabnya dan juga terhadap glaukomanya sendiri.
Walaupun glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari glaukoma, tetapi terapi
medikamentosa masih diperlukan. Terapi medikamentosa pada glaukoma absolut,
prinsip penatalaksanaannya adalah menurunkan tekanan intraokular, member terapi
simptomatik, dan mengatasi ketidakmampuan penglihatan pasien.3
Obat peroral yang dapat diberikan pada pasien dengan glaukoma absolut adalah
asam mefenamat yang berfungsi sebagai analgetik dan antiinflamasi untuk
mengurangi nyeri kepala yang dikeluhkan pasien. Untuk dosis dewasa dapat
diberikan 3x500 mg. selain itu, obat oral lain yang diberikan adalah asetazolamid
yang berfungsi untuk menekan produksi aqueus humor. Dosis asetazolamid 125-150
mg sampai 3x sehari per oral atau 1x500 mg. pemberian obat ini dapat menimbulkan
poliuria. Efek samping asetazolamid antara lain anoreksia, muntah, mengantuk,
trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal.2,3,4
-
Obat topical yang diberikan pada pasien antara lain Timolol 0,5 %, yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan intraokular dengan menarik cairan dari dalam
mata, menekan produksi aqueus humor dan juga mendilatasikan pupil untuk
mencegah terbentuknya sinekia posterior yang permanen.2,3,4
Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta drenergik non selektif yang
digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata dengan
kadar 0,25%, 0,5%, dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol maleate
mengurangi tekanan pada mata akibat glaukoma. Selain itu diberikan pula Cendo
carpine 2-4%, 3-6 kali satu tetes sehari berfungsi membesarkan pengeluaran cairan
mata.2,3,4
Pengobatan lain untuk glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.2,3,4
-
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Fitriyanti
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
Alamat : Jalan Utama, Rukoh
Pekerjaan : -
ANAMNESIS
Hari : 07 Mei 2014
Keluhan Utama : Mata kanan tidak dapat melihat
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli mata RSUDZA dengan keluhan mata kanan yang tidak
bisa melihat. Awalnya pasien masih dapat melihat walaupun kabur, namun perlahan-
lahan mata kanan pasien menjadi tidak dapat melihat sama sekali. Hal ini terjadi sejak
pasien duduk di bangku sekolah dasar. Pasien merasakan ada semacam rasa
mengganjal di mata kanannya tersebut. Pasien juga merasa pandangannya gelap dan
tidak dapat melihat walaupun telah disenteri cahaya. Sedangkan mata kiri pasien
masih dapat melihat dengan baik. Pasien merasa adanya nyeri pada matanya. Selain
itu pada mata kanannya terasa gatal dan panas jika terkena sinar matahari. Pasien
merasa kadang-kadang kepalanya nyeri menyeluruh. Pasien pernah mengalami sakit
mata, ada riwayat mata merah, gatal dan berair. Tidak ada riwayat trauma
sebelumnya pada pasien. Pasien awalnya tidak merasakan ini sebagai suatu hal yang
mengganggu sehingga pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter
sebelumnya. Dan sekarang, karena mata kanan pasien tidak dapat melihat lagi, sering
nyeri kepala, dan warna bola mata pasien berubah menjadi putih, maka pasien
akhirnya memeriksaakan diri ke rumah sakit.
-
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus dengan KGDS terakhir 230 mg/dl.
Riwayat hipertensi, asma disangkal.
Riwayat Penggunaan Obat:
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan maupun obat tetes mata dan
penggunaan obat lain dalam jangka panjang.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Gambar 2.2 Foto klinis pasien
-
Status Lokalis :
OD Pemeriksaan Mata OS
0 Visus 5/45
Tidak Dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Bulbus Okuli Dalam batas normal
(-) Paresis/paralisis (-)
Hiperemi (-), Edema (-) Palpebra Hiperemi (-), Edema (-)
Hiperemi (-) Konjungtiva Palpebra Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konjungtiva Bulbi Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konjungtiva Fornices Hiperemi (-)
Putih Sklera Putih
Putih Keruh Kornea Jernih
Dangkal Kamera Okuli Anterior Dalam
Kelabu Iris Reguler
Sulit dievaluasi Pupil Refleks Cahaya (+)
Keruh Lensa Jernih
Tidak dilakukan Fundus Refleksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Korpus Vitreum Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tensa Okuli Tidak dilakukan
30,6 Tonometri 17,3
Diagnosa Kerja
Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan
Timolol 0,5 % ed 4x 1 gtt OD
Cendo xytrol 3x1 gtt OD
Glaucon 2x1 tablet
-
BAB IV
KESIMPULAN
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan ekskavasi glaukomatosa,
neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas terutama
diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular.
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup)
dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut.3
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit. Sering
dengan mata buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan
rasa sakit sekali akibat timbulnya gaukoma hemoragik.3
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General
Ophtalmology). Alih bahasa: Ilyas S. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.
2. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung
Seto, 2002.
3. Ilyas R, Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
4. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006.
5. Manjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001.
6. Noecker RJ. Glaucoma, Closed-Angle acute. Emedicine. June 18, 2009. Cited on
May 10, 2014. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1206956-
overview.