Draft Pedoman Umum Pip2b- Gabung-edit Baru Grayscale
-
Upload
yohan-yudhanto -
Category
Documents
-
view
203 -
download
0
description
Transcript of Draft Pedoman Umum Pip2b- Gabung-edit Baru Grayscale
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 1
DRAFT PEDOMAN UMUM
PERENCANAAN BANGUNAN GEDUNG
PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B)
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 2
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 5
1.1 Pengertian ........................................................................................... 5
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................. 5
1.3 Ruang Lingkup .................................................................................... 6
1.4 Acuan Normatif .................................................................................... 6
BAB 2 PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) Error! Bookmark not defined.
2.1 Penjelasan umum ................................................................................ 9
2.2 Layanan Informasi PIP2B .................................................................. 10
2.3 Produk Informasi PIP2B .................................................................... 12
2.4 Sarana Pelayanan Informasi PIP2B .................................................. 13
2.5 Struktur Kelembagaan Standar dan Jumlah Personil PIP2B ............ 14
BAB 3 KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B ............................. 15
3.1 Fungsi dan Klasifikasi Bangunan PIP2B ........................................... 15
3.1.1 Penetapan Fungsi Bangunan Gedung PIP2B ....................... 15
3.1.2 Penetapan Klasifikasi Bangunan Gedung PIP2B .................. 15
3.2 Standar Perencanaan Bangunan PIP2B ........................................... 18
3.2.1 Standar Luas Ruang Kerja .................................................... 18
3.2.2 Program Kebutuhan Luas Ruangan ...................................... 18
3.2.3 Karakteristik dan Kriteria Ruangan Pelayanan ...................... 19
3.2.4 Hubungan Antar Ruang ......................................................... 23
3.3 Persyaratan Lokasi ............................................................................ 24
3.4 Penentuan Luas Tapak ..................................................................... 25
3.4.1 Sarana Ruang Luar ............................................................... 25
3.4.2 Sarana Publik di Lantai Dasar ............................................... 25
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 3
3.4.3 Luas Lahan Minimum ............................................................ 26
3.5 Persyaratan Administrasi ................................................................... 25
BAB 4 KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN PIP2B ........................... 31
4.1 Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan ................................... 31
4.1.1 Kesesuaian Tata Bangunan dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah dan Peraturan Daerah .................................. 31
4.1.2 Persyaratan Arsitektur ........................................................... 33
4.1.3 Persyaratan Tata Ruang Dalam ............................................ 36
4.1.4 Persyaratan Lansekap ........................................................... 49
4.2 Persyaratan Struktur Bangunan ........................................................ 51
4.2.1 Struktur Bangunan ................................................................. 52
4.2.2 Pembebanan pada Bangunan Gedung ................................. 52
4.2.3 Struktur Atas Bangunan Gedung ........................................... 53
4.2.4 Struktur Bawah Bangunan Gedung ....................................... 60
4.2.5 Keandalan Struktur Bangunan Gedung ................................. 61
4.3 Persyaratan Utilitas Bangunan .......................................................... 62
4.3.1 Persyaratan Sistem Penghawaan.......................................... 62
4.3.2 Persyaratan Sistem Pencahayaan......................................... 64
4.3.3 Persyaratan Komunikasi dalam Bangunan Gedung .............. 66
4.3.4 Persyaratan Kemampuan Bangunan terhadap Bahaya
Petir dan Bahaya Kelistrikan ................................................ 68
4.3.5 Persyaratan Sanitasi .............................................................. 69
4.3.6 Persyaratan Kenyamanan ..................................................... 72
4.4 Persyaratan Kemampuan Bangunan PIP2B terhadap Bahaya
Kebakaran ..................................................................................... 7774
4.4.1 Sistem Proteksi Pasif ............................................................. 74
4.4.2 Sistem Proteksi Aktif .............................................................. 75
4.4.3 Persyaratan Jalan Keluar dan Aksesibilitas untuk
Pemadam Kebakaran ............................................................ 75
4.4.4 Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah
Keluar/Eksit, dan Sistem Peringatan Bahaya ........................ 76
4.4.5 Persyaratan Sarana Evakuasi ............................................... 76
4.5 Persyaratan fasilitas dan Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat ....... 78
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 4
4.5.1 Tempat Parkir ........................................................................ 78
4.5.2 Jalur Pemandu ....................................................................... 80
4.5.3 Pintu ....................................................................................... 81
4.5.4 Ram ....................................................................................... 83
4.5.5 Toilet ...................................................................................... 85
4.5.6 Perabot .................................................................................. 88
4.5.7 Rambu dan Marka ................................................................. 89
BAB 5 PENYELENGGARAAN PIP2B ............................................... 90
5.1 Tahap Persiapan ............................................................................... 90
5.2 Tahap Mobilisasi Sumber Daya Manusia .......................................... 90
5.3 Tahap Operasional ............................................................................ 93
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 5
bab 1
PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN
1. Pedoman Umum adalah suatu acuan yang bersifat umum dan dapat dipakai
sebagai panduan untuk melakukan suatu rangkaian kegiatan
2. Pedoman Umum Perencanaan Bangunan Gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) adalah suatu acuan
yang bersifat umum dan dapat dipakai sebagai panduan untuk melakukan suatu
rangkaian kegiatan perencanaan sebuah bangunan gedung dan lembaga PIP2B
yang meliputi panduan bagi perancangan bangunan, program kebutuhan
bangunan, serta panduan kelembagaan penyelenggaraan PIP2B.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari Pedoman Umum Perencanaan Bangunan Gedung Pusat Informasi
Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) ini adalah untuk memberikan
acuan bagi:
• perencanaan dan perancangan gedung PIP2B
• operasional lembaga PIP2B
Tujuan yang ingin dicapai dengan penyusunan pedoman ini adalah agar terdapat
pemahaman yang sama dalam membangun gedung PIP2B, seperti kebutuhan luas
lahan minimal, kebutuhan ruang dan besaran minimal yang mencerminkan
bangunan gedung yang handal, aman dan nyaman, dan standar minimal bentuk
organisasinya.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 6
1.3 RUANG LINGKUP
Pedoman Umum Perencanaan Bangunan Gedung Pusat Informasi Pengembangan
Permukiman dan Bangunan (PIP2B) ini mencakup:
• dasar-dasar perencanaan gedung PIP2B
• panduan kelembagaan penyelenggaraan PPIP2B, yang menjadi acuan bagi
pemerintah dalam penatalaksanaan organisasi, sumber daya manusia dan
manajemen kelembagaan PIP2B.
1.4 ACUAN NORMATIF
Dasar Hukum yang melandasi Pedoman Umum Perencanaan PIP2B adalah:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
5. SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 332/KPTS/M/2002
tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
8. SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
9. SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000 tentang,
KetentuanTeknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan
10. SK Direktorat Jenderal Perumahan clan Permukiman Nomor 58/KPTS/DM/2002
tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat Kebakaran pada Bangunan
Gedung.
11. SNI 03-1728-1987, Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung
12. SNI 03-1726-1989, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah
dan Gedung
13. SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
14. SNI 19-2454-1991, Tata Cara Pengolahan Teknik Sampah Perkotaan
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 7
15. SNI 03-3242-1994, Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman
16. SNI 03-453-1987, Tata Cara Instalasi Petir Untuk Bangunan
17. SNI 03-1727-1989, Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung
18. SNI 03-1728-1989, Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung
19. SNI 03-1734-1989, Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur
Dinding Bertulang untuk Rumah dan Gedung
20. SNI 03-1736-1989, Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan Pencegah
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung
21. SNI 03-1745-1989, Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung
22. SNI 03-2847-1992, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan dan
Gedung
23. SNI 03-1735-1993, Tata Cara Perencanaan Bangunan dan Lingkungan Untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung
24. SNI 03-1733-2004 SNI 03-3985-1995, Tata Cara Perencanaan Pemasangan
Sistem Deteksi Alarm Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Rumah dan Gedung
25. SNI 03 - 1746 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana
Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung
26. SNI 03 - 3989 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung
27. SNI 03 - 1735 - 2000 tentang Tata Cara Akses Bangunan dan Akses Lingkungan
untuk Pencegahan Bahaya kebakaran pada Bangunan Gedung
28. SNI 03 - 1736 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif
untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
29. SNI 03 - 1745 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Pipa Tegak dan Selang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung
30. SNI 03 - 6481 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan pemasangan Sistem
Plambing pada Bangunan Gedung
31. SNI 03 - 3985 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan
Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 8
32. SNI 03 - 6570 - 2001 tentang Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi
Kebakaran
33. SNI 03 - 6571 - 2001 tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada
Bangunan Gedung
34. SNI 03 - 6572 - 2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung
35. SNI 03 - 6575 - 2001 tentang Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung
36. SNI 03 - 6574 - 2001 tentang Tata Cara Penerangan Darurat, Tanda Arah, dan
Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung
37. SNI 03 - 2396 - 2001 tentang Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung
38. SNI 03 - 1726 - 2002 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung
39. SNI 03 - 1729 - 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja pada
Bangunan Gedung
40. SNI 03 - 1728 - 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton pada
Bangunan Gedung
41. SNI 03 – 6759 – 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi
pada Bangunan Rumah dan Gedung
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 9
bab 2
PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B)
2.1 PENJELASAN UMUM
Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) adalah
lembaga inovatif yang ditargetkan untuk menjadi lembaga publik yang mendukung
penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Tujuan dibentuknya adalah membangun jaringan informasi untuk meningkatkatkan
reputasi lembaga perumahan dan permukiman yang mandiri khususnya dalam
mendukung pembangunan perumahan swadaya.
Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B) yang
dalam pembentukannya difasilitasi Pemerintah Pusat, nantinya akan menjadi milik
Dinas PU Pemerintah Propinsi. Dalam mendukung penyelenggaraan perumahan dan
permukiman, Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan Gedung
(PIP2B) memberikan kemudahan layanan dan akses untuk mendapatkan informasi
kepada berbagai unsur: perencana, pelaksana, pengusaha bahan bangunan, pihak
pemerintah, masyarakat serta kalangan akademisi.
Wadah ini merupakan fasilitas yang terbuka untuk umum, dan melakukan berbagai
kegiatan yang mendukung penyebar luasan informasi pengembangan permukiman
dan bangunan gedung (diagram 2-1).
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 10
Diagram 2- 1 PIP2B memberikan kemudahan layanan dan akses untuk mendapatkan informasi kepada para stakeholder bidang pengembangan permukiman dan bangunan gedung
2.2 LAYANAN INFORMASI PIP2B
Secara garis besar, ada 4 produk pelayanan utama yang dapat diberikan oleh Pusat
Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) sebagai berikut1:
a. Pelayanan Konsultasi dan Advokasi Teknis PIP2B dapat memberikan pelayanan informasinya dalam bentuk konsultasi dan
advokasi teknis yang terkait dengan penyelenggaraan pengembangan
permukiman dan bangunan gedung. Ruang lingkup kegiatannya antara lain
dapat berupa layanan konsultasi kegiatan perencanaan, dan perancangan
bangunan gedung serta advokasi penataan permukiman. Lingkup pelayanan
tersebut dapat mencakup hal-hal yang sifatnya praktis maupun analisis,
tergantung tingkat kemampuan dan sumberdaya yang tersedia pada lembaga
PIP2B serta kebutuhan masyarakat yang ada.
1 Kerangka Acuan Revitalisasi/ Pengembangan Kembali Building Information Center (BIC) sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Ketrampilan Teknis bidang Perumahan, Permukiman, Arsitektur dan Bangunan Gedung, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Juni 2003
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 11
b. Pelatihan dan Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pembangunan Kegiatannya antara lain pelayanan pelatihan/ pengembangan ketrampilan teknis
dan penyebar luasan informasi penyelenggaraan program bidang
pengembangan permukiman dan bangunan gedung. Bentuknya dapat berupa
penyuluhan, serta sosialisasi kebijakan dan program termasuk peraturan dan
perundangan. Disamping itu, pengembangan layanan dapat berupa
penyelenggara, event-organizer pada suatu penyelenggaraan kegiatan pameran,
seminar yang terkait dengan bidang perumahan dan permukiman serta
bangunan gedung.
c. Pelayanan Pengembangan/ Dokumentasi Informasi Kegiatan yang tercakup dalam ruang lingkup ini dapat meliputi pengembangan
sistem informasi yang berbasis website, perpustakaan dan penerbitan buku-
buku/ bahan cetakan yang terkait dengan penyelenggaraan pengembangan
permukiman dan bangunan gedung. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pengembangan usaha pelayanan informasi melalui kerjasama dengan lembaga
lain yang terkait di sektor ini, seperti IAI, REI, Inkindo, ataupun industri lainnya
yang terkait dengan pengembangan permukiman dan bangunan gedung.
Kegiatan penyusunan dan penyebar luasan harga bangunan, harga satuan
bahan dan upah kerja dalam bidang jasa konstruksi secara periodik juga dapat
menjadi salah satu materi layanan informasi yang disediakan oleh PIP2B.
d. Penyelenggaraan urusan Administrasi dan Rumah Tangga organisasi lembaga2. Untuk kegiatan pengelolaan institusi PIP2B sendiri, dibutuhkan prasarana dan
sarana yang berupa antara lain:
• Gedung dan ruang operasional PIP2B, baik untuk sekretariat maupun
kegiatan pelayanan informasi lainnya
• Peralatan kantor/ sekretariat, baik berupa alat tulis kantor, computer, meja-
kursi kerja, dan perlengkapan kantor lainnya.
• Peralatan pelayanan informasi, baik yang berupa peralatan pendukung
perpustakaan, peralatan audio visual, peralatan dokumentasi, peralatan
display bahan peraga untuk informasi, serta peralatan pendukung lainnya
2 Kajian Pengembangan Usaha (Business Plan) Building Information Center, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Dokumen Interim, Mei 2003
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 12
• Peralatan mobilitas dalam rangka mendukung mobilitas kegiatan penyebar
luasan informasi.
2.3 PRODUK INFORMASI PIP2B
Jenis layanan informasi yang dikembangkan oleh PIP2B berbasis kepada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta inovasi berbasis keunggulan
lokal (sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah).
Berdasarkan jenis informasi yang dapat diperoleh/ diberikan oleh PIP2B adalah
sebagai berikut:
1. Informasi Khusus seperti kebijakan dan program pemerintah pusat dan
pemerintah daerah kaitannya dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan
dan permukiman serta bangunan gedung, seperti:
a. Undang-undang
b. Peraturan Pemerintah
c. Peraturan tentang Bangunan Gedung
d. Surat Keputusan (SK)
e. Standar, Pedoman dan Manual bidang tata bangunan dan permukiman
f. Ketentuan-ketentuan daerah, mencakup Peraturan Daerah, Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota, RTBL, dan lain-lainnya.
2. Informasi maupun publikasi yang bersifat Umum seperti:
a. usaha dan kegiatan produktif
b. Pedoman Harga Satuan Upah dan Bahan Bangunan yang dilengkapi dengan
harga, merk serta produsennya
c. teknologi kontruksi yang terkait dengan perumahan dan permukiman.
3. Informasi yang terkait dengan produk-produk bidang Ke Cipta Karyaan
mencakup Tata Bangunan dan Lingkungan, Pengembangan Permukiman,
Pengembangan Air Minum, serta Pengembangan PLP untuk perkotaan maupun
perdesaan
4. Serta informasi yang bermanfaat bagi pelaku pembangunan gedung, perumahan
dan permukiman.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 13
2.4 SARANA PELAYANAN INFORMASI PIP2B
Di dalam menyiapkan infrastruktur Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan
Bangunan (PIP2B), lembaga ini harus dapat menyediakan sarana pelayanan
informasi yang lebih interaktif sebagai berikut3:
a. Sarana bagi Pelayanan Konsultasi dan Advokasi Teknis, mencakup:
• Ruang Konsultasi
• Ruang-ruang Diskusi
b. Sarana bagi Pelayanan Pelatihan dan Penyebar luasan informasi
• Ruang audiovisual
• Ruang-ruang Pertemuan
• Ruang Pamer
• Ruang Display
c. Sarana bagi Pelayanan Pengembangan/ Dokumentasi Informasi:
• Ruang Perpustakaan
• E-library/ perpustakaan digital
• Ruang Server
• Ruang Pengolahan Informasi
d. Sarana bagi Penyelenggaraan urusan Administrasi dan Rumah Tangga organisasi lembaga:
• Gedung Kantor
• Ruang-ruang kerja sesuai standar kebutuhan dan jumlah personil
• Ruang-ruang Pertemuan
• Ruang-ruang Penunjang seperti: Pantry, Toilet Karyawan, Mushola, dll
e. Sarana Penunjang lainnya, seperti:
• Ruang Lobby dan Informasi
• Ruang-ruang Mekanikal Elektrikal
• Mushola Publik
• Toilet Publik 3 Pengarahan Tim Teknis, Paket PBL IV-3, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan, Juli 2007
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 14
• Fasilitas bagi Penyandang Cacat
• Parkir
• Dll.
2.5 STRUKTUR KELEMBAGAAN STANDAR DAN JUMLAH PERSONIL PIP2B
Di dalam menyiapkan struktur kelembagaan Pusat Informasi Pengembangan
Permukiman dan Bangunan (PIP2B) di setiap propinsi, ditetapkan pejabat ketua
struktur organisasi PIP2B merupakan seorang pejabat setingkat eselon III .
Dengan demikian dapat diprediksi jumlah personil dalam struktur organisasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku sebagai berikut4:
Diagram 2- 2 Struktur Organisasi PIP2B
Maka total jumlah personil pada struktur organisasi PIP2B di atas seluruhnya
berjumlah 23 orang.
4 Pengarahan Tim Teknis, Paket PBL IV-3, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan, Nopember 2007
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 15
bab 3
KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B
3.1 FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN PIP2B
3.1.1 PENETAPAN FUNGSI BANGUNAN GEDUNG PIP2B Penetapan fungsi bangunan gedung PIP2B menurut ketentuan yang berlaku adalah:
a. Menurut Fungsi Usaha, bangunan gedung PIP2B dikategorikan sebagai
bangunan gedung perkantoran pemerintah
b. Menurut Fungsi Sosial dan Budaya, bangunan gedung PIP2B dikategorikan
sebagai bangunan gedung pelayanan umum
3.1.2 PENETAPAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG PIP2B Adapun penetapan klasifikasi bangunan gedung PIP2B menurut ketentuan yang
berlaku adalah:
a. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Kompleksitas, bangunan gedung PIP2B
diklasifikasikan sebagai bangunan tidak sederhana, yaitu bangunan gedung
negara yang memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Masa
penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun.
Bangunan gedung PIP2B dapat dijelaskan sebagai gedung kantor dengan luas
lebih dari 500 m2.
b. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Permanensi, bangunan gedung PIP2B
diklasifikasikan sebagai bangunan permanen
c. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Risiko Kebakaran, bangunan gedung PIP2B
diklasifikasikan sebagai bangunan gedung tingkat resiko kebakaran rendah
d. Klasifikasi berdasarkan Ketinggian, bangunan gedung PIP2B merupakan
bangunan gedung bertingkat rendah
e. Klasifikasi berdasarkan Kepemilikan, bangunan gedung PIP2B merupakan
bangunan gedung milik negara
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 16
f. Klasifikasi berdasarkan lokasi pada Zonasi Gempa adalah sesuai dengan yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang (Gambar 3-1)
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam
Gambar 1, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling
rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian
Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat
pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun yang nilai rata-
ratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Gambar 1 dan table 3-1.
Hal ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan percepatan puncak muka tanah
untuk masing-masing Wilayah Gempa dan untuk masing-masing jenis tanah
yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung dalam rangka
menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur gedung tersebut. Tabel 3-1 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia (berdasarkan SNI 1726-2002).
Wilayah Gempa
Percepatan Puncak Batuan
Dasar (`g)
Percepatan puncak muka tanah Ao (‘g’) Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak Tanah
Khusus 1 2 3 4 5 6
0,03 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30
0,04 0,12 0,18 0,24 0,28 0,33
0,05 0,15 0,23 0,28 0,32 0,36
0,08 0,20 0,30 0,34 0,36 0,38
Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
Gambar 3- 1 Zonasi Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasardengan perioda ulang 500 tahun (berdasarkan SNI 1726-2002)
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 17
Gasmbar 3-2 Respons Spektrum Gempa Rencana (berdasarkan SNI 1726-2002).
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 18
g. Klasifikasi berdasarkan kepadatan lokasi (padat, sedang, renggang), ditetapkan
oleh instansi yang berwenang di daerahnya masing-masing sesuai ketentuan
yang berlaku.
3.2 STANDAR PERENCANAAN BANGUNAN PIP2B
3.2.1 STANDAR LUAS RUANG KERJA Dalam menghitung luas ruang kerja pada bangunan gedung kantor PIP2B,
ditentukan berdasarkan ketentuan standar luas ruang kerja pada gedung kantor
pemerintah dengan klasifikasi tidak sederhana, yaitu rata-rata sebesar 10,7 m2 per-
personil.
Kebutuhan total luas ruang kerja dihitung berdasarkan jumlah personil yang akan
ditampung dikalikan standar luas sesuai dengan klasifikasi bangunannya.
Berdasarkan persyaratan kelembagaan bahwa institusi PIP2B akan dipimpin oleh
pejabat eselon III, maka perkiraan luas ruang kerja bagi gedung PIP2B adalah
sekitar 246,10 m2 (Tabel 3- 2) Tabel 3- 2 Acuan Standar Umum Ruang Kantor PIPB
Struktur Organisasi 23 orang 10.7 m2 246.10 m2Jumlah Personil Standar Total Luas
Adapun untuk merencanakan tata ruang dalam gedung PIP2B, digunakan standar
detail luas ruangan kerja kantor pemerintah seperti yang tercantum pada Tabel C
pada buku Pedoman Pembangunan Bangunan Negara, adalah sbb: Tabel 3- 3 Standar Detail Luas Ruangan Kerja bagi Kantor Pemerintah
R. Kerja R. Tamu R. Rapat R. Sekr R. Tunggu R. Simpan R. Toilet1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Eselon III 6.00 6.00 ‐ 3.00 ‐ 3.00 ‐ 18.00 m22 Staff 2.00 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 2.00 m2
JabatanNo.Jumlah
Luas Ruang
3.2.2 PROGRAM KEBUTUHAN LUAS RUANGAN Kebutuhan ruang bangunan gedung PIP2B terdiri atas sarana ruang kerja serta
sarana ruang-ruang pelayanan informasi bagi masyarakat.
Perkiraan luas ruang-ruang pelayanan informasi dihitung berdasarkan perkiraan
kapasitas tampung, studi banding di lapangan, maupun menurut standar dan
ketentuan yang berlaku.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 19
Tabel 3- 4 memperlihatkan perkiraan kebutuhan ruang untuk bangunan gedung
PIP2B, dengan perkiraan luas total lantai bangunan adalah sekitar 949,13 m2. Tabel 3- 4 Studi Kebutuhan Ruang Gedung PIP2B
3.2.3 KARAKTERISTIK DAN KRITERIA RUANGAN PELAYANAN Sifat kegiatan yang ditampung di dalam ruang-ruang pelayanan informasi bagi
masyarakat dan kriteria disain standar bagi masing-masing ruang dapat dilihat pada
Tabel 3- 5, 3- 6 dan 3- 7. Tabel 3- 5 Sifat Kegiatan Penyebarluasan Informasi dan Kriteria Disain Standar Ruangan
Ruangan Kegiatan Kriteria Disain Standar
Fungsi Fisik Lingkungan 1 2 3 4 5 6 A SARANA PENYEBARLUASAN INFORMASI
1. R. Pamer Outdoor
Dapat menampung materi‐materi pameran ke‐Cipta Karya‐an yang bersifat permanen maupun temporer dan eventual sesuai dengan kebutuhan daerah, seperti:
‐ Model RISHA ‐ Prototipe rumah
tahan gempa ‐ Beberapa model
sistem struktur
‐ Berupa outdoor plasa multifungsi
‐ Meningkatkan kualitas lingkungan dan bangunan
‐ Menampung kapasitas 500 orang
‐ Merupakan bagian terintegrasi dari disain bangunan dan lingkungan
‐ Memperbaiki iklim mikro
‐ Tetap dapat berfungsi meningkatkan resapan air
RUANGPublik Pameran Indoor 200 org 0,90 m2 180,00 m2
R. Display 1 bh 20,00 m2 20,00 m2R. Audiovisual 20 org 2,00 m2 40,00 m2Perpustakaan 1 bh 60,00 m2 60,00 m2E‐Library 1 bh 32,00 m2 32,00 m2
Semi Publik R. Asosiasi Profesi 6 org 6,00 m2 36,00 m2R. Rapat 23 org 1,20 m2 27,60 m2
R. Kerja Setingkat Eselon III 23 org 10,70 m2 246,10 m2Ruang Arsip 23 org 0,40 m2 9,20 m2Ruang Server & IT 1 bh 12,00 m2 12,00 m2
Penunjang Toilet Publik (2m2/25 org) 8 sat 4,00 m2 32,00 m2Toilet Penyandang Cacat 1 bh 6,00 m2 6,00 m2Toilet Karyawan Pria 2 sat 4,00 m2 8,00 m2Toilet Karyawan Wanita 2 sat 4,00 m2 8,00 m2Mushola 23 org 0,80 m2 18,40 m2Gudang 2 bh 6,00 m2 12,00 m2Pantry 1 bh 6,00 m2 6,00 m2Utility 1 bh 6,00 m2 6,00 m2
Ruang Sirkulasi 25% 759,30 m2 189,83 m2
LUAS TOTAL LANTAI BANGUNAN 949,13 m2
SATUAN LUAS LUASKAPASITAS
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 20
‐ Dsb
2. R. Pamer Indoor
Dapat menampung materi‐materi pameran ke‐Cipta Karya‐an yang bersifat temporer dan eventual seperti :
‐ Pameran ‐ Seminar
‐ Berupa indoor hall yang bersifat multifungsi untuk memamerkan produk-produk ke-Cipta Karya-an maupun teknologi bangunan terkini
‐ Menampung kapasitas ruang Pamer 200 orang
‐ Memiliki ceiling yang tinggi, atau void dengan ceiling > 1 lantai
‐ Konsep Ruangan Hemat Energi
‐ Dual pengkondisian: penghawaan alami maupun AC
‐ Sistem pencahayaan alami
‐ Sistem pencahayaan buatan secara gabungan, merata maupun setempat
3. R. Display Dapat menampung
materi‐materi display ke‐Cipta Karya‐an yang dipasang sepanjang tahun, seperti:
‐ Banner UUBG ‐ Running Text
‐ Merupakan bagian yang menyatu dengan R. Pamer Indoor
‐ Display ditempatkan pada bagian yang mengundang, dan informatif
‐ Isi display dapat berganti-ganti sesuai tema
‐ Panel display atau apapun yang menjadi media display
‐ Konsep Ruangan Hemat Energi
‐ Dual pengkondisian: penghawaan alami maupun AC
‐ Sistem pencahayaan alami
‐ Sistem pencahayaan buatan secara gabungan, merata maupun setempat
4. R. Audio Visual
Dapat menampung materi ke‐Cipta Karyaan yang ditampilkan secara audio visual
‐ Berupa ruang kelas yang siap dengan peralatan audio visual
‐ Menampung kapasitas ruang Pamer 20-30 orang
‐ Konsep Ruangan tertutup
‐ Menggunakan insulasi penahan suara
‐ Pengkondisian udara menggunakan AC
‐ Pencahayaan buatan menggunakan pengendalian dg system switching dan dimming untuk memperoleh efek pencahayaan
5. R. Pertemuan Dapat menampung
pertemuan staff maupun dengan pihak luar
‐ Berupa ruang rapat yang siap dengan peralatan presentasi
‐ Menampung kapasitas ruang untuk pertemuan 10-12 orang
‐ Konsep Ruangan secara tata suara tertutup, secara visual dapat transparan
‐ Pengkondisian udara menggunakan AC
‐ Pencahayaan buatan
‐ Dalam keadaan display, ruangan dapat menjadi gelap dan tidak silau
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 21
Tabel 3- 6 Sifat Kegiatan Pelayanan Pengembangan/ Dokumentasi Informasi dan Kriteria Disain Standar Ruangan
Ruangan Kegiatan Kriteria Disain Standar
Fungsi Fisik Lingkungan
1 2 3 4 5 6
B SARANA PELAYANAN PENGEMBANGAN/ DOKUMENTASI INFORMASI
1. R. Perpustakaan
Dapat menampung buku‐buku terbitan/ bahan cetakan yang terkait dengan ke‐Cipta Karya‐an & melayani kebutuhan informasi masyarakat
‐ Rak buku sesuai standar
‐ Ruang Baca sesuai standar
‐ Menampung kapasitas ruang baca 8-12 orang
‐ Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC)
‐ Pencahayaan buatan secara merata
‐ Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind
2. R. Perpustakaan Elektronik
Melayani kebutuhan informasi masyarakat dalam bentuk digital
‐ Ruang browsing komputer sesuai standar
‐ Menampung kapasitas 6-8 komputer
‐ Jaringan kabel tersembunyi, namun mudah dipelihara
‐ Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC)
‐ Pencahayaan buatan secara merata
‐ Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind
3. R. Server Menampung
informasi dalam bentuk digital
‐ Ruang Komputer Terpusat
‐ Menampung kapasitas 1 bh server komputer
‐ Jaringan kabel tersembunyi, namun mudah dipelihara
‐ Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC)
‐ Pencahayaan buatan secara merata
4. R. Pengolahan Informasi
Meng up‐date database informasi dalam bentuk digital
‐ Ruang Kerja untuk memasukkan dan memantau informasi digital
‐ Menampung kapasitas 2 komputer
‐ Jaringan kabel tersembunyi, namun mudah dipelihara
‐ Memungkinkan untuk melakukan pemeliharaan data dan reparasi computer
‐ Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC)
‐ Pencahayaan buatan secara merata
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 22
Tabel 3- 7 Sifat Kegiatan Pelayanan Konsultasi dan Advokasi Teknis dan Kriteria Disain Standar Ruangan
Ruangan Kegiatan Kriteria Disain Standar
Fungsi Fisik Lingkungan
1 2 3 4 5 6
C SARANA PELAYANAN KONSULTASI DAN ADVOKASI TEKNIS
1. R. Konsultasi Dapat digunakan untuk keperluan konsultasi
‐ Berupa ruang kerja dengan kursi hadap
‐ Terdiri atas 1 atau 2 orang yang merupakan konsultan dan 2 atau 4 orang yang berkonsultasi
‐ Konsep Ruangan tertutup secara tata suara, namun dapat transparan secara visual
‐ Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC)
‐ Pencahayaan buatan secara merata
‐ Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind
2. R. Diskusi Dapat digunakan
untuk keperluan diskusi kecil
‐ Merupakan ruang multifungsi yang berkaitan dengan kegiatan konsultasi
‐ Berupa ruang pertemuan dengan kapasitas 6-8 orang
‐ Konsep Ruangan tertutup secara tata suara, namun dapat transparan secara visual
‐ Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC)
‐ Pencahayaan buatan secara merata
‐ Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 23
3.2.4 HUBUNGAN ANTAR RUANG Hubungan antara ruang-ruang di dalam bangunan PIP2B ditetapkan berdasarkan
matriks hubungan antar ruang pada gambar 3-2. Hubungan antar ruang dibedakan
atas:
• Hubungan Langsung, yaitu ruang berdekatan dan terhubung oleh pintu
• Dekat dengan Hubungan Tidak Langsung, yaitu ruang berdekatan tetapi tidak
perlu terhubung oleh pintu
• Tidak Berhubungan, artinya ruang tidak perlu berdekatan maupun terhubung
oleh pintu.
Gambar 3- 3 Matriks Hubungan Antar Ruang Gedung PIP2B
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 24
3.3 PERSYARATAN LOKASI
Penentuan lokasi bangunan gedung PIP2B mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Peraturan Tata Ruang Kota Lokasi disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan mendapat
persetujuan pemerintah daerah yang bersangkutan untuk mendapatkan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB), termasuk rencana pengembangan lahan dan
bangunannya.
2. Radius Pencapaian Gedung PIP2B dibangun pada lokasi-lokasi di ibukota propinsi, dengan asumsi
kepadatan penduduk yang dilayani dapat mendukung kegiatan pelayanan
informasi bagi masyarakat. Lokasi harus dekat dengan masyarakat pengguna
dengan pencapaian mudah. Radius pencapaian lokasi ditentukan oleh jarak dan
waktu tempuh dari pusat kota. Jarak tempuh maksimum 5 km dari pusat kota
atau tidak lebih dari waktu tempuh 20 menit perjalanan dengan kendaraan umum
pada saat normal (tidak macet).
3. Aksesibilitas Lokasi gedung PIP2B harus dapat dicapai oleh kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum. Apabila gedung PIP2B terletak di dalam sebuah kompleks
perkantoran yang tidak dapat dicapai secara langsung oleh kendaraan pribadi
maupun kendaraan umum, maka jarak tempuh maksimum dari titik transit adalah
10 menit berjalan kaki. Pencapaian secara berjalan kaki harus terhindar dari lalu
lintas berkepadatan tinggi.
4. Kesiapan Prasarana Lokasi gedung PIP2B harus memiliki prasarana yang memadai, mencakup: jalan
lingkungan, drainase, jaringan air bersih, jaringan air limbah, jaringan listrik dan
telepon.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 25
3.4 PENENTUAN LUAS TAPAK
3.4.1 SARANA RUANG LUAR Dalam rangka menentukan luas tapak yang dibutuhkan bagi sarana dan fasilitas
bangunan PIP2B, harus dipertimbangkan tersedianya sarana sebagai berikut:
• Ruang Pamer Outdoor, yang cukup luas agar dapat menampung materi-materi
pameran ke-Cipta Karya-an yang bersifat permanen maupun temporer dan
eventual sesuai dengan kebutuhan di daerahnya masing-masing. Beberapa
contoh produk pameran outdoor yang permanen adalah: Model RISHA, Prototipe
Rumah Tahan Gempa, dan beberapa model system struktur.
• Parkir dan sirkulasi mobil kantor maupun karyawan, dengan rasio 1 kendaraan
setiap 100 m2 luas lantai
• Parkir dan sirkulasi mobil bagi penyandang cacat, disediakan minimal untuk 2
kendaraan
• Parkir dan sirkulasi mobil pengunjung, disediakan minimal untuk 5 kendaraan
• Parkir dan sirkulasi motor baik karyawan maupun pengunjung, disediakan
minimal untuk 25 kendaraan
• Jalur pedestrian yang memadai
• Ruang Terbuka Hijau, minimal 40% dari luas total lahan diperuntukkan bagi
penghijauan dan lansekap
3.4.2 SARANA PUBLIK DI LANTAI DASAR Dalam merencanakan bangunan PIP2B, harus dipertimbangkan sarana dan fasilitas
pelayanan bagi publik wajib untuk ditempatkan di lantai dasar. Sehingga sarana dan
fasilitas pelayanan tersebut memungkinkan untuk dapat diakses pula oleh
masyarakat penyandang cacat.
Sarana ruang minimum yang harus disediakan serta posisinya baik di lantai dasar
atau di lantai atas ditentukan dalam tabel 3- 8.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 26
Tabel 3- 8 Posisi Ruang
RUANGPublik Pameran Indoor 180,00 m2 180,00 m2
R. Display 20,00 m2 20,00 m2R. Audiovisual 40,00 m2 40,00 m2Perpustakaan 60,00 m2 60,00 m2E‐Library 32,00 m2 32,00 m2
Semi Publik R. Asosiasi Profesi 36,00 m2 36,00 m2R. Rapat 27,60 m2 27,60 m2
R. Kerja Setingkat Eselon III 246,10 m2 246,10 m2Ruang Arsip 9,20 m2 9,20 m2Ruang Server & IT 12,00 m2 12,00 m2
Penunjang Toilet Publik 32,00 m2 32,00 m2Toilet Penyandang Cacat 6,00 m2 6,00 m2Toilet Karyawan Pria 8,00 m2 8,00 m2Toilet Karyawan Wanita 8,00 m2 8,00 m2Mushola 18,40 m2 18,40 m2Gudang 12,00 m2 12,00 m2Pantry 6,00 m2 6,00 m2Utility 6,00 m2 6,00 m2
Sub Total 759,30 388,00 m2 371,30 m2
Ruang Sirkulasi 25% 189,83 m2 97,00 m2 92,83 m2LUAS TOTAL LANTAI BANGUNAN 949,13 m2 485,00 m2 464,13 m2
Lantai Dasar Lantai AtasLUAS
3.4.3 LUAS LAHAN MINIMUM Dalam merencanakan bangunan PIP2B, perlu disadari kondisi terbatasnya lahan
terutama di daerah kota besar, metropolitan dan pusat kota. Beberapa kemungkinan
harus dipertimbangkan sehubungan dengan lokasi bangunan PIP2B.
• Alternatif apabila lokasi bangunan PIP2B terletak di pusat kota, maka
pemanfaatan lahan yang efisien mengakibatkan bangunan terdiri atas 2 lantai. Luas tapak yang dibutuhkan adalah minimum 2,200 m2
• Alternatif apabila lokasi bangunan PIP2B terletak di tepian kota, atau di kota yang
masih relatif rendah intensitasnya, maka bangunan PIP2B memungkinkan untuk
dikembangkan sebagai 1 lantai saja dengan lahan yang lebih luas. Luas tapak
yang dibutuhkan adalah minimum 3,100 m2.
Perhitungan kebutuhan luas tapak bangunan dan penentuan luas lahan minimum
untuk kedua alternatif diatas dapat dilihat pada tabel 3-9 dan 3-10, sedangkan
simulasi rancangan digambarkan dalam gambar 3-3 dan 3-4.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 27
Tabel 3- 9 Perhitungan Kebutuhan Luas Tapak Bangunan PIP2B
Kapasitas Satuan Luas Jumlah Luas
Alternatif Bangunan 1 lantai
Total Lantai Bangunan 949.13
Ruang Pamer Outdoor 500.00 0.70 350.00
Parkir & Sirkulasi Mobil (1mobil:100m2) 9.49 30.00 284.74
Parkir & Sirkulasi Penyandang Cacat 2.00 34.10 68.20
Parkir & Sirkulasi Motor 25.00 5.00 125.00
Pedestrian 50.00 0.8 40.00
Ruang Hijau 40% 3,028.45 1,211.38
Total Luas Lahan Minimum PIP2B (1 lt) 3,028.45
Kapasitas Satuan Luas Jumlah Luas
Alternatif Bangunan 2 lantai
Total Lantai Bangunan 949.13
Bangunan Lantai Dasar thd total lantai 60% 949.13 569.48
Ruang Pamer Outdoor 500.00 0.70 350.00
Parkir & Sirkulasi Mobil (1mobil:100m2) 9.49 30.00 284.74
Parkir & Sirkulasi Penyandang Cacat 2.00 34.10 68.20
Parkir & Sirkulasi Motor 25.00 5.00 125.00
Pedestrian 50.00 0.8 40.00
Ruang Hijau 40% 2,395.70 958.28
Total Luas Lahan Minimum PIP2B (2lt) 2,395.70 Tabel 3- 10 Penentuan Luas Lahan Minimum Bangunan PIP2B
Perkiraan LuasLuas Total Lantai Bangunan 949.13 m2 920 m2
Alternatif Bangunan PIP2B 1 lantaiPerkiraan Luas Lantai Dasar 100% thd luas total 949.13 m2% Lt Dasar 30% thd luas lahanPerkiraan Luas Lahan Min 3,163.77 m2 3,100 m2
Alternatif Bangunan PIP2B 2 lantaiPerkiraan Luas Lantai Dasar 70% thd luas total 642.25 m2% Lt Dasar 30% thd luas lahanPerkiraan Luas Lahan Min 2,140.83 m2 2,200 m2
Luas Minimum
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 28
Gambar 3- 4 Simulasi Rencana Tapak untuk Bangunan PIP2B 1 lantai dengan Luas Lahan Minimum 3,100 m2
Gambar 3- 5 Simulasi Rencana Tapak untuk Bangunan PIP2B 2 lantai dengan Luas Lahan Minimum 2,200 m2
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 29
3.5 PERSYARATAN ADMINISTRASI
Setiap bangunan gedung PIP2B harus memenuhi persyaratan administrasi baik
dalam tahap pembangunan maupun tahap pemanfaatan sebagaimana bangunan
gedung negara. Persyaratan administrasi bangunan gedung negara meliputi
pemenuhan persyaratan:
1. DOKUMEN PEMBIAYAAN Setiap kegiatan pembangunan bangunan gedung PIP2B harus disertai/memiliki
bukti tersedianya anggaran yang diperuntukkan untuk pembiayaan kegiatan
tersebut yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai peraturan
perundangan yang berlaku yang dapat berupa Daftar Isian Proyek (DIP) atau
dokumen lainnya yang dipersamakan, termasuk surat penunjukan/penetapan
Pimpinan Proyek.
Dalam dokumen pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas:
a. biaya pelaksanaan konstruksi fisik;
b. biaya perencanaan konstruksi;
c. biaya manajemen konstruksi/pengawasan konstruksi;
d. biaya pengelolaan proyek.
2. STATUS HAK ATAS TANAH Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki kejelasan tentang status hak atas
tanah lokasi tempat bangunan gedung PIP2B berdiri. Kejelasan status atas tanah
ini dapat berupa hak milik atau hak guna bangunan. Status hak atas tanah ini
dapat berupa sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah Instansi/lembaga
pemerintah/negara yang bersangkutan.
3. PERIZINAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen perizinan yang berupa:
Izin Mendirikan Bangunan, dan Izin Penggunaan Bangunan dalam hal Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan mengharuskan adanya IPB dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setempat.
4. DOKUMEN PERENCANAAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen perencanaan, yang
dihasilkan dari proses perencanaan teknis, baik yang dihasilkan oleh Penyedia
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 30
Jasa Perencana Konstruksi atau Tim Swakelola Perencanaan. Di dalam proses
perencanaannya, asistensi terhadap instansi pemerintah pusat harus dilakukan.
5. DOKUMEN PEMBANGUNAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen pembangunan yang
terdiri atas: Dokumen Perencanaan, Izin Mendirikan Bangunan, Dokumen
Pelelangan, Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi, dan As Built Drawings, hasil uji
coba/test run operational, dan Sertifikat Penjaminan atas Kegagalan bangunan
sesuai ketentuan yang berlaku.
6. DOKUMEN PENDAFTARAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen pendaftaran untuk
pencatatan dan penetapan HDNO meliputi:
a. Fotokopi Dokumen Pembiayaan/DIP (otorisasi pembiayaan);
b. Fotokopi sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah;
c. Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan;
d. Berita Acara Serah Terima I dan II;
e. As built drawings (gambar sesuai yang dilaksanakan) disertai gambar leger;
f. Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Surat Izin Penggunaan Ba-
ngunan (IPB) dalam hal Peraturan DaerahKabupaten/Kota yang bersangkutan
mengharuskan adanya IPB.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 31
bab 4
KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN PIP2B
4.1 PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
4.1.1 KESESUAIAN TATA BANGUNAN DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN PERATURAN DAERAH Persyaratan tata bangunan dan lingkungan meliputi ketentuan-ketentuan yang harus
dipenuhi dalam pembangunan bangunan PIP2B dari segi tata bangunan dan
lingkungannya, yaitu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan
Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu:
a. Peruntukan Lokasi Bangunan PIP2B harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
b. Jarak Bebas Bangunan Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang
Bangunan Gedung, maka bangunan PIP2B merupakan bangunan tunggal (free-
standing) dengan jarak bebas antara blok/masa bangunan dengan batas lahan
minimum adalah 4,00 meter serta harus mempertimbangkankan hal-hal seperti:
• Keselamatan terhadap bahaya kebakaran,
• Kesehatan, termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan,
• Kenyamanan,
• Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 32
c. Ketinggian bangunan Ketinggian bangunan PIP2B, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Daerah setempat tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi,
maksimum adalah 3 lantai.
d. Ketinggian langit-langit Ketinggian langit-langit bangunan PIP2B minimum di setiap lantai adalah 2,80
meter dihitung dari permukaan lantai. Mengingat bangunan gedung PIP2B
memiliki fasilitas pelayanan masyarakat di lantai dasarnya, maka diusulkan
ketinggian langit-langit minimum di Lantai Dasar adalah 3,50 meter.
e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisian Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Koefisien Daerah Hijau (KDH) Ketentuan besarnya KDB, KLB, GSB dan KDH mengikuti ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang
bersangkutan. Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah
setempat, maka bangunan PIP2B mengikuti ketentuan berikut
• KDB merupakan perbandingan antara luas seluruh perkerasan di lantai dasar
dengan luas lahan. KDB maksimum adalah 60%, termasuk didalamnya:
o Lantai Dasar Bangunan (maksimum 30% dari Luas Lahan)
o Ruang Pamer Outdoor
o Sirkulasi dan Parkir Kendaraan (mobil dan motor)
o Sirkulasi, Parkir, dan Ramp bagi Penyandang Cacat
o Jalur Pedestrian
• KDH merupakan perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas
persil bangunan yang harus digunakan sebagai daerah resapan air dan ruang
terbuka hijau. KDH minimum dari bangunan PIP2B adalah 40%.
• GSB merupakan jarak tepi ruas jalan dengan bangunan terluar. GSB
minimum bangunan PIP2B adalah 7,00 meter.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 33
Gambar 4- 1 Simulasi Rancangan Tapak: memperlihatkan KDB maks 60%, Lantai Dasar maks 30%, Ruang Pamer Outdoor, Sirkulasi dan Parkir Kendaraan & Penyandang Cacat dan Jalur Pedestrian
4.1.2 PERSYARATAN ARSITEKTUR a. Persyaratan Keserasian dengan Lingkungan
• Bangunan PIP2B harus serasi dengan lingkungannya. Penempatan massa
bangunan arsitektur berorientasi terhadap arah sinar matahari dan iklim
setempat. Bangunan khususnya lantai dasar harus memperlihatkan sebagai
bangunan yang ramah kepada publik dengan memperlihatkan kejelasan arah
jalan masuk, keterbukaan (mengundang untuk masuk), serta elemen-elemen
dan material yang mempermudah untuk berorientasi menuju maupun di
dalam bangunan.
• Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk
dan karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang
mampu sebagai pedoman arsitektur atau panutan bagi lingkungannya.
• Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan
yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan tersebut.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 34
• Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan
terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap
lingkungannya.
• Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang dengan
mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya terhadap gempa.
• Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana,
guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.
Gambar 4- 2 Bentuk denah bangunan gedung (PerMen PU no. 29/PRT/M/2006)
• Dalam hal denah bangunan berbentuk T, L, atau U, maka harus dilakukan
pemisahan struktur atau dilatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat
gempa atau penurunan tanah.
• Syarat-syarat lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan segala sesuatunya
ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam rencana tata ruang,
dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan untuk
daerah/lokasi tersebut.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 35
b. Persyaratan Ekspresi dan Wujud Arsitektur Setiap arsitektur bangunan PIP2B memiliki kebebasan dalam berekspresi dan
menentukan wujud arsitekturnya. Kriteria-kriteria dasar yang harus dipenuhi
dalam ekspresi bangunan PIP2B adalah sebagai berikut:
• Wujud arsitektur mencerminkan fungsi bangunan PIP2B sebagai bangunan
pusat informasi yang modern dan mencerminkan teknologi bangunan terkini.
• Fasade bangunan harus cukup transparan terutama di lantai dasar, untuk
memberikan citra keterbukaan era informasi sekaligus memperlihatkan
kegiatan pameran indoor dan outdoor kepada publik.
• Ekspresi kekinian bangunan tidak boleh mengabaikan kaidah-kaidah dasar
Arsitektur Tropis, namun tidak menutup kreatifitas dan inovasi disain dalam
mewujudkan Arsitektur Tropis yang modern.
• Kearifan lokal harus dihargai, dan penggunaan elemen-elemen yang
mengandung identitas lokal harus merupakan bagian yang menyatu dengan
arsitektur bangunan PIP2B. Dalam konteks bangunan dengan ekspresi
modern, kearifan lokal dapat diwujudkan melalui penggunaan ornamen di
dalam lansekap, art-work (benda seni), maupun elemen interior. Kreatifitas
dan inovasi disain sangat dianjurkan dalam mewujudkan kearifan lokal pada
bangunan PIP2B.
Gambar 4- 3 Simulasi Rancangan Berbagai Ekspresi Arsitektur Bangunan PIP2B
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 36
c. Persyaratan Bahan Bangunan Bahan bangunan yang digunakan diupayakan secara mayoritas merupakan
bahan bangunan setempat dan produksi dalam negeri, termasuk bahan
bangunan sebagai bagian dari sistem fabrikasi komponen bangunan. Kriteria
utama adalah durabilitas (keawetan) bahan bangunan sebagai material
bangunan publik, serta penampilan yang sesuai dengan fungsi dan ekspresi
yang diinginkan. Beberapa contoh bahan bangunan yang dapat digunakan
adalah:
• Bahan penutup dinding fasade bangunan: marmer, batu alam, beton
pracetak, dan panel GRC.
• Bahan penutup lantai: ubin PC, teraso, marmer, batu alam, granit tile,
keramik, parket, vynil, maupun karpet, yang disesuaikan dengan fungsi dan
klasifikasi ruang.
• Bahan dinding pengisi: batu bata, celcon atau hebel, papan kayu dengan
tingkat kekuatan dan keawetan tinggi, kaca dengan rangka kayu atau
aluminium, panel gypsum/GRC dan/atau panel aluminium dengan rangka
hollow besi, disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi ruang.
• Bahan kerangka langit-langit: rangka kayu minimum kelas kuat II di anti
rayap, atau rangka hollow besi.
• Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, GRC
atau sejenis.
• Bahan penutup atap: genteng beton, genteng keramik, sirap, dak beton
dengan lapisan kedap air, atau bondek cor, dan sejenis, disesuaikan dengan
fungsi dan ekspresi bangunan.
• Bahan kosen dan daun pintu/jendela: kayu minimum kelas kuat II, atau kaca
dengan kosen aluminium.
4.1.3 PERSYARATAN TATA RUANG DALAM Beberapa kriteria dalam menata ruang dalam bangunan PIP2B adalah sebagai
berikut:
a. Persyaratan Teknis
• Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang pintu/ jendela
diusahakan sedapat mungkin pada sumbu-sumbu denah bangunan
mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 37
• Ruangan di dalam bangunan harus memiliki tinggi yang cukup untuk fungsi-
fungsi yang sesuai.
• Ketinggian langit-langit minimum di lantai dasar adalah 3,50 meter,
mengingat lantai dasar mewadahi kegiatan pelayanan publik. Sedangkan
ketinggian langit-langit minimum untuk ruang-ruang lainnya adalah 2,80
meter dihitung dari permukaan lantai.
• Permukaan lantai dari lantai dasar harus:
o Sekurang-kurangnya 15 cm di atas titik tertinggi dari pekarangan yang
sudah dipersiapkan
o Sekurang-kurangnya 25 cm di atas titik tertinggi dari sumbu jalan yang
berbatasan.
b. Zona Publik dan Privat
• Didalam mengelola fasilitas PIP2B dan melakukan kegiatan kerja sehari-hari,
diperlukan pemisahan pemisahan zona pelayanan (publik) dan zona ruang
kerja (privat) agar dapat dicapai tingkat privasi yang cukup bagi staff PIP2B,
maupun staff Asosiasi Profesi yang ditempatkan di bangunan ini.
• Terdapat 4 jenis ruang menurut tingkat privasinya, yaitu sangat publik, publik,
semi publik dan privat (Tabel 4-1).
Tabel 4- 1 Karakteristik Ruang berdasarkan tingkat privasi
KARAKTERISTIK RUANG Sangat Publik Pameran IndoorPublik R. Display R. Audiovisual Perpustakaan E‐LibrarySemi Publik R. Asosiasi Profesi R. RapatPrivat Ruang Kerja Ruang Arsip Ruang Server & IT Publik Toilet Publik Toilet Penyandang CacatPrivat Toilet Karyawan Pria Toilet Karyawan Wanita Mushola Gudang Pantry Utility
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 38
Gambar 4- 4 Simulasi Rancangan yang mengakomodasi Ruang Pelayanan Publik di Lantai Dasar dan Privasi bagi staff PIP2B dan Asosiasi Profesi di Lantai Atas
c. Efisiensi Flow Bangunan Yang termasuk dalam efisiensi flow bangunan adalah persyaratan kenyamanan
ruang gerak dalam bangunan yang sesuai dengan fungsi bangunan sebagai
sebuah Pusat Informasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, tata
ruang dalam bangunan PIP2B harus sederhana, jelas dan memberikan
kemudahan orientasi bagi pengunjung yang akan memakai sarana dan fasilitas
publik di dalam bangunan.
ZONA DI LT. DASAR
ZONA DI LT. ATAS
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 39
Gambar 3- 1 Beberapa simulasi rancangan lay-out tata ruang dalam yang mengakomodasi flow pengunjung yang efisien
d. Persyaratan Ergonomis Ruangan
• Tata ruang dalam bangunan harus dapat memberikan suasana yang tepat
dan sesuai dengan fungsi ruangan
• Tata letak perabotan (meja kerja, kursi, rak buku, dsb) harus terintegrasi
dengan kenyamanan ruang gerak secara ergonomis sesuai dengan fungsi
ruangan.
• Persyaratan ergonomis pada masing-masing ruangan adalah sbb:
1. Ruang Pameran Indoor
Ruang Pameran Indoor merupakan ruang serba guna dengan luas
ruangan sekitar 180-200 m2 yang dapat mengakomodasi materi-materi
pameran keciptakaryaan di dalam bangunan. Ruang Pameran Indoor
harus memiliki pencahayaan alami yang cukup, maupun pencahayaan
buatan secara merata dan setempat. Penghawaan alami harus dapat
berfungsi agar konservasi energi dapat dicapai pada kondisi sehari-hari.
Pengkondisian udara dapat berfungsi pada saat udara termal alami tidak
pada batas yang nyaman.
Ruang Pameran Indoor merupakan sarana pelayanan publik yang
pertama dijumpai oleh pengunjung di bangunan PIP2B. Minimal memiliki
akses kepada pintu utama, ruang konsultasi, pameran outdoor dan
koridor menuju ruang kerja. Lebih baik lagi apabila dari ruang pameran
indoor dapat dicapai sarana publik lainnya, seperti ruang perpustakaan, e-
library, ruang display dan audiovisual. Ruang Pameran Indoor dapat
sekaligus mengakomodasi fungsi lobby dan Ruang Display Permanen.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 40
Gambar 4- 5 Simulasi R. Pameran Indoor
2. Ruang Perpustakaan & E-Library
Ruang Perpustakaan harus dapat mengakomodasi koleksi buku-buku
keciptakaryaan. Standar ruangan yang harus diperhatikan adalah:
Jarak minimum koridor diantara rak buku adalah 1,30 meter
Lebar rak buku minimal 40 cm
Ketinggian rak buku maksimal 2,25 meter
Ukuran standar meja baca adalah 0,70 x 1,00 meter
E-library harus dapat mengakomodasi sistem pencarian data
perpustakaan secara elektronik.
Untuk memudahkan perawatan berkala komputer, dilakukan penaikan
lantai (raised floor) atau penetapan jalur kabel LAN melalui sirkuit
yang terlindungi (race way) dan dapat dibuka dan ditutup setiap
waktu, dengan jalur dari ruang server hingga ruang e-library.
Seluruh kabel LAN harus tersembunyi dengan rapih pada tempat
yang disediakan secara khusus.
Perabot standar set komputer, meja dan kursi disebut modul working
station. Satu set working station dapat terdiri dari 1 unit, 2 unit, 3 unit
maupun 4 unit modul tergantung kondisi ruangan.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 41
Pengawasan ruang perpustakaan dan e-library dapat dilakukan
pada satu titik counter pengawas sekaligus librarian.
Simulasi jalur kabel
LAN pada lokasi plint
dinding
Gambar 4- 6 Simulasi Rancangan Ruang Perpustakaan & E-Library
STANDAR LEBAR KORIDOR DAN TINGGI RAK BUKU
STANDAR MEJA BACA
MODUL WORKING STATION
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 42
Gambar 4- 7 Simulasi Rancangan Jalur kabel LAN untuk menunjang sistem data serta kemudahan dalam perawatan
3. Ruang Display & Audiovisual
Ruang Audiovisual dapat direncanakan dalam dua alternatif. Alternatif
pertama, ruang audiovisual merupakan ruang yang cukup luas, yaitu
sekitar 90 m2 yang dirancang untuk dapat dibagi menjadi 2 ruangan.
Sehingga dapat digunakan sebagai 2 ruangan audiovisual yang dapat
digunakan bersamaan, maupun digunakan sebagai ruang display pada
event tertentu yang membutuhkan fasilitas audiovisual.
Alternatif kedua, ruang audiovisual dirancang permanen dengan kapasitas
secukupnya, yaitu sekitar 45 m2
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 43
Kedua alternatif harus dapat secara fleksibel menjadi ruang diskusi
dengan tipe teater maupun kelas, sehingga keberadaan gudang untuk
menyimpan perabotan meja dan kursi mutlak diperlukan.
Kedua alternatif harus berdekatan dengan ruang operator untuk
kemudahan operasional.
4. Ruang Kerja
Ruang Kerja dengan total luas sekitar 220 m2 terdiri atas:
Ruang Pimpinan
Ruang Sekretaris
Ruang Tunggu
Ruang Kepala Staff 5 unit
Ruang Staff 11 unit
Ruang Staff IT 1 unit
Ruang Arsip
Ruang Konsultasi 1-2 unit
Ruang Audiovisual alternatif 1
Alternatif 1 ketika menjadi 2
ruangan
Ruang Audiovisual alternatif 2
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 44
Ruang Petugas Perpustakaan & E Library 1-2 unit
Ruang Rapat
Total area ruang kerja menampung 23 orang
Gambar 4- 8 Simulasi Rancangan Ruang Kerja
5. Ruang Asosiasi Profesi
Ruang asosiasi profesi dengan luas sekitar 50 m2 dapat menampung 6
staff asosiasi, dengan lemari arsip dan satu set meja rapat yang dapat
digunakan bersama.
Simulasi Rancangan Ruang Asosiasi
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 45
6. Ruang Penunjang
Simulasi Rancangan Sarana Penunjang Publik
Simulasi Rancangan Sarana Penunjang Staff
e. Persyaratan Kenyamanan Kondisi Udara dalam Ruang Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang harus mempertimbangkan
temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan
kelembaban udara yang ideal didalam ruangan, dapat dilakukan dengan alat
penkondisian udara yang mempertimbangkan:
1) fungsi bangunan gedung/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi
bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;
2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan
3) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 46
Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang harus mengikuti:
1) SNI 03-6389-2000 Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-6390-2000 Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-6196-2000 Prosedur audit energi pada bangunan gedung, atau edisi
terbaru;
4) SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan
pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
f. Persyaratan Hubungan Ke, Dari dan di Dalam Bangunan PIP2B
• Persyaratan Kemudahan Hubungan Horizontal dalam Bangunan PIP2B
1. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi
tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman
bagi semua orang, termasuk penyandang cacat dan lansia.
2. Bangunan PIP2B harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan
horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk
terselenggaranya fungsi bangunan gedung tersebut.
3. Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
4. Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.
5. Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 47
Gambar 4- 9 Simulasi Rancangan Tapak memperlihatkan tersedianya fasilitas dan aksesibiitas yang mudah, aman dan nyaman bagi semua orang untuk mencapai fasilitas di dalam bangunan
Gambar 4- 10 Simulasi Rancangan Lantai Dasar memperlihatkan kemudahan hubungan horizontal dengan tersedianya pintu dan koridor yang memadai
• Persyaratan Kemudahan Hubungan Vertikal dalam Bangunan PIP2B
1. Bangunan PIP2B harus menyediakan sarana hubungan vertikal
antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan
gedung tersebut berupa tersedianya tangga dengan disain dan ukuran
sesuai standar yang berlaku
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 48
2. Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal tangga harus
berdasarkan fungsi bangunan gedung, luas bangunan, dan jumlah
pengguna ruang, serta keselamatan pengguna bangunan gedung.
Gambar 4- 11 Simulasi Rancangan Tangga dengan ketinggian anak tangga 18 cm dan lebar pijakan tangga 30 cm
g. Persyaratan Kelengkapan Prasarana dan Sarana Pemanfaatan Bangunan Gedung Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan gedung untuk
beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan gedung untuk kepentingan umum
harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan
gedung, meliputi: ruang ibadah, ruang ganti, ruang bayi, toilet, tempat parkir,
tepat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.
Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan luas
bangunan gedung, serta jumlah pengguna bangunan gedung
Persyaratan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan gedung
harus mengikuti:
1) SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses
lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,
atau edisi terbaru;
2) SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan
keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 49
3) SNI 03-6573-2001 Tata cara perancangan sistem transportasi vertikal dalam
gedung (lif), atau edisi terbaru;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.1.4 PERSYARATAN LANSEKAP Keseimbangan, keserasian dan keselarasan dengan lingkungan bangunan PIP2B
adalah perlakuan terhadap lingkungan di sekitar bangunan PIP2B yang menjadi
pertimbangan penyelenggaraan bangunan, baik dari segi sosial, budaya, maupun
dari segi ekosistem.
a. Persyaratan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP) 1. Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan PIP2B
dan terletak di dalam persil yang sama disebut Ruang Terbuka Hijau
Pekarangan (RTHP).
2. RTHP berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air,
sirkulasi, unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun
sebagai ruang amenity.
3. Setiap perencanaan bangunan PIP2B yang baru harus memperhatikan
potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai,
pohon-pohon menahun, tanah dan permukaan tanah.
4. Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai besar,
gunung dan sebagainya, orientasi tata letak bangunan mempertimbangkan
potensi arsitektural lansekap yang ada.
5. Ketinggian maksimum/minimum lantai dasar bangunan dari muka jalan
ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan seperti dari bahaya
banjir.
6. Ruang terbuka hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi
penghijauan/penanaman di atas tanah.
b. Persyaratan Ruang Sempadan Bangunan 1. Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan
keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan
rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. Keserasian tersebut antara
lain mencakup pagar dan gerbang, vegetasi besar/pohon, bangunan
penunjang seperti pos jaga, tiang bendera, bak sampah dan papan nama
bangunan.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 50
2. Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan
dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan, ruang
sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan
jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang
telepon di kedua sisi jalan/ruas jalan yang dimaksud.
c. Hijau Pada Bangunan 1. Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden)
maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-
cara perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan.
2. DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk
menyediakan RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun
tidak lebih dari 25% luas RTHP.
d. Tata Tanaman 1. Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter
tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya
yang mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu
yang sistem perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah
terbakar serta bagian-bagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
2. Penempatan tanaman harus memperhitungkan pengaruh angin, air,
kestabilan tanah/wadah sehingga memenuhi syarat-syarat keselamatan
pemakai.
3. Untuk memenuhi fungsi ekologis khususnya di perkotaan, tanaman dengan
struktur daun yang rapat besar seperti pohon menahun harus lebih
diutamakan.
4. Penggunaan tanaman khas lokal sangat dianjurkan dalam rangka
meningkatkan identitas lokal.
e. Sirkulasi dan Fasilitas Parkir 1. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi
eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai
bangunan dengan sarana transportasinya. Sirkulasi harus memberikan
pencapaian yang mudah dan jelas, baik yang bersifat pelayanan publik
maupun pribadi.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 51
2. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan
bagi aksesibilitas pejalan kaki.
3. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan
lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam
kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya.
4. Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, rambu-
rambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa
elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistem sirkulasi
yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika.
5. Penataan jalan tidak dapat terpisahkan dari penataan pedestrian,
penghijauan, dan ruang terbuka umum.
6. Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas
lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas pedestrian.
7. Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem pedestrian
secara keseluruhan, aksesibilitas terhadap subsistem pedestrian dalam
lingkungan, dan aksesibilitas dengan lingkungan sekitarnya.
8. Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan manusia yang tidak
terganggu oleh lalu lintas kendaraan.
9. Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang yang
layak digunakan/manusiawi, aman, nyaman, dan memberikan pemandangan
yang menarik.
10. Elemen pedestrian (street furniture) harus berorientasi pada kepentingan
pejalan kaki.
11. Bangunan PIP2B diwajibkan menyediakan area parkir kendaraan sesuai
dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas lantai
bangunan.
4.2 PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN
Persyaratan struktur bangunan gedung PIP2B meliputi persyaratan struktur
bangunan gedung, pembebanan pada bangunan gedung, struktur atas bangunan
gedung, struktur bawah bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 52
4.2.1 STRUKTUR BANGUNAN • Setiap bangunan gedung PIP2B, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi
beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi
persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang
direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi,
keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
• Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh
aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara
yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga
perusak.
• Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa,
semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur
maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa
rencana sesuai dengan zona gempanya.
• Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara detail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi
keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan gedung menyelamatkan diri.
• Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan gedung seperti
halnya penambahan struktur dan/atau penggantian struktur, harus
mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur sesuai dengan
pedoman dan standar teknis yang berlaku.
4.2.2 PEMBEBANAN PADA BANGUNAN GEDUNG • Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur,
termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.
• Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus
mengikuti:
(1) SNI 03-1726-2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah
dan gedung, atau edisi terbaru; dan
(2) SNI 03-1727-1989 Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan
gedung, atau edisi terbaru.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 53
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.2.3 STRUKTUR ATAS BANGUNAN GEDUNG a. Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti:
(1) SNI 03-1734-1989 Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding
bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru;
(2) SNI 03-2847-1992 Tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan
gedung, atau edisi terbaru;
(3) SNI 03-3430-1994 Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok
beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung, atau edisi
terbaru;
(4) SNI 03-3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan pengecoran
beton.
(5) SNI 03-2834-2000 Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal,
atau edisi terbaru; dan
(6) SNI 03-3449-2002 Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan
dengan agregat ringan, atau edisi terbaru.
Tata cara pelaksanaan struktur beton untuk bangunan gedung mencakup hal-hal
yang berkaitan dengan ketentuan dan persyaratan yang meliputi struktur, bahan,
keawetan, kualitas, pencampuran, pengecoran, pencetakan, sampai pada tahap
pelindungan dan pelaksanaan.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan bahan secara lengkap
tercantum dalam SNI 03-3449-2002 meliputi proses pengujian, pemilihan bahan
(semen, agregat, air, baja tulangan, dan bahan tambahan), sampai pada tahap
penyimpanan. Adapun prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam membangun
gedung PIP2B dengan ketinggian maksimal 2 lantai adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan dan Penggunaan Bahan
• Air Air berfungsi sebagai pencampur bahan-bahan beton. Air yang telah
bercampur dengan semen akan mengalami persenyawaan yang
berfungsi sebagai perekat antar senyawa. Berikut ini adalah persyaratan
yang harus diperhatikan dalam pemilihan penggunaan air pada campuran
beton menurut SNI 03-3449-2002 :
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 54
1) Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas
dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali,
garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan
terhadap beton atau tulangan.
2) Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada
beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air
bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion
klorida dalam jumlah yang membahayakan.
3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton,
kecuali ketentuan berikut terpenuhi:
(1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada cam-
puran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
(2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji morta
yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum ha-
rus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%
dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat dimi-
num. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada
adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan
diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hi-
drolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”
(ASTM C 109 ).
• Baja Persyaratan baja tulangan yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
Baja tulangan harus bebas dari lipatan, retakan, karat, sisik, serpihan,
dan lapisan-lapisan yang dapat mengurangi daya lekat.
o Untuk tulangan utama (tarik/tekan lentur)harus digunakan baja
tulangan doform (BJTD), dengan jarak antara dua sirip melintang tidak
boleh lebih dari 70% diameter nominalnya, dan tinggi siripnya tidak
boleh kurang dari 5% diameter nominalnya.
o Tulangan dengan Ø ≤ 12mm dipakai BJTP 24 (polos), dan untuk
tulangan dengan Ø > 16mm memakai BJTD (deform) bentuk ulir.
o Kualitas dan diameter nominal baja tulangan yang digunakan harus
dibuktikan dengan sertifikat pengujian laboratorium, yang prinsipnya
nilai kuat-leleh dan berat per meter panjang bahan tulangan yang
dimaksud.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 55
o Diameter nominal baja tulangan (baik deform/BJTD) yang digunakan
harus ditentukan dari sertifikat pengujian tersebut yang ditentukan
dengan rumus :
d = diameter nominal (mm)
B = berat baja tulangan (N/mm)
G = beraT baja tulangan (Kg/mm)
o Toleransi berat batang contoh yang diijinkan di dalam pasal ini
sebagai berikut :
2. Pekerjaan Kolom
Proses pekerjaan kolom melalui beberapa tahap, dimulai dari penyetelan
tulangan sampai pada tahap pengecoran dan finishing. Pada tahap
penyetelan tulangan, tulangan yang akan dipasang disesuaikan dengan jenis
tulangan berdasarkan RKS dan gambar kerja yang ada, baik itu jenis dimensi
dan jumlah tulangannya. Hal yang diperhatikan dalam proses penulangan
kolom antara lain :
• Pembuatan begel diperhitungkan selimut beton (beton decking) 2,5 cm.
Pemasangan begel harus siku dengan tulangan pokok, diikat bendrat
dengan kuat. Jarak tulangan begel yang diikat dengan tulangan kolom, 10
cm pada bagian tumpuan sepanjang ¼L, dan sisanya jarak begel 15 cm.
• Penempatan kait begel selang-seling, tidak boleh satu sisi/segaris.
• Tulangan pokok jumlah, posisi, dan diameternya sesuai dengan gambar.
Kedudukan tulangan harus vertikal, sambunganya tidak boleh satu
tempat (disalang-seling). Tulangan pokok satu dengan lainnya harus
berjarak minimal sama dengan diameternya. Pada ujung tulangan harus
diberi kait 90˚. Setiap pemasangan besi kolom harus diakhiri dengan
Diemeter tulangan baja tulangan
Toleransi berat yang diijinkan
Ø < 10 mm ± 7 %
10 mm < Ø < 16 mm ± 6 %
16 mm < Ø < 28 mm ± 5 %
Ø > 28 mm ± 4 %
d = 4,9029 √B, atau d = 12,47 √G
Tabel 4- 3 Toleransi berat yang diijinkan
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 56
pemasangan beton tahu sebelum di bekisting. Tulangan harus terselimuti
beton secara simetris dengan tebal 3 cm.
3. Pekerjaan Balok
Pekerjaan balok dilakukan apabila pekerjaan penulangan kolom sudah
selesai dilakukan, yaitu dimulai dari tahap penyetelan tulangan sampai pada
tahap pengecoran dan perawatan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pekerjaan penulangan balok adalah sebagai berikut :
• Pada pembuatan begel; memperhitungkan selimut beton decking 2,5 cm.
Pemasangan begel siku-siku terhadap tulangan pokok/vertikal diikat
dengan bendrat pada tulangan pokok. Jarak tulangan begel yang dekat
tumpuan 10 cm sejauh ¼ L, yang ditengah berjarak 15 cm. Penempatan
kawat begel selang-seling tidak boleh satu sisi.
• Tulangan pokok; diameter, jumlah, dan posisi sesuai dengan gambar.
Sambungan tidak boleh satu tempat, kedudukannya harus lurus
horisontal. Jarak tulangan pokok baris kesatu denga kedua dibuat
sebesar diameternya. Antar tulangan tidak boleh bersinggunagn, harus
diberi jarak minimum=diameter tulangannya. Pada ujungnya harus diberi
kait 45˚-90˚. Setiap pemasangan tulangan segera diberi tahu beton.
Gambar 4- 13 Detail Kolom
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 57
4. Pekerjaan Pelat Lantai
Pekerjaan pelat lantai melalui beberapa tahapan yaitu :
• Pengurugan pasir
• Urugan berupa berupa pasir dan batu dengan ketebalan 10 cm.
• Pembuatan lantai kerja
• Bahan pembuatan lantai kerja berupa semen, pasir, dan kerikil dengan
perbandingan 1 : 3 : 5. Pembuatan lantai kerja dilakukan selama 3 hari.
• Coating
• Pekerjaan waterproofing
• Pemasangan kawat mesh
• Screed
• Pemasangan bekisting
• Penulangan
Penulangan lantai ada 2 cara, yaitu secara manual dan dengan
menggunakan BRC M 8 berukuran 510 cm x 210 m.
Sebelum dipasang BRC terlebih dahulu dibersihkan dari karat. Pada
pemasangannya BRC bertumpu pada beton decking setebal 7 cm. Beton
decking tebuat dari campuran semen dan pasir dengan perbandingan 1 :
3, berfungsi untuk mengatur ketebalan pengecoran. Antara BRC satu
dengan lainnya diikat dengan bindraat dan saling overlap 1 kotak.
Penulangan pada pelat lantai dilakukan dengan dua arah, karena
10/4=25<4 berdasarkan persyaratan ly/lx<lx. Hal-hal yang perlu
Gambar 4- 14 Detil Penulangan Balok
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 58
diperhatikan dalam pekerjaan penulangan pelat lantai adalah sebagai
berikut :
• Diameter tulangan polos 10 mm, jarak antar tulangan 20 cm as ke as.
Selimut beton decking 1,5 cm dipasang 5 buah tiap m².
• Jarak sisi luar atas tulangan tumpuan dengan telasaran papan triplek
sebesar 10,5 cm (jarak tulangan atas dan bawah 9 cm).
• Setiap persilangan tulangan pokok diikat dengan tulangan balok dengan
kawat bendrat.
• Tulangan pelat tidak boleh diikat dengan tulangan balok.
• Pada daerah tumpuan diberi kursi/kuda-kuda setiap jarak 50 cm.
• Sebelum pengecoran semua sparing pipa listrik (lampu, AC, stop kontak,
akses untuk LCD), stek penggantung plafon, air bersih, air kotor, harus
sudah terpasang semua.
• Pemasangan shear connector
• Pengecoran
• Perawatan
b. Konstruksi Baja Prinsip dasar penggunaan konstruksi baja membutuhkan perhitungan yang
spesifik dan akurat tergantung bentang dan luasan bangunan. Oleh karena itu,
tidak ada standar baku ukuran yang dapat menjadi sebuah patokan untuk
bangunan gedung PIP2B ini.
Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti:
(1) SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung, atau
edisi terbaru;
(2) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan
konstruksi baja;
(3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja; dan
(4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
Gambar 4- 15 Detil Penulangan Pelat Lantai
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 59
Berikut ini adalah gambar contoh simulasi sederhana potongan portal dan
detail sambungan baja untuk bangunan dengan ketinggian maksimal 2 lantai :
Gambar 4- 18 Detail sambungan baja
Gambar 4- 17 Potongan Portal konstruksi baja
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 60
c. Konstruksi Kayu
Perencanaan konstruksi kayu harus mengikuti: (1) SNI 03-2407-1994 Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung, atau
edisi terbaru;
(2) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung; dan
(3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.2.4 STRUKTUR BAWAH BANGUNAN GEDUNG • Pondasi Langsung
(1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung
tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami
penurunan yang melampaui batas.
(2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori me-
kanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter
tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai
tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
(3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan
spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang
memiiki sertifikasi sesuai.
(4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton ber-
tulang.
• Pondasi Dalam
(1) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan
daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga
penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang
berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
(2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori me-
kanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter
tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai
tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
(3) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 61
percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan
dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang
lazim.
(4) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan ber-
dasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh perencana
ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
(5) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari jumlah
titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random,
kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh Dinas
Bangunan.
(6) Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung harus memperhatikan gangguan
yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan pada masa pelaksanaan
konstruksi.
(7) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi laut yang
dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja
terhadap korosi.
(8) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan pondasi
yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan metode
konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan
instansi yang berwenang.
(9) Apabila perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus
menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.2.5 KEANDALAN SRTRUKTUR BANGUNAN GEDUNG • Keselamatan Struktur
(1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan
pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan
dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan
Bangunan Gedung.
(2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai
rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sehingga ba-
ngunan gedung selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.
(3) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala se-
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 62
suai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang
memiliki sertifikasi sesuai.
• Persyaratan Bahan
(1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan
keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna ba-
ngunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait.
(2) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai de-
ngan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.
(3) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hu-
bungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan
yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum
mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.3 PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN
Persyaratan utilitas bangunan PIP2B meliputi persyaratan sistem penghawaan,
pencahayaan, komunikasi dalam bangunan, kemampuan bangunan terhadap
bahaya petir dan bahaya kelistrikan, dan sanitasi.
4.3.1 PERSYARATAN SISTEM PENGHAWAAN • Setiap bangunan PIP2B harus dapat menjadi contoh yang memperlihatkan
kinerja ventilasi alami beserta ventilasi mekanik/buatan yang menyesuaikan
dengan iklim setempat
• Bangunan harus memiliki bukaan permanen dan/ atau kisi-kisi yang dapat
dibuka dan ditutup untuk kepentingan ventilasi alami yang dapat dikendalikan.
• Sistem cross ventilasi yang memadai, dan/ atau jarak lantai ke ceiling yang
cukup tinggi digunakan terutama pada ruangan Pameran Indoor, Hall, Tangga,
dan Toilet.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 63
Gambar 4- 19 Simulasi Penggunaan Void yang meningkatkan cross ventilasi pada ruang public
• Penggunaan sistem penghawaan alami merupakan salah satu upaya
konservasi energi dengan mengurangi beban energi yang digunakan
untuk menyalakan ventilasi buatan (AC) pada kondisi sehari-hari apabila
memungkinkan. Ruang pameran indoor, ruang kerja dan ruang rapat,
harus dapat digunakan dengan penghawaan alami maupun buatan.
• Bangunan PIP2B harus dapat memberikan contoh perancangan sistem
penghawaan yang sehat pada ruang-ruang toilet, terutama toilet publik.
Gambar 4- 20 Simulasi Sistem Penghawaan yang sehat pada ruang-ruang Toilet
R. PAMERAN INDOOR TOILET
R. PAMERAN INDOOR
TOILET LT. DASAR TOILET LT. ATAS
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 64
• Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi
mekanis yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran.
• Ruang-ruang yang harus menggunakaan pengkondisian udara buatan
adalah perpustakaan, e-library, ruang server & IT, dan audio visual.
Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, harus mengikuti:
a) SNI 03-6390-2000 Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan
gedung;
b) SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan
pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;
c) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi;
d) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi mekanis.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
Tabel 4- 4 Kebutuhan Laju Udara Ventilasi berdasarkan SNI 03-6572-2001
Fungsi SatuanMerokok Tidak Merokok
Ruang Kerja 7 orang 0.30 0.15 m3/min orangRuang Pertemuan 60 orang 1.05 0.21 m3/min orangWC Umum 100 orang 2.25 3.25 m3/min orang
Kerapatan Penghunian Kebutuhan Udara Luarper 100m2 Luas Lantai
4.3.2 PERSYARATAN SISTEM PENCAHAYAAN Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan
harus mempunyai pencahayaan alami dan pencahayaan buatan, termasuk
pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
• Bangunan PIP2B sebagai bangunan pelayanan umum harus mempunyai
bukaan yang memadai untuk pencahayaan alami.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 65
• Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan
PIP2B dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung.
Gambar 4- 21 Simulasi Sistem Pencahayaan Alami Bangunan PIP2B
• Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang-dalam bangunan gedung dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Tabel 4- 5 Tingkat Pencahayaan Minimum yang direkomendasikan
Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan Kelompok Renderasi Keterangan(lux) Warna
Ruang Direktur 350 1 atau 2Ruang Kerja 350 1 atau 2
Menggunakan armatur berkisiuntuk mencegah silau akibat pantulan komputer
Ruang Rapat 300 1 atau 2Gudang Arsip 150 3 atau 4Ruang Arsip Aktif 300 1 atau 2Ruang Audio visual 100 1 Sistem pengendalian pencahayaanPerpustakaan 300 1 atau 2sumber:
SNI 03‐6575‐2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung
Ruang Komputer 350 1 atau 2
Bukaan bagi pencahayaan alami ruang pameran indoor
Bukaan bagi pencahayaan alami ruang-ruang kerja
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 66
• Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja
secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk
evakuasi yang aman.
• Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau
otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh
pengguna ruang.
• Pencahayaan alami dan buatan diterapkan pada ruangan baik di dalam
bangunan maupun di luar bangunan gedung.
Persyaratan pencahayaan harus mengikuti:
1) SNI 03-6197-2000 Konservasi energi sistem pencahayaan buatan pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada
bangunan gedung, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. Tabel 4- 6 Daya Pencahayaan Maksimum
Jenis Bangunan/ Ruangan Data PencahayaanMaksimum Watt/m2
Kantor 15.0 Ruang Kelas 15.0 Auditorium 25.0 Gudang 5.0 Pintu Masuk dengan Kanopi Gedung Kantor 15.0 Taman 1.0 Jalan untuk Kendaraan dan Pejalan Kaki 1.5 Tempat Parkir 2.0 sumber: SNI 03‐6759‐2002 tentang Tata Cara Perencanaan Teknis KonservasiEnergi pada Bangunan Rumah dan Gedung
4.3.3 PERSYARATAN KOMUNIKASI DALAM BANGUNAN GEDUNG
Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung dimaksudkan sebagai
penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun
untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 67
lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice
evacuation, dll.
Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal
memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.
• Perencanaan Komunikasi dalam Gedung
(1) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komunikasi gedung
dan lain-lainnya, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan,
dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan
dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan
dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan
yang berlaku.
(2) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak,
dan harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang
elektro magnetik, dan lain-lain.
(3) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro
Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC
melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langkah
penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.
• Instalasi Telepon
(1) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
(i) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada gena-
ngan air, aman dan mudah dikerjakan.
(ii) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke
dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x
0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan air masuk
ke bangunan gedung pada saat hujan dll.
(iii) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan
dekat dengan jalan besar.
(2) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal
berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
(i) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup
dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi
persyaratan untuk tempat peralatan;
(ii) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas;
(iii) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 68
(4) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding
dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara buangnya
harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik, serta tidak
boleh kena sinar matahari langsung.
4.3.4 PERSYARATAN KEMAMPUAN BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR dan BAHAYA KELISTRIKAN a. Persyaratan Instalasi Proteksi Petir
Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk perancangan,
instalasi, dan pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir terhadap bangunan
gedung secara efektif untuk proteksi terhadap petir serta inspeksi, dalam upaya
untuk mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan oleh petir
terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk di dalamnya manusia
serta perlengkapan bangunan lainnya.
Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan sebagai berikut:
i. Perencanaan sistem proteksi petir;
ii. Instalasi Proteksi Petir; dan
iii. Pemeriksaan dan Pemeliharaan
Persyaratan sistem proteksi petir harus memenuhi SNI 03-7015-2004 Sistem
proteksi petir pada bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
b. Persyaratan Sistem Kelistrikan Persyaratan sistem kelistrikan meliputi sumber daya listrik, panel hubung bagi,
jaringan distribusi listrik, perlengkapan serta instalasi listrik untuk memenuhi
kebutuhan bangunan gedung yang terjamin terhadap aspek keselamatan
manusia dari bahaya listrik, keamanan instalasi listrik beserta perlengkapannya,
keamanan gedung serta isinya dari bahaya kebakaran akibat listrik, dan
perlindungan lingkungan.
Persyaratan sistem kelistrikan harus memperhatikan:
i. Perencanaan instalasi listrik;
ii. Jaringan distribusi listrik;
iii. Beban listrik;
iv. Sumber daya listrik;
v. Transformator distribusi;
vi. Pemeriksaan dan pengujian; dan
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 69
vii. Pemeliharaan
Persyaratan sistem kelistrikan harus mengikuti:
(1) SNI 04-0227-1994 Tegangan standar, atau edisi terbaru;
(2) SNI 04-0225-2000 Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL 2000), atau edisi
terbaru;
(3) SNI 04-7018-2004 Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga, atau edisi
terbaru;
(4) SNI 04-7019-2004 Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi
tersimpan, atau edisi terbaru.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.3.5 PERSYARATAN SANITASI a. Persyaratan Plambing Dalam Bangunan Gedung
• Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi,
dan penampungannya.
• Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman
dan standar teknis yang berlaku.
• Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus
memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
• Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian
rupa agar menjamin kualitas air.
• Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi
bangunan gedung.
Persyaratan plambing dalam bangunan gedung harus mengikuti:
1) Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2005 tentang Pengembangan sistem Air Minum dan Permenkes
907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman
Plambing;
2) SNI 03-6481-2000 Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru.
3) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
b. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Air Limbah/Kotor
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 70
• Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
• Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk
pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang
dibutuhkan.
• Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses
sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti:
1) SNI 03-6481-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2398-2002 Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem
resapan, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-6379-2000 Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau
edisi terbaru;
4) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti
standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
• Simulasi pemisahan sistem air bersih, air kotor dan air limbah
• Shaft bagi sistem plumbing disediakan untuk memudahkan maintenance bagi sistem sanitasi bangunan
• Posisi toilet di lantai dasar berhubungan dengan posisi di lantai atas untuk mencapai sistem sanitasi yang efisien
Gambar 4- 22 Simulasi Sistem Sanitasi Bangunan PIP2B
c. Persyaratan Penyaluran Air Hujan
• Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 71
• Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan
sistem penyaluran air hujan.
• Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke
jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
• Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku.
• Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
• Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapan dan penyumbatan pada saluran.
Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti:
1) SNI 03-4681-2000 Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru;
2) SNI 03-2453-2002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk
lahan pekarangan, atau edisi terbaru;
3) SNI 03-2459-2002 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan, atau edisi terbaru;
4) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung;
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
d. Persyaratan Fasilitasi Sanitasi Dalam Bangunan Gedung (Saluran Pembu-angan Air Kotor, Tempat Sampah, Penampungan Sampah, dan/atau Pengolahan Sampah)
• Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
• Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah yang diperhitungkan berdasarkan
fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
• Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan
pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan
penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 72
• Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang,
memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas,
kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya.
Dengan demikian harus disediakan tempat sampah untuk mendaur ulang.
Gambar 4- 23 Tempat sampah daur ulang
• Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.3.6 PERSYARATAN KENYAMANAN a. Persyaratan Kenyamanan Pandangan
• Untuk mendapatkan kenyamanan pandangan (visual) harus
mempertimbangkan kenyamanan pandangan dari dalam bangunan ke luar
dan dari luar bangunan ke ruang-ruang tertentu dalam bangunan gedung.
• Kenyamanan pandangan (visual) dari dalam bangunan ke luar harus
mempertimbangkan:
1) gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang-dalam dan luar
bangunan, dan rancangan bentuk luar bangunan;
2) pemanfaatan potensi ruang luar bangunan gedung dan penyediaan RTH;
• Kenyamanan pandangan (visual) dari luar ke dalam bangunan harus
mempertimbangkan:
1) rancangan bukaan, tata ruang-dalam dan luar bangunan, dan rancangan
bentuk luar bangunan gedung;
2) keberadaan bangunan gedung yang ada dan/atau yang akan ada di
sekitarnya; dan
3) pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar, melalui
pemakaian horizontal dan/atau vertical blind, dan penggunaan elemen
sunscreen.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 73
Simulasi rancangan penggunaan sistem void memberikan kenyamanan pandang dari ruang kerja di lt atas ke arah ruang pameran indoor di lt dasar Simulasi rancangan penggunaan horizontal atau vertical blind untuk ruang kerja dapat mengurangi silau dan panas matahari tanpa mengurangi kenyamanan pandang ke arah luar bangunan
• Untuk kenyamanan pandangan (visual) pada bangunan gedung harus
dipenuhi persyaratan teknis, yaitu Standar kenyamanan pandangan (visual)
pada bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau
yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman
teknis.
b. Persyaratan Kenyamanan terhadap Tingkat Getaran dan Kebisingan
• Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran
yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan
seseorang dalam melakukan kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran
kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang berasal dari dalam bangunan
maupun dari luar bangunan.
• Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan dan getaran
pada bangunan gedung harus mengikuti persyaratan teknis, yaitu Standar
tata cara perencanaan kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
gedung.
• Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
• Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan
yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan
kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 74
• Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung harus
dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap kebisingan
pada bangunan gedung.
• Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.4 PERSYARATAN KEMAMPUAN BANGUNAN PIP2B TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN
4.4.1 SISTEM PROTEKSI PASIF • Setiap bangunan PIP2B harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran yang memproteksi komponen arsitektur dan struktur
bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni gedung dan benda dari
kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
• Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan gedung.
• Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan kinerja,
ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe konstruksi yang
diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada bukaan.
Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:
(1) SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung; dan
(2) SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke
luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.4.2 SISTEM PROTEKSI AKTIF • Setiap PIP2B harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan proteksi
aktif.
• Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan gedung.
• Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 75
- Sistem Pemadam Kebakaran;
- Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;
- Sistem Pengendalian Asap Kebakaran
Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti:
(1) SNI 03-1745-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
gedung;
(2) SNI 03-3985-2000 Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian
sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan gedung;
(4) SNI 03-6571-2001 Sistem pengendalian asap kebakaran pada bangunan
gedung; dan
(5) SNI 03-0712-2004 Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan rua-
ngan bervolume besar.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.4.3 PERSYARATAN JALAN KELUAR dan AKSESIBILITAS untuk PEMADAM KEBAKARAN Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran meliputi
perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan gedung, dan perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar
untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.
Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran tersebut
harus mengikuti:
(1) SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses
lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan
gedung; dan
(2) SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan
keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung.
Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.
4.4.4 PERSYARATAN SARANA EVAKUASI Bangunan PIP2B harus menyediakan sarana evakuasi bagi semua orang termasuk
penyandang cacat dan lansia yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 76
pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna
bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara
aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
Gambar 4- 24 Simulasi Rancangan dengan jalur evakuasi dari ruang-ruang di lantai atas
Gambar 4- 25 Simulasi Rancangan sarana evakuasi di lantai dasar dengan 3 buah
pintu yang berhubungan langsung dengan alaram terbuka
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 77
4.5 PERSYARATAN FASILITAS DAN AKSESIBILITAS BAGI PENYAN-DANG CACAT
Bangunan PIP2B harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin
terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia masuk dan keluar, ke,
dan dari bangunan gedung serta beraktivitas dalam bangunan gedung secara
mudah, aman, nyaman dan mandiri.
Fasilitas dan aksesibilitas meliputi tempat parkir, jalur pemandu, pintu, ram, toilet,
serta rambu dan marka bagi penyandang cacat dan lansia. Penyediaan fasilitas
bagi penyandang cacat dan lansia harus mengikuti ketentuan yang berlaku.
Gambar 4- 26 Simulasi Rancangan yang menjamin kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia untuk beraktifitas di dalam gedung PIP2B dengan mudah aman, nyaman dan mandiri
4.5.1 TEMPAT PARKIR
• Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju
bangunan/ fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter.
• Area perkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol tanda parkir
• penyandang cacat yang berlaku.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 78
• Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ram trotoir di kedua sisi
kendaraan.
• Ruang Parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 620 cm
untuk parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ram dan jalan menuju
fasilitas-fasilitas lainnya.
• Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur
lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm.
• Daerah menaik-turunkan penumpang dilengkapi dengan fasilitas ram, jalur
pedestrian, dan rambu penyandang cacat.
• Kemiringan maksimal dengan perbandingan tinggi dan panjang adalah 1:11
dengan permukaan rata/datar di semua bagian.
• RUTE AKSESIBILITAS DARI
PARKIR
• JARAK KE AREA PARKIR
TIPIKAL RUANG PARKIR
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 79
4.5.2 JALUR PEMANDU a. Jalur pemandu adalah jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan
dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.
b. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan.
c. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya
perubahan situasi di sekitarnya.
d. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding
blocks):
• Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.
• Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan
dengan perbedaan ketinggian lantai.
• Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area
penumpang.
• Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan.
• Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum
terdekat.
e. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah
ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga
tidak terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan
tekstur ubin peringatan.
f. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin
lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.
PRINSIP PERENCANAAN JALUR PEMANDU
TIPE TEKSTUR UBIN PEMANDU (GUIDING BLOCKS)
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 80
SUSUNAN UBIN PEMANDU PADA PINTU MASUK
SUSUNAN UBIN PEMANDU PADA BELOKAN
4.5.3 PINTU a. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintu-
pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.
b. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
perbedaan ketinggian lantai.
c. Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan:
• Pintu geser
• Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/ditutup.
• Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil.
• Pintu yang terbuka kekedua arah ( "dorong" dan "tarik").
• Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi tuna
netra.
d. Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya
kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu
lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali.
e. Hindari penggunaan bahan lantai yang licin di sekitar pintu.
f. Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup
dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan
penyandang cacat.
g. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna
kursi roda dan tongkat tunanetra.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 81
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 82
4.5.4 RAM a. Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga
b. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp
(curb ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar
bangunan maksimum 6°.
c. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7°) tidak boleh lebih
dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih
panjang.
d. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm
dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk
pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara
seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi
tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.
e. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas
dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi
roda dengan ukuran minimum 160 cm.
f. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
g. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untok menghalangi
roda kursi roda agal tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 83
berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan harus
dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.
h. Ramp harus diterangi dengan pencahayean yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-
bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan
bagian- bagian yang membahayakan.
i. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah
dipegang dengan ketinggian 65-80 cm.
TIPIKAL RAM
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 84
KEMIRINGAN RAM
HANDRAIL
BENTUK RAM YANG DIREKOMENDASIKAN
4.5.5 TOILET a. Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga
b. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan
tampilan rambu "penyandang cacat" pada bagian luarnya.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 85
c. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar pengguna kursi roda.
d. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna
kursi roda. (45-50 cm)
e. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna
kursi roda.
f. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-
perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang
sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki
keterbatasanketerbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
g. Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel.
h. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
i. Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk
membuka dan menutup.
j. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat.
k. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,
dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency light
button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik padam.
l. Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan lebar
depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan baik.
m. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel.
n. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak menghalangi
lutut dan kaki pengguna kursi roda.
o. Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna kursi roda
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 86
ANALISA RUANG GERAK PADA RUANG TOILET
TINGGI TOILET
UKURAN SIRKULASI MASUK
RUANG GERAK PADA TOILET
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 87
TIPIKAL PEMASANGAN WASTAFEL
PERLETAKAN URINER
PERLETAKAN KRAN WASTAFEL
RUANG GERAK AREA WASTAFEL
RUANG BEBAS AREA WASTAFEL
4.5.6 PERABOT a. Perletakan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan
ruang gerak dan sirkulasi yang cukup bagi penyandang cacat.
b. Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan umum harus dapat
digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan darurat.
c. Ruang-ruang di dalam bangunan PIP2B yang digunakan oleh masyarakat
banyak, yaitu ruang perpustakaan, e- library, dan audio visual maka jumlah
meja dan tempat duduk aksesibel yang harus disediakan minimum adalah 1
set untuk masing-masing ruangan.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 88
UKURAN PERABOT RUANG DUDUK
UKURAN TINGGI MEJA
4.5.7 RAMBU DAN MARKA a. Rambu dan Marka adalah fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan
untuk memberikan informasi, arah, penanda atau petunjuk bagi penyandang
cacat.
b. Penggunaan rambu terutama dibutahkan pada:
• Arah dan tujuan jalur pedestrian
• KM/WC umum, telpon umum
• Parkir khusus penyandang cacat
• Nama fasilitas dan tempat.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 89
c. Persyaratan Rambu yang digunakan:
• Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra
dan penyandang cacat lain.
• Rambu yang berupa gambar dan simbol yang mudah dan cepat ditafsirkan
artinya.
• Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional.
• Rambu yang menerapkan metode khusus (misal; pembedaan perkerasan
tanah, warna kontras, dll).
• Karakter dan latar belakang rarnbu harus dibuat dari bahan yang tidak
silau. Karakter dan simbul harus kontras dengan latar belakangnya,
apakah karakter terang di atas Kelap, atau sebaliknya.
• Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar dan
tinggi antara 3: 5 dan 1:1, serta ketebalan huruf antara 1: 5 danl:10.
• Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai dengan
jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca .
d. Lokasi penempatan rambu:
• Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa
penghalang.
• Satu kesatuan sistem dengan lingkungannya.
• Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada
kondisi gelap.
SIMBOL AKSESIBILITAS, TUNA DAKSA, TUNA NETRA DAN TUNA RUNGU
SIMBOL RAM
SIMBOL PENUNJUK ARAH RUANGAN
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 90
bab 5
PENYELENGGARAAN PIP2B
5.1 TAHAP PERSIAPAN
Tahap Persiapan merupakan tahap pertama yang perlu dilakukan dalam rangka
mengembangkan sebuah Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan
Bangunan (PIP2B) di daerah. Tujuan dari tahap persiapan adalah terbentuknya
kesekretariatan atau lembaga PIP2B yang lengkap dengan prasarana dan
sarananya, berupa Bangunan Gedung PIP2B beserta isinya.
a. Tahap Perencanaan Bangunan PIP2B yang mengacu kepada Pedoman
Umum Perencanaan PIP2B, serta ketentuan-ketentuan yang berlaku terkait
dengan Bangunan Gedung dan Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
b. Tahapan Pembangunan Bangunan PIP2B, yang mengacu pada Tata Cara
Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
5.2 TAHAP MOBILISASI SUMBER DAYA MANUSIA
Pada tahap ini dilakukan perekrutan staf untuk menjadi pengelola harian PIP2B,
sehingga PIP2B diharapkan memiliki staf yang bisa diandalkan untuk
melaksanakan program-program maupun kegiatan. Dengan kelembagaan standar
yang telah ditentukan bahwa PIP2B dipimpin oleh seorang pejabat setingkat
eselon III , maka jumlah personil yang akan terlibat didalam organisasi PIP2B
adalah 23 orang.
Struktur organisasi yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:
a. Kepala Unit PIP2B
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 91
1. PIP2B dipimpin oleh seorang Kepala Unit setingkat eselon III, merupakan
pelaksana teknis dan penanggung jawab kegiatan operasional PIP2B
yang akan mengelola dan menjalankan semua kegiatan PIP2B baik ke
dalam maupun ke luar lembaga
2. Kepala Unit PIP2B mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan
perencanaan program dan anggaran, penyiapan sumber daya dan
pengendalian pelaksanaan administrasi dan keuangan pengelolaan
PIP2B.
3. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Unit PIP2B bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas lingkup Perumahan dan Permukiman/ Bangunan
Gedung Propinsi.
b. Kesekretariatan/ Tata Usaha PIP2B
1. Urusan Tata Usaha PIP2b merupakan pelaksana teknis pendukung
kegiatan administrasi dan tata laksana kantor dan sekaligus berfungsi
sebagai humas PIP2B.
2. Kepala Bagian Tata Usaha dipinpin oleh seorang Kepala Bagian dan
dapat dibantu beberapa staf pelaksana untuk urusan Tata Usaha,
Kehumasan, dan Penyusunan Program dan Keuangan.
3. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bagian Tata Usaha PIP2B
bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B.
c. Bidang-bidang dalam Unit PIP2B
1. Bidang Data, Perpustakaan dan E-Library
i. Bidang Data, Perpustakaan dan E-library merupakan pelaksana
teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan data dan
informasi, dan pengelolaan sistem jaringan informasi elektronik,
serta kegiatan terkait lainnya.
ii. Kepala Bidang Data, Perpustakaan dan E-library dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang dan dibantu beberapa staf pelaksana Sub
Bidang.
iii. Sub Bidang Data merupakan pelaksana teknis tugas yang
berkaitan dengan input data dan informasi.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 92
iv. Sub Bidang Perpustakaan merupakan pelaksana teknis tugas yang
berkaitan dengan pengelolaan dokumentasi buku-buku
perpustakaan.
v. Sub Bidang E-library merupakan pelaksana teknis tugas yang
berkaitan dengan pengelolaan sistem jaringan informasi elektronik.
vi. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bidang Data, Perpustakaan
dan E-library ini bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B.
vii. Melalui bidang-bidang ini akan dikembangkan tahapan operasional
PIP2B sebagai pusat data dan informasi perumahan dan
permukiman termasuk arsitektur dan bangunan gedung yang
mudah dan cepat serta yang dikelola secara profesional dan
berkelanjutan.
2. Bidang Layanan Informasi
i. Bidang Layanan Informasi merupakan pelaksana teknis tugas yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat akan kebutuhan data
dan informasi, termasuk layanan informasi audio visual dan
layanan informasi internet, serta kegiatan terkait lainnya.
ii. Kepala Bidang Layanan Informasi dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang dan dibantu beberapa staf pelaksana Sub Bidang.
iii. Sub Bidang Layanan Informasi Audiovisual merupakan pelaksana
teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan layanan informasi
audiovisual.
iv. Sub Bidang Layanan Informasi Internet merupakan pelaksana
teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan layanan informasi
internet, termasuk kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam
rangka pemutakhiran dan pengayaan database informasi internet.
v. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bidang Layanan Informasi
Audiovisual dan Internet ini bertanggung jawab kepada Kepala Unit
PIP2B.
vi. Melalui bidang-bidang ini akan dikembangkan tahapan operasional
PIP2B sebagai pusat pelayanan informasi, sehingga pelayanan
informasi dapat berkembang luas, mudah dan cepat diakses serta
dikelola secara profesional dan berkelanjutan.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 93
3. Bidang Pameran
i. Bidang Pameran merupakan pelaksana teknis tugas yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat akan kebutuhan data
dan informasi, termasuk penyelenggaraan pelatihan, penyuluhan,
pameran seminar dan lokakarya, pengembangan ketrampilan
teknis, serta kegiatan terkait lainnya.
ii. Kepala Bidang Pameran dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dan
dibantu beberapa staf pelaksana Sub Bidang.
iii. Sub Bidang Pameran Indoor merupakan pelaksana teknis tugas
yang berkaitan dengan pengelolaan penyuluhan, pelatihan,
seminar dan lokakarya.
iv. Sub Bidang Pameran Outdoor merupakan pelaksana teknis tugas
yang berkaitan dengan materi pameran termasuk kerjasama
dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pemutakhiran dan
pengayaan informasi berkaitan dengan permukiman dan bangunan
gedung.
v. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bidang Pameran ini
bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B.
vi. Melalui bidang-bidang ini akan dikembangkan tahapan operasional
PIP2B sebagai pusat pelayanan informasi dan pelatihan yang
dikelola secara profesional dan berkelanjutan, sehingga pelayanan
informasi dapat berkembang luas dan mampu menjadi lembaga
yang responsif terhadap perkembangan masalah dan tantangan
yang ada di bidang perumahan dan permukiman termasuk
arsitektur dan bangunan gedung.
5.3 TAHAP OPERASIONAL
Setelah prasarana dan sarana telah lengkap dan PIP2B mempunyai staf
pengelola harian maka program kerja dapat dilaksanakan. Pengelola PIP2B harus
segera melengkapi pengetahuan dalam database baik elektronik maupun
perpustakaan, sehingga PIP2B dapat secepatnya melakukan pelayanan pada
masyarakat.
DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 94
Pihak pengelola PIP2B harus memberikan perhatian pada kegiatan rutin seperti
pelayanan, kegiatan updating data, dan publikasi untuk menghasilkan pelayanan
PIP2B yang prima.
Disamping kinerja dari pengelola PIP2B sendiri, diperlukan pula keterlibatan
Dinas Teknis terkait khususnya untuk melakukan monitoring dan evaluasi.
Gambar 5- 1 Struktur Organisasi Lembaga PIP2B