F07fit

108
APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR Oleh FITRIATI F34102083 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of F07fit

Page 1: F07fit

APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)

DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR

Oleh

FITRIATI

F34102083

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: F07fit

2

FITRIATI. F34102083. Aplikasi Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) dalam Sabun Transparan Antijamur. Di bawah Bimbingan Tatit K. Bunasor dan Hernani. 2007

RINGKASAN

Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan alternatif bagi pengobatan cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa jenis obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam” (back to nature) atau “gelombang hijau” (green wave). Salah satu tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan adalah lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz). Tanaman famili Zingiberaceae ini diketahui memiliki zat aktif yang berfungsi sebagai anti jamur. Pemanfaatan zat aktif lengkuas ini diharapkan dapat menjadi bahan alternatif bagi pengobatan modern.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas daya antijamur dari ekstrak lengkuas setelah diformulasikan kedalam sabun transparan, mengetahui karakteristik sabun transparan setelah penambahan ekstrak lengkuas dan mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yang terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan bubuk lengkuas, analisis bahan baku, ekstraksi, analisis ekstrak kasar dan pembuatan serbuk lengkuas. Penelitian dilanjutkan dengan pembuatan sabun transparan, analisis produk, uji anti jamur dan uji organoleptik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak lengkuas dengan tiga taraf yaitu 1%, 2% dan 3%.

Hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas berpengaruh nyata terhadap beberapa parameter mutu sabun transparan yang dihasilkan. Parameter tersebut antara lain jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bagian tidak larut dalam alkohol, dan pH. Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, minyak mineral, stabilitas busa, stabilitas emulsi dan kekerasan sabun yang dihasilkan.

Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas memiliki daya antijamur terhadap jamur penyebab penyakit kulit yaitu Microsporum canis dan Tricophyton mentagrophytes. Sabun dengan ekstrak lengkuas 1% telah mampu menghambat pertumbuhan kedua jamur ini pada tingkat pengenceran 3000 ppm. Berdasarkan kisaran diameter hambat, diketahui bahwa M. canis yang memiliki diameter hambat 5-18 mm lebih sensitif terhadap zat anti jamur lengkuas dibandingkan dengan T. mentagrophytes dengan diameter hambat 5-14 mm. Daya hambat ditunjukkan dengan diameter hambat yang dihitung berdasarkan besarnya zona bening disekitar lubang yang berisi sampel. Pengujian anti jamur produk sabun tanpa pengenceran terhadap jamur uji menunjukkan hasil yang negatif dimana jamur uji tidak tumbuh pada sabun yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa produk sabun tanpa pengenceran dapat menghambat pertumbuhan jamur uji dengan maksimal.

Page 3: F07fit

3

Penilaian panelis terhadap transparansi/warna dan busa menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3%. Kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Respon panelis terhadap tekstur, kesan kesat dan aroma tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian yang sama terhadap parameter kesukaan tersebut.

Page 4: F07fit

4

FITRIATI. F34102083. The Application of Galangal Extract (Alpinia galanga L. Swartz) in the Making Process of Antifungal Transparent Soap. Supervised by Tatit K. Bunasor and Hernani. 2007

SUMMARY

Various plants as an alternative medical treatment is growing strongly nowadays along with the high price of syntetic medicine substance. This condition is caused by the advance of the society’s awareness to come back to nature or known as the “green wave”. Greater galangal (Alpinia galanga L. Swartz) plant is usually used as medical substances. It comes from Zingiberaceae family and it contains antifungal active substance. This medical plant is expected to be an alternative in modern medical treatment.

The purposes of this research are to study galangal extract antifungal effectivess after it is formulated into transparent soap, to study the characteristics of the transparent soap after the addition of galangal extract, and to study about the consumer acceptance towards the transparent soap. The research was conducted in two stages : the preliminary research and the main research. The galangal powder production, material analysis, extraction, crude extract analysis and galangal extract powder production were conducted in the preliminary research. The next process in the research are transparent soap making, product analysis, antifungal testing and organoleptic testing. The research uses the experimental design of one factor complete random with 3 level factors of concentration of galangal extract (1%, 2% and 3%).

The result of ANOVA analysis shows that the addition of galangal extract has a significant effect towards the transparent soap quality parameters. Those parameters are the total fatty acid, unsponiable fraction, insoluble matter in alcohol, and pH. The ANOVA analysis also shows that the galangal extract addition do not have a significant effect towards moisture content, free alkalinity as NaOH, mineral oil, foam stability, and soap hardness

Transparent soap that contains galangal extract has an antifungal effect towards fungi that caused skin infection, which are Microsporum canis and Tricophyton mentagrophytes. Soap with 1% of galangal extract could reduce the growth of this fungi at the level of 300 ppm. Based on inhibition diameter range, it is known that M. canis has an inhibition diameter of 5-18 mm, more sensitive to the galangal antifungal substance than the T. mentagrophytes with an inhibition diameter of 5-14 mm. The inhibition effect is showed by inhibition diameter which is measured based on transparent zone around the sample point. The soap antifungal testing without addition of water shows a negative result, which means the fungi did not growth on the tested soap. This results showed that the soap without water addition could maximize the preference inhibition of fungi growing.

Panelist respons towards color/transparency and foam, shows a significant differences for soap with 1%, 2% and 3% concentration. Panelist preference towards colour, decreases along with the increation of the galangal extract concentration. Panelist respons towards texture, roughness and flavor did not have a significant differences. The result shows that panelists gave the same response towards the parameters.

Page 5: F07fit

5

APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)

DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Fitriati

F34102083

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 6: F07fit

6

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)

DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Fitriati

F34102083

Dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1983

Di Way Mengaku

Tanggal lulus : 02 Februari 2007

Disetujui,

Bogor, Februari 2007

Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc Dosen Pembimbing I

Dra. Hernani, M.Sc Dosen Pembimbing II

Page 7: F07fit

7

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

“APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) DALAM

SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR”

Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,

kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Februari 2007

Yang Membuat Pernyataan

Fitriati F34102083

Page 8: F07fit

8

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Mengaku, Lampung Barat

pada tanggal 7 Mei 1983 sebagai putri pertama dari Kasran dan

Sopyati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri

Tanjung Raya, Lampung Barat. Kemudian melanjutkan ke

Madrasah Tsanawiyah Negeri Liwa dan berhasil lulus pada

tahun 1999. Setelah penulis lulus dari Sekolah Menegah Umum (SMU) Alkautsar

Bandar Lampung pada tahun 2002, kemudian melanjutkan studi ke Institut

Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI

(Ujian Seleksi Masuk IPB).

Selama masa kuliah, penulis melakukan Praktek Lapangan dalam

Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Kopi Instan di PT. Nestlé Indonesia

Panjang Factory. Selain itu, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi

Industri (HIMALOGIN) sebagai Kepala Departemen Kesekretariatan (2003/2004)

dan Sekretaris Umum (2004/2005) serta Badan Khusus Himalogin (2005/2006).

Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) PMI

sebagai Kepala Departemen Pendidikan dan Latihan (2003/2004).

Penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dengan tugas akhir

berupa skripsi yang berjudul “APLIKASI EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia

galanga L. Swartz) DALAM SABUN TRANSPARAN ANTI JAMUR” dibawah

bimbingan Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc dan Dra. Hernani, M.Sc.

Page 9: F07fit

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat segala karunia dan

rahmat-Nya-lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir

ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Aplikasi Ekstrak Lengkuas

(Alpinia galanga L. Swartz) dalam Sabun Transparan Anti Jamur”.

Tugas akhir ini berisi tentang pemanfaatan lengkuas sebagai salah satu

komoditi pertanian kedalam produk berupa sabun transparan. Pada penelitian ini

ekstrak lengkuas yang diketahui mengandung zat aktif anti jamur diaplikasikan

kedalam produk sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari lengkuas itu

sendiri. Penelitian ini juga membahas tentang aktivitas anti jamur dari sabun

transparan, karakteristik sabun transparan dan penerimaan konsumen terhadap

sabun yang dihasilkan.

Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan peran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan terimakasih terutama kepada :

1. Kedua orang tua, kedua adikku tersayang serta seluruh keluarga yang

senantiasa memberikan motivasi, bantuan dan doa yang tak pernah terputus.

2. Ibu Dr. Tatit K. Bunasor, M.Sc selaku pembimbing akademik yang selalu

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa kuliah hingga

penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Hernani, M.Sc selaku dosen pembimbing II, atas segala dorongan,

arahan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

4. Bapak Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc selaku dosen penguji yang telah

memberikan dorongan, arahan dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini.

Bogor, Februari 2007

Penulis

Page 10: F07fit

ii

UCAPAN TERIMAKASIH

Selama pelaksanaan penelitian dan penyelesain tugas akhir ini tak terlepas

dari peran dan bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang

telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian di Balitbang

Pascapanen Pertanian.

2. Laboran, teknisi dan berbagai pihak di Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah membantu selama

pelaksanaan penelitian.

3. PT. Adev Prima Mandiri yang telah membantu dan memberikan saran dalam

pelaksanaan penelitian.

4. Teman seperjuangan : Rini, Iffa, Ochi, Hari, Farikhin, Wahyudin, Sigit,

Mauliyah, Ika, Roza, Asty dan Ades.

5. Teman satu bimbingan : Oki dan Mia

6. Saudara-saudaraku : Harti, Fifi, Eva, Yoga, Santo dan Vico atas segala

kesempatan mengukir kebersamaan selama masa-masa indah.

7. Sahabat terbaikku, Galih Pije dan kedua adikku Farah dan Ikhsan atas doa,

motivasi, dorongan, dan kebersamaan selama ini.

8. Johan Wahyudi, atas doa, motivasi, segala kebaikan dan kasih sayang tak

terbatas yang telah diberikan.

9. Tinners 39 atas segala kebersamaan dan kenangan indah selama masa kuliah

hingga waktu yang takkan berakhir.

10. Himaloginers : 2003-2006

Page 11: F07fit

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1

B. TUJUAN .............................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz) ..................... 3

B. KOMPOSISI KIMIA RIMPANG LENGKUAS ................................. 5

C. JAMUR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKANNYA ............... 7

D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF ............................................ 9

E. SABUN TRANSPARAN .................................................................... 10

F. FORMULASI SABUN TRANSPARAN ............................................ 13

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 18

1. Bahan Baku .................................................................................... 18

2. Bahan Kimia .................................................................................. 18

3. Alat ................................................................................................. 18

B. METODE PENELITIAN ..................................................................... 19

1. Penelitian Pendahuluan .................................................................. 19

1.1. Pembuatan Bubuk Lengkuas ................................................. 19

1.2. Analisis Mutu Bahan Baku ................................................... 19

1.3. Ekstraksi ................................................................................ 20

1.4. Analisis Ekstrak Lengkuas .................................................... 20

1.5. Pembuatan Serbuk Lengkuas ................................................ 20

2. Penelitian Utama ............................................................................ 20

2.1. Pembuatan Sabun Transparan Anti jamur............................. 20

2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan ........................... 21

Page 12: F07fit

iv

2.3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap

Jamur Uji ............................................................................... 22

C. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ....................................................... 23

1. Analisis Mutu Bahan Baku ............................................................ 23

2. Ekstraksi ......................................................................................... 26

3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas ................................................... 28

B. PENELITIAN UTAMA ....................................................................... 30

1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan . 30

2. Karakteristik Sabun Transparan ..................................................... 32

3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur terhadap Jamur Uji ...... 44

4. Uji Organoleptik ............................................................................ 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN .................................................................................... 57

B. SARAN ................................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59

LAMPIRAN ..................................................................................................... 64

Page 13: F07fit

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan .......... 14

Tabel 2. Persyaratan Simplisia Lengkuas ................................................... 19

Tabel 3. Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003) .............. 21

Tabel 4. Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994) ............................ 21

Tabel 5. Hasil Analisis Mutu Bahan Baku .................................................. 24

Tabel 6. Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar ........................................ 28

Page 14: F07fit

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rimpang lengkuas merah .............................................................. 4

Gambar 2. Jenis-jenis sabun padat .................................................................. 11

Gambar 3. Proses saponifikasi ........................................................................ 12

Gambar 4. Proses netralisasi asam lemak ....................................................... 12

Gambar 5. Bubuk lengkuas ............................................................................. 23

Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi ekstrak lengkuas ............................................................................ 32

Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan jumlah asam lemak .................................................................................... 34

Gambar 8. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak tersabunkan ................................................................................... 36

Gambar 9. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol ................................................................................ 38

Gambar 10. Hubungan antara ekstrak lengkuas dengan pH ............................. 39

Gambar 11. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1% terhadap jamur uji ................................................................... 44

Gambar 12. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 2% terhadap jamur uji ................................................................... 45

Gambar 13. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 3% terhadap jamur uji ................................................................... 46

Gambar 14. Rumus bangun senyawa aktif anti jamur dalam lengkuas ............ 48

Gambar 15. Penilaian kesukaan panelis perhadap warna ................................. 51

Gambar 16. Penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur ................................. 52

Gambar 17. Penilaian panelis terhadap busa .................................................... 53

Gambar 18. Penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat .......................... 55

Gambar 19. Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma .................................. 56

Page 15: F07fit

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Lengkuas .............................. 64

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lengkuas ............................. 65

Lampiran 3. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku ....................................... 66

Lampiran 4. Prosedur Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas .............................. 68

Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Sabun Transparan ............................ 69

Lampiran 6. Prosedur Analisis Karakteristik Sabun ..................................... 70

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Karakteristik Sabun ............. 73

Lampiran 8. Lembar Uji Kesukaan ............................................................... 74

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Mutu Bahan Baku ................ 76

Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kadar Air sabun Transparan 76

Lampiran 10b. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sabun Transparan ................

Lampiran 11a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan ................................................................................ 76

Lampiran 11b. Hasil Analisis Ragam Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan ................................................................................ 76

Lampiran 11c Hasil Uji Lanjut Duncan Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan ................................................................................ 76

Lampiran 12a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan ................................................................................ 77

Lampiran 12b. Hasil Analisis Ragam Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan ................................................................................

Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan ..................................................................... 77

Lampiran 13a Rekapitulasi Data Hasil Analisis Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan ...................................................... 77

Lampiran 13b. Hasil Analisis Ragam Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan ..................................................................... 77

Lampiran 13c. Hasil Uji Lanjut Duncan Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan ..................................................................... 78

Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Alkali Bebas Sabun Transparan ................................................................................ 78

Lampiran 14b. Data Hasil Analisis Ragam Alkali Bebas Sabun Transparan ... 78

Lampiran 15. Data Hasil Analisis Minyak Mineral Sabun Transparan ......... 78

Page 16: F07fit

viii

Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis pH Sabun Transparan .......... 78

Lampiran 16b. Hasil Analisis Ragam pH Sabun Transparan ........................... 78

Lampiran 16c. Hasil Uji Lanjut Duncan pH Sabun Transparan ...................... 79

Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Busa Sabun Transparan ................................................................................ 79

Lampiran 17b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Busa Sabun Transparan ....... 79

Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Emulsi Sabun Transparan ................................................................................ 79

Lampiran 18b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sabun Transparan ..... 79

Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kekerasan Sabun Transparan ................................................................................ 79

Lampiran 19b. Hasil Analisis Ragam Kekerasan Sabun Transparan .............. 80

Lampiran 20a. Hasil Analisis Daya Anti jamur Produk Sabun Transparan Terhadap Jamur Uji .................................................................. 80

Lampiran 20b. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 1% Terhadap Jamur Uji .......... 80

Lampiran 20c. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 2% Terhadap Jamur Uji .......... 80

Lampiran 20d. Hasil Analisis Daya Anti jamur Sabun Transparan dengan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 3% Terhadap Jamur Uji .......... 80

Lampiran 21. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Tricophyton mentagrophytes......................................................................... 81

Lampiran 22. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Microsporum canis .......................................................................................... 82

Lampiran 23a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Warna/Transparansi .................................................. 83

Lampiran 23b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi .................................................. 83

Lampiran 23c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi .................................................. 84

Lampiran 23d. Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi .................................................. 84

Lampiran 24a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Tekstur .. 84

Lampiran 24b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan ........................................................ 85

Lampiran 24c. Hasil Analisis Keragaman Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan ........................................ 85

Page 17: F07fit

ix

Lampiran 25a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa ....... 86

Lampiran 25b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa .......................................................................... 86

Lampiran 25c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa ............................................................. 87

Lampiran 25d.Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa ............................................................. 87

Lampiran 26a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesan Kesat .............................................................................. 88

Lampiran 26b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat ............................................................... 88

Lampiran 26c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat .................................................. 88

Lampiran 27a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma .... 89

Lampiran 27b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma ....................................................................... 89

Lampiran 27c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma .......................................................... 90

Page 18: F07fit

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan alternatif bagi

pengobatan cenderung meningkat seiring dengan mahalnya beberapa jenis

obat-obatan yang terbuat dari bahan kimia atau sintetis. Hal ini dipicu dengan

semakin berkembangnya kesadaran masyarakat untuk “kembali ke alam”

(back to nature) atau “gelombang hijau” (green wave). Pemanfaatan obat

alami juga dilatarbelakangi oleh tingginya nilai manfaat dengan efek samping

yang relatif kecil bila dibandingkan dengan obat-obatan kimia.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas tanaman

obat dan prospek pengembangannya cukup cerah mengingat potensi flora,

tanah dan iklim yang sesuai untuk tanaman obat. Peluang peningkatan ekspor

untuk tanaman obat masih terus terbuka, karena berdasarkan data WHO

permintaan produk herbal secara keseluruhan di negara Eropa dalam kurun

waktu 1999-2004 diperkirakan mencapai 66% dari permintaan dunia

(Wardana et al., 2002). Salah satu contoh dari tanaman obat yang khasiatnya

telah diketahui dan digunakan secara turun-temurun yaitu tanaman rempah.

Salah satu jenis rempah-rempah yang terdapat di Indonesia yang dapat

digunakan sebagai obat adalah dari famili Zingiberaceae. Tanaman dari famili

ini bisa berupa tanaman rempah yang berbentuk rimpang. Lengkuas (Alpinia

galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari famili Zingiberaceae

yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Tumbuhan lengkuas

sering digunakan sebagai obat penyakit perut, kudis, panu dan menghilangkan

bau mulut (Yuharmen et al., 2002).

Berdasarkan data statistik Departemen Pertanian (2004) disebutkan

bahwa produksi lengkuas pada tahun 2001, 2002 dan 2003 secara berurutan

adalah sekitar 26.000.000 kg, 28.000.000 kg dan 25.000.000 kg. Pada selang

waktu 2001-2003 menurut data statistik Departemen Pertanian, luas lahan

panen lengkuas adalah sekitar 16.000.000 m2 dan menurun pada tahun 2003

menjadi sekitar 12.000.000 m2.

Page 19: F07fit

2

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa

tumbuhan lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan

terpenoid. Golongan senyawa-senyawa ini sering digunakan sebagai bahan

dasar obat-obatan modern. Sebagai contoh, senyawa terpenoid

asetoksikhavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat antitumor dari

tumbuhan lengkuas (Itokawa dan Takeya, 1993). Selain itu, juga dilakukan

kajian mengenai aktivitas antimikroba dari lengkuas terhadap mikroba

patogen dan perusak pangan (Rahayu, 1999) dan ditemukan lengkuas

berfungsi sebagai obat anti jamur oleh Sundari dan Winarno (2001).

Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik seperti Amfoterisin B

mempunyai efek samping kerusakan ginjal. Nistatin yang merupakan obat

mikosis superfisial dengan penggunaan topikal dapat menyebabkan iritasi

kulit. Demikian juga penggunaan obat jamur yang lain terutama mikosis

sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual, muntah, sakit kepala

sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (Sundari dan Winarno,

2001). Penggunaan ekstrak lengkuas sebagai bahan alami diharapkan dapat

menjadi alternatif sehingga dapat mengurangi efek samping yang diakibatkan

oleh penggunaan obat sintetik.

Sabun transparan merupakan salah satu sediaan emulsi yang difungsikan

sebagai penghantar obat pada bagian yang terkena penyakit. Pengaplikasian

ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini diharapkan dapat meningkatkan

nilai tambah dari lengkuas. Bahan aktif yang terkandung didalamnya

diperkirakan mampu menghambat jamur penyakit kulit, terutama yang bersifat

lokal. Selain itu, sabun transparan bisa menjadi alternatif sediaan obat dengan

penampakan yang lebih menarik.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas daya anti

jamur lengkuas setelah diformulasikan dalam sabun transparan, mengetahui

karakteristik sabun transparan setelah penambahan ekstrak lengkuas dan

mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan.

Page 20: F07fit

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN LENGKUAS (Alpinia galanga L. Swartz)

Salah satu tumbuhan yang telah lama digunakan oleh masyarakat

Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah lengkuas (A. galanga L. Swartz).

Lengkuas memiliki komponen aktif yang berfungsi sebagai obat untuk

berbagai penyakit. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai bumbu masak untuk

menambah aroma dan citarasa pada makanan (Yuharmen et al., 2002).

Lengkuas (A. galanga L. Swartz) dikenal diseluruh Indonesia dengan

nama-nama yang berbeda. Adapun nama lengkuas dibeberapa daerah di

Indonesia antara lain : Lengkueus (Gayo), Langkueueh (Aceh), Kelawas

(Karo), Halawas (Simalungun), Lakuwe (Nias), Lengkuas (Melayu),

Langkuweh (Minang), Lawas (Lampung), Laja (Sunda), Laos (Jawa, Madura),

Langkuwas, Laus (Banjar), Laja, Kalawasan, Lahwas, Isem (Bali), Laja,

Langkuwasa (Makasar), Aliku (Bugis), Lingkuwas (Menado), Likui,

Lingkuboto (Gorontalo), Laawasi lawasi (Ambon), Lawase, Lakwase, Kourola

(Seram) dan Galiasa, Galiaha, Waliasa (Ternate, Halmahera) (Anonim, 2000).

Lengkuas merupakan tanaman golongan Spermathopyta, sub golongan

Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, famili

Zingiberaceae dan genus Alpinia (Anonim, 2005). Nama latin lengkuas (A.

galanga L. Swartz) juga sering dikenal dengan berbagai nama latin yaitu A.

pyramidata Bl., A.galanga (L.) Willd., A. officinarum Hance, Languas

galanga (L.) Merr., L. galanga (L.) Stunz., L. vulgare Koenig, Maranta

galanga L., Amomum galanga (L.) Lour, dan A. medium Lour (Anonim,

2000).

Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka, membutuhkan sinar matahari

penuh atau yang sedikit terlindung, menyukai tanah yang lembab dan gembur,

tetapi tidak suka tanah yang becek. Tumbuh subur di daerah dataran rendah

sampai ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia banyak

ditemukan tumbuh liar di hutan jati atau di dalam semak belukar.

Tumbuhan ini berasal dari Asia tropika, tetapi tidak diketahui dengan

jelas dari daerah mana tumbuhan tersebut sebenarnya berasal. Beberapa

Page 21: F07fit

4

pendapat menduga bahwa lengkuas berasal dari Cina, namun ada juga yang

berpendapat berasal dari Bengali, tetapi sudah sejak lama digunakan secara

luas di Cina dan Indonesia terutama di pulau Jawa. Sekarang tanaman ini

tersebar luas di berbagai daerah di Asia Tropis, antara lain Indonesia,

Malaysia, Filipina, Cina bagian selatan, Hongkong, India, Bangladesh, dan

Suriname. Di Indonesia, mula-mula banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa

Tengah, tetapi sekarang sudah dibudidayakan di berbagai daerah. Di Malaya,

selain yang tumbuh liar juga banyak yang ditanam oleh penduduk dikebun

atau pekarangan rumah (Anonim, 2000).

Wardana et al. (2002) menjelaskan bahwa lengkuas merupakan tanaman

tahunan dengan tinggi mencapai 3.5 m. Tanaman ini memiliki rimpang agak

tegak, berdiameter 2-4 cm, keras, berserat, berkilau, merah cerah dan kuning

pucat. Berbatang semu tegak, daun berseling, pelepah daun berbulu halus dan

rapat dibagian ujung. Panjang tangkai daun 1-1.5 cm, berbulu dan memiliki

helaian daun bundar lonjong, panjang 20-60 cm dan lebar 4-15 cm.

Berdasarkan warna rimpangnya, tanaman ini dibedakan menjadi

lengkuas putih dan merah. Rimpang lengkuas putih secara tradisional dikenal

sebagai pengempuk daging dalam masakan dan digunakan sebagai salah satu

rempah bagi jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988).

Selanjutnya Heyne (1987) mengemukakan bahwa lengkuas yang banyak

digunakan sebagai obat adalah jenis lengkuas merah. Rimpang lengkuas

merah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Rimpang lengkuas merah

Page 22: F07fit

5

Anonim (2000) menerangkan bahwa rimpang lengkuas sering digunakan

untuk mengatasi gangguan lambung, misalnya kolik dan untuk mengeluarkan

angin dari perut (stomachikum), menambah nafsu makan, menetralkan

keracunan makanan, menghilangkan rasa sakit (analgetikum), melancarkan

buang air kecil (diuretikum), mengatasi gangguan ginjal, dan mengobati

penyakit herpes.

Disamping itu rimpang lengkuas juga dianggap memiliki khasiat sebagai

anti tumor atau anti kanker terutama tumor di bagian mulut dan lambung, dan

kadang-kadang digunakan juga sebagai afrodisiaka (peningkat libido).

Khasiatnya yang sudah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai penelitian

adalah sebagai anti jamur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sundari dan Winarno (2001) diketahui bahwa rimpang lengkuas dapat

menghambat pertumbuhan 5 jamur yaitu Tricophyton rubrum, T. ajjeloi, T.

mentagrophytes, Microsporum gypseum dan Epidermo floccosum. Selanjutnya

Khattak et al. (2005) menerangkan bahwa ekstrak etanol kasar dari rimpang

lengkuas dapat menghambat pertumbuhan jamur T. longifusus pada

konsentrasi 60%. Sementara itu, pada konsentrasi 30% dapat menghambat

Aspergilus flavus, M. canis (50%), dan Fusarium solani (40%).

B. KOMPOSISI KIMIA RIMPANG LENGKUAS

Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri ± 1% yang berwarna

kuning kehijauan. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas terutama terdiri dari

metil-sinamat 48%, sineol 20%-30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, δ-

pinen, galangin, dan lain-lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang

disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan

galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa

senyawa flavonoid, dan lain-lain (Anonim, 2000; Santosa dan Gunawan,

1999). Samidi (1987) menambahkan bahwa berdasarkan bobot kering rimpang

lengkuas merah mengandung pati 35,13%, dan berkadar protein 7,43% serta

rimpang segar mengandung air 75%.

Menurut Harborne (1987), senyawa bioaktif dalam minyak atsiri dapat

berupa senyawa golongan terpenoid. Golongan ini diketahui sebagai penyusun

Page 23: F07fit

6

minyak atsiri yang utama pada tanaman. Terpenoid berasal dari molekul

isoprena (CH2=C(CH3)-CH=CH2) dan kerangka karbonnya dibangun oleh

penyambungan dua atau lebih satuan C5. Pemilahan senyawa golongan ini

membagi terpenoid ke dalam beberapa kelompok yaitu monoterpen (C10) dan

seskuiterpen (C15) yang mudah menguap, diterpen (C20) yang sukar menguap,

sampai senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid (C30) dan sterol, serta

pigmen karotenoid (C40). Sebagian besar terpenoid alam memiliki struktur

siklik dan memiliki satu gugus fungsi atau lebih (hidroksil, karbonil).

Jirovetz et al. (2003) menjelaskan bahwa komponen minyak atsiri dari

setiap bagian tanaman lengkuas (daun, rimpang, batang dan akar) memiliki

komposisi yang berbeda secara kuantitas. Minyak atsiri disusun oleh mono

dan sesquiterpen juga turunan fenil propanol. Secara umum daun, batang,

rimpang, batang dan akar mengandung sineol, kamfer, β-pinen, bornil asetat,

α-terpineol, α- fenchyl asetat, borneol elemol dan guaiol.

Janssen dan Scheffer (1985) didalam Oonmetta-aree et al. (2005)

melaporkan bahwa terpinen-4-ol, salah satu monoterpen dari minyak atsiri

yang dihasilkan oleh rimpang lengkuas segar, mengandung senyawa

antimikroba yang dapat melawan T. mentagrophytes. Asetoksi khavikol asetat

(ACA) merupakan suatu komponen yang diisolasi dari n-pentane/diethyl ether

pada cairan ekstrak rimpang kering. Analisis GC-MS oleh Jirovetz et al.

(2003) menunjukkan bahwa minyak atsiri lengkuas mengandung eugenol,

kaemferol dan galangin.

Harborne (1987) selanjutnya mengemukakan bahwa komponen bioaktif

lain yang ditemukan pada tanaman adalah senyawa fenolik. Senyawa ini

memiliki cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil.

Beberapa senyawa aktif lengkuas yang bersifat anti jamur adalah dari

golongan fenolik. Adapun beberapa senyawa tersebut antara lain adalah

galangin, kaemferol, dan kuersetin yang berasal dari golongan flavonol.

Sedangkan eugenol merupakan salah satu senyawa aktif lengkuas yang berasal

dari golongan fenil propanoid.

Page 24: F07fit

7

C. JAMUR DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKANNYA

Dalam sistematika organisme hidup, jamur ditempatkan dalam kelas

tersendiri, tidak ditempatkan sebagai kelas tumbuhan dan juga kelas hewani.

Sebagian besar jamur adalah saprofilik, di alam berperan sebagai pengurai

bahan organik, yang bermanfaat untuk peragian makanan dan juga produksi

antibiotika. Di sisi lain jamur dapat menyebabkan penyakit infeksi dikenal

dengan nama mikosis (Dwidjoseputro, 1985). Mikosis dibedakan dalam 2

kelompok: mikosis superfisial dan mikosis sistemik. Selain itu, mikosis yang

terletak di tengah-tengah yaitu akibat Candida, infeksi biasanya superfisial,

tetapi kadang-kadang menyebar luas (Cavanagh, 1963).

Mikosis superfisial ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan

permukaan kulit yaitu stratum korneum, rambut dan kuku. Mikosis superfisial

dibagi dalam 2 kelompok : (1) Yang disebabkan oleh jamur bukan golongan

dermatofita yaitu tinea versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih,

onikomikosis, dan tinea nigra palmaris dan (2) Yang disebabkan oleh jamur

golongan dermatofita yang disebut dengan dermatofitosis (Sundari dan

Winarno, 2001). Volk dan Wheeler (1984) menyebutkan bahwa jasad

penyebab dermatofitosis adalah organisme-organisme yang berhubungan erat

yang menggunakan keratin (terdapat pada kulit, rambut dan kuku) untuk

pertumbuhannya yaitu jamur golongan dermatofita.

Volk dan Wheeler (1984) mengemukakan bahwa daya patogen penyakit

utama yang ditimbulkan oleh dermatofit adalah :

- Tinea pedis atau penyakit kaki atlit yang memiliki ciri-ciri gatal diantara

jari kaki dan terjadinya lecet kecil. Penyakit ini disebabkan oleh

Tricophyton atau Epidermophyton floccosum.

- Tinea corporis, atau kadas kulit halus yang dicirikan dengan luka bundar

dengan batas yang mengandung bintik-bintik. Umumnya penyakit ini

disebabkan oleh T. rubrum dan T. mentagrophytes.

- Tinea capitis, atau kadas kulit kepala, muncul sebagai perluasan gelang-

gelang dikulit kepala, dengan organisme tumbuh didalam dan pada

rambut. Penyebab dari penyakit ini adalah M. canis, M. audouinii, dan T.

tonsurans.

Page 25: F07fit

8

- Tinea unguium atau kadas kuku yang ditandai deangan kuku yang

menebal, hilang warna dan mudah patah. Penyakit ini paling umum

disebabkan oleh T. rubrum.

Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik, seperti Amfoterisin B

yang dihasilkan oleh Streptomyces nodus, mempunyai efek samping

kerusakan ginjal. Sedang Nistatin yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei

merupakan obat mikosis superfisial dengan penggunaan topikal, dapat

menyebabkan iritasi kulit meskipun jarang (Sundari dan Winarno, 2001).

Demikian juga penggunaan obat jamur yang lain terutama untuk mikosis

sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual, muntah, sakit kepala

sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (Herman, 1996).

Pemanfaatan bahan tumbuh-tumbuhan untuk tujuan pengobatan penyakit kulit

akibat jamur dikenal juga oleh nenek moyang kita. Umumnya pemakaiannya

berdasarkan pengalaman, karena itu, penilaian dan pengkajian khasiatnya

secara ilmiah perlu dilakukan baik secara invitro maupun invivo (Sundari dan

Winarno, 2001).

Pengaruh komponen antimikroba terhadap sel mikroba dapat

menyebabkan kerusakan sel yang berlanjut pada kematian. Kerusakan yang

ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal yang bersifat

tetap, atau mikrostatik yang bersifat dapat pulih kembali. Suatu komponen

akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi

komponen dan kultur yang digunakan (Bloomfield, 1991).

Mekanisme kerusakan sel akibat komponen antimikroba secara umum

telah diketahui, tetapi mekanisme karena komponen bioaktif yang terdapat

pada rempah-rempah tertentu belum semuanya diketahui. Namun dapat

diasumsikan bahwa setiap jenis rempah menyebabkan kerusakan yang

berbeda, dan rempah-rempah yang mempunyai struktur dasar dan tingkat

penghambatan yang sama terhadap satu jenis mikroba uji diduga mempunyai

mekanisme yang serupa (Jay, 1992; Conner, 1993)

Kerusakan sel yang ditimbulkan oleh komponen antimikroba berbeda-

beda tergantung dari jenis komponennya. Luck dan Jager (1995) membedakan

mekanisme komponen antimikroba menjadi beberapa pengaruh yaitu (1)

Page 26: F07fit

9

pengaruh terhadap dinding sel, (2) pengaruh terhadap membran sel dan

mekanisme transpor nutrien, (3), pengaruh terhadap enzim dan (4) pengaruh

terhadap sintesis protein dan asam nukleat.

Mekanisme kerja dari senyawa antimikroorganisme ada yang memiliki

spektrum luas dan ada pula yang memiliki spektrum sempit dan hanya efektif

untuk mikroorganisme tertentu. Mekanisme yang dimaksud adalah mekanisme

penghambatan yang berhubungan dengan kemampuan suatu senyawa

antimikroorganisme dalam mempengaruhi dinding sel (Ultee et al., 1998).

Pengaruh terhadap dinding sel dapat terjadi akibat akumulasi komponen

lokofilat yang terdapat pada dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa

antimikroorganisme dipengaruhi oleh bentuk terdisosiasi. Semakin banyak

bentuk yang tidak terdisosiasi, maka bioaktifitas senyawa antimikroorganisme

tersebut semakin baik (Heryani, 2002). Senyawa bioaktif juga bereaksi dengan

membran sel. Mekanisme yang terjadi adalah menyerang membran sitoplasma

dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan

kebocoran materi intraseluler.

D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF

Pada umumnya komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada

minyak atsiri dan oleoresinnya. Minyak atsiri mengandung komponen aroma

rempah dan bersifat mudah menguap. Oleh karena itu minyak atsiri atau

minyak essensial sering dinamakan minyak terbang. Komposisi minyak atsiri

antara lain adalah alkohol, aldehid, ester, keton, dan terpen. Komposisi

minyak atsiri sangat dipengaruhi oleh iklim, keadaan tanah, sinar matahari dan

cara pengolahan, bila berasal dari jenis rempah yang sama (Hariss,1990)

Salah satu cara untuk memperoleh ekstrak suatu rempah-rempah adalah

dengan dengan cara ekstraksi rempah-rempah menggunakan pelarut organik.

Dalam proses ekstraksi rempah-rempah, komposisi, warna, aroma dan

rendemen yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan tingkat

kematangan bahan baku, jenis pelarut, suhu dan waktu ekstraksi serta metode

ekstraksi (Farrell, 1990).

Page 27: F07fit

10

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelarut untuk mengekstrak

rempah-rempah antara lain adalah tidak berbau dan tidak berasa, sehingga

tidak mempengaruhi produk akhir. Mudah berpenetrasi karena viskositasnya

rendah, sehingga efisiensi ekstraksi tinggi. Mudah dipisahkan tanpa

meninggalkan residu sehingga produk dapat bebas dari pelarut. Selain itu,

dapat digunakan secara selektif dengan berbagai kondisi suhu dan tekanan

ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak dengan mutu terbaik (Moyler, 1994).

Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang

akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.

Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian

pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas tergantung

pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar

pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998). Rangkaian proses ekstraksi

meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan pelarut,

pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.

Pemilihan proses ekstraksi juga mempertimbangkan titik didih dari pelarut

yang digunakan.

Jokopriyambodo et al. (1999) menyatakan bahwa hasil ekstraksi

khususnya dari rimpang lengkuas dipengaruhi oleh jenis dan rasio pelarut,

derajat kehalusan simplisia serta teknik dan waktu ekstraksi. Ekstraksi dengan

cara perkolasi dan maserasi tidak menunjukkan perbedaan terhadap kadar

ekstrak total lengkuas sedangkan pelarut yang paling banyak menghasilkan

ekstrak total adalah pelarut etanol : air (7 : 3, v/v). Metode ekstraksi yang juga

pernah diaplikasikan untuk lengkuas adalah menggunakan pelarut etanol dan

campuran pentana dan dietil eter (1 : 1, v/v), namun ekstrak etanol tidak

memberikan aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans (Janssen dan

Scheffer, 1985).

E. SABUN TRANSPARAN

Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R

bersifat hidrofobik karena bersifat non polar dan COONa bersifat hidrofilik

karena polar. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-3532-1994

Page 28: F07fit

11

(BSN, 1994) dijelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat

dengan reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak

hewani. Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya

ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan

tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan.

Hambali et al. (2005) menerangkan bahwa sabun dibedakan atas dua

macam berdasarkan jenisnya yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair.

Sabun padat dapat dibedakan lagi atas sabun opaque, sabun translucent, dan

sabun transparan. Jenis-jenis sabun tersebut dibedakan berdasarkan

transparansinya yang sangat dipengaruhi oleh komposisi formula dan proses

produksi. Gambar 2 berikut merupakan gambar dari sabun padat (batangan).

Sabun Opaque Sabun Translucent Sabun Transparan

Gambar 2. Jenis-jenis sabun padat (Anonim, 2007)

Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun yang memiliki

penampilan lebih menarik karena penampakannya yang transparan. Sabun

transparan menjadi bening karena dalam proses pembuatannya dilarutkan

dalam alkohol. Alkohol ini juga ditambahkan untuk mencegah pengkristalan.

Sabun transparan juga sering disebut sebagai sabun gliserin karena untuk

memperoleh sifat transparan juga perlu dilakukan penambahan gliserin pada

sabun (Lane, 2003 )

Proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proses

saponifikasi dan proses netralisasi. Pada proses saponifikasi akan diperoleh

produk samping berupa gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dengan

proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol. Proses saponifikasi terjadi

karena reaksi trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi

karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kirk dan Othmer,1954).

Page 29: F07fit

12

Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80oC-100oC (Spitz, 1996). Gambar 3

menunjukkan reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut :

H-C-COOH O H2C-OH

HC-COOH + 3NaOH 3RC + HC-OH

H2C-COOH ONa H2C-OH

Trigleserida Alkali Sabun Gliserol

Gambar 3. Proses saponifikasi (Spitz, 1996)

Proses netralisasi asam lemak tidak menghasilkan gliserol yang

reaksinya dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini :

O

R COO H + NaOH RC + H2O

ONa

Asam lemak Alkali Sabun Air

Gambar 4. Proses netralisasi asam lemak (Cavitch, 2001)

Proses pembersihan kotoran dengan menggunakan sabun tidak dapat

dilepaskan dari keterlibatan air didalamnya. Air (H2O) merupakan cairan yang

umumnya digunakan untuk membersihkan sesuatu yang memiliki tegangan

permukaan. Setiap molekul dalam struktur model air, dikelilingi dan ditarik

oleh molekul air yang lainnya. Tegangan permukaan tersebut terbentuk pada

saat molekul air yang terdapat pada permukaan air ditarik ke tubuh air.

Tegangan ini mengakibatkan air membentuk butiran-butiran pada permukaan

(kaca, kain) yang lambat laun akan membasahi bagian permukaan dan

menghambat proses pembersihan. Tegangan permukaan dalam proses

pembersihan harus dikurangi sehingga air dapat menyebar dan membasahi

seluruh permukaan. Bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada

air secara efektif disebut surface active agent atau surfaktan (Anonim, 2006).

Surfaktan memiliki fungsi penting lain dalam membersihkan, seperti

menghilangkan dan membentuk emulsi, serta mengangkat kotoran dalam

bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut dapat dibuang. Surfaktan dapat juga

Page 30: F07fit

13

mengandung alkali yang berfungsi untuk membuang kotoran yang bersifat

asam. Soap and Detergent Association atau SDA (2001) mengungkapkan

bahwa surfaktan diklasifikasikan berdasarkan muatan ionik didalam air yaitu

anionik, kationik, dan amfoter. Sabun merupakan surfaktan anionik.

Sediaan kosmetik merupakan bahan atau campuran bahan yang

digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada

badan atau bagian tubuh manusia dengan maksud untuk membersihkan,

memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk

obat. Penggolongan kosmetik berdasarkan kegunaannya adalah sebagai

higiene tubuh (sabun dan sampo), tata rias (pemerah pipi, lipstik), wangi-

wangian dan proteksi (sun screen). Tujuan sediaan kosmetika mandi antara

lain untuk membersihkan tubuh, membantu melunakkan air sadah, memberi

keharuman dan rasa segar serta menghaluskan dan melembutkan kulit (Imron,

1985).

Fungsi utama sabun mandi yaitu untuk mengangkat kotoran, sel-sel kulit

mati, mikroorganisme dan menghilangkan bau badan. Sabun dapat

mengangkat kotoran dari kulit karena memiliki dua gugus yang berbeda

kepolarannya, yaitu gugus nonpolar dan gugus polar. Gugus non polar adalah

gugus yang tidak suka air (hidrofobik), sehingga dapat mengikat kotoran pada

kulit. Gugus polar adalah gugus yang suka air (hidrofilik) yang ketika dibilas

maka kotoran akan terikat dengan air bilasan.

F. FORMULASI SABUN TRANSPARAN

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memformulasi sabun yaitu

(a) karakteristik pembusaan yang baik, (b) tidak menyebabkan iritasi pada

mata, membran mukosa dan kulit, (c) mempunyai daya bersih optimal dan

tidak memberikan efek merusak kulit dan (d) memiliki bau parfum yang

bersih, segar dan menarik (Suryani et al., 2000).

1. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak merupakan ester dari asam lemak dan gliserol.

Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang, mungkin

bersifat jenuh atau tidak jenuh, panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan

Page 31: F07fit

14

siklik atau bercabang. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam

merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki

jumlah atom genap (Winarno, 1997).

Jenis asam lemak sangat menentukan mutu dan konsistensi sabun yang

dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan berat molekul

kecil (misalnya asam laurat) lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari

asam lemak dengan berat molekul yang lebih berat (misalnya asam lemak

stearat). Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang dihasilkan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Asam Lemak Terhadap Sifat Sabun yang Dihasilkan

Asam Lemak Sifat yang Ditimbulkan pada Sabun Asam laurat Mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan

busa lembut Asam linoleat Melembabkan Asam miristat Mengeraskan, membersihkan dan menghasilkan

busa lembut Asam oleat Melembabkan Asam palmitat Mengeraskan dan menstabilkan busa Asam ricinoleat Melembabkan dan menstabilkan busa Asam stearat Mengeraskan dan menstabilkan busa Sumber : Cavitch (2001)

Asam lemak dari kelapa (coconut fatty acid) dan beberapa fraksinya,

selain dapat digunakan secara langsung juga dapat diolah lebih lanjut

menjadi turunan-turunan lain untuk aplikasi dibidang oleokimia.

Kandungan asam laurat (C12H24O2) yang tinggi pada minyak kelapa dan

minyak inti sawit memberikan sifat yang sangat baik untuk produk sabun

dan pembersih lainnya (Atmoko, 2005).

Menurut Bailey (1950) dalam Ketaren (1986), asam lemak sangat

cocok untuk produk surfaktan karena struktur molekulnya yang spesifik.

Asam lemak yang ada kebanyakan merupakan hidrokarbon berantai lurus

dengan jumlah atom karbon antara 12 sampai 18 (C12-C18) dan diakhiri

oleh gugus karboksil yang reaktif. Bagian ekor hidrokarbon akan memiliki

afinitas tertentu terhadap lemak, alifatik hirokarbon dan senyawa rantai

Page 32: F07fit

15

panjang lainnya, sedangkan bagian lainnya yaitu gugus hidroksil akan

memiliki daya tarik terhadap air.

Asam Stearat

Asam stearat merupakan salah satu jenis asam lemak yang memiliki

rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus hidroksil disalah

satu ujungnya. Asam stearat adalah asam tidak jenuh, tidak ada ikatan

rangkap antara atom karbonnya. Asam lemak jenis ini dapat ditemukan

pada minyak/lemak nabati dan hewani. Asam stearat sering digunakan

sebagai bahan dasar pembuatan cream dan sabun. Pada proses pembuatan

sabun transparan, jenis asam stearat yang digunakan adalah yang

berbentuk kristal putih dan mencair pada suhu 56oC. Fungsi asam stearat

pada proses pembuatan sabun adalah untuk mengeraskan dan

menstabilkan busa (Hambali et al., 2005).

Minyak Kelapa

Dalam pembuatan sabun, minyak yang sering digunakan adalah

minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak jarak. Minyak kelapa

merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang

tinggi. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa

digolongkan kedalam minyak asam laurat karena kandungan asam

lauratnya paling besar. Asam laurat dapat diperoleh dari minyak kelapa

mencapai 40%-50% dari total kandungan lemak yang terdapat didalamnya

(Swern, 1979). Asam laurat ini sangat diperlukan dalam pembuatan sabun

karena kemampuannya dalam pembentukan busa. Sabun yang baik

seharusnya mengandung asam laurat tidak kurang dari 15%.

2. Alkali

Bahan yang sangat penting dalam pembuatan sabun disamping minyak

dan lemak adalah alkali. Industri sabun menggunakan sejumlah besar

bahan kimia berupa natrium hidroksida (NaOH) atau dikenal dengan nama

kaustik soda. Natrium hidroksida atau kaustik soda adalah senyawa alkali

dengan berat molekul 40.01, merupakan bahan padat yang berwarna putih

dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Senyawa NaOH larut dalam air

Page 33: F07fit

16

dan bersifat basa kuat, mempunyai titik leleh 318,4oC dan titik didih

1390oC.

Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus dilakukan

dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat

atau jumlahnya berlebih, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan

trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi memberikan pengaruh

negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya, apabila NaOH yang

ditambahkan terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang

dihasilkan akan mengandung asam lemak yang tinggi. Asam lemak bebas

pada sabun mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun

digunakan (Kamikaze, 2002).

3. Garam

Garam dapur (NaCl) digunakan untuk memisahkan gliserol dari

larutan sabun. Garam yang digunakan dapat dalam bentuk kristal atau

larutan garam pekat. Swern (1979) menerangkan bahwa Natrium Klorida

(NaCl) merupakan bahan berbentuk kristal kubik, tidak berwarna, bersifat

higroskopik rendah dan dapat diberi pewarna serta parfum. NaCl memiliki

peran dalam pembusaan sabun.

Penambahan NaCl juga bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi

elektrolit sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi,

sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses

pemanasan.

4. Bahan Tambahan Lain

Bahan-bahan lain yang digunakan dalam produk sabun antara lain

parfum, emulsifier, humektan, antioksidan dan pewarna.

Gliserin

Gliserin merupakan produk samping dari pemecahan minyak atau

lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan humektan,

sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada kulit. Pada kondisi

atmosfer sedang ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat

Page 34: F07fit

17

melembabkan kulit dan mudah dibilas. Gliserin berbentuk cairan jernih,

tidak berbau dan memiliki rasa manis (Hambali et al,. 2005).

DEA (Dietanolamida)

DEA (Dietanolamida) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari

minyak atau lemak. Dietanolamida yang berasal dari minyak atau lemak

tersebut dapat dihasilkan dari asam lemak atau metil ester (Suryani et al.,

2000). DEA merupakan penstabil busa yang paling efektif. DEA juga

dapat meningkatkan tekstur kasar busa dan dapat mencegah terjadinya

proses penghilangan minyak yang berlebihan pada kulit dan rambut.

Dietanolamida dapat diproduksi dengan dua cara yaitu mereaksikan

asam lemak (fatty acid) dengan dietanolamida atau mereksikan metil ester

dari asam lemak dengan dietanolamida (Suryani et al., 2000).

Page 35: F07fit

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang

lengkuas merah berumur 11 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat Cibinong-Bogor serta maltodekstrin sebagai

bahan pengisi. Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

sabun antara lain asam stearat, minyak kelapa, minyak jarak, natrium

hidroksida (NaOH), gliserin, etanol, sukrosa, coco-DEA (Dietanolamida),

NaCl dan air. Selain itu juga dibutuhkan bahan-bahan untuk uji

mikrobiologi yaitu biakan jamur uji penyebab dermatofitosis

(Microsporum canis dan Tricophyton mentagrophytes) serta agar

Sabouraud sebagai media uji aktivitas anti jamur.

2. Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi dan analisis

antara lain etil asetat 60%, etanol, HCl encer, toluen, natrium asetat

anhidrat, KOH dalam alkohol 0.5 N, HCl 0.5 N, alkohol netral, KOH 0.5

N indikator methyl orange dan indikator PP.

3. Alat

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan bubuk dan

ekstrak lengkuas adalah alat pemotong (pisau), pengering tipe rak,

penggiling dengan ayakan 50 mesh, pengaduk, rotary evaporator, spray

dryer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sabun adalah neraca

analitik, waterbath, gelas piala, pengaduk kaca, termometer, erlenmeyer,

gelas ukur dan cetakan. Selain itu juga digunakan pendingin tegak, pH

meter, vortex, penetrometer, kertas saring, oven, cawan porselen,

desikator, tanur, buret, shaker, penangas, pipet tetes, pipet volumetrik,

labu ukur, labu cassia, corong, dan alat-alat gelas lainnya untuk analisis.

Page 36: F07fit

19

Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain

tabung reaksi, cawan petri, otoklaf, mikropipet, inkubator,mikroskop,

Pipet Mohr, jarum ose, Pipet Pasteur dan lain-lain.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

1.1. Pembuatan Bubuk Lengkuas

Bubuk lengkuas dibuat dengan menggunakan metode Farrel

(1990) yakni metode yang umum digunakan untuk pengolahan

rempah-rempah termasuk untuk mendapatkan oleoresin dari rempah-

rempah. Sebelum dilakukan ekstraksi, rimpang lengkuas yang telah

dibersihkan dan dicuci diiris-iris dengan menggunakan alat pengiris

yang menghasilkan irisan setebal 5 mm, kemudian dikeringkan dalam

alat pengering pada suhu 50-60oC. Selanjutnya rimpang lengkuas

digiling halus dengan mesin penggiling yang dilengkapi ayakan 50

mesh.

1.2. Analisis Mutu Bahan Baku

Sebelum bahan baku lengkuas digunakan, dilakukan analisis kadar

air, kadar abu, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar komponen

larut dalam air, kadar komponen larut dalam etanol (Depkes RI,

1978). Analisis mutu bubuk lengkuas pada penelitian ini didasarkan

pada persyaratan simplisia lengkuas sebagai berikut :

Tabel 2. Persyaratan Simplisia Lengkuas Spesifikasi Simplisia Lengkuas

Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 0,5% v/b Pemerian Bau aromatik; rasa pedas Kadar abu Tidak lebih dari 3,9% Kadar abu tidak larut dalam asam Tidak lebih dari 3,7% Kadar sari larut dalam air Tidak kurang dari 5,2% Kadar sari larut dalam etanol Tidak kurang dari 1,7% Bahan organik asing Tidak lebih dari 2% Penyimpanan Dalam wadah yang tertutup

baik Sumber : Materia Medika Indonesia II (1978)

Page 37: F07fit

20

1.3. Ekstraksi

Setelah kering dan dihaluskan sampai menjadi bubuk, bubuk

lengkuas kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode

maserasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pelarut etil

asetat 60% yang dibantu dengan pengadukan selama 3 jam sehingga

diperoleh ekstrak etil asetat. Simplisia lengkuas diaduk dan

dimaserasi pada suhu ruang dengan perbandingan bahan dan pelarut 1

: 10. Ekstrak etil asetat (filtrat) kemudian diuapkan pelarutnya dengan

evaporator sampai diperoleh ekstrak kental dan ditampung dalam

sebuah wadah terbuka untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa

didalamnya.

1.4. Analisis Ekstrak Lengkuas

Analisis ekstrak yang dilakukan adalah rendemen ekstrak, pH, sisa

pelarut dan kelarutan dalam alkohol 80%.

1.5. Pembuatan Serbuk Lengkuas

Ekstrak kental yang diperoleh dari proses ektraksi dan penguapan

kemudian dikeringkan dengan menggunakan Spray Dryer untuk

memperoleh serbuk lengkuas. Bahan pengisi yang digunakan adalah

maltodekstrin sebesar 12%. Pada proses spray drying, suhu inlet yang

digunakan adalah 180oC, suhu outlet 100oC, air flow 500 ml/menit,

laju alir sampel 30 ml/jam , dan aspirator (kekuatan hisap) 85%.

2. Penelitian Utama

2.1. Pembuatan Sabun Transparan Anti jamur

Pembuatan sabun transparan anti jamur dilakukan dengan

menggunakan formulasi Cognis (2003) yang telah dimodifikasi. Pada

pembuatan sabun transparan ini diaplikasikan ekstrak lengkuas

dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Adapun formulasi sabun

transparan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Page 38: F07fit

21

Tabel 3. Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003) Bahan Komposisi (%)

Formulasi 1 Formulasi 2 Formulasi 3 Asam stearat 6.80 6.60 6.40 Minyak kelapa 19.80 19.60 19.40 Minyak jarak 6 6 6 NaOH 30% 20.10 19.90 19.70 Gliserin 9.80 9.60 9.40 Etanol 15 15 15 Gula 13.80 13.60 13.40 Dietanolamida (DEA) 1 1 1 NaCl 0.2 0.2 0.2 Air 6.5 6.5 6.5 Ekstrak lengkuas 1 2 3

2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan

Analisis yang dilakukan terhadap sabun yang dihasilkan meliputi

sifat kimia yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia sabun

mandi (SNI 06-3532-1994) yaitu kadar air dan zat menguap, jumlah

asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam

alkohol, alkali bebas yang dihitung sebagai kadar NaOH, minyak

mineral ditambah dengan pengukuran nilai pH, kestabilan busa, dan

kestabilan emulsi serta kekerasan produk. Adapun kriteria mutu

Standar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994)

dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994) No. Jenis Uji Standar 1 Jumlah asam lemak, % (b/b) Min 70,0 2 Kadar tak tersabunkan, % (b/b) Maks 2,5 3 Kadar alkali bebas dihitung

sebagai NaOH, % (b/b) Maks 0,1

4 Kadar air dan zat menguap, % (b/b)

Maks 15,0

5 Minyak mineral Negatif 6 Bahan tak larut dalam alkohol, %

(b/b) Maks 2,5

Sumber : BSN (1994)

Page 39: F07fit

22

2.3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji

Efektivitas sabun anti jamur terhadap jamur uji ini dilakukan

dengan menentukan aktivitas anti jamur sabun yang mengandung

ekstrak lengkuas terhadap jamur uji. Penentuan aktivitas anti jamur

dilakukan dengan melihat kemampuan sabun anti jamur dapat

menghambat pertumbuhan jamur uji penyebab dermatofitosis yaitu M.

canis dan T. mentagrophytes.

Biakan jamur digoreskan pada cawan petri yang telah diisi dengan

agar Sabouraud sebagai media. Setelah itu dibuat lubang dengan

diameter 5 mm kemudian bahan yang akan diuji dimasukkan kedalam

lubang tersebut sampai terisi penuh. Agar yang telah diisi dengan

bahan uji kemudian diinkubasi selama 5 hari didalam inkubator pada

suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, aktivitas anti jamur dapat diamati.

Aktivitas anti jamur ditentukan dengan mengukur diameter hambat

yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar lubang.

Pengujian terhadap jamur uji dilakukan pada produk serta sabun

transparan dengan pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas anti jamur dari sabun

transparan yang dihasilkan terhadap M. canis dan T. mentagrophytes.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

faktor tunggal yang dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor yang dikaji

adalah persentase ekstrak lengkuas dalam formulasi sabun transparan.

Konsentrasi ekstrak lengkuas yang digunakan terdiri dari tiga taraf yaitu 1%,

2% dan 3%. Model rancangan percobaannya (Sudjana, 1994) adalah sebagai

berikut :

Yij = μ + Ai + εi(j)

Dimana :

Yij = variabel yang akan dianalisis pada ulangan ke-j (j=1,2)

μ = Rata – rata secara sebenarnya (nilai tengah populasi)

Ai = Pengaruh pelarut pembawa pada taraf ke-i (i =1,2,3)

εk(ij) = Galat eksperimen

Page 40: F07fit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Analisis Mutu Bahan Baku

Lengkuas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lengkuas

merah yang berumur panen kurang lebih 11 bulan. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999), diketahui bahwa lengkuas

merah memiliki daya antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan

lengkuas putih. Hal ini yang mendasari penggunaan lengkuas merah

sebagai bahan baku pembuatan sabun transparan anti jamur pada

penelitian yang dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kholid (2000), membuktikan bahwa

lengkuas pada umur panen 11 bulan menghasilkan rendemen yang lebih

tinggi dibandingkan dengan lengkuas yang berumur panen 4 bulan. Selain

itu, aktivitas antimikroba lengkuas berumur 11 bulan juga lebih tinggi. Hal

ini disebabkan karena kadar serat, minyak atsiri dan tingkat kepedasan

(pungency) meningkat sesuai dengan tingkat umur lengkuas setelah

penanaman. Tingkat kepedasan ditentukan oleh metil sinamat, sineol,

kamfer, α-pinen, galangin dan eugenol (Darwis et al., 1991). Bahan baku

lengkuas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Bubuk lengkuas

Mutu suatu produk dipengaruhi oleh mutu dari bahan bakunya. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui mutu bahan baku

lengkuas. Analisis yang dilakukan mengacu pada standar Materia Medika

Page 41: F07fit

24

Indonesia II (1978). Pada Tabel 5 dapat diketahui hasil analisis mutu

terhadap bahan baku lengkuas.

Tabel 5. Hasil Analisis Mutu Bahan Baku Spesifikasi Hasil Analisis (%) Kadar Air 7.80 Kadar abu 9.12 Kadar abu tidak larut dalam asam 2.93 Kadar sari larut dalam air 31.22 Kadar sari larut dalam etanol 21.6

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air bahan baku lengkuas

adalah 7.80%. Nilai ini menunjukkan bahwa mutu bahan baku lengkuas

sudah baik karena kadar airnya relatif rendah. Purseglove et al. (1981)

mengemukakan bahwa kadar air yang tinggi akan menyebabkan bahan

yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula

dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini akan menyebabkan

penyimpangan aroma. Selain itu, kadar air yang rendah juga dapat

mengurangi kemungkinan tumbuhnya mikroba penyebab kerusakan

sehingga akan memperpanjang umur simpan bahan baku lengkuas. Fardiaz

et al. (1992), menyebutkan bahwa batas kadar minimal dimana mikroba

dapat tumbuh adalah pada saat kadar air sebesar 14–15%.

Berdasarkan analisis, kadar abu bahan baku lengkuas yang

dihasilkan sebesar 9.12%. Nilai yang diperoleh tersebut melebihi standar

yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 3.9%. Hal ini dapat disebabkan oleh

kandungan mineral yang cukup tinggi pada lahan tanam lengkuas. Adianto

(1993) mengemukakan bahwa kandungan mineral akibat dari proses

pemupukan yang dilakukan mempengaruhi kandungan mineral pada

tanaman yang tumbuh pada suatu lahan tanam. Kadar abu menunjukkan

banyaknya kandungan bahan anorganik yang terdapat dalam suatu bahan.

Secara umum abu didefinisikan sebagai zat anorganik sisa hasil

pembakaran suatu bahan organik.

Kadar abu juga menunjukkan banyaknya kandungan bahan mineral

yang terdapat dalam suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu

bahan terdiri dari garam organik (garam-garam asam mallat, oksalat,

Page 42: F07fit

25

asetat, pektat) dan anorganik (garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat,

nitrat). Selain itu mineral juga dapat berupa persenyawaan kompleks yang

bersifat organik. Adapun komponen yang pada umumnya terdapat pada

senyawa organik alami antara lain fosfor, belerang, natrium, kalium,

kalsium, magnesium, besi mangan dan lain-lain (Wiratakusumah et al.,

1989).

Berdasarkan analisis diperoleh kadar abu tidak larut asam bahan

baku lengkuas sebesar 2.93%. Nilai ini memenuhi standar yang ditentukan

yaitu tidak lebih dari 3.7%. Anonim (1998) menyebutkan bahwa analisis

ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mineral yang tidak larut dalam

asam. Pada umumnya abu yang tidak larut asam adalah silika dan pasir.

Nilai kadar abu tidak larut asam yang rendah pada bahan baku lengkuas

menunjukkan bahwa hanya sedikit jumlah mineral yang tidak larut dalam

asam. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya jumlah mineral pada

lengkuas pada saat proses pencucian yang berulang-ulang. Pada saat

proses pencucian kandungan mineral terlarut dan terbuang bersama air

pencuci menyebabkan berkurangnya kandungan mineral dalam lengkuas.

Nilai kadar sari larut dalam alkohol yang dihasilkan adalah sebesar

21.6%. Nilai ini sesuai dengan standar baku yaitu harus lebih dari 1.7%.

Begitu juga dengan nilai kadar sari larut dalam air sebesar 31.22% yang

berada dalam standar yang ditentukan harus lebih besar 5.2%. Gupta

(1999) dalam Hezmela (2006) menerangkan bahwa kadar sari larut dalam

alkohol dan kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui jumlah

zat berkhasiat yang dapat larut dalam suatu pelarut baik alkohol maupun

air. Semakin tinggi nilai kadar sari yang larut dalam air atau alkohol maka

semakin tinggi pula kandungan zat berkhasiat didalamnya.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa nilai kadar sari larut

dalam air lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari larut dalam alkohol.

Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahan berkhasiat dalam

lengkuas lebih mudah larut didalam air dibandingkan didalam alkohol.

Namun, komponen aktif yang berfungsi sebagai anti jamur merupakan

bahan yang larut dalam alkohol. Hal ini dijelaskan oleh Winholz et al.

Page 43: F07fit

26

(1983) bahwa komponen anti jamur sebagian besar dapat larut dalam

alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol, dan kuersetin.

2. Ekstraksi

Pada umumnya, komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada

minyak atsiri dan oleoresin. Untuk memperoleh zat aktif yang berfungsi

sebagai anti jamur dari lengkuas dapat diperoleh dengan proses ekstraksi.

Ekstraksi ini dijelaskan oleh Walton dan Brown (1998) sebagai suatu cara

untuk memperoleh bagian yang diinginkan pada suatu bahan. Proses

ekstraksi diawali kontak antara pelarut dengan permukaan bahan.

Selanjutnya molekul pelarut memasuki bagian dalam sel dan

mengakibatkan kerusakan sel. Pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel

ini akan menyebabkan pembengkakan protoplasma sel sehingga bahan

yang terkandung dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya.

Proses ekstraksi yang dilakukan untuk memperoleh zat aktif

lengkuas pada penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi

merupakan salah satu metode ekstraksi dingin yang pada prosesnya tidak

dilakukan dengan pemanasan. Metode ini dipilih untuk menghindari

kerusakan bahan aktif dalam lengkuas ketika dilakukan ekstraksi tersebut.

Selain itu, metode ini juga dipilih karena proses ekstraksi yang dilakukan

relatif mudah dan sederhana. Proses ekstraksi dengan metode maserasi

dilakukan dengan merendam bahan baku lengkuas dalam pelarut dengan

perbandingan dan waktu tertentu. Pada penelitian ini, maserasi dilengkapi

dengan pengadukan sehingga diharapkan ekstraksi dapat berlangsung

dengan optimal.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses ekstraksi

adalah ketepatan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pemilihan

pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan

diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa.

Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar,

demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas

Page 44: F07fit

27

tergantung pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik

makin polar pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998).

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etil asetat 60%.

Pelarut ini dipilih karena kemampuannya melarutkan zat-zat aktif dalam

lengkuas. Salah satu zat aktif lengkuas adalah 1-asetoksi khavikol asetat

(ACA) yang telah dibuktikan memiliki kemampuan sebagai zat anti jamur

dan ACA larut dalam pelarut semipolar seperti etil asetat. Sebagian besar

komponen aktif dari lengkuas bersifat polar sehingga diharapkan pelarut

ini diharapkan mampu mengesktrak komponen aktif yang diinginkan.

Proses ekstraksi pada penelitian ini digunakan bahan dan pelarut

dengan perbandingan 1 : 10. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan

proses ekstraksi sehingga diperoleh ekstrak dalam jumlah yang besar.

Azmi (1991) menyebutkan bahwa bahan yang terekstrak akan terus

bertambah dengan penambahan pelarut sehingga semua bahan akan

terekstrak sempurna. Meskipun penambahan jumlah pelarut tidak akan

menambah ekstrak yang dihasilkan setelah komponen terekstrak

sempurna.

Rendemen ekstrak lengkuas yang diperoleh dari proses ekstraksi

adalah sebesar 24.86%. Nilai ini diperoleh dengan membagi filtrat setelah

penguapan dengan banyaknya bubuk lengkuas yang digunakan pada

proses ekstraksi kemudian dibagi dengan 100%. Jumlah rendemen yang

diperoleh biasanya dipengaruhi oleh kondisi bahan, perlakuan

pendahuluan (pencucian, pemotongan, pengeringan dan penggilingan), dan

kondisi ekstraksi.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, penggilingan sebagai perlakuan

pendahuluan akan menghasilkan ukuran partikel tertentu. Walton dan

Brown (1998) mengemukakan bahwa ukuran partikel bahan berpengaruh

terhadap rendemen yang dihasilkan dari suatu ukuran partikel. Ukuran

partikel bahan baku yang digunakan adalah 50 mesh sehingga diharapkan

dapat mengoptimalkan proses ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel,

semakin banyak sel-sel yang dipecahkan, semakin besar luas bidang

kontak antara bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan difusi

Page 45: F07fit

28

komponen aktif keluar sel. Selain itu, semakin kecil ukuran partikel maka

semakin besar kecepatan mencapai kesetimbangan sistem. Hal ini dapat

menyebabkan bahan dengan ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan

ekstrak yang lebih besar pada waktu ekstraksi yang sama.

3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas

Ekstrak lengkuas yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui mutu

dari ekstrak lengkuas tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui

karakteristik dari ekstrak sebelum diaplikasikan dalam produk. Adapun

hasil dari analisis ekstrak lengkuas disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar Spesifikasi Hasil Analisis

pH 4.31 Sisa Pelarut 10.65% Kelarutan dalam Alkohol 80 % 1 : 30

Ekstrak lengkuas yang dihasilkan memiliki pH sebesar 4.31. Nilai

pH ini diukur sebagai derajat keasaman suatu bahan dan berdasarkan nilai

tersebut ditunjukkan bahwa ekstrak lengkuas bersifat asam. Nilai pH ini

kemungkinan dapat menurunkan pH sabun transparan yang cenderung

bersifat basa pada saat ekstrak lengkuas diaplikasikan kedalam sabun

transparan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai sisa pelarut adalah sebesar

10.65%. Analisis sisa pelarut terhadap ekstrak lengkuas dilakukan untuk

mengetahui jumlah pelarut yang masih tersisa atau belum menguap dari

ekstrak. Sisa pelarut pada ekstrak lengkuas belum memiliki standar baku.

Namun dalam Farrell (1990), menyebutkan bahwa sisa pelarut yang

diperbolehkan dalam Federal Food, Drug and Cosmetic Act adalah 30

ppm. Nilai yang diperoleh dari analisis setara dengan 106.500 ppm dan

berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai sisa pelarut ekstrak

lengkuas masih relatif tinggi.

Hustiyani (1994) mengemukakan bahwa tingginya sisa pelarut pada

ekstrak dapat disebabkan karena pelarut mampu mengekstrak lebih banyak

komponen yang dikandung oleh minyak atsiri, sehingga pelarutnya lebih

Page 46: F07fit

29

banyak yang terikat dengan komponen minyak atsiri tersebut. Pelarut yang

terikat dengan komponen minyak atsiri lebih banyak dibandingkan

dengan komponen yang tidak terikat mengakibatkan sedikitnya pelarut

yang menguap pada saat proses penguapan sehingga pelarut yang tersisa

relatif tinggi.

Pengujian kelarutan ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak

dapat larut dalam alkohol 80% pada perbandingan 1 : 30. Kelarutan

didefinisikan oleh Martin et al. (1993) dalam besaran kuantitatif sebagai

konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada temperatur tertentu. Secara

kualitatif, kelarutan didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua zat

atau lebih untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan

dalam etanol ditunjukkan dengan perbandingan jumlah ekstrak dan jumlah

etanol yang dapat melarutkan ekstrak tersebut.

Kelarutan ekstrak ditentukan oleh komponen minyak atsiri yang

sebagai komponen utama ekstrak lengkuas. Guenther (1952)

mengemukakan bahwa minyak atsiri dengan kandungan oxygenated

hyrocarbon tinggi lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan

minyak atsiri yang mengandung oxygenated hyrocarbon rendah. Kelarutan

ekstrak lengkuas ini belum memiliki standar baku namun perbandingan ini

cukup tinggi jika dibandingkan dengan kelarutan minyak atsiri dalam

etanol yang pada umumnya memiliki kelarutan dalam etanol dengan

perbandingan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan banyaknya komponen

lain dalam ekstrak selain minyak atsiri yaitu resin. Meski demikian,

perbandingan kelarutan tersebut masih dikategorikan larut dalam pelarut.

Hal ini diterangkan oleh Anonim (1998) yang menyebutkan bahwa pada

perbandingan 1 : 10-30, bahan masih dikategorikan larut dalam pelarutnya.

Ekstrak lengkuas yang diaplikasikan pada produk sabun adalah

ekstrak yang berupa serbuk. Pembuatan serbuk ini dilakukan untuk

meningkatkan nilai estetika sabun transparan yang dihasilkan. Ekstrak

kental tidak dapat larut dengan baik pada saat ditambahkan dalam bahan-

bahan sabun. Hal ini menyebabkan sabun transparan yang dihasilkan

memiliki penampakan yang kurang menarik. Ekstrak lengkuas yang

Page 47: F07fit

30

berupa serbuk memiliki kelarutan yang lebih baik ketika diaplikasikan

pada sabun, sehingga sabun transparan yang dihasilkan memiliki

penampakan yang lebih baik.

Serbuk lengkuas diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi

yang pada dasarnya berfungsi sebagai pengikat. Bahan pengisi yang

digunakan adalah maltodeksrin sebesar 12%. Serbuk lengkuas diperoleh

melalui proses pengeringan dengan pengering semprot (spray dryer) dan

menghasilkan rendemen sebesar 19.10%.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan

Pada pembuatan sabun transparan dilakukan penambahan ekstrak

lengkuas dalam tiga tingkat konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 3%. Konsentrasi

ini dipilih berdasarkan rentang konsentrasi ekstrak lengkuas yang efektif

menghambat pertumbuhan M. canis dan T. Mentagrophytes. Hezmela

(2006) melakukan penelitian untuk menentukan rentang nilai konsentrasi

ekstrak yang optimal untuk menghambat pertumbuhan kedua jamur uji

tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rentang

konsentrasi ekstrak untuk menghambat pertumbuhan M. canis adalah

0.3%-5%, sedangkan untuk T. Mentagrophytes adalah 0.5%-10%. Selain

itu, pemilihan konsentrasi ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini

juga didasarkan pada rentang konsentrasi bahan aktif sabun yang berada

dipasaran.

Tahap awal dari pembuatan sabun transparan adalah mereaksikan

asam stearat dengan fase asam lemak dengan NaOH. Asam stearat

dilelehkan dengan pemanasan sampai asam stearat tersebut mencair.

Proses pelelehan ini dilakukan untuk mempermudah terjadinya reaksi.

Selanjutnya ditambahkan minyak kelapa dan minyak jarak. Minyak kelapa

mengandung asam lemak dominan yaitu asam laurat sebesar 44-53% yang

berfungsi untuk memadatkan dan membentuk busa yang lembut.

Sedangkan asam lemak dominan yang terkandung dalam minyak jarak

berperan dalam transparansi sabun.

Page 48: F07fit

31

Setelah asam stearat dan minyak homogen kemudian ditambahkan

larutan NaOH 30% pada suhu 60-70oC. Pada saat penambahan NaOH ini

adonan akan menjadi keras dan lengket yang menunjukkan terbentuknya

stock sabun. Pengadukan terus dilakukan sampai homogen kemudian

dilakukan penambahan gliserin sehingga pengadukan lebih mudah

dilakukan. Gliserin berfungsi sebagai humektan atau pelembab dan

berperan juga pada transparansi sabun. Selanjutnya dilakukan penambahan

alkohol sebagai pelarut yang juga memiliki peran dalam transparansi

sabun.

Proses pembuatan sabun transparan dilanjutkan dengan penambahan

sukrosa secara bertahap sambil terus dilakukan pengadukan hingga

sukrosa larut sempurna. Penambahan sukrosa ini menyebabkan

transparansi sabun semakin terlihat karena sukrosa berperan dalam

transparansi sabun. Selain itu sukrosa juga dapat memberikan kekerasan

yang baik pada sabun transparan. Pada tahap ini suhu dijaga 60-70oC,

begitu juga dengan pengadukan untuk menghindari penggumpalan dan

karamelisasi sukrosa akibat dari proses pemanasan sehingga dapat

menimbulkan warna coklat pada sabun.

Setelah sukrosa larut dan larutan menjadi homogen selanjutnya

ditambahkan coco-DEA, NaCl, ekstrak lengkuas dan air. DEA berfungsi

sebagai surfaktan dan penstabil busa. Sedangkan NaCl selain berperan

pada proses pembusaan juga berfungsi untuk menurunkan konsentrasi

elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi

sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses

pemanasan. Penambahan ekstrak dilakukan setelah sebelumnya dilarutkan

dalam air. Pada saat penambahan ekstrak ini suhu harus dijaga maksimal

40oC untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada

komponen bioaktif lengkuas. Pengadukan terus dilakukan sampai semua

bahan homogen. Selanjutnya sabun dituangkan dalam cetakan dan

didiamkan selama ± 24 jam pada suhu ruang. Sabun transparan yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 49: F07fit

32

Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi ekstrak lengkuas

Beberapa hal yang harus diperhatikan dan menentukan keberhasilan

dalam pembuatan sabun transparan yaitu pengadukan dan suhu.

Pengadukan sedapat mungkin dilakukan dengan kecepatan konstan dan

suhu harus selalu dijaga maksimal 80oC. Pengadukan yang terlalu lambat

dan suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan penggumpalan.

Sedangkan pengadukan yang terlalu cepat dan suhu yang terlalu tinggi

akan mengakibatkan terjadinya pembentukan busa yang berlebihan.

2. Karakteristik Sabun Transparan

Pengujian karakteristik sabun transparan dilakukan untuk

mengetahui mutu sabun yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan

merupakan sifat kimia dan fisik antara lain kadar air dan zat menguap,

jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam

alkohol, bahan tidak larut dalam alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung

sebagai kadar NaOH, minyak mineral ditambah dengan pengukuran nilai

pH, kestabilan busa, dan kestabilan emulsi serta kekerasan produk.

a. Kadar Air

Pengukuran kadar air pada sabun transparan menghasilkan

kisaran nilai 17.44%-17.46%. Nilai kadar air sabun transparan dengan

konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara berurutan adalah

17.44%, 17.46% dan 17.46%. Sedangkan kadar air pada sabun

pembanding (Deo Transparan) adalah sebesar 24.18%. Rekapitulasi

data hasil analisis kadar air disajikan pada Lampiran 13a.

Page 50: F07fit

33

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 10b) diketahui bahwa

kadar air tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak

lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak

mempengaruhi kadar air sabun transparan yang dihasilkan. Kadar air

ini tidak dipengaruhi oleh ekstrak lengkuas karena konsentrasi ekstrak

yang ditambahkan relatif rendah dan tidak terlalu berbeda antara satu

dengan yang lainnya.

Pengukuran kadar air pada sabun dilakukan untuk mengetahui

jumlah air dalam sabun berkaitan dengan efisiensi pada saat

pemakaian. Berdasarkan syarat mutu SNI (1994) ditetapkan bahwa

kadar air sabun batangan memiliki batas yaitu maksimal 15%.

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kadar sabun

transparan yang dihasilkan lebih tinggi dari standar mutu yang

ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam sabun

masih cukup tinggi. Spitz (1996), menyebutkan bahwa banyaknya air

yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan

sabun dalam air pada saat digunakan. Semakin banyak air yang

terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut

pada saat digunakan.

b. Jumlah Asam Lemak

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 11a) diketahui bahwa

jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun transparan dengan

konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% berturut-turut adalah

41.89%, 36.64%, dan 35.72%. Analisis jumlah asam lemak juga

dilakukan terhadap sabun pembanding (Deo Transparan) sebesar

49.11%. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak

lengkuas terhadap jumlah asam lemak pada sabun transparan.

Page 51: F07fit

34

Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan

jumlah asam lemak

Jumlah asam lemak dalam sabun ditentukan dalam SNI (1994)

minimal sebesar 70%. Artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai

bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini

dimaksudkan untuk mengefisienkan proses pembersihan kotoran

berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi

biasanya ditambahkan untuk memberi bentuk yang kompak dan padat,

melembabkan, menambah zat gizi dan lain-lain. Pada pembuatan

sabun transparan ini digunakan beberapa asam lemak antara lain asam

stearat, asam laurat yang merupakan asam lemak dominan pada

minyak kelapa serta asam lemak yang dominan pada minyak jarak.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa

faktor konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 0.05) terhadap sabun yang dihasilkan dengan

kecenderungan asam lemak menurun seiring dengan penambahan

ekstrak lengkuas. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11c)

diperoleh bahwa jumlah asam lemak antar konsentrasi ekstrak

lengkuas saling berbeda nyata. Rata-rata jumlah asam lemak sabun

transparan tertinggi adalah pada penambahan ekstrak lengkuas dengan

konsentrasi 1% dan sabun transparan dengan penambahan ekstrak 3%

memiliki jumlah asam lemak yang paling rendah.

Jumlah asam lemak yang diperoleh dari analisis yang dilakukan

berada dalam kisaran 35.72% - 41.89%. Rentang nilai ini belum

41.89

36.6435.72

32.0033.0034.0035.0036.0037.0038.0039.0040.0041.0042.00

Jum

lah

Asam

Lem

ak (%

)1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Page 52: F07fit

35

memenuhi batas minimum kriteria mutu sabun yang ditetapkan oleh

SNI yaitu minimal 70%. Hal ini disebabkan karena dalam formulasi

sabun transparan ditambahkan beberapa bahan tambahan yang

berfungsi sebagai pelembab dan bahan yang dapat meningkatkan

transparansi. Selain itu ekstrak lengkuas ditambahkan juga sebagai

bahan tambahan yang berfungsi sebagai anti jamur. Peningkatan

konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan menyebabkan

penurunan jumlah asam lemak dalam sabun transparan yang

dihasilkan. Jumlah asam lemak yang rendah ini menyebabkan sabun

transparan akan cepat habis ketika digunakan.

c. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan

Kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang

dihasilkan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2%, dan 3%

berturut-turut 1.80%, 2.69%, dan 3.61%. Sedangkan analisis untuk

sabun pembanding (Deo Transparan) diperoleh kadar fraksi tak

tersabunkan sebesar 2.61%. Menurut SNI (1994), kadar fraksi tak

tersabunkan yang diperbolehkan dalam sabun adalah maksimal 2.5%.

Dari hasil analisis yang diperoleh dapat diketahui bahwa kadar

fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang mengandung

ekstrak lengkuas 1% memenuhi kriteria mutu SNI. Sedangkan untuk

sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2% dan 3% berada diatas

standar yang ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis keragaman

(Lampiran 12b) perbedaan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun

transparan menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat

kepercayaan 95% (α=0.05). Gambar 8 berikut menyajikan hubungan

antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak

tersabunkan pada sabun transparan.

Page 53: F07fit

36

Gambar 8. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kadar fraksi tak tersabunkan

Fraksi tak tersabunkan berkaitan dengan zat-zat yang sering

terdapat dalam minyak atau lemak yang tak dapat tersabunkan oleh

hidrokarbon-hidrokarbon alkali dan tidak dapat larut dalam air. Zat-zat

tersebut biasanya berupa sterol, zat warna, dan hidrokarbon (Depkes

RI, 1962). Selanjutnya Spitz (1996) menyebutkan bahwa kadar fraksi

tak tersabunkan menunjukkan jumlah komponen yang tak tersabunkan

karena tidak bereaksi atau tidak berikatan dengan alkali (Natrium)

pada proses pembuatan sabun. Fraksi tak tersabunkan ini dapat

mengurangi kemampuan sabun pada saat proses membersihkan atau

dengan kata lain dapat menghambat daya detergensi sabun.

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12c) menunjukkan bahwa

fraksi tak tersabunkan pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas

1%, 2%, dan 3% saling berbeda nyata dan memiliki kecenderungan

semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah ekstrak

lengkuas yang ditambahkan. Hal ini disebabkan karena kandungan zat

warna yang terdapat pada ekstrak lengkuas. Semakin tinggi jumlah

ekstrak yang ditambahkan maka akan semakin tinggi pula kadar

pigmen atau zat warna lengkuas yang tercampur sehingga akan

meningkatkan kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang

dihasilkan.

1.80

2.69

3.61

0.000.501.001.502.002.503.003.504.00

Kada

r Fr

aksi

Tak

Te

rsab

unka

n (%

)1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Page 54: F07fit

37

d. Bagian Tidak Larut Dalam Alkohol

Pengujian terhadap bagian tidak larut alkohol sabun transparan

dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, dan 3% berturut-turut adalah

1.18%, 2.32% dan 2.88%. Sedangkan bagian tidak larut dalam alkohol

pada sabun pembanding (Deo Transparan) adalah 0.93%. Bagian tidak

larut dalam alkohol dalam sabun yang ditentukan dalam SNI (1994)

adalah maksimal 2.5%.

Bagian tak larut dalam alkohol pada sabun transparan yang

dihasilkan secara umum telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan

yaitu pada sabun yang mengandung ekstrak 1% dan 2%. Sedangkan

sabun transparan yang mengandung ekstrak 3% berada sedikit diatas

nilai maksimal yang ditentukan dalam SNI. Dalam ASTM D 460

(2002) dijelaskan bahwa bahan yang tidak larut dalam alkohol meliputi

garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat serta pati.

Selanjutnya Ketaren (1986) menambahkan bahwa protein juga

merupakan bahan yang tidak larut dalam alkohol.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 13b) menunjukkan bahwa

konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata pada tingkat

kepercayaan 95% (α=0.05) terhadap bagian tak larut dalam alkohol

pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman dapat

dilihat pada Lampiran 13b. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan

(Lampiran 13c) bagian tidak larut dalam alkohol pada setiap tingkat

konsentrasi ekstrak saling berbeda nyata. Hubungan antara konsentrasi

ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol sajikan pada

Gambar 9.

Page 55: F07fit

38

Gambar 9. Hubungan konsentrasi ekstrak lengkuas dengan bagian tidak larut dalam alkohol

Gambar 9 memperlihatkan kenaikan ekstrak lengkuas

mengakibatkan peningkatan nilai bagian tidak larut dalam alkohol

pada sabun transparan. Peningkatan bagian tidak larut dalam alkohol

ini disebabkan oleh kandungan pati dan protein dalam lengkuas.

Samidi (1987) menyebutkan bahwa berdasarkan bobot kering rimpang

lengkuas merah mengandung pati 35,13%, dan berkadar protein

7,43%. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan-bahan yang tidak larut

dalam alkohol sehingga dengan peningkatan jumlah ekstrak lengkuas

yang ditambahkan dalam sabun maka pati dan protein yang tercampur

pada sabun transparan juga akan semakin tinggi. Selain itu, ekstrak

lengkuas yang ditambahkan mengandung bahan pengikat berupa pati

yaitu maltodekstrin. Hal ini juga yang mengakibatkan bagian tidak

larut dalam alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan akan

mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan ekstrak lengkuas

yang ditambahkan.

e. Kadar Alkali Bebas Yang Dihitung Sebagai NaOH

Pada penelitian ini, kadar alkali bebas pada sabun transparan

dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut adalah

0.12%, 0.13% dan 0.10%. Dalam SNI (1994) telah ditentukan bahwa

kadar alkali bebas tidak lebih dari 0.1%. Alkali bebas adalah alkali

1.18

2.32

2.88

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

Bagi

an T

idak

Lar

ut d

alam

Al

koho

l (%

)1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Page 56: F07fit

39

dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali

dalam sabun mandi ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit.

Kadar alkali bebas pada sabun yang dihasilkan untuk konsentrasi

3% telah memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan oleh SNI. Tetapi

untuk sabun transparan yang mengandung ekstrak 1% dan 2% kadar

alkali bebas pada sabun berada diatas standar mutu meski tidak terlalu

tinggi. Kelebihan alkali pada sabun biasanya disebabkan oleh

konsentrasi alkali yang terlalu pekat atau penambahan alkali yang

terlalu berlebihan pada proses penyabunan.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 14b) menunjukkan bahwa

perbedaan kadar alkali bebas pada sabun transparan ini tidak berbeda

nyata pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) untuk masing-masing

faktor konsentrasi ekstrak lengkuas. Hal ini berarti bahwa pengaruh

perlakuan penambahan ekstrak lengkuas pada formulasi sabun

transparan adalah sama untuk kadar alkali bebas yang dihitung sebagai

NaOH dari sabun transparan yang dihasilkan.

f. Minyak Mineral

Analisis minyak mineral dalam sabun dilakukan untuk

mengetahui kemungkinan ada tidaknya kandungan minyak mineral

dalam sabun. SNI (1994) menyebutkan bahwa kandungan minyak

mineral ini tidak diperbolehkan berada dalam sabun. Minyak mineral

adalah minyak yang berasal dari penguraian bahan organik oleh jasad

renik seperti minyak bumi dan turunannya.

Pada saat analisis dilakukan, keberadaan minyak mineral ini

ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Berdasarkan hasil analisis

diketahui bahwa sabun transparan yang dihasilkan tidak mengandung

minyak mineral. Begitu juga dengan sabun yang beredar dipasaran

(Deo Transparan) yang juga memberikan hasil negatif pada saat

dianalisis. Hal ini menunjukkan bahwa sabun transparan tersebut telah

memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan.

Page 57: F07fit

40

g. pH

Nilai pH yang diperoleh dari hasil analisis terhadap sabun

transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3%

adalah 10.63, 10.31, dan 10.09. Sedangkan untuk produk pembanding

diperoleh pH sebesar 10.21. Kisaran nilai pH ini memenuhi kriteria

mutu yang ditetapkan. Menurut ASTM D 1172-95 (2002), standar pH

untuk sabun mandi adalah sebesar 9-11. Berikut adalah gambar yang

menyajikan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas yang

ditambahkan pada sabun dengan nilai pH.

Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan pH

Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa nilai pH memiliki

kecenderungan menurun seiring dengan penambahan ekstrak lengkuas.

Hal ini disebabkan oleh sifat ekstrak lengkuas yang bersifat asam.

Penambahan ekstrak lengkuas akan menurunkan nilai pH ketika

penambahan konsentrasi ekstrak lengkuas ditingkatkan dalam sabun.

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 16b), nilai pH yang

dihasilkan berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak

lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Uji lanjut Duncan

(Lampiran 16c) terhadap pH menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak

lengkuas 1% berbeda nyata dengan pH yang dihasilkan oleh sabun

yang mengandung ekstrak lengkuas 3%. Sedangkan pH sabun

transparan pada konsentrasi 2% tidak berbeda nyata dengan pH sabun

transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% dan 3%.

10.63

10.31

10.09

9.809.90

10.0010.1010.2010.30

10.4010.5010.6010.70

pH

1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Page 58: F07fit

41

Pengukuran nilai pH dilakukan untuk mengetahui sabun yang

dihasilkan bersifat asam atau basa. Pada umumnya sabun memiliki

sifat basa, pH yang terlalu rendah dapat meningkatkan daya absorbsi

kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit. Nilai pH yang tinggi

juga seringkali dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit.

Pada saat kulit terkena sabun, pH kulit akan naik beberapa menit

setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.

Pengasaman kembali akan terjadi setalah 5-10 menit dan setelah itu pH

kulit akan normal kembali. Pada dasarnya sifat iritasi pada kulit bukan

disebabkan oleh tinggi atau rendahnya nilai pH. Wasitaatmaja (1997)

menyebutkan bahwa pada tahun-tahun terakhir beberapa peneliti

membuktikan bahwa yang mempengaruhi sifat iritasi pada kulit adalah

lamanya kontak sabun dengan kulit dan daya absorbsi kulit terhadap

sabun.

h. Stabilitas Busa

Nilai stabilitas busa yang diperoleh pada sabun transparan

dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut

adalah 64.38%, 62.29% dan 62.08%. Sedangkan sabun pembanding

(Deo Transparan) memiliki stabilitas busa sebesar 86.19%.

Rekapitulasi data analisis stabilitas busa ini disajikan pada Lampiran

(17a).

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 17b) dapat diketahui

bahwa nilai stabilitas busa tidak berbeda nyata terhadap perubahan

konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05).

Hal ini menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak

mempengaruhi stabilitas busa dari sabun yang dihasilkan.

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan

mutu produk-produk deterjen terutama sabun mandi. Busa adalah suatu

struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara

terbungkus dalam lapisan-lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang

distabilkan oleh suatu zat pembusa (Martin et al., 1993). Dalam

Page 59: F07fit

42

pembuatan sabun transparan ini ditambahkan surfaktan yang juga

berperan dalam kestabilan busa yaitu coco-DEA (Dietanolamida).

Pada penggunaannya, busa berperan dalam proses pembersihan dan

melimpahkan wangi sabun pada kulit.

i. Stabilitas Emulsi

Nilai stabilitas emulsi yang diperoleh berdasarkan hasil analisis

berkisar antara 87.61%-88.11%. Nilai stabilitas emulsi tertinggi adalah

pada sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1%

(88.11%) dan stabilitas terendah adalah sabun transparan dengan

ekstrak lengkuas 3% (87.61%). Sedangkan sabun transparan dengan

ekstrak lengkuas 2% memiliki stabilitas emulsi sebesar 87.73%.

Analisis stabilitas emulsi yang dilakukan terhadap sabun pembanding

(Deo Transparan) adalah sebesar 81.70%.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 18b) menunjukkan bahwa

nilai stabilitas emulsi tidak berbeda nyata terhadap perubahan

konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada tingkat kepercayaan 95%

(α=0.05). Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi tidak

dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan

dalam sabun transparan. Salah satu bahan yang berpengaruh terhadap

stabilitas emulsi adalah emulsifier. Konsentrasi coco-DEA yang

ditambahkan sebagai emulsifier kedalam sabun adalah tetap sehingga

nilai stabilitas emulsi relatif tetap.

Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan

mempunyai pengaruh besar terhadap mutu suatu produk emulsi.

Kestabilan emulsi ini berperan juga untuk mempertahankan konsistensi

produk emulsi selama penyimpanan. Menurut Suryani et.al (2002),

sabun padat termasuk dalam emulsi tipe w/o (water in oil). Emulsi

yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan

warna dan memiliki konsistensi yang tetap.

Page 60: F07fit

43

j. Kekerasan

Berdasarkan analisis yang dilakukan, nilai kekerasan yang

diperoleh berkisar antara 2.85 mm/detik hingga 2.91 mm/detik.

Adapun nilai yang diperoleh dalam konsentrasi 1%, 2% dan 3% secara

berturut-turut adalah 2.85 mm/detik, 2.87 mm/detik dan 2.91

mm/detik. Sedangkan analisis kekerasan pada produk pembanding

adalah 4.65 mm/detik.

Analisis keragaman (Lampiran 19b) menunjukkan bahwa tingkat

kekerasan tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak

lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak

mempengaruhi kekerasan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari

hasil analisis menunjukkan penurunan tingkat kekerasan pada sabun

transparan yang dihasilkan.

Kekerasan sabun memiliki peran untuk meningkatkan efisiensi

sabun ketika digunakan. Hal ini berkaitan dengan kadar air dalam

sabun dimana semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka

tingkat kekerasan sabun akan menurun. Banyaknya air dalam sabun

akan menyebabkan sabun mudah larut dalam air sehingga akan

semakin cepat habis pada saat digunakan. Kekerasan sabun juga

dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam sabun.

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak mengandung

ikatan rangkap yang biasanya berbentuk padat dalam ruang sehingga

dapat membentuk kekerasan pada sabun. Semakin banyak jumlah asam

lemak jenuh maka sabun yang dihasilkan juga akan semakin keras.

Pengukuran tingkat kekerasan pada sabun transparan ini

dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan

penetrometer. Tingkat kekerasan ditentukan dengan mengukur

kedalaman penetrasi jarum penetrometer terhadap sabun. Kedalaman

ini biasanya dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari nilai yang

tercantum pada skala penetrometer. Semakin tinggi kedalaman

penetrasi jarum menunjukkan bahwa suatu sampel semakin lunak.

Page 61: F07fit

44

3. Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji

Kandungan aktif dalam lengkuas diduga memiliki fungsi anti jamur

penyebab penyakit kulit. Pada penelitian ini dilakukan uji anti jamur

terhadap ekstrak lengkuas yang diaplikasikan dalam formulasi sabun

transparan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya anti jamur dari sabun

transparan yang dihasilkan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa produk sabun

transparan yang mengandung ekstrak lengkuas mampu menghambat

pertumbuhan jamur uji. Pada sampel yang berupa sabun batangan diameter

hambat terhadap jamur uji mencapai lebih dari 40 mm. Bahkan pada

Lampiran 21 dan Lampiran 22 terlihat bahwa sabun batangan yang diuji

tidak terdapat jamur uji atau dengan kata lain kedua jamur penyebab

penyakit kulit tersebut tidak tumbuh sama sekali. Hal ini menunjukkan

bahwa sabun yang mengandung ekstrak lengkuas dapat menghambat

pertumbuhan jamur sehingga jamur uji tidak tumbuh. Nostro et al. (2000)

menyebutkan bahwa ekstrak yang memiliki diameter hambat sebesar >12

mm, merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas anti jamur sangat tinggi.

Diameter hambat sabun transparan yang mengandung ekstrak

lengkuas 1% terhadap T. mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1000

ppm, 3000 ppm, dan 5000 secara berurutan adalah 5 mm,7 mm dan 9 mm.

Nilai diameter hambat terhadap M. canis pada setiap tingkat pengenceran

secara berurutan adalah 5 mm, 7 mm, 10.67 mm. Grafik berikut

menyajikan daya hambat sabun transparan yang mengandung ekstrak

lengkuas 1% terhadap jamur uji.

Gambar 11. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1% terhadap jamur uji

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm

Tingkat Pengenceran

Dia

met

er H

amba

t (m

m)

T. mentagrophytes M. canis

Page 62: F07fit

45

Grafik tersebut menggambarkan bahwa sabun transparan yang

mengandung ekstrak lengkuas 1% mampu menghambat pertumbuhan

kedua jamur uji. Pada tingkat pengenceran 1000 ppm dan 3000 ppm,

diameter hambat menunjukkan bahwa pada tingkat tersebut sabun

memiliki daya hambat yang sama terhadap jamur uji. Diameter hambat

yang mulai menunjukkan adanya aktivitas menghambat pertumbuhan

jamur terlihat pada tingkat pengenceran 3000 ppm dimana diameter

hambat mencapai 7 mm. Diameter hambat minimum yang menunjukkan

adanya aktivitas mikroba adalah > 6 mm (Nostro et al., 2000).

Berdasarkan grafik juga dapat diketahui bahwa daya hambat sabun

transparan meningkat seiring dengan peningkatan tingkat pengenceran.

Pada tingkat pengenceran 5000 ppm, hambat sabun terhadap M. canis

menunjukkan diameter hambat yang lebih besar dibandingkan dengan T.

mentagrophytes.

Sabun transparan yang mengandung ekstrak 2% memiliki diameter

hambat sebesar 6 mm (1000 ppm), 8.33 mm (3000 ppm) dan 11 mm (5000

ppm) terhadap T. mentagrophytes. Sedangkan diameter hambat terhadap

M. canis pada pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm secara

berurutan adalah 5 mm, 12 mm, dan 14.33 mm. Daya hambat sabun

transparan dengan ekstrak lengkuas 2% disajikan pada grafik berikut :

Gambar 12. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 2% terhadap jamur uji

Berdasarkan nilai diameter hambat, diketahui bahwa sabun

transparan dengan ekstrak lengkuas 2% mampu menghambat pertumbuhan

T. mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1000 ppm. Sedangkan daya

0.002.00

4.006.00

8.0010.00

12.0014.00

16.00

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm

Tingkat Pengenceran

Diam

eter

Ham

bat (

mm

)

T. mentagrophytes M.canis

Page 63: F07fit

46

hambat terhadap M. canis ditunjukkan pada pengenceran 3000 ppm.

Berdasarkan grafik yang disajikan, terlihat bahwa peningkatan tingkat

pengenceran menunjukkan peningkatan daya hambat terhadap jamur uji.

Diameter hambat memperlihatkan bahwa T. mentagrophytes lebih dahulu

dihambat pertumbuhannya oleh sabun. Meski demikian, nilai diameter

yang menunjukkan mulainya penghambatan terhadap M. canis memiliki

nilai yang lebih tinggi.

Diameter hambat terhadap T. mentagrophytes dari sabun transparan

yang mengandung ekstrak lengkuas 3% pada pengenceran 1000 ppm,

3000 ppm dan 5000 ppm secara berurutan adalah 7 mm, 9.33 mm dan 14

mm. Pada setiap tingkat pengenceran, diameter hambat terhadap M. canis

adalah 10.67 mm, 13.67 mm dan 18 mm. Berikut disajikan grafik yang

menggambarkan daya hambat sabun yang mengandung ekstrak lengkuas

3% terhadap jamur uji.

Gambar 13. Grafik daya hambat sabun transparan dengan ektrak lengkuas 3% terhadap jamur uji

Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan

tingkat pengenceran akan meningkatkan daya hambat sabun terhadap

jamur uji. Nilai diameter hambat menunjukkan kedua jamur uji mulai

terhambat pada tingkat pengenceran 1000 ppm. Namun daya hambat

terhadap M. canis lebih tinggi dibandingkan dengan T. mentagrophytes.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian daya anti jamur terhadap 2

jamur penyebab penyakit mikosis superfisial dari golongan dermatofita

yaitu T. mentagrophytes dan M. canis. Penyakit yang disebabkan oleh

jamur golongan dermatofita ini biasanya disebut dengan dermatofitosis.

0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.0020.00

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm

Tingkat Pengenceran

Dia

met

er H

amba

t (m

m)

T. mentagrophytes M. canis

Page 64: F07fit

47

Volk dan Wheeler (1984), menyebutkan bahwa jasad penyebab

dermatofitosis adalah organisme-organisme yang berhubungan erat yang

menggunakan keratin (terdapat pada kulit, rambut dan kuku) untuk

pertumbuhannya.

T. mentagrophytes merupakan salah satu jamur yang menyebabkan

penyakit Tinea Corporis. Penyakit ini berupa kadas kulit halus yang

ditandai dengan luka bundar dengan batas yang mengandung bintik-bintik.

Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh M. canis adalah Tinea Capitis

atau kadas kulit kepala. Penyakit ini muncul sebagai perluasan gelang-

gelang dikulit kepala dengan organisme tumbuh didalam dan pada rambut.

Akibat dari penyakit ini adalah terjadinya peradangan yang menyebabkan

luka-luka dalam yang bila sembuh akan menimbulkan bekas dan hilangnya

rambut secara permanen.

Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan diketahui bahwa

diameter hambat sabun transparan terhadap M. canis berkisar antara 5 mm

hingga 18 mm. Sedangkan diameter hambat terhadap T. mentagrophytes

menunjukkan hasil dengan kisaran 5-14 mm. Kisaran nilai diameter

hambat menunjukkan bahwa M. canis lebih mudah dihambat

pertumbuhannya dibandingkan dengan T. mentagrophytes. Hal ini

diketahui dari kemampuan sabun transparan yang mengandung ekstrak

lengkuas menghambat pertumbuhan M. canis lebih baik dari pada T.

mentagrophytes. Hal ini juga menunjukkan bahwa Microsporum canis

lebih sensitif terhadap senyawa anti jamur lengkuas.

Berdasarkan morfologinya, M. canis memiliki dinding spora yang

tebal dan fase pertumbuhan dari jamur ini tergolong lambat. Sebaliknya,

T. mentagrophytes memiliki dinding spora yang lebih tipis dengan fase

pertumbuhan yang relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan M. canis

(Anonim, 2006). Fase pertumbuhan dari jamur ini berkaitan dengan

kecepatan germinasi spora yang berpengaruh terhadap daya anti jamur.

Horsfall (1956) mengemukakan bahwa kecepatan germinasi spora

berpengaruh terhadap kemampuan anti jamur dalam menghambat

pertumbuhan jamur.

Page 65: F07fit

48

Griffin (1981), menerangkan bahwa jamur yang memiliki germinasi

spora yang cepat akan lebih sulit dihambat pertumbuhannya oleh suatu zat

anti jamur bila dibandingkan dengan jamur yang bergerminasi lebih

lambat. M. canis yang memiliki fase pertumbuhan dengan germinasi yang

lambat mengakibatkan kecepatan senyawa anti jamur lebih dahulu

berpenetrasi kedalam sel jamur sebelum spora bergerminasi. Hal ini yang

menyebabkan M. canis dapat dihambat lebih baik oleh senyawa anti jamur

dibandingkan dengan T. mentagrophytes.

Selanjutnya Harborne (1987) menyebutkan bahwa senyawa aktif

yang berfungsi sebagai anti jamur antara lain eugenol, kaemferol,

kuersetin, galangin serta asetoksicavikol asetat. Senyawa ini merupakan

senyawa aktif yang terdapat pada lengkuas. Adapun rumus bangun dari

senyawa anti jamur lengkuas dapat dilihat pada Gambar 14.

(a) Eugenol (b) Kaemferol (c) Kuersetin

(d) Galangin (e) Asetoksi khavikol Asetat

Gambar 14. Rumus bangun senyawa aktif anti jamur dalam lengkuas (Harborne, 1987)

Senyawa anti jamur pada sabun transparan yang mengandung ekstrak

lengkuas bekerja dengan menimbulkan ketidakteraturan membran

sitoplasma jamur. Beberapa senyawa aktif anti jamur pada lengkuas adalah

golongan senyawa fenolik. Harborne (1987) menerangkan bahwa senyawa

fenolik mampu membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan

CH2CH=CH2

OCH3

OH

CH2CH=CH2

OCH3

OH

OHO

OH OOH

OHO

OH OOH

HO O

OH OOH

OH

OHHO O

OH OOH

OH

OH

HOO

OH OOH

HOO

OH OOH

Page 66: F07fit

49

hidrogen. Senyawa ini berikatan dengan asam amino dari protein

kemudian akan membentuk produk konjugasi yang bersifat hidrofilik.

Terbentuknya produk konjugasi ini akan mengakibatkan terhambatnya

metabolisme sel. Senyawa yang terbentuk mengubah struktur asam amino

yang fungsinya adalah untuk metabolisme sel. Ketidakseimbangan

metabolik ini dapat menghambat pertumbuhan atau menimbulkan

kematian sel jamur.

Susunan utama dari membran sitoplasma anti jamur yang terdiri dari

protein dan lemak bersifat rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan

tegangan permukaan yaitu bahan yang memiliki grup lipofil dan hidrofil

(Siswandono dan Soekardjo, 1995). Senyawa anti jamur dari lengkuas ini

memiliki grup lipofil dan hidrofil dalam molekulnya sehingga memiliki

kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan. Membran

sitoplasma yang rentan terhadap bahan yang dapat menurunkan tegangan

seperti senyawa aktif dalam lengkuas menyebabkan kerusakan pada

membran tersebut. Kerusakan pada membran ini memungkinkan ion

anorganik yang penting seperti nukleotida, koenzim dan asam amino

keluar sel. Selain itu, kerusakan membran sel juga dapat mencegah

masuknya bahan-bahan penting kedalam sel sehingga kebutuhan sel tidak

terpenuhi dan metabolisme sel juga akan terganggu.

4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui penerimaan

konsumen terhadap sabun transparan yang hasilkan. Uji organoleptik yang

dilakukan pada penelitian ini adalah uji kesukaan atau uji hedonik. Panelis

yang diminta penilaiannya adalah kelompok panelis tidak terlatih. Dalam

uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya tentang

tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk secara umum.

Pada penelitian ini, uji hedonik dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sabun transparan dengan

penambahan ekstrak lengkuas pada konsentrasi 1%, 2% dan 3%. Uji

kesukaan ini dilakukan terhadap warna/transparansi, tekstur, kesan kesat

Page 67: F07fit

50

dan aroma. Skala penilaian yang digunakan pada uji hedonik ini adalah 1

sampai 5 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang.

a. Tingkat Kesukaan Terhadap Warna/transparansi

Pada sabun transparan, warna/transparansi merupakan parameter

penting yang mempengaruhi penilaian konsumen terhadap produk

sabun transparan yang dihasilkan. Penilaian kesukaan ini dilakukan

secara visual oleh panelis terhadap sabun transparan. Pada sabun

dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1% sebagian besar (66.67%)

panelis menyatakan suka terhadap warna. Sedangkan panelis yang

menyatakan sangat suka sebesar 23,33% dan yang menyatakan biasa

adalah sebesar 10%.

Panelis menyatakan respon biasa terhadap warna pada sabun

dengan ekstrak 2% sebesar 53.33%, suka (23.33%), sangat suka

(6.67%) dan 16.67% panelis menyatakan tidak suka. Sabun dengan

konsentrasi ekstrak 3% memperoleh respon biasa dengan persentase

terbesar yaitu 56.67%, 30% panelis menyatakan tidak suka dan panelis

yang menyatakan suka dan sangat tidak suka masing-masing sebesar

6.67%. Gambar 15 berikut menyajikan respon kesukaan panelis

terhadap warna sabun transparan pada setiap tingkat konsentrasi

ekstrak lengkuas.

Gambar 15. Penilaian kesukaan panelis perhadap warna

6.6716.67

30.00

10.00

53.33

56.67

66.67

23.33

6.6723.33

6.67

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Frek

uans

i Kes

ukaa

n

sangat sukasukabiasatidak sukasangat tidak suka

Page 68: F07fit

51

Berdasarkan Gambar 15 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian

besar panelis yang menyatakan sangat suka dan suka adalah pada

sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%. Hasil analisis

keragaman (23c) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak

lengkuas berbeda nyata terhadap penilaian kesukaan warna panelis

pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran

23d) menyatakan bahwa penilaian kesukaan panelis pada setiap

konsentrasi ekstrak lengkuas saling berbeda nyata.

Berdasarkan rata- rata penilaian pada uji Duncan, dapat diketahui

juga bahwa untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 1%

panelis cenderung menyatakan suka hingga sangat suka. Pada sabun

dengan ekstrak 2% menyatakan biasa hingga suka, dan untuk sabun

dengan ekstrak 3% panelis cenderung menyatakan biasa. Penambahan

ekstrak lengkuas yang berwarna kecoklatan dan agak keruh

mengakibatkan berkurangnya transparansi pada sabun transparan. Hal

ini yang menyebabkan penilaian kesukaan panelis semakin berkurang

seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak lengkuas.

b. Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur

Penilaian tingkat kesukaan terhadap tekstur dilakukan dengan

menyentuh dan merasakan tekstur dari sabun transparan yang

dihasilkan. Panelis menyatakan kesukaan terhadap sabun transparan

dengan nilai sangat suka (skala 5) pada penambahan ekstrak 1%

sebesar 3.33% dan pada penambahan ekstrak 2% sebesar 6.67%.

Penilaian panelis yang menyatakan suka (skala 4) terhadap sabun

transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara

berturut-turut adalah 53.33%, 43.33%, dan 36.67%.

Panelis yang memberikan penilaian biasa (skala 3) pada sabun

dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2% dan 3% secara berturut-turut

adalah 30%, 40% dan 43.33%. Sebagian besar panelis yang

memberikan penilaian tidak suka terhadap tekstur sabun transparan

adalah pada sabun transparan dengan penambahan ekstrak lengkuas

Page 69: F07fit

52

3% yaitu sebesar 16.67% yang diikuti oleh sabun dengan konsentrasi

1% (10%) dan 2% (6.67%). Sedangkan persentase panelis yang

memberikan penilaian sangat tidak suka adalah sama untuk setiap

konsentrasi penambahan ekstrak. Berikut disajikan gambar penilaian

kesukaan panelis terhadap tekstur sabun transparan yang dihasilkan

pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas.

Gambar 16. Penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur

Analisis keragaman (Lampiran 24c) menunjukkan bahwa

penilaian kesukaan panelis tidak berbeda nyata terhadap perubahan

konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05).

Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas tidak

mempengaruhi penilaian panelis terhadap sabun transparan yang

dihasilkan. Panelis menyatakan penilaian biasa hingga suka untuk

setiap sabun transparan tersebut.

c. Tingkat Kesukaan Terhadap Busa

Busa berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan

wangi pada kulit ketika sabun transparan digunakan. Uji kesukaan

terhadap busa ini dilakukan dengan meminta panelis menggunakan

sabun pada kulit. Kemudian panelis diminta memberikan penilaian

kesukaan terhadap banyak dan lembutnya busa ketika sabun tersebut

digunakan.

3.33 3.33 3.3310.00 6.67

16.67

30.00 40.00

43.33

53.33 43.33

36.67

3.33 6.67

0%

10%20%

30%

40%

50%60%

70%

80%90%

100%

1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Frek

uens

i Kes

ukaa

n

sangat suka

suka

biasatidak suka

sangat tidak suka

Page 70: F07fit

53

Panelis memberikan penilaian biasa pada sabun yang

mengandung ekstrak lengkuas 1% sebesar 46.67%, suka sebesar

43.33%, tidak suka sebesar 6.67%, sangat suka 3.37% dan tidak ada

panelis yang menyatakan ketidaksukaannya terhadap sabun tersebut.

Sebagian besar panelis memberikan penilaian biasa sebesar 53.33%,

suka sebesar 26.67% dan sangat suka dan tidak suka masing-masing

sebesar 10% untuk sabun transparan dengan ekstrak lengkuas 2%.

Begitu juga dengan sabun transparan yang mengandung ekstrak

lengkuas 3%, sebesar 80% panelis memberikan penilaian biasa, 10%

panelis menyatakan tidak suka 6.67% dan 3.33% panelis menyatakan

sangat tidak suka terhadap busa dari sabun yang dihasilkan. Penilaian

kesukaan panelis terhadap busa sabun transparan pada setiap tingkat

konsentrasi ekstrak lengkuas dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Penilaian panelis terhadap busa

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 25c), penilaian

kesukaan panelis terhadap busa berbeda nyata terhadap perbedaan

tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95%

(α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25d) menunjukkan bahwa

penilaian kesukaan panelis pada sabun transparan dengan ekstrak

lengkuas 3% (panelis menyatakan biasa) berbeda nyata dengan

penilaian panelis terhadap busa sabun transparan yang mengandung

ekstrak lengkuas 1% dan 2%. Sedangkan penilaian panelis terhadap

busa yang dihasilkan oleh sabun yang mengandung ekstrak lengkuas

3.336.67 10.00 10.00

46.6753.33

80.00

43.33 26.67

6.673.33 10.00

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Frek

uans

i Kes

ukaa

n

sangat suka

sukabiasa

tidak suka

sangat tidak suka

Page 71: F07fit

54

1% dan 2% tidak berbeda nyata. Panelis menyatakan biasa hingga suka

untuk kedua sabun tersebut.

d. Tingkat Kesukaan Terhadap Kesan Kesat

Pada umumnya pengguna sabun berasumsi bahwa kesan kesat

setelah pemakaian merupakan suatu indikasi bahwa sabun tersebut

telah mampu membersihkan kotoran pada kulit. Penilaian kesukaan

kesan kesat ini dilakukan untuk mengetahui respon panelis setelah

menggunakan sabun transparan. Panelis diharapkan memberikan

tanggapannya beberapa saat setelah menggunakan dan membilasnya

dengan air.

Panelis yang memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat

dari sabun transparan memiliki persentase terbesar disetiap tingkat

konsentrasi ekstrak yaitu 70% untuk sabun dengan ekstrak lengkuas

3%, 60% untuk sabun dengan ekstrak lengkuas 1% dan 50% panelis

menyatakan penilaian biasa untuk sabun yang mengandung ekstrak

2%. Penilaian kesukaan panelis yang menyatakan suka terhadap kesan

kesat pada sabun dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3%

secara berturut-turut adalah 30%, 23.33%, dan 13.33%. Sedangkan

pernyataan sangat suka diberikan panelis untuk sabun dengan

konsentrasi ekstrak lengkuas 2% yaitu sebesar 3.33%. Selanjutnya

masing-masing sebesar 3.33% panelis menyatakan sangat tidak suka

terhadap kesan kesat yang dihasilkan pada sabun yang mengandung

ekstrak 2% dan 3%. Gambar 18 menyajikan penilaian kesukaan

panelis terhadap kesan kesat pada sabun yang dihasilkan.

Page 72: F07fit

55

Gambar 18. Penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat

Analisis keragaman (Lampiran 26c) menunjukkan penilaian

kesukaan panelis terhadap kesan kesat setelah menggunakan sabun

transparan tidak berbeda nyata pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak

lengkuas. Analisis keragaman ini dilakukan pada tingkat kepercayaan

95% (α=0.05). Hasil dari analisis keragaman ini menunjukkan bahwa

panelis memberikan penilaian kesukaan yang relatif sama untuk sabun

pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak lengkuas yang ditambahkan.

Panelis memberikan penilaian biasa untuk sabun pada setiap tingkat

penambahan ekstrak lengkuas tersebut.

e. Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

ketertarikan seseorang terhadap sabun yang akan digunakan.

Adakalanya aroma juga ditambahkan dalam sabun yang memiliki

fungsi khusus bagi pemakainya, misalnya yang berfungsi untuk

relaksasi yaitu dengan penambahan aroma terapi. Uji kesukaan

terhadap aroma ini dilakukan oleh dengan menggunakan indra

pencium kemudian memberikan tanggapan pada aroma sabun

transparan yang dihasilkan.

Sebagian besar panelis memberikan peryataan biasa untuk aroma

sabun transparan dengan penambahan ekstrak 1% yaitu sebesar 40%,

33.33% panelis menyatakan tidak suka, 16.67% dari panelis

3.33 3.3310.0020.00 13.33

60.0050.00 70.00

30.00 23.3313.33

3.33

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Frek

uens

i Kes

ukaa

n

sangat sukasukabiasatidak sukasangat tidak suka

Page 73: F07fit

56

menyatakan suka dan 10% sisanya menyatakan sangat tidak suka

terhadap aroma sabun tersebut. Pada sabun transparan dengan

konsentrasi 2% panelis yang memberikan penilaian tidak suka

terhadap aroma sebesar 43.33%, panelis memberikan penilaian biasa

sebesar 23.33%, sangat tidak suka sebesar 16.67% dan 3.33% panelis

memberikan penilaian sangat suka. Sedangkan untuk sabun transparan

yang mengandung ekstrak lengkuas 3%, sebesar 40% panelis

menyatakan tidak suka, 23.33% panelis menyatakan biasa, 20%

panelis sangat tidak suka, penilaian suka diberikan pada persentase

13.33% dan panelis yang menyatakan sangat suka pada aroma sabun

transaparan ini sebesar 3.33%. Penilaian kesukaan terhadap aroma

sabun transparan yang dihasilkan pada setiap tingkat konsentrasi

disajikan pada Gambar 19 berikut :

Gambar 19. Penilaian kesukaan panelis terhadap aroma

Analisis keragaman (Lampiran 27c) menunjukkan bahwa

penilaian kesukaan panelis terhadap aroma tidak berbeda nyata

terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat

kepercayaan 95% (α=0.05). Panelis memiliki kecenderungan untuk

menyatakan tidak suka hingga biasa untuk setiap sabun transparan

yang dihasilkan.

10.00 16.67 20.00

33.33

43.33 40.00

40.0023.33 23.33

16.67 13.33 13.333.33 3.33

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1% 2% 3%

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Frek

uans

i Kes

ukaa

n

sangat sukasukabiasatidak sukasangat tidak suka

Page 74: F07fit

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Mutu bahan baku lengkuas ditentukan berdasarkan standar Materia

Medika Indonesia II (1978). Secara umum, mutu bahan baku lengkuas telah

memenuhi standar yang ditetapkan kecuali pada pengukuran kadar abu.

Pengujian terhadap ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak memiliki

pH rendah (bersifat asam), larut dalam alkohol 80% dan memiliki sisa residu

yang cukup tinggi.

Hasil analisis keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi

ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05)

menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lengkuas berpengaruh nyata

terhadap jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bagian tidak larut

dalam alkohol, dan pH. Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa

penambahan ekstrak lengkuas tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air,

alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, minyak mineral, stabilitas busa,

stabilitas emulsi dan kekerasan sabun yang dihasilkan.

Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas memiliki daya anti

jamur terhadap jamur penyebab penyakit kulit yaitu M. canis dan

T.mentagrophytes. Sabun dengan ekstrak lengkuas 1% telah mampu

menghambat pertumbuhan kedua jamur ini pada tingkat pengenceran 3000

ppm. Kisaran diameter hambat menunjukkan bahwa M. canis lebih sensitif

terhadap zat anti jamur lengkuas dibandingkan dengan T. mentagrophytes.

Penilaian panelis terhadap transparansi/warna dan busa menunjukkan

perbedaan yang nyata terhadap sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi 1%,

2% dan 3%. Kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun dengan

peningkatan konsentrasi yang ditambahkan. Respon panelis terhadap tekstur,

kesan kesat dan aroma tidak berbeda nyata.

Page 75: F07fit

58

B. SARAN

1. Perlunya dilakukan uji klinis untuk mengetahui daya anti jamur sabun

transparan pada kulit.

2. Perlunya dilakukan uji anti jamur dari sabun yang dihasilkan terhadap

jamur penyebab penyakit kulit yang lainnya yaitu Epidermophyton

floccosum dan Microsporum aoudini.

3. Pengkajian tentang pengaruh umur simpan sabun transparan terhadap daya

anti jamur.

4. Dilakukan pemurnian ekstrak lengkuas sebelum diaplikasikan kedalam

produk sehingga penggunaannya lebih efisien dan diharapkan dapat

memperbaiki penampakan dari sabun transparan yang dihasilkan.

Page 76: F07fit

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Pupuk kandang, pupuk organik nabati dan insektisida. Penerbit Alumni, Bandung : 103

Annual Book of ASTM Standars. 2002. Volume 15.04. West Conshocken, PA. United States : 12-14, 80

Anonim. 1983. Farmakologi dan Terapi edisi II. Bag. Farmakologi FK UI. Jakarta.

Anonim. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Plant Material. World Health Organisation, Geneva : 1-3

Anonim. 2000. Alpinia galanga (L.) Willd. Di dalam www.warintek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/unas.

Anonim. 2005. Alpinia (Zingiberaceae). Di dalam www.wikipedia.org

Anonim. 2006. The Fungi. Di dalam www.provlab.ab.ca/bugs/webbug/mycology

Anonim. 2006. Soaps and Detergen. Di dalam www.sdahq.org

Anonim. 2007. Soap Molds. Di dalam www.Herbal Accents.com

Atmoko, Y.D. 2005. Kajian Pengaruh Penambahan Ekstrak Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Karakteristik Sabun Mandi Opaque. Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 5

Azmi, N. 1991. Pengaruh Ukuran Bahan dan Nisbah Pelarut dengan Bahan terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Fuli Pala (Miristica Fragrans Houtt). Skrispsi. Fateta IPB, Bogor : 42

Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 06-3532-1994. Sabun Mandi. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Bailey, A.E. 1950. Indutrial Oils and Fats Processing. Di dalam S. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta : 15, 302-303

Benneth, H. 1947. Practical Emulsions, Second Completely Revised Edition. Chemical Publishing Co. Inc., New York.

Bloomfield, S.F. 1991. Methods for Assesing Antimoicrobial Activity. Di dalam Denyer, S.P and W.B. Hugo. Mechanism of Action of Chemical Biocides their Study and Exploitation. Blackwell Scientific Publication, London : 27

Cavanagh, F. 1963. Analtical Microbiology. Academic Press. New York :53-55

Page 77: F07fit

60

Cavitch, S. M. 2001. The Soap Maker’s Companion. A Comprehensive Guide With Recipes, Techniques and Know-How. Storey Book : 6, 228

Cognis. 2003. Clear Bar Soap, Formulation No : GWH 96/25. Care Chemical Division PT. Cognis Indonesia, Jakarta

Conner, D. E. 1993. Naturaly Occuring Compounds. Di dalam Davidson, P. M. dan A. L. Branen (Ed). Antimicrobials in Foods. 2nd Ed. Marcel Dekker. New York.

Darwis, S. N., A. B. D. Madjoindo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta : 8-13

Departemen Pertanian. 2004. Tabel Statistik Produksi dan Luas Panen Lengkuas, Lempuyang dan lainnya 1999-2003. Di dalam www.deptan.go.id/editama/CD_statistik2004/tabel_Statistik2004

Depkes RI. 1962. Farmakope Indonesia I. Depkes RI, Jakarta : 506

Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia II. Depkes RI, Jakarta : 48-56

Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N.L. Puspitasari. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. PAU IPB, Bogor : 20

Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Pubs. Co. Inc. Westport, Connecticut : 264

Griffin, D. H. 1981. Fungal Physiology. John Wiley dan Son, Inc, USA : 242-243

Guenther, E. 1952. The Essential Oil. Vol. V. Individual Essential Oils of the Plant Families. Van Nostrand Comp, Toronto : 230, 301-304

Gupta, S.S. 1999. Prospects and Prospectives of Natural Plants Products in Medicine. Di dalam R. Hezmela. 2006. Daya Anti jamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K Schum). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 26-27

Hambali, E., A. Suryani, dan M. Rivai. 2005. Membuat Sabun Transparan Untuk Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta : 19-23

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan. Penerbit ITB, Bandung :6-7,47-51,123-124

Hariss, R. 1990. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta : 9

Herman, M. J. 1996. Anti jamur Sistemik. Cermin Dunia Kedokteran ; 108 :37-44

Page 78: F07fit

61

Heryani, H. 2002. Kajian Fraksi Aktif dan Formulasi Tabat Barito (Ficus Deltoidea Jack) sebagai Antimikroorganisme Klinis. Desertasi. Program Pasca Sarjana-IPB, Bogor : 99-102

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Terjemahan. Balitbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta : 575-577

Hezmela, R. 2006. Daya Anti jamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K Schum). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 32

Houghton, P. J dan A. Raman.1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Chapman and hall, London :77

Horsfall, J.G. 1956. Principles of Fungicidal Action. Chronica Botanica Company, USA : 47

Hustiyani, R. 1994. Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Atsiri serta Oleoresin Daging Buah Pala (Miristica Fragrans Houtt). Skrispsi. Fateta IPB, Bogor : 58-59

Imron, H. S. S. 1985, Sediaan Kosmetik. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.

Itokawa, H dan K. Takeya. 1993. Antitumor Subtances from Higher Plants. Heterocycles 35 : 1467-1501

Janssen, A. M. dan J. J. C. Scheffer. 1985. Acetoxychavicol acetate, An Antifungal Components of Alpinia galanga. Di dalam J. Oonmetta-are, T. Suzuki, P. Gasaluck dan G. Eumkeb. 2005. Antimicrobial Properties and Action of Galangan (Alpinia galanga Lin.) on Staphylococcus aereus. Planta Medica. 6:507.

Jay, J. M. 1992. Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold Publ, New York :30

Jirovetz, L., G. Buchbaler, M.P. Shafi dan M.K. Leela. 2003. Analysis of the essential oils of the leaves, stems, rhizomes and roots of the medicinal plant Alpinia galanga fromsouthern India, Acta Pharm. 53 :73–81

Jokopriyambodo, W., S. Wahyono dan Katno. 1999. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Ekstrak Total Laos (Alpinia galanga SW). Buku Panduan Seminar Nasional XV Tumbuhan Obat Indonesia. Pokjanas TOI. Depkes R.I. dan PT. Indofarma. Jakarta.

Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor : 9-10,18

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta

Page 79: F07fit

62

Khattak, Somia, S. Rehman, H. U. Shah, W. Ahmad, M. Ahmad. 2005. Biological Effects of Indigenous Medicinal Plants Curcuma longa and Alpinia galanga. Fitoterapia 76 : 254–257.

Kholid, A. 2000. Teknik Ekstraksi Komponen Antimikroba dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz). Skripsi. Fateta IPB, Bogor : 20-28

Kirk, R. E. dan D. F. Othmer. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology. AOAC Press, Champaign, Illinois.

Lane, C. 2003. Soap Formulas (Recipes to Make Soap From Scratch) www.cranberrylane.com.

Luck, E dan M. Jager. 1995. Antimicrobial Food Additives. Characteristic, Uses, Effect. 2nd.Springer, London : 55

Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Buku Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jilid 2. Terjemahan. UI. Press, Jakarta : 559, 563

Moyler, D. A. 1994. Spices Recent Advances. Di dalam Charalambous. Spices, Herbs and Edible Fungi. Elsivier, Amsterdam : 53

Nostro, A., M.P. Germano, V.D'Angelo, A. Marino and M.A. Cannatelli. 2000. Extraction Methods and Bioautography for Evaluation of Medicinal Plant Antimirobial Activity. Pharmaco-Biological. Faculty of Pharmacy. University of Messina, Italy. Applied Microbiology 30: 379-384

Piyali, G., R. G. Bhirud dan V. V. Kumar, 1991. Detergency and Foam Studies on Linear Alkylbenzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonte. J. Of Surfactant and Detergen, Vol. 2(4): 489-493 in Journal of Palm Research 13(2)

Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green dan S.R.L. Robbins. 1981. Spices, vol 2. Logman Inc., New York : 484-500

Rahayu, W. P. 1999. Kajian Aktivitas Antimikroba dan Fraksi Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor : 52-73

Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah. Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung : 90-93

Samidi, S. 1987. Laos. SMAK.Deperind. Ujung Pandang.

Santosa, D. Dan D. Gunawan. 1999. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Kulit. Penebar Swadaya, Jakarta : 74

Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Surabaya : 16-22

Page 80: F07fit

63

Soap and Detergent Association (SDA).2001.Soap and Detergens.www.sdahq.org

Spitz, L. 1996. Soap and Detergen a Theorical and Practical Review. AOCS Press, Champaign-Illionis : 2, 47-73

Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi ke-3. Penerbit Tarsito, Bandung : 19

Sundari, D dan M. W. Winarno. 2001. Informasi Tumbuhan Obat sebagai Anti Jamur. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,Departemen Kesehatan Rl, Jakarta. 130: 28-30

Suryani, A., I. Sailah dan. E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB, Bogor : 33

Swern, D. 1979. Baileys Industrial Oil and Fat Products. Volume I. Fourth Edition. John Wiley and Sons. New York : 283, 311

Ultee, A., L.G.M. Gorris dan E.J. Smid. 1998. Bactericidal Activity of Carvacrol Towars the Foodborne Phatogen Bacillus cereus. J.Appl. Microbiol. 85:211

Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar Edisi 5 Jilid 2. Penebit Erlangga. Jakarta : 193-195

Walton, N.J. and D.E. Brown. 1998. Chemical from plants. Perspectives on plant secondary products. Imperial College press. World scientific publishing Co.Pte.Ltd. London : 99-103

Wardana, H. D., N. S. Barwa, A. Kongsjahju, M. A. Iqbal, M. Khalid dan R. R. Taryadi. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. PT Penebar Swadaya, Bogor : 66

Wasitaatmaja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Universitas Indonesia, Jakarta : 92-95

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Indonesia, Jakarta : 84-90

Winholz, M. Budayari, S. Blumetti, dan R.F. Ottertein. 1983. The Merck Index. Tenth Ed. Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biological. Merck and Co., Inc. Rahway, N.J., USA : 28

Wiratakusumah, M. A., D. Hermanianto, dan N. Andarwulan. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor : 33-35

Yuharmen, Y. Eryanti, dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurusan Kimia, FMIPA-Universitas Riau, Riau : 1-2

Page 81: F07fit
Page 82: F07fit

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Lengkuas (Farell, 1990)

Rimpang Lengkuas Segar

Pengirisan : ± 5 mm

Pengeringan : 50 – 60 oC

Penggilingan : 50 mesh

Bubuk Lengkuas

Simplisia

Page 83: F07fit

65

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lengkuas (Farell, 1990 dan Purseglove, 1981)

Bubuk Lengkuas

Maserasi dengan Pelarut (Etil Asetat 60%) ; Bubuk Lengkuas : Pelarut

( 1 : 10)

Pengadukan : 3 jam

Penyaringan

Ampas Filtrat

Evaporasi

Ekstrak Kental

Penambahan Bahan Pengisi : Maltodeksrin 12% (b/b)

Pengeringan (Spray Drying) pada suhu 180 oC

Serbuk Lengkuas

Page 84: F07fit

66

Lampiran 3. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku

1. Uji Kadar Air (Voigt, 1994)

Ke dalam labu 500 ml, dimasukkan bahan sebanyak 5 g. Kemudian

ditambahkan dalam labu kira-kira 100 ml toluen dan juga di dalam perangkat

penerima, dituangkan toluen lewat mulut atas kondensor. Labu suling

dipanaskan perlahan-lahan sampai toluen mendidih. Jika jumlah air tidak

bertambah lagi, penyulingan dilanjutkan selama 15 menit. Selanjutnya

penyulingan dihentikan dan alat dibiarkan sampai dingin. Jika air dan toluen

telah terpisah secara sempurna, volume dan persentase air dalam bahan

dihitung.

Persen Kadar Air = Volume air (ml) x 100% Bobot Bahan (g)

2. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989)

Lebih kurang 3 g bubuk lengkuas ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan

pengabuan yang telah dipijarkan dan ditimbang. Bubuk lengkuas dalam cawan

pengabuan dibakar dengan pembakar gas hingga tidak berasap, kemudian

diletakkan dalam tanur pengabuan dan dilakukan pengabuan hingga arang

habis dan berwarna keabu-abuan. Pengabuan dilakukan pada suhu sekitar

400oC dan dilanjutkan dengan suhu 550oC. Setelah itu cawan didinginkan dan

ditimbang.

Persen kadar abu = %100xwbwa

Wa : Berat abu (g)

Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

3. Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam (Depkes RI, 1978)

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam

klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga

bobot tetap, lalu ditimbang.

Persen kadar abu yang tidak larut dalam asam = %100xwbwa

Wa : Berat abu yang tidak larut asam (g)

Page 85: F07fit

67

Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

4. Kadar Sari Larut Air (Depkes RI, 1978)

Sebanyak 5 g bubuk lengkuas dimaserasi 24 jam dengan 100 ml air

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Setelah disaring, 20 ml filtrat

diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditera,

sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.

Persen kadar komponen larut air = %100xwbwa

Wa : Berat kadar komponen larut air (g)

Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

5. Kadar Sari Larut Dalam Etanol (Depkes RI, 1978)

Bubuk lengkuas sebanyak 5 g dimaserasi dengan 100 ml etanol (95%) selama

24 jam menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian dilakukan

penyaringan secara cepat untuk menghindarkan penguapan etanol (95%), 20

ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang

telah ditera, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.

Persen kadar komponen larut dalam etanol = %100xwbwa

Wa : Berat kadar komponen larut etanol (g)

Wb : Berat bubuk lengkuas (g)

Page 86: F07fit

68

Lampiran 4. Prosedur Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas

1. Sisa Pelarut (Ketaren, 1986)

Sebanyak ± 1 g bahan ditimbang kemudian masukkan kedalam cawan

porselen. Kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam oven vakum pada

suhu 50oC selama 2 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dan ditimbang

sebagai bobot akhir.

Sisa Pelarut (%) = (b-a) x 100 a a : Bobot bahan (gram) b : Bobot akhir cawan (gram)

2. Kelarutan dalam Alkohol (Guenther, 1952)

Bahan sebanyak 0.1 gram dimasukkan kedalam tabung ulir, kemudian

ditambahkan tetes demi tetes kedalam tabung tersebut alkohol sambil dikocok.

Penambahan dihentikan jika semua ekstrak sudah terlarutkan dan berwarna

bening (tidak terdapat suspensi dalam cairan tersebut) dan volume alkohol

dicatat. Penambahan alkohol tidak boleh lebih dari 10 ml. Jika volume yang

ditambahkan sudah 10 ml tetapi belum bisa melarutkan maka konsentrasi

alcohol harus ditingkatkan.

Page 87: F07fit

69

Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Sabun Transparan (Modifikasi Cognis, 2003)

Asam Stearat, Minyak kelapa, minyak jarak

NaOH 30%, Gliserin, etanol

Pemanasan dan pengadukan pada

suhu 70oC

Pengadukan pada suhu 70 – 80oC

Stock Sabun

Pengadukan sampai homogen

Sukrosa, NaCl, DEA

Penurunan suhu menjadi 55oC

Ekstrak Lengkuas

Pengadukan sampai homogen

Pencetakan

Sabun transparan

Page 88: F07fit

70

Lampiran 6. Prosedur Analisis Karakteristik Sabun

1. Kadar Air (ASTM D460-2002)

Sebanyak 20 ± 0,04 g contoh ditimbang kemudian masukkan kedalam

erlenmeyer 500 ml. Tambahkan ± 10 g Natrium Asetat Anhidrat untuk

mencegah pembusaan, selanjutnya diikuti dengan penambahan toluen.

Setelah alat terpasang, tuangkan juga toluen melalui mulut kondensor.

Panaskan campuran tersebut secara perlahan hingga mendidih (minimal 2

jam), kemudian didinginkan dan ukur volume air yang terbaca pada aufhauser

pada suhu 20 oC.

Kadar Air (%) = [(v x 0.998)/w] x 100

V : Volume air yang terbaca pada suhu 20 oC (ml)

W : Bobot sampel (gram)

2. Jumlah Asam Lemak (SNI 06-3532-1994)

Sebanyak 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala

(100-200 ml). Tambahkan 25 ml air dan panaskan diatas penangas air hingga

sabun melarut semuanya. Larutan sabun dimasukkan dalam labu cassia

berskala minimal 0,1 ml dan gelas piala dibilas dengan air. Lalu tambahkan

beberapa tetes indikator SM (Metil Orange) ke dalam labu cassia. Asam

lemak yang dibebaskan akan mengapung dan larutan berubah menjadi merah.

Masukkan dalam penangas air sampai setengah labu terendam. Setelah asam

lemaknya berada diantara pembagian skala pada leher labu. Dipanaskan terus

± 30 menit lagi lalu dibaca 3 kali pada 100oC.

Kadar asam lemak (%) = ml asam lemak x 0,84 x 100 % Gram sampel

0,84 g/ml : BJ asam lemak pada 100oC

3. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (SNI 06-3532-1994)

Sebanyak 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250

ml lalu tambahkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N kemudian panaskan

diatas penangas air yang dilengkapi dengan kondensor selama ± 1 jam.

Dinginkan, lalu tambahkan indikator pp dan titrasi dengan HCl 0,5 N.

Sebagai petunjuk (misalnya a ml). Untuk penetapan blangko : 70 ml alkohol

Page 89: F07fit

71

netral ditambahkan 10 ml KOH dalam alkohol 0,5 N, dikerjakan seperti diatas

(misalnya b ml).

Kadar lemak tak tersabunkan = (b-a) x N x 0,0-561 x 100% 0,258 x gram zat

56,1 : bobot setara KOH

258 : rata-rata bilangan penyabunan

4. Bahan Tak Larut Dalam Alkohol (Modifikasi SNI 06-3532-1994)

Timbang 2 g contoh kedalam 200 ml gelas piala, tambahkan 10 ml etanol dan

uapkan diatas penangas uap sampai kering. Ulangi sampai 3 kali. Akhirnya,

larutkan sabun dengan 100 ml etanol yang sebelumnya telah dibuat netral

dengan menggunakan indikator pp. Saring larutan melalui krus kaca masir

yang telah dilapisi kertas saring. Kertas saring sebelumnya telah dipanaskan

dan ditimbang. Selama pengerjaan krus ditutup untuk menghindari

penguapan. Saring senyawa yang tidak larut dalam alkohol dan cuci dengan

alkohol netral melalui krus kaca masir. Keringkan kertas saring pada 105oC

dan timbang berat konstan.

Bahan tak larut dalam alkohol (%) = (a-b) x 100% W

W : berat contoh dalam gram

a : berat kertas saring akhir (gram)

b : berat kertas saring awal (gram)

5. Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai Kadar NaOH (SNI 06-3532-

1994)

Timbang 25 gram contoh sabun dan masukkan kedalam erlenmeyer.

Kemudian tambahkan 75 ml etanol dan sedikit batu didih lalu panaskan pada

penangas air sehingga sabunnya melarut. Tambahkan 10 ml larutan Barium

Chlorida panas (BaCl 20%) dan indikator pp. Putarlah erlenmeyer agar terjadi

pencampuran menjadi sempurna kemudian titrasi dengan H2SO4 1 N hingga

warna merah jambu hilang.

Kadar alkali bebas (%) = 3.1 V W

W : Berat Sabun V : ml H2SO4 1 N yang digunakan

Page 90: F07fit

72

6. Kadar Minyak Mineral (SNI 06-3532-1994)

Dari bekas penetapan kadar asam lemak, pipet ± 0,3 ml lemak dan tambahkan

5 ml larutan KOH dalam alkohol dan panaskan. Tambahkan air, bila terjadi

kekeruhan menandakan adanya minyak mineral

7. Derajat Keasaman (SNI 06-4075-1996)

Sebanyak 1 g contoh sabun dan larutkan hingga diperoleh larutan sabun 10%.

Celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh

yang akan diperiksa. Catat dan baca nilai pH pada skala pH-meter.

8. Stabilitas Emulsi (Benneth, 1947)

Sebanyak ± 1 g contoh sabun dimasukan kedalam wadah dan dimasukkan

kedalam oven dengan suhu 45oC selama 1 jam, kemudian dimasukkan pada

pendinginan bersuhu dibawah 0oC selama 1 jam lalu panaskan pada oven

dengan suhu 45oC dan dibiarkan sampai bobotnya konstan.

Stabilitas (%)= Bobot fase yang tersisa x 100% Bobot awal

9. Stabilitas Busa (Piyali et al., 1991)

Kedalam larutan sabun 10% dalam air dikocok selama 30 detik dengan

menggunakan vorteks, kemudian ukur tinggi busa yang terbentuk dan setelah

1 jam ukur tinggi kembali tinggi busa yang masih ada.

Stabilitas Busa (%) = Busa akhir x 100% Busa Awal

10. Kekerasan Produk (www.koehleinstrument.com, 2004)

Jarum pada penetrometer dijatuhkan kedalam sampel dan dibiarkan selama 10

detik pada temperatur konstan. Kedalaman penetrasi jarum kedalam bahan

dinyatakan dalam sepersepuluh milimeter dari angka yang ditunjukkan pada

skala penetrometer.

Page 91: F07fit

73

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Karakteristik Sabun

Parameter Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Sabun pembanding

Standar

1 % 2 % 3 % Jumlah asam lemak (%) 41.89 36.64 35.72 49.11 > 70* Kadar tak tersabunkan (%) 1.80 2.69 3.61 2.61 < 2.5*

Kadar alkali bebas (%) 0.12 0.13 0.10 0.12 < 0.1* Kadar air (%) 17.44 17.46 17.46 24.18 < 15* Minyak mineral - - - - - Bahan tak larut dalam alkohol (%)

1.18 2.32 2.88 0.93 < 2.5*

pH 10.63 10.31 10.09 10.21 9-11** Stabilitas busa (%) 64.38 62.29 62.08 86.19 - Stabilitas emulsi (%) 88.11 87.73 87.61 81.70 - Kekerasan (mm/detik) 2.85 2.87 2.91 4.65 - * SNI 06-3532-1994; * * ASTM-D460-2002

Page 92: F07fit

74

Lampiran 8. Lembar Uji Kesukaan

UJI ORGANOLEPTIK

Nama Panelis :

Tanggal :

Sampel : Sabun Antijamur

Instruksi : Berikan penilaian/tingkat kesukaan anda terhadap warna

(transparansi), tekstur, banyaknya busa, kesan kesat dan aroma

Tuliskan penilaian anda dalam skala 1-5 pada tabel yang tersedia :

5= Sangat suka 4= Suka 3= Biasa 2= Tidak Suka 1= Sangat tidak suka

Parameter Kode 317 318 319

Warna/transparansi Tekstur

Banyaknya busa Kesan kesat

Aroma

Berdasarkan penilaian secara umum, urutkan sabun antijamur yang paling anda

sukai menurut kode sampel :

Rangking Kode 1 2 3

Catatan : (untuk banyaknya busa dan kesan kesat setelah pemakaian)

• Selang waktu pemakaian antar sampel ± 10 menit

• Pastikan tidak ada busa yang tersisa pada penggunaan sampel selanjutnya

• Uji dilakukan minimal pada telapak tangan dan lengan

*Atas partisipasi dan bantuan Anda, saya mengucapkan terimakasih*

Page 93: F07fit

75

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Mutu Bahan Baku

Spesifikasi Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)

Kadar Air 8 7.6 7.80 ± 0.283

Kadar abu 9.10 9.13 9.12 ± 0.021

Kadar abu tidak larut dalam asam 2.53 3.33 2.93 ± 0.566

Kadar sari larut dalam air 25.83 36.61 31.22 ± 7.623

Kadar sari larut dalam etanol 22.15 21.05 21.6 ± 0.778

Page 94: F07fit

76

Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kadar Air sabun Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)

1% 17.43 17.45 17.44 ± 0.014 2% 17.46 17.45 17.46 ± 0.007 3% 17.46 17.45 17.46 ± 0.007

Lampiran 10b. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 0.000 2 0.000 1.500 0.354* Galat 0.000 3 0.000 Total 0.001 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Lampiran 11a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 41.96 41.82 41.89 ± 0.099 2% 36.57 36.71 36.64 ± 0.099 3% 35.87 35.57 35.72 ± 0.212

Lampiran 11b. Hasil Analisis Ragam Jumlah Asam Lemak Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 44.319 2 22.159 1029.068 0.000* Galat 0.065 3 0.022 Total 44.383 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Jumlah Asam Lemak Sabun

Transparan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan

1 % 2 41.89 A 2 % 2 36.64 B

3 % 2 35.72 C

Page 95: F07fit

77

Lampiran 12a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)1% 1.79 1.81 1.80 ± 0.014 2% 2.85 2.52 2.69 ± 0.233 3% 3.44 3.77 3.61 ± 0.233

Lampiran 12b. Hasil Analisis Ragam Fraksi Tak Tersabunkan Sabun Transparan

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 3.258 2 1.629 44.800 0.006* Galat 0.109 3 0.036 Total 3.368 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Fraksi Tak Tersabunkan Sabun

Transparan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan

1% 2 1.80 A 2% 2 2.69 B 3% 2 3.61 C

Lampiran 13a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 1.17 1.18 1.18 ± 0.007 2% 2.33 2.31 2.32 ± 0.014 3% 3.00 2.76 2.88 ± 0.169

Lampiran 13b. Hasil Analisis Ragam Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 3.021 2 1.511 155.995 0.001* Galat 0.029 3 0.010 Total 3.050 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

Page 96: F07fit

78

Lampiran 13c. Hasil Uji Lanjut Duncan Bagian Tak Larut dalam Alkohol Sabun Transparan

Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan1% 2 1.18 A 2% 2 2.32 B 3% 2 2.88 C

Lampiran 14a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Alkali Bebas Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 0.12 0.12 0.12 ± 0.000 2% 0.12 0.14 0.13 ± 0.014 3% 0.10 0.09 0.10 ± 0.007

Lampiran 14b. Data Hasil Analisis Ragam Alkali Bebas Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 0.001 2 0.001 7.800 0.065* Galat 0.000 3 0.000 Total 0.002 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Lampiran 15. Data Hasil Analisis Minyak Mineral Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Minyak Mineral 1% Keruh Keruh Negatif 2% Keruh Keruh Negatif 3% Keruh Keruh Negatif

Lampiran 16a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis pH Sabun Transparan Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata

1% 10.74 10.51 10.63 ± 0.162 2% 10.31 10.32 10.31 ± 0.007 3% 10.18 9.99 10.09 ± 0.134

Lampiran 16b. Hasil Analisis Ragam pH Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 0.294 2 0.147 9.890 0.048* Galat 0.045 3 0.015 Total 0.338 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata

Page 97: F07fit

79

Lampiran 16c. Hasil Uji Lanjut Duncan pH Sabun Transparan Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan

1% 2 10.63 A 2% 2 10.31 B B 3% 2 10.09 C

Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Busa Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%) 1% 64.86 63.89 64.38 ± 0.685 2% 62.50 62.07 62.29 ± 0.304 3% 61.29 62.86 62.08 ± 1.110

Lampiran 17b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Busa Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 6.468 2 3.234 5.404 0.101* Galat 1.795 3 0.598 Total 8.263 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Stabilitas Emulsi Sabun

Transparan Sampel Ulangan 1(%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)

1% 88.13 88.08 88.11 ± 0.035 2% 87.61 87.84 87.73 ± 0.162 3% 87.77 87.45 87.61 ± 0.226

Lampiran 18b. Hasil Analisis Ragam Stabilitas Emulsi Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 0.268 2 0.134 5.103 0.108* Galat 0.079 3 0.026 Total 0.347 5

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Kekerasan Sabun Transparan

Sampel Ulangan 1(mm/detik) Ulangan 2(mm/detik) Rata-rata(mm/detik) 1% 2.84 2.86 2.85 ± 0.014 2% 2.82 2.92 2.87 ± 0.070 3% 2.92 2.90 2.91 ± 0.140

Page 98: F07fit

80

Lampiran 19b. Hasil Analisis Ragam Kekerasan Sabun Transparan Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 0.004 2 0.002 1.037 0.455* Galat 0.005 3 0.002 Total 0.009 5 Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda

nyata Lampiran 20a. Hasil Analisis Daya Antijamur Produk Sabun Transparan

Terhadap Jamur Uji Sampel Diameter Hambat Terhadap Jamur Uji (mm)

Tricophyton mentagrophytes Microsporum canis ulangan 1 ulangan 2 ulangan 1 ulangan 2

Sabun 1% >40 >40 >40 >40 Sabun 2% >40 >40 >40 >40 Sabun 3% >40 >40 >40 >40 Lampiran 20b. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 1% Terhadap Jamur Uji

Jamur Uji Diameter Hambat(mm)

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppmT. mentagrophytes 5.00 7.00 9.00 M. canis 5.00 7.00 10.67

Lampiran 20c. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 2% Terhadap Jamur Uji

Sampel Diameter Hambat(mm)

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppmT. mentagrophytes 6.00 8.33 11.00 M.canis 5.00 12.00 14.33

Lampiran 20d. Hasil Analisis Daya Antijamur Sabun Transparan dengan

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas 3% Terhadap Jamur Uji

Sampel Diameter Hambat(mm)

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppmT. mentagrophytes 7.00 9.33 14.00 M.canis 10.67 13.67 18.00

Page 99: F07fit

81

Lampiran 21. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Tricophyton mentagrophytes

Sabun 1%, Tricophyton mentagrophytes

Sabun 2%, Tricophyton mentagrophytes

Sabun 3%, Tricophyton mentagrophytes

Page 100: F07fit

82

Lampiran 22. Zona Hambat Sabun Transparan Terhadap Microsporum canis

Sabun 1%, Microsporum canis

Sabun 2%, Microsporum canis

Sabun 3%, Microsporum canis

Page 101: F07fit

83

Lampiran 23a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Warna/Transparansi

Panelis Perlakuan

1 % (318) 2 % (319) 3 % (317) 1 4 3 2 2 4 5 3 3 4 4 3 4 4 3 3 5 4 2 2 6 5 3 2 7 4 3 3 8 4 3 3 9 4 2 2 10 4 3 311 4 4 2 12 5 4 3 13 4 3 3 14 5 3 1 15 4 3 2 16 4 3 3 17 4 2 2 18 4 3 2 19 3 4 3 20 4 4 3 21 4 3 3 22 5 5 323 5 3 4 24 4 2 2 25 5 4 3 26 4 3 3 27 4 3 3 28 5 3 4 29 3 4 3 30 3 2 1

Lampiran 23b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap

Warna/Transparansi Skala

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Total

1 % 2 % 3 % Skor

Warna

1 0 0 2 2 2 0 5 9 14 3 3 16 17 36 4 20 7 2 29 5 7 2 0 9

Total 30 30 30 90

Page 102: F07fit

84

Lampiran 23c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Warna/Transparansi

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 34.422 2 17.211 34.635 0.000* Galat 43.233 87 0.497 Total 77.656 89

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 23d. Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap

Warna/Transparansi Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan

1% 30 4.13 A 2% 30 3.20 B 3% 30 2.63 C

Lampiran 24a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Tekstur

Panelis Perlakuan

1 % (318) 2 % (319) 3 % (317) 1 4 4 4 2 4 5 3 3 4 3 3 4 4 3 3 5 3 4 4 6 4 4 4 7 4 3 3 8 3 3 3 9 3 4 3 10 4 4 411 1 1 112 3 3 3 13 4 4 4 14 2 3 4 15 3 2 2 16 2 3 2 17 3 3 3 18 3 3 3 19 4 4 4 20 4 4 4 21 3 3 3 22 5 4 3 23 4 4 424 4 3 3 25 4 4 4 26 3 4 2 27 2 2 2 28 4 5 229 4 3 3 30 4 4 4

Page 103: F07fit

85

Lampiran 24b. Hasil Perhitungan Penilaian Kesukaan Panelis Terhadap Tekrtur Sabun Transparan

Skala

Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Total 1 % 2 % 3 %

Skor Tekstur

1 1 1 1 3 2 3 2 5 10 3 9 12 13 34 4 16 13 11 40 5 1 2 3

Total 30 30 30 90 Lampiran 24c. Hasil Analisis Keragaman Penilaian Kesukaan Panelis

Terhadap Tekrtur Sabun Transparan Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 1.800 2 0.900 1.259 0.289* Galat 62.200 87 0.715 Total 64.000 89

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Page 104: F07fit

86

Lampiran 25a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa

Panelis Perlakuan

1 % (318) 2 % (319) 3 % (317) 1 3 4 4 2 4 5 3 3 4 3 3 4 3 4 35 3 4 3 6 5 3 4 7 4 5 2 8 3 3 3 9 4 4 1 10 3 2 2 11 3 3 3 12 4 3 3 13 3 3 3 14 2 4 3 15 3 3 3 16 2 2 217 3 2 3 18 3 3 3 19 4 3 3 20 3 3 3 21 4 3 3 22 4 3 3 23 3 3 3 24 3 3 3 25 4 4 3 26 3 3 3 27 4 4 3 28 4 3 3 29 4 5 3 30 4 4 3

Lampiran 25b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis

Terhadap Busa

Skala Konsentrasi ekstrak

Total 1 % 2 % 3 % Skor Busa

1 0 0 1 1 2 2 3 3 8 3 14 16 24 54 4 13 8 2 23 5 1 3 0 4

Total 30 30 30 90

Page 105: F07fit

87

Lampiran 25c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Busa

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 5.067 2 2.533 5.371 0.006* Galat 41.033 87 0.472 Total 46.100 89

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)<0.05 menunjukkan berbeda nyata Lampiran 25d. Hasil Uji Lanjut Duncan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis

Terhadap Busa Konsentrasi Ekstrak N Rata-rata Kelompok Duncan

1% 30 3.43 A 2% 30 3.37 B 3% 30 2.90 C

. Lampiran 26a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat

Panelis Perlakuan

1 % (318) 2 % (319) 3 % (317) 1 3 3 42 4 4 33 3 3 3 4 3 3 3 5 3 3 3 6 4 2 3 7 4 5 2 8 2 3 4 9 3 4 3 10 3 3 3 11 4 2 4 12 2 4 3 13 3 3 3 14 4 3 115 3 3 3 16 3 3 3 17 4 2 3 18 3 2 2 19 3 2 320 2 2 2 21 3 3 3 22 3 4 3 23 3 3 3 24 3 3 3 25 4 4 2 26 3 1 3 27 4 4 4 28 3 3 3 29 3 3 3 30 4 4 3

Page 106: F07fit

88

Lampiran 26b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Kesat Kesat

Skala Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Total 1 % 2 % 3 % Skor

Kesan Kesat

1 0 1 1 2 2 3 6 4 13 3 18 15 21 54 4 9 7 4 20 5 0 1 0 1

Total 30 30 30 90 Lampiran 26c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis

Terhadap Kesat Kesat Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 1.089 2 0.544 1.086 0.342* Galat 43.633 87 0.502 Total 44.722 89

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Page 107: F07fit

89

Lampiran 27a. Data Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma

Panelis Perlakuan

1 % (318) 2 % (319) 3 % (317) 1 4 3 4 2 4 4 3 3 3 4 4 4 2 2 25 4 2 2 6 3 4 4 7 3 2 2 8 2 2 2 9 2 2 3 10 3 2 2 11 1 1 1 12 2 3 2 13 1 1 1 14 4 3 1 15 1 1 1 16 3 1 217 3 1 3 18 3 3 3 19 2 2 2 20 2 2 2 21 3 2 2 22 4 5 4 23 3 3 3 24 2 3 5 25 2 2 2 26 3 3 3 27 2 2 2 28 3 4 3 29 3 2 1 30 2 2 1

Lampiran 27b. Hasil Perhitungan Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis

Terhadap Aroma

Skala Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Total 1 % 2 % 3 % Skor Arom

a

1 3 5 6 14 2 10 13 12 35 3 12 7 7 26 4 5 4 4 13 5 1 1 2

Total 30 30 30 90

Page 108: F07fit

90

Lampiran 27c. Hasil Analisis Ragam Penilaian Hasil Uji Hedonik Panelis Terhadap Aroma

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah Fhitung

Sig. (α=0.05)

Perlakuan 0.956 2 0.478 0.475 0.624* Galat 87.533 87 1.006 Total 88.489 89

Keterangan : Sig*. (Signifikansi/Probabilitas)>0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata