Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan...

17

Click here to load reader

Transcript of Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan...

Page 1: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

FUNGSI DAN PERANAN PERADILAN SEMU DAN

UPAYA ADMINISTRASI DALAM PENINGKATAN PERAN

PERADILAN ADMINISTRASI DI INDONESIA

BERDASARKAN SUDUT PANDANG NEGARA KESEJAHTERAAN

Dibuat untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata

kuliah Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara

pada Semester Genap Tahun Akademik 2009 – 2010

Disusun Oleh:

Dyah Ayu Paramita

1101 1006 0071

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2010

Page 2: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

2

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

BAB I

PERADILAN ADMINISTRASI

Negara adalah organisasi masyarakat yang memiliki daerah atau

teritori tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai

suatu kedaulatan.1 Negara dikenal sebagai suatu gejala sosial dan politik

yang berkesinambungan.2

Untuk memenuhi kriteria sebagai negara, Oppenheim Lauterpacht

menyatakan, bahwa suatu negara harus memenuhi 3 (tiga) unsur di

bawah ini:

a. rakyat;

b. wilayah; dan

c. pemerintahan yang berdaulat.3

Sementara istilah “Pemerintah” sendiri memiliki berbagai

pengertian, sebagaimana Utrecht mengatakan, yakni:

a. Pemerintah sebagai gabungan dari badan-badan kenegaraan

yang bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, dan

meliputi eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif;

1 Lubis, Solly, Ilmu Negara, Bandung: Alumni, 1975, hlm. 9

Mengutip Mr. Soenarko, Susunan Negara Kita I, hlm. 10

2 Lubis, Solly, loc. cit.

3 Lubis, Solly, op. cit., hlm. 10

Page 3: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

3

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

b. Pemerintah sebagai suatu lembaga kekuasaan di dalam suatu

negara yang sifatnya absolut; atau

c. Pemerintah dalam arti Presiden dan pembantu-pembantunya

dalam menjalankan negara, dalam hal ini yakni hanya lembaga

eksekutif saja yang dinilai.4

Apapun pengertian pemerintah yang diinginkan oleh para pakar

hukum tersebut, di dalam makalah ini, pengertian pemerintah yang akan

kita gunakan di sini, adalah pengertian pemerintah yang ke-tiga, yakni

pemerintdah dalam arti Presiden dan pembantu-pembantunya dalam

menjalankan negara.

Pemerintah, dalam menjalankan negara, melakukan 3 (tiga) jenis

tindakan administratif, yakni:

a. mengeluarkan keputusan (beschikking);

b. mengeluarkan peraturan (regeling); dan

c. melakukan perbuatan materiil (materiele daad).5

Dengan kekuasaan yang dimilikinya, pemerintah dapat melakukan

ketiga tindakan tersebut di atas baik berdasarkan perintah peraturan

perundang-undangan maupun atas pertimbangan mandiri, atau yang kita

kenal sebagai freies ermessen.

Tindakan atas inisiatif mandiri pemerintah, dan tanpa adanya

peraturan perundang-undangan yang formal, adalah suatu bentuk fasilitas

yang dimiliki oleh aparatur pemerintah, agar dapat memenuhi tujuannya,

yakni kesejahteraan bersama.

4 Lubis, Solly, op. cit., hlm. 13

5 S.F. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta: 1988, hlm. 3.

Page 4: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

4

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

Namun, tidak dapat kita sangkal, bahwa kekuasaan yang besar

menuntut tanggung jawab yang besar pula, dan rentan untuk

disalahgunakan. Oleh sebab itu, perlu dibuat suatu institusi ataupun forum

yang dapat memfasilitasi keluhan masyarakat atas tindakan pemerintah

tersebut di atas, yang dianggap telah tidak sesuai dengan tujuan bersama,

ataupun merugikan masyarakat.

Oleh sebab itu, muncullah mekanisme Upaya Administrasi dan

Banding Administrasi, yang dapat dilakukan melalui beberapa tahapan,

seperti penyampaian keluhan ke pejabat atau badan tata usaha negara

yang bersangkutan, atau pengaduan ke atasan dari pejabat atau badan

tata usaha negara yang bersangkutan.

Dapat pula dibentuk suatu Badan Arbitrase Ad Hoc yang bertugas

menyelesaikan permasalahan semacam ini, antara masyarakat dan

pemerintah.

Berbagai bentuk upaya ini, kita sebut dengan Peradilan Semu

Administrasi. Mengapa Peradilan Semu Administrasi? Karena apa yang

dilakukan adalah suatu bentuk pencarian keadilan di ranah tata usaha

negara (administrasi), baik secara terlembaga maupun individual, dan

bentuknya berada di luar sistem Yudikatif yang ada sebagai badan

peradilan yang resmi.

Sedangkan peradilan sejenis, yang juga adalah suatu lembaga

pencarian keadilan di ranah tata usaha negara (administrasi) yang

terlembaga dan berada di dalam sistem Yudikatif, kita kenal sebagai

Pengadilan Tata Usaha Negara.

Page 5: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

5

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

BAB II

PERADILAN MURNI ADMINISTRASI DENGAN NAMA

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan sebuah

lembaga Yudikatif di Indonesia yang berlandaskan atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo.

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha

Negara.

Sebagai sebuah lembaga peradilan, Pengadilan Tata Usaha

Negara tidak lepas dari kontroversi dan juga perdebatan, baik yang keluar

dari pemikiran akademisi, masyarakat, maupun pemerintah itu sendiri. Hal

ini disebabkan oleh adanya suatu kesenjangan yang cukup signifikan atas

fungsi dan konsep awal sebuah Peradilan Administrasi dengan

pelaksanaan dan landasan hukum yang diberikan kepada Pengadilan

Tata Usaha Negara di dalam kenyataannya.

Pengadilan Tata Usaha Negara sendiri memiliki sejarah panjang

dalam pembentukannya, yakni dimulai dengan Arrest Hooge Raad 1919

yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1919, di mana peristilahan

onrecht (melawan hukum) adalah dibedakan artinya dengan onwet

(melawan hukum tertulis atau perundang-undangan), hal ini menimbulkan

ketidaksesuaian dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata di mana tindakan yang onrecht (melawan hukum) tersebut adalah

sama dengan onwet (melawan hukum tertulis atau perundang-undangan).

Melalui Arrest Hooge Raad 1919 ini, maka perbuatan melawan hukum

diperluas menjadi, selain melawan peraturan perundang-undangan

tertulis, juga melawan kesusilaan, keseksamaan, kewajiban hukum, dan

norma-norma hukum umum yang berlaku di dalam masyarakat.

Page 6: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

6

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

Beberapa tahun berselang, terdapat sebuah kejadian lagi yang

cukup memiliki peran penting dalam terbentuknya Pengadilan

Administrasi, yakni Arrest Hooge Raad 1924, atau yang dikenal dengan

nama Ostermaan Arrest, yang dikeluarkan pada tanggal 20 November

1924 dan disebut sebagai “Revolusi November”6. Inti dari Ostermaan

Arrest ini adalah prinsip ganti rugi administratif, yakni upaya hukum

terhadap kebijakan pemerintah yang menimbulkan kerugian terhadap

masyarakat (baik secara individual maupun sebagai sebuah badan), yakni

dengan cara mengeluarkan kebijakan baru yang sedapat mungkin

menghilangkan kerugian yang telah diderita oleh masyarakat. Kisah di

balik Ostermaan Arrest ini adalah tindakan pejabat yang mengeluarkan

kebijakan untuk menahan shipping dari pihak Ostermaan, di mana isi dari

shipping tersebut adalah bahan pokok pada akhirnya membusuk karena

penahanan shipping tersebut; maka Hooge Raad pun menyatakan bahwa

tindakan yang dilakukan oleh pejabat tersebut memang benar

berdasarkan Undang-Undang, namun menimbulkan kerugian pada orang

lain (dalam hal ini Ostermaan), dan oleh sebab itu maka diberikan putusan

di mana pejabat yang bersangkutan diminta untuk membuat kebijakan

baru untuk menghapuskan kerugian dari Ostermaan tersebut. Di dalam

kedua Landmark Case ini, Arrest HR 1919 maupun Arrest HR 1924,

keduanya dilakukan melalui Pengadilan Umum Perdata.

Melalui Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang

No. 4 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, disebutkan

bahwa di dalam ranah yudikatif terdapat suatu pengadilan yakni

Pengadilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang ini kemudian

ditindaklanjuti dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

yang merupakan Undang-Undang mengenai Pengadilan Tata Usaha

6 Prins, W.F., R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,

Pradnya Paramita, Jakarta: 1983, hlm. 131.

Page 7: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

7

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

Negara yang pertama di Indonesia, yang kemudian dilengkapi dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata

Cara Pelaksanaannya dalam Pengadilan Tata Usaha Negara. Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 itu pun telah mengalami 2 (dua) kali

perubahan, yakni melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.

Pemerintah sebagai salah satu organisasi Negara yang diberi tugas

untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat diberi wewenang untuk

melakukan perbuatan Tata Usaha Negara, yang dapat dibedakan menjadi

3 (tiga) macam, yakni:

a. mengeluarkan keputusan (beschikking);

b. mengeluarkan peraturan (regeling); dan

c. melakukan perbuatan materiil (materiele daad).

dari ketiga macam perbuatan tersebut, yang menjadi kompetensi

Pengadilan Tata Usaha Negara menurut peraturan perundang-undangan

yang ada yakni hanya terbatas pada perbuatan pemerintah dalam

mengeluarkan keputusan. Sedangkan dalam mengeluarkan peraturan

merupakan bagian dari kompetensi Mahkamah Agung, melalui Judicial

Review. Dan dalam melakukan perbuatan materiil, hanya dapat dinilai

dengan melakukan Upaya Administrasi dan Banding Administrasi melalui

atasan (berdasarkan jenjang jabatan) dari Pejabat yang mengeluarkan

keputusan tersebut.7

Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek sengketa dalam

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan keputusan dalam bentuk

tertulis, sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986, yang bunyinya:

7 S.F. Marbun, loc. cit.

Page 8: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

8

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat

konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum

bagi seseorang atau badan hukum perdata;”

yang kemudian diperbaharui dengan Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2009, dengan bunyi yang sama.

Selain itu juga, keputusan dalam bentuk tidak tertulis, sebagaimana

diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang

berbunyi:

(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak

mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi

kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan

Keputusan Tata Usaha Negara.

(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak

mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka

waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-

undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak

mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan

tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan

sejak diterimnya permohonan, Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah

mengeluarkan keputusan penolakan.

Kedua Pasal tersebut di atas merupakan pembatasan yang sangat

sempit bagi kompetensi dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang dapat

menimbulkan berbagai permasalahan pada perkembangannya. Salah

Page 9: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

9

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

satunya seperti yang dapat kita simak melalui dikeluarkannya Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,

Rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, dan Rancangan

Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 47 ayat (1), disebutkan mengenai

pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila pelaku

pelanggaran dari peraturan yang diatur di dalam Undang-Undang tersebut

adalah Badan Publik Negara, dengan bunyi sebagai berikut:

“Pengajuan gugatan diajukan melalui Pengadilan Tata

Usaha Negara apabila yang digugat adalah Badan Publik

Negara.”

Gugatan yang dimaksud di sini adalah sehubungan dengan

permohonan informasi publik, yang tidak disampaikan atau tidak

memuaskan bagi pemohon, yang adalah anggota masyarakat.

Sedangkan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang

Pelayanan Publik dan Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi

Pemerintahan, terdapat perluasan dari kompetensi Pengadilan Tata

Usaha Negara, untuk dapat menangani permasalahan dan sengketa

sehubungan dengan tindakan maupun keputusan administrasi negara

sebagaimana suatu Peradilan Administrasi yang ideal.

Namun permasalahan kemudian timbul dengan tidak

diperbaharuinya Undang-Undang tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Page 10: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

10

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

BAB III

NEGARA KESEJAHTERAAN

Negara Kesejahteraan atau yang dikenal dengan istilah lainnya

Welvaarstaat atau Welfare State, adalah sebuah konsep bernegara yang

berkembang di dalam masyarakat yang telah well-civilized atau dapat kita

katakana, maju dalam hal peradaban.

Unsur-unsur yang mendukung majunya peradaban negara-negara

ini di antaranya adalah budaya baik secara materiil maupun formil,

wilayah, dan sumber daya yang dimilikinya. Budaya materiil yang

dimaksud di sini adalah budaya yang berada dalam nilai-nilai yang tumbuh

dan berkembang bersama dengan interaksi sosial di dalam masyarakat.

Sedangkan budaya formil yang dimaksud di sini adalah budaya yang

diejawantahkan ke dalam perilaku dan karya cipta dari anggota

masyarakat.

Manusia secara berangsur-angsur, mengenal nilai-nilai kemanusia-

an, hak azasi, dan kemudian mengejar suatu ide yang dikenal sebagai

kesejahteraan bersama.

Pada awalnya, konsep negara kesejahteraan adalah suatu bentuk

institusional dari perlindungan sosial. (The welfare states are simply

institutional forms of social protection).8

Konsep negara kesejahteraan ini mulai bermunculan dari reaksi

pemerintah terhadap kecenderungan “protektif” yang ada di dalam

masyarakat, yang tidak secara hukum positif maupun institutif „terjamin‟.

Oleh sebab itu, kecenderungan dari suatu negara kesejahteraan adalah

8 Spicker, Paul, The Welfare States: a General Theory, London: Sage Publication Ltd.,

2000, hlm. 144.

Page 11: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

11

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

adanya jaminan sosial dan ekonomis terhadap warga masyarakatnya.

Konsep negara kesejahteraan yang berkembang di negara berkembang

biasanya adalah bentuk proteksi sosial yang terbentuk dari tindakan sosial

atau missal atas kesadaran bersama dari anggota masyarakat.

The social protection exists without the State, and it turns out the

State accommodates the idea of social protection, through its policies and

bodies.9

Beberapa pakar kenegaraan membagi negara kesejahteraan

tersebut menjadi beberapa jenis, misalnya:

a. Gøsta Esping Andersen

Social-Democratic (contoh: Swedia)

Liberal-Residual (contoh: Amerika)

Corporatist (contoh: Jerman)

b. Leibfried

Scandinavian (contoh: Swedia, Norwegia, Finlandia)

Bismarckian (contoh: Jeman, Austria)

Anglo Saxon (contoh: Inggris, Amerika, Australia)

Latin Rim (contoh: Italia, Yunani, Spanyol)

c. Palme

Residual (contoh: Inggris, Perancis, Amerika)

Citizenship (contoh: Austria, Denmark)

Work Merit (contoh: Jerman)

Institutional (contoh: Swedia)

Terhadap pengkategorisasian ini, Swedia, sebagai suatu landmark

state dari munculnya konsep negara kesejahteraan, merupakan contoh

ideal dari pelaksanaan negara kesejahteraan di mana hak-hak azasi

manusia dinilai secara universal.

9 Ibid.

Page 12: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

12

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

Permasalahan yang timbul dari konsep negara kesejahteraan

adalah tingginya biaya yang diperlukan dalam menyelenggarakan

pemerintahan dan pelayanan publik.

Tingginya biaya ini adalah atas dasar pemikiran harus terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan esensial dari anggota masyarakat, seperti

kesehatan dan pendidikan, dengan mudah dan, sedapat mungkin, cuma-

cuma. Hal ini akan membengkakkan anggaran negara, sebagaimana

dapat kita pelajari dari Selandia Baru, di mana anggaran negara untuk

kesejahteraan sosial adalah 35% dari total anggaran belanja negara, dan

itu belum termasuk pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis.

Biaya tinggi ini, kemudian dibebankan kepada pajak masyarakat

yang juga tinggi, sebagai contoh di Swedia dan Denmark, jumlah

pemasukan negara yang berasal dari pajak hampir mencapai 50% dari

pemasukan negara. Ketaatan masyarakat atas pembayaran pajak pun

terjamin, dengan adanya kepastian dan kualitas pelayanan publik yang

prima.

Page 13: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

13

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

BAB IV

PELAKSANAAN UPAYA ADMINISTRASI DAN PERADILAN SEMU

ADMINISTRASI DALAM SISTEM PERADILAN MURNI ADMINSTRASI

BERDASARKAN SUDUT PANDANG INDONESIA SEBAGAI

NEGARA KESEJAHTERAAN

Terdapat berbagai pendapat sehubungan dengan pelaksanaan

Upaya Administrasi, Banding Administrasi, dan bentuk-bentuk Peradilan

Semu Administrasi yang dapat dilakukan lainnya di dalam Pengadilan

Tata Usaha Negara. Bagi pihak yang mendukungnya, menganggap

bahwa ini merupakan hakikat dari Peradilan Administrasi yang memang

seharusnya demikian adanya. Sedangkan bagi pihak yang menentangnya,

menganggap pilihan forum, dan pilihan medium pencarian keadilan itu

haruslah ada, dalam menjamin keadilan itu sendiri.

Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 berbunyi:

“Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang

bersangkutan telah digunakan.”

Dan pasal ini tidak diubah baik melalui Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2004 maupun melalui Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.

Sehingga, peraturan ini masih berlaku, dan memberikan legitimasi atas

pelaksanaan Upaya Administrasi pada Pejabat atau Badan Tata Usaha

Negara yang bersangkutan, maupun Banding Administrasi pada atasan

dari Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang bersangkutan

berdasarkan jenjang jabatannya.

Page 14: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

14

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

Indonesia, merupakan salah satu negara yang menganut konsep

negara kesejahteraan. Sebagai sebuah negara berkembang, pemenuhan

kebutuhan dan standar negara berkembang menjadi tantangan yang

sangat besar bagi negara seperti Indonesia, terutama yang berhubungan

dengan pembiayaan negara.

Negara kesejahteraan di negara-negara berkembang, diyakini

sebagai bentuk dari perkembangan demokrasi. Dengan asumsi, apabila

kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, yang kemudian melalui suatu

“kontrak sosial” menentukan siapa yang berhak menjadi pemerintah dari

rakyat itu sendiri. Maka apa yang diberikan pemerintah sebagai bentuk

loyalitasnya terhadap raykat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi,

adalah pelayanan yang prima.

Pelayanan yang prima di sini merupakan penilaian yang subjektif

dari sisi rakyat sebagai “konsumen” dari produk-produk pemerintah.

Penilaian subjektif itu akan menjadi cambuk tersendiri bagi pemerintah

untuk memberikan pelayanan terbaiknya bagi rakyat. Dan dengan

demikian, rakyat dapat mengajukan tuntutan haknya kepada pemerintah,

apabila pelayanan yang didapatkannya tidak sesuai dengan yang

seharusnya dapat diberikan oleh pemerintah.

Pelayanan ini dapat berupa tindakan yang langsung, kebijakan,

peraturan, maupun keputusan pemerintah yang berhubungan dengan

pelaksanaan pemerintahan dan juga yang berhubungan dengan anggota

masyarakat itu sendiri.

Sehubungan dengan hal yang dapat merugikan masyarakat luas,

anggota masyarakat dapat menjadukan citizen law suit ataupun class

action kepada pemerintah. Dan sehubungan dengan hal-hal yang lebih

sempit jangkauannya, anggota masyarakat dapat melakukan Upaya

Administrasi, Banding Administrasi, maupun Pengajuan Gugatan ke

Pengadilan Tata Usaha Negara.

Page 15: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

15

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

Keberadaan medium-medium Peradilan ini pun dilengkapi dengan

dapatnya ditempuh cara-cara Penyelesaian Sengketa Alternatif sebagai

pilihan non-litigasinya.

Kedudukan lembaga-lembaga ini adalah vital dan krusial bagi

perkembangan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat di dalam suatu

negara kesejahteraan seperti Indonesia. Sehingga rakyat dapat

menyampaikan ketidakpuasannya atas tindakan dan keputusan yang

dibuat oleh aparatur pemerintahan yang seharusnya menjadi pelayan

masyarakat.

Adapun mengenai peleburan dari berbagai metode dan lembaga ini

ke dalam Peradilan Tata Usaha Negara, menurut saya merupakan suatu

hal yang tidak perlu diatur ataupun dilakukan, karena dengan adanya

pilihan forum dan juga medium penyelesaian sengketa, maka publik

(dalam hal ini, rakyat), dapat menentukan sendiri apa yang lebih sesuai

dengan hati nurani dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkannya.

Jaminan atas dapat terlaksananya bentuk-bentuk Upaya

Administrasi, Banding Administrasi, Penyelesaian Sengketa Alternatif,

Arbitrase Ad Hoc, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut

secara benar dan efektif, dan terbuka untuk publik, telah dapat

memberikan gambaran atas keseriusan pemerintah dalam

menyelenggarakan sebuah negara kesejahteraan.

Page 16: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

16

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta: 1981

Prins, W.F., R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya Paramita, Jakarta: 1983

S.F. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta:

1988

Soehardjo Ss., S.H., Hukum Administrasi Negara: Pokok-pokok Pengertian serta Perkambangannya di Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang: 1991

Spicker, Paul, The Welfare States: a General Theory, London: Sage Publication Ltd., 2000

PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelakanaannya dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik

Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan

Page 17: Fungsi Dan Peranan Peradilan Semu Dan Peradilan Administrasi Dalam Peningkatan Peran Peradilan Administrasi Di Indonesia Dari Sudut Pandang Negara Kesejahteraan

17

Dyah Ayu Paramita | 110110060071

ARTIKEL / JURNAL / DAN SEBAGAINYA

Bernardinus Steni, “Mengapa Kita Perlu Membentuk Lembaga Pengawas dan Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik?”, http://www.huma.or.id/document/I.03.%20Analisa%20Hukum/Bernadinus%20Steny.%20Mengapa%20Kita%20Perlu%20Membentuk%20Lembaga%20Pengawas%20%20dan%20Penyelesaian%20Sengketa%20Pelayanan%20Publik.pdf, diakses pada 1 Juni 2010, pukul 18.00 WIB

Junaedi, S.H., M.Si., LL.M., “Upaya Administrasi”, http://staff.ui.ac.id/internal/050403018/material/UPAYAADMINISTRATIFUA.ppt, diakses pada 1 Juni 2010, pukul 20.00 WIB

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, “Alur Peradilan Tata Usaha Negara”, http://www.pemantauperadilan.com/index.php?Itemid=9&id=8&option=com_content&task=view, diakses pada 1 Juni 2010, pukul 14:28 WIB

Wikipedia, http://en.wikipedia.org/welfare_state, diakses pada 7 Juni 2010, pukul 03.40 WIB