Gangguan Somatisasi - Skenario 7

20
1 Gangguan Somatisasi pada Wanita Kelompok D-1 Jhon Henry Imanuel Siregar   10.2007.028 Timothy Kurniawan   10.2011.007 Fransisca Magdalena - 10.2011.043 Imania Lidya   10.2011.124 Maria Fransiska - 10.2011.189 Raditia Kurniawan   10.2011.219 Doni Lukas Damari   10.2011.353 Orisma Agnes Pongtluran   10.2011.360 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510  No. Telp (021) 569 4-2061 Fax: (021) 563-1731 Skenario 7 Seorang perempuan usia 51 tahun datang ke dokter dengan keluhan-keluhan fisik, rasa tidak enak di perut, kembung, terasa naik ke atas sehingga pasien merasa sesak, keluhan lain rasa sakit di dada kiri yang kadang menyebar ke bagian kanan. Keluhan lain ada rasa  pegal di leher dan kesemutan di tungkai atas sampai ke dua belah kaki. Keluhan ini sudah  berlangsung sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan sudah mendapat pengobatan dari  beberapa dokter. Ditambahkan bahwa siklus menstruasi pasien no rmal. Pendahuluan Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang- ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan anatara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan- keluhannya menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak. 1

description

Gangguan somatisasi

Transcript of Gangguan Somatisasi - Skenario 7

Gangguan Somatisasi pada Wanita

Kelompok D-1Jhon Henry Imanuel Siregar 10.2007.028Timothy Kurniawan 10.2011.007Fransisca Magdalena - 10.2011.043Imania Lidya 10.2011.124 Maria Fransiska - 10.2011.189 Raditia Kurniawan 10.2011.219Doni Lukas Damari 10.2011.353Orisma Agnes Pongtluran 10.2011.360

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510No. Telp (021) 5694-2061Fax: (021) 563-1731

Skenario 7Seorang perempuan usia 51 tahun datang ke dokter dengan keluhan-keluhan fisik, rasa tidak enak di perut, kembung, terasa naik ke atas sehingga pasien merasa sesak, keluhan lain rasa sakit di dada kiri yang kadang menyebar ke bagian kanan. Keluhan lain ada rasa pegal di leher dan kesemutan di tungkai atas sampai ke dua belah kaki. Keluhan ini sudah berlangsung sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan sudah mendapat pengobatan dari beberapa dokter. Ditambahkan bahwa siklus menstruasi pasien normal.

PendahuluanCiri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan anatara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak.1Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibuat secara rinci apa penyebab, ciri-ciri keluhan, cara mengatasinya dan lainnya untuk membantu memahami akan gangguan somatisasi ini.

AnamnesisPada anamnesis, selain data-data pribadi seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan keluhan utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit dulu dan sekarang. Riwayat penyakit dulu meliputi pertanyaan yang menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Sedangkan riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.2a. Keluhan UtamaKeluhan utama harus dicatat secara lengkap bahkan apabila pasien tidak dapat berbicara, dan deskripsi mengenai orang yang memberikan informasi harus disertakan. Penjelasan pasien, tak peduli betapa aneh atau tidak relevan, harus dicatat menggunakan kata-kata pasien pada bagian keluhan utama. Individu lain yang hadir sebagai sumber informasi nantinya dapat menceritakan versi mereka tentang kejadian saat itu pada bagian riwayat penyakit sekarang.2,3b. Riwayat Penyakit SekarangRiwayat penyakit sekarang memberikan gambaran komprehensif dan kronologis mengenai kejadian yang mengarahkan ke peristiwa terkini dalam kehidupan pasien. Bagian riwayat ini mungkin adalah yang paling membantu dalam menegakkan diagnosis: Kapan awitan episode sekarang, dan apa kejadian pencetus atau pemicu terdekat yang menimbulkannya? Mengetahui kepribadian pasien yang sebelumnya sehat juga membantu memberikan perspektif mengenai pasien yang kini sakit.Evolusi gejala pasien harus ditentukan dan dirangkum dalam susunan yang teratur dan sistematik. Semakin mendetail riwayat penyakit sekarang, semakin besar kemungkinan dokter untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Pemicu apa di masa lalu yang menjadi bagian rantai peristiwa yang mengarahkan ke kejadian yang baru terjadi? Bagaimana penyakit pasien memengaruhi aktivitas kehidupannya (misalnya pekerjaan, hubungan yang penting)? Bagaimana sifat disfungsi (misalnya detail mengenai perubahan faktor seperti kepribadian, memori, atau cara berbicara)? Adakah gejala psikofisiologis? Bila ada, harus dijelaskan lokasi, intensitas, dan fluktuasinya. Adanya hubungan antara gejala fisik dengan psikologis harus dicatat. Deskripsi mengenai ansietas pasien saat ini, baik menyeluruh dan nonspesifik (mengambang bebas) atau secara spesifik berkaitan dengan situasi tertentu, akan sangat membantu. Bagaimana pasien mengatasi ansietas ini? Pasien yang cukup teratur biasanya mampu menceritakan riwayat secara kronologis, namun pasien yang kacau sulit untuk diwawancara, karena kronologi peristiwa membingungkan. Dalam hal ini, menghubungi sumber informasi lain, seperti anggota keluarga dan teman, dapat berguna untuk memperjelas cerita pasien.2,3c. Riwayat Penyakit DahuluEpisode penyakit terdahulu baik medis maupun psikiatri dijelaskan di sini. Idealnya, catatan mendetail mengenai kelainan psikologis maupun biologis yang mendasari dan yang telah ada sebelumnya dijelaskan pada poin ini. Gejala pasien, derajat ketidakmampuan, jenis tatalaksana yang diterima, nama rumah sakit tempat dirawat, durasi tiap kali sakit, efek pengobatan sebelumnya, dan derajat kepatuhan, semuanya harus digali dan dicatat secara kronologis. Penyebab, keluhan, dan tatalaksana penyakit serta efek penyakit apapun yang pernah dialami pasien harus dicatat.2,3d. Riwayat KeluargaRiwayat keluarga mencakup deskripsi kepribadian dan tingkat intelegensi berbagai orang di rumah, apakah ada penyalahgunaan alkohol atau perilaku anti sosial dalam keluarga, apakah pasien menggangap anggotanya bersifat suportif, acuh tak acuh, atau destruktif.2e. Riwayat Pribadi Selain mempelajari penyakit dan situasi kehidupan pasien saat ini, pemeriksa perlu memahami secera menyeluruh masa lalu pasien dan hubungannya dengan masalah emosional yang ada sekarang. Riwayat pribadi biasanya dibagi menjadi periode perkembangan utama, masa kanak-kanak akhir, dan masa dewasa. Emosi dominan yang berkaitan dengan berbagai periode kehidupan (contohnya yang menyakitkan, menyebabkan stress, atau menimbulkan konflik) harus dicatat.2f. Pemeriksaan Status Mental Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang didapatkan dari pasien psikatri saat dilakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap stabil, status mental pasein dapat berubah. Pemeriksaan status mental adalah gambaran penampilan pasien, cara bicara, tindakanm dan pikiran selama wawancara. Bahkan bila pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaa, dokter dapat memperoleh segudang informasi berdasarkan pengamatan yang cermat.2,3Garis besar pemeriksaan status mental meliputi : 2,31. Penampilan 2. Gaya bicara3. Mood4. Pikiran 5. Persepsi6. Sensoriuma. Kewaspadaanb. Orientasi c. Konsentrasi d. Ingatane. Kemampuan berhitungf. Dasar pengetahuan g. Penelaran abstrak7. Tilikan 8. Penilaian

Pemeriksaan FisikSifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap. Keluhan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu fisik, jiwa, dan interaksi sosial.2Gejala fisik seperti nyeri kepala, palpitasi memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatic, bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham yang bias jadi merupakan ekspresi dari proses somatic. Jika masalahnya jelas-jelas terbatas pada lingkungan sosial mungkin tidak ada indikasi khusus untuk melakukan pemeriksaan fisik.3Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panic dapat menunjukkan perlawanan atau sikat bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh daru anggota keluarganya bila memungkinkan, namun, kecuali ada alasan yang mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien menurut.3Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan apabila pemeriksa ingin mengungkapkan asimetri fungsi motorik, persepsi, dan reflex pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal.3

Pemeriksaan PenunjangUji laboratorium merupakan bagian integral dari pengkajian dan penatalaksanaan psikiatri. Namun, pada umumnya psikiater lebih mengandalkan pemeriksaan klinis dan gejala pasien dibandingkan dengan uji laboratorium. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu diagnosa adalah sebagai berikut :4a. Uji Fungsi TiroidUji ini digunakan untuk menyingkirikan hipotiroidisme yang dapat menimbulkan gejala depresi. Pada sejumlah studi hingga 10 persen pasien yang mengeluh depresi serta kelelahan terkait ternyata mengalami penyakit hipotiroidisme insipient. Tanda dan gejala terkait lain yang umum terdapat pada baik depresi maupun hipotiroidisme meliputi kelemahan, kekakuan, tidak nafsu makan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, bicara melambat, apati, memori terganggu, dan bahkan halusinasi serta waham.

b. Pungsi Lumbal Pungsi lumbal dilakukan pada pasien yang mendadak memiliki manifestasi gejala psikiatri baru, khususnya perubahan kognisi. Dokter harus sangat waspada jika terjadi demam atau gejala neurologis seperti kejang. Pungsi lumbal juga berguna untuk mendiagnosis infeksi susunan saraf pusat (misalnya meningitis).c. Uji Urine untuk Penyalahgunaan ObatSejumlah zat dapat terdeteksi dalam urine pasien bile urine tersebut diuji dalam waktu spesifik setelah ingesti. Uji laboratorium ini digunakan untuk mendeteksi zat yang mungkin berperan menimbulkan gangguan kognitif.Diagnosis KerjaGangguan Somatisasi Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.1,4,5

Epidemiologi Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1 sampai 0.2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1. Di antara pasien yang ditemui di tempat praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah.4-6,9

Etiologi dan PatofisiologiFaktor Psikososial. Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Di samping itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik.4Faktor Biologis dan Genetik. Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitan.4Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial.4Penelitian sitokin, dapat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hypersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi. Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.4

Manifestasi KlinisPasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selama kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. Menurut DSM-IV-TR, gejala pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain pingsan.1,4Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan ini; ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering. Ancaman bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya sering terkait penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan kacau.4,6Pasien menggambarkan keluhannya dengan cara yang dramatik, emosional dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan waktu dan tidak dapat membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik. Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri, terpusat pada diri sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif.4-7Klinis harus selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikiatri yang dapat menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan yang sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup sklerosis multipel (MS), miastenia gravis, systemic lupus erythematosus (SLE), acquired immune deficiency syndrome (AIDS), hiperparatiroidisme dan hipertiroidisme.4,5Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yang dipersulit pengamatan bahwa sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juga memiliki gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang berpusat pada gejala somatik. Walaupun pasien dengan gangguan panik dapat mengeluhkan banyak gejala somatik yang berkaitan dengan serangan paniknya, mereka tidak terganggu oleh gejala somatik di antara serangan panik.4Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis. gangguan konversi, dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki keyakinan salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien dengan gangguan somatisasi mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan konversi terbatas pada satu atau dua sistem neurologis bukannya gejala gangguan somatisasi yang sangat beragam. Gangguan nyeri terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri.4,7

PenatalaksanaanGangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinis terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk memberikan respon terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi empati bukan sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demikian pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh. Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer yang merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran pasien akan kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien mampu menemui klinis kesehatan jiwa.4,6,7

PrognosisGangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikian. pasien dengan gangguan somatisasi jarang selama lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hubungan antara periode meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik.4,6,7

Diagnosis Banding1. HipokondriasisHipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita, atau yakin memiliki penyakit berat. Rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokondriasis berasal dari istilah medis kuno hipokondrium (di bawah rusuk') dan mencerminkan keluhan abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis terjadi akibat interpretasi yang tidak realistik atau tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik, walaupun tidak ada penyebab medis diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien mengakibatkan distres yang signifikan pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan.1,4-6

EpidemiologiSatu studi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. Perbandingan laki-laki dan perempuan yang mengalami hipokondriasis setara. Awitan gejala dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi paling sering timbul pada usia 20-30 tahun. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih lazim pada orang kulit hitam daripada kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat edukasi, dan status perkawinan tidak tampak memengaruhi diagnosis. Keluhan hipokondriak dilaporkan terjadi pada kira-kira 3 persen mahasiswa kedokteran biasanya dalam 2 tahun pertama, tetapi umumnya hanya terjadi sementara/singkat.4

Etiologi dan PatofisiologiHipokondriasis menunjukkan gejala yang mencerminkan adanya kesalahan interpretasi gejala tubuh. Sejumlah data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang yang lebih rendah daripada biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya, yang orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya sebagai nyeri abdomen. Mereka dapat berfokus pada sensasi tubuh. salah menginterpretasi, dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.Ada teori lain yang mengemukakan gejala hipokondriasis dipandang scbagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang diciptakan seseorang yang menghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan terlalu berat. Peranan sakit menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menghindari kewajiban yang tidak menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan dari tugas dan kewajiban. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan ansietas atau depresif secara bersamaan. Teori lain mengenai hipokondriasis menyatakan bahwa keinginan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dirubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahan mereka saat ini dengan meminta tolong dan perhatian orang Iain. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan melawan rasa bersalah. rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri, serta tanda kepedulian diri yang berlebihan. Nyeri dan penderitaan somatik kemudian menjadi cara pertobatan atau penebusan dan dapat dialami sebagai hukuman yang pantas untuk kesalahan di masa lalu serta untuk rasa berdosa dan kejahatan seseorang.4Manifestasi KlinisKriteria diagnostic hipokondriasis mengharuskan pasien memiliki preokupasi dengan keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah tersebut didasarkan pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik. Keyakinan tersebut harus ada selama sedikitnya 6 bulan. walaupun tanpa adanya temuan patologis pada pemeriksaan neurologis atau medis. Gejala hipokondriasis harus memiIiki intensitas yang menyebabkan distres emosional atau mengganggu kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam area penting kehidupan. Klinisi dapat merinci adanya tilikan buruk; pasien secara konsekuen tidak menyadari bahwa kekhawatiran mereka mengenai penyakit berlebihan, serta tetap mempertahankan kelainan walau telah diberitahu atau dibujuk bahwa ia tidak memiliki kelaianan seperti yang dialaminya. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil laboratorium negatif, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada waham. Hipokondriasis sering disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbul bersamaan dengan gangguan ansietas serta gangguan depresif.1,4Keadaan hipokondriak singkat dapat terjadi setelah adanya stres berat, paling sering adalah kematian atau penyakit berat seseorang yang penting bagi pasien, atau suatu penyakit berat (mungkin mengancam nyawa) yang telah sembuh tetapi membuat pasien untuk sementara hipokondriak. Keadaan tersebut yang ada kurang dari 6 bulan harus didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. Respons hipokondriak singkat terhadap stres eksternal umumnya membaik ketika stresnya hilang, tetapi bisa menjadi kronis jika diperkuat oleh orang di dalam sistem sosial pasien atau oleh profesional kesehatan.4Secara singkat kriteria diagnostiknya dapat diringkas sebagai berikut :1,41. Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa sesorang memiliki penyakit serius berdasarkan pada kesalah interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh.1. Preokupasi tetep ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang sesuai.1. Preokupasi ini menimbulan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam fungsi social, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.1. Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan.1. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguang ansietas menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan panic, episode depresif berat, ansietas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

PenatalaksanaanPasien dengan hipokondriasis biasanya resisten terhadap terapi psikiatri. walaupun beberapa pasien menerima terapi ini jika dilakukan dalam lingkup medis dan berfokus pada pengurangan stres dan edukasi untuk menghadap penyakit kronis. Psikoterapi kelompok sering menguntungkan bagi pasien seperti ini. sebagian karena psikoterapi kelompok memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang tampaknya mengurangi ansietasnya. Bentuk psikoterapi lain, seperti psikoterapi berorientasi tilikan individual, terapi perilaku, terapi kognitif dan hipnosis dapat berguna bagi pasien.4,6Pemeriksaan fisik yang terjadwal rutin sering berguna untuk meyakinkan pasien bahwa dokter tidak mengabaikan mereka dan keluhan mereka dianggap serius. Meskipun demikian, prosedur diagnostik dan prosedur terapeutik yang invasif sebaiknya dilakukan jika bukti objektif mengharuskannya. Jika memungkinkan, klinisi harus berhenti menatalaksana temuan hasil pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau kurang penting.4,7Farmakoterapi meringankan gejala hipokondriak hanya jika pasien memiliki keadaan yang berespons terhadap obat yang mendasarinya, seperti gangguan ansietas atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis terjadi sekunder akibat gangguan jiwa primer lain, gangguan tersebut juga harus ditangani. Jika hipokondriasis merupakan reaksi situasional yang singkat, klinisi harus membantu pasien menghadapi stres tanpa mendukung perilaku penyakit dan manfaat peran sakit sebagai solusi masalah mereka.6,7

PrognosisPerjalanan gangguan hipokondriasis biasanya episodik. Episodenya berlangsung bulanan hingga tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Mungkin terdapat hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriasis dan stresor psikososial. Menurut perkiraan sepertiga hingga setengah pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosio-ekonomik yang tinggi, depresi atau ansietas yang responsif terhadap terapi, awitan gejala yang mendadak, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya keadaan medis nonpsikiatri terkait. Sebagian besar anak dengan hipokondriasis membaik di masa remaja akhir atau masa dewasa awal.4

2. Gangguan AnsietasGangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan keluhan somatik yang diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal. Gangguan cemas dan ketakutan sering disalahartikan. Ketakutan biasanya timbul akibat adanya ancaman yang spesifik, sedangkan gangguan cemas timbul akibat adanya ancaman yang belum jelas. Perasaan tidak berdaya dan tidak adekuat dapat terjadi, disertai perasaan terasing dan tidak aman. Intensitas perasaan ini dapat ringan atau berat dan kadang bisa menimbulkan kepanikan.1,4Teori tentang gangguan cemas dibedakan menjadi dua, yaitu :1,4,51. Teori Psikologis1. Teori PsikoanalitikFreud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, yang menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri misal dengan menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala cemas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain, misalnya konversi, regresi.1. Teori PerilakuTeori ini mengatakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon terhadap stimuli lingkungan keluarga.1. Teori EksistensialSuatu konsep dan teori, bahwa bila seseorang sadar akan adanya kehampaan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respons seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.1. Teori Biologis1. Sistem Saraf OtonomStimuli sistem saraf otonom menimbulkan gejala-gejala tertentu, seperti takikardi, nyeri kepala, diare dan sebagainya.1. Neuro transmiterTiga neurotrasmiter utama yang berperan dalam gangguan cemas yaitu: norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid.1. Penelitian GenetikaMenurut liasil penelitian genetika, hampir sebagian besar penderita gangguan panik memiliki paling sedikit satu saudara yang juga menderita gangguan tersebut.

EpidemiologiHasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa di Indonesia diperkirakan 6 juta penduduknya mengalami gangguan cemas. Ditemukan, setiap 20 orang per 1000 anggota keluarga menderita gangguan cemas. Data Psikiatri Indonesia, pada tahun 2004 dari 11 kota di Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita gangguan jiwa.4

EtiologiGangguan cemas merupakan pikiran-pikiran negatif yang dialami seseorang yang semakin lama semakin kuat. Hal ini terjadi akibat :41. Kurangnya pengetahuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan dan perkembangan lingkungan sosial.1. Kurangnya dukungan dari orang tua, teman sebaya atau lingkungan masyarakat sekitar.1. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.Klasifikasi gangguan cemas dibedakan menjadi :1. Gangguan PanikDua kriteria gangguan panik: gangguan panik tanpa agoraphobia dan gangguan panik dengan agoraphobia. Kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.Gambaran Klinis: Serangan panik pertama seringkali spontan Ketakutan berlebihan Tidak mampu menjelaskan sumber ketakutannya Bingung, sulit konsentrasi Takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat1. Gangguan FobiaFobia adalah ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran secara sadar terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Ada dua jenis fobia, yaitu fobia spesifik. fobia sosial. Pedoman diagnostic fobia yaitu rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan.1. Gangguan Obsesif-KompulsifObsesif adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.1. Reaksi Stres AkutGangguan sementara yang cukup parah, terjadi pada seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain muncul respons tcrhadap stres fisik maupun mental dan biasanya menghilang dalam bcberapa jam atau hari. Stresornya dapat bcrupa pengalaman traumatik yang luar biasa. Gejala stressnya dapat menghilang dengan cepat.1. Gangguan Anxictas MenyeluruhKecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap aktivitas atau pcristiwa tcrtentu, bcrlangsung hampir setiap hari selama 6 bulan atau lebih. Gambaran esensial pada gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama). Gejala-gejala ini biasanya mencakup kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, over aktivitas otonomik.1. Gangguan Campuran Anxietas dan DepresiKategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diaognosis tersendiri.

Manifestasi KlinikTanda dan gejala dari gangguan cemas dibedakan menjadi :4,6,71. Keluhan Kognitif dan Psikologis Perasaan cemas, khawatir Ragu-ragu untuk bertindak atau memutuskan sesuatu Takut mati, takut menjadi gila Insomnia, sulit untuk memulai tidur (early insomnia) Mudah marah (iritable)1. Keluhan Fisik Neurologik dan Vaskuler: sakit kepala, pusing, dizziness, pandangan kabur Kardiovaskuler: palpitasi, nyeri dada Respirasi: napas pendek, dispnoe, hiperventilasi (frekuensi napas sering) Gastrointestinal: mulut kering, nausea, vomitus, diare Genitourinarius: sering berkemih, nyeri saat berkemih Sistem Muskuloskeletal: nyeri otot leher Kulit: keringat berlebihan, telapak tangan dan kaki basah dan terasa dingin

PenatalaksanaanPenanganan gangguan cemas :4,6,71. Non Farmakologi Pendekatan psikologis Pendekatan psikodinamika Pendekatan humanistik Pendekatan biologis Pendekatan belajar Penerapan pola hidup sehat1. Farmakologi Antiansietas Golongan Benzodiazepin Buspiron Antidepresi Golongan Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRI)

3. Gangguan DepresiDepresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu.1,4

EtiologiFaktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.4,5a. Faktor biologi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi. b. Faktor Genetik Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. c. Faktor Psikososial Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai, hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif .

Manifestasi KlinikPerubahan Fisik :4,6,7 Penurunan nafsu makan Gangguan tidur Kelelahan dan kurang energi Agitasi Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisikPerubahan Pikiran :4 Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengingat informasi Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar Kurang percaya diri Merasa bersalah dan tidak mau dikritik Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi Adanya pikiran untuk bunuh diriPerubahan Perasaan :4 Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri Merasa bersalah, tak berdaya Tidak adanya perasaan Merasa sedih Sering menangis tanpa alas an yang jelas Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari :4 Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan Menghindari membuat keputusan Menunda pekerjaan rumah Penurunan aktivitas fisik dan latihan Penurunan perhatian terhadap diri sendiri Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang Gejala Utama :4 Perasaan depresif Hilangnya minat dan semangat Mudah lelah dan tenaga hilang Konsentrasi dan perhatian menurun Harga diri dan kepercayaan diri menurun Perasaan bersalah dan tidak berguna Pesimis terhadap masa depan Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri Gangguan tidur Gangguan nafsu makan Menurunnya libido

PenatalaksanaanDalam mengatasi depresi dalam diri seseorang diperlukan adanya dukungan sosial yang terdiri dari 4 jenis :4,6,71. Dukungan emosionalDukungan ini meliputi ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian baik dari teman maupun keluarga. Kehangatan dan kepedulian yang diberikan oleh orang lain, akan memungkinkan orang yang mengalami stres, menghadapinya lebih tenang.1. Dukungan PenghargaanDukungan penghargaan yang umumnya diberikan melalui ungkapan penghormatan (penghargaan) akan hal hal yang positif yang dimiliki seseorang, dukungan untuk maju atau persetujuan atas gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain.1. Dukungan InstrumentalDukungan instrumental meliputi penyediaan dukungan material seperti pelayanan, bantuan finansial atau barang. Hubungan antara dukungan instrumentral dan kesehatan dapat diterangkan dengan jelas melalui satu pengertian yaitu seseorang mempunyai kebutuhan instrumental tertentu dan orang lain dapat menolongnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.1. Dukungan InformatifDukungan informatif ini mencakup pemberian nasihat-nasihat, petunjuk, saran, atau umpan balik. Keluarga atau teman dapat memberikan dukungan informatif dengan memberikan saran tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah.

PenutupBerdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang, wanita usia 51 tahun ini diduga menderita penyakit gangguan somatisasi karena pada pemeriksaan semua hasilnya ditemukan normal, sudah berobat ke beberapa dokter tetapi tidak kunjung sembuh, sakit yang dirasakan hampir seluruh tubuh dan menjalar dari satu daerah ke daerah lagi, oleh karena itu dapat disimpulkan pasien menderita gangguan somatisasi.

Daftar Pustaka0. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas ppdgj-III. Jakarta : PT. Nuh Jaya; 2003. h. 72-86.0. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h.35-7.0. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2010. h. 104-6, 230-1.0. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2010. h. 1-323.0. Semiun Y. Kesehatan mental 2. Yogyakarta : Kanisius; 2010 .h. 374-90.0. Hibbert A, Godwin A, Dear F. Rujukan cepat psikiatri. Jakarta : EGC; 2009. h. 156.0. Residen Bagian Psikiatri UCLA. Psikiatri. Jakarta: EGC; 1997. h. 223-34.

20