Delirium..

14
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Delirium merupakan suatu kondisi yang dikarakterisasikan dengan adanya  perubahan kognitif akut dan gangguaan pada sistem kesadaran manusia. Delirium  bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan bermanifestasi klinis  pada abnormalitas neuropsikiatri. 1  Prevalensi delirium pada kondisi medis umum dan pasien operasi diperkirakan sebesar 10 sampai 15% dan sedikit lebih tinggi pada lansia yaitu sebesar 15-20%. Walaupun umur merupakan faktor risiko, namun delirium lebih sering terjadi pada lansia dan gangguan status mental. Prosedur invasive dan ekstensif juga dapat meningkatkan risiko delirium.  Pada pasien ICU (  Intensif care unit)  sering mengalami delirium, dengan angka kejadian mencapai 80% sebagaimana telah dilaporkan, mungkin mereflesikan tingkat keparahan dan kompleksnya penyakit yang mendasari. 2  1.2. TUJUAN Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori delirium dan mengetahui tanda/gejala, penegakan diagnosa serta penanganan delirium. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.3. MANFAAT Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun  pembaca khususnya dari peserta P3D untuk mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang ditemui di lapangan.

description

background

Transcript of Delirium..

  • 5/21/2018 Delirium..

    1/14

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Delirium merupakan suatu kondisi yang dikarakterisasikan dengan adanya

    perubahan kognitif akut dan gangguaan pada sistem kesadaran manusia. Delirium

    bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang

    terdiri atas berbagai macam gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium

    didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan bermanifestasi klinis

    pada abnormalitas neuropsikiatri.1

    Prevalensi delirium pada kondisi medis umum dan pasien operasi diperkirakan

    sebesar 10 sampai 15% dan sedikit lebih tinggi pada lansia yaitu sebesar 15-20%.

    Walaupun umur merupakan faktor risiko, namun delirium lebih sering terjadi pada

    lansia dan gangguan status mental. Prosedur invasive dan ekstensif juga dapat

    meningkatkan risiko delirium.Pada pasien ICU (Intensif care unit)sering mengalami

    delirium, dengan angka kejadian mencapai 80% sebagaimana telah dilaporkan,

    mungkin mereflesikan tingkat keparahan dan kompleksnya penyakit yang mendasari.

    2

    1.2. TUJUAN

    Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori delirium

    dan mengetahui tanda/gejala, penegakan diagnosa serta penanganan delirium.

    Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program

    Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Sumatera Utara.

    1.3. MANFAAT

    Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun

    pembaca khususnya dari peserta P3D untuk mengintegarasikan teori yang ada dengan

    aplikasi kasus yang ditemui di lapangan.

  • 5/21/2018 Delirium..

    2/14

    2

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi

    Delirium didefinisikan sebagai kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa

    penurunan fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat

    reversibel. Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi

    secara klinis berupa kelainan neuro psikiatri.1

    2.2. Frekuensi

    Delirium umum terjadi di Amerika Serikat, ditemukan sebanyak 14-56% dari

    pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit. Delirium terjadi pada 10-22% dari

    pasien lanjut usia pada saat masuk rumah sakit, dengan 10-30% kasus

    berkembang setelah masuk rumah sakit. Delirium telah ditemukan pada 40%

    pasienyang dirawat di unit perawatan intensif. Prevalensi delirium pasca operasi

    sebanyak 5-10% dan sebanyak 42% setelah operasi ortopedi. Sebanyak 80%

    pasien mengalami delirium saat mendekati kematian. Delirium umumnya terjadi

    pada kalangan panti jompo.2

    2.3. Klasifikasi

    Klasifikasi delirium berdasarkan DSM-IV adalah :

    1. Delirium karena kondisi medis umum

  • 5/21/2018 Delirium..

    3/14

    3

    2. Delirium karena intoksikasi zat

    3. Delirium karena sindrom putus zat

    4. Delirium karena etiologi yang multipel

    5. Delirium yang tak terklasifikasikan.1

    2.4. Etiologi

    Seringkali delirium merupakan multifaktorial dalam etiologinya. Dibawah ini

    merupakan multifaktorial etiologi :3

    Penyebab reversible antara lain :

    1.Hipoksia

    2.Hipoglikemia

    3.Hipertermia

    4.Delirium antikolinergik

    5.Putus alkohol atau sedatif

    Perubahan struktural :1.Trauma tertutup kepala atau perdarahan cerebral

    2.Kecelakaan cerebrovaskular antara lain : infark cerebri,perdarahan

    subarachnoid,hipertensif encephalopathy

    3.Tumor kepala primer maupun metastase

    4.Abses otak

    Akibat metabolik

    1. Gangguan air dan elektrolit, gangguan asam basa,hipoksia

    2. Hipoglikemia

    3. Gagal ginjal atau gagal hati

    4. Defisiensi vitamin terutama Thiamine dan cyanocobalamin

    5. Endokrinopati terutama berhubungan dengan tiroid dan paratiroid

  • 5/21/2018 Delirium..

    4/14

    4

    Keadaan hipoperfusi :

    1. Shock

    2. CHF (Congestif heart failure)

    3. Cardiac aritmia

    4. Anemia

    Infeksi :

    1. Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis

    2.

    Ensephalitis3. Infeksi otak yang berhubungan dengan HIV

    4. Septicemia

    5. Pneumonia

    6. UTI (Urinaria tractus infection)

    Toksik :4

    1. Intoksikasi substansi illegal : alkohol,heroin,ganja,LSD

    2.

    Delirium yang dipicu oleh obat antara lain :

    Antikolinergik(Benadryl,tricyclic antidepressant)

    Narkotik (meperidine)

    Hipnotik sedative (benzodiazepine)

    Histamine-2 bloker (cimetidine)

    Kortikosteroid

    Antihipertensif ( methyldopa,reserpine)

    Antiparkinson (levodopa)

    Penyebab lainnya :

    1. Lingkungan yang tidak nyaman bagi pasien demensia menjadi pencetus

    delirium

  • 5/21/2018 Delirium..

    5/14

    5

    2. Retensio urin, gangguan tidur, perubahan lingkungan

    2.5.Patofisiologi

    Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium :

    1. Delirium hiperaktif : didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara

    lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.

    2. Delirium hipoaktif : didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy

    dan hipercapnia.

    3. Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari

    mengantuk tapi pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.

    Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium

    menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik.

    Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic

    encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama

    yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari multipel

    neurotransmiter.

    a. Asetilkolin

    data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari

    neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang

    mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab

    keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga

  • 5/21/2018 Delirium..

    6/14

    6

    muncul gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga

    meningkat.

    b. Dopamine

    Pada otak, muncul hubungan antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada

    delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik, pengobatan simptomatis

    muncul pada pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat

    dopamine.

    c. Neurotransmitter lainnya

    Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati

    hepatikum.

    GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic

    encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level

    ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati,yang menyebabkan peningkatan

    pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan

    precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan

    pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.

    d. Mekanisme peradangan/inflamasi

    Studi terkini menyatakan bahwa peransitokin, seperti interleukin-1dan interleukin-

    6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan

    paparan toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel.

  • 5/21/2018 Delirium..

    7/14

    7

    Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat

    hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

    e. Mekanisme reaksi stress

    Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.

    f. Mekanisme struktural

    Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa

    jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi yang

    lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan

    delirium.Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis

    mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium.

    Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium,mekanismenya

    karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk

    menembus otak.5

    2.6. Tanda dan Gejala Delirium

    Ciri klinis delirium adalah penurunan bentuk perhatian dan membesar dan

    memudarnya jenis kebingungan. Gejala meliputi:

    - Kesadaran yang berkabut

    - Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian

    -

    Disorientasi

    - Ilusi

    - Halusinasi

    - Perubahan kesadaran yang berfluktuasi

  • 5/21/2018 Delirium..

    8/14

    8

    Gejala sering berfluktuasi dalam satu hari, pada banyak kasus, pada siang hari

    terjadi perbaikan, sedangkan pada malam hari tampak sangat terganggu. Siklus

    tidur-bangun sering terbalik.

    Gejala-gejala neurologis diantaranya :

    - Disfasia

    - Disartria

    - Tremor

    - Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia

    -

    Kelainan motorik.2

    2.7. Diagnosis

    Kriteria diagnostik delirium (DSM-IV) adalah:

    - Gangguan kesadaran (berkurangnya kewaspadaan terhadap lingkungan),

    berkurangnya kemampuan dalam memfokuskan, mempertahankan dan

    mengalihkan perhatian.

    - Perubahan kognitif (deficit memori, disorientasi, gangguan berbahasa, dan

    gangguan persepsi) yang terjadi diluar adanya, awal terjadinya atau

    berkembangnya demensia.

    - Gangguan terjadi pada jangka waktu singkat (biasanya antar beberapa jam

    sampai hari) dan cenderung berfluktuasi dalam satu hari.

    - Penemuan yang spesifik dari riwayat, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan

    laboratorium dapat mengindikasikan penyebab gangguan apakah akibat

    fisiologik darii kondisi medis umum, intoksikasi zat, penggunaan obat-obat

    tertentu atau dapat juga timbul oleh lebih dari satu penyebab.2

  • 5/21/2018 Delirium..

    9/14

    9

    Anamnesa yang baik pada pasien delirium dapat menyingkirkan diagnosa

    banding lain, selain itu hasil laboratorium juga dapat memperjelas etiologi dari

    delirium.

    Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :

    1. Darah rutin ; untuk mendiagnosa infeksi dan anemia

    2. Elektrolit ; untuk mendiagnosa rendah atau tingginya elektrolit

    3.

    Glukosa ; untuk mendiagnosa hipoglikemi, ketoasidosis diabetikum, ataukeadaan hiperosmolar non ketotic.

    4. Test hati dan ginjal ; untuk mendiagnosa gagal ginjal atau hati

    5. Analisis urine ; untuk mendiagnosa UTI (Urinary tract infection)

    6. Tes HIV

    7. Level Tiamin dan vit B12

    8. Sedimentasi urin.3

    Tes neuroimaging :

    1. CT Scan kepala

    2.

    MRI berfungsi untuk mendiagnosa dari stroke,perdarahan, dan lesi structural

    Pemeriksaan elektrofisiologi:

    1. Pada delirium,umumnya perlambatan pada ritme dominan posterior dan

    peningkatan aktifitas gelombang lambat pada hasil pencatatan EEG.

  • 5/21/2018 Delirium..

    10/14

    10

    2. Pada delirium akibat putus obat/alkohol, didapatkan peningkatan aktifitas

    gelombang cepat pada pencatatan.

    3. Pada pasien dengan encephalopati hepatikum, didapatkan peningkatan

    gelombang difus.

    4. Pada toksisitas atau gangguan metabolik didapatkan pola gelombang triphasic,

    pada epilepsi didapatkan gelombang continuous discharge, pada lesi fokal

    didapatkan gelombang delta.

    Foto radiologi dada :

    Digunakan untuk melihat apakah terdapat pneumonia atau CHF (Congestive heart

    failure).6

    Test lainnya antara lain :

    1.

    Pungksi lumbal, dilakukan apabila curiga terdapat infeksi susunan saraf pusat.

    2. Pulse oximetry, dilakukan untuk mendiagnosa hipoksia sebagai penyebab

    delirium.

    3. ECG ( elektrokardiogram) dilakukan untuk mendiagnosa iskemia dan aritmia

    sebagai penyebab delirium.8

    2.8. Penatalaksanaan1. Intervensi Nonfarmakologis

    Taget utama adalah meminimalkan faktor lingkungan yang menyebabkan

    delirium, kebingungan dan kesalahan persepsi serta mengoptimalkan stimulasi

    lingkungan.

  • 5/21/2018 Delirium..

    11/14

    11

    2. Intervensi Farmakologis

    Antipsikotik tipikal

    Haloperidol

    Lansia atau delirium hipoaktif dimulai dengan dosis 0.5-1 mg/12 jam.

    Usia muda dan keadaaan agitasi yang berat atau delirium hiperaktif

    digunakan dosis 10 mg/2 jam IV.

    Jika dosis awal tidak efektif maka dapat digandakan 30 menit kemudian

    selama tidak ditemukan efek samping. Pengaruh terhadap jantung

    memberikan gambaran interval QT memanjang pada EKG, sehingga

    pemberian haloperidol disertai dengan monitor EKG.

    Antipsikotik Atipikal

    Risperidon pada lansia dimulai dengan dosis 0.25-0.5 mg/12 jam,

    olanzapin 2.5-5 mg malam hari, quetiapin 12.5 mg malam hari

    (peningkatan dosis bertahap sesuai indikasi). Risperidon dan ziprasidon

    mempunyai efek interval QT memanjang pada EKG. Olazapin dan

    quetiapin alternatif pengganti haloperidol. Olanzapin berisiko

    meningkatan kadar glukosa serum, selain itu olanzapin mempunyai efekantikolinergik potensial yang merupakan kontraindikasi pada delirium.

    Olanzapin dan risperidon tersedia dalam sediaan oral.

    Benzodiazepin

    Pada pasien yang mengalami agitasi dan tidak responsif terhadap

    monoterapi antipsikotik, dapat digunakan diazepam 5-10 mg IV, dapat

    diulang sesuai kebutuhan. Benzodiazepin dapat digunakan sebagai

    monoterapi pada gejala putus alkohol, benzodiazepin, barbiturate, atau

    delirium pasca kejang. Pasien delirium dengan gejala putus alkohol diberi

    tiamin 100 mg/hari dan asam folat 1 mg/hari. Pemberian tiamin

    mendahului pemberian glukosa IV. Benzodiazepin memberikan efek

    sedasi berlebih, depresi pernapasan, ataksia dan amnesia.

  • 5/21/2018 Delirium..

    12/14

    12

    Preparat Anastetik

    Propofol dapat digunakan pada pasien yang tidak responsif terhadap

    psikotropik tipikal. Efek sampingnya berupa depresi pernapasan. Propofol

    bekerja cepat dan waktu paruhnya singkat. Dosis maksimum 75

    g/kg/menit. Efek samping lain berupa hipertrigliseridemia, bradikardi,

    peningkatan enzim pancreas, dan asam laktat.1,2

    2.9. Komplikasi

    -

    Meningkatnya morbiditas dan mortalitas (diperkirakan bahwa ttingkat

    kematian dalam 1 tahun untuk pasien delirium adalah sebesar 50%).

    - Memperpanjang perawatan di rumah sakit

    - Lebih sering terjatuh, dekubitus, pneumonia, malnutrisi

    - Pasien dengan putus alkohol dapat menyebabkan tremen delirium.7

  • 5/21/2018 Delirium..

    13/14

    13

    BAB 3

    KESIMPULAN

    Delirium adalah kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan

    fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel.

    Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi secara klinis

    berupa kelainan neuro psikiatri.1

    Beberapa gejala/tanda umum yang mengarah kepada diagnosis delirium antara

    lain kesadaran yang berkabut, kesulitan mempertahankan atau mengalihkan

    perhatian, disorientasi, ilusi, halusinasi, perubahan kesadaran yang berfluktuasi.

    Selain itu juga dapat dijumpai gejala-gejala neurologis seperti disfasia, disartria,

    tremor, asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia, kelainan motorik.

    Dalam menegakkan diagnosa delirium dapat digunakan kriteria diagnostik

    delirium (DSM-IV). Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik,

    pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

    laboratorium, CT scan, dan MRI untuk mendukung diagnosa.2

    Penatalaksanaan delirium umumnya dengan pendekatan farmakologi dan

    nonfarmakologi. Tatalaksana delirium secara farmakologi meliputi pemberian

    antipsikotik tipikal seperti haloperidol. Dapat pula diberikan antipsikotik atipikal

  • 5/21/2018 Delirium..

    14/14

    14

    seperti olazapin dan quetiapin sebagai alternative pengganti haloperidol. Pada

    pasien yang mengalami agitasi dan tidak responsif terhadap monoterapi

    antipsikotik, dapat digunakan alternative lain seperti diazepam. Tatalaksana

    nonfarmakologi pada delirium bertujuan meminimalkan faktor lingkungan yang

    menyebabkan delirium, kebingungan dan kesalahan persepsi serta

    mengoptimalkan stimulasi lingkungan.1,2