Detergen MBAS
-
Upload
mifta-ananta -
Category
Documents
-
view
302 -
download
2
Transcript of Detergen MBAS
-
7/22/2019 Detergen MBAS
1/19
Analisis Kadar Surfaktan Anion(Deterjen) pada Limbah secara MBAS
JUL 9
Posted bychemzone
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air limbah merupakan air buangan dari masyarakat hasil sisa dari berbagai aktifitas manusia.
Kandungan zat kimia dalam air limbah perlu diketahui sebagai langkah awal untuk menentukan
perlakuan yang tepat terhadap air limbah tersebut. Selain itu, hal ini juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Adanya bahan-bahan organik dalam suatu air limbah
dapat mempengaruhi kehidupan dari makhluk hidup tertentu seperti ikan, serangga dan organisme
lain yang sangat bergantung pada oksigen (Hindarko,2003).
Salah satu contoh air limbah adalah deterjen. Deterjen merupakan bahan pembersih yang umum
digunakan oleh usaha industri ataupun rumah tangga. Produksi deterjen terus meningkat setiap
tahunnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan pembersih (Connel dan Miller,1995).
Deterjen merupakan gabungan dari berbagai senyawa dimana komponen utama dari gabungan
tersebut adalah surface active agentsatau surfaktan. Surfaktan deterjen yang paling sering
digunakan adalah LAS atau Linier Alkilbenzen Sulfonat (Supriyono dkk., 1998). LAS adalah sebuah
alkil aril sulfonat yang mempunyai struktur rantai lurus tanpa cabang, sebuah cincin benzen dan
sebuah sulfonat. LAS merupakan konversi dari Aliklbenzen sulfonat atau ABS, dimana LAS lebih
mudah terdegradasi dalam air dan merupakan deterjen lunak (Hirsch, 1963 dalam Abel, 1974).
Limbah deterjen merupakan salah satu pencemar yang bisa membahayakan kehidupan
organisme di perairan karena menyebabkan suplai oksigen dari udara sangat lambat akibat busanya
yang menutupi permukaan air (Connel dan Miller,1995).
Pengaruh deterjen terhadap lingkungan dapat diketahui dengan menganalisis kadar surfaktan anion
atau deterjen pada sampel beberapa limbah dengan metode MBAS (Methylen Blue Active
Surfactant)yakni menambahkan zat metilen biru yang akan berikatan dengan surfaktan dan
dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi yang terbaca adalah kadar surfaktan anion
pada sampel limbah yang berikatan dengan metilen biru.
1.2. Tujuan Praktik Kerja Lapangan
Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk:
http://welovechemistry2009.wordpress.com/2012/07/09/analisis-kadar-surfaktan-anion-deterjen-pada-limbah-secara-mbas/http://welovechemistry2009.wordpress.com/author/chemzone/http://welovechemistry2009.wordpress.com/author/chemzone/http://welovechemistry2009.wordpress.com/author/chemzone/http://welovechemistry2009.wordpress.com/author/chemzone/http://welovechemistry2009.wordpress.com/2012/07/09/analisis-kadar-surfaktan-anion-deterjen-pada-limbah-secara-mbas/ -
7/22/2019 Detergen MBAS
2/19
1. Mempraktekkan dan mengetahui metode penentuan kadar surfaktan anion (deterjen) dengan
MBAS
2. Menentukan kadar surfaktan anion (deterjen) dengan metode spektrofotometri
1.3. Manfaat
Manfaat diadakan penelitian ini adalah untuk :
1. Dapat mempraktekkan dan mengetahui metode penentuan kadar surfaktan anion dengan MBAS
2. Dapat menentukan kadar surfaktan anion dari pembacaan spektrofotometer UV-Vis
1.4. Tempat Pelaksanaan PKL
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai BesarPencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang yang beralamat di Jalan Ki Mangunsarkoro 6
Semarang, dimulai dari tanggal 1 Februari sampai 29 Februari 2012.
1.5. Metodologi
Untuk mendapatkan data penulisan laporan praktek kerja lapangan ini diperlukan metode atau cara
kerja yang baik dan sesuai. Metodologi adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh penulis
untuk menganalisis, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi (Keraf, 1997).
Untuk memperoleh data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis menggunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. 1. Metode WawancaraPenulis mengajukan pertanyaan kepada analis mengenai proses pengujian surfaktan anion pada air
limbah secara MBAS dan cara penentuan kadar surfaktan anion menggunakan spektrofotometer UV-
Vis.
1. 2. Metode EksperimenData diperoleh dengan melakukan pengujian dengan metode MBAS dan spektrofotometri UV-Vis.
1. 3. Metode PustakaPenulis mencari sumber pustaka seperti buku, jurnal dan sumber bacaan lain untuk menunjang
penulisan laporan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
-
7/22/2019 Detergen MBAS
3/19
2.1. Air
Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air merupakan sumber daya alam
yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat
bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Air di bumi tidak pernah terdapat dalam keadaan murni bersih, tetapi selalu ada senyawa atau
mineral lain yang terlarut di dalamnya. Sebagai contoh, air hujan yang digunakan atau
dimanfaatkan sebagai air aki dan air yang diambil dari mata air di pegunungan yang langsung
diminum (Wardhana, 1995).
2.2. Air Limbah
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995, Limbah cair
adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan/industri yang dibuang ke lingkungan
dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Limbah cair terdiri dari limbah industri (industri skala besar dan skala kecil) dan limbah domestik.
Hindarko (2003) menyatakan bahwa air limbah adalah air yang tersisa setelah makhluk hidup
melakukan suatu aktifitas. Air limbah selalu mengalami fluktuasi setiap hari karena berbagai
aktifitas makhluk hidup, khususnya manusia.
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber. Sugiharto (1987) mengklasifikasikan sumber-sumber
air limbah sebagai berikut:
1. Air limbah rumah tangga (domestic waste)
Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah
perdagangan. Jumlah aliran air limbah di daerah perumahan tergantung dari luas daerah yang
ditempati, kepadatan penduduk serta ada atau tidaknya daerah industri. Selain dari perumahan
atau perdagangan, daerah kelembagaan dan rekreasi juga dikategorikan sebagai pemasok air
limbah rumah tangga.
2. Air limbah industri (industrial waste)
Air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi, tergantung dari jenis dan besar-kecilnya
industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air serta derajat pengolahan air
limbah yang ada pada masing-masing industri. Sebanyak 85-95 % dari jumlah air yang dipergunakan
adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan air limbah. Apabila industri
tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya, maka jumlahnya akan lebih kecil.
3. Air limbah rembesan dan tambahan
Bila hujan turun di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam
saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka
limpahan air hujan akan bergabung dengan saluran air limbah. Selain masuk melalui limpahan, airhujan juga diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan merembes ke dalam tanah. Apabila permukaan air
-
7/22/2019 Detergen MBAS
4/19
tanah bertemu dengan saluran air limbah, maka mungkin terjadi penyusupan air tanah ke saluran
limbah melalui sambungan-sambungan pipa atau celah-celah yang ada (Sugiharto,1987).
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau pencemar untuk
dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu air (Kristianto, 2002).
Tabel 1. Sifat-sifat Fisik, Kimia, Biologis dan Air Limbah serta sumber asalnya (Sugiharto, 1987).
Sifat-sifat air limbah Sumber asal air limbah
Sifat fisik :
Warna
Bau
Endapan
Temperatur.
Kandungan bahan kimia :
Organik ;
Karbohidrat
Minyak, lemak, gemuk
Pestisida
Fenol
Protein
Deterjen
Lain-lain
Anorganik :
Kesadahan
Klorida
Logam berat
Nitrogen
Fosfor
Belerang
Bahan-bahan beracun
Air buangan rumah tangga dan industri sertabangkai benda organis.
Pembusukan air limbah dan limbah industri.
Penyediaan air minum, air limbah rumah tangga
dan industri, erosi tanah, aliran air rembesan.
Air limbah rumah tangga dan industri.
Air limbah rumah tangga, perdagangan serta
limbah industri.
Air limbah rumah tangga, perdagangan serta
limbah industri.
Air limbah pertanian.
Air limbah industri.
Air limbah rumah tangga, perdagangan.
Air limbah rumah tangga, industri
Bangkai bahan organik alamiah.
Air limbah dan air minum serta rembesan air
tanah.
Air limbah dan air minum rumah tangga,
rembesan air dan pelunak air.
Air limbah industri.
Air limbah rumah tangga dan pertanian.
Air limbah rumah tangga dan industri serta
pelimpahan air hujan.
Air limbah dan air minum rumah tangga serta air
limbah industri.
-
7/22/2019 Detergen MBAS
5/19
Air limbah industri.
Sumber: Metcalf dan Eddy, 1979
2.4. 2.3 Surfaktan Anion (Deterjen)
Surfaktan-zat aktif permukaan atau tensides- adalah zat yang menyebabkan turunnya tegangan
permukaan cairan, khususnya air. Ini menyebabkan pembentukan gelembung dan pengaruh
permukaan lainnya yang memungkinkan zat-zat ini bertindak sebagai zat pembersih atau
penghambur dalam industri dan untuk tujuan rumah tangga (Connell, 1995).
Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan organik yang berperan
sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan
permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci
terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air (Effendi, 2003).
Surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu surfaktan anion, surfaktan kationik, surfaktan
nonionik dan surfaktan amphoteric (zwitterionic) (Effendi, 2003).
Untuk keperluan rumah tangga digunakan kelompok surfaktan anion (deterjen). Telah dikenal dua
macam deterjen anion, yakni alkil sulfonat linear dan alkil benzene sulfonat (Sastrawijaya, 1991).
Bentuk deterjen merupakan salah satu jenis bahan pembersih yang digunakan untuk mengurangi
kotoran dari pakaian, piring, dan barang lainnya (Sawyer, 1967).
2.3.1 Deterjen Sintetis
Setelah Perang Dunia II, dikembangkan deterjen sintetis. Seperti sabun, deterjen adalah
surfaktan anion-garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3-Na+ dan ROSO3-
Na+). Deterjen sintetis mempunyai keunggulan dalam hal tidak mengendap bersama ion logam
dalam air sadah (Fessenden, 1986).
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam
menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik (Achmad,
2004).
Salah satu deterjen sintetis yang digunakan adalahp-alkilbenzenasulfonat (ABS) dengan gugus alkil
yang sangat bercabang. Bagian alkil senyawa ini disintesis dengan polimerisasi propilena dan
dilekatkan pada cincin benzene dengan reaksi alkilasi Friedel-Craft. Sulfonasi yang disusul dengan
pengolahan basa, menghasilkan deterjen itu (Fessenden, 1986).
Rumus bangun Alkil Benzena Sulfonat (ABS)
Gambar 2.1 reaksi pembentukan ABS
-
7/22/2019 Detergen MBAS
6/19
ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai
disebabkan adanya rantai bercabang pada strukturnya. Dengan tidak terurainya secara biologi
deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa
(Achmad, 2004). Deterjen ini lolos lewat instalasi pengolahan limbah tanpa berubah, sehingga
menyebabkan sungai berbusa-busa dan dalam beberapa hal, bahkan menyebabkan air PAM berbusa.
Pada tahun 1965, industri mengubahnya menjadi deterjen yang biodegradable, seperti senyawa
Alkil Linear Sulfonat (LAS) dengan rantai menerus sebagai ganti rantai bercabang (Fessenden,
1986). Secara sederhana, digambarkan seperti ini:
Gambar 2.2 Struktur LAS
Sejak LAS menggantikan penggunaan ABS dalam deterjen, masalah-masalah yang timbul seperti
penutupan permukaan air oleh gumpalan busa dapat dihilangkan dan toksisitasnya terhadap ikan di
perairan telah banyak dikurangi (Achmad, 2004).
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut :
a. Surfaktan (Surface active agent)
Zat aktif permukaan mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka
lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Berupa anion (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS,
Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS,Alpha Olein Sulfonate/AOS), kationik (Garam Ammonium),
Nonionik (Nonyl Phenol Polyethoxyle), Amfoterik (Acyl Ethylenediamines).
b. Builder (Pembentuk)
Zat yang berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan
mineral penyebab kesadahan air. Berupaphosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STTP). Asetat
(Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tertra Acetate/EDTA) dan Sitrat (asam sitrat).
c. Filler (Pengisi)
Bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi
menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan
harga. Contoh: Sodium sulfate.
d.Additivies (Zat Tambahan)
Bahan suplemen/tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.
Additivies ditambahkan untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium
chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh deterjen ke
dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci. Wangi-wangian atau parfum
dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pelarut (Admin, 2010).
2.3.2 Toksisitas Deterjen
-
7/22/2019 Detergen MBAS
7/19
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek
lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi. Tanpa mengurangi
makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia
yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan
maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders,
diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungannya (Admin, 2010).
Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa diperairan. Meskipun tidak
bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan
absorpsi oksigen di perairan (Effendi, 2003).
Pengaruh lingkungan yang paling jelas adalah adanya busa pada aliran sungai. Hynes dan Roberts
(1962), dalam studi aliran sungai di Inggris yang menerima limbah air mengandung surfaktan (2-4
ppm) tidak dapat mendeteksi perubahan apa pun dalam struktur komunitas biota air karena
surfaktan (Connell, 1995).
Deterjen keras berbahaya bagi ikan biarpun konsentrasinya kecil, misalnya natrium dodesil benzene
sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm. Tanaman air juga dapat menderita jika
kadar deterjen tinggi. Kemampuan fotosintetis dapat terhenti (Sastrawijaya, 1991).
Permasalahan juga ditimbulkan oleh deterjen yang mengandung banyak polifosfat yang merupakan
penyusun deterjen yang masuk ke badan air. Poliposfat dari deterjen ini diperkirakan memberikan
kontribusi sekitar 50 % dari seluruh fosfat yang terdapat diperairan. Keberadaan fosfat yang
berlebihan menstimulir terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan (Effendi, 2003).
2.4 Penentuan Surfaktan dengan Metilen Biru
Metode ini membahas tentang perpindahan metilen biru yaitu larutan kationik dari larutan air ke
dalam larutan organik yang tidak dapat campur dengan air sampai pada titik jenuh (keseimbangan).
Hal ini terjadi melalui formasi (ikatan) pasangan ion antara anion dari MBAS (methylene blue active
substances) dan kation dari metilen biru. Intensitas warna biru yang dihasilkan dalam fase organik
merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah surfaktan). Surfaktan anion adalah salah
satu dari zat yang paling penting, alami dan sintetik yang menunjukkan aktifitas dari metilen biru.Metode MBAS berguna sebagai penentuan kandungan surfaktan anion dari air dan limbah, tetapi
kemungkin adanya bentuk lain dari MBAS (selain interaksi antara metilen biru dan surfaktan anion)
harus selalu diperhatikan. Metode ini relatif sangat sederhana dan pasti. Inti dari metode MBAS ini
ada 3 secara berurutan yaitu: Ekstraksi metilen biru dengan surfaktan anion dari media larutan air
ke dalam kloroform (CHCl3) kemudian diikuti terpisahnya antara fase air dan organik dan
pengukuran warna biru dalam CHCl3dengan menggunakan alat spektrofotometri pada panjang
gelombang 652 nm (Franson, 1992). Batas deteksi surfaktan anion menggunakan pereaksi
pengomplek metilen biru sebesar 0,026 mg/L, dengan rata-rata persen perolehan kembali 92,3%
(Rudi dkk., 2004).
-
7/22/2019 Detergen MBAS
8/19
2.5 Analisis Spektrofotometri pada Metode MBAS
Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi radiasi
elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi tersebut menyebabkan energi diserap
atau dipancarkan oleh partikel dan dihubungkan pada konsentrasi analit dalam larutan. Prinsip
dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah ketika molekul mengabsorbsi radiasi UV atau visible
dengan panjang gelombang tertentu, elektron dalam molekul akan mengalami transisi atau
pengeksitasian dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi dan sifatnya
karakteristik pada tiap senyawa. Penyerapan cahaya dari sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi
apabila energi radiasi yang dipancarkan pada atom analit besarnya tepat sama dengan perbedaan
tingkat energi transisi elektronnya (Rudi,2004).
Metilen biru digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan pewarna organik yang
berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila oksigen pada sampel (air yang tercemar
yang sedang dianalisis) telah habis dipergunakan (Mahida, 1981).
Surfaktan anion bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang terlarut
dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang diukur setara dengan kadar surfaktan anion
(Anonim, 2009).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Sampel, Alat dan Bahan
3.1.1 Sampel
Sampel yang akan dianalisis adalah sampel air limbah dari berbagai sumber. Bentuk sampel berupa
cairan tak berwarna yang dikemas dalam botol plastik.
3.1.2 Alat
Alat-alat yang dipergunakan dalam proses analisis meliputi:
1. Spektrofotometer U-20102. Labu ukur 100 mL3. Corong pisah4. Pipet volume 25 mL dan 50 mL5. Beker glass 250 mL6. Filler pipet7. Gelas ukur 50 mL8. Erlenmeyer 100 mL
-
7/22/2019 Detergen MBAS
9/19
3.1.3 Bahan
Air Suling Larutan methylene blue
Larutkan 0,05g methylene blue lalu tambahkan 50g NaH2(PO4)2.H2O ke dalam labu ukur 1000 mL
kemudian tambahkan 6,8 mL asam sulfat (p.a), ditepatkan hingga tanda tera.
Larutan PencuciLarutkan 50 g Natrium dihidrogen fospat / NaH2(PO4)2.H2O kedalam labu ukur 1000 mL, penambahan
asam sulfat (p.a). Ditambahkan air suling hingga garis tera.
Kloroform Larutan induk detergen 1000 mg/L ASL
Larutkan 0,5 g ASL 100% aktif atau Natrium Lauril Sulfat ( C12H25OSO3Na) dalam labu ukur 500mL ,
ditepatkan hingga garis tera , disimpan dalam lemari es untuk menghindari biodegradasi, jika perlu
dibuat seminggu sekali.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Larutan induk detergent diambil sebanyak 0, 250, 500, 750 dan 1000 mL dan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL, ditambahkan air suling hingga tanda tera, kemudian diaduk hingga
homogen. Diperoleh kadar 0,00; 0,2; 0,4; 1,0; 1,2 dan 2,0 mg/L MBAS.
2. Larutan baku diambil dengan volum masing masing 100 mL dan dimasukkan ke dalamcorong pemisah 30 mL.
3. Ditambahkan larutan biru methylene sebanyak 25mL.4. Ditambahkan 10 mL CHCl3, digojog kuat kuat selama 30 detik , sekali kali buka tutup
corong untuk mengeluarkan gas.
5. Didiamkan hingga terjadi pemisahan fase, corong pemisah digoyang perlahan lahan, jikaterbentuk emulsi, tambahkan sedikit isopropil alkohol (10 mL), lapisan bawah (CHCl3)
dikeluarkan dan ditampung dalam corong pemisah lain.
6. Ekstraksi diulangi seperti butir 4 dan 5 sebanyak 2 kali dan larutan ekstrak digabung denganlarutan ekstrak pada butir 5.
7. Ditambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam larutan ekstrak (kloroform gabungan) dandigojog kuat kuat selama 30 detik.
8. Didiamkan sampai terjadi pemisahan fase, corong digoyangkan perlahan lahan, lapisanbawah (Chloroform) dikeluarkan melalui serabut kaca, dimasukkan ke dalam labu ukur (jaga
agar lapisan air tidak terbawa).
-
7/22/2019 Detergen MBAS
10/19
9. Ekstraksi diulangi terhadap larutan pencuci dengan kloroform seperti butir 4 dan 5 sebanyak2 kali.
10.Serabut kaca dicuci dengan kloroform sebanyak 5 mL dan digabung dengan larutan ekstrakdiatas.
11.Larutan ekstrak dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan kloroform sampaitanda tera.
12.Larutan ekstrak dimasukkan kedalam cuvet pada alat spektrofotometer , dibaca dan dicatatabsorbansinya pada panjang gelombang 652 nm, pembacaan dilakukan tidak lebih dari 3 jam
setelah ektraksi.
13.Apabila perbedaan hasil pengukuran serapan masuk secara duplo lebih besar dari 2% periksaalat dan ulangi pekerjaan dari langkah awal, apabila lebih kecilatau sama dengan 2% , rata
ratakan hasil.
14.Kurva kalibrasi dibuat dari data 13 dan ditentukan persamaan garisnya.3.2.2 Prosedur Uji Kadar Surfaktan
1. Sampel diambil masing masing 100 mL dan dimasukkan ke dalam corong pemisah 500 mL.2. Ditambahkan larutan biru methylene sebanyak 25 mL.3. Ditambahkan 50 mL kloroform , digojog kuat kuat selama 30 detik , sekali kali buka tutup
corong untuk mengeluarkan gas.
4. Didiamkan hingga terjadi pemisahan fase, corong pemisah digoyangkan perlahan lahan.5. Ditambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam larutan ekstrak (kloroform gabungan) dan
digojog kuat kuat selama 30 detik.
6. Didiamkan sampai terjadi pemisahan fase, digoyang perlahan lahan , lapisan bawah(kloroform) dikeluarkan melalui serabut kaca, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL (jaga
agar lapisan air tidak terbawa).
7. Larutan ekstrak dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer , dibacan dandicatat absorbansinya pada panjang gelombang 652 nm, pembacaan dilakukan tidak lebih
dari 3 jam setelah ektraksi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penentuan kadar surfaktan anion dalam sampel air limbah dengan menggunakan metode MBAS
secara spektrofotometri menggunakan panjang gelombang 652 nm. Terlebih dahulu dilakukan
pengukuran absorbansi dari larutan standar MBAS yang telah dibuat sebelumnya. Tabel 4.1
memperlihatkan nilai absorbansi dari larutan standar MBAS. Gambar 4.1 memperlihatkan kurvakalibrasi standar dari larutan standar MBAS.
-
7/22/2019 Detergen MBAS
11/19
4.1.1 larutan Standar
Tabel 2 Absorbansi larutan standar MBAS
Konsentrasi Standar (ppm) Absorbansi
0
0,2
0,4
0,8
1,2
2,0
0
0,132
0,254
0,482
0,731
1,222
Sumber : Data primer hasil pengujian
Gambar 4.1 Kurva kalibrasi larutan standar MBAS
Berdasarkan pengukuran larutan standar MBAS, maka didapatkan kurva kalibrasi pada gambar 4.1.
Larutan standar MBAS yang telah diukur mempunyai persamaan y = 0,607x + 0,004 dengan nilai
koefisien korelasi (r) sebesar 0,999.
4.1.2 Hasil Pembacaan Spektrofotometri pada Sampel
Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi
RK.II.8
RK.II.10
PA.49
PA.50
PA.51
UD.II.34
IN.16
UD.II.34-2
PA.51+0,4 SPIKE
0,0134
1,5783
0,0218
0,8188
0,2115
0,2390
1,3101
0,2686
0,6681
0,0192
0,9640
0,0133
0,5001
0,1292
0,1460
0,8002
0,1641
0,4081
Tabel 3. Data absorbansi dan konsentrasi sampel
4.1.3 Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan menghitung harga RPD (Relative
Percent Different)dan % Recovery. Harga RPD merupakan Kontrol Mutu Hasil Uji (IQC) untukmengetahui ketelitian (presisi) hasil analisis sedangkan % recovery digunakan untuk kontrol akurasi,
-
7/22/2019 Detergen MBAS
12/19
untuk mengetahui adanya gangguan matrik. Harga RPD kemudian dicocokkan dengan tabel Horwirtz
.Kebijakan di laboratorium Pengujian BBTPPI Semarang % recoveryyang dijinkan berkisar antara
85% dan 115 %. Angka ini dapat ditinjau ulang sejalan dengan penerapan kebijakan continously
improvement yang diterapkan di laboratorium.
Perhitungan RPD (Relative Percent Different)Pada pengukuran konsentrasi dilakukan 2 kali pengukuran dalam suatu sampel (duplo) yaitu pada
sampel UD.II.34, sehingga:
dimana rata-rata=
RPD digunakan untuk mengetahui presisi data yang diperoleh pada pengukuran sampel. Presisimenunjukkan tingkat reliabilitasdari data yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari standar deviasi
yang diperoleh dari pengukuran, presisi yang baik akan memberikan standar deviasi yang kecil danbias yang rendah. Dalam tabel Horwitz (lihat lampiran) konsentrasi dalam kisaran 0,2 ppm tidak
boleh mempunyai nilai RPD lebih dari 14,5 % jadi, nilai RPD 11,66 % sudah memenuhi standar
analisis.
Perhitungan% recovery (Persen Temu Balik)dengan pengertian:
A adalah Kadar contoh uji yang di spike (mg/L);
B adalah Kadar contoh uji yang tidak di spike (mg/L);
C adalah Kadar standar yang diperoleh (target value) (mg/L);
dengan,
dengan pengertian:
Y adalah volume standar yang ditambahkan (mL);
Z adalah kadar standar MBAS yang ditambahkan (mg/L);
V adalah volume akhir (mL).
Maka:
recoverydigunakan untuk mengetahui keakuratan data yang diperoleh dari kesesuaian antara hasil
uji dengan perolehan kembali standar yang ditambahkan agar mengetahui efek matriks pada sampel
yang dilakukan dengan cara contoh uji diperkaya menggunakan larutan baku dengan kadar tertentu.
4.2 Pembahasan
4.2.1. Preparasi dan Penentuan Kurva Kalibrasi Pada Larutan Standar MBAS
-
7/22/2019 Detergen MBAS
13/19
Kurva kalibrasi merupakan grafik yang menyatakan hubungan kadar larutan baku dengan hasil
pembacaan absorbansi larutan, yang biasanya merupakan garis lurus. Dalam pembuatan kurva
kalibrasi standar MBAS yang harus dilakukan adalah membuat beberapa larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya dari analit yang akan ditentukan konsentrasinya dalam sampel. Fungsi dari
larutan standar ini adalah sebagai standar dalam pengukur analit yang nantinya hasilnya akan
diplotkan pada kurva standar untuk menentukan nilai regresi dari kurva.
Dalam analisis ini digunakan konsentrasi larutan standar MBAS yang diperoleh melalui pengenceran
larutan induk LAS 1000 ppm dengan menggunakan persamaan V1 . N1= V2. N2sehingga didapatkan
larutan standar MBAS dengan konsentrasi 0; 0,2 ; 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; dan 2,0 ppm. Larutan standar
untuk membuat kurva kalibrasi ini harus baru dan setiap analisis harus dibuat lagi karena sifatnya
yang tidak stabil dalam waktu yang lama.
Larutan standar yang telah dibuat, terlebih dahulu diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap
larutan sampel agar didapatkan hasil yang maksimal dalam pengukuran absorbansi. Nilai absorbansi
yang didapat kemudian dibuatkan kurva kalibrasinya versus nilai konsentrasi larutan standar
sehingga akan didapatkan nilai koefisien korelasi (r). Jika nilai regresi tersebut mendekati 1 atau >
0,95 (di Lab. Pengujian BBTPPI nilai R minimum adalah 0,998) maka dapat dikatakan bahwa hasil
dari pembuatan larutan standar memiliki tingkat keakuratan yang cukup baik, karena data regresi
yang dihasilkan sudah mendekati data sebenarnya atau memiliki selisih yang cukup kecil.
4.2.2. Ekstraksi Pelarut MBAS
Setelah penentuan kurva kalibrasi larutan standar, selanjutnya dilakukan ekstraksi pelarut pada
sampel limbah. Prinsipnya adalah distribusi zat berdasarkan kelarutan terhadap pelarut yang
ditambahkan. Tujuan dari perlakuan ini adalah agar surfaktan anionic terikat dengan metilen biru
dan terlarut dalam fase kloroform. Pada saat dilakukan penggojogan, akan timbul gelembung-
gelembung yang merupakan emulsi sebab air limbah lebih kompleks kandungan materinya. Jika
kadar surfaktan anion dalam sampel limbah tinggi, maka akan menunjukkan warna biru pekat pada
fase kloroform setelah digojog.
Struktur metilen biru adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Struktur metilen biru
Struktur dari LAS adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Struktur deterjen LAS
Ikatan yang terbentuk antara metilen birudengan Linier Alkyl Sulfonate (LAS) adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.4 Struktur ikatan metilen biru dengan LAS
Sisi dari metilen biru yang akan berikatan dengan LAS adalah di bagian cincin yang mengandung S
bermuatan positif. Akibatnya untuk dapat berikatan dengan metilen biru, gugus sulfonil dari LAS
-
7/22/2019 Detergen MBAS
14/19
harus melepaskan ion Na terlebih dahulu sehingga O yang awalnya berikatan dengan Na+akan
menjadi O bermuatan negatif. Gugus S+dari metilen birujuga dapat terikat pada O-dari LAS pada
posisi O nomer 2 dan O nomer 3 asalkan gugus O mampu beresonansi menghasilkan O parsial negatif
yang mampu berikatan dengan S parsial positif.
4.2.3. Penentuan Kadar MBAS dengan Spektrofotometer UV-Vis
Prinsipnya adalah surfaktan anion akan berikatan dengan metilen birumembentuk senyawa
kompleks berwarna biru yang larut dalam fase kloroform ketika diekstraksi dan dibaca
konsentrasinya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 675 nm.
Absorbansi suatu zat menunjukkan kemampuan dari zat tersebut untuk menyerap radiasi
elektromagnetik pada panjang gelombang maksimum. Konsentrasi adalah jumlah zat terlarut dalam
setiap satuan larutan atau pelarut. Absorbansi yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi
larutan standar yaitu semakin besar konsentrasi yang digunakan, maka absorbansinya juga semakin
besar. Setelah dilakukan penentuan kurva kalibrasi larutan standar MBAS maka didapatkan nilai
regresi. Regresi dapat digunakan untuk analisis jika nilai regresi tersebut mendekati 1 atau > 0,95
maka dapat dikatakan bahwa hasil dari pembuatan larutan standar memiliki tingkat keakuratan
yang baik.
Dilakukan penentuan kadar MBAS dalam air limbah sehingga diperoleh data konsentrasi MBAS dalam
sampel. Dari data tersebut kemudian dilakukan standar pengujian atau IQC (Internal Quality
Control) yaitu dengan menghitung harga RPD dan Recoverinya ini merupakan standar pengujian
yang diberlakukan di laboratorium BBTPPI. Penghitungan Recovery dilakukan untuk mengetahui
tingkat keakuratan data yang diperoleh pada kesesuaian antara hasil uji dengan perolehan kembali
dari standar yang ditambahkan agar mengetahui efek matriks pada sampel yang dapat dikatakan
sebagai tingkat akurasi, sedangkan RPD dibuat untuk mengetahui presisi atau ketelitian data yang
diperoleh pada pengukuran sampel, presisi yang baik akan memberikan standar deviasi yang kecil
dan bias yang rendah (Tahrir, 2008).
Dari perhitungan diperoleh nilai RPD hasil analisis sebesar 11,66%. Pada tabel Horwitz (lihat
lampiran) dalam kisaran konsentrasi 0,2 ppm nilai RPD tidak boleh lebih dari 14,5 % jadi nilai RPD
11,66 % sudah memenuhi standar mutu, sedangkan nilai Recoverypada analisis ini adalah sebesar
114,15 %. Dari nilai RPD dan Recovery yang diperoleh dapat dikatakan memiliki tingkat presisi yang
cukup baik karena jika dilihat dari data pengulangan yang dilakukan, kesalahan acak yang
ditimbulkan cukup kecil hal ini ditunjukkan dengan nilai RPD yang mendekati nilai 0, dan jika
dilihat data %Recoverinyamaka kurang akurat karena nilai tersebut berada sangat dekat dengan
batas atas %recovery, yakni 115%, pada diagram control chart. Dari nilai %recoverytersebut, juga
menunjukkan adanya matriks pengganggu yang cukup banyak.
-
7/22/2019 Detergen MBAS
15/19
Dalam analisis penentuan kadar surfaktan anion diperoleh hasil bahwa kadar surfaktan anion atau
deterjen pada semua sampel limbah yang dianalisis masih memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004, yakni dibawah 5
mg/L air limbah.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Deterjen merupakan salah satu senyawa organik yang berasal dari buangan industri yang berbahaya
bagi lingkungan dan manusia. Kadar deterjen dalam suatu air limbah dapat diuji dengan MBAS
menggunakan metode Spektrofotometri Uv-Vis sedangkan prinsip metode ini adalah Prinsipnya
adalah surfaktan anionik akan berikatan dengan methylene blue membentuk senyawa kompleks
berwarna biru yang larut dalam fase kloroform ketika diekstraksi dan dibaca konsentrasinya
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 675 nm. Dari analisis tersebut
diperoleh nilai konsentrasi deterjen dalam air limbah sebesar 0,2390 ppm dan 0,2686 ppm, masih
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10
Tahun 2004, yakni dibawah 5 mg/L air limbah. Data yang telah diperoleh dilakukan IQC (Internal
Quality Control) yaitu dengan menghitung harga RPD dan %Recoverinya. Harga RPD yang diperoleh
11,6% sedangkan harga %Recoverinya sebesar 114,15%. Hasil tersebut menunjukkan data yang
presisi namun kurang akurat.
5.2. Saran
Dalam analisis kadar deterjen, penggojogan sampel dan metilen biru saat proses ekstraksi pelarut
harus sempurna agar deterjen benar-benar terekstrasi dari sampel. Bila hasil ekstraksi terlalu
pekat, dapat diencerkan agar diperoleh hasil pembacaan absorbansi yang sesuai dengan rangekurva
kalibrasi.
a akan didapatkan eter UV-VIS
DAFTAR PUSTAKA
Abel, P.D., 1974, Toxicity of Synthetic Detergents to Fish aquatic Invertebrates, J.Fish, Biol
Achmad, Rukaesih, 2004, Kimia Lingkungan, Edisi kesatu, ANDI : Yogyakarta
-
7/22/2019 Detergen MBAS
16/19
Admin, 2010, Pencemaran Limbah Detergent, Dampak dan Penanganan Limbah Detergent,
platika.blogspot [18 Februari 2012]
Anonim, 2009, Mengetahui Dampak Air Limbah Deterjen Terhadap Organisme Air.
(http://tutorjunior.blogspot.com)[18 Februari 2012]
Connel, D.W.; miller, G.J., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, UI-Press: Jakarta
Effendi, H, 2003, Telaah kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan,
Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
Fessenden, Ralph, 1986, Kimia Organik, edisi ketiga, Wadsworth, Inc., Belmont: California; a.b. :
Pudjaatmaka, A.H., Erlangga : Jakarta
Hindarko, S., 2003, Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain, ESHA, Jakarta
Justitia, Maya, 2011,Analisis Surfaktan Anionik (Deterjen) Pada Limbah Cair DomestikMenggunakan Metode MBAS, Skripsi Program Diploma III Analisis Farmasi dan Makanan Fakultas
Farmasi USU, Medan
Kristianto, P., 2002, Ekologi Industri, LPPM, Penerbit ANDI , Yogyakarta
Metcalf, R., Eddy, I., 1979, Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Re-use, McGraw-Hill
Company, New York
Rudi, La, Suratno, W., dan Paundanan, J., 2004, Perbandingan Penentuan Surfaktan Anionik
Dengan Spektrofotometer UV-ST Menggunakan Pengompleks Malasit hijau Dan Metilen biru, Jurnal
Kimia Lingkungan,Vol. 6 No. 1, Surabaya: Universitas Airlangga
Sastrawijaya, A. T., 1991, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta
Sawyer, C. N., McCarthy, P. L., and Parkin, G. F.,1967, Chemistry for theEnvironmental
Engineering and Science, McGraw-Hill Company, Singapore
Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengelolahan Air Limbah, Edisi Pertama, UI Press, Jakarta
Supriyono, E.; Takashima, F.; Strussman, C.A., 1998, Toxicity of LAS to Juvenile Kuruma Shrimp,
Penaeus japonicus : A Histopathological Study On Acute and Subchronic Levels, Journal of Tokyo
University of Fisheries, Japan, Vol. 85- 1-10
http://tutorjunior.blogspot.com/http://tutorjunior.blogspot.com/http://tutorjunior.blogspot.com/http://tutorjunior.blogspot.com/ -
7/22/2019 Detergen MBAS
17/19
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
TABEL HORWITZ
KONSENTRASI
(mg/L) atau (ppm)
RPD
(%)
KONSENTRASI
(mg/L) atau (ppm)
RPD
(%)
100 5,0 0,1 15,0
10 7,0 0,09 15,7
9 7,4 0,08 16,3
8 7,9 0,07 17,6
7 8,3 0,06 17,7
6 8,8 0,05 18,3
5 9,2 0,04 19,0
4 9,7 0,03 19,7
3 10,1 0,02 20,3
2 10,6 0,01 21,0
1 11,0 0,009 22,0
0,9 11,4 0,008 23,0
0,8 11,9 0,007 24,0
-
7/22/2019 Detergen MBAS
18/19
0,7 12,3 0,006 25,0
0,6 12,8 0,005 26,0
0,5 13,2 0,004 27,0
0,4 13,7 0,003 28,0
0,3 14,0 0,002 29,0
0,2 14,5 0,001 30,0
0,1 15,0 0,0001 43,0
LAMPIRAN 2
Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar LAS
Larutan standar untuk pembuatan kurva kalibarasi dibuat dari larutan induk LAS 1000 ppm sebanyak
1000 mL, dengan rumus V1.N1 = V2.N2
Keterangan: V1= Volume yang diambil dari larutan yang tersedia (mL)
N1= Konsentrasi awal larutan yang tersedia (ppm)
V2= Volume larutan yang ingin dibuat (mL)
N2= Konsentrasi larutan yang ingin dibuat (ppm)
Larutan yang ingin dibuat: 0 ppm; 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,8 ppm; 1,2 ppm; 2,0 ppm
Konsentrasi 0 ppmV1.N1 = V2.N2
V1 1000 = 500 0
V1= 0 : 1000
V1= 0
-
7/22/2019 Detergen MBAS
19/19
Konsentrasi 0,2 ppmV1.N1 = V2.N2
V1 1000 = 500 0,2
V1= 100 : 1000
V1= 0,1
Konsentrasi 0,4 ppmV1.N1 = V2.N2
V1 1000 = 500 0,4
V1= 200 : 1000
V1= 0,2
Konsentrasi 0,8 ppmV1.N1 = V2.N2
V1 1000 = 500 0,8
V1= 400 : 1000
V1= 0,4
Konsentrasi 1,2 ppm Konsentrasi 2,0 ppmV1.N1 = V2.N2 V1.N1= V2.N2
V1 1000 = 500 1,2 V1x 1000 = 500 x 2,0
V1= 600 : 1000 V1= 1000 : 1000
V1= 0,6 V1 = 1