EVALUASI KUALITAS NUTRISI COMPLETE FEED ......karya ilmiah ini bebas plagiat, apabila di kemudian...
Transcript of EVALUASI KUALITAS NUTRISI COMPLETE FEED ......karya ilmiah ini bebas plagiat, apabila di kemudian...
-
EVALUASI KUALITAS NUTRISI COMPLETE FEED FERMENTASI
BERBAHAN DASAR AMPAS SAGU DENGAN LAMA PEMERAMAN
YANG BERBEDA
SKRIPSI
TAUFIQUL HAFIZH
1205104010058
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2016
-
i
EVALUASI KUALITAS NUTRISI COMPLETE FEED FERMENTASI
BERBAHAN DASAR AMPAS SAGU DENGAN LAMA PEMERAMAN
YANG BERBEDA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas
Dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Peternakan
TAUFIQUL HAFIZH
1205104010058
FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI PETERNAKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2016
-
i
-
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Taufiqul Hafizh
NIM : 1205104010058
Tempat/Tanggal Lahir : Peureulak/01 Januari 1995
Program Studi : Peternakan
Judul :Evaluasi Kualitas Nutrisi Complete Feed Fermentasi
Berbahan Dasar Ampas Sagu Dengan Lama Pemeraman
Yang Berbeda
Dengan ini penuh kesadaran saya telah memahami sebaik-baiknya dan menyatakan
karya ilmiah ini bebas plagiat, apabila di kemudian hari terbukti adanya indikasi plagiat dari
karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas
Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan peraturan Undang-undang yang berlaku.
Banda Aceh, 29 Agustus 2016
Yang membuat pernyataan
Taufiqul Hafizh
-
iii
EVALUASI KUALITAS NUTRISI COMPLETE FEED FERMENTASI BERBAHAN
DASAR AMPAS SAGU DENGAN LAMA PEMERAMAN YANG BERBEDA
Oleh
TAUFIQUL HAFIZH
ABSTRAK
Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produtivitas dan
reproduktivitas ternak, disamping beberapa faktor lainnya seperti genetik, pengontrolan
penyakit, dan manajemen pemeliharaan. Salah satu usaha yang dapat menunjang
ketersediaan pakan ternak ruminansia adalah dengan memanfaatkan berbagai limbah
pertanian berupa ampas sagu. Namun kandungan nutrisi yang terdapat pada ampas sagu
sangat rendah dengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi dan kandungan protein kasar
masih rendah. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas nutrisi ampas sagu dengan cara
fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas nutrisi dari Complete feed
berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi dengan menggunakan saus burger pakan
(SBP) pada lama pemeraman yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Makanan Ternak Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam
Banda Aceh dari bulan Januari – Maret 2016. Rancangan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan berupa lama pemeraman
yaitu P0 (0 hari), P7 (7 hari), P14 (14 hari) dan P21 (21 hari). Setiap perlakuan diulang
sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 16 unit perlakuan. Peubah yang diamati dalam penelitian
ini adalah kadar bahan kering, kadar protein kasar, kadar serat kasar, kadar abu, kadar lemak
kasar dan kadar BETN. Data yang dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA), jika
didapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa fermentasi Complete feed berbahan dasar ampas sagu dengan
menggunakan SBP dengan lama pemeraman berpengaruh nyata (P0.05) terhadap kadar lemak kasar, kadar abu dan BETN. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa fermentasi Complete feed berbahan dasar ampas sagu dengan
menggunakan SBP mampu meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan kadar serat
kasar.
.
Kata kunci : Fermentasi, ampas sagu, Complete feed dan lama pemeraman.
-
iv
EVALUATION OF NUTRITIVE VALUES COMPLETE FEED BASED ON SAGO
RESIDUES WITH DIFFERENT INCUBATION TIME
BY
TAUFIQUL HAFIZH
ABSTRACT
Feed is one of the factors influencing productivity and reproductivity of animals
besides other factors such as genetics, disease control, and management. One of the efforts
to support the availability of ruminant feed is to utilize agriculture by products such as sago
residues. However, nutritive values of sago residues was very low fiber with high level of
crude fiber and low level of crude protein. One of the efforts to improve the nutritional
quality of sago residues is by fermentation. This study aimed to evaluate the nutritional
quality of the fermented complete feed based on sago residues with different incubation
time. This research was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition, Animal Husbandry
Department, Faculty of Agriculture, Syiah Kuala University, Banda Aceh. This study was
carried out from January to March 2016. The design used in this study was completely
randomized design (CRD) with 4 treatments (incubation time) ; P0 (without incubation-
control), P7 (7 days), P14 (14 days) and P21 (21 days) of incubation time. Each treatment
was repeated four times with total of 16 treatment units. The parameters observed in this
study were the contents of dry matter, crude protein, crude fiber, ash, fat and N-free extract.
Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA), if there was a significantly
difference amongst treatments, it was followed by Duncan Multiple Range Test. The results
showed that incubation time of fermentation complete feed made based on sago residues
had a significant effect (P 0.05) on the content of fat
and N-free extract. In conclusion, incubation time of complete feed based on sago residues
improved feed quality by reducing crude fiber content and increased protein content.
Key words: Fermentation, sago residues, Complete feed and incubation time.
-
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis masih diberi kesehatan dalam menuntut ilmu pengetahuan dan dengan
izin-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul
’’Evaluasi Kualitas Nutrisi Complete Feed Fermentasi Berbahan Dasar Ampas Sagu
Dengan Lama Pemeraman Yang Berbeda’’. Selanjutnya shalawat beriringkan salam
penulis sanjung sajikan ke pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
yang setia menemani beliau dalam memperjuangkan Islam sehingga kita dapat merasakan
nikmat-Nya saat sekarang ini.
Dalam proses penulisan Skripsi, penulis telah banyak mendapat masukan, arahan,
bimbingan, bantuan , baik secara moril maupun materi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Kepada Ayahanda Syamsuddin dan Ibunda Ir. Nurma yang telah banyak memberikan
bantuan baik materi maupun moril dan segala kasih sayang yang telah diberikan kepada
penulis, serta kedua adikku Taufiqul Khaliq dan Taufiqul Rahman yang telah banyak
memberikan dukungan dalam pembuatan skripsi ini dan penulis berdoa semoga Allah
SWT selalu memberikan segala yang terbaik kepada keluargaku tercinta.
2. Kepada dosen wali saya Bapak Dr. Ir. Didy Rachamadi, MP yang telah membimbing san
memotivasi saya dari pertama masuk kuliah sampai saat ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama, dan Ibu Dr. Ir. Sitti
Wajizah, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bantuan,
dukungan, bimbingan, dan arahan kepada penulis dari awal penulisan proposal penelitian
ini.
4. Ibu Dr. Ir. Eka Meutia Sari, M.Sc sebagai Ketua Jurusan serta perangkat jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
-
vi
5. Rekan satu tim Sugrahadi Ahmad Aprianto, Rivaldi Fadhlul Lizar, Syahrul Ramadhan,
Zubaili dan semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu disini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini dan
semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.
Banda Aceh, 29 Agustus 2016
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................ iii
ABSTRACT ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II. TINJAUN PUSTAKA ............................................................................... 4
2.1 Tanaman Sagu dan Potensi Ampas Sagu Sebagai Pakan Ternak .............. 4
2.2 Kandungan Nutrisi Ampas Sagu ................................................................ 7
2.3 Fermentasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi .... 8
2.4 Jenis dan Peranan Mikroorganisme dalam Proses Fermentasi .................. 10
2.5 Lama Pemeraman dan Kualitas Pakan Ternak........................................... 12
2.6 Complete Feed dan SBP............................................................................. 13
2.7 Aplikasi Bahan Pakan Fermentasi pada Ternak......................................... 15
BAB III. METODELOGI PENELITIAN ............................................................. 18
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ................................................................ 18
3.2 Materi Penelitian ........................................................................................ 18
3.3 Bahan dan Alat ........................................................................................... 18
3.4 Parameter.................................................................................................... 19
3.5 Cara Kerja .................................................................................................. 20
3.6 Rancangan Penelitian ................................................................................. 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 22
4.1 Kadar Bahan Kering ................................................................................... 22
4.2 Kadar Protein Kasar ................................................................................... 23
4.3 Kadar Serat Kasar ...................................................................................... 25
4.4 Kadar Abu .................................................................................................. 26
4.5 Kadar Lemak Kasar.................................................................................... 28
4.6 BETN ......................................................................................................... 29
BAB V. PENUTUP .................................................................................................. 32
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 32
5.2 Saran ........................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 33
LAMPIRAN ............................................................................................................. 39
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1 Kandungan Nutrisi Ampas Sagu.............................................. 8
2 Penelitian Fermentasi Bahan Pakan Terhadap Peforma
Ternak.......................................................................................
16
3 Susunan Ransum Complete feed............................................... 18
4 Skema Perlakuan Penelitian..................................................... 24
-
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1 Tanaman Sagu..................................................................... 5
2 Skema Produksi Ampas Sagu............................................. 6
3 Fase Pertumbuhan Mikroba................................................ 12
4 SBP..................................................................................... 15
5 Bagan Alir Proses Fermentasi Complete Feed................... 19
6 Grafik Rataan Kadar Bahan Kering Complete feed
Berbahan Dasar Ampas Sagu.............................................
22
7 Grafik Rataan Kadar Protein Kasar Complete feed
Berbahan Dasar Ampas Sagu.............................................
24
8 Grafik Rataan Kadar Serat Kasar Complete feed Berbahan
Dasar Ampas Sagu.............................................................
26
9 Grafik Rataan Kadar Abu Complete feed Berbahan Dasar
Ampas Sagu.......................................................................
27
10 Grafik Rataan Kadar Lemak Kasar Complete feed
Berbahan Dasar Ampas Sagu.............................................
28
11 Grafik Rataan BETN Complete feed Berbahan Dasar
Ampas Sagu........................................................................
30
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produtivitas dan
reproduktivitas ternak, disamping beberapa faktor lainnya seperti genetik, pengontrolan
penyakit, dan manajemen pemeliharaan. Pakan disamping sebagai penyediaan kubutuhan
nutrisi bagi ternak, juga dipandang penting dari aspek ekonomi karena hampir 70% biaya
produksi ternak dihabiskan untuk biaya pakan. Beberapa kendala yang dihadapi oleh
peternak baik besar maupun kecil di indonesia adalah ketersediaan pakan secara
berkelanjutan dan berkualitas. Konversi dari lahan pertanian dan peternakan ke perumahan
dan pembangunan berbagai infrastruktur lainnya ditambah dengan faktor musim (hujan dan
kering) mempengaruhi ketersediaan dan keseimbangan pakan ternak yang berakibat kepada
produktivitas ternak.
Salah satu usaha yang dapat menunjang ketersediaan pakan ternak ruminansia adalah
dengan memanfaatkan berbagai limbah pertanian berupa jerami padi, jerami jagung, tumpi
jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah, jerami kacang hijau, kulit kacang tanah, dan
limbah agroindustri berupa dedak padi, ampas tahu, ampas pabrik roti, ampas sagu, bungkil
kelapa dan bungkil kedelai (Agustini, 2010). Limbah pertanian mempunyai kandungan serat
kasar yang tinggi, protein yang rendah, serta tingginya kadar lignin dan senyawa anti nutrisi
sehingga susah dicerna oleh ternak. Selain itu, tingkat palatabilitas limbah pertanian sangat
rendah yang disebabkan oleh tekstur yang kasar sehingga ternak tidak mau mengkonsumsi
dalam keadaan segar.
Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk
ternak ruminansia selain yeng telah disebut di atas adalah ampas sagu. Dari keseluruhan sagu
hanya 18,50% merupakan pati sementara selebihnya 81,50% adalah ampas sagu. Namun
kandungan nutrisi yang terdapat pada ampas sagu sangat rendah dengan kandungan serat
kasar ampas sagu mencapai 28,30% dan kandungan protein kasar berkisar 1,36%
(Tampoebolon, 2009).
-
2
Teknologi pengolahan pakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pakan
dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologis (Marzuki, 2013). Peningkatan pakan yang
berkualitas rendah adalah dengan cara biologi melalui proses fermentasi. Fermentasi
merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan asal limbah, karena
adanya keterlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat kasar, mengurangi kadar
lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga nilai kecernaan pakan asal limbah dapat meningkat
(Wina, 2005).
Wina (2005) menyatakan bahwa, pemberian pakan yang berkualitas rendah dengan
kandungan lignin yang tinggi akan menyebabkan kondisi dan fungsi rumen menjadi kurang
baik, sehingga diperlukan teknologi untuk memperbaikinya. Fermentasi dapat meningkatkan
kualitas pakan asal limbah, karena keterlibatan mikroorganisme dalam mendegradasi serat
kasar, mengurangi kadar lignin dan senyawa anti nutrisi, sehingga nilai kecernaan pakan asal
limbah dapat meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti et al. (2011) mengenai
pengaruh perlakuan teknologi amoniasi fermentasi pada limbah tongkol jagung sebagai
alternatif pakan berkualitas ternak ruminansia diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan
perbedaan lama waktu pemeraman, berpengaruh meningkatkan kadar protein kasar dan abu,
serta menurutkan kadar serat kasar.
Complete feed merupakan suatu bahan pakan ternak yang telah diformulasi
berdasarkan kebutuhan ternak baik energi maupun protein dengan cara mencampurkan
antara pakan hijauan dan konsentrat. Bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian dengan
kandungan nutrisi yang rendah merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan dalam
pembuatan Complete feed. Selama ini, penelitian yang berkaitan dengan lama pemeraman
terhadap kualitas nutrisi Complete feed berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi masih
sangat terbatas. Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang
fermentasi Complete feed berbahan dasar ampas sagu menggunakan SBP terhadap kualitas
produk yang dihasilkan. Diharapkan dengan penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi
bagi peternak atau instansi yang berkepentingan dalam hal penggunaan limbah pertanian
sebagai sumber bahan pakan ternak.
-
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengevaluasi kualitas nutrisi dari Complete feed
berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi dengan menggunakan saus burger pakan
(SBP) pada lama pemeraman yang berbeda.
1.2 Hipotesis
H0 : Complete feed berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi dengan lama pemeraman
yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai nutrisi pakan.
H1 : Complete feed berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi dengan lama pemeraman
yang berbeda berpengaruh terhadap nilai nutrisi pakan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menggunakan bahan pakan ternak yang
berkualitas rendah baik berasal dari limbah pertanian maupun industri pertanian menjadi
bahan pakan ternak yang berkualitas. Disamping itu, penelitian ini dapat menurunkan biaya
pakan dengan memanfaatkan limbah yang selama ini terbuang percuma.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sagu dan Potensi Ampas Sagu Sebagai Pakan Ternak
Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan sumber daya hayati pertanian,
baik jenis maupun jumlah yang sangat melimpah. Salah satu sumber daya hayati tersebut
adalah sagu. Indonesia merupakan negara utama penghasil sagu di dunia dengan luas hutan
sagu liar >700.000 ha. Beberapa daerah potensial penghasil sagu di Indonesia meliputi Riau,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua. Area tanaman
sagu di Provinsi Riau mencapai luas 61.759 ha yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas
52.344 Ha (84,75%) dan perkebunan besar swasta seluas 15.415 ha (15,25%). Salah satu
daerah penghasil sagu di Riau adalah Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan
Meranti dengan luas areal berkisar ± 60.000 Ha (Suherman, 2009).
Sagu (Metroxylon spp) termasuk tumbuhan monokotil dari famili Palmae, marga
Metroxylon dan ordo Spadiciflorae (Haryanto dan Pangloli, 1992). Metroxylon berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Metra berarti isi batang atau empelur
dan Xylon yang berarti Xylem (Flach, 1977). Secara garis besar sagu digolongkan dalam dua
golongan, yaitu yang berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) dan yang berbunga atau
berbuah lebih dari sekali (Pleonanthic) (Deinum, 1984 ; Djumadi, 1989). Golongan pertama
mempunyai nilai ekonomi yang penting karena kandungan asam amino tinggi. Golongan
ini terdiri dari lima jenis yaitu: (1) Metroxylon sagus Rottb.; (2) Metroxylon rumphii Mart;
(3) Metroylon micracanthum Mart.; (4) Metroxylon Longispinum Mart. (5) Metroxylon
sylvestre Mart. Sedangkan golongan kedua terdiri dari spesies Metroxylon filarae dan
Metroxylon elatum yang banyak tumbuh di dataran yang relatif tinggi. Golongan ini nilai
ekonominya rendah karena kandungan asam amino rendah.
Tanaman sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa dengan
sumber air yang melimpah. Menurut Mulyanto dan Suwardi (2000), tanaman sagu dapat
tumbuh pada ketinggian 0 - 700 m di atas permulaan laut, tetapi dapat tumbuh secara optimal
pada ketingian 0 - 400 m di atas permukaan laut dengan suhu 240C – 300C. Sagu tumbuh di
daerah rawa yang berair tawar atau daerah yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran
-
5
sungai, sekitar sumber air atau di hutan-hutan rawa yang kadar garamnya (salinitas) tidak
terlalu tinggi (Baharudin dan Taskirawati, 2009). Bentuk pohon yang tegak dan kuat dengan
ukuran tinggi dan diameter batang yang berbeda-beda menurut jenis dan umurnya. Daun
tanaman sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk tulang daun di
tengah, bertangkai daun dimana antara tangkai daun dengan lebar daun terdapat ruas
(Harsanto, 1986). Tanaman sagu yang mulai berbunga pada tinggi yang bervariasi antara
10–15 m dan diameter batangnya mencapai 75 cm dengan berat berkisar 1 ton. Tanaman
sagu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Sagu.
Sagu (Metroxylon sagu) memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak dimanfaatkan dalam berbagai
industri termasuk pertanian. Saat ini, pemanfaatan sagu hanya terfokus pada pati yang
terkandung di dalamya. Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan
hasil sampingan berupa limbah sagu, diantaranya kulit batang dan ampas sagu. (Mc Clatchey
et al. 2006).
Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri ekstraksi
pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur sagu berserat (ampas),
kulit batang sagu, dan air buangan. Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu adalah sekitar
-
6
26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu (Singhal et al. 2008). Limbah sagu
mengandung komponen penting seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu
mendekati 26%, sedangkan ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas sagu
mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein kasar, lemak, dan
abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan
kandungan selulosa di dalamnya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu.
Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung selulosa sebesar 57% dan lignin yang lebih
banyak sebesar 38% daripada ampas sagu (Kiat, 2006). Skema produksi ampas sagu dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Produksi Ampas Sagu (Singhal et al. 2008).
Ampas sagu merupakan limbah yang dihasilkan dari pengolahan sagu, kaya akan
karbohidrat dan bahan organik lainnya. Pemanfaatan ampas sagu masih terbatas dan
biasanya dibuang begitu saja ketempat penampungan atau ke sungai yang ada disekitar
daerah penghasil, sehingga berpotensi menimbulkan dampak pencemaran lingkungan.
Pemotongan batang sagu
Pembuangan kulit batang Kulit 26%
Pemarutan
Ampas sagu 14% Air 11,2%
Pati 65,7%
Lignin 21%
Selulosa 20%
Pengeringan dan
pengemasan
-
7
Ampas sagu terdiri dari serat-serat empulur yang diperoleh dari hasil pemarutan/pemerasan
isi batang sagu. Ampas sagu dapat digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya sebagai
pakan ternak (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Ampas sagu dapat dicampur dengan bahan makanan tambahan dan digunakan
sebagai makanan hewan. Hal ini disebabkan ampas sagu mengandung karbohidrat (selulosa)
yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga menjadi sumber energi bagi ternak.
Selulosa limbah sagu dapat dimanfaatkan oleh ternak karena ternak memiliki enzim khusus
(selulase) yang dapat menguraikan selulosa menjadi komponen yang lebih sederhana yang
berguna sebagai sumber energi (Kiat, 2006).
2.2 Kandungan Nutrisi Ampas Sagu
Menurut Sangadji (2009) dari segi kuantitas, ampas sagu cukup tersedia untuk
digunakan sebagai pakan ternak terutama pada daerah-daerah produsen tepung sagu seperti
Maluku dan Papua, tetapi dari segi kualitas ampas sagu mempunyai nilai gizi yang rendah
walaupun kadar patinya cukup tinggi.
Nutrien yang terkandung dalam ampas sagu umumnya sangat rendah karena
rendahnya protein kasar dan tingginya serat kasar. Walaupun kandungan nutrien terutama
protein kasar rendah berkisar antara 2,3 - 3,3%, pati dalam ampas sagu masih cukup tinggi
yaitu 52,9% (Ralahalu, 2012). Hal ini memungkinkan ampas masih bermanfaat sebagai
pakan ternak.
Hasil analisis komposisi zat makanan ampas sagu yang dilakukan oleh Hangewa
(1992) sebagai berikut: protein kasar 2,3%, serat kasar 18,8%, BETN 70,1% dan gross energi
4148 Kkal . Dari hasil analisis ini tergambar bahwa ampas sagu masih cukup tersedia sebagai
sumber energi bagi ternak, akan tetapi yang menjadi faktor pembatas adalah kandungan
protein kasar rendah dan serat kasar tinggi. Tabel 1 memperlihatkan kandungan nutrisi
ampas sagu.
-
8
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Ampas Sagu
Komposisi Kadar (%)
Protein kasar 3,12
Serat kasar 25,60
Lemak 0,56
Abu 24,69
BETN 46,03
Sumber: Ralahalu (1998).
2.3 Fermentasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Fermentasi
Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi sederhana yang
melibatkan mikroorganisme dengan tujuan menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang
mempunyai kandungan nutrisi , tekstur, biological availability yang lebih baik (Pujaningsih,
2005). Selanjutnya Sufi (2009) menyatakan bahwa, fermentasi dapat meningkatkan kualitas
nutrisi bahan pakan, karena pada proses fermentasi terjadi perubahan kimiawi senyawa-
senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein, serat kasar, dan bahan organik lain) baik
dalam keadaan aerob maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba.
Menurut Rosningsih (2000) fermentasi adalah aktivitas mikroba baik aerob maupun
anaerob yang mampu mengubah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa
sederhana sehingga fermentasi tergantung pada aktivitas mikroba, sementara setiap mikroba
masing-masing memiliki syarat hidup seperti pH tertentu, suhu, dan sebagainya. Produk
fermentasi selain menghasilkan biomassa dapat meningkatkan atau menurunkan komponen
kimia tertentu tergantung komponen bio katalisnya.
Upaya untuk memperbaiki kualitas gizi, mengurangi, atau menghilangkan pengaruh
negatif dari bahan pakan tertentu dapat dilakukan dengan penggunaan mikroorganisme
melalui proses fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan (Winarno,
2000), menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral
(Pelczar dan Chan, 2007). Pada proses fermentasi dihasilkan pula enzim hidrolitik serta
membuat mineral lebih mudah untuk diabsorbsi oleh ternak (Esposito et al., 2011).
Sinurat et al. (1998) menyatakan bahwa medium atau substrat sebagai sumber energi
yang diperlukan oleh mikroba untuk proses fermentasi, energi yang dibutuhkan berasal dari
karbohidrat, protein, lemak, mineral dan zat gizi lainnya yang terdapat dalam substrat. Bahan
-
9
energi yang banyak digunakan oleh mikroorganisme adalah glukosa, mikroba fermentasi
harus mampu tumbuh pada substrat dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Setiap
fermentasi memerlukan medium yang berbeda tergantung pada jenis mikroba dan produk
yang akan diproduksi, karena medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan perubahan jenis
produk dan perubahan rasio diantara berbagai produk hasil metabolisme mikroba selama
fermentasi berlangsung.
Simanihuruk et al. (2008) menyatakan, keberhasilan proses fermentasi dapat berjalan
dengan baik bila tersedia karbohidrat terlarut yang cukup. Kandungan gula bahan merupakan
energi penting bagi pengembangan kapang selama proses fermentasi. Pada fase awal, enzim
yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang terlarut,
menghasilkan panas dan menggunakan gula yang siap pakai untuk proses fermentasi.
Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan untuk proses
fermentasi selanjutnya.
Juwita (2012) menyatakan, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
fermentasi antara lain yaitu pH, waktu, kandungan oksigen, suhu, dan mikroorganisme.
a. pH
Mikroba tertentu dapat tumbuh pada kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Meskipun kapang dapat tumbuh dalam rentang pH yang cukup luas antara 2 – 8, namun pH
optimum untuk pertumbuhan kapang adalah 5 – 7 (Dewi et al., 2014). Ulte et al. (1998)
melaporkan bahwa karvakrol lebih aktif menghambat Bacillus cereus pada pH
5 sampai 6 dibandingkan pada pH 7. Cepeda (2006) melaporkan bahwa peningkatan pH
antara 4 sampai 7 menyebabkan penurunan daya hambat ekstrak sereh terhadap bakteri
Escherichia coli.
b. Suhu
Suhu yang digunakan dalam fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang berperan
dalam proses fermentasi. Suhu optimal pada proses fermentasi yaitu 350C dan 400C. Sinurat
et al. (1998) melaporkan hasil penelitian mengenai pengaruh suhu ruang fermentasi dan
kadar air substrat terhadap nilai gizi produk fermentasi lumpur sawit, diperoleh hasil yaitu
bahwa nilai gizi lumpur sawit dapat ditingkatkan melalui proses fermentasi. Proses
-
10
fermentasi sebaiknya dilakukan pada suhu ruang 32oC karena menghasilkan protein kasar,
protein sejati, daya cerna protein in vitro yang lebih tinggi, kadar serat kasar yang lebih
rendah dan aktivitas enzim mananase yang lebih tinggi.
c. Oksigen
Derajat anaerobiosis adalah merupakan faktor utama dalam pengendalian fermentasi.
Bila tersedia O2 dalam jumlah besar, maka produksi sel-sel khamir dipacu. Bila produksi
alkohol yang dikehendaki, maka diperlukan suatu penyediaan O2 yang sangat terbatas.
Produk akhir dari suatu fermentasi sebagian dapat dilakukan dengan tekanan O2 substrat
apabila faktor-faktor lainnya optimum.
d. Substrat
Mikroba memerlukan substrat yang mengandung nutrisi sesuai dengan kabutuhan
untuk pertumbuhannya. Hasil penelitian Yang et al. (1993) menunjukkan bahwa kadar air
substrat awal sangat mempengaruhi kadar protein produk fermentasi limbah ubi dengan
menggunakan Saccharomyces sp., maupun dengan Rhizopus sp. Selanjutnya dilaporkan
bahwa kadar air substrat pada awal fermentasi yang menghasilkan protein tertinggi adalah
>68%.
2.4 Jenis dan Peranan Mikroorganisme dalam Proses Fermentasi
Misgiyarta dan Widowati (2005) menyatakan, Teknologi fermentasi merupakan
salah satu cara pengolahan dan pengawetan makanan yang baik secara konvensional maupun
modern, dengan memanfaatkan mikroba baik langsung maupun tidak langsung. Dalam
proses fermentasi mikroba maupun enzim yang dihasilkan dapat menstimulir rasa yang
spesifik, meningkatkan nilai cerna bahan pangan, menurunkan kandungan anti gizi atau
bahan lain yang tidak dikehendaki, dan dapat menghasilkan produk atau senyawa turunan
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Mikroorganisme yang berperan dalam proses
fermentasi ini terutama dari golongan khamir (yeast), kapang (fungi) dan bakteri.
Upaya menurunkan kandungan serat kasar terutama ikatan lignin dan selulosa adalah
dengan cara memanfaatkan aktivitas mikroba melalui proses fermentasi, dimana mikroba
mampu mendegradasi serat secara lebih ekonomis dan hasilnya dapat lebih bermanfaat.
Salah satu mikroba ligninolitik adalah jamur Phanerochaete chrysosporium karena mampu
-
11
mendegradasi lignin dan selulosa yang lebih tinggi dibanding kapang selulotik saja seperti
Trichoderma sp (Henriksson et al., 1995 ; Hattaka, 2001). Jamur selulotik hanya mampu
mendegradasi selulosa dan hemiselulosa tetapi belum mampu mendegradasi lignin
(Mandels, 1982).
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies kapang dari genus Aspergillus yang
tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. Aspergillus niger paling
banyak digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi bahan pakan limbah, karena di
samping tidak membahayakan juga mudah dikembangkan (Gras, 2008). Berbagai enzim
dihasilkan oleh kapang Aspergillus niger seperti: enzim mannase, selulase dan enzim-enzim
pemecah karbohidrat lainnya sehingga selama fermentasi, kapang ini mampu mendegradasi
serat. Kapang ini dapat tumbuh dengan memanfaatkan urea dan campuran mineral lainnya
sehingga dapat meningkatkan kadar protein kasar (Kompiang et al., 1994).
Kapang Phanerochaete chysosporium merupakan kapang pelapuk putih dengan
kemampuan tinggi mendegradasi lignin melalui peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase
(MnP) (Rothschild et al., 1999) dan menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa dengan
bantuan enzim selulase dan hemiselulase (Orth et al., 1993). Kapang di atas mendegradsi
komponen lignoselulase secara selektif yaitu mendegradasi lignin terlebih dahulu, kemudian
diikuti komponen selulosa (Adaskaveg et al., 1995). Kapang memanfaatkan selulosa dan
hemiselulosa sebagai sumber karbon (Tuomela et al., 2002).
Pertumbuhan mikroorganisme dibagi menjadi empat fase, yaitu fase adaptasi,
eksponensial, stasioner dan fase kematian. Jika mikroorganisme diinokulasikan kedalam
suatu media, mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan
substrat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Fase eksponensial adalah fase sel membelah diri
dengan kecepatan konstan. Setelah fase eksponensial tercapai, laju petumbuhan terus
menurun sampai nilainya nol (fase stasioner). Pada fase ini jumlah sel konstan sehingga sel
yang hidup sama dengan sel yang mati. Bila fermentasi dilanjutkan, tidak akan menambah
jumlah massa sel, melainkan jumlah sel yang hidup akan berkurang karena adanya lisis dan
hal ini akan menyebabkan penurunan massa sel (Fardiaz, 1992). Fase pertumbuhan mikroba
dapat dilihat pada Gambar 3.
-
12
Gambar 3. Fase Pertumbuhan Mikroba (Fardiaz, 1992).
Menurut Fajarudin et al. (2014) waktu fermentasi yang semakin lama akan
mengakibatkan penurunan kadar air bahan fermentasi, penurunan kadar air bahan tersebut
menyebabkan kadar serat kasar semakin terkonsentrasi sehingga kadar serat akan semakin
tinggi. Karlina (2008) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan
menyebabkan kadar keasaman semakin tinggi sehingga pH akan semakin menurun, dengan
pH yang semakin rendah maka mikroorganisme pada tidak akan bekerja secara optimal.
2.5 Lama Pemeraman dan Kualitas Pakan Ternak
Berdasarkan hasil penelitian Hastuti et al, (2011) mengenai pengaruh perlakuan
teknologi amoniasi fermentasi pada limbah tongkol jagung sebagai alternatif pakan
berkualitas ternak ruminansia diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan perbedaan lama waktu
pemeraman (1, 2, 3, dan 4 minggu) berpengaruh meningkatkan kadar protein kasar dan abu,
serta menurutkan kadar serat kasar. Lama pemeraman 2 minggu dalam proses fermentasi
memberikan hasil yang terbaik, karena mempunyai kadar protein tertinggi dan serat kasar
yang rendah, serta mempunyai lama waktu pemeraman yang paling cepat.
Hasil penelitian yang dilakukan Pasaribu et al. (2001) dilaporkan bahwa
penyimpanan produk fermentasi lumpur sawit selama 12 minggu dalam kemasan kantong
plastik, karung pakan maupun kantong semen nyata dapat meningkatkan kadar air,
menurunkan kadar protein sejati dan serat kasar tetapi tidak mengubah kadar protein kasar.
-
13
Demikian pula aktivitas enzim mananase dan selulase serta daya cerna bahan kering in vitro
selama penyimpanan 12 minggu baik dalam kemasan karung pakan, kantong plastik maupun
kantong semen nyata menurun. Sedangkan daya cerna protein dan jumlah protein tecerna
tidak berubah dengan penyimpanan selama 12 minggu. Dilihat dari data keseluruhan,
penyimpanan hingga 12 minggu dengan kemasan karung plastik tidak menunjukan nilai gizi
produk fermentasi lumpur sawit yang lebih stabil.
Menurut Supriyati et al. (1998) dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kapang
yang baik untuk proses fermentasi pada substrat BIS adalah Aspergillus niger tipe
NRRL337. Lama proses fermentasi 3 hari dan dikombinasikan dengan proses enzimatis
selama 12 hari pada suhu kamar memberikan kadar protein dan kecernaan bahan kering
paling baik serta turunnya kandungan serat pada bungkil inti sawit.
Penelitian Utama et al. (2013) tentang profil mikrobiologis pollard yang difermentasi
dengan ekstrak limbah pasar sayur pada lama peram yang berbeda menghasilkan bahan
pakan terbaik diperoleh pada jenis bahan pakan pollard dengan lama pemeraman 4 hari.
Dalam fermentasi, bakteri asam laktat akan menfermentasikan bahan untuk menghasilkan
perubahan yang diinginkan dan yang terutama adalah terbentuknya asam laktat dimana asam
laktat akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa
asam. Keadaan asam berakibat menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis
mikroorganisme patogen lainnya.
Febrina et al, (2010) menyatakan bahwa amoniasi ransum berbahan limbah
perkebunan kelapa sawit dengan lama pemeraman 7 hari memberikan hasil terbaik dinilai
dari tingginya kandungan bahan kering dan rendahnya kandungan serat kasar.
2.6 Complete Feed dan Saus Burger Pakan (SBP)
Complete feed adalah pakan yang cukup tinggi gizi untuk hewan tertentu dalam
tingkat fisiologis, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu- satunya makanan
dan memenuhi kebutuhan hidup pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan
atau substansi lain kecuali air (Hartadi et al., 1980). Menurut Chuzaemi (2002) Complete
feed merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan
limbah pertanian yaitu dengan cara mencampurkan limbah pertanian dengan tambahan
-
14
pakan (konsentrat) dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi ternak baik kebutuhan
serat maupun zat makanan lainnya.
Didalam suatu proses pengolahan bahan baku pakan menjadi pakan Complete
biasanya akan berpengaruh terhadap peningkatan densitas nutrisi dalam pakan. Peningkatan
densitas nutrisi ini terutama diakibatkan oleh proses pengolahan (pencacahan atau
penepungan) bahan sumber roughage. Pada ternak domba densitas nutrisi merupakan salah
satu faktor penting dalam efisiensi penggunaan pakan. Ternak domba merupakan hewan
jenis pemakan tumbuhan yang mengembangkan perilaku selektif terhadap bahan pakan
yang memiliki densitas nutrisi yang tinggi. Hal ini terkait dengan ukuran yang relative kecil
(Hoffman 1988).
Penggunaan sebagian besar bahan pakan inkonvensional ini terutama dalam
mengatasi palatabilitas yang rendah dapat menjadi lebih efisien dengan menggunakan
teknologi pakan komplit. Efisiensi penggunaan pakan komplit pada ternak ruminansia
bahkan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan yang pesat dalam teknologi
peralatan atau mesin pengolahan pakan (Ginting 2009).
Penelitian Kamalidin et al. (2012) tentang performa domba yang diberi Complete
feed kulit buah kakao terfermentasi menghasilkan pemberian ransum Complete feed
menghasilkan konsumsi nutrisi yang tinggi tetapi tidak memberikan efek pertambahan
bobot badan harian berbeda dan nilai konversi pakan yang yang lebih tinggi. Pemanfaatan
fermentasi KBK menggunakan biofit menghasilkan PBBH 128,57 g/ekor/hari atau 0,88%
g/kg BB0,75 efektif untuk digunakan dalam ransum penggemukan ternak domba.
Penelitian Wulandari et al. (2014) tentang performa produksi domba yang diberi
Complete feed fermentasi berbasis pod kakao serta nilai nutrien tercernanya secara in vivo
menghasilkan Complete feed fermentasi (perlakuan CF2) yaitu larutan SBP yang telah
diaktifkan dalam larutan tetes 2% selama 2 jam sebanyak 0,05% dari berat Complete feed,
dicampur dengan campuran pod kakao 50%, konsentrat 40% dan rumput gajah yang
dicacah sebanyak 10% berdasar BK, kemudian ditambah air sampai mencapai kadar air
40% menghasilkan nilai serat kasar tercerna secara in vivo yang terbaik dibanding dengan
-
15
perlakuan CF0 dan CF1. Secara umum pemberian Complete feed berbahan baku utama pod
kakao tidak mempengaruhi konsumsi serta PBBH domba jantan lokal yang sedang tumbuh.
Saus burger pakan (SBP) merupakan suatu produk yang mengandung multi-mikroba
seperti mikroba asan laktat, mikroba selulolitik, mikroba amilolitik dan mikroba baik
lainnya serta asam asam amino esensial, vitamin, mineral, dan bahan bahan alami yang
memberikan zat-zat yang sangat diperlukan oleh ternak terhadap pertumbuhan dan
kesehatan ternak. Pemakaian SBP dapat dilakukan dengan penyiraman, penyemprotan pada
pakan atau dicampurkan langsung dengan minuman ternak. SBP dapat dilihat pada Gambar
4.
Gambar 4. SBP diproduksi oleh CV. Agro Indo Utama – Yogyakarta
(Kartolo, 2015)
2.7 Aplikasi Bahan Pakan Fermentasi pada Ternak Ruminansia
Bahan pakan fermentasi memiliki tingkat palatabilitas yang cukup baik sebagai
pakan ternak ruminansia. Menurut Parakkasi (1999) konsumsi Bahan kering dipengaruhi
oleh keragaman ternak, kondisi saluran pencernaan, sifat fisik dan kimia pakan, palatabilitas
serta faktor lingkungan. Berikut beberapa penelitian bahan pakan fermentasi yang diberikan
kepada ternak.
Syamsu (2003) melaporkan bahwa fermentasi jerami padi dengan menggunakan
starbio dan penambahan urea, masing-masing 0.6% dapat menurunkan kandungan serat
jerami padi dan dapat meningkatkan pertambahan berat badan ternak sapi sebesar 0.37
kg/ekor/hari, konsumsi bahan kering 4.41 kg/ekor/ hari dan menunjukkan angka konversi
-
16
pakan yang lebih rendah sebesar 11,92%. Tabel 2 memperlihatkan penelitian fermentasi
bahan pakan terhadap peforma ternak.
Tabel 2. Penelitian Fermentasi Bahan Pakan Terhadap Peforma Ternak
Penelitian Ternak Hasil Sumber
Pemanfaatan kulit
buah kakao yang
difermentasi dengan
kapang
Phanerochaete
chryshosporium
sebagai pengganti
hijauan dalam
ransum ternak
kambing
Kambing Penggunaan kulit buah kakao
tanpa fermentasi maupun yang
difermentasi dengan kapang
Phanerochaete chryshosporium
dapat digunakan sebagai pakan
alternatif pengganti rumput gajah
bagi ternak kambing tanpa
memperlihatkan pengaruh yang
nyata terhadap konsumsi bahan
kering, konsumsi bahan organik,
dan pertambahan berat badan
ternak kambing.
Murni et al.
(2012)
Performa Domba
yang diberi
Complete Feed Kulit
Buah Kakao
Terfermentasi
Domba Pemberian ransum complete feed
menghasilkan konsumsi nutrisi
yang tinggi tetapi tidak
memberikan efek pertambahan
bobot badan harian berbeda dan
nilai konversi pakan yang yang
lebih tinggi. Pemanfaatan
fermentasi KBK menggunakan
biofit menghasilkan PBBH 128,57
g/ekor/hari atau 0,88% g/kg
BB0,75 efektif untuk digunakan
dalam ransum penggemukan
ternak domba.
Kamaliddin
et al. (2012)
Pemanfaatan Tandan
Kosong Sawit
Fermentasi yang
Dikombinasikan
dengan Defaunasi
dan Protein By Pass
Rumen Terhadap
Performans Ternak
Domba
Domba Tandan kosong sawit yang
difermentasi dengan kapang
Trichoderma harzianum pada 2%
inokulum, disuplementasi dengan
tepung buah lerak 4% sebagai
sumber defaunasi dan
disuplementasi dengan tepung
daun kaliandra 10% sebagai
sumber protein by pass dapat
meningkatkan konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, retensi
nitrogen dan efisiensi ransum.
Akbar (2007)
Penelitian Simanihuruk et al. (2011) tentang silase ampas sagu sebagai pakan dasar
pada kambing kacang sedang tumbuh dapat meningkatkan kandungan protein dan energi
juga menurunkan kandungan NDF dan ADF limbah sagu. Berdasarkan hasil rataan
-
17
konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot
hidup efisiensi penggunaan pakan dan nilai income over feed cost disimpulkan bahwa silase
limbah sagu sebesar 40% yang menggunakan bahan aditif molases 15%, dapat digunakan
sebagai alternatif campuran pakan komplit pengganti rumput untuk ternak kambing.
Penelitian Nanda et al. (2014) tentang penampilan produksi sapi bali yang diberi
pakan dengan berbagai level pelepah sawit menghasilkan pada pemberian pakan pelepah
sawit 60% dan bungkil sawit 40% dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti rumput
lapang dalam ransum ditinjau dari komposisi tubuh sapi Bali.
-
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Makanan Ternak Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Penelitian
berlangsung dari bulan Januari 2016 sampai Maret 2016.
3.2 Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Complete feed berbahan dasar
ampas sagu (Metroxylon sago).
3.3 Bahan dan Alat yang Digunakan
1) Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas sagu, dedak kasar,
bungkil kelapa, bungkil kedelai, kulit ari kedelai (KAK), rumput gajah (hay), lamtoro
(hay), urea, molases, NaCL, mineral (Ultra mineral), dan SBP.
2) Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baskom, timbangan elektrik,
gelas ukur, baki plastik, pengaduk, sendok, oven, autoclave, sarung tangan, plastik
cling, plastik anti panas, alat penggiling (Mortel) dan masker.
Tabel 3. Susunan Ransum Complete feed Penelitian yang Disusun Berdasarkan Kebutuhan
Ternak Domba
Komposisi % P1 P2 P3 P4
Kg
Ampas Sagu 40.0 2 2 2 2
Dedak Kasar 9.0 0.45 0.45 0.45 0.45
Bungkil Kelapa 15.2 0.76 0.76 0.76 0.76
Bungkil Kedelai 15.0 0.75 0.75 0.75 0.75
Kulit Ari Kedelai ( KAK) 4.0 0.2 0.2 0.2 0.2
Rumput Gajah (Hay) 7.5 0.375 0.375 0.375 0.375
Lamtoro (Hay) 5.0 0.25 0.25 0.25 0.25
Urea 0.8 0.04 0.04 0.04 0.04
Molases 2.0 0.1 0.1 0.1 0.1
NaCL 0.5 0.025 0.025 0.025 0.025
Mineral 1.0 0.05 0.05 0.05 0.05
SBP 0.3 0.015 0.015 0.015 0.15
TOTAL 100.0 5 5 5 5
Keterangan: P1 (Ransum Complete feed kontrol yang difermentasi 0 hari), P2 (Ransum
Complete feed yang difermentasi 7 hari), P3 (Ransum Complete feed yang
difermentasi 14 hari), P4 (Ransum Complete feed yang difermentasi 21 hari).
-
19
3.4 Parameter
Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas bahan kering, serat kasar,
protein kasar, lemak kasar, abu dan BETN.
Gambar 5. Bagan Alir Proses Fermentasi Complete feed
Bahan Complete feed:
Ampas sagu
Dedak Kasar
Bungkil Kelapa
Bungkil Kedelai
Kulit Ari Kedelai (KAK)
Rumput Gajah (Hay)
Lamtoro (Hay)
Dicampur merata
SBP 0.3% dari total
bahan pakan
Molases 2.0%
Air 1.3 kg/perlakuan
Diaktifkan selama 1
jam sebelum
dicampur
Urea 0.8%
NaCL 0.5%
Mineral 1.0%
Ditimbang sampel
(5 kg/perlakuan)
Dimasukkan kedalam plastik
kedap udara sebanyak 1 kg/ unit
perlakuan
Difermentasi
Analisis Proksimat:
- Protein kasar - Serat kasar - Bahan kering - Lemak kasar - Abu - BETN
0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari
-
20
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Fermentasi
Timbang molasses sebanyak 2,0% dari total keseluruhan bahan pakan, timbang SBP
sebanyak 0,3% dari seluruh bahan pakan. Sediakan air sebanyak 1,3 kg untuk pembuatan 5
kg pakan, kemudian campurkan antara molasses dan SBP tersebut kedalam 1,3 kg air lalu
aduk sampai homogen dan diamkan selama 1 jam.
Pada tahapan selanjutnya timbang bahan pakan masing-masing berdasarkan
persentase yang sudah di tentukan (ampas sagu 40%, dedak kasar 9,0%, bungkil kelapa
15,2%, bungkil kedelai 15,0%, kulit ari kacang kedelai 4,0%, rumput gajah (hay) 7,5%,
lamtoro (hay) 5,0%, urea 0,8%, NaCl 1,0%, mineral 1%). Taburkan serta ratakan bahan
pakan tersebut di dalam wadah secara berlapis dengan bahan pakan yang persentasenya lebih
besar diletakkan pada lapisan paling bawah lalu diikuti oleh bahan-bahan dengan persentase
yang lebih kecil. Aduk sampai semua bahan pakan benar-benar homogen. Lakukan
penyiraman larutan mikroba yang telah diaktivasi selama 1 jam dengan molases, kemudian
tahapan selanjutnya aduk kembali bahan pakan yang telah disiram larutan hingga merata
dimana hal ini bertujuan agar larutan mikroba terserap dan merata keseluruhannya pada
bahan pakan konsentrat.
Selanjutnya dilakukan pemeraman selama 0, 7, 14, 21 hari dalam plastik gelap yang
kedap udara. Setelah fermentasi berakhir, sampel dikeringkan menggunakan oven dengan
suhu 600C. Selanjutnya sampel dianalisis kadar bahan kering, protein kasar, serat kasar, abu,
lemak kasar dan BETN. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
3.6 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan
rumus matematika sebagai berikut:
Yij = µ + Ti + 𝜀ij = 1, 2, ... t
j = 1, 2, ... r
Keterangan :
Yij : Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-1 dan ulangan ke-j
µ : Nilai tengah umum
Ti : Pengaruh perlakuan ke-i
𝜀ij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
-
21
Penelitian ini terdiri atas 4 perlakuan dengan masing-masing 4 ulangan, sehingga
diperoleh 16 unit percobaan, seperti tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Skema Perlakuan Penelitian
Ulangan Perlakuan
P0 P7 P14 P21
1 P01 P71 P141 P211
2 P02 P72 P142 P212
3 P03 P73 P143 P213
4 P04 P74 P144 P214 Keterangan : P0 (Pemeraman 0 hari ), P7 (Pemeraman 7 hari), P14 (Pemeraman 14 hari ),
P21 (Pemeraman 21 hari ).
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (Analysis of
Variance/ ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda dilanjutkan dengan uji
berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) (Steel dan Torrie, 1995).
-
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Bahan Kering Complete Feed Fermentasi
Bahan kering merupakan salah satu hasil dari pembagian fraksi yang berasal dari
bahan pakan setelah dikurangi kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry
basis) (Immawatitari, 2014). .Rataan bahan kering Complete feed fermentasi berbahan dasar
ampas sagu dilihat pada (Gambar 6).
Gambar 6. Grafik Rataan Kadar Bahan Kering Complete feed Berbahan Dasar Ampas Sagu
yang Difermentasi Menggunakan SBP dengan Lama Pemeraman.
Hasil penelitian menunjukkan lama pemeraman tidak berpengaruh nyata (P>0.05)
terhadap kadar bahan kering Complete feed fermentasi berbasis ampas sagu, dengan kisaran
nilai antara 58,46% sampai 66,05%. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, pada
lama pemeraman 7 hari kadar bahan kering menunjukkan penurunan sebesar 2,01%
dibandingkan awal pemeraman (0 hari), yaitu dari 59,66% menjadi 58,46%. Selanjutnya
pada lama pemeraman 14 hari terjadi peningkatan kadar bahan kering yang cukup besar
hingga 12,98%, dan selanjutnya menurun kembali sebesar 2,30% pada lama pemeraman 21
hari. Penurunan ini kemungkinan disebabkan pertumbuhan mikroorganisme sudah
59,66
58,46
66,05
64,53
54,00
56,00
58,00
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
0 7 14 21
Bah
an K
erin
g (
%)
Lama Pemeraman (Hari)
-
23
memasuki fase stationer, yang ditandai dengan turunnya laju pertumbuhan dan menuju
kematian (death fase)(Fardiaz, 1992).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wajizah et al.
(2015) yang melaporkan terjadi peningkatan kadar bahan kering substrat pelepah sawit yang
difermentasi menggunakan Aspergillus niger, berkisar antara 12,84 sampai 29,42 %.
Peningkatan kadar bahan kering substrat selama proses fermentasi jenis padat disebabkan
mikroorganisme menyerap air untuk pertumbuhannya, sehingga semakin lama waktu
fermentasi kondisi substrat semakin kering (Tanyildizi et al., 2007). Peningkatan bahan
kering pada pakan Complete feed fermentasi juga dapat disebabkan oleh karakter ampas sagu
yang mengikat air pada media fermentasi. Ampas sagu masih memiliki kandungan pati yang
mempunyai daya absorbsi air, air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula pati
mengembang, sehingga air bebas berkurang (Richana dan Sunarti, 2004).
Proses fermentasi juga dapat mengakibatkan penurunan kadar bahan kering substrat,
seperti yang dilaporkan oleh Pasaribu et al. (2001) dimana terjadinya penurunan kadar bahan
kering sebesar 1,8% pada proses fermentasi lumpur sawit dengan lama pemeraman 12 hari.
Penurunan kadar bahan kering selama proses fermentasi disebabkan terjadinya proses
katabolisme senyawa kompleks menjadi senyawa yang sederhana, yang selanjutnya
digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitasnya,
dengan membebaskan CO2 dan H2O (Fardiaz, 1992).
4.2 Kadar Protein Kasar Complete Feed Fermentasi
Protein merupakan senyawa organik yang tersusun dari asam-asam amino. Protein
dibutuhkan setiap hari untuk hidup pokok, laktasi, pertumbuhan dan reproduksi. Kandungan
protein kasar dalam suatu sampel pakan menyatakan jumlah N yang terdapat didalam bahan
pakan yang tidak hanya terdiri atas protein sejati tetapi juga NPN (misal: urea dan NH3 dalam
pakan) Saha (2004). Berdasarkan analisis sidik ragam, lama pemeraman berpengaruh nyata
(P
-
24
degradasi yang dilakukan oleh mikroorganisme dan bahan-bahan pakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme belum digunakan oleh mikroorganisme. Selanjutnya, pada pemeraman 7
hari terjadi penurunan kadar protein kasar yaitu 13,76% hal ini dikarenakan baru terjadinya
fase adaptasi mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan penelitian Hamdat (2010) pada hari ke
4 kandungan protein kasarnya menurun hingga rata-rata 8%. Pada penelitian ini fermentasi
hari ke 4 adalah fase adaptasi bagi mikroba.
Gambar 7. Grafik Rataan Kadar Protein Kasar Complete feed Berbahan Dasar Ampas Sagu
yang Difermentasi Menggunakan SBP dengan Lama Pemeraman.
Lebih lanjut menurut Reed dan Rehm (1983) fase adaptasi akan berlangsung lama
jika kultur awal dikembangkan dalam media yang tidak sesuai. Mikroorganisme akan
merombak bahan yang lebih sederhana lebih dahulu, misalnya protein bahan. Pada hari ke
14 kadar protein terus meningkat sampai hari ke 21, peningkatan kadar protein kasar
tertinggi terjadi pada pemeraman 21 hari yaitu 15.42%. Menurut Agustono et al. (2010),
selama proses fermentasi peningkatan kandungan protein kasar disebabkan terjadinya
peningkatan jumlah biomasa mikroba. Kapang yang mempunyai kemampuan menghasilkan
enzim protease akan merombak protein. Protein dirombak menjadi polipeptida, kemudian
menjadi peptida sederhana yang akhirnya mengalami perombakan lebih lanjut menjadi
asam-asam amino, yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri.
Peningkatan jumlah koloni mikroba yang merupakan protein sel tunggal selama proses
14,49ab
13,76b
14,50ab
15,42a
12,50
13,00
13,50
14,00
14,50
15,00
15,50
16,00
0 7 14 21
Pro
tein
Kas
ar (
%)
Lama Pemeraman (Hari)
-
25
fermentasi secara tidak langsung meningkatkan kandungan protein kasar substrat
(Anggorodi, 1994 dan Agustono et al., 2010).
Menurut Wang et al. (1979) mengemukakan bahwa suhu sangat mempengaruhi
pertumbuhan maksimum suatu kapang dan aktivitas enzim yang dihasilkan. Selain suhu,
urea juga mampu meningkatkan kadar protein , menurut (Wang et al., 1979) peningkatan
yang terjadi karena kandungan protein murni yang meningkat disebabkan karena urea
mampu meransang pertumbuhan jamur Aspergillus niger sehingga mengakibatkan kenaikan
jumlah sel kapang.
4.3 Kadar Serat Kasar Complete Feed Fermentasi
Serat kasar merupakan fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam
encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit. Termasuk dalam komponen serat kasar
adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang tidak larut. Selulosa merupakan serat kasar
utama penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena monomer glukosa
terhubung dengan ikatan β 1-4 yang sangat stabil (Soejono, 1991). Beberapa
mikroorganisme, termasuk bakteri dan kapang menghasilkan enzim selulase yang dapat
merombak selulosa menjadi selubiosa yang selanjutnya disederhanakan menjadi glukosa
(Heriyanto, 2008).
Berdasarkan analisis sidik ragam, lama pemeraman berpengaruh nyata (P
-
26
Gambar 8. Grafik Rataan Kadar Serat Kasar Complete feed Berbahan Dasar Ampas Sagu
yang Difermentasi Menggunakan SBP dengan Lama Pemeraman.
Penurunan serat kasar disebabkan oleh semakin lama waktu pemeraman
menyebabkan meningkatnya kesempatan mikroba untuk melakukan pertumbuhan dan
fermentasi sehingga kesempatan mikroba untuk mendegradasi serat kasar semakin tinggi.
Peningkatan serat kasar disebabkan perkembangan bakteri kapang tidak diikuti oleh kinerja
enzim selulase secara optimal karena ketersediaan N yang mulai tidak seimbang. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan pertumbuhan kapang ikut menyumbang serat kasar yang berasal
dari miselium sehingga makin banyak massa sel makin tinggi kadar serat yang dihasilkan.
Kadar serat kasar substrat yang meningkat merupakan indikasi adanya pertumbuhan kapang,
seperti yang dilaporkan pada fermentasi putak dimana terjadi peningkatan kadar serat kasar
dari 9,2% menjadi 12,22% (Hilakore, 2008).
4.4 Kadar Abu Complete Feed Fermentasi
Abu yang merupakan zat anorganik atau mineral adalah bagian dari sisa pembakaran
dalam tanur dengan temperatur 400-600°C, sehingga semua bahan organik menguap
(Soejono, 1991). Menurut sudarmaji et al. (2007) kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan yang berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Berdasarkan
analisis sidik ragam, lama pemeraman tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kadar abu
11,49a
9,19b9,77b 9,76b
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
0 7 14 21
Ser
at K
asar
(%
)
Lama Pemeraman (Hari)
-
27
Complete feed berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi menggunakan SBP. (Gambar
9).
Gambar 9. Grafik Rataan Kadar Abu Complete feed Berbahan Dasar Ampas Sagu yang
Difermentasi Menggunakan SBP dengan Lama Pemeraman.
Pada Gambar 9 terlihat, lama pemeraman 14 hari dapat menurunkan kadar abu dari
10.20% menjadi 9.59% namun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan et al. (2012) pada fermentasi pelepah dan daun
sawit dengan penambahan urea, Phanerochaete chrysosporium dan Trametes sp
mengalamai penurunan kadar abu, dimana kadar abu sebelum fermentasi sekitar 14,95% dan
setelah fermentasi dengan penambahan urea, Phanerochaete chrysosporium dan Trametes
sp menurun menjadi 11,25%. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan urea,
Phanerochaete chrysosporium dan Trametes sp yang dapat memecah lignin yang terdapat
pada pelepah sawit. Sehingga berpengaruh terhadap menurunnya serat kasar pada pelepah
sawit, menurunnya serat kasar pada pelepah daun sawit berbanding lurus dengan
menurunnya kadar abu pada pelepah sawit tersebut.
Penurunan kadar abu mengindenfikasikan terjadi peningkatan kandungan bahan
organik substrat. Bahan organik mengandung zat-zat makanan yang cukup penting, yaitu
protein, lemak dan karbohidrat serta vitamin. Oleh karena itu, kehilangan bahan organik
berarti akan kehilangan juga zat-zat nutrien yang cukup penting. Menurut Church dan Pond
(1995), dipandang dari segi nutrisi jumlah besarnya abu tidak begitu penting, namun dalam
10,20 10,189,61 9,59
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
0 7 14 21
Ab
u (
%)
Lama Pemeraman (Hari)
-
28
analisis proksimat data abu diperlukan untuk menghitung atau mengukur nilai BETN (bahan
ekstrak tanpa N).
4.5 Kadar Lemak Kasar Complete Feed Fermentasi
Analisis kadar lemak kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar lemak pada pakan,
secara umum dalam menganalisis bahan baku pakan, lipida ditetapkan sebagai ekstrak
eter (Murtidjo, 1987). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni.
Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung lilin, asam organik,
alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya
benar (Anggorodi, 1994).
Berdasarkan hasil penelitian lama pemeraman tidak berpengaruh nyata (P>0.05)
terhadap kadar lemak kasar Complete feed berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi
menggunakan SBP. Pada penelitian ini kadar lemak kasar berkisar antara 1,84% sampai
2,27% (Gambar 10).
Gambar 10. Grafik Rataan Kadar Lemak Kasar Complete feed Berbahan Dasar Ampas
Sagu yang Difermentasi Menggunakan SBP dengan Lama Pemeraman.
Kandungan lemak kasar pada pemeraman 0 hari yaitu 1,84% dan kemudian
kandungan lemak kasar meningkat pada pemeraman 7 hari yaitu 2,27%, hal ini disebabkan
meningkatnya kandungan lemak kasar mengindikasikan adanya sintesis asam lemak di
dalam ampas sagu tersebut. Hasil penguraian karbohidrat dalam proses fermentasi dapat
menghasilkan asam-asam lemak, sehingga kadar lemak dalam bahan yang difermentasi
1,84
2,27
1,872,02
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
0 7 14 21
Lem
ak K
asar
(%
)
Lama Pemeraman (Hari)
-
29
dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa
fermentasi dapat diartikan sebagai pemecahan gula menjadi alkohol, asam-asam organik dan
CO2 oleh bakteri dalam kondisi anaerob.
Selanjutnya kadar lemak kasar kembali menurun pada pemeraman 14 hari yaitu
1.87%, hal ini disebabkan penurunan kandungan lemak kasar disebabkan oleh perombakan
lemak oleh enzim lipase kapang yang digunakan sebagai energi untuk pertumbuhannya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Destrosier (1988) yang dikutip oleh Nurhayati et al. (2006)
bahwa kapang setelah menyerang karbohidrat untuk sumber energi, kemudian menyerang
lemak dan protein. Semakin banyak penggunaan bahan pakan yang mengandung glukosa
pada substrat dapat memacu pertumbuhan biomasa kapang yang mengakibatkan produksi
enzim lipase semakin banyak. Faktor yang mempengaruhi perbedaan penurunan lemak kasar
adalah kandungan lemak kasar awal substrat yang memacu aktifitas enzim lipase dan
produksi enzim lipase yang dipengaruhi oleh pertumbuhan biomassa kapang.
4.6 Kadar BETN Complete Feed Fermentasi
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya,
seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak
eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi
monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa
serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994). Berdasarkan analisis sidik ragam,
lama pemeraman tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kadar BETN Complete feed
berbahan dasar ampas sagu yang difermentasi menggunakan SBP (Gambar 11).
-
30
Gambar 11. Grafik Rataan BETN Complete feed Berbahan Dasar Ampas Sagu yang
Difermentasi Menggunakan SBP dengan Lama Pemeraman.
Nilai rataan BETN Complete feed fermentasi pada setiap perlakuan lama pemeraman
yaitu 50,13% - 51,76% dengan rataan terendah berada pada pemeraman 14 hari dan rataan
tertinggi berada pada pemeraman 0 hari. Selama pemeraman kandungan BETN Complete
feed fermentasi berbahan dasar ampas sagu mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
mikroorganisme selama pemeraman mencerna bahan yang mudah terdegradasi seperti
karbohidrat, dimana karbohidrat adalah komponen utama utama yang terkandung dalam
BETN. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwar (2008) menyatakan bahwa BETN tersebut
digunakan sebagai energi oleh mikroba dalam pertumbuhannya. Adanya peningkatan
aktivitas mikroba dalam mendegradasi substrat, maka akan mempengaruhi juga pemakaian
energi (BETN) yang semakin banyak pula, sehingga dalam aktivitas mikroba yang tinggi
saat masa penyimpanan dapat menurunkan kandungan BETN.
Selain itu hal ini terjadi karena faktor yang menentukan kadar BETN seperti kadar
air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar pada lama waktu penyimpanan juga
mengalami penurunan. Menurut Kamal (1998) bahwa BETN dipengaruhi oleh kandungan
nutrien lainnya yaitu protein kasar, air, abu, lemak kasar dan serat kasar. Sutardi (2006)
menambahkan bahwa kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada
komponen lainnya, seperti air, abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah
air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut
51,76
50,68
50,13
51,67
49,00
49,50
50,00
50,50
51,00
51,50
52,00
0 7 14 21
BE
TN
(%
)
Lama Pemeraman (Hari)
-
31
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Penurunan kadar BETN dipandang dari aspek nutrisi
kurang menguntungkan, karena semakin sedikit BETN, berarti semakin sedikit pula
komponen bahan organik yang dapat dicerna sehingga semakin sedikit pula energi yang
dapat dihasilkan.
-
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa fermentasi Complete feed berbahan
dasar ampas sagu dengan lama pemeraman berbeda berpengaruh nyata (P0.05), terhadap
kadar bahan kering, kadar lemak kasar, kadar abu dan BETN. Penurunan kadar serat kasar
dan peningkatan kadar protein kasar masing-masing terjadi setelah 7 dan 14 hari pemeraman,
dan kedua parameter tersebut tidak berbeda secara signifikan sampai 21 hari pemeraman.
Berdasarkan hasil tersebut maka lama pemeraman yang direkomendasikan adalah 14 hari,
karena pada perlakuan tersebut kadar bahan kering dan protein kasar pakan compete
fermentasi masih cukup tinggi, sedangkan kadar serat kasar menurun secara nyata
dibandingkan lama pemeraman 0 hari.
5.2 Saran
Penelitian yang berkaitan dengan fermentasi sebaiknya perlu diperhatikan wadah
fermentasi (fermentor) yang harus benar-benar dalam kondisi anaerob sehingga kualitas
produk fermentasi bahan benar-benar optimal. Disamping itu, penelitian lanjutan Complete
feed dengan menggunakan ternak secara in vivo untuk melihat performa dan kecernaan
ternak perlu dikaji demikian juga dengan nilai ekonomi pada pemakaian Complete feed
fermentasi sebagai pakan ternak.
-
33
DAFTAR PUSTAKA
Adaskaveg, J.E., R.L. Gilbertson and M.R. Dunlap. 1995. Effects of incubation time and
temperature on in vitro seceltive delignification of silver leaf oak by Ganoderma
colossum. Appl. Environ. Microbiol. 61:138-144.
Agustini, N. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pengolahan Limbah Pertanian untuk Ternak
Sapi. NTB: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.
Agustono, A.S., Widodo dan W. Paramita. 2010. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada Daun Kangkung Air (Ipomoea Aquatica) Yang Difermentasi. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan Vol. 2, No. 1, Hal 37-43.
Akbar, S.A. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit Fermentasi yang dikombinasikan
dengan Defaunasi dan Protein By Pass Rumen Terhadap Performans Ternak
Domba. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 32 [2] June 2007.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Anwar, K. 2008. Kombinasi Limbah Pertanian dan Peternakan Sebagai Alternatif
Pembuatan Pupuk Organik Cair Melalui Proses Fermentasi Anaerob. Yogyakarta:
UII ISBN:978-979-3980-15-7
Baharudin dan Taskirawati. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan
Universitas Hassanudin.
Cepeda, M.C. 2006. Assessing Soil Microbial Populations and Activity Following The Use
of Microbial Inoculationts: Efffects on Disease Suppressiveness and Soil Health.
Alabama: Auburn University.
Church, D.C dan W.G Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fourth Edition.
John Willey and Sons Inc., USA.
Chuzaemi. S. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian Nutrien Sapi Potong Di Indonesia.
Workshop Sapi Potong. Lolit Sapi Potong Grati. Pasuruan.
Deatrosier, N.W. 1987. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Deinum, H.K. 1984. Sagu dalam landbow in de Indische Archipel II A. NV Uitgeverij W.
Van Hoewe. S Gravenhage.
Dewi, A.K., C.S. Utama dan S. Mukodiningsih. 2014. Kandungan Total Fungi Serta Jenis
Kapang dan Khamir pada Limbah Pabrik Pakan yang Difermentasi dengan
Berbagai Aras Starter Starfung. Agripet Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro, Semarang.Vol 14, No. 2,
Djumadi, A. 1989. Sistem Pertanian Sagu di Daerah Luwu Sulsel. Thesis Pasca Sarjana IPB.
Bogor.
-
34
Esposito, G., L. Frunzo, A. Panico dan F. Pirozzi. 2011. Modelling the Effect of the OLR
and OFMSW Particle Size on the Performances of an Anaerobic Co-digestion
Reactor. J Process Biochem 46:557-565.
Fajarudin, M.W., M. Junus dan E. Setyowati. (2014). Pengaruh lama fermentasi EM-4
terhadap kandungan protein kasar padatan kering lumpur organik unit gas bio.
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 23(2), 14-18.
Fardiaz, S. 1992a. Fisiologi Fermentasi. PAU. IPB, Bogor.
Fardiaz, S. 1992b. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Febrina, D. 2012. Kecernaan Ransum Sapi Peranakan Ongole Berbasis Limbah Perkebunan
Kelapa Sawit yang Diamoniasi Urea. Jurnal Peternakan Vol 9 No 2 September
2012 (68 - 74)
Flach, M. 1977. Sago Palm, Metroxylon sago Rottb. IPGRI. Rome
Ginting, S.P. 2009. Prospek penggunaan pakan komplit pada kambing: Tinjauan manfaat
dan prospek bentuk fisik pakan serta respon ternak. Wartazoa. 19 (2): 64 – 75.
Gras. 2008. Aspergillus niger. http://www.cfsan.fda.gov/~rdb/opagras.html). Diakses
tanggal 15 Februari 2013.
Hamdat, N.H. 2010. Pengaruh Lama Fermentasi Menggunakan Rhizopus oryzae Terhadap
Protein Kasar dan Serat Kasar Ampas Sagu (Metroxilon rumphii). IPB.
Hangewa. 1992. Pemakaian Tepung Dagu dan Ampasnya dalam Ransum Ternak sebagai
Sumber Energi. Informasi Pertania No. 4 Tahun 1992. Ambon.
Harsanto, P.B. 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.
Hartadi, H., L.C. Kearl, S. Reksohadiprodjo, L.E. Harris, S. Lebdosukoyo dan A. Fillman.
1980. Tabel- Tabel dari Komposisi Bahan Makanan. Data Ilmu Makanan Ternak
untuk Indonesia. Logan, Utah : The Internasional Feedstuff Institute Utah
Agriculture Experiment Station, Utah State University.
Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.
140 hal.
Hastuti, D., S. Nur dan B. Iskandar. 2011. Pengaruh Perlakuan Teknologi Amofer
(Amoniasi Fermentasi) Pada Limbah Tongkol Jagung Sebagai Alternatif Pakan
Berkualitas Ternak Ruminansia. Mediagro. Vol. 7. No. 1, 2011: Hal 55 – 65.
Hatakka, A. 2001. Biodegradation of lignin. In: Steinbüchel A. [ed] Biopolimers.: Lignin,
Humic Substances and Coal Germany: Wiley VCH. pp. 1 : 129-180.
Henrikson, H., M.J. Waern, G. Nyman. 1995. Anaesthetics for general anaesthesia in
growing pigs. Acta Vet Scand 36(4): 40111.
Heriyanto. 2008. Probiotik (Migrosuplemen /MIG Ternak). Departemen Pertanian
Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Balai Besar Pengujian Mutu &
Sertifikasi Obat Hewan No. B. 0264. Bogor, Indonesia.
-
35
Hilakore, M.A. 2008. Peningkatan Kualitas Nutritif Putak Melalui Fermentasi Campuran
Trichoderma reesei dan Aspergillus niger Sebagai Pakan Ruminansia. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Hoffman, R.R. 1988. Anatomy of gastro-imestinal tract. In:The Ruminant Animal Digestive
Physiology and Nutrition. Church, D.C. (Ed). Prentice Hall, Englewcod Cliffs, New
Jersey. Pp. 14-43.
Immawatitari. 2014. Analisis Proksimat Bahan Kering. http://immawatitari.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 03 Maret 2016.
Juwita, R. 2012. Studi Produksi Alkohol Dari Tetes Tebu (Saccharum officinarum L)
Selama Proses Fermentasi (Doctoral dissertation).
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Yogyakarta: Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada
Kamalidin., A. Agus dan I.G.S. Budisatria. 2012. Performa Domba yang diberi Complete
feed Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Buletin Peternakan Vol. 36 (3): 162-168,
Oktober 2012.
Karlina. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tape
Ubi Jalar. Sumatera: Skripsi. Fakultas Pertanian USU.
Kartolo, R. 2015. Penggunaan Pelepah Kelapa Sawit Yang Difermentasi Dengan Mikroba
Lokal Pada Domba Lokal Jantan. USU Press, Medan.
Kiat, L.J. 2006. Preparation and Characterization of Carboxymethyl Sago Waste and
Hydrogel. Tesis University Putra Malaysia. Malaysia.
Kompiang, I.P., A.P. Sinurat, Supriyati, T. Purwadaria dan J. Darma. 1994. Nutrition Value
of Protein Enriched Cassava: Cassapro, Ilmu dan Peternakan 7(2): 22-25.
Kurniawan, B.F., Farida, W. Yusuf. 2012. Delignifikasi Pelepah Daun Sawit Akibat
Penambahan Urea, Phanerochaete chrysosporium dan Trametes sp Terhadap Kadar
Abu, Kadar Protein, Kadar Lemak dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN).
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Lampung.
Mandels, M. 1982. Cellulases. In. G. T. Tsao (ed) Annual Report on Fermentation
Processes;http://www.edusoft.com. [21 Oktober 2012].
Marzuki, R. A. 2013. Studi Karakterisasi Bakteri Eschericia coli di Laboratorium Kesehatan,
Lumajang.
McClatchey, W., Manner, I. Harley, Elevitch, R. Craig. 2006. Metroxylon Spp. Ecology
papers Inc. London.
Misgiyarta dan S. Widowati. 2005. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL)
Indigenus. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Mulyanto, B. and Suwardi. 2000. Distribution and Characteristics of Land, The Sagu Palm
(Metroxylon spp.) Habitat in Indonesia. Proc. Sago Seminar. Bogor, March 22-23,
2000.
-
36
Murni, R., Akmal dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao yang
Difermentasi dengan Kapang Phanerochaete chrysosporium Sebagai Pengganti
Hijauan Dalam Ransum Ternak Kambing. Agrinak. Vol. 02. No. Maret 6-10.
Murtidjo. 1987 Pedoman Meramu Pakan Unggas. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Nanda, D.D., A. Purnomoadi, L.K. Nuswantara. 2014. Penampilan Produksi Sapi Bali yang
diberi Pakan dengan Berbagai Level Pelepah Sawit. Agromedia. Vol. 32. No.2.
Nurhayati, A.P.D., N. Abdulgani dan R. Febrianto. 2006. Uji Toksisitas Ekstrak Eucheuma
Alvarezii terhadap Artemia Salina Sebagai Studi Pendahuluan Potensi
Antikanker. J. Akta Kimindo. 2:41-46
Orth, A.B., D.J. Royse, M. Tien. 1993. Ubiquity of Lignin-degradding Peroxidases among
Vaious Wood-Degrading Fungi. Appl. Environ Microbiol. 59:4017-4023.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta.
Pasaribu, T., T. Purwadaria, A. P. Sinurat, J. Rosida, D.O.D. Saputra. 2001. Evaluasi Nilai
Gizi Lumpur Sawit Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger Pada Berbagai
Perlakuan Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.6(4): 224-229.
Pelczar dan Chan. 2007. Analisis Mikroba pada Inokulasi . Edisi Kelima.Erlangga: Jakarta
Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassr : Makasar.
Pujaningsih. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. Laporan dalam
bentuk pdf. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Fakultas Peternakan Undip.
Ralahalu, T.N. 2012. Potensi Ampas Sagu Dan Limbah Udang Sebagai Sumber Serat Dalam
Ransum Dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Kolesterol Serta Kualitas Karkas Babi.
Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Ralahalu, T. N. 1998. Pengaruh Tingkat Penggunaan Ampas Sagu yang Difermentasi dengan
Aspergillus niger dalam Ransum Babi Pertumbuhan. (tesis). Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor,Bogor.
Reed, G. Dan H.J. Rehm. (1983). Biotechnology Vol.5 Food and Feed Production with
Microorganisms. Verlag Chemie. Weinheim.
Richana, N. dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung
pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen. 1(1):
29-37.
Rosningsih, S. 2000. Pengaruh Lama Fermentasi dengan EM-4 terhadap Kandungan
Ekskreta Layer. Buletin Pertanian dan Peternakan. Universitas Wangsa Manggala.
Yogyakarta. 1(2): 62-69.
Rothschild, N., A. Levkowitz, Y. Hadar and C.G. Dosoretz. 1999. Manganese deficiency
can replace high oxygen levels needed for lignin peroxidase formation by
Phanerochaete chrysosporium. Appl Environ Microbiol 65:483-488.
Saha, B.C. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Applications in Biotechnology. In:
Lignocellulose Biodegradation. Saha BC, Hayashi K (Ed.). American Chemical
Society, Washington DC. p2-34.
-
37
Sangadji, I. 2009. Mengoptimalkan Pemanfaatan Ampas Sagu Sebagai Pakan Ruminansia
Melalui Biofermentasi Dengan Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) dan Amoniasi.
Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Simanihuruk, K., A. Chaniago, J. Sirait. 2011. Silase Ampas Sagu Sebagai Pakan Dasar Pada
Kambing Kacang Sedang Tumbuh. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner 2011.
Simanihuruk, K., Junjungan dan S.P. Ginting. 2008. Pemanfaatan silase pelepah kelapa
sawit sebagai pakan basal kambing kacang fase pertumbuhan. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner . hal 446-455.
Singhal, R.S., J.F. Kennedy, S.M. Gopalakrishnan, A. Kaczmarek, C.J. Knill dan P.F.
Akmar. 2008. Industrial production, processing, and utilization of sago palm-
derived products. Carbohydr Polym 72: 1-20.
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, J. Rosida, H. Surachman, H. Hamid dan I.P. Kompiang. 1998.
Pengaruh suhu ruang fermentasi dan kadar air substrat terhadap nilai gizi produk
fermentasi lumpur sawit. J. Ilmu Ternak Vet. 3(4):225-229.
Soejono, M. 1991. Analisis dan Evaluasi Pakan. Petunjuk Labolatorium. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Fakultas Peternakan UGM.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia, Pustaka
Utama, Jakarta.
Sudarmadji., Slamet. 2007. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Sufi, S.Y. 2009. Kreasi Roti. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Suherman. 2009. Pengenalan Sagu. http://ukmjsuherman.blogspot.com /2009/07/
pengenalan- sagu.html. Akses Data 12 April 2016.
Supriyati, T., Pasaribu, H. Hamid dan A. Sinurat. 1998. Fermentasi Bungkil Inti Sawit
Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger. JITV 3(3): 165 –
170.
Sutardi, T. 2006. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Bogor:
Fakultas Peternakan IPB.
Syamsu, A.J. 2003. Kajian fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan sapi Bali
di Sulawesi Selatan Jurnal Ilmu Ternak. 3 (2): 24-31. Fakultas Peternakan
Universitas Padjajaran, Bandung.
Tampoebolon, B.I M. 2009. Kajian Perbedaan Aras dan Lama Pemeraman Fermentasi
Ampas Sagu dengan Aspergillus niger Terhadap Kandungan Protein Kasar dan
Serat Kasar. Makalah Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro. Tanggal 15 Mei 2009, Semarang.
Tanyildizi, M.S., D. Ozer, M. EliboL. 2007. Production of Bacterial Amylase By B.
Amyloliquefaciens Under Solid Substrase Fermentation. Biochemical engineering
journal volume 37, Issue 3.1 Juli 2015.
-
38
Toha, M.D., Darlis dan A. Latief. 1998. Konversi Pod Coklat Oleh Kapang Aspergillus niger
untuk Produksi Pakan Ternak. Jurnal Ilmiah Ilmu – ilmu Peternakan Universitas
Jambi. Vol. 1 (2) : 1-5.
Tuomela, M. 2002. Degdradation of Lignin and Other 3-4C-labelled Compounds in
Compact and Soil with an Emphasis on White-rot fungi. Helsinki: Dep. Appl.
Chem. Microbiol. Division of Microbiology, 140:19-26. Dalam Suparjo, 2008.
Degdradasi Komponen Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk Putih. jajo66.
Wordpress.com.
Ulte, A., L.G.M. Gorris, E.J. Smid. 2008. Bacterial Activity of Carvacrol Toward the Food-
borne Pathogen Bacillus cereus. J Appl Microbiology 85,211-218.
Utama, C.S., B. Sulistiyanto, B.E. Setiani. 2013. Profil Mikrobiologis Pollard yang
Difermentasi dengan Ekstrak Limbah Pasar Sayur pada Lama Peram yang Berbeda.
Agripet Vol. 13 No. 2 : 26-30.
Wajizah, S., Samadi, Y. Usman, E. Mariana. 2015. Evaluasi Nilai Nutrisi dan Kecernaan In
Vitro Pelepah Kelapa Sawit (Oil Palm Fronds) yang Difermentasi Menggunakan
Aspergillus niger dengan Penambahan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Agripet
: Vol (15) No. 1 : 13-19.
Wang, D.L.C., C.L. Coney, A.L. Demain, P. Dunnil, A.F. Remherey, M.D. Clan and Lily.
1979. Fermentation and Enzymes Technology. New York: John Wiley and Sons.
Wina, E. 2005. Teknologi Pemanfaatkan Mikroorganisme dalam Pakan Untuk
Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah Riview.
Wartazoa. 15 (4): 173-186.
Winarno, F.G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wulandari, S., A. Agus, M. Soejono, M.N. Cahyanto, R. Utomo. 2014. Performa Produksi
Domba yang diberi Complete Feed Fermentasi Berbasis Pod Kakao Serta Nilai
Nutrien Tercernanya Secara In Vivo. Buletin Peternakan Vol. 38(1): 42-50, Februari
2014.
Yang, S.S., H.D. Jang, C.M. Liew and J.C. Preez. 1993. Protein enrichment of sweet potato
residue by solid-st