Etiologi Solusio Plasenta (TR)

9
Etiologi dan factor terkait Sebab utama solusio plasenta tidak diketahui, tetapi beberapa kondisi terkait dicantumkan dalam Tabel 35-4. Usia, paritas, ras, dan factor familial. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 35.6, insiden solusio meningkat sesuai bertambahnya usia ibu. Pada penelitian first- and second- Trichester Evaluation of Risk (FASTER), perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun ditemukan 2,3 kali lipat. Lebih mungkin mengalami solusio dibandingkan perempuan berusia ≤ 35 tahun (Cleary-Goldman dkk., 2005). Meskipun Pritchard dkk., (1991) melaporkan insiden solusio meningkat pada perempuan dengan paritas tinggi, Toohey dkk., (1995) tidak memperoleh hasil yang sama. Ras atau etnisitas tampaknya penting. Diantara hampir 170.000 pelahiran yang dilaporkan oleh Pritchard dkk., (1991) dari parkland hospital, solusio lebih lazim terjadi pada perempuan afrika-amerika dan kaukasia (1 dalam 200) dibandingkan perempuan asia (1 dalam 300) atau perempuan amerika latin (1 dalam 450). Hubungan familiai baru-baru ini dilaporkan oleh Rusmussen dan irgens (2009) yang menganalisis keluaran dari register berbasis-populasi di Norwegia, yang mencakup hampir 378.000 perempuan dengan hubungan saudara kandung dan lebih dari 767.000 kehamilan. Jika seorang perempuan pernah mengalami solusio berat, risiko untuk saudara perempuannya akan meningkat 2 kali lipat, dan risiko yang dapat diwariskan sebesar 16 persen. Tidak terdapat peningkatan risiko pada saudara ipar mereka. Hipertensi. Kondisi yang sangat dominan berkaitan dengan solusio plasenta adalah suatu bentuk hipertensi---gestasional, preeklamsia, hipertensi kronis, atau kombinasi kedua-duanya. Dalam laporan parkland hospital mengenai 408 perempuan yang mengalami solusio plasenta dan keguguran, hipertensi ditemukan pada kurang lebih separuh perempuan setelah kompartemen intravascular yang sebelumnya berkurang dipulihkan. (Pritchard dkk., 1991). Setengah diantara perempuan-tersebut—seperempat dari total 408—memiliki hipertensi kronis. Dilihat dari sisi lain, sibai dkk,. (1998). Melaporkan untuk Maternal Fetal

Transcript of Etiologi Solusio Plasenta (TR)

Etiologi dan factor terkaitSebab utama solusio plasenta tidak diketahui, tetapi beberapa kondisi terkait dicantumkan dalam Tabel 35-4.Usia, paritas, ras, dan factor familial. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 35.6, insiden solusio meningkat sesuai bertambahnya usia ibu. Pada penelitian first- and second-Trichester Evaluation of Risk (FASTER), perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun ditemukan 2,3 kali lipat. Lebih mungkin mengalami solusio dibandingkan perempuan berusia 35 tahun (Cleary-Goldman dkk., 2005). Meskipun Pritchard dkk., (1991) melaporkan insiden solusio meningkat pada perempuan dengan paritas tinggi, Toohey dkk., (1995) tidak memperoleh hasil yang sama. Ras atau etnisitas tampaknya penting. Diantara hampir 170.000 pelahiran yang dilaporkan oleh Pritchard dkk., (1991) dari parkland hospital, solusio lebih lazim terjadi pada perempuan afrika-amerika dan kaukasia (1 dalam 200) dibandingkan perempuan asia (1 dalam 300) atau perempuan amerika latin (1 dalam 450). Hubungan familiai baru-baru ini dilaporkan oleh Rusmussen dan irgens (2009) yang menganalisis keluaran dari register berbasis-populasi di Norwegia, yang mencakup hampir 378.000 perempuan dengan hubungan saudara kandung dan lebih dari 767.000 kehamilan. Jika seorang perempuan pernah mengalami solusio berat, risiko untuk saudara perempuannya akan meningkat 2 kali lipat, dan risiko yang dapat diwariskan sebesar 16 persen. Tidak terdapat peningkatan risiko pada saudara ipar mereka.

Hipertensi. Kondisi yang sangat dominan berkaitan dengan solusio plasenta adalah suatu bentuk hipertensi---gestasional, preeklamsia, hipertensi kronis, atau kombinasi kedua-duanya. Dalam laporan parkland hospital mengenai 408 perempuan yang mengalami solusio plasenta dan keguguran, hipertensi ditemukan pada kurang lebih separuh perempuan setelah kompartemen intravascular yang sebelumnya berkurang dipulihkan. (Pritchard dkk., 1991). Setengah diantara perempuan-tersebutseperempat dari total 408memiliki hipertensi kronis. Dilihat dari sisi lain, sibai dkk,. (1998). Melaporkan untuk Maternal Fetal Medicine Units Network bahwa 1,5 persen diantara perempuan hamil dengan hipertensi kronis mengalami selusio plasenta. Ananth dkk., (2007) melaporkan peningkatan insiden solusio plasenta sebesar 2,4 kali lipat pada hipertensi kronis, dan peningkatan ini bahkan lebih tinggi lagi jika disertai preeklamsia atau restriksi pertumbuahn janin. Zetterstrom dkk., (2005) melaporkan peningkatan insiden solusio sebesar dua kali lipat pada perempuan dengan hipertensi kronis dibandingkan dengan perempuan normotensive insiden 1,1 persen versus 0,5 persen.Keparahan hiperetensi tidak selalu berhubungan dengan insiden solusio. Group (2002) memberikan gambaran bahwa perempuan dengan preeklamsia mungkin mengalami risiko solusio yang lebih rendah bila diterapi dengan magnesium sulfat.

Ketuban pecah dini dan pelahiran kurang bulan. tidak ada keraguan bahwa terjadi peningkatan insiden solusio bila ketuban pecah sebelum aterm. Major dkk., (1995) melaporkan bahwa 5 persen diantara 756 perempuan dengan ketuban pecah antara minggu 20 dan minggu 36 mengalami solusio. Kramer dkk., (1997) menemukan insiden solusio sebesar 3,1 persen diantara semua perempuan jika ketuban pecah lebih lama dari 24 jam. Ananth dkk,. (2004) mempelajari data dari National Maternal and Infant health Survey tahun 1988, dan melaporkan peningkatan risiko solusio 3 kali lipat pada kasus ketuban pecah dini. Risiko ini semakin ditingkatkan oleh infeksi. Kelompok yang sama telah mengajukan gagasan bahwa peradangan dan infeksi mungkin merupakan sebab utama solusio plasenta (Nath dkk., 2007). Mereka juga melaporkan hubungan yang erat dengan berat badan lahir rendah, terutama karena pelahiran kurang bulan, tetapi tidak dengan restrksi pertumbuhan (2008).Merokok. Penelitian terdahulu dari Collaborative perinatal project mengaitkan merokok dengan peningkatan risiko solusio. Dalam suatu meta-analisis yang mencakup 1,6 juta kehamilan, Ananth dkk., (1999a, b) menemukan peningkatan risiko solusio dua kali lipat pada perokok. Risiko ini bertambah menjadi lima hingga delapan kali lipat jika perokok tersebut mengalami hipertensi kronis, preeklamsia berat, atau keduanya. Temuan serupa telah dilaporkan oleh Mortensen (2001), Hogberg (2007), Kaminsky dkk., (2007).Kokain. Perempuan pengguna kokain memiliki frekuensi solusio plasenta yang sangat tinggi. Dalam laporan dari Bingol dkk., (1987) mengenai 50 perempuan yang menyalahgunakan kokain selama kehamilan, ditemukan delapan kasus lahir-mati akibat solusio plasenta. Dalam ulasan sistematis mereka terhadap 15 penelitian yang melibatkan perempuan pengguna kokain, Addis dkk., (2001) melaporkan bahwa solusio plasenta lebih lazim pada perempuan yang menggunakan kokain dibandingkan mereka yang bukan pengguna. Trombofilia. Selama decade terakhir, sejumlah trombofilia yang diwariskan atau didapat telah dikaitkan dengan penyakit tromboembolik selama kehamilan. Beberapa diantara kelainan inimisalnya, mutasi gen protrombin atau factor V leiden --- berkaitan dengan solusio dan infark plasenta, serta preeklamsia. Kaitan trombofilia dengan solusio baru-baru ini diulas oleh Kenny dkk., (2009).Solusio Traumatik. Pada beberapa kasus trauma eksternal, biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor aau kekerasan fisik, dapat terjadi pemisahan plasenta. Pada studi-studi terdahulu dari parkland hospital, hanya sekitar 2 persen solusio plasenta yang menyebabkan kematian janin yang memiliki etiologic trauma. Namun, seiring menurunnya insiden solusio plasenta selama beberapa tahun ini, solusio traumatic telah menjadi relative lebih lazim. Kettel dan Stafford menekankan secara tepat bahwa solusio dapat disebabkan oleh trauma yang relative ringan. Lebih lanjut lagi, hasil pencatatan laju denyut jantung janin yang tidak meyakinkan tidak selalu langsung berkaitan dengan bukti terjadinya pemisahan plasenta.Leiomyoma. Tumor-tumor ini, khususnya jika terletak dibelakang tempat implantasi plasenta, merupakan predisposisi terjadinya solusio. Rice dkk., (1989) melaporkan bahwa delapan diantara 14 perempuan dengan leiomyoma retroplasenta mengalami solusio plasenta, dan empat perempuan melahirkan janin lahir-mati. Sebaliknya, solusio terjadi hanya pada dua diantara 79 perempuan dengan leiomyoma yang tidak terletak retroplasenta.

Solusio BerulangSeorang perempuan yang pernah mengalami solusio plasentakhsusnya yang menyebabkan kematian janinmemiliki angka rekurensi yang tinggi. Pritchard dkk., menemukan angka rekurensi sebesar 12 persen pada kehamilan berikutnya. Penting diketahui, 8 diantara 14 solusio berulang menyebabkan kematian janin kedua. Terdapat angka rekurensi sebesar 22 persen, dan empat diantara enam kasus rekurensi terjadi pada usia kehamilan yag lebih muda 1-3 minggu dibandingkan saat terjadinya solusio pertama. Pada penelitian berbasis populasi yang melibatkan 767.000 kehamilan, Rusmussen dan Irgens (2009) melaporkan odds ratio sebesar 6,5 persen untuk solusio ringan berulang dan 11,5 persen untuk solusio berar berulang. Bagi perempuan yang telah mengalami dua kali solusio plasenta berat, risiko menjadi 50 kali lipat untuk mengalami solusio ketiga.Jadi, tata laksana kehamilan setelah terjadinya solusio merupakan hal yang sulit karena mendadak dapat terjadi solusio berikutnya, bahkan pada kehamilan yang masih jauh dari aterm. Pada banyak kasus rekurensi inihasil pemeriksaan kesejahteraan janin sebelum terjadinya solusio umumnya baik. Dengan demikian, pemeriksaan janin antepartum biasanya tidak prediktif.PatologiSolusio plasenta dimulai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua kedua memisah, meninggalkan lapisan tipis yang melekat ke myometrium. Karena itu, proses dalam tahap paling awal terdiri atas pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pemisahan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang terletak didekatnya. Nath dkk., (2007) menemukan bukti histologis peradangan lebih banyak terlihat pada kasus solusio plasenta dibandingkan pada control normal. Seperti dibahas sebelumnya, mereka mengajukan gagasan bahwa peradanganinfeksimungkin merupakan contributor penyebab.Dalam tahap dini, mungkin tidak ditemukan gejala klinis, dan pemisahan hanya ditemukan saat pemeriksaan plasenta yang baru dilahirkan. Pada kasus-kasus seperti ini, terdapat cekungan berbatas tegas pada permukaan maternal plasenta. Cekungan ini biasanya berdiameter beberapa centimetre dan ditutupi oleh darah yang telah membeku dan berwarna gelap. Karena diperlukan beberapa menit untuk memunculkan perubahan anatomis ini, plasenta yang sangat baru mengalami pemisahan dapat tampak sepenuhnya normal saat dilahirkan. Menurut Benirschke dan kaufmann (2000) dan sesuai pengalaman kami, usia bekuan retroplasenta tidak dapat ditentukan secara pasti.Pada kondisi tertentu, arteria spiralis desidua pecah dan menimbulkan hematoma retroplasenta, yang saat bertambah besar, merusak lebih banyak lagi pembuluh darah sehingga lebih banyak plasenta yang terpisah. Daerah terpisahnya plasenta dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus masih membesar akibat produk konsepsi, uterus tidak mampu berkontraksi secara adekuat untuk menekan pembuluh darah yang mendarahi lokasi plasenta. Darah yang keluar dapat menyebabkan diseksi membrane dari dinding uterus, dan akhirnya tampak dari luar atau dapat tertahan sepenuhnya dalam uterus.

Perdarahan Terselubung. Perdarahan terselubung atau tertahan (tersamar) mungkin terjadi jika: Terdapat efusi darah dibelakang plasenta, tetapi tepinya masih tetap melekat. Plasenta sepenuhnya terpisah, tetapi membrane masih melekat ke dinding uterus. Darah memperoleh akses ke rongga amnion setelah menembus membrane. Kepala janin memenuhi segmen bawah uterus sehingga darah tidak dapat lewat.

Namun, yang paling terjadi, membrane secara bertahap terdiseksi lepas dari diniding uterus, dan darah, cepat atau lambat, akan mengalir keluar.

Solusio plasenta kronis. Pada beberapa perempuan, perdarahan dengan pembentukan hematoma retroplasenta dapat berhenti sepenuhnya tanpa pelahiran. Kami telah berhasil mendokumentasikan fenomena ini dengan melabel eritrosit ibu dengan kromium-51. Pada satu kasus, sel-sel darah merah terselubung sebagai bekuan bervolume 400 mL, yang ditemukan didalam uterus ssat pelahiran 3 minggu kemudian. Bekuan yang ditemukan ini tidak mengandung radiokromium, sedangkan darah tepi pada saat itu mengandung kromiom radioaktif. Dengan demikian, darah dalam bekuan telah terakumulasi sebelum eritrosit diabel.

Perdarahan janin ke ibuPerdarahan pada solusio plasenta hampir selalu berasal dari ibu. Hal ini logis karena pemisahan terjadi dalam desidua ibu. Pada 78 perempuan dengan solusio plasenta nontraumatik, kami menemukan tanda perdarahan janin ke ibu pada 20 persennya. Pada semua kasus tersebut, volume darah janin kurang dari 10 mL. Sebaliknya perdarahan janin yang bermakna jauh lebih mungkin terjadi pada solusio traumatik. Pada kondisi ini, perdarahan janin terjadi akibat robekan atau fraktur dalam plasenta, bukan akibat pemisahan plasenta itu sendiri.Tata LaksanaTerapi solusio plasenta bervariasi bergantung pada usia gestasi dan kondisi ibu serta janin. Bila janin telah mencapai usia viabel, dan jika persalinan pervagina belum dapat dilaksnakan, pelahiran caesar darurat dipilih oleh sebagian besar klinisi. Pada perdarahan eksternal masif, resusitasi intensif dengan darah dan kristalois serta pelahiran segera untuk mengendalikan perdarahan merupakan tindakan penyelamatan nyawa bagi ibu, dan diharapkan, janin. Jika diagnosis belum dapat dipastikandan janin hidup, tetapi tanpa tanda terganggunya kesejahteraan janin, observasi ketat dapat dilakukan di fasilitas yang mampu melakukan intervensi segera.Tata Laksana Konservatif pada Kehamilan Kurang bulan. Menunda pelahiran dapat terbukti bermaanfaat jika janin imatur. Bond dkk., (1989) menangani 43 perempuan dengan solusio plasenta sebelum kehamilan 35 minggu secara konservatif, dan 31 diantaranya diberikan terapi tokolitik. Periode rata-rata hingga pelahiran pada semua perempuan ini adalah sekitar 12 hari, dan tidak terdapat bayi yang lahir mati. Pelahiran caesar dilakukan pada 75 persen kasus.Perempuan dengan tanda solusio yang sangat dini laim mengalami oligohidramnion, baik dengan ataupun tanpa ketuban pecah dini. Dalam suatu laporan oleh Elliott dkk., (1998), empat perempuan dengan solusio pada usia kehamilan rata-rata 20 minggu juga mengalami oligohidramnion. Mereka melahirkan pada usia gestasi rata-rata 20 minggu.Tidak adanya deselarasi yang mengkhawatirkan tidak menjamin keamanan lingkungan intrauter. Plasenta dapat semakin memisah kapan saja serta dapat sangat menurunkan kesejahteraan atau membunuh janin, kecuali segera dilakukan pelahiran. Penting diingat, demi kesejahteraan janin yang mengalami distress, harus segera dilakukan langkah-langkah untuk mengoreksi hipovolemia, anemia, dan hipoksia pada ibu dengan tujuan memulihkan dan mempertahankan ungsi plasenta yang masih terimplantasi. Hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk memperbaiki penyebab-penyebab lain yang berperan menimbulkan distress janin, selain pelahiran.Tokolisis Beberapa tetapi tentunya tidak semua menganjurkan tokolisis untuk kehamilan kurang bulan yang dipersulit oleh dugaan solusio, tetapi tanpa terganggunya kesejahteraan janin. Pada studi terdahulu, Hurd dkk., (1983) melaporkan bahwa solusio menjadi tersamarkan selama periode yang lama jika tokolisis dimulai. Sebaliknya, Sholl (1987) dan Combs dkk., (1992) menyediakan data yang memperlihatkan bahwa tokolisis memperbaiki keluaran pada satu kelompok terpilih perempuan dengan kehamilan kurang bulan yang dipersulit solusio parsial. Pada pemeriksaan penunjang lainnya, Towers dkk., (1999) memberikan magnesium sulfat, terbutalin, atau keduanya pada 95 diantara 131 perempuan dengan solusio plasenta yang didiagnosis sebelum 36 minggu. Angka kematian perinatal sebesar 5persen pada perempuan dalam kelompok ini tidaklah berbeda dari kelompok yang tidak mendapat perlakuan. Peneliti tersebut menyimpulkan bahwa penelitian klinis teracak dapat dilakukan dengan aman. Hingga dilakukannya penelitian itu, kami emandang bahwa solusio plasenta yang nyata secara klinis harus dianggap sebagai kontraindikasi terapi tokolitik.Pelahiran caesar.Pelahiran cepat janin yang masih hidup tetapi mengalami distres, dalam praktiknya, selalu berarti pelahiran caesar. Kayani dkk., (2003) meneliti hubungan antara kecepatan pelahiran dan keluaran neonatal pada 33 kehamilan tunggal yang dipersulit oleh solusio plasenta yang nyata secara klinis dan bradikardia janin. Diantara 22 neonatus hidup yang tidak mengalami kelainan neurologis, 15 dilahirkan dalam waktu 20 menit sejak adanya keputusan untuk dilakukannya tindakan bedah. Diantara 11 janin yang meninggal atau mengalami cerebral palsy, delapan dilahirkan melebihi 20 menit setelah diputuskannya tindakan bedah. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan respons merupakan faktor penting yang menentukan keluaran pada neonatus.Penting untuk diktehui bahwa elektroda yang dipasang langsung pada janin kadang-kadang dapat memberikan informasi yang menyesatkan. Pelahiran per vagina.Jika pemisahan plasenta sedemikian berat hingga janin meninggal, pelahiran per vagina biasanya dipilih. Hemostasis pada lokasi implantasi plasenta terutama bergantung pada kontraksi miometrium. Dengan demikian, pada pelahiran per vagina, stimulasi miometrium secara farmakologis dan pemijatan uterus akan menekan dan menutup pembuluh darah ditempat plasenta sehingga perdarahan berat dapat dihindarkan meskipun mungkin terdapat defek koagulasi.Satu pengecualian untuk pelahiran per vagina mencakup perdarahan yang sedemikian hebat sehingga tidak dapat ditata laksana dengan baik, bahkan dengan penggantian darah secara agresi sekalipun. Pengecualian kedua adalah terdapatnya penyulit obstetris lain yang mencegah pelahiran per vagina.Persalinan.Pada solusio plasenta yang luas, uterus kemungkinan berada dalam kondisi hipertonik persisten. Tekanan intraamnion baseline dapat mencapai 50 mm Hg atau lebih, dengan peningkatan ritmis hingga 75-100 mm Hg. Akibat hipertonus persisten, terkadang sulit untuk menentukan melalui palpasi apakah uterus berkontraksi dan berelaksasi.Amniotomi.Pemecahan ketuban secepat mungkin telah lama diandalkan dalam tata laksana solusio plasenta. Logika dilakukannya amniotomi adalah pengurangan volume cairan amnion dapat memperbaiki kompresi arteria spiralis dan berperan untuk mengurangi perdarahan dari tempat implantasi sekaligus menurunkan aliran tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu. Namun, tidak terdapat bukti bahwa salah satu dicapai oleh amniotomi. Jika janin telah cukup matur, pemecahan ketuban dapat mempercepat pelahiran. Jika janin masih imatur, kantong yang utuh mungkin lebih efisien dalam membuka serviks dibandingkan bagian kecil janin yang kurang dapat menekan serviks.Oksitosin.Meskipun kondisi hipertonus baseline menggambarkan fungsi miometrium pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat, jika tidak disertai kontraksi ritmis uterus, dan sebelumnya tidak pernah dilakukan tindakan bedah pada uterus, diberikan oksitosin dalam dosis standar.