FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI …repository.utu.ac.id/73/1/I-V.pdf · Berdasarkan...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI …repository.utu.ac.id/73/1/I-V.pdf · Berdasarkan...
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI
KERJA TENAGA PERAWAT DI PUSKESMAS UJONG FATIHAH
KECAMATAN KUALA
KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Oleh
B U S T A M A M NIM.06C10104296
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYRAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2013
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI
KERJA TENAGA PERAWAT DI PUSKESMAS UJONG FATIHAH
KECAMATAN KUALA KABUPATEN NAGAN RAYA
OLEH
B U S T A M A M NIM.06C10104296
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2013
ii
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
MOTIVASI KERJA TENAGA PERAWAT DI PUSKESMAS
UJONG FATIHAH KECAMATAN KUALA KABUPATEN
NAGAN RAYA YAHUN 2013
Nama Mahasiswa : BUSTAMAM
NIM : 06C10104296
Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Sufyan Anwar, SKM, MARS
NIDN. 0121067602
Pembimbing II
Teuku Abdullah, SKM., MPH
Mengetahui :
Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sufyan Anwar, SKM., MARS
NIDN. 0121067602
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Marniati, SKM., M. Kes
NIDN. 0104097801
Tanggal Lulus : 12 September 2013
ii
LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi/Tugas Akhir dengan Judul :
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA
TENAGA PERAWAT DI PUSKESMAS UJONG FATIHAH KECAMATAN KUALA
KABUPATEN NAGAN RAYA
Nama Mahasiswa : BUSTAMAM
NIM : 06C10104296
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 12 September 2013
dan Dinyatakan Memenuhi Syarat Untuk Diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Sufyan Anwar, SKM, MARS ……………………
(Dosen Pembimbing Ketua)
2. Teuku Abdullah, SKM., M.P.H ……………………
(Dosen Pembimbing Anggota)
3. Kiswanto, M. Si ……………………
(Dosen Penguji I)
4. Afrizal, DNCom, SE .……………………
(Dosen Penguji II)
Alue Penyareng 12 September 2013
Ketua Program Studi
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Marniati, SKM., M. Kes
NIDN. 0104097801
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan
kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, kesehatan jiwa, pemberantasan penyakit,
pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan masyarakat, pengawasan farmasi dan
alat kesehatan, pengawasan zat aditif, kesehatan sekolah, kesehatan olahraga,
pengobatan tradisional dan kesehatan mata. Upaya-upaya tersebut telah
dilaksanakan dalam pembangunan kesehatan namun hasilnya masih perlu
ditingakatkan lagi agar derajat kesehatan masyarakat dapat lebih baik dan sesuai
dengan arah dan kebijakan kesehatan yang telah ditetapkan ( Depkes RI, 2009).
Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat
yang ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di filipina yang telah
mencapai 40% dengan tingkat pendidikan stara satu dan dua, penelitian tentang
kerja produktif personil puskesmas di Indonesia ditemukan bahwa waktu kerja
produktif adalah 53,2% dan sisanya 46,8% digunakan untuk kegiatan non
produktif. Dari 53,2% kinerja produktif, hanya 13,3% waktu yang digunakan
untuk kegiatan pelayanan kesehatan, sedangkan sisanya 39,9% digunakan untuk
kegiatan penunjang pelayanan kesehatan. Kenyataan ini akan mempengaruhi
kinerja personil itu sendiri dan kinerja institusi pelayan kesehatan pada umumnya
( Ilyas, 2001).
1
2
Tenaga perawat merupakan salah satu sumber daya manusia bidang
kesehatan yang melalui ilmunya akan tercapanyai tujuan pembangunan bidang
kesehatan (peraturan pemerintah RI No.32 tahun 1996). Sebagai tenaga
profesional, tenaga keperawatan harus mampu memenuhi hak pasien untuk
diprioritaskan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Oleh
karena itu tenaga keperawatan harus meningkatkan kualitas pelayanan yang
menjamin kelangsungan pelayanan kesehatan, kenyamanan dan keamanan pasien
sebagai konsumen (Depkes RI, 2009).
Untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar, seorang perawat
dalam melaksanakan perannya dituntut agar mau dan bersedia mengerahkan
kemampuan dan keterampilan yang terbaik untuk kepentingan pelayanan
keperawatan, salah satu kearah itu adalah dengan motivasi. Motivasi adalah segala
sesuatu yang mendorong untuk melakukan sesuatu (Nursalam, 2002). Motivasi
dapat dipandang sebagi bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen dan
motivasi merupakan bagian integral dari organisasi dalam menggerakkan dan
mengarahkan personil untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Motivasi kerja merupakan dorongan dan keinginan, sehingga staf
melakukan sesutau kegiatan atau pekerjaan dengan baik demi mencapai tujuan
yang diinginkan (Ilyas, 2002). Sedangkan menurut Marquis dan Huston (2000)
mengemukakan bahwa motivasi kerja ada karena kebutuhan seseorang yang harus
dipenuhi untuk segera beraktivitas dan mencapai tujuan. Oleh sebab itu seorang
manajer perawatan memperhatikan dan mengetahui motivasi kerja staf nya serta
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.
3
Sosial demografi dan karakteristik individu merupakan faktor yang
mendukung dan menyebabkan terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik. Karakteristik individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pengalaman merupakan faktor pendukung dan menentukan yang dapat
meningkatkan motivasi kerja seseorang (Ilyas, 2002).
Dalam hal ini peningkatan tentang motivasi tenaga perawat,
mengemukakan bahwa perlunya kepedulian pemerintah terhadap gaji atau uapah
yang diberikan agar maksimal, dan guna untuk meningkatkan pelayanan perawat
saat ini telah melahirkan pradigma perawat yang menuntut adanya pelayan
perawat yang memuaskan (Mangkunegara RI, 2005).
Fokus asuhan perawat berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi
peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga
perawat yang baik dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan
bagi pengguna pelayanan. Faktor yang dilihat dari kedisiplinan tenaga perawat
yaitu kurangnya perhatian atau gaji yang diberikan dari pemerintah tidak sesuai
dengan biaya pengeluaran atau biaya keluarga dan ini sangat mempengaruhi
motivasi tenaga kerja perawat. Disiplin dan motivasi yang rendah akan berdampak
negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan puskesmas dan
beralih ketempat lainnya. Untuk itu diperlukan tenaga perawat yang disiplin serta
dapat memberikan pelayana kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu.
(Munardi, 2008).
Walaupun Puskesamas Ujong Fatihah telah cukup lama berpikrah
memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi sarana dan prasarana dirasakan
4
masih sangat kurang terutama kelengkapan alat-alat kesehatan dalam menunjang
tindakan pelayanan, kurangnya koordinasi antar penanggung jawab tugas yang
telah dibebankan. Berdasarkan hasil wawancara sementara dengan sejumlah
perawat yang mengabdi di Puskesmas Ujong Fatihah dalam hal insentif yang
mereka peroleh setiap bulan dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan
kebutuhan sehari-hari dan pembayarannya pun kadang-kadang terlambat,
sehingga sangat berdampak pada motivasi perawat dalam bekerja memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien.
Hal ini dapat dilihat pada tingkat absensi perawat setiap hari rata-rata 3
sampai 7 orang atau sekitar 5% hingga 10%, dari hasil pemantauan sementara
juga terlihat adanya perawat yang pulang kerja sebelum waktunya, sehingga
pasien tidak mendapat pelayanan kesehatan yang maksimal.
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis mengangkat
judul:” Faktor-fator yang mempengaruhi motivasi tenaga kerja perawat di
Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya”.
1.2 Rumusan Masalah
berdasarkan uraian dari latar belakang maka dirumuskan sejauh manakah
motivasi kerja tenaga perawat di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala
Kabupaten Nagan Raya.
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
secara umum tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja tenga perawat di
Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. untuk mendapatkan data dan informasi tentang kualitas, kondisi dan
motivasi kerja tenga kerja perawat di Puskesmas Ujong Fatihah
Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.
2. Untuk mengetahui bagaimana motivasi tenaga perawat di wilayah
kerja Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan
Raya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Mendorong tenaga perawat untuk memberikan motivasi pelayana yang
baik kepada masyarakat.
2. Dapat mengubah dan memberikan pelayan yang baik kepada
masyarakat luas.
3. Sumber informasi kepada pembaca tentang motivasi kerja perawat di
Puskesmas Ujong Fatihah.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pemerintah Kabupaten Nagan Raya.
6
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya.
3. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nagan Raya.
4. Puskesmas Ujong Fatihah
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motivasi Kerja
2.1.1. Motivasi (motivation)
Motivasi berasal dari kata “MOVERE” yang berarti “Dorongan dan Daya
Pengerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada
bawahan atau pengikutu. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dan
memberikan semua kemampuan dan keterampilan untuk menwujudkan tujuan
yang berkualitas. Pada dasarnya pemerintah bukan saja mengharapkan perawat
yang mampu, capap dan terampil. Tetapi, mereka mau bekerja giat dan
berkeinginan untuk mencapai kerja yang optimal, kemampuan dan kecakapan
yang keterampilan perawat tidak ada artinya bagi pemerintah jika perawat tidak
mau bekerja dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan dan keterampilan
yang dimilikinya. (Hasibuan, 2008).
Motivasi merupakan unsur yang paling penting dalam memacu karyawan
agar berbuat lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Tanpa adanya
motivasi seorang karyawan tidak akan bekerja secara optimal karena ketiadaan
dorongan bagi dirinya dalam melaksanakan berbagai tugas yang diembankan
kepadanya. Dengan demikian untuk mencapai prestasi yang tinggi setiap individu
dipengaruhi oleh beberapa variabel. Salah satu determinan penting yang
mempengaruhi hasil kerja individu adalah motivasi (Ilyas, 2002).
7
8
Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan, dan aktivitas ini melibatkan baik fisik maupun mental. (Nursalam,
2002), bahwa kerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam
mencapai tujuan.
Dalam melaksanakan suatu aktivitas atau pekerjaan diperlukan
rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang
sehingga orang tersebut termotivasi. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan
rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang ataupun
sekelompok masyarakat agar mau berbuat dan bekerja sama secara optimal
melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Menurut Purwanto (2000), dikutip dari Nursalam (2002) motivasi
adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Menurut Ilyas, (2002) motivasi dapat dipandang sebagai bagian yang fundamental
dari kegiatan manjemen dan motivasi merupakan bagian integral dari bagian
organisasi dalam menggerakkan dan mengarahkan personil mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Sedangkan motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh untuk
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2000, dikutip dari Nursalam, 2002).
Motivasi kerja adalah dorongan dan keingainan staf untuk melakukan seuatu
kegiatan atau pekerjaan dengan baik demi mencapai tujuan yang diinginkan.
Motivasi kerja ada karena kebutuhan seseorang yang harus segera dipenuhi untuk
segera beraktivitas dalam mencapai tujuan.
9
2.1.2. Teori Motivasi
Tori motivasi ini bertujuan untuk menentukan apa yang memotivasi orang-
orang dalam pekerjaan mereka. Pada mulanya banyak ahli yang berpendapat
bahwa hanya uang yang memotivasi mereka, dan kemudian juga dianggap kondisi
kerja, keamanan dan gaya supervise demokratis ikut memotivasi seseorang
(Keenan, 1996).
Motivasi menggunakan konsep yang digunakan untuk mendeskripsikan
baik kondisi-kondisi extrinsic maupun intrinsic yang merangsang timbulnya suatu
perilaku tertentu maupun respon-respon intrinsic yang menunjukkan perilaku
seseorang manusia. Respon intrinsic didukung oleh sumber-sumber energi, yang
dinamai motif. Motif sering digambarkan sebagai kebutuhan, keinginan atau
tuntutan, semua manusia yang hidup mempunyai motif.
Motivasi diukur dari perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat.
Defisiensi dalam kebutuhan merangsang orang untuk mencari dan mencapai
tujuan untuk memenuh kebutuhan mereka. Teori-teori isi motivasi berfokus pada
faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri seseorang untuk menimbulkan semangat,
mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku. (Martunis, 2002)
melakukan penelitian pada teori isi yang dinakmakan teori motivasi dua faktor.
Satu faktor dinamai kondisi intrinsic, hal ini termasuk:
1. Prestasi yaitu kepuasan pribadi karena telah mampu mnyelesaikan suatu tugas,
memecahkan masalah atau karena hasil-hasil yang sukses.
2. Penghargaan (pengakuan) yaitu, pengakuan atau pujian oleh atasan pada
bawahan atas pekerjaan yang terselesaikan pekerjaan dengan baik.
10
3. Pekerjaan yaitu kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan mewarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai
betapa baiknya mereka bekerja.
4. Tanggung jawab yaitu derajat kontrol terhadap pekerjaan, variasi kerja dan
kesempatan untuk menggunakan prakarsa pribadi. Tanggung jawab adalah
suatu kewajiban atau tugas. tanggung jawab merupakan penyelesaian suatu
pekerjaan, sebagai contoh tanggung jawab perawat yang sudah umum seperti
penyusunan unit tugas merawat klien sehari-hari.
5. Pertumbuhan (perkembangan), yaitu tumbuh dan berkembang guna
meningkatkan kemampuan dengan cara memberikan kesempatan kepada setiap
staf keperawatan untuk meneruskan pendidikan atau pelatihan.
6. Kemampuan yaitu: kesempatan untuk promosi dalam organisasi.
Dari rangkaian faktor-faktor lain adalah kondisi-kondisi intrinsic dan hal
ini termasuk:
a. Gaji
Gaji atau upah adalah imbalan yang diterima oleh seseorang dari organisasi
atas jasa yang diberikannya, baik berupa waktu, tenaga, keahlian atau
keterampilan.
b. Kondisi kerja
Yang dimaksud dengan kondisi kerja, tidak terbatas hanya pada kondisi kerja
ditempat pekerjaan masing-masing seperti nyamannya tempat kerja, ventilasi
yang cukup, penerapan lampu yang memadai, kebersihan tempat pekerjaan,
keamanan dan hal-hal lain yang sejenis, misalnya lokasi tempat kerja dikaitkan
11
dengan lokasi tempat tinggal seseorang. Kondisi kerja yang mndukung antara
lain, tersedianya sarana dan prasaran kerja yang memadai dengan sifat tugas
yang harus diselesaikan.
c. Supervise
Supervise yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh
atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian
apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang
bersifat langsung guna mengatasinya, dalam melaksanakan supervise ada dua
hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Pengamatan langsung
Pengamatan langsung adalah observasi yang dilakukan atasan dalam
mengawasi pekerjaan staf dibawah tanggung jawabnya yang dilakukan
secara rutin.
2) Kerja sama
Untuk keberhasilannya kegiatan supervise, perlu terjalin kerja sama antara
pelaksana supervise dengan yang disupervisikan. Kerja sama seperti ini
akan terwujud jika berlangsung komunikasi yang baik antara pelaksana
supervise dengan yang disupervisikan, selain itu mereka akan
disupervisikan merasakan masalah tersebut juga masalah mereka sendiri.
d. Hubungan interpersonal, dengan atasan dan sejawat
Keharusan melakukan interaksi itu timbul karena adanya saling ketergantungan
dan keterkaitan antara satu tugas dengan tugas lain.
12
e. Kebijakan perusahaan
Mengakomodasi kebutuhan individu, jadwal kerja, liburan serta cuti sakit dan
pembiayaannya, menghargai staf tentang agama dan latar belakangnya, adil
dan konsisten.
f. Keamanan kerja
Beberapa pendapat yang memperkuat teori motivasi dua faktor yang
dikemukakan oleh Herzberg, antara lain:
1) Monica (2001), juga mengatakan bahwa pengakuan dan penghargaan dari
atasan sangat penting dalam meningkatkan motivasi kerja staf, pengakuan
dari seseorang manajer dapat mencakup pujian di depan umum, pernyataan
tentang pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik, atau berupa perhatian
khusus dari atasan.
2) Swanburg (2000), menekankan bahwa seseorang pekerja profesional akan
termotivasi untuk bekerja, didalam pekerjaan disamping mendapatkan
penghasilan yang layak, juga mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan diri melalui pendidikan lanjutan dan pelatihan- pelatihan
yang terkait dengan pekerjaannya.
3) Siagian (2005), memfokuskan faktor utama yang dapat meningkatkan
motivasi seseorang dalam bekerja adalah gaji atau upah yang sesuai.
Biasanya seseorang melihat upah atau gaji itu dengan “kaca mata”
perbandingan yang dikaitkan dengan harapan seseorang berdasarkan tingkat
pendidikan, pengalaman, masa kerja, jumlah tanggungan, status sosial dan
kebutuhan ekonomisnya.
13
4) Marquis (2000), mengatakan pengamatan atau supervise langsung oleh
atasan sangat berperan dalam meningkatkan motivasi kerja staf karena kan
membuat staf lebih giat dan bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
Memang pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan
kesan negatif, tidak senang atau kesan mengganggu kelancaran pekerjaan.
Untuk mencegah keadaan yang seperti ini dianjurkan pendekatan
pengamatan tersebut dilakukan secara mendidik dan sportif, bukan dengan
kekuasaan otoriter.
5) Azwar (1998), mengatakan kerja sama tim yang baik antara atasan dengan
staf dan antara staf dengan staf lainnya akan menciptaan iklim kerja yang
harmonis. Semakin harminisnya suasana kerja, biasanya semangat kerja
masing-masing anggota tim semakin meningkat.
2.1.3. Prinsip-prinsip dalam Memotivasi Kerja Staf
Terdapat prinsip dalam memotivasi kerja staf (Mangkunegara, 2000
dikutip dari Nursalam, 2002):
1. Prinsip partisipatif; dalam upaya memotivasi kerja staf perlu diberikan
kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan
dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip komunikasi; pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan upaya pencapaian tugas dengan informasi yang jelas, staf
akan lebih dimotivasi kerjanya.
14
3. Prinsip mengakui andil bawahan; pemimpin mengakui bahwa bawahan
mempunyai andil didalam usaha mencapai tujuan. Dengan pengakuan tersebut,
staf akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip pendelegasian wewenang; pemimpin akan memberikan otoritas atau
wewenang kapada staf bawahan untuk sewaktu-waktu mengambil keputusan
terhadap pekerjaan yang dilakukan, akan membuat staf bersangkutan menjadi
termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip memberi perhatian; pemimpin memberikan terhadap apa yang
diinginkan staf, sehingga bawahan akan termotivasi untuk bekerja sesuai
dengan harapan pemimpin.
2.1.4. Proses Terjadinya Motivasi
Motivasi itu ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang yang
harus segera dipenuhi untuk segera beraktivitas untuk mencapai tujuan.
Kebutuhan yang tidak terpuaskan menciptakan tegangan yang merangsang
dorongan-dorongan di dalam diri individu itu (Marquis, 2000). Dorongan ini
menimbulkan suatu perilaku untuk menentukan tujuan tertentu, yang jika tercapai,
akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong pengurangan ketegangan. Makin
besar ketegangan, makin tinggi tingkat upaya itu. Jika upaya ini berhasil
menghantar pemenuhan kebutuhan itu, tegangan itu akan dikurangi (Robbins,
2006).
15
2.2 Kerja Tenaga Perawat
Kata kerja dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar
banyak memberikan definisi tentang kerja secara umum.
1. Achmad S. Ruky, (2001) bahwa kerja adalah catatan tentang hasil yang
diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
2. Kemudian WHO (2000) bahwa kerja adalah keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan suatu pekerjaan.
Kerja menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut menjadi konsekuensi
tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan
yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisah dari standar, karena kinerja di ukur
berdasarkan standar.
Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukan
kontribusi profesionalnya secara nyata untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan atau kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan
secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara
pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
2.3 Faktor-faktor Motivasi Perawat (Motivision)
Motivasi di artikan suatu sikap (Attitude) pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja (Situasion) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersifat positif
(Pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan
sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan
menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mengcakup
16
antara lain hubungan kerja, SDM, fasilitas kerja, iklim kerja, keebijakan
pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja, (Mangkunegara, 2005)
Secara ilmiah setiap orang selalu diliputi kebutuhan dan sebahagian besar
kebutuhan itu tidak cukup kuat untuk mendorong perawat berbuat sesuatu pada
suatu waktu tertentu. Kebutuhan menjadi suatu dorongan bila kebutuhan itu
munculhingga mencapai taraf intensitas yang cukup. Pemenuhan kebutuhan selalu
diwarnai oleh motif untuk memenuhi, atau dengan kata lain motivasi dipakai
untuk menunjukan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berasal dari akibat
suatu kebutuhan ( Minardi, 2001).
Istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi atau motif antara lain
kebutuhan (Need), keinginan (Drive). Demikian pula dengan pengertian motivasi
banyak ditafsirkan secara berbeda-beda oleh para ahli sesuai dengan tempat dan
keadaan dari masing-masing ahli tersebut. Mendefinisikan motivasi yaitu sebagai
daya pendorong yang mengakibatkan seorang perawat mau dan rela untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab dan
menunaikan kewajiban-kewajibannya, (Siagian, 1998).
Tiori tentang motivasi kerja perawat yang diyakini dengan harapan agarr
dapat membangun komitmen yang tinggi bagi perawat, karena bagaimanapun juga
tidak ada seorang perawat yang dapat berhasil dengan baik tanpa adanya
komitmen yang tinggi. Pemikiran tentang motivasi kerja telah berkembang mulai
dari pendekatan baik itu dari pihak pemerintah ataupun atasan sampai
kependekatan yang kontenporer, dengan menyadari bahwa motivasi tumbuh dari
timbal balik dari faktor pimpinan dan faktor lingkungan (Wahjosamijdo, 1984).
17
Pengertian motivasi kerja dalam manajemen sering digunakan untuk
menerangkan motivasi yang ada kaitannya dengan pekerjaan. Motivasi kerja
merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku
manusia, cerminan yan paling sederhana tentang motivasi kerja dapat dilihat dari
aspek perilaku ini. Motivasi kerja merupakan masalah yang sangat penting dalam
setiap usaha perawat yang bekerja sama dalam pencapaian kesehatan, (Zainun,
1994).
Pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa motivasi merupakan bagian
integral dari kegiatan organisasi atau perusahaan dari dalam proses pembinaan,
pengembangan dan pengarahan tenaga kerja manusia. Karyawan akan bekerja
dengan lebih baik dalam lingkungan dimana mereka merasa dihargai dan program
pemberian insentif dapat membantu karyawan merasa bahwa perusahaan
memperhatikan kesejahteraan mereka dan mengakui prestasi yang telah dicapai.
Gambar. 2.1. Faktor motivasi kerja perawat (Mangkunegara, 2005)
Pemerintah
Pimpinan
Gaji atau
upah
kerja
perawat
Pekerjaan yang
berkualitas dan
memuaskan baik itu
bagi masyarakat atau
pasien dan juga bagi
perawat itu sendiri
18
2.4. Faktor Perawat dan Motivasi Kerja
Sosial-demografi merupakan faktor pendukung yang meliputi umur, jenis
kelamin, pendidikan dan sebagainya yang mendukung dan menyebabkan
terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Karakteristik individu yang
terdiri dari umur, jenis kelamin dan pengalaman, merupakan faktor pendukung
dan menentukan yang dapat meningkatkan motivasi kerja seseorang (Ilyas, 2002).
2.4.1 Umur
Usia sangat mempengaruhi motivasi kerja, orang muda lebih rentan
terhadap tekanan-tekanan yang ada di dalam lingkungan organisasi sehingga akan
mempengaruhi motivasi kerja seseorang, sedangkan karyawan yang lebih dewasa
akan lebih stabil dan matang jiwanya, emosi dan motivasi dalam menghadapi
pekerjaan sehari-hari.
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikutip dari Marquis
(2000), tahap perkembangan manusia menurut umur dibagi kedalam delapan
tahapan, yaitu:
1. Infancy (0- 1 tahun)
Masa bayi yaitu dalam tahun pertama kehidupan, hubungan sosial anak masih
terbatas dengan orang terdekatnya (ibu atau pengganti ibu). Karakteristik krisis
psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “kepercayaan versus
ketidakpercayaan” di mana apabila pada masa bayi ini dapat dilewati dengan
baik maka akan terbentuk sikap optimisme dan kepercayaan diri yang tinggi.
19
2. Toddlerhood (1-3 tahun)
Pada masa toddler ini, hubungan sosial anak masih terbatas pada orang tua dan
keluarga dekat. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini
adalah “otonomi versus keraguan” di mana bila masa ini dapat dilewati dengan
baik akan meningkatkan kesadaran akan pengendalian diri dan kepuasan akan
hal yang berkecukupan.
3. Early child-hood (3-6 tahun)
Pada masa ini, hubungan sosial anak masih terbatas pada orang tua dan
keluarga dan orang-orang terdekat disekitarnya. Karakteristik dari krisis
psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “inisiatif versus kesalahan” di
mana bila pada ini dapat dilewat dengan baik akan menentukan tujuan, arah,
kemampuan berinisiatif dan keaktifan seseorang.
4. Middle child-hood (6-12 tahun)
Pada masa sekolah ini, hubungan sosial anak sudah lebih luas yaitu lingkungan
tetangga dan sekolah. Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada
masa ini adalah “rajin versus rendah diri” di mana bila pada masa ini dapat
dilewati dengan baik akan meningkakan kompetensi dalam kemampuan
intelektual, sosial dan fisik.
5. Adolescensee (12-19 tahun)
Pada masa remaja ini, hubungan sosial utama seseorang sudah beralih pada
kelompok sebaya dan kelompok luar yang seide dengannya. Karakteristikkrisis
dari psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “identitas versus
kebingungan ”di mana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan
20
meningkatkan kesadaran akan gambaran diri yang utuh sebagi manusia yang
unik.
6. Early adult-hood (20-35 tahun)
Pada masa dewasa awal ini, hubungan sosial utama seseorang sudah terfokus
pada partner dalam hubungan teman dan seks (perkawinan), kompetisi dalam
bekerja dan bekerja sama. Semangat atau motivasi untuk bekerja begitu
menggebu-gebu tetapi cenderung masih kurang stabil dalam emosinya.
Karakteristik dari krisis psikososial yang terjadi pada masa ini adalah
“keintiman versus isolasi” di mana bila pada masa ini dapat dilewati dengan
baik akan meningkatkan kemampuan membentuk hubungan dekat dan
membuat komitmen karier dalam bekerja.
7. Young and middle adult-hood (36-45 tahun)
Pada masa dewasa pertengahan, hubungan sosial seseorang terfokus pada
pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga. Pada masa ini emosi
sudah mulai stabil dan motivasi kerja sangat tinggi dan baiasanya pada masa
ini, seseorang mencapai puncak karier dalam bekerja. Karakteristik dari krisis
psikososial yang terjadi pada masa ini adalah “generativity versus konsentrasi
diri” di mana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan
kemampuan dalam memikirkan kerja dan karier, keluarga , masyarakat serta
generasi mendatang.
8. Later adult-hood (46-60 tahun)
Pada masa dewasa akhir ini, hubungan sosial seseorang beralih dan terfokus
pada hubungan kemasyarakatan dalam kelompoknya. Pada masa ini emosi
21
seseorang cenderung relatif stabil dengan motivasi untuk hidup dan berkarier
serta membantu sesama dengan baik. Karakteristik dari krisis psikososial yang
terjadi pada masa ini adalah “integritas (keutuhan) versus keputus-asaan”
dimana bila masa ini dapat dilewati dengan baik akan meningkatkan kesadaran
akan terpenuhinya kebutuhan atau kehidupan seseorang dari perasaan puas dan
siap menghadapi masa lanjud usia serta kematian.
Pembagian umur bedasarkan peningkatan dalam karir juga diungkapkan
oleh Levinson, dikutip dari Stoner (1999), yaitu terdiri dari:
1. Usia 17-22 tahun (peralihan dewasa awal)
Individu harus berhasil mengelola pemisahan diri dari ikatan keluarga dan
menjadi dirinya sendiri.
2. Usia 22-28 tahun (memasuki dunia dewasa)
Individu telah menyelesaikan pendidikannya dan mulai membuat komitmen
untuk masa depan.
3. Usia 28-33 tahun (peralihan usia 30 tahun)
Individu mulai meninjau kembali kemajuan menuju tujuan pribadi dan karir
yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Usia 28-40 tahun (masa tenang)
Individu berjuang untuk dirinya sendiri. Kontak sosial dan persahabatan
dihilangkan atau dikurangi sehingga memungkinkan individu memusatkan
perhatian dalam bekerja.
22
5. Usia 40-45 tahun (peralihan tengah baya)
Individu mulai menilai kembali kemajuan kariernya. Yang puas dengan
kemajuan karir dan berusaha mempertahankan atau bahkan berusaha untuk
lebih memantapkan kedudukannya.
6. Usia 45-50 tahun (memasuki masa dewasa pertengahan)
Selama masa ini penilaian kembali yang dilakukan selama krisis tengah baya
dikonsolidasikan. Individu memantapkan perspektifnya yang baru atau
ditegaskan kembali mengenai karirnya.
7. Usia 50-55 tahun (peralihan usia 50 tahun)
Pada masa ini muncul persoalan atau tugas yang tidak ditangani segera
memuaskan dalam usia awal usia 30 atau peralihan usia tengah baya.
8. Usia 55-60 tahun (puncak masa dewasa pertengahan)
Masa ini relatif stabil, sama dengan masa tenang pada masa dewasa awal
9. Usia 60-65 tahun (peralihan masa dewasa akhir)
Selama masa ini kebanyakan orang berhenti bekerja, dan pensiun. Sering
membawa pengaruh yang berarti terhadap cara orang memandang dirinya dan
dipandang oleh orang lain. Banyak orang yang mengalami masa ini sebagai
masa yang menyakitkan dan berusaha untuk menghindarinya.
10. Usia 65 tahun dan selanjudnya (masa dewasa akhir)
Setelah bebas dari tanggung jawab untukpergi bekerja, banyak orang benar-
benar menikmati waktu luangnya dan memusatkan perhatian untuk mengejar
apa yang telah mereka abaikan dimasa mudanya.
23
2.4.2 Jenis kelamin
Salah satu ciri perbedaan manusia adalah perbedaan jenis kelamin yang
terbagi atas dua, yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.
Seorang pria yang bekerja keras untuk memadukan dan menyeimbangkan tuntutan
dan peluang dari karirnya, harus menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas dan
tuntutan keluarga. Sehingga ia ketika pulang ke rumah sudah dalam keadaan letih.
perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan tentunya sangat
mempengaruhi karir dan peluang dalam suatu organisasi (Manulang, 2001).
Menurut Stoner (1990), wanita harus menghadapi tantangan dan masalah
yang sama seperti pria dalam manajemen dan mereka juga harus menghadapi
masalah tambahan seperti: diskriminasi, stereotip seksual, tuntutan perkawinan
dan bekerja yang bertentangan serta isolasi sosial. Faktor-faktor yang dapat
menghambat wanita dan lebih menyulitkan mereka untuk bekerja sebaik mungkin
apabila mereka menjadi manajer, yaitu:
1. Sikap wanita terhadap dirinya dan terhadap karirnya
Kebanyakan wanita yang sudah cukup umur menganggap manajer wanita
belum bisa diterima oleh kebanyakan masyarakat. Faktor ini ditambah dengan
hambatan sosial dan organisasi terhadap manajerial dan profesional wanita,
menyebabkan banyak wanita memilih alternatif lain. Hal ini mungkin
dikarenakan alasan realistik. Jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa seorang
wanita harus membesarkan anak, adanya hambatan organisasi dan faktor lain.
24
2. Sikap wanita yang bekerja sesama mereka
Sudah lama diakui bahwa sebagian besar karyawan berprasangka terhadap
manjer dan profesional wanita yang tidak didasarkan pada prestasi kerja dan
profesionalisme dalam melakukan pekerjaan.
3. Kebijaksanaan dan prosedur organisasi yang luas
Walaupun telah terdapat undang-undang tentang persamaan hak bagi wanita,
persoalan diskriminasi terhadap wanita tetap merupakan persoalan tersendiri
bagi kebanyakan wanita yang bekerja.
Sebagaimana sebagian pria menghadapi hambatan karir yang khusus serta
menghadapi hambatan yang berhubungan dengan jenis kelamin, hal ini bukan
merupakan suatu tantangan dalam berkarir. Tidak benar jika menjadi wanita
tidak menguntungkan, meskipun dalam beberapa hal wanita harus lebih banyak
mencurahkan waktu dan tenaganya untuk mengahadapi persoalan, masalah dan
hambatan yang tidak dijumpai oleh kebanyakan pria ( Manulang, 2001).
Stoner (1999), mengemukakan bahwa berdasarkan psikologi keadaan
perbedaan karakter antara pria dengan wanita antara lain:
1. Betapapun baik dan cemerlangnya intelegensia wanita, pada umumnya wanita
tidak mempunyai interest yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti kaum
pria. Hal ini sangat dipengaruhi oleh struktur otaknya, jadi pada umumnya
wanita lebih tertarik pada hal-hal yang praktis.
2. Aktivitas wanita pada umumnya lebih menyibukkan diri dengan berbagai
macam pekerjaan ringan.
25
3. Wanita biasanya tidak bersifat agresif, suka memelihara dan mempertahankan
sikap kelembutan, keibuan tanpa mementingkan diri sendiri dan tidak
mengharapkan balas jasa.
2.4.3 Tingkat Pendidikan
Menurut likert dalam Siagian (2005), bahwa tingkat pendidikan yang lebih
tinggi pada umumnya menyebabkan orang lebih mampu dan berusaha menerima
posisi yang bertanggungjawab, latar belakang pendidikan akan mempegaruhi
motivasi kerjanya, dan beberapa ahli mengatakan bahwa motivasi merupakan
determinan kinerja.
Soeroso, 2002 menulis dalam bukunya manajemen administrasi rumah
sakit bahwa masalah dalam pelayanan kesehatan yang ada pada saat ini antara
lain: kurangnya perawat yang memiliki pendidikan tinggi atau kemampuan
memadai, serta masalah pengembangan karir pada perawat. Masih tingginya
angka ketenagaan yang berlatang pendidikan SPK atau SPR jelas merupakan
masalah penting yang dapat mempengaruhi penampilan kerja perawat yang pada
akhirnya menyebabkan belum optimalnya mutu pelayanan keperawatan.
2.4.4 Pengalaman atau Masa Kerja
Masa kerja mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja, oleh karena
semakin lama masa kerja, oleh karena semakin lama masa kerja akan membuat
seseorang cenderung akan semakin mencintai pekerjaan mereka. Orang yang telah
lama bekerja dan mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi biasanya lebih tinggi
motivasi dan kepuasan kerjanya dibandingkan dengan mereka yang masih baru
26
dan mempunyai pendidikan yang lebih rendah, sebab mereka memperoleh
pekerjaan yang bersifat statis atau kurang jaminan kelanggengan serta gaji yang
rendah (Siagian, 2005).
Tenaga keperawatan yang telah senior, motivasinya lebih baik karena telah
memiliki pengalaman dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan tenaga
perawat yang baru bekerja. Perawat dengan pengalaman dan wawasan tinggi
diharapkan dapat memberikan sumbangsih berupa saran-saran yang bermanfaat
terhadap manejer keperawatan dalam upaya meningkatkan motivasi dan kepuasan
kerja perawat secara keseluruhan. Hal serupa dikemukakan oleh Notoatmodjo
(2002), bahwa melalui pengalaman seseorang dapat meningkatkan kematangan
mental dan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana
dalam bertindak.
27
2.5 Kerangka Tiori
Faktor Sosial Faktor Non Sosial Faktor Psokologi
Meliputi: Meliputi: Meliputi:
- Pemerintah - Lingkungan Kerja - Gaji
- Pimpinan - Dorongan - Fisik
- Motivasi
Pemerintahan Pimpinan Gaji Ruang Lingkup Kerja
Gambar 2.2 Kerangka Tiori
2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin dan
pengalamam merupakan faktor pendukung yang dapat meningkatkan motivasi
kerja seseorang (Ilyas, 2002). Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh
untuk membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkunga kerja. Berdasarkan teori motivasi dua faktor yang
dikembangkan oleh Hersberg, para karyawan akan termotivasi apabila pekerjaan
Munardi, (2001)
Motivasi
Faktor
Faktor
Perawat
Kerja
28
mereka memberikan kesempatan mencapai prestasi, pengakuan dari pekerjaannya
sendiri, tanggung jawab, pertumbuhan dan kemajuan, untuk faktor intrinsic.
Sedangkan untuk faktor-faktor exstrinsic meliputi: gaji, kondisi kerja, supervise,
hubungan interpersonal dengan atasan dan sejawat, kebijakan perusahaan dan
keamanan kerja (Ilyas, 2002).
Berdasarkan teori diatas tentang motivasi kerja yang ditentukan oleh
karakteristik individu, maka dapat disusun kerangka kerja penelitian seperti
terlihat dalam gambar berikut ini:
Variable independen Variable dependen
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
2.7 Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan Faktor Motivasi Kerja Tenaga Perawat
di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan Faktor Motivasi Kerja Tenaga
Perawat di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kab. Nagan Raya.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan Faktor Motivasi Kerja Tenaga
Perawat di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kab. Nagan Raya.
Umur
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Motivasi Kerja
Perawat
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat Analitik. Yaitu untuk
mendapatkan fakto-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja tenaga
perawat di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala
Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan waktu penelitian direncanakan pada bulan
September 2013
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini seluruh perawat yang ada di Puskesmas
Ujong Fatihah Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya dengan jumlah 43 orang.
2. Sampel
Penggambilan sampel dengan menggunakan metode total sampling yaitu
seluruh populasi dijadikan sebagai sampel, yaitu berjumlah 43 perawat yang ada
di Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan Kuala KabupatenNagan Raya.
29
30
3.4 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian dengan menggunakan
kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Ujong Fatihah Kecamatan
Kuala Kabupaten Nagan Raya, Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten
Nagan Raya, serta buku-buku perpustakaan yang berhubungan dengan
penelitian ini serta berbagai literatur-literatur pendukung lainnya.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No Variabel Independen Keterangan
1.
2.
Umur
Jenis Kelamin
Definisi
Cara ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala ukur
Definisi
Cara ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala ukur
Lamanya hidup responden dari sejak lahir
sampai dengan ulang tahun terakhir.
Wawancara
Kuisioner
1. Dewasa awal.
2. Dewasa Pertengahan.
3. Dewasa Akhir (Erikson).
Ordinal.
Ciri khas fisik responden yang dibedakan
dengan gender.
Wawancara.
Kuesioner
1. Pria.
2. Wanita.
Ordinal
31
3. Masa Kerja Definisi
Cara ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala ukur
Lamanya responden bekerja di Puskesmas
Ujong Fatihah Kecamatan Kuala
Wawancara.
Kuesioner
1. Lama.
2. Baru.
Ordinal.
No Variabel Dependen Keterangan
4.
Motivasi Kerja
Definisi
Cara ukur
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala ukur
Kondisi yang berpengaruh untuk
membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja perawat.
Wawancara
Kuesioner
1. Tinggi.
2. Rendah.
Ordinal.
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
1. Umur:
Dewasa Awal : Apabila umur responden 20-35 tahun.
Dewasa Pertengahan : Apabila umur responden 36-45 tahun.
Dewasa Akhir : Apabila umur responden > 46 tahun.
2. Jenis Kelamin:
Laki-laki : Apabila responden mengisi laki-laki di
kuesioner.
Perempuan : Apabila responden mengisi perempuan di
kuesioner.
32
3. Masa Kerja:
Lama apabila nilai skor yang diperoleh : > Nilai Mean
Baru apabila nilai skor yang diperoleh : ≤ Nilai Mean
4. Motivasi Kerja:
Tinggi : Apabila nilai responden > 50 % dari total skor
Rendah : Apabila nilai responden ≤ 50 % dari total skor
3.7 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mengambarkan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti dalan bentuk distribusi
frekuensi dari setiap variabel penelitian. Tujuannya adalah untuk melihat
seberapa besar proporsi variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk
tabel. Hasil yang diperolah kemudian dibuat rata-rata dan di buat distribusi
frekuensi dari semua variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan dependen, dengan menggunakan uji Chi-Square,
dengan derajat kepercayaan / CI 95% dan α=0,05. Dalam melakukan uji
Chi-Square (Kai-Kuadrat), ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara
lain (Hastono, 2006) :
1. Sampel dipilih acak dan data yang tersedia dalam bentuk jumlah atau
diskrit.
33
2. Semua pengamatan dilakukan independen.
3. Sel-sel dengan frekuensi harapan (expected value) kurang dari 5 jika
ada dapat dibenarkan sekitar 25 % dari total sel, dan pada sembarang
frekuensi harapan ( ijE ) nilainya paling sedikit 1.
4. Khusus untuk tabel kontingensi 2x2, syarat tersebut berarti tidak ada
satu selpun boleh berisi frekuensi harapan (ijE ) 5. Jika ada, maka
disarankan untuk menggunakan uji Exact Fisher atau uji Chi Square
dengan koreksi Yates.
45
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A.,1998. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Bermutu: Yayasan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.
[Depkes, RI]., 2008. Standar Pelyanan Rumah Sakit, Cetakan ketiga: Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik, Jakarta.
___________., 2009. Standar Pelayan Rumah Sakit Pemerintah, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, Jakarta.
Husin, M., 1997. Peran PPNI Dalam Peningkatan Kualitas Keperawatan di
Indonesia: FIK-UI, Depok.
Ilyas,Y., 2002. Kinerja: Teori, Penilaian Dan Penelitian: FKM-UI, Depok.
Keenan, K., 1996. Pedoman Manajemen Pemotivasian: PT Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta.
Manullang, M., 2001. Manjemen Sumber Daya Manusia: PT.BPFE, Jakarta.
Marquis, L.B & Huston, J.C., 2000. Leadership Roles And Manjemen Fungsion
Intervensi Nursing: Theory & Application,3rd
Edition, Philadelpia;
Lippincott.
Martunis., 2002. Analisia Kepuasan Kerja Perawat dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya di BPK RSUZA Banda Aceh: Thesis, Banda Aceh.
Moekijat., 2006. Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja Cetakan ketiga:
CV Pionir Jaya, Bandung.
Monica, E.L., 2001. Kepemimpinan dan Manjemen Keperawatan: Pendekata
berdasarkan Pengalaman: EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S., 2002. Pengantar Pendidikan Kesehtan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan: Andi Offset, Yogjakarta.
Nursalam, B.N., 2002. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktek:
Salemba Medika, Jakarta.
Rahayu, I., 2002. Motivasi Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
di BPK RSUZA Banda Aceh: FSIK Unsyiah, Banda Aceh.
Robbins, P.S., 2006. Perilaku Organisasi; Edisi bahasa Indonesia: PT Prenhalindo,
Jakarta.
46
PKM Ujong Fatihah., 20012. Laporan Tahunan: Ujong Fatihah.
Siagian, P.S., 2005. Teori Motivasi dan Aplikasinya, Edisi II: Rineka Cipta, Jakarta.
Soeroso, S,. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit; Suatu
Pendekatan System: EGC, Jakarta.
Stoner, J.A.F., 1999. Manajemen: Erlangga, Surabaya.
Swansburg, C.R., 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manjemen Keperawatan
untuk Perawat Klinis, Cetakan I: EGC, Jakarta.