Gastritis Kronik Dan Penyakit Jantung Hipertensif Dengan Gagal Jantung Kirii
-
Upload
cdma-sity-ssi -
Category
Documents
-
view
52 -
download
3
description
Transcript of Gastritis Kronik Dan Penyakit Jantung Hipertensif Dengan Gagal Jantung Kirii
BAB I
PENYAJIAN KASUS
1. Kasus
Tn. J, 81 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama sakit di daerah ulu hati
sejak 1 bulan yang lalu. Sakit dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan perih, hilang bila OS
makan. OS juga mengeluhkan adanya sesak yang timbul terutama bila berjalan jauh atau
bekerja keras. Sesak dirasakan tidak berubah bila duduk maupun berbaring. Selain itu OS
juga sering merasa berdebar-debar dan sering berkeringat.
2. Analisis Kasus
Untuk menganalisis kasus ini, diperlukan data tambahan baik dari anamnesis maupun
pemeriksaan fisik.
a. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 81 th
Alamat : Jeruju Besar
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : petani
Kegiatan sekarang : bertani
Jumlah anak : laki-laki 1 orang
Tanggal masuk RS : 18 Oktober 2008
Anamnesis dibuat pada tanggal 27-10-2008
Riwayat Medis
Keluhan Utama
Sakit di daerah ulu hati seperti ditusuk-tusuk dan perih sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
OS merasakan sakit di daerah sekitar ulu hati. Sakit seperti ditusuk-tusuk
dan perih. Sakit dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu dan hilang bila OS
makan. Sejak 1 bulan yang lalu OS juga mengeluhkan adanya sesak yang timbul
1
terutama bila berjalan jauh atau bekerja keras. Sekarang keluhan tersebut terkadang
masih dirasakan dan tidak berkurang sesaknya bila duduk maupun berbaring. Selain
itu OS juga sering merasa berdebar-debar dan sering berkeringat.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS pernah dirawat di RS. Soedarso pada tahun 2007 dengan diagnosis penyakit
jantung. OS menderita hipertensi sejak lama. OS tidak pernah mengalami
pembedahan/operasi. Riwayat alergi disangkal.
Kebiasaan
No. Kegiatan Keterangan Jumlah
1. Merokok Ya 1 bungkus per hari
2. Minum alkohol Tidak -
3. Minum kopi Ya > 3 gelas per hari
4. Olahraga Tidak -
Ringkasan Gejala
No. Gejala Keterangan
1. Lelah / capai Mudah capai
2. Insomnia Sulit tidur pada malam hari sejak 2 hari yang lalu
namun keluhan dirasakan berkurang dan OS dapat tidur
kemarin malam.
3. Gangguan penglihatan Penglihatan OS terganggu sejak 2 bulan yang lalu. Bila
melihat, pandangan kabur seperti tertutupi kabut tipis
dan sudah tidak bisa membaca koran walau mengenakan
kacamata minus.
4. Gangguan pendengaran Pendengaran pada kedua telinga OS terganggu sejak 4
bulan yang lalu. Terkadang OS merasa kurang jelas
mendengar suara-suara.
5. Gangguan kaki Terkadang merasa kesemutan di ujung-ujung kaki dan
tangan.
Penapisan Depresi
2
Kadang-kadang OS merasa kesehatannya menghalangi kegiatannya. OS jarang
sekali merasa sedih sekali selama bulan lalu. OS merasa tidak pernah tidak
diperhatikan oleh keluarga. OS tidak pernah selama bulan lalu merasa bahwa hidup
sudah tidak ada gunanya lagi.
Berdasarkan hal-hal tersebut, curiga adanya depresi pada OS dapat disingkirkan.
Status Fungsional
Asesmen aktivitas sehari-hari (activity of daily living)
Untuk melakukan aktivitas fisik seperti mandi, berpakaian, buang air besar
(toilet), bergerak, makan, berjalan, dan naik tangga, pasien dapat melakukan
sendiri (tanpa dibantu orang lain dan tanpa modifikasi/alat bantu). Demikian juga
untuk pemakaian telpon, perjalanan di luar rumah, dan belanja.
Keterbatasan fungsional
Sudah <3 bulan masalah kesehatan pasien membatasi kegiatan pasien dalam
melakukan pekerjaan berat (misalnya lari, ikut sport berat, mengangkat barang
berat) dan berjalan 100 m. Tidak ada keterbatasan dalam melakukan pekerjaan
ringan (misalnya menggeser meja, mengangkat barang belanjaan); melakukan
pekerjaan ringan di rumah yang biasa dilakukan; naik bukit atau naik tangga;
membungkuk, berlutut, dan bersujud; makan, mandi, berpakaian, dan ke WC.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis, GCS 15
Status gizi : baik
Tanda Vital :
Tekanan darah : baring = 160/90 mmHg, duduk = 150/90 mmHg.
Frekuensi nadi : baring = 68x/menit, duduk = 68x/menit.
Laju respirasi : baring = 24x/menit, duduk = 25x/menit.
Suhu : 36,7oC (afebris)
Kulit : warna kulit sawo matang, basah, tidak ada sianosis, tidak ada bercak
3
kemerahan, tidak ada lesi kulit lain, tidak ada dekubitus.
Kepala : bentuk simetris, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
luka
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, lensa mata kiri dan
kanan tampak keruh
tidak dapat membaca huruf surat kabar dengan ataupun tanpa
kacamata, dalam jarak 3 meter dapat menghitung jari tangan pada
mata kiri dan kanan
Telinga : daun telinga tidak ada kelainan, tidak ditemukan adanya tanda
radang, tidak ada deformitas
terdapat gangguan pendengaran di telinga kiri dan kanan
Hidung : tidak terdapat sekret
Mulut, sendi rahang dan gigi : tidak ada kelainan
Leher : derajat gerak tidak ada hambatan. Kelenjar tiroid tidak membesar,
tidak ada bekas luka pada tiroid. Massa lain tidak teraba. Kelenjar
getah bening tidak teraba.
Dada : tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Paru :
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk
Palpasi : tidak ada kelainan
Perkusi : sonor di lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan
Kardiovaskuler :
a. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan atas di ICS 2 parasternal dekstra, batas
jantung kiri atas di ICS 2 parasternal sinistra, batas jantung
kiri bawah di ICS 6 linea aksilaris anterior
Auskultasi : irama ireguler, tidak ada bising, ada gallop
b. Bising karotis kiri dan kanan : tidak ada
c. JVP : tidak ada bendungan vena jugularis
d. Denyut nadi perifer
4
Dorsalis pedis : kiri dan kanan teraba
Tibialis posterior : kiri dan kanan teraba
e. Edema
Pedal : kiri dan kanan tidak ada
Tibial : kiri dan kanan tidak ada
Sakral : tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : tidak ada kelainan kulit, tidak terdapat caput medusa, tidak
terdapat jaringan parut
Palpasi : hati tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada asites
Auskultasi : bising usus normal, tidak ada bruit
Muskuloskeletal : tidak ada deformitas, gerak tidak terbatas, tidak ada nyeri, tidak ada
benjolan/peradangan
Neurologik : tidak ada kelainan
c. Data Penunjang
Laboratorium ( hasil pemeriksaan tgl 18 Oktober 2008)
Hb : 14,2 g/dL
Jumlah leukosit : 12.600/µL
Jumlah trombosit : 214.000/µL
Hematokrit : 41,5 %
Ureum : 24 mg/dL
Kreatinin : 0.82 mg/dL
Gula darah : 111
d. Daftar Masalah
Hipertensi
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
e. Pembahasan
5
Berdasarkan anamnesis, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di daerah
ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan hilang timbul. Sakit
dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang bila pasien makan. Kadang-
kadang pasien merasa mual. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien
menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis
yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena
terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat
disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung maupun
stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori. Kemungkinan terjadi
gastritis kronik pada pasien karena tidak ada riwayat pemakaian NSAIDs yang sering
dan lama atau penggunaan alkohol atau faktor pencetus stress pada pasien, namun untuk
menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi.
Pasien sudah pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan didiagnosis dengan
penyakit jantung. Pasien sudah sejak lama menderita hipertensi dan dalam 2 bulan
terakhir ini pasien sering merasa sesak bila bekerja keras atau berjalan jauh 100 m.
Pasien juga sering merasa berdebar debar. Keluhan-keluhan ini merujuk pada terjadinya
penyakit jantung hipertensif atau mungkin juga telah terjadi gagal jantung kiri.
Hipertensi menyebabkan dua masalah penting pada jantung :
1. Hipertensi menyebabkan pembesaran ventrikel kiri yang disusul dengan
kegagalan jantung.
2. Hipertensi mempercepat timbulnya proses aterosklerosis dan menyebabkan
penyakit jantung koroner.
Pembesaran ventrikel kiri terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan
bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban awal ventrikel kiri. Jantung harus
menyesuaikan diri untuk dapat memompa darah melawan tahanan pembuluh yang
meningkat dengan jalan hipertrofi.
Hipertensi yang terjadi pada Tn. J sudah berlangsung sejak lama dan tidak
terkontrol karena pasien tidak pernah berobat untuk menurunkan tekanan darahnya.
Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang
berhubungan termasuk pada otot jantung. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi
yang terjadi adalah difus (konsentrik). Karena penyakit terus berlanjut selama bertahun-
tahun pada Tn. J, hipertrofi mungkin saja menjadi tidak teratur dan akhirnya eksentrik.
Terjadinya hipertrofi terutama pada hipertrofi eksentrik akan mengakibatkan
berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung. Peningkatan jarak difusi kapiler
6
dan serat otot jantung akan menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen pada otot
jantung sehingga dapat saja timbul nyeri yang umumnya dipicu aktivitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium.
Nyeri dapat saja diinterpretasikan sebagai sakit di daerah ulu hati namun pada
pasien ini nyeri di ulu hati tersebut dapat hilang setelah makan sehingga dapat ditarik
kesimpulan nyeri ulu hati tersebut lebih disebabkan oleh gastritis. Pasien juga merasa
sesak bila melakukan kegiatan berat. Sedangkan nyeri juga dapat diinterpretasikan
pasien sebagai sensasi sesak atau perasaan berat dan tertekan di dada. Karena itu
mungkin sudah terjadi ketidak seimbangan konsumsi dan penyediaan oksigen pada
pasien ini sehingga timbul nyeri ringan yang dinterpretasikan sebagai keluhan sesak.
Selain terjadinya hipertrofi ventrikel kiri sehingga terjadi ketidak seimbangan
konsumsi dan suplai oksigen, nyeri atau angina pektoris lebih umum terjadi bila terjadi
gangguan pada arteri koroneria yang memperdarahi jantung. Pada arteri koronaria dapat
terjadi aterosklerosis. Arterosklerosis arteri koronaria pada Tn. J dapat saja terjadi
karena kebiasaan merokok dan minum kopi dalam jumlah yang banyak setiap harinya.
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding
arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin
menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan
menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Selain itu terdapat faktor risiko lainnya
seperti usia dan juga riwayat hipertensi lama sehingga dapat saja telah terjadi gangguan
di arteri koronaria.
Sesak nafas juga merupakan bagian dari sindrom dekompensasi. Pada pasien
ini terjadi dekompensasi ventrikel kiri dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri yang
diketahui melalui perkusi batas jantung. Sesak nafas yang terjadi pada Tn. J bila sedang
melakukan pekerjaan berat. Hal ini berarti Tn. J telah masuk ke NYHA kelas 2.
Pasien mengalami sindrom geriatri yaitu : gangguan penglihatan dan
gangguan pendengaran. Dipikirkan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
yang terjadi berhubungan dengan perubahan karena bertambahnya usia
f. Diagnosis
7
Berdasarkan penjelasan di atas, diagnosis pada pasien ini adalah:
1. Diagnosis klinis
a. Diagnosis kerja: gastritis kronik dan penyakit jantung hipertensif dengan gagal
jantung kiri NYHA 2
b. Diagnosis banding: gastritis akut
2. Diagnosis fungsional: sindroma geriatri (gangguan penglihatan dan gangguan
pendengaran)
g. Rekomendasi
1. Rőntgen thorak PA
2. Pemeriksaan EKG
3. Elektrokardiografi
4. Endoskopi
5. Konsultasi ke Spesialis Mata dan Spesialis THT
h. Terapi
Farmakologi
1. Captopril 2 x 12,5 mg/hari per oral
2. Furosemid 2 x 40 mg/hari per oral
3. Antasid 3 x 500 mg/hari per oral
Non-farmakologi
1. Modifikasi pola makan : diet rendah garam, makan buah-buahan segar dan sayur-
sayuran, dan rendah kolesterol.
2. Istirahat untuk mengurangi beban kerja
3. Edukasi : untuk mengurangi stress, pada keluarga dijelaskan mengenai penyakit
pasien supaya mengerti dan dapat mendukung sepenuhnya untuk kesembuhan pasien.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gastritis
a. Definisi
Gastritis adalah imflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung. Inflamasi ini
mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya
kelainan pada bagian tersebut. Bedasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema
mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa.
Gastritis terbagi dua, yaitu:
Gastritis akut
Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan
gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil.
Jenisnya adalah: gastritis stress akut, gastritis erosive kronis, gastritis
eosinofilik, gastritis bakterialis.
Gastitis kronik
Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan kilnik
bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi H. pylori.
b. Etiologi
Gastritis akut
1) Gastritis stress akut, merupakan jenis Gastritis yang paling berat, yang
disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-
tiba.
2) Gastitis erosif kronis, bisa merupakan akibat dari :
- iritan seperti obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan lain
- penyakit Crohn
- infeksi virus atau bakteri
3) Gastritis esinofilik, terjadi akibat dari reaksi alergi terhadap infestasi cacing
gelang. Eosinofil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung.
Umumnya yang menjadi penyebab penyakit ini, antara lain:
9
-Obat-obatan: Aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (AINS)
-Alkohol
-Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung: trauma, stress, sepsis.
Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda. Jika
ditemukan pada korpus dan fundus, biasanya disebabkan stress.
Gastritis kronik
1) Gastritis sel plasma, merupakan Gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Sel
plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di dalam dinding lambung dan
organ lainnya.
2) Penyakit meniere, merupakan jenis gastritis yang pnyebabnya tidak diketahui.
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya menebal, kelenjarnya membesar dan
memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10% penderita penyakit ini menderita
kanker lambung.
Jadi umumnya pada gastritis kronik penyebabnya berhubungan dengan Helicobacter
pylor
c. Patofisiologi
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensive yang
berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa.
Faktor agresif Faktor defensif
Asam lambung
Pepsin
AINS
Empedu
Infeksi bakteri dan virus
Bahan korosif: asam & basa
Mukus
Bikarbonat mukosa
Prostaglandin mikrosirkulasi
Dalam keaadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif sehingga
tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologi. Sedangkan pada gastritis kronik belum
diketahui dengan pasti.
d. Manifestasi Klinik
10
Gastritis akut
1) Gastritis stress akut, penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau
cedera) biasanya menutupi gejala-gejala lambung, tetapi perut sebelah atas terasa
tidak enak. Segera setelah cedera, timbul memer kecil dilapisan lambung. Dalam
beberapa jam memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan Gastritis bias
menghilang apabila penderita sembuh dengan cepat dari cideranya. Apabila tidak
sembuh 2-5 hari maka akan terjadi pendarahan, cairan lambung akan bewarna
kemerahan dan tekanan darah akan turun.
2) Gastitis erosif kronis , berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas. Tetapi
banyak penderita (misalnya memakai aspirin jangka panjang) tidak merasa nyeri.
Penderit lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut
kosong. Jika Gastritis manyebabkan pendarahan dari ulkus lambung, gejalanya
bias berupa tinja bewarna kehitaman seperti aspal atau muntah darah dan makanan
yang nenyerupai endapan kopi.
3) Gastritis esinofilik, nyeri perut atau muntah bias disebabkan oleh penyempitan
atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari.
Sindrom dyspepsia berupa nyeri berupa nyeri epigastrium, mual, kembung,
muntah, merupakan satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula pendarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda
anemia pasca pendarahan.
Gastritis kronik
1) Gastritis sel plasma, nyeri perut dan muntah bias terjadi bersamaan dengan
timbulnya ruam di kulit dan diare.
2) Penyakit meniere, nyeri lambung disertai hilangnya nafsu makan, mual, muntah
dan penurunan berat badan. Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan bisa
disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein
yang hilang ini bercampur dengan isi lambung yang dibuang dari tubuh.
Kebanyakan pasien pada kasus gastritis kronik tidak mempunyai keluhan.
Hanya sebagian kecil yang mendapat gejala diatas.
e.Diagnosis
11
Jika seseorang merasakan nyeri pada perut sebelah atas disertai mual dokter
akan menduganya Gastritis. Jika gejalanya menetap, jarang dilakukan pemeriksaan
dan pengobatan dimulai berdasarkan penyebab yang mungkin.
Jika diagnosisnya belum meyakinkan, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
lambung dengan endoskopi dan biopsy (penganbilan contoh lapisan lambung untuk
diperiksa dibawah mikroskop). Sedangkan pada Gastrits akibat bakteri bisa diketahui
dengan pemeriksaan darah.
f. Pengobatan & Terapi
Pengobatan yang dilakukan terhadap Gastritis bergantung pada penyebabnya.
Pada banyak kasus Gastritis, pengurangan asam lambung denagan bantuan obat
sangat bermamfaat. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi. Penggunaan obat-obatan
yang mengiritasi lambung juga harus dihentikan. Pengobatan lain juga diperlukan bila
timbul komplikasi atau akibat lain dari Gastritis.
Kategori obat pada Gastritis adalah :
Antasid : menetalisir asam lambung dan menghilangkan nyeri
Acid blocker : membantu mengurang jumlah asam lambung yang diproduksi
Proton pump inhibitor : menghentikan produksi asam lambung dan menghambat
H. pylori.
Terapi yang digunakan berupa terapi eradiksi yang diberikan selama 1-2 minggu
dengan memperhatikan efisiensi biaya. Regimen terapi dibagi 3 : tripel, kuadrupel,
dan dual, namun yang biasa digunakan adalah tripel dan kuadripel.
2. Penyakit Jantung Hipertensif
a. Definisi
Penyakit jantung hipertensif adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh tidak
terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama yang ditandai adanya
hipertrofi ventrikel kiri (LVH) sebagai akibat langsung dari tingginya tekanan darah
tersebut juga oleh faktor neurohumoral.
b. Epidemiologi
12
Jumlah pasti penderita penyakit jantung hipertensif ini masih belum diketahui
secara pasti. Namun berdasarkan hasil studi yang ada kebanyakan dari penderita
hipertensi akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung. Hasil studi tersebut
diantaranya menyebutkan angka kejadian LVH (menurut hasil EKG) sebanyak 2,9%
pada pasien pria, 1,5% pada pasien wanita sedangkan menurut hasil ekokardiogram
hipertrofi ventrikel kiri terjadi pada 15-20% pasien hipertensi. Pada pasien tanpa LVH
didapatkan 33% diantaranya mengalami disfungsi diastolik ventrikel kiri asimtomatik.
Secara umum risiko kejadian LVH ini meningkat dua kali lipat pada pasien dengan
obesitas. Sebanyak lima puluh hingga enam puluh persen penderita hipertensi akan
mengalami risiko untuk gagal jantung dengan risiko kejadian yang meningkat dua kali
lipat pada pria dan tiga kali lipat pada wanita.
c. Etiologi
Sebab utama penyakit jantung hipertensif adalah tekanan darah yang meningkat
dan berlangsung kronik. Sebab dari hipertensi sangat beragam, pad aorang dewasa
sebab-sebab tersebut antara lain:
Hipertensi esensial yang terjadi pada 90% kasus hipertensi pada orang dewasa.
Hipertensi sekunder sebesar 10% dari kejadian hipertensi pada orang dewasa yang
disebabkan oleh:
Penyakit ginjal
Stenosis arteri renalis
Penyakit ginjal polikistik
Gagal ginjal kronik
Vaskulitis intrarenal
Kelainan endokrin
Hiperaldosteronisme primer
Feokromositoma
Chusing syndrome
Hiperplasia adrenal kongenital
Hipotiroidisme dan hipertiroidisme
Akromegali
Hormon eksogen (kortikosteroid, estrogen), simpatomimetik, monoamin oksidase
inhibitor, tyramin dalam makanan.
Sebab lain
13
Koarktasi aorta
Tekanan intrakranial yang meningkat
Sleep apnea
Hipertensi sistolik terisolasi
d. Faktor Risiko
1. Ras
Afro amerika lebih rentan terkena penyakit jantung hipertensi, bahkan hal ini
menjadi etiologi umum untuk gagal jantung di Amerika Serikat.
2. Jenis kelamin
Prevalensi hipertensi lebih besar pada pria yang berusia dibawah 55 tahun, tetapi
lebih besar pada wanita yang berusia di atas 55 tahun. Kemungkinan terjadi karena
seiring bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin meningkat terutama
pada pria. Tapi setelah menopause tiba wanita akan mengalami peningkatan tekanan
darah yang lebih taam dan mencapai angka tertinggi yang lebih tinggi daripada pria.
3. Usia
Seiring bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin meningkat dan hal ini
sebanding dengan terjadinya penyakit jantung hipertensi.
e. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup kompleks, karena
berkaitan dengan berbagai faktor seperti hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
selular, dan molekuler. Di satu sisi faktor-faktor tersebut berintegrasi kemudian
menyebabkan perkembangan dan komplikasi dari hipertensi dan di sisi lain tingginya
tekanan darah memodulasi faktor-faktor tersebut.2 Meningkatnya tekanan darah
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung melalui dua cara yaitu secara
langsung oleh peningkatan afterload atau beban akhir jantung dan secara tidak
langsung oleh perubahan neurohormonal dan vaskuler terkait. Efek yang ditimbulkan
oleh penyakit hipertensi ini bermacam-macam sesuai dengan organ yang terkena.
Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH)
14
LVH terjadi pada 15-20% pasien hipertensi dan angka kejadiannya meningkat
dua kali lipat pada pasien obesitas. LVH adalah peningkatan masa otot ventrikel kiri
yang disebabkan oleh respon miosit pada berbagai stimulus yang menyertai pada
peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit timbul sebagai kompensasi dari beban
akhir (afterload) yang meningkat. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang
menyertai hipertensi dapat mengaktivasi pertumbuhan sel miokardial dan ekspresi gen
yang berakhir pada LVH. Selain itu aktivasi sistem renin-angitensin-aldosteron melalui
aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I menimbulkan pertumbuhan interstitium
dan komponen matriks sel. Intinya terjadinya LVH disebabkan oleh hipertrofi miosit
dan ketidakseimbangan antara miosit dan interstitium struktur miokard.
Terdapat beberapa pola LVH diantaranya remodeling konsentrik, LVH
konsentrik, dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah penebalan ventrikel kiri dan
masa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan diastolik dan volume ventrikel kiri
(LV) yang umumnya terjadi pada pasien hipertensi. Sedangkan LV eksentrik adalah
penebalan LV tapi lokasinya tidak beraturan, hanya meliputi beberapa baguan saja
seperti septum. LVH konsentrik menunjukkan prognosisi yang buruk untuk hipertensi.
Terjadinya LVH ini memiliki peran protektif pada respon peningkatan tekanan dinding
untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat, yang kemudian akan berkembang
menjadi disfungsi miokardial diastolik disusul sistolik.
Gagal Jantung (HF)
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada gagal jantung
kronik. Sering kali gagal jantung sulit untuk dikenali karena seiring dengan
perkembangan gagal jantung, disfungsi dari LV menyebabkan sulitnya membangkitkan
tekanan darah yang tinggi sehingga menutupi etiologi gagal jantung. Peningkatan
afterload dan terjadinya LVH secara kronik dapat mempengaruhi baik fase relaksasi
aktif dan fase compliance akhir pada diastol ventrikel.
Disfungsi diastolik pada pasien hipertensi sering disertai dengan LVH. Selain
peningkatan afterload, juga terdapat faktor yang menyokong terjadinya disfungsi
diastolik yaitu penyakit jantung koroner koeksisten, penuaan, disfungsi sistolik,
abnormalitas struktur seperti fibrosis dan LVH. Disfungsi sistolik biasanya terjadi
kemudian secara asimtomatik. Pada perkembangan selanjutnya terjadi dilatasi ventrikel
kiri oleh karena sebagai kompensasi untuk memenuhi cardiac output yang adekuat.
Pada tingkat akhir dari penyakit ini disfungsi LV sistolik akan menurun. Hal ini
15
menimbulkan peningkatan aktivasi neurohormonal dan sistem RAA. Sehingga semakin
banyak retensi garam dan air dan meningkatnya vasokonstriksi perifer.
Penyebab berubahnya jantung pada tahap dekompensasi menjadi tidak dapat
dekompensasi adalah apoptosis yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan antara stimulan dan inhibitor. Peningkatan tekanan darah
mendadak dapat menyebabkan edema paru akut tanpa disertai perubahan fraksi ejeksi
LV. Selanjutnya penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik berkembang sebagai
akibat dari penebalan septum dan disfungsi LV.
f. Diagnosis
Diagnosis penyakit jantung hipertensif ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis terdapat:
Rasa berdebar, melayang, impoten sebagai akibat dari peninggian tekanan darah
Rasa cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut.
Terdapat gangguan vaskular seperti epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena
perdarahan retina, transient cerebral ischemic
Terdapat penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder seperti: polidipsi, poliuria,
kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan BB dengan emosi labil
pada sindrom cushing. Pada feokromositoma didapatkan keluhan episode sakit
kepala, palpitasi, banyak ker ingat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
Pada pemeriksaan fisis didapatkan:
Keadaan khusus seperti cushing, feokromositoma, perkembangan tubuh tidak
profesional seperti pada koarktasio aorta.
Impuls apeks prominen
BJ S2 meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta
Kadang-kadang ditemukan murmur diastolik akbat regurgitasi aorta
Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat peninggian tekanan
atrium kiri
Bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri.
Suara napas tambahan seperti ronki basah atau kering
Pemeriksaan perut untuk mencari anerisma, pembesaran hati, limpa, ginjal, dan asites.
Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal arteri stenosis)
16
Raba arteri radialis, femoralis, dan dorsalis pedis
Ukur tekanan darah di betis.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan :
Pemeriksaan laboratorium awal
o Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silinder
o Hemoglobin/ hematokrit
o Elektrolit darah/ kalium
o Ureum/ kreatinin
o Gula darah puasa
o Total kolesterol
Analisis Gas Darah
Elektrokardiografi
Untuk menemukan hipertrofi ventrikel kiri
Foto toraks ditemukan pembesaran jantung
g. Tatalaksana
Tatalaksana medis untuk pasien dengan hypertensive heart disease(HHD) dibagi
menjadi 2 kategori :
1. Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat
2. Pencegahan dan penatalaksanaan dari HHD
Target tekanan darah harus kurang dari140/90 mm Hg pada pasien tanpa
Diabetes atau penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 mm Hg pada pasien yang
memiliki penyakit di atas.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana HHD, misalnya modifikasi pola makan,
aerobic exercise yang teratur, penurunan berat badan,dan penggunaan obat untuk
hipertensi, gagal jantung sekunder diastolik dan sistolik disfungsi ventrikel kiri,
coronary artery disease, dan aritmia.
Modifikasi pola makan
o Penelitian membuktikan bahwa diet dan gaya hidup yang sehat dengan atau
tanpa kombinasi dengan penggunaan obat, dapat menurunkan tekanan darah
dan mengurangi symptom dari gagal jantung dan memperbaiki Left Ventricle
Hypertrophy(LVH). Diet khusus yang dianjurkan adalah diet sodium, tinggi
17
potassium (pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal), makan buah-
buahan segar dan sayur-sayuran, rendah kolesterol dan rendah konsumsi
alkohol.
o Diet rendah sodium dengan atau tanpa kombinasi dengan pengugunaan obat-
obatan mengurangi tekanan darah pada kebanyakan African Americans.
Restriksi sodium tidak menstimulasi kompensasi dari renin-angiotensin
system dan dapat memiliki efek antihipertensi. Rekomendasi intake sodium
per hari adalah 50-100 mmol, setara dengan 3-6 g garam, yang rata-rata
mengurangi tekanan darah 2-8 mm Hg.
o Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan, asupan tinggi potassium
diasosiasikan dengan menurunnya tekanan darah. Potassium yang diberikan
secara intravena mengakibatkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
nitric oxide pada dinding pembuluh darah. Buah dan sayuran segar
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki fungsi ginjal yang normal.
o Asupan rendah kolesterol adalah profilaksis untuk pasien dengan penyakit
jantung koroner.
o Konsumsi alkohol yang berlebihan dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah pada peningkatan massa dari ventrikel kiri.
Latihan aerobik yang teratur
o Secara teratur 30 menit sehari, 3-4 kali seminggu.
o Olahraga yang teratur, seperti berjalan, berlari, berenang, atau bersepeda
menunjukkan penurunan tekanan darah dan meningkatkan kesehatan dari
jantung dan pembuluh darah.Karena meningkatakan fungsi endothelial,
vasodilatasi perifer, menurunkan denyut nadi istirahat, dan mengurangi level
dari katekolamin.
Pengurangan berat badan
o Kegemukan banyak dihubungkan dengan hipertensi dan LVH. Penurunan
berat badan secara bertahap (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penggunaan
obat-obatan untuk mengurangi berat badan harus dilakukan dengan perhatian
yang khusus.
Farmakoterapi
o Penatalaksanaan dari hipertensi dan HHD dengan menggunakan : thiazide
diuretics, beta-blockers dan combined alpha- dan beta-blockers, calcium
18
channel blockers, ACE inhibitors, angiotensin receptor blockers, dan direct
vasodilators seperti hydralazine.
o Kebanyakan pasien membutuhkan 2 atau lebih obat antihipertensi untuk
mencapai target tekanan darah.
o Thiazide diuretics adalah obat pilihan pertama pada pasien dengan
hypertension tanpa komplikasi.
o Obat-obatan dari kelas yang lain diberikan atas indikasi.
Calcium channel blockers: efektif untuk systolic hypertension pada
pasien yang tua..
ACE inhibitors : pilihan pertama untuk pasien dengan diabetes
dan/atau dengan LV dysfunction.
Angiotensin receptor blockers : alternative untuk pasien yang memilki
efek sampang dari ACE inhibitors.
Beta-blockers : pilihan pertama pada pasien dengan gagal jantung
karena systolic LV dysfunction, pasien dengan ischemic heart disease
dengan atau tanpa riwayat myocardial infarction, dan pasien dengan
thyrotoxicosis.
o Obat-obat intravena pada pasien hypertensive emergency , yaitu nitroprusside,
labetalol, hydralazine, enalapril, dan beta-blockers (tidak digunakan untuk
pasien dengan gagal jantung akut ataupun dekompensata).
Tatalaksana untuk LVH
o LVH meningkatkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Obat-obatan
diatas dapat mengurangi LVH. Data dari meta-analysis yang terbatas
dikemukakan, ACE inhibitors memiliki keunggulan yang lebih untuk
menangani LVH.
Tatalaksana untuk LV diastolic dysfunction
o Kelas-kelas tertentu dari obat antihipertensi ACE-inhibitors, beta-blockers,
dan nondihydropyridine calcium channel blockers menunjukkan dapat
meningkatkan parameter ekokardiografi pada simptomatik dan asimptomatik
diastolic dysfunction dan gejala dari gagal jantung..
o Penggunaan diuretik dan nitrat untuk pasien dengan gagal jantung karena
diastolic dysfunction harus dengan hati-hati. Obat ini dapat menyebabkan
hipotensi yang berat dengan menurunkan preload.
19
Tatalaksana untuk LV systolic dysfunction
o Diuretik (biasanya loop diuretics) digunakan untuk tatalaksana LV systolic
dysfunction.
o ACE inhibitors untuk mengurangi preload dan afterload dan mencegah
kongesti paru maupun sistemik.
o Beta-blockers (cardioselective atau mixed alpha& beta), seperti carvedilol,
metoprolol XL, dan bisoprolol, meningkatkan fungsi dari LV dan mengurangi
angka mortalitas dan morbiditas dari gagal jantung.
o Low-dose spironolactone mengurangi angka mortalitas dan morbiditas NYHA
kelas III atau IV dari gagal jantung, yang menggunakan ACE inhibitor.
Tatalaksana dari kardiak aritmia
o Tatalaksana disesuaikan dengan jenis aritmia dan penyebab LV dysfunction.
o Anticoagulation dapat digunakan pada pasien dengan atrial fibrillation.
h. Prognosis
Prognosis pada pasien penyakit jantung hipertensi bermacam-macam sesuai
dengan durasi, tingkat keparahan, dan tipe penyakit yang terjadi. Risiko komplikasi
bergantung pada besarnya hipertrofi yang terjadi pada ventrikel kiri. Semakin besar
kelainan yang diderita oleh bagian ini, semakin besar akibat timbulnya komplikasi.
Mengobati penyakit dasar yaitu hipertensi akan sangat berpengaruh terhadap
progresivitas yang terjadi.
3. Sindroma Geriatri
Penampilan suatu penyakit pada lanjut usia sering berbeda dengan pada usia
muda. Di samping itu harus dibedakan, apakah kelainan yang terjadi berkenaan dengan
perubahan karena bertambahnya usia, atau memang ada suatu proses patologi sebagai
penyebabnya. Beberapa problema klinik dari penyakit pada lanjut usia yang sering
dijumpai adalah : sindroma serebral, konfusio, jatuh, gangguan kesadaran dan kognitif,
gangguan saraf otonom, inkontinensia urin dan inkontinensia alvi, kelainan tulang dan
patah tulang, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan dekubitus.
Gangguan penglihatan dan pendengaran merupakan 2 masalah penting yang
menyertai lanjutnya usia. Akibat dari kedua masalah ini seringkali tidak disadari oleh
masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri.
20
a. Gangguan penglihatan
Pada usia lanjut terjadi kekakuan lensa sehingga daya akomodasi matanya menurun.
Terjadi kekeruhan lensa akibat proses degeneratif. Dengan berkurangnya penglihatan
pada lanjut usia seringkali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi
keluar, untuk lebih aktif atau bergerak kesana kemari. Mereka akan kehilangan
kemampuan untuk membaca atau melihat televisi. Kesemua itu akan menurunkan aspek
sosialisasi dari para lanjut usia, mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada gilirannya
akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya.
b. Gangguan pendengaran
Pada usia lanjut terjadi degenerasi pada tulang-tulang pendengaran sehingga gelombang
suara tidak dapat dihantarkan dengan sempurna. Isolasi sosial yang diakibatkan oleh
gangguan pendengaran ini pada beberapa penelitian di negara Barat justru lebih besar
dibanding yang diakibatkan oleh gangguan penglihatan.
Daftar Pustaka
1. Price, SA. & Wilson, LM. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 1.
Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta. EGC : 2006.
21
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily Ismudiati,
dkk. Jakarta. Balai Pustaka : 2001.
3. Wilardjo, H. & Martono, H. Gangguan Penglihatan dan Pendengaran pada Usia Lanjut
dalam: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI :
2004.
22