gabung cetak
-
Upload
alphin-rois-azwarsyah -
Category
Documents
-
view
23 -
download
3
description
Transcript of gabung cetak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah organisasi khususnya di bidang keperawatan, sebuah
pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan
pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah
organisasi keperawatan, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai
komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang
buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam
memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan,
demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada
pihak-pihak lain (Dhalimunthe, 2003).
Manajemen konflik itu sendiri merupakan serangkaian aksi dan reaksi
antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik
termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang
mengarahkan pada bentuk komunikasi, termasuk tingkah laku dari pelaku
maupun pihak luar, serta bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi (Robbin, 2001). Suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola
komunikasi, termasuk juga perilaku para pelaku dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan serta penafsiran terhadap konflik.
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana di dalamnya terjadi
interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik
antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga
dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana
situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat
erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,
disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena
kelebihan beban kerja.
Dalam fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu maupun
antar kelompok, terjadinya konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Pada
awalnya konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar
dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala
alamiah yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana
cara mengelolanya. Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan
tetapi perlu dikembangkan sebagai bagian dari kodrat manusia yang
menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan
(Sumaryanto, 2010).
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, dan ditinggalkan. Hal
tersebut disebabkan karena kelebihan beban kerja atau kondisi yang tidak
memungkinkan. Perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya
kemarahan, sehingga dapat mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja
secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja
maupun tidak disengaja (Sumaryanto, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat dibutuhkan pembahasan
makalah terkait manajemen konflik tentang praktik keperawatan yang berisi
teori dan fenomena yang terjadi pada pelayanan kesehatan. Dalam hal ini,
mahasiswa merupakan manifestasi dari insan intelektual dalam civitas
kampus. Lebih dari itu, mahasiswa pada umumnya merupakan generasi
muda calon pencerah sekaligus pelaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara untuk kehidupan yang akan datang. Potensi sosial yang besar dan
dimiliki oleh perguruan tinggi nampaknya belum dikelola dan diberdayakan
dalam seluruh aktivitas perkuliahan. Oleh karena itu sangat diperlukan
pembelajaran terkait manajemen konfik agar mahasiswa mengetahui cara
untuk memanage serta menyelesaikan sebuah konflik.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana manajemen yang sesuai pada konflik interpersonal dalam
organisasi keperawatan?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu
menerapkan konsep manajemen konflik dalam manajemen keperawatan.
b. Mengidentifikasi manajemen yang sesuai pada konflik interpersonal
dalam organisasi keperawatan.
c. Memperluas pengertian tentang masalah, meningkatkan alternatif
pemecahan masalah, dan mencapai kesepakatan suatu pengambilan
keputusan dalam sebuah manajemen konflik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare yang berarti
melatih kuda-kudaatau secara harfiah to handle yang berarti mengendalikan.
Sehingga manajemem dapat didefinisikan sebagai mengawasi/mengatur
orang bekerja dan menmanajemen konfliksi administrasi dengan baik
(Mardianto, 2000).
Setelah memahami pengertian manajemen, selanjutnya adalah
pengertian konflik.menurut Mardianto (2000), konflik berati percekcokan,
pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang orang atau kelompok-kelompok. Setiap
hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan
pendapat, atau perbedaan kepentingan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
konflik adalah cara yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan
atau perselisihan antara dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam
kehidupan (Mardianto, 2000).
Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah
internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat,
nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Konflik merupakan
proses yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang lain
memunculkan masalah internal maupan eksternal sebagai akibat perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan-keyakinan (Asmuji, 2012). Littlefield
(1995) mengkategorikan konflik sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai
suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang
atau organisasi, dimana orang tersebut menerima sesuatu yang akan
mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik dimanifestasikan
sebagai suatu rangkaian tindakan yag dilakukan oleh dua orang atau
kelompok, dimana setiap orang atau kelopok berusaha menghlangi atau
mencegah kepuasan dari seseorang. Konflik sering terjadi pada setiap
tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu harus memiliki dua asumsi
dasar tentang konflik yaitu konfik merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari dalam suatu organisasi dan jika konflik dapat dikelola dengan baik,
maka konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian yang
kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan.
2.2 Tipe dan Jenis Manajemen Konflik
Tipe konflik:
1) Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik
a) Konflik individu dengan individu. Konflik semacam ini dapat terjadi
antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai
tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawanmaupun antara
inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
b) Konflik individu dengan kelompok. Konflik semacam ini dapat terjadi antara
individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan
dengan kempok pimpinan.
c) Konflik kelompok dengan kelompok. Ini bisa terjadi antara kelompok
pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan
kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupunantara
kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.
2) Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik dikatakan
fungsional apabila dampaknyadapat memberi manfaat atau keuntungan
bagi organisasi, sebaliknya disebutinfungsional apabila dampaknya justru
merugikan organisasi. Konflik dapat menjadifungsional apabila dikelola
dan dikendalikan dengan baik.
Kategori konflik:
a. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan
masalah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik
yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi
peran.
b. Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana
nilai, tujuan dan keyakinan yang berbeda. Konflik ini sering terjadi
seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga
ditemukan perbedaan-perbedaan.
c. Antar kelompok (intergroup)
Konflik terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen,
atau organisasi. Sumber konflikjenis ini adalah hambatan dalam
mencapai kekuasaan dan otoritas, serta keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik
interpersonal, interpersonal, dan antarkelompok. Tetapi di dalam
organisasi konflik dipandang secara vrtikal dan horisintal (Marquis dan
Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik
horisontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang sama,
misalnya, konflik horisontal meliputi wewenang, keahlian, dan praktik
(Nursalam, 2009).
Jenis konflik menurut Asmuji (2012) dibagi menjadi 5
a. Dalam diri individu (intrapersonal)
Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat terjadi karena adanya
ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan, status pekerjaan yang
tidak pasti, ketidakmampuan individu untuk berbuat sesuai tanggung
jawabnya.
b. Antar individu dan individu (interpersonal)
Kesalahpahaman, pertentangan, dan perbedaan pendapat
antara individu dapat menyebabkan konflik
c. Antara individu dan kelompok
Konflik ini dapat terjadi jika ada ketidakcocokan atau pertentagan
antara keinginan individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan
kelompok juga dapat menyebabkan konflik ini.
d. Antara kelompok dan kelompon (Intergroup)
Konflik ini dapat terjadi kesalahpahaman, pertentangan,dan juga
perbedaan pendapat anatara kelompok.
e. Antara organisasi dan organisasi
Konflik ini dapat timbul karena adanya persaingan terhadap
produk-produk yang dihasilakan oleh organisasi. Dengan adanya konflik
ini, akan berdampak ke arah pengembangan produk yang dihasilkan.
Organisasi akan bersaing untuk menghasilkan produk yang berkualitas,
efisien, dan terjangkau.
2.3 Model Manajemen Konflik
Model-model dalam resolusi konflik menurut fisher, dkk 2002 tersebut
diantaranya
1) The Circle of Conflict models, yang melihat konflik dari perbedaan
penyebab yang menggerakkannya.
2) The Triangle of Satisfaction models, yang melihat perbedaan jenis
kepentingan dan melakukan penilaian secara lebih signifikan, mendalam
dan fungsional.
3) The Boundary models, yang melihat konflik dari perspektif yang unik,
memebrikan wawasan kedalam dunia yang hamper tidak terlihat batas
pengelolaannya dan kejadian sehari-hari bagi kita semua.
4) The Interest/Rights/Power models adalah dasar negosisasi ke lapangan
dan resolusi konflik, membantu dengan mengelompokkan berbagai
proses dalam tiga jenis yaitu Iinterest/ kepentingan, Right/hak dasar,
Power/ kekuasaan (IRP) dan mendiagnosa karakteristik masing-masing
dari ketiga jenis tersebut.
5) The Dynamics of Trust models yang menangani isu penting tentang
bagaimana menciptakan kepercayaan, bagaimana kepercayaan terkikis,
dan bagaimana kurangnya kepercayaan dan dampak proses resolusi.
6) The Dimensions models yang melihat perbedaan secara luas pada tiga
dimensi yaitu (1) dimensi kognitif (bagaimana kita memandang dan
berfikir tentang konflik), (2) dimensi emosional (bagaimana perasaan kita
terhadap konflik), (3) dimensi perilaku (bagaimana kita bertindak dan
berperilaku terhadap konflik).
7) The Social Style models yang meilhat konflik melalui bagian-bagian lensa
kehidupan, dan membawa arah yang jelas pada pengelolaan dan
menyelesaikan komunikasi dengan gaya isu-isu interpersonal.
8) The Moving Beyond models yang melihat pada proses emosional yang
keluar ketika terjadi konflik dan perubahannya, serta proses kritis untuk
mencapai resolusi.
2.5 Proses Terjadinya Konflik
Nursalam (2009) membagi proses konflik menjadi 5 tahap, yaitu:
1. Konflik laten
Tahap konflik yang terjadi terus-menerus dalam suatu organisasi.
Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas
produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara
langsung. Misalnya, kondisi keterbatasan staf.
2. Felt conflict
Konflik yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak
percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectiveness”. Hal ini penting bagi seorang untuk menerima konflik dan
tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah ancaman
terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang nampak/ sengaja dimunculkan
Konflik yang dengaja dimunculkan untuk dicari solusinya.
Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau
mencari penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar
menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan
konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi
memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan
organisasi
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik merupakan suatu penyelesaian masalah dengan
cara memuaskan semua orang yang terlibat didalamnya dengan prinsip
“win-win solution’.
5. Konflik “aftermath”
Konflik “aftermath” merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang peprtama. Konflik ini akan menjadi masalah
besar jika tidak segera diatasi atau dikurangi bisa menjadi penyebab dari
konflik utama
Sedangkan menurut Asmuji (2012) proses terjadinya konflik dibagi
menjadi:
1. Potensi oposisi atau ketidakcocokan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang
menciptakan kesempatan munculnya konflik. Pada tahap ini kondisi yang
mempengaruhi timbulnya konflik adalah komunikasi, struktur, dan
individu.
2. Kognisi dan personalisasi
Pada tahap ini merupakan wujud adanya oposisi dan
ketidakcocokan pada tahap pertama. Pada tahap ini terdapat dua macam
konflik, yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan.
Kesadaran individu diperlukan untuk dapat mempresepsikan adanya
konflik. Konflik yang dapat dipresepsikan muncul jika adanya kesadaran
salah satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan
peluang terjadinya konflik. Konfik yang dirasakan terjadi jika individu
menjadi terlibat secara emosional sampai munculnyakecemasan,
ketegangan, frustasi, atau permusuhan.
3. Menentukan maksud
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara
tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik
yang dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat
dilakukan dengan cara bersaing, kerja sama, kompromi, menghindari,
atau mengakomodasi.
4. Perilaku
Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-indibidu
yang mengalami konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan,
atau juga reaksi terhadap terjadinya konflik.
5. Hasil
Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak
yang terlibat konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional
(meningkatkan kinerja) atau disfungsional.
2.6 Penyebab atau Sumber Konflik
Manager organisasi pelayanan keperawatan harus mampu mengenali
sumber konflik sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan efektif.
Penyebab atau sumber konflik dapat dikategorikan menjadi: (Asmuji, 2012)
1) Variabel komunikasi
Kemampuan berkomunikasi yang tidak baik dapat menyebabkan
kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik
2) Variabel struktur
Variabel stuktur adalah konflik yang terjadi antara bagian satu
dengan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik pribadi. Misal,
ukuran kelompok, kecocokan antar anggota kelompok, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar
kelompok.
3) Variabel individu
Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat
menyebabkan timbulnya perbedaan antar individu yang secara nyata
dapat menyebabkan timbulnya konflik.
2.7 Penyelesaian Konflik
Langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi: 1) pengkajian,
2) identifikasi, dan 3) intervensi (Nursalam, 2009)
Pengkajian
1. Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang
diperlukan, mengumpulan semua fakta dan memvalidasi semua
perkiraan dengan pengkajian lebih mendalam, siapa yang terlibat dan
peran masing-masing.
2. Analisa dan mematikan isu yang berkembang
Menelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi.
Menentukan masalah utama sebagai prioritas serta hindari
menyelesaikan semua masalah dalam satu waktu.
3. Menyusun tujuan
Menjelaskan tujuan spesifik yang ingin dicapai.
Identifikasi
4. Mengelola perasaan
Menghindari memberikan respon emosional seperti marah.
Intervensi
5. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik dan
mengidentifikasi hasil positif yang akan terjadi.
6. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian
konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda.
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang
sederhana.Cepat atau tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada
kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut.
Langkah langkah yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan konflik
adalah sebagai berikut:
1) Usahakan memperoleh semua fakta mengenai keluhan itu,
2) Usahakan memperoleh dai kedua belah pihak,
3) Selesaikan problema itu secepat mungkin.
Menurut Wahyudi (2006: 15), untuk menyelesaikan konflik ada
beberapa cara yang harus dilakukan antara lain:
1) Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan
mencegah konflik. Seseorang harus mengetahui dan memahami
peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka
harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2) Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk
mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya.
3) Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang
terapeutik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer
untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang
efektifdalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai
satu cara hidup.
4) Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk
mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan seseorang
telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan
kembali seseorang dengan tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Sedangkan dalam penanganan konflik, ada lima tindakan yang dapat
kita lakukan diantaranya:
1) Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini
bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang
cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat
vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang kalah (win-win solution)
akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat
menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam
hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan
kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
2) Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari
situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini
hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi
disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak
mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk
sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang
tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi
stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan
tersebut.
3) Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa
kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi
konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini
dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau
kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini.
4) Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa
bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik
menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan
sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang
(win-win solution).
5) Berkolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “ win-win solution”. Daalam
kolaborasi ke dua unsure yang terlibat menentukan tujuan bersama dan
bekerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Strategi kolaborasui tidak
akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi
tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari 2 kelompok
yang berkolaborasi.
6) Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara
mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strtegi ini indifidu
yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada
perbedaan dengan penuh kesadaran dan instrospeksi diri. Strategi ini isa
diterapkan pada konflik yang ringan.
Cara mengatasi konflik juga dapat dilakukan melalui hal-hal berikut
ini:
1) Rujuk
Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja sama
dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
2) Persuasi
Usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan
kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan
menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan
norma dan standar keadilan yang berlaku.
3) Tawar-menawar
Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan
saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini
dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji
secara eksplisit.
4) Pemecehan masalah terpadu
Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan
kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan
kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa
saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara
bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5) Penarikan diri
Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak
menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua
pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling
bergantung satu sama lain.
6) Pemaksaan dan penekanan
Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan
lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas
pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat
dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Namun,
cara ini sering kali kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah
dan menyerah secara terpaksa.
Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha
kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam
penyelesaian konflik.
1) Arbitrase (arbitration)
Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi
sebagai menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih
baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan
destruktif.
2) Penengahan (mediation)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi
sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin
komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta
mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu.
Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku
mediator.
3) Konsultasi
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan
konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak
terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses
penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
BAB III
PEMBAHASAN
Studi Kasus:
Seorang perawat A adalah seorang perawat profesional lulusan S1 jurusan
keperawatan , baru saja bertugas disalah satu rumah sakit kabupaten. Dirumah sakit
tersebut tenaga keperawatan sangat terbatas dan pada umumnya tenaga yang ada
adalah lulusan D3 keperawatan. Kedatangan perawat A tersebut cukup membuat
para perawat D3 kurang senang karena perawat A sering diajak diskusi oleh dokter
tentang kondisi keadaan pasien sedangkan perawat D3 ayng sudah 20 tahun
bertugas disana belum pernah diajak diskusi oleh dokter. Suatau pagi karu melihat
keadaaan kondisi kerja yang tidak kondusif diantara stafnya.
Bagaimana seharusnya karu menyelesaikan masalah yang terjadi diantara stafnya
tersebut ?
Pembahasan:
Dalam kasus ini karu bertindak sebagai pihak ke tiga yang akan dilibatkan
dalam penyelesaian kasus antara dua belah pihak dengan menggunakan metode
arbitrase dimana pihak ketiga mendengarkan keluh kesah antara kedua belah pihak
dan berfungsi sebagai pihak yang menengahi masalah tersebut. Dalam proses
arbitrase ini karu menggunakan beberapa cara :
1. Disiplin
Dalam cara ini masing-masing pihak harus mengetahui peraturan-
peraturan dalam institusi untuk penyelesaian management konflik.
2. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehdupan
Dalam hal ini karu mengajak diskusi kedua belah pihak terkait dengan
pengalaman dalam menyelesaikan konflik diantara perawat.
3. Komunikasi
Dalam hal ini karu menjaga komunikasi tetap baik pada kedua belah
pihak agar tidak ada kesalah pahaman diantara keduanya.
4. Mendengarkan secara aktif
Karu mendengarkan masalah-masalah yang timbul diantara keduanya
dan menyelesaikan dengan kesepakatan dari kedua belah pihak yang dirasa
saling tidak merugikan salah satu piha.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Asmuji. 2012. Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi.Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Dalimunthe, Ritha F. 2003. Peranan Manajemen Konflik pada Suatu Organisasi.
Medan: Universitas Sumatra Utara.
Fisher, dkk. 2002. Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak. The
British Council.
Jones, rebecca A. patronis. 2007. Nursing Leadership and Management: Theories,
Processes and Practice. Philadelphia: Davis Company.
Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status
Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta: Jurnal Psikologi No. 2.
Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Robbin, P. Stephen. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumaryanto. 2010. Manajemen Konflik sebagai Salah Satu Solusi dalam
Pencegahan Masalah. Yogyakarta: OPPEK Dosen UNY.
Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik dalam Organisasi: Pedoman Praktis bagi
Pemimpin Visioner. Bandung: Alfabeta.