Etiologi Gangguan Bipolar - Eunike
-
Upload
veny-margaretha -
Category
Documents
-
view
305 -
download
9
Transcript of Etiologi Gangguan Bipolar - Eunike
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
ETIOLOGI GANGGUAN BIPOLAR
PENDAHULUAN
Gangguan bipolar yang seringkali juga disebut dengan
Gangguan Manik-Depresif, merupakan gangguan mood dimana
seseorang dapat menampilkan episode manik atau pergantian mood
secara ekstrim antara depresi dan euphoria dari manik. Pergeseran
yang ekstrim dari mood, motivasi dan energi tersebut dapat
menimbulkan disabilitas. Terdapat dua tipe utama pada gangguan ini,
dimana fitur yang pertama lebih ditandai dengan mania. Terapi
farmakologis untuk gangguan bipolar yang menimbulkan disabilitas
adalah stabilator mood (prototipenya adalah garam litium).
DEFINISI
Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang
menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana
seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau
manik, hipomanik, dan/atau kondisi campuran. Jika dibiarkan tanpa
terapi, akan menghasilakan kondisi psikiatrik dengan disabilitas berat.
Perbedaan antara gangguan bipolar dan unipolar (juga dikenal dengan
“major depression”) adalah bahwa gangguan bipolar melibatkan
kondisi mood yang “energetik” atau “teraktivasi” sebagai tambahan
dari kondisi mood yang depresi.
Durasi dan intensitas dari kondisi mood bervariasi secara luas
diantara orang-orang dengan penyakit tersebut. Fluktuasi dari satu
kondisi mood ke kondisi lainnya disebut dengan “cycling” atau mood
swings. Mood swing menyebabkan kelainan tidak hanya pada mood
seseorang, tetapi juga pada level energi, pola tidur, level aktivitas,
ritme social dan kemampuan berpikir seseorang. Banyak orang yang
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 1
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
mengalami disabilitas untuk beberapa waktu lamanya dan ketika hal
tersebut terjadi mereka mengalami gangguan fungsi yang berat.
Gejala dari gangguan bipolar biasanya tetap sama dari satu
episode ke episode lainnya pada seorang pasien, tetapi gejalanya
dapat bertambah buruk atau malah membaik. Gejala dari manik
mencakup euphoria, peningkatan kepercayaan diri, bicara
cepat, pikiran yang berlomba-lomba, iratabilitas yang
berlebihan, peningkatan energi dan berkurangnya kebutuhan
untuk tidur. Gejala dari depresi mencakup kesedihan, hilangnya
minat pada aktifitas sehari-hari, cepat lelah dan adanya
pikiran-pikiran tentang kematian. Gejala psikotik seperti halusinasi
dan waham juga dapat muncul.
Untuk hipomanik, gejalanya biasanya lebih tidak destruktif
seperti mania dan orang-orang dengan hipomanik biasanya mengalami
lebih sedikit gejala daripada mereka yang mengalami manik secara
komplit. Durasinya juga lebih pendek dari pada mania. Hal ini
seringkali menjadi keadaan yang “artistik” dari kelainan ini, karena
terdapat flight of ideas, pemikiran yang brilliant dan peningkatan
energi. Sementara siklotimik menyerupai gejala bipolar campuran,
hanya saja destruktifitasnya tidaklah seperti manik atau depresif dan
perjalanan penyakitnya kronis.
Gangguan bipolar seringkali disalah-diagnosa karena orang yang
sedang manik cenderung untuk tidak mencari pengobatan. Ketika
terapi dicari saat episode depresif, kondisi ini dapat disalah tafsirkan
sebagai gangguan depresi mayor. Diagnosis dari gangguan bipolar
melibatkan sebuah evaluasi tentang kesehatan jiwa. Evaluasi ini
mencakup riwayat lengkap dari gejala, termasuk onset, durasi dan
keparahannya. Penegakan diagnosis juga mencakup pengekslusian
penyebab lain yang dapat menyerupai gejala gangguan bipolar seperti
penggunaan zat terlarang atau kelainan tiroid.
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 2
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
KLASIFIKASI
Terdapat empat tipe dari gangguan bipolar, yaitu Ganguan
Bipolar I (296.xx), Gangguan Bipolar II (296.89), Gangguan
Siklotimik (301,12) dan Gangguan Bipolar Tidak Terspesifikasi
(296.80). Dibawah Gangguan Bipolar I terdapat 6 set kriteria yang
terpisah, yaitu, Episode Manik tunggal (296.0x), Episode
Sekarang Hipomanik (296.40), Episode Sekarang Campuran
(296.6x), Episode Sekarang Depresi (296.5x) dan Episode
Sekarang Tidak Terspesifikasi (296.7).
KRITERIA DIAGNOSTIK
Menurut American Psychiatric Association (2000) dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Edisi ke-empat,
Teks Revisi. Washington, DC. Seseorang dapat dianggap untuk
menderita tipe Gangguan Bipolar I (296.xx) jika:
1. Memiliki Episode Manik tanpa Episode Depresif Mayor. (Manik
Tunggal 296.0x)
2. Saat ini memiliki Episode Hipomanik dan pernah memiliki
Episode Manik atau Campuran di masa lalu. (Episode Sekarang
Hipomanik 296.40)
3. Saat ini memiliki Episode Manik dan telah memiliki setidaknya
satu Episode Depresif Mayor, Episode Manik atau Episode
Campuran dimasa lalu. (Episode Sekarang Manik 294.4x)
4. Saat ini sedang dalam Episode Campuran dan telah memiliki
setidaknya satu Episode Depresif Mayor, Episode Manik atau
Episode Campuran. (Episode Sekarang Campuran 296.6x)
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 3
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
5. Sedang memiliki Episode Depresif Mayor dan telah memiliki
setidaknya satu Episode Manik atau Campuran (Episode
Sekarang Depresi 296.5x)
6. Sedang memiliki setidaknya sebuah Episode Manik, Hipomanik,
Campuran atau Episode Depresif Mayor dan telah memiliki
setidaknya satu Episode Manik atau Campuran. (Episode
Sekarang Tidak Terspesifikasi 296.7)
Sejalan dengan salah satu dari enam gejala di atas, episode
tersebut harus tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental,
kondisi mental atau zat lainnya. Juga diagnosis baru dapat ditegakkan
jika gejala di atas menyebabkan problem dalam kehidupan sosial, kerja
dan hal-hal penting lainnya dari seseorang individu.
Seseorang dapat dianggap untuk menderita Gangguan Bipolar
II (296.xx) jika menampakkan gejala dibawah ini:
1. Sedang memiliki atau pernah memiliki setidakknya satu Episode
Depresif Mayor.
2. Sedang memiliki atau pernah memiliki setidaknya Episode
Hipomanik.
3. Individu tersebut tidak pernah memiliki Episode Manik atau
Campuran.
4. Gejala-gejalanya tidak dapat dijelaskan dengan gangguan
mental lainnya.
5. Gejalanya menyebabkan stress pada kehidupan social, kerja dan
area penting lainnya dari seseorang individu.
Seorang individu dapat dianggap untuk memiliki Gangguan
Siklotimik (301.13) jika gejala berikut terlihat:
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 4
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
1. Untuk setidaknya dua tahun atau satu tahun pada anak terdapat
banyak periode dari hipomanik dan gejala depresif yang tidak
sesuai dengan criteria dari Episode Depresif Mayor.
2. Selama periode dua tahun atau satu tahun dari masa kanak,
orang tersebut dapat menjalaninya tanpa gejala yang telah
disebutkan dalam criteria 1 untuk lebih dari dua bulan.
3. Tidak terdapat Episode Depresif Mayor, Manik atau Campuran
yang nampak selama 2 tahun pertama dari diagnosis atau 1
tahun dari diagnosis untuk seorang anak. JIka ada maka
Gangguan Bipolar I dan II juga dapat didiagnosa.
4. Gejala-gejala pada no 1 tidak dapat dijelaskan oleh gangguan
mental, kondisi medis atau zat lainnya.
5. Gejala-gejalanya menyebabkan stress yang nyata pada aspek
social, kerja dan aspek penting lainnya dalam hidup.
Seseorang dapat dianggap untuk memiliki Gangguan Bipolar Tidak
Terspesifikasi (296.8) jika gejala-gejala tersebut terlihat:
1. Individu tersebut tidak dapat memenuhi kriteria untuk Gangguan
Bipolar spesifik manapun, tetapi memiliki gejala serupa. Seperti
perubahan yang sangat cepat yang dapat diklasifikasikan
sebagai gejala manik dan depresi jika mereka memenuhi durasi
waktu yang diperlukan untuk diagnosis Gangguan Bipolar.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini mengenai sekitar 1% hingga 1,5% dari total populasi
dan mungkin sekitar 2% jika gejala-gejala bipolar II diikutsertakan.
Prevalensi penyakit ini cenderung untuk meningkat dari tahun ke
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 5
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
tahun. Wanita dan laki-laki memiliki peluang yang sama untuk terkena
penyakit yang sering kali menimbulkan disabilitas ini, tetapi faktor
hormonal dapat berpengaruh pada perbedaan jenis kelamin dalam
perjalanan klinis penyakit (seperti angka yang lebih tinggi untuk
cycling secara sangat cepat pada wanita).
Kelainannya seringkali muncul pada saat masa remaja atau
dewasa awal (dengan rata-rata usia 25 hingga 35 tahun) dan
berpengaruh terhadap penderita sepanjang sisa hidupnya. Walaupun
sebelumnya dianggap sebagai gangguan pada orang dewasa,
sekarang didapati bahwa anak kecil juga ternyata dapat menderita
dari gangguan bipolar ini. Semakin awal onsetnya, semakin besar pula
kemungkinan dari timbulnya gejala psikotik dan semakin jelas terlihat
pula hubungan genetiknya.
Morbiditas dan mortalitas yang signifikan yang berhubungan
dengan gangguan bipolar inilah yang menjadikan penyakit ini sebagai
problema mayor kesehatan publik. Insidens yang tercatat
kemungkinan kurang dari insidens yang terjadi sebenarnya karena
pelaporan yang kurang dan kurangnya pengenalan akan episode
manik dan hipomanik. Prevalensi bipolar II dan siklotimia adalah
rendah karena kebanyakan penelitian hanya mengikut sertakan
gangguan bipolar I saja. Meskipun ketika pola bipolar II diikut sertakan,
kesulitan untuk menetapkan riwayat dari episode hipomanik mengacu
pada diagnosis yang kurang. Menetapkan diagnosis siklotimia malah
lebih sulit lagi.
Gangguan bipolar secara signifikan mempengaruhi ekonomi. Ia
dapat menghasilkan gangguan dan disabilitas fungsional dan
membebani perusahaan-perusahaan di USA sebanyak 14,1 juta dolar
pertahunnya, menurut NIH. Menurut NAMI penyakit ini menempati
urutan ke-6 dari penyebab utama penyakit yang menimbulkan
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 6
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
disabilitas diseluruh dunia dan merupakan diagnosis kesehatan jiwa
yang paling mahal, baik untuk pasien dan penyedia asuransi.
ETIOLOGI GANGGUAN BIPOLAR
Penyebab dan faktor resiko dari gangguan bipolar belum
dimengerti secara keseluruhan. Tetapi kondisi ini tampaknya untuk
berhubungan erat dengan genetik, karena penyakit ini dapat turun
dalam keluarga. Ketidak-seimbangan dari unsur neurotransmitter otak
juga tampaknya memegang peranan penting. Menurut hasil penelitian
NIMH (National Institute of Mental Health), tidak ada penyebab tunggal
dari gangguan bipolar, sebaliknya, banyak faktor yang bekerja secara
bersama-sama untuk menghasilkan gangguan tersebut.
Teori Provokasi (Kindling)
Para ilmuwan percaya bahwa gangguan bipolar yang berulang
dapat merupakan kombinasi dari faktor-faktor biologis dan psikologis.
Paling sering ditemukan bahwa onset dari gangguan ini terkait dengan
kejadian-kejadian dalam hidup yang membuat stres. Menurut teori
provokasi, periode dari depresi, mania atau keadaan “campuran” dari
manik (euphoria) dan gejala depresif seringkali berulang dan dapat
menjadi lebih sering, dan seringkali mengganggu kerja, sekolah,
keluarga dan kehidupan sosial. Tapi mungkin pula terjadi pemunculan
tunggal dari depresi dan mania yang tidak berulang kembali.
Teori provokasi mengemukakan bahwa orang yang secara
genetis rentan terhadap kelainan bipolar mengalami serentetan
kejadian dalam hidup yang mencetuskan stres, yang masing-masing
akan menurunkan batas ambang dimana perubahan mood terjadi.
Kemudian, pada beberapa titik tertentu, perubahan mood ini terjadi
secara spontan. Orang tersebut kemudian akan menjadi “bipolar”. Hal
ini dapat menjelaskan mengapa penyebab dari gangguan bipolar sulit
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 7
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
untuk ditelusuri, tetapi lebih terkait kepada penyebab genetik dan/atau
genetik serta lingkungan.
Seseorang dapat juga menjadi rentan terhadap gangguan bipolar
setelah riwayat penggunaan zat terlarang, atau karena kondisi
neurologis atau kerusakan otak. Bagaimanapun juga, jika penggunaan
zat terlarang dapat dikaitkan dengan gejala bipolar, hal ini tidaklah
berulang. Adderal dan zat lain dan amfetamin (termasuk
metamfetamin) telah diketahui untuk menghasilkan mania, meskipun
jika obat tersebut tidaklah berada dalam peredaran darah. Untuk
pasien seperti ini, euphoria dari Adderal dapat tidak melemah secepat
zat lainnya. Mereka dapat memperlihatkan gejala manik ketika dalam
pengaruh obat.
American Psychiatric Association dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders mengemukakan bahwa kerabat
tingkat pertama yang terikat secara biologis dari seseorang individu
dengan Gangguan Bipolar apapun memiliki angka kecenderungan
yang tinggi untuk menderita Gangguan Bipolar. Penelitian pada anak
kembar dan adopsi membuktikan bahwa Gangguan Bipolar secara luas
ditentukan oleh genetik.
Bagaimanapun juga, ini bukanlah merupakan cara yang pasti
untuk menentukan siapa yang akan mengembangkan gangguan
bipolar ini. Sebagai contoh, jika salah satu dari kembar identik memiliki
gangguan tersebut, anak lainnya memiliki peningkatan resiko untuk
mengembangkan penyakit tersebut, tetapi dapat pula tidak pernah
demikian. Beberapa penelitian percaya bahwa beberapa orang
mewarisi kecenderungan untuk mengembangkan penyakit tersebut
yang dapat kemudian dipicu oleh faktor lingkungan (kejadian hidup
yang mencetuskan stress, gangguan pada ritme sirkadian musiman).
Pemicu lainnya yang mungkin adalah kekurangan tidur dan
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 8
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
pengobatan dengan antidepresan dan beberapa suplemen herbal dan
diet lainnya.
A. Faktor Biokimia
Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam indikator biokimia
yang telah ditemukan ketika pasien dengan gangguan bipolar
dibandingkan dengan subjek kontrol yang normal, tidaklah terdapat
persetujuaan tentang perubahan mana yang memiliki signifikansi
etiologis dan yang mana yang merupakan efek sekunder atau
epifenomena. Karena perubahan dari depresi menjadi m ania (dan
sebaliknya) dapat terjadi dalam menit, usaha telah dibuat untuk
mengidentifikasi perubahan biokimia yang mungkin berhubungan
dengan perubahan tersebut.
Perubahan spesifik pada metabolisme neurotransmiter
monoamin di otak dan fungsi reseptor tampak untuk menjadi
mekanisme yang paling mungkin. Walaupun sekarang dianggap terlalu
simple, hipotesis katekolamin mengemukakan bahwa defisiensi
katekolamin (terutama norepinefrin) berhubungan dengan retardasi
motor dan depresi, dimana kelebihan katekolamin dapat menghasilkan
kegairahan dan euphoria.
Karena semua sistem dari neurotransmitter utama terkait
secara fungsional, tidaklah mengherankan bahwa perubahan dalam
system neurotransmitter utama lain juga dapat ditemukan. Perubahan
pada fungsi dopaminergik, regulasi GABA dan ketidak-seimbangan
sistem adrenergik-kolinergik telah ditemukan ketika episode manik
berlangsung. Perubahan pada uptake serotonin trombosit, metabolit
serotonin pada cairan likuor serebro-spinal dan respon endokrin
terhadap agonis serotonergik yang terkait gen juga telah ditemukan
pada pasien-pasien dengan gangguan bipolar.
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 9
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
Hasil pencitraan telah mendokumentasikan sejumlah
abnormalitas, termasuk perubahan pada amigydala, thalamus,
hipokampus dan volume korteks prefrontal dan peningkatan lesi
subtansia alba pada area subkortikal. Secara keseluruhan,
bagaimanapun juga, hany terdapat sedikit penelitian biologis dari
mania, karena perjalanan penyakit dari sindrom tersebut membuat
kepatuhan dari prosedur penelitian menjadi sulit. Penelitian dari
mekanisme aksi dari lithium telah menunjukkan fungsi regulator
penting dari sistem second messenger, terutama siklus phospatidil-
inositol, dan juga modulasi dari aktifitas glutamat.
Ilustrasi pelepasan neurotransmiter pada akhir synaps
Gangguan elektrolit juga telah ditemukan pada pasien dengan
gangguan bipolar dan dapat melambangkan sebuah defek dari fungsi
membran seluler. Secara umum, retensi natrium dan kalium dan
ekskresi H2O meningkat ketika depresi dan berkurang ketika interval
manik. Homeostasis abnormal dari kalsium juga telah ditemukan.
Variasi dari perubahan neuro-endokrin juga telah ditemukan untuk
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 10
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
pasien dengan gangguan bipolar yang berada dalam fase depresi.
Sekitar setengah dari kedua pasien bipolar dan unipolar yang depresi
memperlihatkan bukti bahwa terdapat satu atau semua dari hal
dibawah ini ketika episode depresi berat sedang berlangsung:
peningkatan dari fungsi glukokortikoid adrenal, penurunan respon TSH
terhadap TRH, penerunan level basal prolaktin dan penurunan respon
growth hormone terhadap insulin.
Karena kepararelan dari epilepsi lobus temporal dan respon yang
benefisial terhadap beberapa agen antikonvulsan, beberapa peneliti
telah menghipotesa bahwa episode mood bipolar yang berulang
besumber dari provokasi endogen dari bangkitan listrik pada area
limbik di otak. Peneliti lain menekankan kepada pola perubahan dari
ritme sirkadian. Sejauh ini hasil studi dalam molekuler genetik belum
dapat memberikan suatu kesimpulan. Bagian pada kromosom 18p dan
18q dan pada kromosom 4 dan 21 telah menerima dukungan
terbanyak, meskipun tidak ada gen spesifik yang telah diisolasi lebih
jauh untuk menyakinkan teori akan adanya kelainan multigen
kompleks.
B. Faktor Psikososial
Tidak terdapat bukti yang benar-benar kuat bahwa faktor
psikososial menyebabkan ganguan bipolar, meskipun stress dalam
hidup dapam mempresipitasi kondisi bipolar manik atau depresi dan
mungkin memang diperlukan untuk dapat menghasilkan gejala-gejala
yang ada pada sindroma bipolar yang ringan. Prevalensi jangka
panjang dari komorbidits penggunaan zat melebihi 60%. Penelitian
terkini dalam ritme sirkadian biologis mengemukakan bahwa sedikit
perubahan pada siklus gelap-terang (misalnya variasi musim)
merupakan faktor predisposisi tambahan.
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 11
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
Menurut teori psikoanalisa yang terdepan, etiologi dari gangguan
mood bipolar adalah konsep dari yang rendah. Episode depresi
merefleksikan hal ini secara langsung. Episode manik merefleksikan
pertahanan terhadap konsep diri yang rendah dengan berakting
sebaliknya, atau dapat kita katakan sebagai sebuah tipe dari formasi
reaksi. Bukti bagi teori ini datang dari penelitian kognitif yang telah
menunjukkan bahwa pasien bipolar dalam episode manik secara
eksplisit melaporkan adanya rasa percaya diri yang lebih tinggi
dibanding dengan individu yang berada dalam episode depresif, setara
dengan individu tanpa gangguan mood. Tetapi, dalam pengukuran
implisit, pasien bipolar sesungguhnya menampilkan rasa percaya diri
yang lebih rendah baik pada episode manik maupun depresif
dibandingkan dengan kontrol yang normal.
Faktor Resiko
Terdapat bukti yang kuat untuk faktor predisposisi yang
diwariskan secara genetik pada gangguan bipolar pada kebanyakan
pasien. Hampir duapertiga dari pasien memiliki riwayat keluarga yang
positif untuk penyakit gangguan afek. Jika 1 orang tua memiliki
penyakit gangguan afek mayor, resiko bagi keturunannya adalah
sekitar 25% hingga 30%. Jika dua orang tua memiliki penyakit
gangguan afek dan satunya adalah bipolar resiko penyakit gangguan
afek pada keturunannya dapat menjadi sebesar 50% hingga 75%.
Resiko ini malah semakin besar jika terdapat riwayat multigenerasi
ekstensif dari penyakit bipolar. Kerabat dari seseorang yang menderita
penyakit bipolar seringkali memiliki penyakit unipolar dan riwayat
penggunaan zat terlarang.
Episode seringkali musiman pada orang-orang tertentu, dengan
depresi yang lebih sering terjadi pada saat musim semi (Maret hingga
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 12
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
Mei) dan gugur (September hingga November), sedang episode manik
lebih sering terjadi ketika musim panas.
Hubungan biologis antara episode depresif dan episode manik
campuran dalam gangguan bipolar adalah frekensi yang tinggi dari
peningkatan level kortisol, contrast dengan level yang normal pada
mood yang mengalami elasi atau manik murni.
TERAPI
Terapi dari gangguan bipolar terkait secara langsung dengan
fase dari episode dan keparahan dari fase tersebut. Sebagai contoh,
seseorang yang mengalami depresi berat dan memperlihatkan tingkah
laku yang cenderung untuk bunuh diri memerlukan rawat inap,
sedangkan individu dengan depresi ringan yang masih dapat bekerja,
dapat diberlakukan sebagai pasien rawat jalan.
Farmakoterapi
Obat yang paling sering digunakan adalah golongan mood
stabilizers, dengan prototipenya lithium. Lithium biasa digunakan
sebagai profilaksis dan terapi pada stadium manik. Penelitian
mengemukakan bahwa lithum dapat juga berperan sebagai
neuroprotektor. Golongan lainnya adalah antikonvulsan. Golongan ini
telah menunjukkan efektivitas untuk mencegah mood swings pada
gangguan bipolar, terutama pasien dengan cycle yang sangat cepat.
Antikonvulsan yang sering dipakai untuk penyakit ini adalah
karbamazepin, sodium divalproat dan lamotrigine. Agen antipsikotik
atypikal sekarang meningkat penggunaannya baik untuk mania akut
maupun sebagai mood stabilator.
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 13
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
Psikoterapi
Sejalan dengan pengobatan, psikoterapi atau terapi “wicara”
merupakan bagian yang penting dari terapi keseluruhan untuk
gangguan bipolar. Selama terapi, pasien dapat membahas mengenai
perasaan, pikiran dan tingkah laku yang membuat masalah.
Psikoterapi dapat membantu pasien untuk mengerti dan menguasai
problem-problem apa yang dapat berdampak kepada kemampuan
mereka untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan. Terapi tersebut
juga membantu dalam hal kepatuhan obat dan membantu pasien
untuk tahan menghadapi efek dari gangguan bipolar dalam kehidupan
sosial dan kerjanya. Juga membantu untuk mempertahankan gambar
diri yang positif.
Tipe psikoterapi yang digunakan untuk menterapi gangguan
bipolar, termasuk diantaranya:
Terapi prilaku. Terapi ini mengfokuskan diri pada tingkah laku
yang dapat mengurangi stress.
Terapi kognitif. Tipe pendekatan ini melibatkan pembelajaran
untuk mengidentifikasi dan memodifikasi pola berpikir yang
menyertai perubahan mood.
Terapi Interpersonal. Terapi ini mencakup hubungan dengan
sesama dan bertujuan untuk mengurangi kerusakan yang
disebabkan oleh penyakit tersebut.
Terapi ritme sosial. Terapi ini membantu pasien untuk
mengembangkan dan mempertahankan rutinitas sehari-hari.
Support Group jugalah membantu bagi orang dengan kelainan
bipolar. Pasien akan menerima penguatan dan belajar cara untuk
beradaptasi dan membagi pemikiran. Juga pasien akan merasa tidak
terisolasi. Anggota keluarga dan teman juga dapat mendapat
keuntungan dari support group. Mereka dapat memperoleh pengertian
yang lebih baik tentang penyakit dan membagi pemikiran mereka dan
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 14
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
juga relajar untuk mendukung terkasih mereka dengan gangguan
bipolar.
Pendidikan adalah salah satu bagian terintegral dari terapi
untuk pasien dan keluarga. Pasien dengan gangguan bipolar (deserta
keluarganya) seringkali mendapat keuntungan dari mempelajari
tentang gangguan tersebut- gejalanya, tanda awal dari episode dan
tipe terapi.
Juga, mengambil langkah dibawah ini dapatlah membantu:
Mengembangkan rutinitas. Pola tidur, makan dan aktifitas
yang rutin tampak membantu bagi pasien dengan gangguan
bipolar untuk mengontrol mood mereka.
Mengenali gejala. Meskipun tanda awal dari episode
pendekatan dapat bervariasi dari satu orang ke orang lainnya,
bersama-sama dengan bantuan psikiater pasien dapat mencoba
untuk mengenali tingkah laku apa yang memberi tanda dari
onset sebuah episode untuk pasien tersebut. Hal itu dapat
berupa insomnia, belanja secara berlebihan atau tiba-tiba
terlibat dalam kegiatan keagamaan.
Adaptasi. Hal ini dapat membatu untuk menghindari prilaku
yang memalukan ketika episode manik dan menetapkan gol
yang realistik bagi terapi. Bagian penting dari adaptasi adalah
untuk mengerti tipe dari stress yang dapat menyebabkan
episode dan perubahan gaya hidup yang dapat menguranginya.
Mempertahankan pola tidur yang regular. Pergi tidur dan
bangun sekitar jam-jam yang sama setiap harinya. Perubahan
dalam tidur dapat menyebabkan perubahan kimia pada otak
yang potensial untuk memicu episode mood.
Jangan menggunakan alkohol atau obat-obat terlarang.
Zat-Zat ini dapat memicu episode mood. Juga dapat
berinteferensi dengan efektivitas dari pengobatan. Sekitar 40%
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 15
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
dari penderita gangguan bipolar yang tidak mendapat terapi
memiliki riwayat penggunaan zat pada akhirnya.
KESIMPULAN
Tidaklah terdapat etiologi tunggal dalam penyakit gangguan
bipolar. Penyakit ini merupakan penyakit yang multifaktorial dan
membutuhkan faktor predisposisi untuk dapat mencetuskan episode
penyakit. Saat ini dipercaya faktor genetik merupakan faktor etiologi
yang terutama. Defek pada gen yang dimanifestasikan dalam berbagai
ketidak-seimbangan biokimiawi terekam pada penderita gangguan
bipolar. Stress dalam hidup dan kepribadian yang rapuh merupakan
faktor predisposisi dalam mencetuskan gangguan ini. Faktor
predisposisi lain yang ditemukan adalah perubahan pola irama
sirkadian dan perubahan pola tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Bowden, Charles L. “Update on Bipolar Disorder: Epidemiology,
Etiology, Diagnosis, and Prognosis”. Medscape Psychiatry &
Mental Health eJournal 2(3), 1997. © 1997 Medscape Portals, Inc
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 16
Referat Psikiatri Etiologi Gangguan Bipolar
Miller, Kimberly. Bipolar Disorder: Etiology, Diagnosis, and
Management. Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners, Volume 18, Number 8, August 2006, pp. 368-
373(6)
Geller, B; Luby, J. (1997, Sept.). Child and adolescent Bipolar Disorder:
a review of the past 10 years. Journal of the American Academy
of Child & Adolescent Psychiatry. 36(9):1168-1176.
American Psychiatric Association. 2000. General Description of Bipolar
Disorder. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fourth editon, Text Revision. Washington, DC.
Recurrent Depression Article Review. Bipolar Disorder Etiology &
Pathogenesis. 08 Aug 2006, 04:46+04:00.
http://www.recurrentdepression.com/site/more/63
Soreff, Stephen and McInnes, Lynne Alison. Bipolar Affective Disorder.
Article review on Emedicine Specialites: Pyschiatric. October 30,
2006.
Cardno AG, Rijsdijk FV, Sham PC et al: A twin study of genetic
relationships between psychotic symptoms. Am J Psychiatry 2002
Apr; 159(4): 539-45
David H. Fram. Reviewed by the doctors at The Cleveland Clinic
Department of Psychiatry and Psychology. Nondrug Treatments
for Bipolar Disorder. Review Date: December 19, 2006.
FK-UPH Sanatorium Dharmawangsa 17