DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
Transcript of DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
1/33
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
Sebelum membahas diskusi, kita akan membahas dulu mengenai anatomi,
fisiologi, dan histology system saraf:
ANATOMI Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan
terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistemsaraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari
neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom
(viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon,
metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur
lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen
magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra
lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf
spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin
oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang
cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri
Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum
melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia
dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi
satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.
FISIOLOGI Membran plasma dan selubung sel membentuk membran
semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini,
tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak
terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan melalui
membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar
daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+
jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+.Keadaan ini
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
2/33
memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di
sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada
bagian luar.Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential).
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+
berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut
menyebabkan membran mengalami depolarisasi.Influks cepat ion Na+ yang
diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV.
Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec.
Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan
diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai
mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke
potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls
saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi
lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang
ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek
dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron
sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel (Snell, 2006).
DISKUSI KASUS 1 :
Kasus kelumpuhan yang pertama adalah seorang laki-laki 55 tahun. Cara
berbicara pasien menjadi pelo kemungkinan disebabkan oleh kelainan nervus
hipoglossus.
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,
kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah
tertarik ke belakang. Batang otak merupakan suatu struktur yang secara anatomi
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
3/33
kompak, secara fungsional barmacam-macam, dan secara klinis penting. Bahkan
suatu lesi tunggal yang relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus,
pusat refleks, traktus, atau jaras. Lesi seperti itu seringkali bersifat vaskular
(misalnya, perdarahan, iskemia oklusif), tetapi tumor, trauma, dan proses
degeneratif atau demielinasi dapat juga merusak batang otak. Berikut ini adalah
sindrom-sindrom yang khas yang disebabkan oleh lesi pada batang otak.
Sindrom Medularis medial (basal)
Biasanya mengenai piramis, sebagian atau seluruh lemnikus medialis, dan sarafXII. Jika unilateral, maka sindrom ini dikenal juga sebagai hemiplegia hipoglosus
alternan. Istilah ini mengacu pada penemuan bahwa kelemahan saraf kranial
terletak pada sisi yang sama dengan lesi, sedangkan paralisis tubuh adalah pada
sisi yang berlawanan dengan lesi. Lesi dapat juga mengakibatkan defek bilateral
Sindrom medularis lateral atau Wallenberg
Melibatkan beberapa (atau semua) struktur berikut didalam medula oblongata
yang terbuka pada sisi dorsolateral: pedunkulus serebelaris inverior, nukleus
vestibularis, serabut atau nukleus dari saraf IX dan X, nukleus dan traktus spinalis
dari daraf V, traktus spinotalamikus, dan jaras simpatetik. (terlibatnya jaras
simpatetik mungkin menimbulkan sindrom horner). Bagian yang terkena
diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri vertebralis atau arteri serebelaris
inferior posterior.
Sindrom pontin basalis
Dapat melibatkan baik traktus kortikospinalis maupun saraf kranial (VI, VII, atau
V) dibagian yang terkena, tergantung pada luas dan derajat dari lesi. Jika lesi
besar maka mungkin lemnikus medialis juga terkena.
Sindrom pons dossalis
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
4/33
Mengenai saraf VI atau VII atau nukleusnya masing-masing, dengan atau tanpa
melibatkan lemnikus medialis, traktus spinotalamikus, atau lemnikus lateralis.
pusat tatapan lateral seringkali terkena. Ditingkat yang lebih rostral, saraf V dan
nukleus-nukleusnya mungkin tidak berfungsi lagi.
Sindrom pedunkularis
Disebut juga hemiplegia okulomotorik alternan dan sindrom weber di otak tengah
bagian basal, melibatkan saraf III dan bagian-bagian dari pedunkulus serebralis
Sindrom Benedikt
Terletak didalam tegmentum dari otak tengah, mungkin merusak lemnikus
medialis, nukleus ruber, dan saraf III dan nukleusnya dan traktus-traktus yang
berhubungan.
Kelumpuhan tatapan vertikal
(ketidakmampuan menggerakan mata keatas atau kebawah). Disebut juga
sindrom Parinaud, disebabkan oleh kompresi dari tektum dan bagian-bagian
yang berdekatan (misalnya, oleh tumor dari glandula pineal). (Harsono, 1996).
Selainn gangguan lesi otak, akan dibahas juga gangguan 12 saraf cranial, yaitu:
1)Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa
gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral
maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya
gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya
menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn
mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls
penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius
Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
5/33
Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik,
dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk
seterusnya.
Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral
mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak
didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia,
sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma
hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik
atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya
untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi
hilang.
2)Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan
lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapatmengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus
optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus
optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan
dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta
ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka
buta semacam itu dinamakan hemiopropia.
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
6/33
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada
susunan saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1.Trauma Kepala
2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3.Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut
tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4.Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a.Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan
intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain
hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis
vena sentralis retina.
b.Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
c.Neuritis optik.
3)Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak
bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga
mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil danakomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot
kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan
jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1.Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya
perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
2.Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
7/33
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3.Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di
perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus
okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri,
meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada
arteritis dan diabetes.
4)Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi
daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata
berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas
pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya
karena jatuh pada dahi atu verteks.
5)Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi
dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata
yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus
inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak
melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar
serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari
otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari
paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan
dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
8/33
meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva
atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6)Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain :
Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea,
dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau
tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan
saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981)
menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh
pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari
radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal
yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7)Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis
kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma
Rumsay Hunt, dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,
mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada
lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini
sangat jarang.
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
9/33
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,
kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa
pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu
sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata
di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8)Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal
presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal
aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan
sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan
penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,
intoksikasi streptomisin.Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9)Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
10/33
mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis
dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat
pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot
menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke
esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
Pasca operasi trepansi serebelum
Pasca operasi di daerah kranioservikal
10)Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot
leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun
sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan
iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11)Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,
kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah
tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan,
menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok
kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang
sehat di dalam mulut. (Harsono, 1996).
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
11/33
Cara berjalan pasien kesulitan disebabkan adanya lesi pada area motorik primer
atau area Brodman 4 yang berada pada lobus precentralis.
Wajah penderita merot ke sisi kiri disebabkan adanya kelainan pada nervus
fascialis.
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis
kronik. (Harsono, 1996)
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma
Rumsay Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain
Sindrom Guillain Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada
lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini
sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,
kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa
pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu
sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata
di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
(Harsono, 1996)
Anggota gerak kanan yang lumpuh menjadi kaku (spastik) disebabkan...................
Refleks fisiologis meningkat disebabkan oleh...........................................................
Reflek Fisiologis
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
12/33
Reflek fisiologis adalah reflek yang ada pada orang normal. Refleks-
refleks fisiologis meliputi reflex peregangan yang muncul pada stimulasi tendon,
periosteum, tulang, persendian, fascia, atau aponeurosis.
Pada pemeriksaan refleks, sebuah reflek dapat diinterpretasikan sebagai
reflex yang negative, menurun, normal, meningkat, atau hiperaktif. Berikut
kriteria secara kuantitatif:
0 : tidak berespon
+1 : agak menurun, dibawah normal
+2 : normal; rata-rata/umum
+3 : lebih cepat disbanding normal; masih fisiologis (tidak perlu
dianalisis dan tindak lanjut)
+4 : hiperaktif sangat cepat, biasanya disertai klonus, dan sering
mengindikasikan adanya suatu penyakit.
A. Pemeriksaan Refleks pada Lengan/Tangan1. Refleks Biceps
- Pasien duduk dan relaks- Lengan pasien relaks dan sedikit ditekuk/fleksi pada siku dengan
telapak tangan mengarah ke bawah
- Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa- Letakkan ibu jari pemeriksa untuk menekan tendon biceps pasien- Dengan menggunakan palu reflex, pukul ibu jari yang menekan
tendon pasien
- Reaksi pertama adalah kontraksi dari otot biceps dan kemudianfleksi pada siku
- Biceps adalah otot supinator untuk lengan bawah, hal tersebut akanmenimbulkan gerakan supinasi
- Jika reflex ini meningkat, daerah reflex akan meluas dan reflex iniakan muncul dengan cara memukul klavikula; akan terjadi fleksi
pada pergelangan dan jari-jari tangan; dan juga adduksi dari ibu
jari
- M.Biceps brachii diinnervasi oleh n.musculocutaneus (C5-C6)
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
13/33
2. Refleks Triceps- Pasien duduk dan relaks- Letakkan lengan pasien pada lengan/tangan pemeriksa- Posisi sama seperti saat pemeriksaan reflex biceps- Saat lengan pasien sudah benar-benar reflex (dengan cara palpasi
otot triceps: tidak tegang), pukul tendon triceps yang melalui fossa
olecranii
- Reaksinya adlaah kontraksi otot triceps dan sedikit terhentak- M.Triceps brachii diinnervasi oleh n.Radialis. proses reflex
melalui C7
B. Pemeriksaan Refleks pada Tungkai1. Refleks Patella
- Pasien duduk dengan tungkai menggantung- Lakukan palpasi pada sisi kanan dan kiri tendon patella- Tahan daerah distal paha dengan satu tangan, sedangkan tangan
yang lain memukul tendon patella
- Tangan pemeriksa yang menahan bagian distal paha akanmerasakan kontraksi otot quadriceps dan pemeriksa mungkin dapat
melihat gerakan tiba-tiba dari tungkai bagian bawah
- Cara lain untuk memeriksa: Pasien diminta untuk menggenggam tangn mereka sendiri Pukul tendon patella saat pasien saling menarik genggaman
tangan mereka
Mertode ini disebut reinforcement Jika pasien tidak mampu untuk duduk, dianjurkan posisi
supinasi
2. Refleks Achilles- Pasien duduk dengan satu tungkai menggantung atau berbaring
dengan posisi supine atau berdiri dengan bertumpu pada lutut
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
14/33
dimana bagian bawah tungkai dan kaki berada di luar meja
pemeriksaan
- Tegangkan otot Achilles dengan caraa menahan kaki di posisidorsofleksi
- Pukul tendon Achilles dengan ringan dan cepat utnukmemunculkan reflex achiles, yaitu fleksi kaki yang tiba-tiba
- reinforcement juga dapat dilakukan pada pemeriksaan ini (TimSkills Lab FK UNS Surakarta, 2011).
Penderita tidak dapat mengontrol kencingnya meskipun masih dalam keadaan
sadar disebabkan oleh................................................................................................
Riwayat Penyakit Dahulu, pasien pernah menderita diabetes mellitus dan
hipertensi. Pasien juga gemar makan dan minum yang manis, makanan berlemak
dan kurang berolahraga.
Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat
mengganggu aliran darah cerebral. (Price, 1996)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap
kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. (Price, 1996)
Makanan berlemak mengandung banyak kolesterol. Kolesterol tubuh yang tinggi
dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. (Price,
1996)
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah
otak. (Price, 1996).
Dari gejala dan tanda diatas, pasien didiagnosis stroke, maka kita akan membahas
semua hal tentang stroke.
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
15/33
A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal
otak yang terkena (WHO, 1989).
B. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.
2. stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi
perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena
hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :
1. TIAS (Trans Ischemic Attack)Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja
dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu..
1. stroke in VolutionStroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul
semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa
jam atau beberapa hari.
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
16/33
1. Stroke KomplitGangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.
C. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
1.Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses
ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya
thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2.Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang
diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver
tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3.Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4.Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap
kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
5.Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluhdarah otak.
6.Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun.
7.Peningkatan kolesterol (lipid total)
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
17/33
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
embolus dari lemak.
8.Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh
drah otak.
9.Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis.
10.kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah
otak.
D. Patofisiologi
1.Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.
2.Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi
otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
18/33
darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah
otak yang terkena.
1. Pengaruh terhadap status mentalTidak sadar : 30%40%
Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai
(30%-80%)
inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer
mana yang terkena
1. Daerah arteri serebri posteriorNyeri spontan pada kepala
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
Hemiplegia alternans atau tetraplegia
Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitanmenelan, emosi labil)
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
19/33
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kananHemiparese sebelah kiri tubuh
Penilaian buruk
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
1. stroke hemisfer kirimengalami hemiparese kanan
perilaku lambat dan sangat berhati-hati
kelainan bidang pandang sebelah kanan
disfagia global
afasia
mudah frustasi
F. Pemeriksaan diagnostik
Prosedur pemeriksaan stroke adalah:
1. Anamnesisa. Keluhan utama
b. Riwayat Penyakit Sekarangc. Riwayat Keluargad. Riwayat Kebiasaan/gizi
2. Pemeriksaana. Status Internus
b. Status psikiatrikc. Status neurologik; meliputi pemeriksaan kesan umum, fungsi luhur, tanda
perangsang mening, Nn. Kranialis, Kolumna Vertebral,
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
20/33
Koordinasi/Keseimbangan, motorik, Keseimbangan, System
otonom/vegetatif
3. Resume anamnesis dan pemeriksaan4. Diagnosis Banding5. Pemeriksaan penunjang/tambahan6. Diagnosis7. Terapi8. Prognosis9. Komplikasi/Penyulit
(Soedomo, 2005)
Diagnosis Stroke :
Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis Sistem skor untuk membedakan jenis stroke
Skor >1 : perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
21/33
c. Refleks babinskiBila didapatkan minimal 2 dari 3 hal di atas poditif, maka terdapat
perdarahan intracerebral
2. Pemeriksaan Penunjang Rutina. Darah
b. Foto thoraxc. EKG (elektrokardiografi)
3. Pemeriksaan Penunjang Khususa. Masa protrombin, fibrinogen, agregasi trombosit
b. Ekokardiografi transtorakalc. Ultrasonografi Doppler transkraniald. Angiografi(Suroto, 2005)
G. Penatalaksanaan
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan
jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah
perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas
darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
22/33
telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga
serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
STROKE ISKEMIK
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam
diatasi dengan kompres dan antipire-tik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengan- dung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal
ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90
mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
23/33
dapat diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik
110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit,
dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, di-
lanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (30
mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan ke- adaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg,
MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum
300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
24/33
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.
Terapi khusus:
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yangkondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidro- sefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-
shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya. Penatalaksanaan komplikasi. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.
Prevensi sekunder.
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
25/33
Edukasi keluarga dan Discharge Planning. (Setyopranoto, 2011).
H. Preventif
Pencegahan dari stroke tergantung dari faktor resiko, namun ada beberapa
faktor resiko yang memang tidak bisa dikendalikan. Berikut ini akan dipaparkan
macam-macam faktor resiko stroke yang bisa dikendalikan, potensial bisa
dikendalikan, dan tidak bisa dikendalikan:
Bisa dikendalikan: Hipertensi, Penyakit jantung, Fibrilasi atrium,Endokarditis, Stenosis mitralis, Infark jantung, Merokok, Anemia sel sabit,
Transient Ischemic Attack (TIA), Stenosis karotis asimtomatik.
Potensial bisa dikendalikan: Diabetes Melitus, Hiperhomosisteinemia,Hipertrofi ventrikel kiri.
Tidak bisa dikendalikan: Umur, Jenis kelamin, Herediter, Ras dan etnis,Geografi. (Setyopranoto, 2011).
I. Prognosis
Apabila pasien dapat mengatasi serangan stroke recovery, prognosis untuk
kehidupannya baik. Dengan rehabilitasi yang aktif, banyak penderita dapat
berjalan lagi dan mengurus dirinya. Prognosis buruk, bagi penderita yang disertai
dengan aphasia sensorik (Chusid, 1993).
Menurut Chusid (1993) prognosis trombosis serebri ditentukan oleh lokasi
dan luasnya infark, juga keadaan umum pasien. Makin lambat penyembuhannya
maka akan semakin buruk prognosisnya, pada emboli serebri prognosis juga
ditentukan oleh adanya emboli dalam organ-organ lain, disamping itu penanganan
yang tepat dan cepat serta kerjasama tim medis dengan penderita mempengaruhi
prognosis dari stroke. Oleh karena itu, stroke yang ringan dengan penanganan
yang tepat sedini mungkin dengan kerjasama yang baik antara tim medis dan
penderita akan menjadikan prognosis yang baik, sedangkan pada kondisi
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
26/33
sebaliknya prognosis akan menjadi buruk karena dapat menimbulkan kecacatan
yang permanen bahkan juga kematian. (Chusid, 1993).
J. Rehabilitatif
Rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, terapi okupasi, terapi psikologis, ortotik prostetik, sosial medik, dan
mungkin perlu disiplin medik yang lain. (Setyopranoto, 2011).
Pasien disarankan dirawat di Rumah Sakit selama 1 minggu untuk mendapat
pengobatan dan menjalani pemulihan dengan latihan berjalan.
Berikut ini adalah kangkah Rehabilitasi bagi pasien : (Marilynn, 2000)
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafastidak efektif b.d.
penumpukan sputum
(karena kelemahan,
hilangnya refleksbatuk)
Pasien mampu
mempertahankan jalan
nafas yang paten.
Kriteria hasil :
a.Bunyi nafas vesikuler
b.RR normal
c.Tidak ada tanda-tanda
sianosis dan pucat
d.Tidak ada sputum
1.Auskultasi
bunyi nafas
2.Ukur tanda-tanda vital
3.Berikan posisi semi fowler
sesuai dengan kebutuhan
(tidak bertentangan dgn
masalah keperawatan lain)
4.Lakukan penghisapan
lender dan pasang OPA jika
kesadaran menurun
5.Bila sudah memungkinkan
lakukan fisioterapi dada danlatihan nafas dalam
6.Kolaborasi:
Pemberian ogsigen
Laboratorium: Analisa
gas darah, darah lengkap
dll
Pemberian obat sesuai
kebutuhan
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
27/33
2. Penurunan perfusiserebral b.d. adanya
perdarahan, edema atau
oklusi pembuluh darah
serebral
Perfusi serebral membaik
Kriteria hasil :
a.Tingkat kesadaran
membaik (GCS
meningkat)
b.fungsi kognitif,
memori dan motorik
membaik
c.TIK normal
d.Tanda-tanda vital stabil
e.Tidak ada tanda
perburukan neurologis
f.
1.Pantau adanya tanda-tanda
penurunan perfusi serebral
:GCS, memori, bahasa respon
pupil dll
2.Observasi tanda-tanda vital
(tiap jam sesuai kondisi
pasien)
3.Pantau intake-output
cairan, balance tiap 24 jam
4.Pertahankan posisi tirah
baring pada posisi anatomis
atau posisi kepala tempat
tidur 15-30 derajat
5.Hindari valsava maneuver
seperti batuk, mengejan dsb
6.Pertahankan ligkungan
yang nyaman
7.Hindari fleksi leher untuk
mengurangi resiko jugular
8.Kolaborasi:
Beri ogsigen sesuai
indikasi
Laboratorium: AGD,
gula darah dll
Penberian terapi sesuai
advis
CT scan kepala untuk
diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitasfisik b.d. kerusakan
neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese
Pasien mendemonstrasikanmobilisasi aktif
Kriteria hasil :
a.tidak ada kontraktur
atau foot drop
b.kontraksi otot membaik
c.mobilisasi bertahap
1.Pantau tingkat kemampuanmobilisasi klien
2.Pantaukekuatan otot
3.Rubah posisi tiap 2 jan
4.Pasang trochanter roll pada
daerah yang lemah
5.Lakukan ROM pasif atau
aktif sesuai kemampuan dan
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
28/33
jika TTV stabil
6.Libatkan keluarga dalammemobilisasi klien
7.Kolaborasi:
fisioterapi4. Gangguan komunikasi
verbal b.d. kerusakan
neuromuscular,
kerusakan sentral
bicara
Komunikasi dapat berjalan
dengan baik
Kriteria hasil :
a.Klien dapat
mengekspresikan
perasaan
b.Memahami maksud
dan pembicaraan orang
lain
c.Pembicaraan pasien
dapat dipahami
1.Evaluasi sifat dan beratnya
afasia pasien, jika berat
hindari memberi isyarat non
verbal
2.Lakukan komunikasi
dengan wajar, bahasa jelas,
sederhana dan bila perlu
diulang
3.dengarkan dengan tekun
jika pasien mulai berbicara
4.Berdiri di dalam lapang
pandang pasien pada saat
bicara
5.Latih otot bicara secaraoptimal
6.Libatkan keluarga dalammelatih komunikasi verbal
pada pasien
7.Kolaborasi dengan ahli
terapi wicara5. (Risiko) gangguan
nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d. intake
nutrisi tidak adekuat
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a.Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
b.Berat badan dalambatas normal
c.Conjungtiva ananemis
d.Tonus otot baik
e.Lab: albumin, Hb,
BUN dalam batas normal
1.Kaji factor penyebab yang
mempengaruhi kemampuan
menerima makan/minum
2.Hitung kebutuhan nutrisi
perhari
3.Observasi tanda-tanda vital
4.Catat intake makanan
5.Timbang berat badan
secara berkala
6.Beri latihan menelan
7.Beri makan via NGT
8.Kolaborasi : Pemeriksaan
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
29/33
lab(Hb, Albumin, BUN),
pemasangan NGT, konsul
ahli gizi6. Perubahan persepsi-
sensori b.d. perubahan
transmisi saraf sensori,
integrasi, perubahan
psikologi
Persepsi dan kesadaran
akan lingkungan dapat
dipertahankan
1.Cari tahu proses
patogenesis yang mendasari
2.Evaluasi adanya gangguanpersepsi: penglihatan, taktil
3.Ciptakn suasana
lingkungan yang nyaman
4.Evaluasi kemampuan
membedakan panas-dingin,
posisi dan proprioseptik
5.Catat adanya proses hilang
perhatian terhadap salah satu
sisi tubuh dan libatkan
keluarga untuk membantu
mengingatkan
6.Ingatkan untuk
menggunakan sisi tubuh yang
terlupakan
7.Bicara dengan tenang dan
perlahan
8.Lakukan validasi terhadap
persepsi klien dan lakukan
orientasi kembali7. Kurang kemampuan
merawat diri b.d.
kelemahan, gangguan
neuromuscular,
kekuatan otot menurun,
penurunan koordinasi
otot, depresi, nyeri,
kerusakan persepsi
Kemampuan merawat dirimeningkat
Kriteria hasil :
a.mendemonstrasikan
perubahan pola hidup
untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-
hari
b.Melakukan perawatan
diri sesuai kemampuan
c.Mengidentifikasi dan
memanfaatkan sumber
bantuan
1.Pantau tingkat kemampuanklien dalam merawat diri
2.Berikan bantuan terhadap
kebutuhan yang benar-benar
diperlukan saja
3.Buat lingkungan yangmemungkinkan klien untuk
melakukan ADL mandiri
4.Libatkan keluarga dalam
membantu klien
5.Motivasi klien untuk
melakukan ADL sesuai
kemampuan
6.Sediakan alat Bantu diri
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
30/33
bila mungkin
7.Kolaborasi: pasang DCjika perlu, konsultasi denganahli okupasi atau fisioterapi
8. Risiko cedera b.d.gerakan yang tidakterkontrol selama
penurunan kesadaran
Klien terhindar dari cedera
selama perawatan
Kriteria hasil :
a.Klien tidakterjatuh
b.Tidak ada
trauma dankomplikasi lain
1.Pantau tingkat kesadaran
dan kegelisahan klien
2.Beri pengaman pada
daerah yang sehat, beri
bantalan lunak
3.Hindari restrain kecuali
terpaksa
4.Pertahankan bedrest
selama fase akut
5.Beri pengaman di samping
tempat tidur
6.Libatkan keluarga dalam
perawatan
7.Kolaborasi: pemberian
obat sesuai indikasi
(diazepam, dilantin dll)9. Kurang pengetahuan
(klien dan keluarga)
tentang penyakit dan
perawatan b.d. kurang
informasi, keterbatasan
kognitif, tidakmengenal sumber
Pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakit
dan perawatan meningkat.
Kriteria hasil :
a.Klien dan keluarga
berpartisipasi dalam
proses belajar
b.Mengungkapkan
pemahaman tentang
penyakit, pengobatan,dan perubahan pola hidupyang diperlukan
1.Evaluasi derajat gangguan
persepsi sensuri
2.Diskusikan proses
patogenesis dan pengobatandengan klien dan keluarga
3.Identifikasi cara dan
kemampuan untuk
meneruskan progranm
perawatan di rumah
4.Identifikasi factor risikosecara individual dal lakukan
perubahan pola hidup
5.Buat daftar perencanaan
pulang
J. Komplikasi
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
31/33
Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat penanganan
yang baik. Komplikasi yang dapat muncul antara lain (Suyono, 1992):
a. Abnormal tonus
Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas.Serta dapat menggangu
gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan.
b. Sindrom bahu
Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien.
Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi.
c. Deep vein trombosis
Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus
terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi.Hal ini menyebabkan
oedem pada tungkai bawah.
d. Orthostatic hypotension
Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak.
Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan
darah.
e. Kontraktur
Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan
dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek.
DISKUSI KASUS 2
.............................................................
DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah,Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
32/33
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes,
1996
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta, EGC ,2002
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, Jakarta,
EGC, 2000
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university
press, 1996
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed 6 Vol 2. Jakarta: EGC; 1996
Soedomo, Agus. 2005.Pemeriksaan Klinik Neurologi. Surakarta : SMF Ilmu
Penyakit Syaraf RSUD Dr.Moewardi/FK UNS
Mansjoer, Arif. Suprohaita. Wardhani, Ika Wahyu. Setiowulan, Wiwiek. 2009.
Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Suroto. 2005. Stroke. Surakarta : SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD
Dr.Moewardi/FK UNS
Chusid, JG. 1993.Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, cetakan
ke empat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suyono, A. 1992. Gangguan Sensori Motor pada Penderita Hemiplegi Pasca
Stroke. Jakarta: Workshop Fisioterapi pada Stroke, IKAFI.
Tim Skills Lab FK UNS Surakarta. 2011. Pemeriksaan Syaraf Tepi dalam BukuPedoman Keterampilan Klinis untuk Semester 3.Surakarta: Skills Lab FK
UNS.
SnelL, RS. 2006. AnatomiKlinik untuk MAhasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta:
Kepala Unit Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
-
7/22/2019 DISKUSI Skenario 1 Kelumpuhan Anggota Gerak
33/33